Anda di halaman 1dari 31

UROGENITALIA SYSTEM

MINGGU 3

BLOK 2.3

NAMA : CHANDRA EKA RAMADHANI

NPM : 119170032

KELAS :B

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

CIREBON

2020
Protein sebagai komponen terpenting di dalam tubuh dan memiliki fungsi
yang signifikan, yaitu Hormonal, alat transpor (Albumin), menjaga dapar cairan
tubuh. Berdasarkan jenisnya Protein menjadi 2 bagian, yaitu Protein Struktural
(Kolagen seperti penyusun otot, Elastin pada struktur kulit, Keratin terdapat pada
kuku dan rambut, Actin dalam kontraktilitas otot) dan Protein Fungsional (Enzim,
Hormon) yang tentunya keduanya saling berkontribusi dalam peranan
Metabolisme di dalam tubuh, tanpa adanya Protein manusia tidak akan dapat
hidup karena berbagai proses di dalam tubuh akan terhambat. Metabolisme
Protein tergantung pada Enzim Proteolitik pada Lambung (Pepsinogen-Pepsin),
Pankreas (Tripsin, Kimotripsin, Elastase), dan Brush Border Cells (Dipeptidase,
Carboxypeptidase, Aminopeptidase). Protein yang didapat dari makanan akan
dipecah oleh Protease Pankreas membentuk Peptida, lalu akan masuk ke Villi
Usus dengan Enzim Brush Border dengan membentuk Asam Amino dan Peptida
yang lebih kecil, masuk ke dalam Sel Usus dengan Transport Aktif dan bantuan
dari Na+. AA dari Sel Usus masuk ke Kapiler dengan mekanisme Difusi
Terfasilitasi.

Gugus Amino dan Hidroksil menjadi penyusun utama AA. Dibagi menjadi
2 jenis, yaitu Asam Amino Esensial (Arginin, Histidin) dan Asam Amino Non
Esensial (Alanin, Asparagin). Metabolisme Asam Amino di dalam sel dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu Katabolisme (Pemecahan) seperti Katabolisme Nitrogen
untuk membentuk Urea, Katabolisme kerangka karbon Asam Amino senyawa
Amfibolik, Anabolisme (Pembentukan) 10 macam AA Esensial saja. Jika terjadi
kelebihan Asam Amino dalam tubuh, maka akan diubah menjadi senyawa
Amfibolik atau pun diubah menjadi lemak untuk kebutuhan kalori tubuh.
Katabolisme atau penguraian protein merupakan suatu proses yang terjadi secara
kontinue dalam semua bentuk kehidupan. Pada orang dewasa normalnya 1-2%
Protein tubuh diganti seriap hari. Protein diuraikan menjadi Asam Amino, 75-80%
untuk sintesis protein baru, 20-25% Amina membentuk Ureum, Gugus Karbon
jadi Karbohidrat (Glukogenik) dan Lemak (Ketogenik).

Pada keadaan Asam Amino berlebih, maka terjadi sintesis Protein, sintesis
produk khusus (Serotonin), dan sisa Katabolisme Nitrogen membentuk Urea,
Kerangka C berperan sebagai senyawa Amfibolik. Mengukur jumlah Nitrogen
yang masuk dan ke luar dapat diperkirakan kondisi metabolisme Protein tubuh (N
masuk tubuh lewat makanan maupun N keluar tubuh lewat urine, keringat, dan
feses). Keseimbangan Nitrogen (+) berarti N yang masuk tubuh > N keluar dari
tubuh, maka Anabolisme Protein > Katabolisme Asam Amino seperti pada masa
pertumbuhan, kehamilan, penyembuhan, Keseimbangan Nitrogen (-) memiliki
maksud Katabolisme AA > Anabolisme Protein seperti saat kelaparan, sakit, dan
Keseimbangan Nitrogen yang seimbang seperti pada orang dewasa normal dan
sehat. Asam Amino Non Esensial lain seperti Glutamat  Prolin 
Hidroksiprolin, Serin  Glisin dan Sistein. Pada Asam Amino Esensial Metionin
dan Serin  Sistein, Phenilalanin  Tirosin, Lisin  Hidroksilisin.

Katabolisme Nitrogen Asam Amino α Amino Acid dengan Transaminasi


membentuk α Keto Acid dan α Ketoglutarat membentuk L Glutamin melepaskan
Gugus Amino dengan Enzim Oxidative Deamination dan masuk ke Siklus Urea.
Amonia terdapat pada Organisme Ureotelik > Urea, Organisme Urikotelik >
Asam Urat, Organisme Ammonitelik > Ammonia. Amonia bersifat sangat toksik.
Harus diubah menjadi senyawa yang lebih tidak toksik, Amonia bersifat toksik
pada otak karena bereaksi dengan α Ketoglutarat membentuk Glutamat. α
Ketoglutarat mengangu fungsi Siklus Sitrat pada neuron. Transaminasi dibagi
menjadi 2, yaitu Alanin Transaminasi (Piruvat  Alanin) dan Glutamat
Transaminasi (α Ketoglutarat  L Glutamat). L Glutamat dengan proses
Deaminasi Oksidatif akan melepaskan Gugus Amin dan membentuk α
Ketoglutarat dengan bantuan L Glutamat Dehidrogenase. Terdapat dalam berbagai
jaringan Sitoplasma dan Mitokondria.

Pada Hati, Glutamin dihidrolisis untuk melepas Amonia memasuki Urea


Cycle, Glutamin + H2O  Glutamat + NH4+. Pada Hati terjadi reaksi sebaliknya α
Ketoglutarat + Alanin  Glutamat + Piruvat. Glutamat kemudian mengalami
Deaminasi Oksidatif membentuk Amonia dan α Ketoglutarat. Amonia masuk
Siklus Urea, Piruvat yang terbentuk mengalami Glukoneogenesis di Hati
membentuk Glukosa kemudian diangkut dalam darah kembali ke otot. Pada
kelaparan sumber utama Glukoneogenesis di Hati adalah Asam Amino hasil
pemecahan Protein otot. Urea merupakan hasil akhir Katabolisme Nitrogen. Lebih
tidak toksik dibandingkan Amonia, Urea akan menghasilkan ATP + NH4+ +
Aspartat, Sintesis Urea merupakan proses siklik. Enzim yang terlibat, meliputi
Karbamoil Fosfat Sintase I, Ornitin Transkarbamoilase, Argininosuksinat Sintase,
Argininosuksinase, Arginase. Kelainan Pada Siklus Urea menyebabkan berbagai
penyakit “Inborn Error of Metabolism” seperti N-Asetilglutamat Sintase (NAGS)
= Hiperanemonia berat, Karbamoil Fosfat Sintase I = Hiperanemonia tipe I,
Pengangkut Ornitin (ORNT1) = Hiperornitinemia.

Regulasi Eksresi Kalium dan konsentrasi Kalium dalam cairan


Ekstraseluler. Konsentrasi Ion Kalium di dalam tubuh lebih dari 98% di dalam
tubuh sedangkan hanya 2% yang berada di Ekstrasel. Konsentrasi Kalium di
Ekstrasel normalnya adalah sekitar 4.2 mEq/L. Apabila ada peningkatan atau
penurunan lebih dari 0.3 mEq/L akan mengakibatkan suatu kelainan. Kegagalan
untuk menghilangkan dengan cepat cairan Ekstrasel yang mengandung Kalium
yang dicerna dapat menyebabkan suatu keadaan yang dinamakan Hyperkalemia,
Hyperkalemia ini merupakaan suatu kedaan dimana konsentrasi Ion Kalium
plasma sangat dikit, dan apabila ada pelepasan Ion Kalium walau hanya sedikit
dari Cairan Ekstrasel akan menyebabkan suatu keadaan yaitu Hypokalemia yaitu
keadaan dimana konsentrasi Ion Kalium di dalam Plasma rendah. Pemeliharaan
keseimbangan Kalium terrutama tergantung pada Eksresi oleh Ginjal yaitu sekitar
90-95%, sedangkan jumlah yang dieksresikan oleh Feses hanya sekitar 5-10%.
Faktor yang memindahkan ion kalium menuju ke dalam sel atau yang
menurunkan Ion Kalium pada Ekstrasel antara lain ada Insulin, Aldosterone,
Stimulasi β-adrenergic Stimulation, dan Alkalosis. Faktor yang memindahkan Ion
Kalium menuju ke luar Sel atau memingkatkan Ion Kalium pada Ekstrasel ada
defisiensi Insulin pada keadaan Diabetes Melitus, defisiensi Aldosterone,
penghambatan dari β-adrenergic, keadaan Asidosis, Sel Lysis, aktifitas berat, dan
peningkatan Osmolaritas cairan Ekstraseluler.

