Anda di halaman 1dari 28

PRINSIP DASAR UV – VIS

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penentuan Struktur Molekul

Dosen Pengampu : Drs. Dede Sukandar, M.Si.

Disusun oleh :

Dewi Fauziah (11180960000077)

Nur Rahmah (11180960000106)

Dhiwa Azka Ridhwana (11180960000108)

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2021
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi
rahmat dan karunia-Nya. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membimbing kita dari
jalan kegelapan menuju jalan terang benderang.

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini terutama kepada dosen yang telah mengajarkan
materi ini, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Prinsip Dasar UV – Vis ini
hingga selesai.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami menerima segala kritik
dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami harapkan semoga makalah tentang Prinsip Dasar UV – Vis ini dapat
memberi manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Tangerang Selatan, Maret 2021

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Pembahasan..................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN MATERI................................................................................................... 3
2.1 Spektroskopi ................................................................................................................ 3
2.2 Prinsip Spektrofotometri ............................................................................................. 4
2.3 Prinsip Kerja Spektrofotometer UV –Vis ................................................................... 6
2.4 Bagian – Bagian dari Spektrofotometer UV –Vis ....................................................... 7
2.5 Preparasi Sampel Pada Spektroskopi UV – Vis .......................................................... 9
2.6 Analisa Spektroskopi UV – Vis ................................................................................ 12
2.7 Penentuan Struktur Molekul Senyawa Berdasarkan Analisa Spektroskopi UV-
Vis..............................................................................................................................12
ANALISIS KAFEIN DALAM KOPI BUBUK DI KOTA MANADO MENGGUNAKAN
SPEKTROFOTOMETER UV–VIS......................................... Error! Bookmark not defined.
BAB III KESIMPULAN.......................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 25

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Spektrofotometri adalah suatu metode yang digunakan untuk mengukur


absorbansi dari suatu bahan terhadap spektrum sinar sebagai fungsi pada panjang
gelombang tertentu. Bila suatu zat disinari dengan elektromagnet, zat ini menyerap
panjang-panjang gelombang tertentu dari radiasi dan membiarkan gelombanggelombang
yang lain lewat, pola panjang gelombang yang diserap suatu zat disebut spektrum
absorpsi. Spektrum absopsi untuk senyawa molekul disebut Spektrofotometri karena
biasanya spektro itu terdiri dari daerah-daerah resapan yang lebar. Salah satu alasan
mengapa deteksi spektroskopi itu begitu berguna adalah bahwa biasanya diperlukan
hanya sedikit sekali sampel untuk pengujian zat tersebut (Alamsyah, 2007).
Spektroskopi digunakan dalam banyak industri untuk menganalisis bahan baku
dan produk. Spektrofotometer Ultraviolet dan Visibel merupakan hasil transisi elektronik
yang disebabkan oleh foton berenergi. Foton dengan energi yang cukup tinggi (lebih
khas dalam daerah UV) dapat mengionkan atom dan molekul. Absorpsi foton UV dan
Vis tanpa pemutusan ikatan memberikan informasi mengenai susunan dan struktur
elektronik dari molekul-molekul. Spektrum didaerah sinar tampak (tampak bagi mata
manusia) sama dengan gelombang cahaya 400-800nm. Cahaya didaerah UV mempunyai
panjang gelombang yang lebih pendek yaitu 200-400nm (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 1995).
Pada pengukuran serapan suatu larutan hampir selalu digunakan blanko yang
dipakai untuk mengatur spektrofotometer, hingga pada panjang gelombang pengukuran
mempunyai serapan nol. Maksud dari blanko tersebut adalah koreksi serapan yang
disebabkan oleh pelarut, pereaksi, sel atau pengukuran alat, blanko yang digunakan
adalah blanko untuk yang melarutkan zat terhadap larutan zat pembanding kimia yang
disiapkan dengan cara yang sama, dalam hal ini pengukuran serapan mula-mula
dilakukan terhadap pembanding kemudian terhadap larutan zat yang diperiksa (Day dan
Underwood, 1999).

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah prinsip dasar dari Spektroskopi UV – Vis?


2. Bagaimana cara menentukan preparasi sampel pada Spektroskopi UV – Vis?
3. Bagaimana cara menganalisa struktur molekul menggunakan Spektroskopi UV-Vis?

1.3 Tujuan Pembahasan

1. Mahasiwa dapat memahami prinsip dasar dari Spektroskopi UV – Vis.


2. Mahasiswa dapat mengetahui preparasi sampel pada Spektroskopi UV – Vis.
3. Mahasiswa dapat memahami cara menganalisa struktur molekul menggunakan
Spektroskopi UV-Vis

