Anda di halaman 1dari 3

Nama : Dinda Juni Pertiwi

NIM : 200202191

Mata Kuliah : Filsafat Umum

Unit : 04

ABU NAWAS

1. Riwayat Hidup dan Pendidikan Tokoh

Abu Nawas atau dikenal sebagai Abu-Ali Al-Hasan bin Hani Al-Hakami lahir pada tahun
756M, dan wafat pada tahun 814 M atau Abū-Nuwās (Ar:‫)ابونواس‬, adalah seorang pujangga
Arab. Dia dilahirkan di kota Ahvaz di negeri Persia, dengan darah Arab dan Persia mengalir di
tubuhnya. Sepeninggal ayahnya, Abu Nawas kemudian dibawa ibunya ke kota Basra, Irak. Di
sana beliau belajar beberapa ilmu agama seperti ilmu hadits, sastra Arab, dan ilmu Al-Quran.
Meski Abu Nawas pernah mendapat pendidikan agama, Abu Nawas di semasa mudanya adalah
seseorang yang menyukai kehidupan hura-hura dan berpesta pora. Dia adalah seorang pemabuk
berat. Syair-syairnya masa itu lebih banyak bercerita tentang minuman, wanita, dan cinta. Meski
seorang pemabuk, kepiawaiannya dalam mencipta syair ketika itu nyaris tak tertandingi.
Informasi yang berkaitan dengan kematiannya tidak pasti dan saling bertentangan. Ada yang
mengatakan bahwa tahun meninggalnya Abu Nawas terjadi pada tahun 806 M. Di sisi lain, ada
yang mengatakan ia meninggal pada tahun 813 M. Ada juga yang mengatakan bahwa Abu
Nawas sebenarnya meninggal pada tahun 814 M, selisih satu tahun dengan versi sebelumnya.
Dia dimakamkan di kota Bagdad, Irak. Al-Khatib al-Baghdadi penulis The History of Baghdad,
menulis bahwa Abu Nawas dimakamkan di pemakaman Syunizi di Baghdad.

2. Karya Tokoh

• Anggur
Bakra atau Khamriya adalah seni puitis Arab yang menjadi salah satu tema yang paling banyak
dikembangkan, dan diperluas dari bagian dalam semenanjung Arab hingga ke Al-Andalus. Abu
Nawas adalah salah satu penyair Persia-Arab yang paling sering menggunakan tema ini dalam
karya-karyanya. Dalam puisi subgenre ini, penulis membangun teks melalui metafora dan
melalui kepribadian dan harmoni yang besar melalui kosakata yang rumit, tentang pandangan
akan minuman, bar dan biara, Kristen dan Yahudi, wanita cantik yang dikurung di mana ayahnya
akan melepaskannya jika dalam kelimpahan harta, kehidupan pengadilan dengan kemewahan,
kehancuran pemukiman, parfum dan agama.

• Cinta

Beberapa puisi-puisi Abu Nawas juga mengandung banyak seks, erotisme, kekuatan dan
pengendalian diri.

• Agama

Selain bertemakan kehidupan dunia yang bersifat hedonisme, Abu Nawas juga menciptakan
puisi-puisi yang bertemakan agama Islam. Seperti bertema tentang pertaubatan dan masa
penantian di hari tua. Secara umum, puisi dan syair yang ditulisnya terdiri dari beberapa tema.
Ada yang bertema pujian, satir, zuhud, bahaya minum khamar, cinta, serta lelucon. Khusus untuk
puisi yang bertemakan agama, Abu Nawas membuatnya selepas ia keluar dari penjara, yang
disebabkan ia membuat puisi yang menyinggung Khalifah, yang berjudul Kafilah Bani Mudhar.
Sejumlah puisi Abu Nawas dihimpun dalam Diwan Abu Nawas yang telah dicetak dalam
berbagai bahasa.