Regulasi distribusi Ion Kalium yang pertama Insulin, Insulin ini akan
merangsang ambilan Kalium ke dalam Sel, salah satu faktor terpenting yang dapat
meningkatkan ambilan Kalium ke dalam Sel sesudah makan adalah Insulin,
peningkatan konsentrasi Kalium Plasma sesudah makan lebih besar daripada
orang normal, Aldosterone akan meningkatkan ambilan Kalium ke dalam Sel,
peningkatan asupan Kalium juga akan merangsang Sekresi Aldosterone dan akan
meningkatkan aliran Kalium ke dalam Sel, Stimulasi β-adrenergic akan
meningkatkan penyerapan Kalium, peningkatan sekresi Katekolamin terutama
pergerakan Epinefrin Kalium dari Ekstrasel ke Intrasel terutama dengan aktivasi
Reseptor β-adrenergic, lalu ada Abnormalitas Asam-Basa dapat menyebabkan
perubahan distribusi Kalium, peningkatan konsentrasi Hydrogen akan mengurangi
aktivitas Pompa Na-K ATPase dan mengurangi penyerapan Seluler Kalium dan
meningkatkan konsentrasi Kalium di Ekstraseluler, Sel Lysis menyebabkan
peningkatan konsentrasi Kalium pada Ekstraseluler, saat sel dihancurkan sejumlah
besar Kalium yang terkandung dalam Sel dilepaskan ke Kompartemen
Ekstraseluler, olahraga berat dapat menyebabkan Hiperkalemia dengan
melepaskan Kalium dari Otot Tulang, selama latihan yang berkepanjangan,
kalium dilepaskan dari Otot Rangka ke ECF, dan yang terakhir peningkatan
Osmolaritas Cairan Ekstraseluler menyebabkan Redistribusi Kalium dari Sel ke
Cairan Ekstraseluler.

Kontrol Sekresi Kalium oleh Sel Principal, faktor utama yang


mengendalikan Sekresi Kalium oleh Sel-Sel utama yaitu adanya Aktivitas Pompa
Na-K ATPase , Gradien Elektrokimia untuk Sekresi Kalium dari Darah ke Lumen
Tubular, dan Permeabilitas Membran Luminal untuk Kalium. Sel Interkalasi dapat
menyerap kembali Kalium selama Kalium Deplesi. Mekanisme Transpor H-K
ATPase yang terletak di Membran Luminal Transporter akan menyerap kembali
Kalium sebagai ganti Hidrogen yang disekresikan ke dalam Lumen Tubular, dan
Kalium kemudian berdifusi melalui Membran Basolateral Sel ke dalam Darah.
Transporter ini diperlukan untuk memungkinkan Reabsorpsi Kalium selama
penipisan Kalium Cairan Ekstraseluler, tetapi dalam kondisi normal itu
memainkan peran kecil dalam mengendalikan Ekskresi Kalium. Faktor terpenting
yang merangsang Sekresi Kalium oleh Sel-Sel utama ini meliputi, peningkatan
Konsentrasi ECF Kalium, Peningkatan Aldosteron, dan peningkatan Laju Aliran
Tubular. Peningkatan Konsentrasi Kalium di ECF akan menstimulasi Sekresi
Kalium, terdapat 3 mekanisme dimana peningkatan Konsentrasi ECF Kalium
akan meningkatkan Sekresi Kalium, yang pertama merangsang Pompa Na-K
ATPase dengan meningkatkan penyerapan Kalium melintasi Membran
Basolateral dan akan meningkatkan Konsentrasi Kalium pada IC kemudian
Kalium akan berdifusi untuk melintasi Membran Luminal ke Tubulus.

Peningkatan Gradien Kalium dari Cairan Interstitial Ginjal ke bagian


dalam Sel Epitel Kalium dari dalam Sel melalui Membran Basolateral, dan
perangsang Sekresi Aldosteron oleh Korteks Adrenal akan merangsang Sekresi
Kalium. Aldosterone akan merangsang Sekresi Kalium, Efek untuk mengontrol
tingkat di mana Sel-Sel utama mengeluarkan Kalium, perangsangan Reabsorpsi
aktif Ion Natrium oleh Sel-Sel utama Tubulus Distal akhir dan akan
mengumpulkan Saluran untuk memediasi Pompa Na-K ATPase untuk
mengangkut Natrium ke luar melalui Membran Basolateral Sel dan ke dalam
Darah pada saat yang sama ia akan memompa Kalium ke dalam Sel. Efek untuk
meningkatkan Ekskresi Kalium yaitu dengan meningkatkan Permeabilitas
Membran Luminal untuk Sekresi Kalium. Regulasi Aldosterone ini berperan
dalam peningkatan Kalium di Plasma, Penurunan Natrium, Penurunan Volume di
ECF, dan Penurunan Tekanan Atrial. Asidosis Akut akan menurunkan Sekresi
Kalium, mekanisme utamanya adalah peningkatan Konsentrasi Hydrogen akan
menghambat Sekresi Kalium adalah dengan mengurangi Aktivitas Pompa Na-K
ATPase, menurunkan Konsentrasi Kalium di Intraseluler dan selanjutnya Difusi
Pasif Kalium akan melintasi Membran Luminal ke Tubulus.

Kontrol Kalsium oleh Ginjal, pada Ekskresi Kalsium Ginjal ini, Kalsium
yang disaring dan Kalsium yang diserap kembali hanya sekitar 50% Kalsium
Plasma yang Terionisasi. Hanya (sekitar 40%) Protein Plasma atau kompleks
dalam bentuk Non-terionisasi dengan Anion seperti Fosfat dan Sitrat (sekitar
10%), dan hanya sekitar 50% Kalsium Plasma yang dapat disaring di Glomerulus.
Normalnya, hanya sekitar 99% kalsium yang disaring dan diserap kembali oleh
Tubulus, sekitar 65% diserap kembali dalam Tubulus Proksimal 25 -30% diserap
kembali dalam Loop Henle 4-9% diserap kembali di Tubulus Distal. Hanya
sekitar 1% dari Kalsium yang disaring dan diekskresikan. Salah satu pengendali
utama Reabsorpsi Kalsium Tubulus Ginjal adalah PTH. Peningkatan kadar PTH
ini akan meningkatkan Reabsorpsi Kalsium di loop Henle yang tebal dan Tubulus
Distal dan akan mengurangi Ekskresi Kalsium Urin. Dalam Tubulus Proksimal,
Reabsorpsi Kalsium biasanya paralel dengan Reabsorpsi Natrium. Kontrol
Ekskresi Magnesium Ginjal dan Konsentrasi Ion Magnesium Ekstraseluler, total
Konsentrasi Magnesium Plasma adalah 1,8 mEq / L > 1/2 terikat dengan Protein
Plasma. Konsentrasi Magnesium yang tidak terionisasi hanya sekitar 0,8 mEq / L.
Asupan Magnesium harian normalnya adalah 250-300 mg / hari. Hanya 1/2 dari
asupan ini yang akan diserap oleh Saluran Pencernaan.

Untuk menjaga keseimbangan, Ginjal harus mengeluarkan sekitar 1/2


asupan Magnesium harian, atau sekitar 125 hingga 150 mg / harinya. Eksresi
Magnesium, normalnya sekitar 10% dari Filtrat Magnesium Ginjal diekskresikan.
Regulasi Ekskresi Magnesium dicapai dengan mengubah Reabsorpsi Tubular, 25-
30% Reabsorpsi Magnesium terjadi di Tubulus Proksimal, sedangkan 60-65%
dari Reabsorpsi Magnesium terjadi di Loop Henle. Sekitar 5% Reabsorbpsi
Magnesium terjadi di Tubulus Distal. Adapula beberapa gangguan yang
menyebabkan peningkatan Ekskresi Magnesium, yaitu peningkatan konsentrasi
Magnesium Cairan Ekstraseluler, Ekspansi Volume Ekstraseluler, peningkatan
Konsentrasi Kalsium Cairan Ekstraseluler. Tekanan Diuresis berperan untuk efek
peningkatan Tekanan Darah untuk meningkatkan Ekskresi Volume Urin. Tekanan
Natriuresis berperan terhadap peningkatan Ekskresi Natrium yang terjadi dengan
peningkatan Tekanan Darah. Karena Tekanan Diuresis dan Natriuresis biasanya
terjadi secara paralel.

Faktor-faktor Saraf dan Hormonal yang meningkatkan efektivitas kontrol


umpan balik Cairan Ginjal dan Tubuh, yaitu kontrol Sistem Saraf Simpatik
Ekskresi Ginjal oleh Arteri Baroreseptor dan Refleks Reseptor Peregangan
Tekanan Rendah Ginjal ini akan menerima Persarafan Simpatis yang luas.
Perubahan aktivitas Simpatis dapat mengubah Ekskresi Natrium dan Air Ginjal.
Jika Volume Darah berkurang maka Tekanan di Pembuluh Darah, Paru, dan
daerah Tekanan Rendah lainnya akan berkurang. Aktivasi Refleks Sistem Saraf
Simpatik akan meningkatkan aktivitas Saraf Simpatis di Ginjal, beberapa efek
untuk mengurangi Ekskresi Natrium dan Air, yaitu Penyempitan Arteriol Ginjal
oleh penurunan GFR yang dihasilkan, peningkatkan Reabsorpsi Garam dan Air di
Tubular, stimulasi pelepasan Renin dan peningkatan Angiotensin II dan
pembentukan Aldosteron akan meningkatkan Reabsorpsi Tubular. Pengurangan
Volume Darah cukup besar untuk menurunkan Tekanan Arteri Sistemik,
penurunan regangan Baroreseptor Arteri yang terletak di Sinus Karotis dan
Lengkungan Aorta ini akan mengaktivasi Sistem Saraf Simpatis. Dalam
Meningkatkan Efektivitas Natriuresis, Tingginya Tekanan kadar Angiotensin II
akan terjadi Retensi Natrium dan Air oleh Ginjal dan sedikit peningkatan Volume
Cairan di Ekstraseluler dan akan memicu peningkatan Tekanan Arteri, cepatnya
peningkatkan keluaran Natrium dan Air akan membangun kembali keseimbangan
antara asupan dan keluaran Natrium pada Tekanan Darah yang lebih tinggi.