2
BAB II

TINJAUAN MATERI
2.1 Spektroskopi

Spektrofotometri adalah suatu metode yang digunakan untuk mengukur


absorbansi dari suatu bahan terhadap spektrum sinar sebagai fungsi pada panjang
gelombang tertentu. Bila suatu zat disinari dengan elektromagnet, zat ini menyerap
panjang-panjang gelombang tertentu dari radiasi dan membiarkan gelombanggelombang
yang lain lewat, pola panjang gelombang yang diserap suatu zat disebut spektrum
absorpsi. Spektrum absopsi untuk senyawa molekul disebut Spektrofotometri karena
biasanya spektro itu terdiri dari daerah-daerah resapan yang lebar. Salah satu alasan
mengapa deteksi spektroskopi itu begitu berguna adalah bahwa biasanya diperlukan
hanya sedikit sekali sampel untuk pengujian zat tersebut (Alamsyah, 2007).
Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan
panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi
relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi
panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dengan fotometer adalah panjang
gelombang dari sinar putih dapat lebih dideteksi dan cara ini diperoleh dengan alat
pengurai seperti prisma, grating atau celah optis. Pada fotometer filter dari berbagai
warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek pada panjang gelombang tertentu
(Gandjar, 2007).
Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran energi cahaya oleh
suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu (Day, 2002). Sinar ultraviolet (UV)
mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, dan sinar tampak (visible)
mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Pengukuran spektrofotometri
menggunakan alat spektrofotometer yang melibatkan energi elektronik yang cukup besar
pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai
untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif. Spektrum UV-Vis sangat berguna
untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa
ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan
menggunakan hukum Lambert-Beer (Rohman, 2007).

3
Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linieritas antara absorban dengan
konsentrasi larutan analit dan berbanding terbalik dengan transmitan. Dalam hukum
Lambert-Beer tersebut ada beberapa pembatasan, yaitu :
- Sinar yang digunakan dianggap monokromatis
- Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang yang sama
- Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang lain
dalam larutan tersebut
- Tidak terjadi fluorensensi atau fosforisensi
- Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan

Panjang gelombang (λ) adalah jarak antara satu lembah dan satu puncak, sedangkan
frekuensi adalah kecepatan cahaya dibagi dengan panjang gelombang (λ). Bilangan
gelombang adalah (v) adalah satu satuan per panjang gelombang (Dachriyanus, 2004).

2.2 Prinsip Spektrofotometri

Berkas cahaya polikromatis diubah menjadi monokromatis. Sinar monokromatis


yang dilewatkan pada suatu bahan yang dianalisa akan diabsorbsi, dan sinar yang
diabsorbsi oleh bahan yang dianalisa sebanding dengan jumlah (konsentrasi) bahan yang
dianalisa. Hukum Lambert Beer merupakan gabungan hukum Lambert dan hukum Beer
yang menetapkan antara lain intensitas cahaya yang masuk dengan intensitas cahaya
yang keluar, merupakan fungsi dari larutan dan kadar zat dalam larutan (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 1979). Menurut hukum Lambert: Bila suatu cahaya
monokromatis masuk kedalam larutan setebal b (tebal medium) maka sebagian energi
akan diserap oleh molekul dalam larutan. Pengukuran intensitas cahaya berbanding lurus
dengan tebal medium, dengan bertambahnya tebal sel, maka serapan akan bertambah.
Sehingga didapat beberapa persamaan:
A=axb
Keterangan : A : Absorbansi
a : Absorbstivitas
b : Tebal sel (umumnya 1 cm)
Sedangkan menurut hukum Beer: Intensitas cahaya monokromatis yang masuk ke
dalam larutan maka sebagian cahaya akan diserap oleh molekul dalam larutan,
berkurangnya intensitas cahaya berbanding lurus dengan pertambahan kadar zat dalam

4
larutan. Jika konsentrasi bertambah, jumlah molekul yang dilalui berkas sinar akan
bertambah, maka serapan juga bertambah, sehingga didapat persamaan:

A=axc
Keterangan : A : Absorbansi
a : Absorbstivitas
c : Konsentrasi zat (gram/liter)
Kedua persamaan ini digabungkan dalam hukum Lambert-Beer, maka diperoleh bahwa
serapan berbanding lurus dengan konsentrasi dan ketebalan sel yang dapat ditulis dengan
persamaan:
A=axbxc

Keterangan : A : Absorbansi
a : Absorbstivitas
b : Tebal sel (umumnya 1 cm)
c : Konsentrasi zat (gram/liter)
Terdapat 2 jenis spektrofotometer UV – Vis, diantaranya:
1. Spektrofotometer single beam (berkas tunggal)
Pada alat ini hanya terdapat satu berkas sinar yang dilewatkan melalui kuvet. Blanko,
larutan standar dan contoh diperiksa secara bergantian

2. Spektrofotometer double beam (berkas ganda)


Berbeda dengan single beam, pada alat ini sinar dari sumber cahaya dibagi menjadi
dua berkas oleh cermin yang berputar. Berkas pertama melalui kuvet berisi blanko
dan berkas kedua melalui kuvet berisi standar contoh .

5
2.3 Prinsip Kerja Spektrofotometer UV –Vis

- Cahaya yang berasal dari lampu deuterium maupun wolfram yang bersifat
polikromatis di teruskan melalui lensa menuju ke monokromator pada spekfotometer
dan filter cahaya pada fotometer .
- Monokromator kemudian akan mengubah cahaya polikromatis menjadi cahaya
monokromatis (tunggal).
- Berkas-berkas cahaya dengan panjang tertentu kemudian akan dilewatkan pada
sampel yang mengandung suatu zat dalam konsenrasi tertentu.
- Oleh karena itu, terdapat cahaya yang diserap (diabsorbsi) dan ada pula yang
dilewatkan (ditransmisi).
- Cahaya yang dilewatkan ini kemudian diterima oleh detector. Detektor kemudian
akan menghtung cahaya yang diterima dan mengetahui cahaya yang diserap oleh
sampel.
- Cahaya yang diserap sebanding dengan konsentrasi zat yang terkandung dalam
sampel sehingga akan diketahui konsentrasi zat yang terkandung dalam sampel
sehingga akan diketahui konsentrasi zat dalam sampel secara kuantitatif.