3. Pemikiran Tokoh

Tak lama setelah belajar ilmu-ilmu agama, Abu Nawas bertemu dengan Walibah ibn Habib Al-
Asad. Walibah memberikan pelajaran kepada Abu Nawas untuk memperhalus kembali bahasa
yang dia gunakan. Dia juga pergi ke Kufah untuk bertemu dengan orang-orang Arab Badui,
supaya ia dapat memperhalus serta memperdalam kesustraan bahasa Arab. Oleh karena itu, tak
lama kemudian Abu Nawas terkenal sebagai seseorang sastrawan cemerlang. Abu Nawas di
semasa mudanya adalah seseorang yang menyukai kehidupan hura-hura dan berpesta pora. Dia
adalah seorang pemabuk berat. Hal ini dapat diketahui melalui beberapa tema-tema puisi yang
dia ciptakan di saat masa mudanya dulu walaupun demikian Abu Nawas dengan cepat menjadi
terkenal karena puisinya yang jenaka dan lucu, tidak berhubungan dengan tema-tema tradisional
seperti tema padang pasir, tetapi berbicara tentang kehidupan kota dan menyanyikan
kegembiraan meminum anggur serta cinta dari anak laki-laki muda dengan humor nakal. Puisi
pujiannya yang berisi puji-pujian memungkinkannya untuk ikut mendukung Khalifah Harun Ar-
Rasyid, dan ia juga mengaitkan dirinya dengan keluarga wazir Barmak, yang saat itu berada di
puncak kekuasaan mereka. Akhirnya, dia pun dipercaya sebagai orang kepercayaan oleh
Khalifah Harun Ar-Rasyid, pemimpin dinasti Abbasiyah yang kelima.

Abu Nawas dianggap sebagai salah satu sastrawan yang terbesar dalam literatur Arab klasik. Dia
mempengaruhi banyak sastrawan generasi kemudian, termasuk Omar Khayam, dan Hafiz yang
di mana keduanya adalah penyair dari Persia. Di antara puisi-puisinya yang paling terkenal
adalah beberapa yang mengejek tema konvensional, yaitu nostalgia untuk kehidupan orang-
orang Badui, dan dengan antusias memuji kehidupan yang diperbarui di Bagdad sebagai
perbedaan yang kontras. Dia adalah salah satu dari beberapa orang yang kepadanya penemuan
bentuk sastra mu'ammā (secara harfiah 'dibutakan' atau 'digelapkan'). Abu Nawas adalah salah
satu dari berbagai orang yang dipercaya sebagai penemu bentuk sastra dari mu‘ammā. Sebuah
teka-teki yang dipecahkan dengan menggabungkan huruf-huruf penyusun kata atau nama yang
bisa ditemukan. Puisi-puisinya sempurna secara tata bahasa, dan didasarkan pada tradisi Arab.
Dia terkenal dengan kepengarangan tardiyyah (puisi mengambil adegan berburu sebagai
subjeknya), yang dengan itu, dia mencapai peringkat genre dalam dirinya sendiri. Tema
perburuan sudah ditemukan di puisi pra-Islam dan di Mu'allaqa Imrou'l Qays, yang mengabdikan
tujuh ayat untuk deskripsi perburuan rusa. Hal yang sama berlaku untuk peran mendasar dalam
pengembangan puisi yang bertemakan pesta pora dan bermabukan sebagai genre sendiri. Tema
ini juga hadir dalam puisi kuno, seperti yang ditunjukkan pada baris pembukaan lain Mu'allaqat.
Tema dari puisi tersebut umumnya adalah tentang kehidupan kota. Tema utamanya adalah cinta,
anggur, anak laki-laki dan perburuan, kebebasan, tetapi juga kecemasan akan kematian dan
penuaan. Pikiran kritisnya berubah terutama terhadap institusi keagamaan. Karya Abu Nawas
adalah bagian dari gerakan pembaruan puisi Arab, yang dimulai pada masa Bani Umayyah (661-
750) dan jatuh tempo di bawah kekhalifahan Abbasiyah pertama. Ia dianggap sebagai seniman
penting gerakan ini, yang menganggap puisi sebagai ekspresi bebas dan langsung dan bukan
sebagai pengulangan pola bahasa klasik dan blok bahasa.

Karya-karya Abu Nawas bebas beredar hingga tahun-tahun awal abad kedua puluh. Pada tahun
1932 edisi modern pertama yang disensor dari karya-karyanya muncul di kota Kairo. Pada
Januari 2001, Kementerian Kebudayaan Mesir memerintahkan pembakaran sekitar 6.000 buku
puisi homo erotik karya Abu Nuwas.

Pada tahun 1976, sebuah kawah di planet Merkurius dinamai untuk menghormati Abu Nuwas.

Penggambaran fiksi terhadap Abu Nawas sebagai karakter protagonis dapat ditemui di novel
"The Father of Locks" dan "The Khalifah's Mirror" oleh Andrew Killeen, di mana ia
digambarkan sebagai mata-mata yang bekerja untuk Ja'far al-Barmaki.

Dalam novel Sudan Season of Migration to the North (1966) oleh Tayeb Salih, puisi cinta Abu
Nuwas dikutip secara luas oleh salah satu karakter protagonis novel itu, Mustafa Sa'eed, sebagai
sarana merayu seorang wanita Inggris muda di London.

Anda mungkin juga menyukai