Dalam Mengontrol Ekskresi Ginjal, Aldosteron akan meningkatkan


Reabsorpsi Natrium, terutama di Tubulus Collecting Kortikal. Pengurangan
Asupan Natrium akan meningkatan Kadar Angiotensin II dan merangsang Sekresi
Aldosteron dan akan mengakibatkan pengurangan Ekskresi Natrium Urin dan
akan memelihara keseimbangan Natrium. Peran dari ADH dalam Mengontrol
Ekskresi Air, Ginjal memiliki peran penting dalam memungkinkan Ginjal untuk
membentuk Volume kecil Urin pekat sementara mengeluarkan jumlah Garam
normal, dan juga terutama penting selama kekurangan Air sangat meningkatkan
Kadar Plasma ADH agar meningkatkan Reabsorpsi Air oleh Ginjal dan membantu
meminimalkan penurunan Cairan Ekstraseluler Volume dan Tekanan Arteri.

Peran Atrial Natriuretic Peptide dalam mengendalikan Ekskresi Ginjal,


salah satu yang paling penting dari Hormon Natriuretik adalah Peptida yang
disebut sebagai Atrial Natriuretic Peptide (ANP), yang dilepaskan oleh Serat Otot
Atrium Jantung. Stimulus untuk melepaskan Peptida ini tampaknya merupakan
peregangan Atrium yang berlebihan, yang dapat disebabkan oleh Volume Darah
berlebih. ANP akan memasuki Sirkulasi dan bekerja pada Ginjal untuk
menyebabkan Peningkatan kecil GFR dan Penurunan Reabsorpsi Natrium oleh
Collecting Duct dan akan menyebabkan Peningkatan Ekskresi Garam dan Air dan
akan membantu mengkompensasi kelebihan Volume Darah. Asupan Natrium
yang tinggi akan menekan Sistem Antinatriuretik dan mengaktifkan Sistem
Natriuretik. Mekanisme dalam tubuh ini untuk meningkatkan Ekskresi Natrium.

Kompartemen cairan di tubuh manusia di pecah menjadi dua komponen


utama di dalam tubuh diantara nya yaitu, cairan intraseluler dan cairan
ekstraseluler. Pada orang dewasa sekitar 60% dari berat badan nya adalah cairan
dan elektrolit. Cairan yang paling banyak terdapat pada intraseluler sekitar 40%
nya dan sisa nya di ekstraseluler sekitar 20%, untung bagian ekstraseluler di bagi
kembali ada intertisial berisi sekitar 15% cairan, plasma berisi sekitar 5% cairan,
dan di transcellular berisi sekitae 1 sampai 3% cairan. Untuk presentase cairan
tubuh di bandingkan dengan berat badan seseorang tentu berbeda beda semakin
bertambah usia maka total presentase cairan pada tubuh akan semakin sedikit dan
untuk jumlah presentase cairan laki laki dan perempuan itu berbeda lebih banyak
presentase cairan pada laki laki di banding perempuan. Terdapat beberapa faktor
yang mepengaruhi pergerakan cairan kompartemen di dalam tubuh, yaitu yang
pertama ada tekanan osmotik dan tekanan hidrostatik dimana kedua tekanan
tersebut menentukan pergerakan kompartemen cairan, yang kedua ada hukum
starling dimana hokum sterling ini mempengaruhi keseimbangan antara besarnya
tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik, dan yang ketiga ada tekanan hisrostatik
yang menyebabkan terjadinya pergerakan cairan ke luar dari kapiler arteri atau
yang sering di kenal beralihnya suatu cairan dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi
yang rendah, sedangkan untuk tekanan osmotiknya menyebabkan gerakan cairan
masuk ke kapiler vena atau peralihan cairan dari konsentrasi rendah ke
konsentrasi yang tinggi. Kedua tekanan tersebut harus lah seimbang karena jika
salah satu perbedaan tekanan maka akan mengalami kebocoran cairan dari dalam
kapiler menuju luar kapiler.

Komposisi dari cairan tubuh di dominasi oleh air pelarut, substansi pelarut
contohnya seperti air, air adalah senyawa utama dari tubuh manusia. Rata rata
presentase air pada tubuh seorang laki laki dewasa adalah 60% sedangkan
komposisi air pada perempuan dewasa adalah 55% dari total berat badan nya.
Lalu yang kedua ada juga cairan elektrolit dan cairan non elektrolit, untuk yang
elektrolit itu adalah substansi yang berdisosiasi di dalam larutan dan akan
menghantarkan arus listrik, contoh nya kation. Ion ion yang membentuk muatan
positif dalam larutan, kation ekstraseluler yang utama adalah natrium, dan
sedangkan untuk yang intraseluler nya kalium. Lalu ada juga anion, anion adalah
ion ion yang membentuk suatu muatan negative dalam larutan, untuk anion utama
di bagian ekstraseluler adalah klorida, sedangkan untuk bagian intraseluler nya
adalah ion fosfat. Yang kedua ada cairan non elektrolit, cairan non elektrolit
adalah substansi glukosa dan urea yang tidak berdisosiasi dalam sebuah larutan.
Larutan non elektrolit secara klinis sangat lah penting terutama mencakup keratin
dan bilirubin. Fungsi cairan tubuh, yang pertama ada sebagai sarana untuk
mengangkut zat zat makanan ke sel sel, yang kedua mengeluarkan buangan
buangan sel yang sudah tidak terpakai lagi di dalam tubuh, yang ketiga membantu
dalam metanolisme sel, yang ke empat sebagai pelarut untuk elektrolit maupun
non elektrolit, yang kelima membantu memelihara suhu tubuh atau bisa juga
sebagai homeostasis,yang ke enak untuk membantu system pencernaan, yang ke
tujuh mempermudah eliminasi, yang ke delapan untuk mengangkut zat zat seperti
enzim, hormone, sdp dan sdm.

Mekanisme pengaturan keseimbangan cairan dibagi menjadi dua yaitu,


intake dan output melalui sebuah mekanisme umpan balik negative yang
melibatkan system endokrin dan sistemn saraf autonom. Jumlah cairan di dalam
tubuh manusia selalu di atur dalam kondisi yang konstan. Jika di lihat dari tabel
untuk intake itu di dapati dari minuman sekitar 60%, makanan 20%, dan
metabolism tubuh 10% dalam jangka waktu satu hari, sedangkan untuk output nya
itu di keluarkan lewat urin paling banyak sekitar 60%, penguapan dari paru paru
sekitar 28%, pengeluaran dari keringat sekitar 8% dan pengeluaran dari feses
sekitar 4%. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit pada
tubuh manusia antara lain di pengaruhi oleh, usia, jenis kelamin, sel sel lemak
yang ada di dalam tubuh, stress, sakit, temperature atau suhu pada lingkungan
sekitar dan yang terakhir adalah diet. Proses pergerakan atau transport cairan
tubuh, yang pertama ada difusi. Difusi adalah suatu proses dimana partikel yang
terdapat dalam cairan bergerak dari konsentrasu tinggi ke konsentrasi yang rendah
sampai terjadi keseimbangan. Fakor faktor yang meningkatkan difusi antara lain
adalah, peningkatan suhu di dalam tubuh, peningkatan kosentrasi partikel,
penurunan ukuran atau berat molekul dari partikel, peningkatan area permukaan
yang tersedia untuk berdifusi.

Transport Aktif kebalikan pergerakan dari difusi, bergerak dari konsentrasi


rendah ke tinggi, Adanya daya aktif dari tubuh seperti pompa jantung, di perlukan
sebuah energy, banyak zat yang terlarut penting di transport secara aktif melewati
membrane sel meliputi natirum, kalium, hydrogen, glukosa, dan asam amino.
Yang ketiga ada filtrasi atau penyaringan. Filtrasi adalah suatu proses
merembesnya suatu cairan melalui selaput permeable, arah pembesaran nya itu
adalah dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi ke daerah dengan tekanan
yang lebih rendah. Terakhir ada osmosis, osmosis bergeraknya pelarut bersih
seperti air, melalui membrane semipermeable dari larutan yang berkosentrasi
lebih rendah ke konsentrasi yang lebih tinggi yang sifatnya menarik. Faktor yang
mepengaruhi gerakan air dan zat terlarut anatara lain ada dari membrane nya yang
meliputi dari memberan sel, membrane yang memisahkan CIS dan CIT dan terdiri
atas lipid dan protein, membrane kapiler, membrane yang memisahkan CIV dari
CIT, dan yang terakhir ada membrane epithelial, membrane yang memisahkan
CIT dan CIV dari CTS sebagai contoh ya adalah epitelium mukosa dari lambung
dan usus, membrane synovial dan tubulus ginjal. Yang kedua ada proses trasnpor.
Konsentrasi cairan tubuh.