Terdapat beberapa jenis Analat, diataranya :

6
1. Ikatan Rangkap Terkonjugasi
Dua ikatan rangkap terkonjugasi memberikan suatu kromofor, seperti dalam
butadiene akan mengabsorbsi pada 217 nm.
2. Senyawa Aromatik
Cincin aromatic mengabsorbsi dalam daerah radiasi UV. Misal: Benzen
menunjukkan serapan pada Panjang gelombang sekitar 255 nm, begitu juga asam
asetil salisilat.
3. Gugus Karbonil
Pada gugus karbonil aldehida dan keton dapat dieksitasi.
4. Auksokrom
Gugus ausokrom mempunyai pasangan electron bebas, yang disebabkan oleh
terjadinya meomeri kromofor. Yang termasuk dalam gugus ausokrom ini adalah
substituent seperti-OH, -NH2, -NHR, dan –NR2.
5. Gugus Aromatik
Adalah gugus yang mempunyai transisi electron n-p, seperti nitrat (313 nm),
karbonat (217 nm).

2.4 Bagian – Bagian dari Spektrofotometer UV –Vis

1. Sumber Cahaya
 Lampu Tungsen
Untuk sampel pada daerah tampak, memiliki panjang gelombang antara 350 –
2200 nm, dan spektrum radiasinya berupa garis lengkung.
 Lampu Deuterium
Dipakai pada panjang gelombang 190 – 380 nm, spektrum energi radiasinya lurus,
dan digunakan untuk mengukur sampel yang terletak pada daerah UV.
2. Monokromator
Monokromator merupakan alat yang berfungsi untuk memisahkan radiasi yang tidak
diperlukan dari spektrum radiasi lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1979).
 Prisma
Berfungsi mendispersikan radiasi elektromagnetik sebesar mungkin.
 Kisi Difraksi

7
Berfungsi menghasilkan penyebaran disperse sinar secara merata, dengan
pendispersi yang sama.
 Celah Optis
Berfungsi untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diharapkan dari sumber
radiasi. Apabila celah berada pada posisi yang tepat maka radiasi akan dirotasikan
melalui prisma, sehingga diperoleh panjang gelombang yang diharapkan.
 Filter
Berfungsi untuk menyerap warna komplementer sehingga cahaya yang diteruskan
merupakan cahaya berwarna yang sesuai dengan panjang gelombang yang dipilih.

3. Kompartemen Sampel
Digunakan sebagai tempat diletakkannya kuvet. Kuvet merupakan wadah yang
digunakan untuk menaruh sampel yang akan dianalisa. Kuvet yang baik harus
memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:
- Permukaannya harus sejajar secara optis
- Tidak berwarna sehingga semua cahaya dapat ditransmisikan
- Tidak ikut bereaksi terhadap bahan – bahan kimia
- Tidak rapuh
- Bentuknya sederhana
4. Detektor
Detektor merupakan alat yang mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, yang
memberikan suatu isyarat listrik berhubungan dengan daya radiasi yang diserap oleh
permukaan yang peka (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979). Berfungsi
untuk merubah sinar menjadi energi listrik yang sebanding dengan besaran yang dapat
diukur. Syarat – syarat ideal sebuah detektor :
- Kepekaan yang tinggi
- Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi
- Respon konstan pada berbagai Panjang gelombang
- Waktu respon cepat dan dignal minimum tanpa radiasi
- Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga radiasi

8
5. Sistem Pengolah
Sistem pengolah berfungsi untuk mengolah kuat arus dari detektor menjadi besaran
daya serap atom transmisi yang selanjutnya diubah menjadi data dalam sistem
pembacaan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
6. Sistem Pembacaan
Sistem pembacaan merupakan bagian yang menampilkan suatu angka atau gambar
yang dapat dibaca oleh mata. Serapan sel yang berisi pelarut tidak boleh lebih besar
dari 0,4 per cm tebal cairan jika diukur terhadap udara sebagai blangko.

Pelarut yang digunakan sebagai blangko harus berasal dari bets yang sama
dengan yang digunakan untuk membuat larutan yang diukur, serta tidak boleh
berfluoresensi pada panjang gelombang pengukuran. Identifikasi zat secara
spektrofotometri pada daerah ultraviolet pada umumnya dilakukan dengan
menggambarkan spektrum serapan larutan zat dalam pelarut dan dengan kadar yang
tertera pada monografi, untuk menetapkan letak serapan maksimum atau minimum
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979).

2.5 Preparasi Sampel Pada Spektroskopi UV – Vis

1. Periksa spesifikasi voltase yang dapat dilihat di unit bagian bawah (110V atau 220V,
50/60 Hz).
2. Kabel instrumen dihubungkan pada dinding stopkontak. Pada satu sisi kabel
penyambung power dimasukkan ke dalam stopkontak yang ada dibagian instrumen
dan sisi yang lainnya dihubungkan dengan dinding stopkontak sebagai sumber arus
AC.
3. Setelah itu nyalakan instrumen dengan menekan tombol merah yang berada di unit
belakang. Dengan memastikan bagian lampu pilot telah menyala. Intrumen
dipanaskan paling sedikit selama 20 menit agar diperoleh hasil pengukuran yang baik.
4. Mengatur panjang gelombang yang diinginkan untuk kalibrasi.
5. Pastikan tidak ada kuvet yang masuk pada tempat pengukuran dan tutup kembali
tempat pengukuran sampel seperti semula.
6. Pengaturan transmittance dengan cara memutar tombol T-0% sampai skala alat
menunjukan 0,0 (0%T diukur pada saat kuvet dalam keadaan kosong).
7. Aplikasi larutan blanko, menggunakan kuvet tabung. Digunakan jenis kuvet yang
sama untuk larutan blanko, standar, dan sampel. Terlebih dahulu permukaab kuvet