Pengaturan keseimbangan dan osmolalitas cairan ekstraseluler meliputi


rasa dahaga, anti diuretic hormone, aldosterone, prostaglandin, glukokortikoid.
Keseimbangan air dan elektrolit dipertahankan melalui integrase dari fungsi yang
paling terpenting itu adalah ginjal, yang kedua hormonal, dan yang ketiga adalah
system saraf. Selain itu untuk cara pengeluaran cairan nya bisa melalui ginjal,
kulit, paru paru, dan gastrointestinal. Selanjutnya untuk pengaturan elektrolit nya
ada natrium, yang paling banyak di bagian extrasel, selain itu mempengaruhi
keseimbangan air, hantaran impuls dan kontraksi otot, dan dari natrium itu sendiri
di atur oleh intake garam, aldosterone, dan pengeluaran urin. Selanjutnya ada juga
kalium, kation utama di bagian intrasel dan yang paling banyak di bagian intrasel,
kalium juga berfungsi sebagai eksitabilitas neuromuscular dan kontraksi otot, dan
juga berfungsi untuk membentuk glikogen, sintesis protein, dan pengaturan
keseimbangan asam dan basa. Bila kalium mengalami gangguan konsentrasi maka
akan mengganggu resting membrane sel, dalam klinis nya terdapat hipokalemi
yaitu penurunan kadar kalium dalam darah akan menyebabkan terjadinya kram,
palpitasi, kelelahan. Dan ada juga hiperkalemi yaitu, peningkatan kadar kalium
dalam darah menyebabkan terjadinya henti jantung karena hiperpolarisasi
berlebihan. Untuk kadar kalium di atur oleh hormone aldosterone yang mengatur
laju reabsorbsi dan ekresi ginjal, diet, dan ph darah.
Fungsi Kalsium berguna untuk integritas kulit, struktur sel, konduksi
jantung, pembentukan tulang dan gigi, laju kalsium di atur oleh hormone
paratiroid dan tiroid, kalsium juga penting dalam pengaturan kontaksi otot. Selain
kalsium ada juga magnesium yang kation terbanyak kedua di cairan intraseluler
setelah kalium, magnesium sangat penting untuk aktifitas enzim, neurochmia.
Klorida terdapat pada cairan intrasel dan ekstrasel dia fungsi nya sebagai system
buffer, terdapat juga pada cairan intrasel dan ekstrasel. Pengaturan tekanan darah
di bagi menjadi dua, ada jangka panjang dan jangka pendek, untuk jangka pendek
terlebih dahulu untuk pengaturan nya, jika tekanan darah menurun maka reflek
baroreseptor akan terstimulus atau terangsang yang akan meneruskan impulsnya
ke otak sehingga menyebabkan kontraksi jantung meningkat dan vasokontriksi
pada pembuluh darah yang menyebabkan tekanan darah meningkat, Kemudian
untuk yang jangka panjang nya Jika aliran darah ke ginjal menurun yang
menyebabkan renin meningkat sehingga menyebabkan aldosterone meningkat
yang menyebabkan reabsorbsi air dan natrium di ginjal meningkat, sehingga
volume dalam darah meningkat, selain itu juga renin menyebabkan pembuatan
angiotensin 2 yang menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah , dan yang
terakhir angiotensin juga merangsang pusat haus di bagian hipotalamus yang akan
menyebabkan di sekresi nya hormone antidiuretic hormone, sehingga
menyebabkan urin yang keluar sedikit dan seseoorang akan berasakan haus, dan
dari semua stimulus jangka panjang tersebut akan menyebabkan tekanan darah
meningkat.

Aquaporin sebuah saluran air di atur oleh vasopressin yang sering di


temukan di membrane apical ductus ductus collectivus, dan sitoplasma vesicles.
Vasoopressin terikat pada reseptor di membrane basolateral, selain itu juga untuk
meng aktivasi G Protein atau CAMP, dan menyebabkan vesikel Aquaporin
bergerak ke membrane apical dan bersatu kedalamnya. Untuk sekresi nya
terstimulus dari tekanan darah dan volume nya, volume turun menyebabkan atrial
merangsang reseptor yang menyebabkan pelepasan vasopressin sehingga air di
kumpulkan. Selanjutnya bila tekanan nya yang turun menyebabkan rangsangan
baroreseptor aortic sehingga menyebabkan pelepasan Vasopressin.
Pada tubuh manusia terdapat beberapa cairan tubuh yang menjadi
penyusunnya untuk menjaga Homeostasis tubuh, seperti panas tubuh, air, gas di
dalam Paru-Paru, pencernaan, dan sebagainya. Intake cairan tubuh itu sendiri
berjumlah 2100 mL + 200 mL dari hasil metabolisme sehingga jumlahnya 2300
mL/hari sedangkan output dari kulit (350 mL) + Paru-Paru (350 mL) + urine
(1400 mL) + keringat dan feses (200 Ml) sehingga totalnya 2300 mL/hari.
Kehilangan cairan yang tanpa disadari (Insensible Water Loss), dapat melalui
proses difusi pada kulit walaupun seseorang tersebut lahir tanpa adanya Glandula
Sudorifera dengan rata-rata pengeluaran 300-400 mL, hal tersebut disebabkan
oleh Korneum Kulit (Kolesterol) yang menjaga proses difusi cairan tubuh melalui
kulit tidak berlebih. Dapat melalui Sistem Respirasi dengan rata-rata 300-400 mL
dengan tekanan 47 mmHg sehingga cairan akan menguap dikeluarkan bersamaan
dengan gas dari Paru-Paru, peranan keringat juga dengan rata-rata 100 mL yang
bergantung dengan suhu lingkungan serta aktivitas fisik, pada feses hanya sedikit
sekitar 100 mL, dan yang terakhir dapat melalui Ginjal dipengaruhi dengan
hormonal dan elektrolit seperti Natrium dan Kalium.

Kompartemen cairan tubuh dibagi menjadi 3, yaitu Cairan Ekstraseluler


(Interstitial dan Plasma), Intraseluler, dan Transeluler seperti LCS, Sinovial, dan
sebagainya. Pada pria komposisi cairan tubuh berjumlah 60% dari berat tubuh
sedangkan wanita sekitar 55%, pada Cairan Intraseluler akan menyusun 2/3 dari
total cairan tubuh sedangkan Cairan Ekstraseluler hanya 1/3 dari total cairan tubuh
(pada Interstitial 80% dan Plasma 20%) termasuk limfe, LCS, Sinovial, dan
sebagainya. Contoh kasus, pria dengan berat 70 kg BB, maka cairan tubuhnya 70
kg x 0,6 = 42 L sehingga untuk Cairan Intraselulernya 2/3 x 42 L = 28 L dan
Cairan Ekstraselulernya 42 L – 28 L = 14 L. Keseimbangan cairan tubuh terdapat
2 barrier, yaitu Plasma Membran yang akan memisahkan Cairan Interstitial
dengan Intraseluler, dan Membran Pembuluh Darah yang akan memisahkan
Cairan Interstitial dengan Plasma Darah. Keseimbangan cairan tubuh, diatur
sesuai dengan kompartemennya, air sebagai penyusun tubuh terbesar dari tubuh
sekitar 45-75% dari massa tubuh, dengan berbagai macam proses (filtrasi,
reabsorpsi, osmosis, difusi). Darah mengandung Cairan Ekstraseluler (Plasma)
dan Cairan Intraseluler (Sel Darah) yang berperan penting dalam Sistem
Kardiovaskular, hanya terdiri dari 5% atau 7 L dari massa tubuh, 60% nya Plasma
Darah dan 40% Eritrosit.

Komposisi Ion Plasma dan Cairan Interstitial adalah sama, letak


perbedaannya pada kandungan Protein dimana Protein Plasma > Protein
Interstitial. Terdapat Efek Donnan dimana ion dengan muatan positif akan
memiliki tingkat konsentrasi yang lebih tinggi (sekitar 2%) dalam Plasma
dibanding di dalam Interstitial. Cairan Intraseluler memiliki permeabilitas
terhadap air yang lebih tinggi, tetapi tidak sebgain besar Elektrolit seperti Kalium,
Magnesium, Fosfat, dan hampir tidak terdapat ion Kalsium seperti pada
Ektraseluler. Pengaturan keseimbangan Osmotik antara CES dengan CIS, pada
CES akan ditentukan oleh Gaya Hisdrostatik dan Osmotik Koloid sedangkan pada
CIS diatur secara Osmotik dari zat terlaurtnya seperti Natrium, Klorida, dan
sebagainya. Membran Sel sangat Permeabel terhadap air sedangkan Impermeabel
terhadap ion kecil seperti Natrium dan Klorida. Osmosis merupakan proses difusi
air dari konsentrasi air tinggi ke rendah atau difusi air dari zat terlarut rendah ke
tinggi. Jika suatu zat terlarut dalam air, maka konsentrasi air akan menurun, hal
tersebut terjadi karena molekul air terdesak dengan adanya molekul zat terlarut,
proses difusi air (Laju Osmosis).