9
dibersihkan. Selanjutnya kuvet diisi paling sedikit 1,5 ml aquadest / larutan blanko.
Tujuannya agar dapat di pastikan bahwa sinar yang dipacarkan mampu melewati
larutan tersebut dengan sempurna. Verifikasi transmittance dan absorbansi. Mengatur
transmittance T – 100% sampai menunjukkan 100 dan absorbansi = 0,0 (100%T
diukur pada saat kuvet dalam keadaan terisi larutan).
8. Setelah itu keluarkan kuvet yang berisi larutan blanko tersebut dari tempat
pengukuran sampel dan membiarka kuvet yang berisi larutan blanko pada tempat
larutan blanko.

Syarat – syarat analisis dengan spektrofotometer UV – Vis :

- Larutan harus berwarna atau mengandung senyawa organic tak jenuh


- Sinar harus monokromatis
- Larutan harus jernih (tidak keruh)
- Pelarut tidak boleh bereaksi secara kimia dengan sampel yang dianalisis.

Jika tidak berwarna maka larutan tersebut harus dijadikan berwarna dengan cara
memberi reagen tertentu yang spesifik. Reagen ini disebut reagen pembentuk warna
(chromogenik reagent). sifat-sifat yang harus dimiliki oleh reagen pembentuk warna:

1. Kestabilan dalam larutan. Pereaksi-pereaksi yang berubah sifatnya dalam waktu


beberapa jam, dapat menyebabkan timbulnya semacam cendawan bila disimpan. Oleh
sebab itu harus dibuat baru dan kurva kalibarasi yang baru harus dibuat saat setiap
kali analisis.
2. Pembentukan warna yang dianalisis harus cepat.
3. Reaksi dengan komponen yang dianalisa harus berlangsung secara stoikiometrik.
4. Pereaksi tidak boleh menyerap cahaya dalam spektrum dimana dilakukan pengukuran.
5. Pereaksi harus selektif dan spesifik (khas) untuk komponen yang dianalisa, sehingga
warna yang terjadi benar-benar merupakan ukuran bagi komponen tersebut saja.
6. Tidak boleh ada gangguan-gangguan dari komponen-komponen lain dalam larutan
yang dapat mengubah zat pereaksi atau komponen komponen yang dianalisa menjadi
suatu bentuk atau kompleks yang tidak berwarna, sehingga pembentukan warna yang
dikehandaki tidak sempurna.
7. Pereaksi yang dipakai harus dapat menimbulkan hasil reaksi berwarna yang
dikehendaki dengan komponen yang dianalisa, dalam pelarut yang dipakai.

10
Setelah ditambahkan reagen atau zat pembentuk warna maka larutan tersebut harus
memiliki 5 (lima) sifat di bawah ini:

1. Kestabilan warna yang cukup lama guna memungkinkan pengukuran absorbansi


dengan teliti. Ketidakstabilan, yang mengakibatkan menyusutnya warna larutan
(fading), disebabkan oleh oksidasi oleh udara, penguraian secara fotokimia, pengaruh
keasaman, suhu dan jenis pelarut. Namun kadang-kadang dengan mengubah kondisi
larutan dapat diperoleh kestabilan yang lebih baik.

2. Warna larutan yang akan diukur harus mempunyai intensitas yang cukup tinggi
(warna harus cukup tua) yang berarti bahwa absortivitas molarnya (ε) besar. Hal ini
dapat dikontrol dengan mengubah pelarutnya. Dalam hal ini dengan memilih pereaksi
yang memiliki kepekaan yang cukup tinggi.
3. Warna larutan yang diukur sebaiknya bebas daripada pengaruh variasi-variasi kecil
kecil dalam nilai pH, suhu maupun kondisis-kondisi yang lain.
4. Hasil reaksi yang berwarna ini harus larut dalam pelarut yang dipakai.
5. Sistem yang berwarna ini harus memenuhi Hukum Lambert-Beer.

Untuk sampel yang berupa larutan perlu diperhatikan beberapa persyaratan pelarut yang
dipakai antara lain :

- Harus melarutkan sampel dengan sempurna


- Pelarut yang dipakai tidak mengandung ikatan rangkap terkonjugasi pada struktur
molekulnya dan tidak berwarna (tidak boleh mengabsorpsi sinar yang dipakai oleh
sampel)
- Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis
- Kemurniannya harus tinggi
- Dapat meneruskan sinar dari panjang gelombang yang dipakai (tidak boleh
menyerapnya)
- Polaritasnya disesuaikan dengan senyawa yang dianalisis

11
2.6 Analisa Spektroskopi UV – Vis

Spektrofotometer UV-VIS merupakan gabungan antara spektrofotometri UV


dan Visible. Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV dan
sumber cahaya visible. Meskipun untuk alat yang lebih canggih sudah menggunakan
hanya satu sumber sinar sebagai sumber UV dan Vis, yaitu photo diode yang dilengkapi
dengan monokromator. Untuk sistem spektrofotometri, UV-Vis paling banyak tersedia dan
paling populer digunakan. Kemudahan metode ini adalah dapat digunakan baik untuk
sample berwarna juga untuk sample tak berwarna.