Hubungan antara Mole dan Osmole, dapat ditentukan dengan jumlah


partikel di dalam larutan. 1 Osmole = 1 mol (6,02 x 10 23) dari partikel terlarut.
Osmole mengacu pada jumlah Osmotik dalam larutan daripada konsentrasi Molar,
mOsm = 1/1000 Osm. Osmolalitas adalah konsentrasi dalam Osmole/kg air
sedangkan Osmolaritas adalah Osmole/L larutan. Osmosis air yang dapat
melewati Membran yang Permeabel dapat diinhibisi dengan Tekanan Osmotik,
semakin tinggi konsentrasi Tekanan Osmotik larutan, semakin rendah konsentrasi
air dan semakin tinggi konsentrasi larutan. Jadi, Tekanan Osmotik akan berbandik
lurus dengan Osmotik dari suatu larutan. Tekanan Osmotik dapat ditentukan
dengan Hukun Van Hoff π = CRT (π satuannya mmHg, C adalah konsentrasi zat
terlarut dalam Osm/L, R adalah konstanta gas ideal, T adalah suhu dalam Kelvin).
Sekitar 80% Osmolaritas CES ditentukan oleh Natrium dan Klorida sedangkan
pada CIS sekitar 50% ditentukan oleh Kalium. 1 mOsm akan menghasilkan 19,3
mmHg Tekanan Osmotik, jika Membran Sel terkena air murni dan Osmolaritas
CIS adalah 282 mOsm/L akan menghasilkan >5400 mmHg Tekanan Osmotik.
Pada keadaan Isotonik tidak akan terjadinya pembengkakkan karena konsentrasi
air di CES dan CIS sama (sel berada dalam larutan zat terlarut dengan Osmolaritas
282 mOsm/L). Hipotonik disebabkan sel berada pada larutan zat terlarut <282
mOsm/L Osmolaritasnya sehingga air akan berdifusi ke dalam sel dan mengalami
pembengkakkan, akan mengncerkan CIS dan memekatkan CES sampai terjadi
keseimbangan kembali. Sel yang berada pada larutan zat terlarut lebih dari 282
mOsm/L, maka air akan keluar sel menuju CES dan memekatkan CIS sehingga
akan menyusut sampai keseimbangan terjadi.

Dilihat dari kekentalan laurtan ditentukan oleh jumlah zat yang terlarut
serta besarnya volume di dalam sel, terdapat Isosmotik (larutan dengan
Osmolaritas sama dengan sel, terlepas dari zat terlarut dapat menembus Membran
Sel) dan Hiper/Hiposmotik (larutan memiliki Osmolaritas yang tinggi atau rendah
dibandingkan dengan CES normal, tanpa memperhatikan zat terlarut dapat
menembus Membran Sel). Faktor yang mempengaruhi abnormalitas dari volume
dan Osmolaritas CIS dengan CES seperti Ingesti pada penderita Dehidrasi, Diare,
dan sebagainya. Prinsip dasar untuk menentukan total cairan CIS dan CES adalah
kecepatan air dalam difusi dan Permeabilitas Membran Sel yang umumnya akan
Impermeabel terhadap zat terlarut. Terdapat abnormalitas pada konsentrasi
Natrium, seperti Hiponatremia dimana kada Natrium < 142 mEq/L sedangkan
Hipernatremia berarti kadar Natrium > 142 mEq/L. Edema Intraseluler
disebabkan oleh 2 hal, yaitu depresis Sistem Metabolisme Jaringan dan sedikitnya
nutrisi di dalam sel.Pada Edema Ekstraseluler disebabkan oleh kebocoran plasma
ke dalam CIS dan kegagalan sistem limfatik dalam mengangkut CIS ke dalam
darah. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi Filtrasi Kapiler, ditentunkan
oleh Koefisien Filtrasi, Tekanan Hidrostatik Kapiler, dan Tekanan Osmotik
Koloid Plasma.

Pada posisi Lithotomy, Perineum membentuk bentuk berlian dan dapat


dibagi dua Trigonum dengan menggambar garis yang menghubungkan
Tuberositas Ischiadica yaitu segitiga Urogenital dan segitiga Anal. Perineum
memiliki batasan, berbatasan dengn Arcus Pubis pada Anterior, Os. Coxae
Posterior, Rami Ischiadica, Tuberculum Ischiadica, Lig. Sacrotuberosum pada
Lateral, permukaan bawah Diafragma Pelvis pada Internal, dan Cutis pada
Externa. Region Urogenitalia tersusun atas TRigonum Anterior dan Trigonum
Posterior yang merupakan area Analis. Pada wanita terdapat Vulva dan Genitalia
Externa. Region Analis terletak Posterior terhadap Trigonum Urogenital.
Berbatasan dengan Tuber ISchiadica Dextra et Sinistra pada Lateral, Posterior
pada Coxae, M. Puborectalis, M. Sphincter Ani, dan M. Transversus Peinei.
Terdiri dari Canalis Analis, Sphincter Anal. dan Fossa Ischiocanal. Pada Cavum
Pelvis terdapat bagian terbesar dari Intestinum Crassum yang dibagi 4 yaitu,
Colon Ascendens, Colon Transversum, Colon Descendens, dan Colon
Sigmoideum. Rectum merupakan bagian akhir dari Intestinum Crassum yang
merupakan kelanjutan Colon Sigmoideum dan ke Distal sebagai Canalis Analis.
Rectum terletak di Linea Mediana Anterior dari Sacrum.

Colon Ascendens merupakan organ yang memiliki Panjang 5 inchi,


letaknya terdapat pada kuadran kanan bawah. Pada bagian Anterior akan
berhubungan dengan lengkung Usus Halus, Omentum Majus, Dinding Anterior
Abdomen. Sedangkan pada bagian Posterior akan berhubungan dengan Musculus
Iliacus, Crista Iliaca, Musculus Quadratus Lumborum, Origo Musculus
Transversus Abdominis, Polus Inferior Ren Dextra, Nervus Iliohipogastricus, dan
Nervus Ilioimguinalis. Vaskularisasi pada Colon Ascendens oleh Arteri
Ileocolica, Arteri Ileocolica Dextra cabang, Arteri Mesenterica Superior, Vena
mengikuti Arteri sesuai ke Vena Mesenterica Superior. Aliran Limfe ke Nodi
Limfodei sepanjang Arteri dan Vena Colica mencapai Nodi Mesenterici Superior.
Persarafannya oleh Saraf Simpatis dan Parasimpatis (Nervus Vagus) dari Plexus
Mesenterici Superior.

Colon Transversum merupakan organ yang memiliki Panjang 15 inci,


berjalan menyilang Abdomen, dan menempati Regio Umbilicalis Flexura Coli
Sinistra lebih tinggi, digantung ke Diaphragma oleh Ligamentum
Phrenicocolicum. Pada bagian Anterior akan berhubungan dengan Omentum
Majus, Dinding Anterior Abdomen (Regio Umbilicalis dan Hypogastrium).
Sedangkan pada bagian Posterior akan berhubungan dengan Pars Descendens
Duodenum, Caput Pancreatis, Lengkung Jejunum, Ileum. Vaskularisasi Colon
Transversum 2/3 Proximal oleh Arteri Colica Media yang merupakan cabang dari
Arteri Mesenterica Superior, 1/3 Distal oleh Arteri Colica Sinistra cabang dari
Arteri Mesenterica Inferior, Vena bermuara ke Vena Mesenterica Superior dan
Inferior. Aliran Limfe 2/3 Proximal ke Nodi Colici, ke dalam Nodi Mesenterici
Superior dan 1/3 Distal ke Nodi Mesenterica Inferior.

Colon Descendens merupakan organ yang memiliki Panjang 10 inci,


letaknya pada kuadran kiri atas dan bawah. Peritoneum meliputi permukaan depan
serta sisi menghubungkan degan Dinding Posterior Abdomen. Pada bagian
anterior akan berhubungan dengan Lengkung Intestinum Tenue, Omentum Majus,
Dinding Anterior Abdomen. Pada bagian Posterior akan berhubungan dengan
Margo Lateralis Ren Sinistra, Origo Musculus Transversus Abdominis, Musculus
Quadratus Lumborum, Crista Iliaca, Musculus Iliacus, Musculus Psoas Major
Sinistra, Nervus Iliohypogastricus, Nervus Ilioinguinalis, Cutaneus Femoris
Lateralis, dan Femoralis. Vaskularisasi Colon Decsendens oleh Arteri Colica
Sinistra, Arteri Sigmoidea cabang dari Arteri Mesenterica Inferior, Vena bermuara
ke Vena Mesenterica Inferior. Persarafannya oleh Saraf Simpatis dan Parasimpatis
Nervus Sphlancnici Pelvici melalui Plexus Mesentericus Inferior.

Colon Sigmoideum merupakan Organ yang memiliki panjang 10-15 inci, lanjutan
dari Colon Descendens, letaknya pada depan Apertura Pelvis Superior,
melanjutkan menjadi Rectum di depan Vertebra Sacralis ke 3. Dihubungkan
dengan dinding Posterior Pelvis oleh Mesocolon Sigmoideum. Pada bagian
Anterior laki-laki akan berhubungan dengan Vesica Urinaria sedangkan pada
perempuan Facies Posterior Uterus dan bagian atas Vagina. Pada bagian Posterior
akan berhubungan dengan Rectum, Os sacrum, dan lengkung Ileum.
Vascularisasi oleh Arteri Sigmoidea cabang dari Arteri Mesenterica Inferior,
cabang Vena Mesenterica Inferior ke Sistem Vena Porta. Aliran Limfe sepanjang
Arteri Sigmoidea dialirkan ke Nodi Mesenterici. Persarafannya oleh Saraf
Simpatis dan Parasimpatis (Plexus Hypogastricus Inferior).

Rectum merupakan Organ yang memiliki Panjang + 5 inci, berawal di


depan Vertebra S3 yang berjalan ke bawah mengikuti lengkung Os Sacrum dan
Coccygis kemudian berakhir di depan ujung Os Coccygis menembus Diafragma
Pelvis melanjutkan sebagai Canalis Analis. Tunica Muscularis Rectum terdiri dari
Otot Polos Stratum Longitudinale di sebelah luar dan Stratum Circulare di dalam.
Pada bagian Anterior laki-laki akan berhubungan dengan 2/3 bagian atas yang
diliputi Peritoneum berhubungan dengan Colon Sigmoideum dan Lengkung Ileum
yg menempati Excavatio Rectovesicalis, 1/3 bawah yang tidak diliputi Peritoneum
berhubungan dengan Facies Posterior Vesica Urinaria, ujung Terminal Ductus
Deferens, dan Vesicula Seminalis, Prostat. Sedangkan pada bagian Anterior
perempuan 2/3 atas Rectum yang diliputi Peritoneum akan berhubungan dengan
Colon Sigmoideum, Lengkung Ileum pada Excavatio Rectouterina (Cavum
Douglasi), 1/3 bawah Rectum tidak diliputi Peritoneum akan berhubungan dengan
Facies Posterior Vagina. Sedangkan bagian Posterior akan berhubungan dengan
Os Sacrum, Os Coccygis, Musculus Piriformis, Musculus Coccygeus, Musculus
Levator Ani, Plexus Sacralis, dan Truncus Symphaticus. Vaskularisasi oleh
Arteri Rectalis Superior yang merupakan lanjutan dari Arteri Mesenterica Inferior
yang mendarahi Tunica Mucosa Rectum, Arteri Rectalis Media yang merupakan
cabang dari Arteri Iliaca Interna yang mendarahi Tunica Muscularis, Arteri
Rectalis Inferior yang merupakan cabang dari cabang Arteri Pudenda Interna
dalam Perineum, Vena Rectalis Superior yang menuju ke Vena Mesenterica
Inferior, Vena Rectalis Media yang menuju ke Vena Iliaca Interna, Vena Rectalis
Inferior yang menuju ke Vena Pudenda Interna, gabungan Vena Rectales nantinya
akan membentuk Anastomosis Portal Sisitemik. Aliran Limfe Rectum bagian atas
ke Nodi Rectales Superiores, mengikuti Arteri Rectalies Superior ke Nodi
Mesenterici Inferiores, Pembuluh Limfe Rectum bagian bawah akan mengikuti
Arteri Rectalis Media ke Nodi Iliaci Interna. Persarafannya oleh Saraf Simpatis
dan Parasimpatis ( Plexus Hypogastricus Inferior).

Ureter merupakan bagian yang meruncing dari Pelvis Renalis, panjang


dari pria ekitar 30 cm dan wanita 29 cm. berjalan melintasi tepi Apertura Pelvis
Siperior, berjalan Dorsocaudal Pelvis Lateral, membelok Ventromedial, Cranial
M. Levator Ani. Ureter merupakan Organ Ekstraperitoneal, pada pria antara
Urethra dan Peritoneum dilalui oleh Ductus Deferens dan bermuara di
Dorsocaudal Vesica Urinaris tepat di Cranial Vesicula Seminlis, dan pada wanita
dari pangkal A. Uterina sampai Spina Ischiadica dan disilang A. Uterina yang
berjalan di Lateral Fornix Vaginae dan bermuara di Dorsocranial Vesica Urinaria.
Kedua muara dari Ureter yaitu pada Ostium Uteris Dextra et Sinistra. Posisi
Ureter Pars Abdominalis berjalan sepanjang M. Psoas Intraperitoneal dan
menyilang dibawah A. Testicularis dan saat masuk Vesica Urinaris menyilang A.
Illiaca Communis dan Ureter Sinistra berjalanan dibawah Colon. Pars Pelvica
pada pria menyilang dibawah Ductus Deferens dan wanita menyilang dibawah A.
Uterina dan dapat teraba di Anterior Vagina. Pars Intramural merupakan bagian
yang menembus M. Detrusor Vesicae dan terminal Ureter sebagai Osteum
Ureteris Interna. Vascularisasi Ureter Arteri Pars Abdominalis oleh A. Renalis, A
Testicularis atau A. Ovarica, dan Aorta Abdominalis, Pars Pelvica oleh A. Illiaca
Communis, A. Illiaca Interna, dan A. Vesicalis Inferior, dan Pars Intramural.
Untuk Vena akan bermuara pada V. Ureteris kemudian V. Testicularis dan V.
Cava Inferior. Lymphonodi Ureter Pars Abdominales dapat bersatu dengan
Noduli Lymphatici Ren N. Renalis , N. Ureter Pars Abdominali, N. Lumbales, N.
Illiaca Communis , Pars Pelvica N. Ureter Pars Pelvica, N. Illiaca Interna, dan A.
Illiaca Communis dan Pars Intramural N. Illiaci Comunis, N. Illiaci Externi, dan
N. Illiaci Interni. Inervasi Ureter Pars Abdominalis dari Plexus Coeliacus,
Aortarenal Ganglion membentuk Flexus Renalis yang mengandung saraf Simpatis
memalui segmen VT X- LI melalui N. Splanchnicus Major, N. Splanchnicus
Minor, dan N. Lumbalis, dan Parasamipatis melalui N. Vagus dan Pars Pelvica
dari Plexus Pelvicus.

Vesica Urinaria saat kosong terletak pada Pelvis Minor di Dorsocranial Os


Pubis dan dipisahkan oleh Spatium Retropubicum. Yang merupakan organ
ekstraperitoneal dan mobile kecuali Cervix Vesica Ligamentum Pubovesicale dan
Ligamentum Puboprostaticum. Vesica Urinaria dibungkus oleh M. Detrusor
Vesicae kearah Cervix serabut otonya membentuk Sphincter Urethra Interna dan
serabut radialnya membuka Ostium Urethra Interna dan Osteum Ureteris dan
Osteum Urethrae Interna terletak pada suduh Trigonum Vesicae. Vascularisasi
Vesica Urinaria oleh A. Illiaca Interna, A. Vescialis Superior cabang dari A.
Illiaca Interna, A. Vesicalis Inferior pada wanita adalah A. Vaginais, A.
Obturatoria, dan A. Glutealis Inferior dan Vena Plexus Venosus Vesicalis dan
Plexus Venosus Prostaticus Prostat, kedua Vesicula Seminalis, kedua Ductus
Deferens, dan V. Illiaca Interna. Plexus Venosus Vesicalis berhubungan dengan
Plexus Venosus Vaginali muara dari Urethra Pelvicum, Cervix Vesica,dan V.
Dorsalis Clitoridis. Lymphonodi Vesica Urinaria Cranial Vesica dari NL. Illiaca
Externa, posteriorinferior Vesica dari NL. Illiaca Interna, dan Cervix Vesica dari
NL. Sacralis atau NL. Illiaci Communis. Inervasi Vesica Urinaria Parasimpatis
beraal dari N. Splanchnicus Petricus yang berfungsi merangsang M. Detrusor dan
penghambat M. Sphincter Internys dan Simpatis berasal dari N. Thoracicus XI-
XII dan N. Lumbalis I-II. Inervasi ini membentuk Plexus Venosus Vesicalis
lanjutan dari Plexus Hypogastricus Inferior dan serabut sensoris yang bersifat
visceral.

Testis adalah sepasang Organ atau 2 buah Organ yang berbentuk lonjong
seperti kelereng dengan ukuran panjang lebih kurang 2 inchi (5 cm) dan sedikit
pipih ke sisi. Masing-masing Testis merupakan organ yang kuat yang mudah
bergerak, dan Testis terletak di dalam Scrotum. Testis bagian sebelah kiri
biasanya terletak lebih rendah lebih berat dan lebih besar dibandingkan Testis di
bagian sebelah kanan karena pada masa Embriologi nya penurunan Testis
berbeda. Masing-masing Testis dikelilingi oleh Capsula Fibrosa yang kuat, yaitu
Tunica Albuginea, Tunica Vaginalis Pars Parietalis, Tunica Vaginalis Pars
Visceralis, Tunica Vasculosa. Tubulus Seminiferus bermuara ke dalam suatu
jaringan yang dimana salurannya dinamakan Rete Testis. Di dalam setiap Lobulus
di antara Tubulus Seminiferus terdapat jaringan ikat yang lembut dan terdapat
kelompok Sel-Sel bulat Interstitial (Sel-Sel Leydig) yang menghasilkan Hormon
Seks laki-laki yaitu Testosteron. Rete Testis ini dihubungkan oleh Ductuli
Efferentes yang kecil ke ujung atas Epididymis. Fungsi Testis yaitu untuk fungsi
Eksokrin nya menghasilkan Spermatozoa oleh Tubulus Seminiferi Contorti. Dan
untuk Endokrin nya Sel-Sel Interstitial (Sel Leydig) berfungsi menghasilkan
Hormon Seks laki-laki yaitu Testosteron. Morfologi Testis, untuk Testis sendiri
itu memiliki beberapa bagian di antara nya adalah, Ekstremitas Superior yang
terletak di dekat Vas Defferent dan Ekstremitas Inferior yang letak nya berdekatan
dengan Cauda Epididymis. Untuk Margo nya di bagi menjadi 2 yaitu terdapat
Margo Anterior atau biasa di sebut Libera, dan Margo Posterior atau Mesorchium,
dimana untuk Margo bagian Posterior ini di tempati oleh Epididymis dan tertutup
oleh Funiculus Spermaticus.
Lapisan pembungkus Testis dari bagian luar kedalam nya adalah sebagai
berikut, yang pertama terdapat Scortum, pada Scrotum terdiri dari Integmentum
dan Tunica Dartos, yang kedua ada Lapisan Funiculus Spermaticus, di Lapisan ini
terdapat Facies Spermatica Externa, Fascia Cremasterica dan Otot nya dan juga
terdapat Fascia Spermatica Interna, untuk yang ketiga ada Tunica Vaginalis,
terdapat dua Lapisan yaitu Lapisan Parietal dan Lapisan Visceralis, yang ke empat
terdapat Tunica Albugenia, dimana Tunica Albugenia ini terdiri dari jaringan ikat
yang sangat padat, dan yang terakhir ada Lobulus Testis, untuk letaknya dia
terletak di Basis nya itu ke arah Perifer dan untuk letak Apexnya ke arah Rete
Testis. Untuk Vaskularisasinya dari Testis ini sendiri di cabangi dari beberapa
Arteri yang pertama ada Arteri Spermatica Interna, yang kedua ada Arteri
Spermatica Externa cabang dari Arteri Epigastrica yang bagian Inferior dan yang
terakhir ada Arteri Defferentialis. Untuk pembuluh Vena nya ada Plexus
Pampiniformis dimana aliran nya akan bermuara ke Vena Cava Inferior, dan
Plexus Pampimiformis bagian kiri yang muara nya juga sama ke Vena Cava
Inferior. Untuk Pembuluh Limfe nya muara nya mengikuti Arteri Spermatica
Interna, dan yang terakhir Inervasinya, Testis dipersarafi oleh Plexus Testicularis
yang berisi Parasimpatis dari Nervus Vagus yang fungsi nya menyebabkan
Kontraksi pada Otot Detrusor pada Vesika Urinaria, lalu ada Serabut Serabut
Simpatis dari Segmen Thorakal VII yang berfungsi sebagai Inhibisi yang
menyebabkan Relaksasi Otot Detrusor.