2.7 Penentuan Struktur Molekul Senyawa Berdasarkan Analisa Spektroskopi UV – Vis

Interaksi sinar ultraviolet atau sinar tampak menghasilkan transisi elektronik dari
elektron-elektron ikatan, baik ikatan sigma () dan pi () maupun elektron non ikatan (n)
yang ada dalam molekul organik. Elektron-elektron ini berada di bagian luar dari
molekul organik. Transisi elektronik yang terjadi merupakan perpindahan elektron dari
orbital ikatan atau non ikatan ke tingkat orbital antiikatan atau disebut dengan tingkat
eksitasi. Orbital ikatan atau non ikatan sering disebut dengan orbital dasar, sehingga
transisi elektron sering dinyatakan sebagai transisi elektron dari tingkat dasar ke tingkat
tereksitasi.
Tingkat Tereksitasi, diantaranya:
• Tingkat tereksitasi dari elektron molekul organik hanya ada dua jenis, yaitu pi bintang
(*) dan sigma bintang (*), sehingga bila molekul organik yang memiliki elektron-
elektron sigma, pi, dan elektron nonikatan, misalnya pada molekul aseton, maka tipe
transisi elektroniknya meliputi :   *,  *,   *, *, n  *, n  *
• Agar terjadi transisi elektronik ini diperlukan energi yang besarnya sesuai dengan
jenis elektron ikatan dan nonikatan yang ada dalam molekul organik
• Satu senyawa organik yang hanya memiliki satu jenis ikatan sigma saja, misalnya
metana, maka jenis transisi elektron ikatan dalam molekul tersebut hanya transisi  
*
• Sedangkan kalau dalam senyawa organik memiliki ikatan sigma dan ikatan pi,
misalnya pada senyawa butena, maka jenis eksitasi elektronnya meliputi transisi  
*,  *,   *, *

12
• Untuk senyawa organik yang memiliki ikatan sigma, ikatan pi, dan mengandung
elektron nonikatan, misalnya senyawa aseton, maka jenis transisi elektronnya meliputi
transisi   *,  *,   *, *, n  *, n  *
• Transisi elektron   * dalam molekul organik memerlukan E yang paling besar,
sedangkan transisi elektron n  *, memerlukan E yang paling kecil
• Transisi elektron   *, memerlukan panjang gelombang paling kecil atau energi
paling besar, sedangkan untuk transisi elektron n  *, memerlukan panjang
gelombang yang paling besar
Rentang Panjang Gelombang
Sinar ultraviolet (UV) mempunyai rentang panjang gelombang dari 100-400 nm,
sedangkan sinar tampak (Vis) 400-750 nm, sinar dimulai dari tidak berwarna-ungu-
merah. Umumnya senyawa organik yang hanya memiliki ikatan sigma, akan
mengabsorbsi panjang gelombang UV pada panjang gelombang di bawah 200 nm.
Absorpsi pada panjang gelombang tersebut disebut dengan absorpsi di daerah ultraviolet
vakum (daerah di bawah 200 nm) merupakan daerah yang sukar memperoleh informasi
mengenai struktur molekul organik. Sedangkan molekul organik yang memiliki ikatan pi
atau memiliki elektron nonikatan akan mengabsorbsi pada panjang gelombang yang
lebih besar.
Transisi Elektron
Transisi elektron ini tergantung dari struktur molekul senyawa organik. Dalam
suatu molekul dapat mengalami transisi elektron yang mudah. Bila dalam senyawa
organik terdapat ikatan dengan tingkat energi yang tinggi, yaitu ikatan pi, makin banyak
ikatan pi yang berkonjugasi, makin mudah transisi elektron pi-nya. Karena perbedaan
energi dari keadaan dasar (HOMO) ke tingkat energi tereksitasi (LUMO) makin kecil
atau bila dalam molekul organik terdapat elektron-elektron yang tidak berikatan,
misalnya elektron non bonding yang terdapat pada oksigen atau nitrogen, juga akan
memudahkan transisi elektronnya.

13
Jenis – Jenis Spektrum Elektromagnetik
1. Gelombang mikro
Gelombang mikro adalah gelombang elektromagnetik yang memiliki panjang
gelombang antara satu milimeter hingga 30,5 sentimeter, pada pita frekuensi SHF,
EHF, dan sebagian UHF. Aplikasi gelombang mikro biasa dijumpai pada oven
gelombang mikro dan pemanas industri. Gelombang mikro juga menjadi panjang
gelombang utama dalam sistem radar, komunikasi satelit, dan jaringan nirkabel
seperti WiFi.
2. Radiasi IR
Radiasi inframerah memiliki frekuensi antara 300 GHz hingga 400 THz
dengan panjang gelombang antara 760 nm hingga 1 mm. Dalam kehidupan sehari-
hari, radiasi inframerah biasa digunakan pada lampu penghangat dan pemanggang.
Radiasi inframerah yang dipancarkan bersamaan dengan kalor dapat dimanfaatkan
pada pendeteksi suhu tubuh, temperatur di permukaan Bumi, dan kacamata
penglihatan malam.
3. Cahaya Tampak
Cahaya tampak adalah bagian dari gelombang elektromagnetik yang paling
sensitif bagi mata manusia. Cahaya tampak (dan inframerah dekat) biasanya diserap
dan diemisikan oleh elektron pada molekul atau atom yang mengalami perpindahan
tingkatan energi. Hal ini memungkinkan adanya mekanisme kimia yang mendasari
penglihatan manusia dan fotosintesis pada tumbuhan.
4. Radiasi Ultraviolet (UV)
UV merupakan radiasi dengan panjang gelombang terpanjang yang mampu
mengionisasi atom-atom dengan cara memisahkan elektron dari mereka. Sinar
ultraviolet dengan panjang gelombang pendek dan radiasi lainnya yang memiliki
panjang gelombang lebih kecil (seperti sinar-X dan sinar gama) merupakan radiasi
pengion yang dapat merusak jaringan makhluk hidup.