Epididymis terletak di Facies Posterior terhadap Testis yang sedikit


menutupi Facies Lateralisnya. Epididymis mempunyai suatu ujung di bagian atas
yang melebar pada bagian Caput, Corpus, dan Cauda itu arahnya ke bagian
Inferior. Di bagian Lateral, terdapat Sulcus yang sering di temukan di antara
Testis dan Epididymis. Epididymis merupakan saluran yang sangat berkelok-
kelok, panjangnya hampir 20 kaki (6 m), tertanam di dalam Jaringan Ikat. Saluran
ini berasal dari Cauda Epididymis sebagai Ductus Deferens dan masuk ke dalam
Funiculus Spermaticus. Untuk Morfologinya Epididymis di analogikan seperti
sebuah sosis yang bagian nya terdiri dari, Caput Epididymis, bagian paling
terbesar yang terletak di Proximal Superior Testis, lalu menerima Spermatozoa
melalui Saluran Eferen dari Mediastinum Testis, Bagian kedua ada Corpus
Epididymis, letak nya melekat dengan Facies Posterior Testis yang di pisahkan
oleh Sinus Epididymis dan di hubungkan melalui Ductuli Deferentes, dan yang
terakhir terdapat Cauda Epididymis bagian terkecil dan paling Distal yang
berhubungan langsung dengan Vas Deferens. Vaskularisasi dari Epididymis ini
diperdarahi oleh Arteri Testicularis cabang dari Arteri Spermatica Interna, dan
untuk Pembuluh Vena nya akan bermuara ke Vena Cava Inferior. Untuk
Pembuluh Limfe nya muara nya mengikuti Arteri Spermatica Interna, dan yang
terakhir Inervasinya Testis di persarafi oleh Plexus Testicularis yang berisi
Parasimpatis dari Nervus Vagus yang memiliki fungsi menyebabkan Kontraksi
pada Otot Detrusor pada Vesika Urinaria, lalu ada Serabut -Serabut Simpatis dari
Segmen Thorakal VII yang fungsi nya sebagai Inhibisi yang menyebabkan
Relaksasi Otot Detrusor.

Funiculus Spermaticus merupakan suatu struktur yang membungkus dari


Ductus Deferens dan mengikuti Testis dan Epididymis saat terjadinya
Dencendensus Testis. Dinding dari Funiculus ini berasar dari Dinding Ventral
Abdomen, bagian Sinistra lebih panjang dari Dextra. Untuk Morfologinya
Funiculus terbagi kedalam beberapa Lapisan, Lapisan yang pertama terdapat
Fascia Spermatica Interna merupakan lanjutan dari Fascia Transversa Abdominis,
yang kedua ada Fascia Cremastica terdapat Otot Cremasterica, dan terdapat Fascia
Spermatica Externa kelanjutan dari Otot Obliquus Anterior Interna. Untuk
Vaskularisasinya diperdarahi oleh Arteri Spermatica Interna dan Arteri
Spermatica Externa.

Ductus Deferens merupakan Saluran berdinding tebal yang menyalurkan


Sperma matang dari Epididymis ke Ductus Ejaculatorius dan Urethra. Ductus
Deferens berasal dari ujung bawah atau Cauda Epididymis dan berjalan melalui
Canalis Inguinalis. Saluran Ductus Deferens ini keluar dari Anulus Inguinalis
Profundus dan kemudian berjalan di sekitar pinggir Lateral Arteri Epigastrica
Inferior. Kemudian Ductus Deferens berjalan ke bawah dan belakang pada
Dinding Lateral Pelvis dan menyilang di Ureter pada daerah Spina Ischiadica.
Lalu Ductus Deferens kemudian berjalan ke arah Medial dan bawah pada
permukaan Posterior Vesica Urinaria. Bagian Terminal Ductus Deferen melebar
membentuk Ampulla Ductus Deferen. Ujung bagian bawah Ampullanya akan
menyempit dan bergabung dengan Ductus Vesicula Seminalis dan akan
membentuk Ductus Ejaculatorius. Untuk Morofologinya Ductus Defferens ini
terbagi menjadi beberapa bagian yaitu, Pars Tunika Vaginalis, Pars Inguinalis,
Pars Scrotalis, Pars Pelvikum, Pars Ampularis. Diperdarahi oleh A. Ductus
Defferentialis, Vena bermuara ke Vena Cava Inferior, Nodi Iliaca Externa
berperan sebagai Limfe, innervasi oleh Saraf Otonom.

Vesicula Seminalis organ berlobus berukuran 2 inci (5 cm) dan terletak


pada Facies Posterior Vesica Urinaria. Arteri, perdarahannya dari cabang-cabang
A. Vesicalis Inferior dan A. Rectalis Media mendarahi Vesicula Seminalis. Vena
bermuara ke dalam V. Iliacae Internae, Limfe mengalir ke Nodi Iliaci Interni.
Sekretnya mengandung zat yang penting sebagai makanan Spermatozoa. Dinding
Vesicula Serninalis berkontraksi selama Ejakulasi dan mendorong isinya ke
Ductus Ejaculatorius dengan demikian mengeluarkan Sperrnatozoa ke Uretra.

Sistem reproduksi pria dibagi menjadi 2 bagian, yaitu Genitalia Interna


dan Eksterna. Pada Genitalia Interna disusun oleh Testis dan Traktus Genitalis
(Duktulus Efferens, Duktus Epididymis, Duktus Defferens, dan Duktus
Ejakulatorius) sedangkan Genitalia Eksterna dapat ditemukan Penis dan Skrotum.
Beberapa kelenjar berperan dalam saluran genital pria, yaitu Glandula Seminalis,
Prostat, dan Bulbouretralis. Testis memiliki bentuk yang pipih/ovoid, berukuran
4-4,5 cm dengan berat 15-25 g, terletak didalam Skrotum, memiliki beberapa
lapisan seperti Tunika Vaginalis (Lapisan Serosa) Pars Parietal dan Visceral yang
berisi cairan Serosa, Tunika Albuginea (Jaringan Ikat Fibrosa) yang nantinya
membentuk Mediastinum Testis. Terdapat Lobulus Testis yang dipisahkan oleh
Septulum Testis (berbentuk piramid dan berisi Lobulus Testis) yang berasal dari
Tunika Albuginea, dapat ditemukan Tunika Vaskulosa yang berisi pembuluh
darah. Pada Lobulus Testis, terdapat Tubulus Seminiferus 1-4 buah dan dibatasi
oleh Tunika Albuginea, Septulum Testis, dan Tunika Vaskulosa yang dapat
membentuk jaringan interstitial berisi Makrofag, Fibroblast, Mastosit, dan sel
penghasil Testosteron (Sel Leydig).