14
5. Sinar X
Sama seperti UV yang memiliki panjang gelombang pendek, sinar-X juga
merupakan radiasi pengion. Meskipun demikian, sinar-X memiliki energi yang lebih
tinggi sehingga mampu berinteraksi dengan materi melalui efek Compton. Sinar-X
keras memiliki panjang gelombang yang lebih rendah dibandingkan sinar-X lunak
dan mampu menembus beberapa zat. Sifat ini memungkinkan sinar-X untuk
digunakan pada perangkat-perangkat seperti pemindai bagasi di bandara dan CT
scan.
6. Sinnar Gamma
Sinar gama merupakan foton yang memiliki energi paling tinggi dan tidak
memiliki batas bawah panjang gelombang.

Pengaruh Pelarut Terhadap Transisi

Adanya pelarut mengakibatan pergeseran absorpsi ke panjang gelombang yang lebih


besar atau lebih kecil.

1. Efek Batokrom (Pergeseran Merah)


Pada pelarut polar λmax transisi π - π* cenderung bergeser ke panjang gelombang yang
lebih besar yang disebut efek batokrom (pergeseran merah). Interaksi dipol antara
molekul pelarut akan menyebabkan energi eksitasi lebih rendah bila dibandingkan energi
awal. Keadaan awal ini dapat diamati pada pengukuran etanol dilakukan dalam larutan
heksana akan memberikan maks lebih besar, dengan kata lain terjadi ppergeseran 10 –
20 nm (a small red shift).
Efek batokromik atau pergeseran merah adalah terjadi perubahan absorbsi panjang
gelombang ke arah panjang gelombang yang lebih besar, hal ini terjadi karena adanya
substituen/auksokrom tertentu pada kromofor, misalnya pengukuran dari benzena ke fenol,
panjang gelombang maksimum fenol akan lebih besar dibandingkan panjang gelombang
benzena; atau dapat juga terjadi karena ada perubahan pelarut. Efek hipsokromik atau
pergeseran biru adalah terjadinya perubahan absorbsi ke panjang gelombang yang lebih
pendek. Hal ini terjadi karena perubahan pelarut atau tidak adanya substituen/auksokrom
pada suatu kromofor. Efek hiperkromik adalah terjadinya peningkatan intensitas absorbsi
dan hipokromik penurunan intensitas absorbsi, hal ini terjadi misalnya karena perubahan
pelarut. Secara sederhana perubahan pergeseran panjang gelombang atau intensitas
absorbsi dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

15
2. Efek Hipsokrom (Pergeseran Biru)
Pada pelarut polar λmax maks transisi n - π* cenderung bergeser ke panjang gelombang
yang lebih pendek.yang disebut efek hipsokrom (pergeseran pergeseran). Pada kondisi ini
transisi pasangan elektron yang lemah dari oksigen, sehingga transisi  — * memberikan
pengaruh pada pelarut dengan arah yang berlawanan. Pengaruh eksitasi ini sangat kecil
antara pelarut yang mempunyai ikatan hidrogen dan karbonil grup.

Efek batokromik dan hipsokromik dapat juga disebabkan karena perbedaan/perubahan


pelarut yang digunakan. Untuk senyawa yang dapat mengalami eksitasi   *, misalnya
pada senyawa 2- butanon-3-ena, akan terjadi efek batokromik sebesar 10 – 20 nm bila
senyawa mula-mula diukur dalam pelarut heksana (non polar), setelah itu diukur lagi
tetapi pelarut yang digunakan diganti dengan etanol (polar).

Pada senyawa yang mengalami eksitasi n  *, misalnya aseton, bila diukur dalam
pelarut non polar (heksana), kemudian pelarut diganti dengan pelarut polar (etanol), akan
terjadi efek hipsokromik, hal ini terjadi karena kemampuan pelarut etanol mengadakan
ikatan hidrogen dengan senyawa dalam keadaan sebelum eksitasi cukup kuat, sehingga
elektron nonbonding (n) untuk melaksanakan eksitasi n  * memerlukan energi yang
lebih besar, akibatnya terjadi efek hipsokromik; atau dapat juga dijelaskan kemampuan
pelarut mengadakan ikatan hidogen dengan aseton dalam tingkat tereksitasi menurun,
sehingga absorbsi terjadi pada panjang gelombang maksimum yang lebih kecil, sedangkan
dalam pelarut non polar eksitasi elektron n  * tidak terganggu karena tidak ada
interaksi dengan pelarut.

16
Hukum Lambert – Beer

Bunyi Hukum Lambert-Beer Cahaya yang diserap diukur sebagai absorbansi (A)
sedangkan cahaya yang hamburkan diukur sebagai transmitansi (T), dinyatakan dengan
hukum lambert-beer berbunyi: “jumlah radiasi cahaya tampak (ultraviolet, inframerah dan
sebagainya) yang diserap atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi
eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan”

Dengan :

A = absorben

I0 = intesitas sinardatang

I = intesitas sinar yang diteruskan

Diteruskan

a = tetapan absorptivitas

I = panjang jalan sinar / kuvet

c = konsentrasi

Larutan senyawa berwarna mampu menyerap sinar tampak yang melalui larutan tersebut.
Jumlah intensitas sinar yang diserap tergantung pada macam yang ada di dalam larutan,
konsentrasi panjang jalan dan intensitas sinar yang diserap dinyatakan dalam Hukum
Lambert-Beer yang sudah dijelaskan di atas.Warna zat yang menyerap menentukan
panjang gelombang sinar yang akan diserap, warna yang diserap merupakan warna
komplemen dari warna yang terlihar oleh mata.

Jenis – Jenis Transisi Elektron, Panjang Gelombang, dan Pola Spektrum

Suatu spektrometer serapan bekerja pada daerah panjang gelombang sekitar 200 nm (pada
ultra violet dekat) sampai sekitar 800 nm (pada infra merah sangat dekat). Transisi
electron yang mungkin menyerap sinar pada daerah itu jumlahnya terbatas.

17
Transisi elektron ini tergantung dari struktur molekul senyawa organik. Dalam suatu
molekul dapat mengalami transisi elektron yang mudah. Bila dalam senyawa organik
terdapat ikatan dengan tingkat energi yang tinggi, yaitu ikatan pi, makin banyak ikatan pi
yang berkonjugasi, makin mudah transisi elektron pi-nya. Karena perbedaan energi dari
keadaan dasar (HOMO) ke tingkat energi tereksitasi (LUMO) makin kecil atau bila dalam
molekul organik terdapat elektron-elektron yang tidak berikatan, misalnya elektron non
bonding yang terdapat pada oksigen atau nitrogen, juga akan memudahkan transisi
elektronnya. Berikut jenis – jenis transisi elektron :

1. Transisi Sigma-Sigma Anti Bonding   *


- Energi yang diperlukan sesuai energi sinar pada frekuensi yang terletak pada UV vakum
(<180 nm)
- Kurang begitu bermnfaat untuk analisis dengan spektrofotometri UV – Vis
- Contoh : Metana dengan ikatan (-C-H) (125 nm)
Etana , dengan ikatan (C – C) (135 nm)

2. Transisi Non Bonding – Sigma Anti Bonding n  *


- Terjadi pada senyawa organik jenuh yang mengandung atom – atom dengan elektron
bukan ikatan (e-n) seperti pada sekitar atom N, O, S dan halogen.
- Sinar yang diserap sekitar  150 – 250 nm
- Nilai absorbtivitas molar 100 – 3000 liter/cm.mol
- Pengaruh pelarut lebih polar akan menggeser  ke lebih pende (pergesaran biru/
Hypsocromic shift)

18
3. Transisi Non Bonding – Phi Anti Bonding n  * dan Phi-Phi Anti Bonding    dan n
 *.
- Molekul tersebut harus memiliki gugus fungsional yang tidak jenuh sehingga ikatan
rangkap dalam gugus tersebut dapat meberikan orbital phi yang diperlukan.
- Transisi ini paling cocok untuk analisis ( 200 – 700 nm) dan dapat diaplikasikan pada
spektrofotometer UV – Vis.
- Pelarut dapat mempengaruhi transisi karena berkaitan dengan perbedaan mensolvasi
pelarut pada keadaan dasar dengan tereksitasi.\

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Sebelum melakukan perhitungan kadar sampel pada spektrofotometer UV-Vis, telebih


dahulu ditentukan panjang gelombang maksimum. Dari berbagai percobaan pengukuran
absorbsi maksimum dalam spektroftometri UV-Vis untuk berbagai senyawa alkena
terkonjugasi, telah ditetapkan suatu aturan yang dapat digunakan untuk memperkirakan
absorpsi maksimum pada panjang gelombang tertentu sesuai dengan struktur molekul
senyawa organik. Untuk meramalkan panjang gelombang maksimum dari suatu senyawa
yang memiliki gugus diena terkonjugasi dapat digunakan aturan Woodward sejak tahun
1941. Penggunaan aturan ini hanya digunakan pada diena yang memiliki ikatan rangkap
terkonjugasi maksimal empat ikatan.

Untuk diena terkonjugasi mempunyai ketentuan sebagai berikut:

- Diena heteroanular/cincin terbuka 214 nm


- Diena homoanular 253 nm
- Penambahan:
a. Alkil/sisa cincin 5 nm
b. Ikatan rangkap luar (eksosiklik) 5 nm
c. Auksokrom:
O-asil 0 nm
O-alkil 6 nm
S-alkil 30nm
Cl, Br 5 nm
N alkil2 60 nm

Perpanjangan dengan satu ikatan rangkap 30 nm

Contoh senyawa berikut:

Hitunglah maks untuk senyawa-senyawa dengan struktur berikut:

19
Jawab:

Perhitungan untuk senyawa I:

 pokok (diena heteroanular) 214

Tiga sisa cincin 3 x 5 15

Satu ikatan rangkap eksosiklik 5 +

 = 234 nm (maksimum)

Pengamatan 235 nm, ε = 19.000

Perhitungan untuk senyawa II:

 pokok (diena homooanular) 253

Tiga sisa cincin 3 x 5 15

Satu ikatan rangkap eksosiklik 5+

 = 273 nm (maksimum)

Pengamatan 275 nm

Senyawa yang mempunyai gugus karbonil nonkonjugasi, misalnya aldehida, keton,


ester pita absorpsi yang berasal dari eksitasi elektron   * terjadi pada panjang
gelombang di bawah 200 nm, sedangkan yang berasal dari eksitasi elektron n  * berada
pada panjang gelombang di atas 200 nm.

20
Sedangkan absorpsi panjang gelombang maksimum untuk senyawa yang memiliki
gugus karbonil terkonjugasi, misalnya aldehida, keton, ester dengan , β tak jenuh
mengikuti aturan pada Tabel 4 untuk perkiraan perhitungan absorpsi panjang gelombang
maksimum hanya untuk eksitasi elektron   *.

Posisi substituen mempunyai nilai-nilai yang berbeda kecuali posisi  dan yang
lebih tinggi nilainya sama.

21
Pengukuran absorpsi maksimum senyawa organik yang mengandung karbonil
yang memiliki ketidakjenuhan   β/ karbonil terkonjugasi selain posisi dan jenis
substituen juga diperhitungkan faktor koreksi dalam pelarut tertentu.

22
BAB III

KESIMPULAN
1. Spektrofotometri adalah suatu metode yang digunakan untuk mengukur absorbansi
dari suatu bahan terhadap spektrum sinar sebagai fungsi pada panjang gelombang
tertentu.
2. Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran energi cahaya oleh
suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu.
3. Prinsip dasar Spektrofotometri UV-Vis : berkas cahaya polikromatis diubah menjadi
monokromatis. Sinar monokromatis yang dilewatkan pada suatu bahan yang dianalisa
akan diabsorbsi, dan sinar yang diabsorbsi oleh bahan yang dianalisa sebanding
dengan jumlah (konsentrasi) bahan yang dianalisa. Hukum Lambert Beer merupakan
gabungan hukum Lambert dan hukum Beer yang menetapkan antara lain intensitas
cahaya yang masuk dengan intensitas cahaya yang keluar, merupakan fungsi dari
larutan dan kadar zat dalam larutan.
4. Prinsip kerja Spektrofotometri UV-Vis : Cahaya yang berasal dari lampu deuterium
maupun wolfram yang bersifat polikromatis di teruskan melalui lensa menuju ke
monokromator pada spekfotometer dan filter cahaya pada fotometer. Monokromator
kemudian akan mengubah cahaya polikromatis menjadi cahaya monokromatis
(tunggal). Berkas-berkas cahaya dengan panjang tertentu kemudian akan dilewatkan
pada sampel yang mengandung suatu zat dalam konsenrasi tertentu. Cahaya yang
dilewatkan ini kemudian diterima oleh detector. Detektor kemudian akan menghtung
cahaya yang diterima dan mengetahui cahaya yang diserap oleh sampel.
5. Preparasi sampel :
- Periksa spesifikasi voltase yang dapat dilihat di unit bagian bawah (110V atau
220V, 50/60 Hz).
- Kabel instrumen dihubungkan pada dinding stopkontak.
- Intrumen dipanaskan paling sedikit selama 20 menit agar diperoleh hasil
pengukuran yang baik.
- Mengatur panjang gelombang yang diinginkan untuk kalibrasi.
- Tutup kembali tempat pengukuran sampel seperti semula.
- Pengaturan transmittance dengan cara memutar tombol T-0% sampai skala alat
menunjukan 0,0 (0%T diukur pada saat kuvet dalam keadaan kosong).
- Aplikasi larutan blanko, menggunakan kuvet tabung.
- Verifikasi transmittance dan absorbansi. Mengatur transmittance T – 100%
sampai menunjukkan 100 dan absorbansi = 0,0 (100%T diukur pada saat kuvet
dalam keadaan terisi larutan).

23
- Setelah itu keluarkan kuvet yang berisi larutan blanko tersebut dari tempat
pengukuran sampel dan membiarka kuvet yang berisi larutan blanko pada tempat
larutan blanko.
6. Interaksi sinar ultraviolet atau sinar tampak menghasilkan transisi elektronik dari
elektron-elektron ikatan, baik ikatan sigma () dan pi () maupun elektron non ikatan
(n) yang ada dalam molekul organik. Elektron-elektron ini berada di bagian luar dari
molekul organik. Transisi elektronik yang terjadi merupakan perpindahan elektron
dari orbital ikatan atau non ikatan ke tingkat orbital antiikatan atau disebut dengan
tingkat eksitasi. Orbital ikatan atau non ikatan sering disebut dengan orbital dasar,
sehingga transisi elektron sering dinyatakan sebagai transisi elektron dari tingkat
dasar ke tingkat tereksitasi.
7. Jenis gelombang elektromagnetik : gelombang mikro, radiasi IR, cahaya tampak,
sinar UV, sinar X, dan sinar gamma.

24
DAFTAR PUSTAKA

Modul VI. Gelombang Elektromagnetik.

Suhartati, Tati. 2017. DASAR-DASAR SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS DAN


SPEKTROMETRI MASSA UNTUK PENENTUAN STRUKTUR SENYAWA ORGANIK.
Bandar Lampung. CV. Anugrah Utama Raharja.

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/pharmacon/article/viewFile/3100/2644

file:///C:/Users/Nur%20Rahma/Downloads/UV%20VISSSS.pdf

https://slideplayer.info/slide/3630747/

https://www.academia.edu/11300594/Spektrophotometer_UV_Vis_Tugas

http://kimia.fmipa.unej.ac.id/?p=472

25

Anda mungkin juga menyukai