Pada Tubulus Seminiferus berbentuk seperti pipa halus yang berkelok-


kelok, panjangnya 30-70 cm, diameter 150-250 m, dilapisi oleh Epitel
Germinativum, dapat dijumpai Sel Spermatogenik seperti Spermatogonium yang
terletak di Basal, Spermatosit Primer selnya yang berukuran paling besar,
Spermatosit Sekunder sel yang kecil sulit ditemukan, Serpmatid yang sudah
hampir matang, dan Spermatozoa/Sperma matang yang memiliki flagella sebagai
ekornya serta terletak di Adluminal. Terdapat Sel Sertoli sebagai penyokong, pada
Lamina Propria terdapat Sel Myoid sebagai sel kontraktil. Spermatogonium
memiliki ciri sel relatif kecil, Intiya Kromatin irregular, terletak di ruang
Ekstratubuler antara Sel Sertoli dan Lamina Basalis. Pada Spermatosit Primer,
Kromatin memilin membentuk kromosom dalam berbagai stadium, sel yang
paling besar, letaknya di dalam celah/invaginasi, pinggir lateral dan apikal Sel
Sertoli sedangkan Spermatosit Sekunder cirinya sel lebih kecil, sulit ditemukan.
Spermatid memiliki ukuran kecil, Intinya Kromatin padat, terletak bagian tengah
Tubulus Seminiferus, dan Spermatozoa adalah hasil Spermiogenesis, letak pada
lumen, memiliki Flagela panjang. Sel Penyokong yang berada di dalam Tubulus
Seminiferus (Sel Leydig) memiliki struktur silindris yang bertumpu pada
Membrana Basalis membentang ke bagian Adluminal, Sitoplasma menyelubungi
Sel Spermatogenik, Intinya melipat-lipat, berfungsi sebagai sawar, penyokong,
pelindung Sel Spermatogenik, memberi nutrisi.

Jaringan Interstital terletak diantara Lobulus Testis yang berisi pembuluh


darah (Kapiler Fenestrata), Limfe membentuk jala-jala, Jaringan Fibroblas, Sel
Interstitial (Sel Leydig) yang memproduksi Hormon Steroid (Testosteron) yang
menentukan sifat kelamin pria sekunder. Sel Leydig memiliki ciri Mesoderm,
Asidofilik, bentuk bulat poligonal, inti ditengah, Sitoplasma Eosinofil. Pada
Tubulus Seminiferus Recti cirinya pendek, lumen lebih sempit, kelanjutan dari
Tubulus Seminiferus Convulotus, dindingnya Epitel Kuboid Selapis, letaknya
dibatasi oleh Septula Testis, berfungsi sebagai Duktus Ekskretorius yang
bermuara pada Rete Testis. Rete Testis terletak di Mediastinum Testis, seperti
anyaman membentuk ruangan sempit, Epitel Kuboid Selapis dan terdapat
Mikrovili, dikelilingi jaringan ikat, berfungsi sebagai Duktus Ekskretorius,
penghubung antara Tubulus Seminiferus Recti dengan Duktus Efferens.

Duktus Efferens berstruktur 12-15 batang saluran spiral sebagai kelanjutan


Rete Testis, membentuk bangunan seperti kerucut (puncak kearah permukaan
Testis, dasarnya kearah Epididymis), lumennya dibatasi permukaan yang
bergelombang dilapisis Epitel Selapis Kuboid dan Silindris Bersilia, diluar dari
Membrana Basalis terdapat Sel Otot Sirkuler. Pada Epididymis memiliki bentuk
seperti Bulan Sabit, panjangnya <7,6 cm, letaknya posterior Testis, ada 3 bagian
(Caput, Corpus, dan Cauda), terdapat Tunika Serosa Testis dan Duktus
Epididymis yang berkelok-kelok, serta anyaman pembuluh darah. Duktus
Epididymis dipisahkan oleh jaringan ikat, bentuknya bulat/oval, panjang 6 m,
disusun oleh Epitel Silindris Berlapis Semu Stereosilia, semakin ke Distal menjadi
Kuboid, fungsinya Sekretoris. Duktus Defferens dibentuk oleh beberapa bagian,
yaitu Pars Epididymis yang dekat dengan Testis, Pars Funicularis bagian dari
Funiculus Spermaticus, Pars Inguinalis saat melalui Canalis Inguinalis, Pars
Pelvina berada dalam Cavum Pelvis, dan Ampulla Duktus Defferens yang mulai
melebar lumennya. Bagian ujung distalnya terdapat muara Vesicula Seminalis.

Duktus Defferens memiliki Membrana Mukosa dengan lumen irreguler,


Epitel Silindris Berlapis Semu dengan Stereosilia, Lamina Proprianya terdapat
Jaringan Ikat Elastis, Tunika Muskularis dari dalam ke luar adalah Lingitudinal
Internum, Sirkuler, Longitudinal Eksternum, dan Tunika Adventitianya jaringan
ikat longgar. Pada Duktus Ejakulatorius (lanjutan dari Duktus Defferens yang
menembus Glandula Prostat) memiliki panjang 19 mm, bermuara pada Urethra
Pars Prostatica, Mukosanya oleh Epitel Silindris Berlapis Semu/Silindris Selapis,
Lamina Proprianya oleh jaringan ikat, Tunika Muskularisnya menyatu dengan
Parenkim Glandula Prostat. Pada Skrotum (kantung berasal dari anterior
Abdomen) tersusun atas Kulit, Tunika Dartos (lanjutan dari Subcutis), Fascia
Cremasterica, M. Cremaster, fungsinya melindungi Testis dan menjaga suhu
Testis. Penis disusun oleh 3 bangunan Silindris, yaitu 2 Corpora Cavernosa Penis
dan 1 Corpus Cavernosum Urethrae (Spongiosa). Copus Cavernosa Penis adalah
jaringan Erektil, diselubungi oleh Tunika Albuginea (Jaringan Fibrosa sebagai
pengikat membentuk Trabekula), bersatu dengan Pectiniforme sedangkan Corpus
Cavernosum Urethrae sebagai lanjutan untuk membentuk Glans Penis dan
diselubungi Tunika Albuginea yang tipis.

Kelenjar yang berperan penting dalam reproduksi pria salah satunya


adalah Glandula Seminalis yang memiliki ciri Membran Mukosanya melipat-lipat
dan bercabang saling berhubungan, disusun Epitel Silindris Berlapis Semu,
Lamina Proprianya oleh Jaringan Ikat Longgar tipis, Tunika Muskularisnya tipis,
Tunika Adventitianya oleh jaringan ikat tipis, berfungsi sekresi Fruktosa sebagai
nutrisi Spermatozoa. Glandula Prostat dientuk oleh Jaringan Ikat Fibroelastik,
disusun oleh gabungan Kelenjar Tubuloalveolar sebanyak 30-50 unit, daerah
Mukosa di Uretra Pars Prostatika, Submukosanya di daerah Mukosa, di bawah
Kapsel adalah Glandula Prsotat yang utama. Pars Sekretorianya oleh Epitel
Selapis Gepeng/Kuboid, Membrana Basalis kurang tampak. Duktus
Ekskretoriusnya bermuara pada Uretra Pars Prostatika. Pada Glandula
Bulbouretralis memiliki ciri Pars Sekretorianya oleh Epitel Gepeng, Kuboid, atau
Silindris, Duktus Ekskretorius oleh Epitel Silindris Berlapis Semu, bermuara pada
Uretra Pars Membranasea, fungsi sekresi Mukus.

Ureter memiliki dinding berlapis-lapis. Mukosa dari Ureter terdapat Epitel


Transisional, bagian Muskularis terdapat Otot Polos, dan pada Lapisan Adventitia
terdapat Jaringan Ikat yang berserat. Ureter secara aktif mendorong Urin menuju
Kandung Kemih melalui respon terhadap peregangan Otot Polos. Vesical Urinaria
merupakan kantung halus yang terlipat-lipat dan berfungsi sebagai tempat
penyimpanan Urin sementara, Organ ini terletak di Retroperitoneal di bagian
Panggul Posterior kearah Simfsis Pubis, terdapat area segitiga yang disebut
Trigonum Vesicae yang diuraikan oleh bukaan untuk Ureter dan Uretra. Vesical
Urinaria memiliki 3 dinding lapisan yang terdiri dari Mukosa yang terdiri atas
Epitel Transisional, Lapisan Muskularis, dan Adventitia yang berserat. Vesical
Urinaria dapat distensible atau mengerut saat kosong, sebaliknya ketika Urin terisi
penuh Kandung Kemih akan mengembang tanpa peningkatan tekanan internal
yang signifikan.

Urin disaring 125 mL/min dan diserap kembalik 124 mL/min. Kuantitas
akhir urin yang terbentuk rata-rata 1 mL/menitnya, urine disaring 180 L/hari dan
dieksresikan 1,5 L/hari. Refleks Miksi mulai muncul diakibatkan oleh reseptor
regang yang terletak pada Posterior Vesica Urinaria. Keinginan pertama untuk
berkemih timbul akibat volume Kandung Kemih sekitar 150 cc dan terisi penuh
saat 400 cc. Adrenergik dari Simpatis akan menginnervasi Kandung Kemih dan
Uretra. Reseptor Adrenergik di Kandung Kemih terdiri dari Reseptor Alfa dan
Beta. Kandung Kemih akan terisi secara progresif sampai ketegangan di
dindingnya naik di atas ambang batas. Nada normal Otot Detrussor di Dinding
Kandung Kemih menekan Ureter untuk mencegah aliran balik urine ketika
tekanan menumpuk di Kandung Kemih. Ketika Kandung Kemih terisi, kontraksi
menjadi lebih sering dan lebih kuat, akibat dari kontraksi ini refleks lain
menghambat Sphincter Eksternal. Jika refleks ini dapat mengalahkan
penyempitan oleh Sphincter Eksternal, maka refleks miksi akan terjadi.

Kontraksi secara Volunter dari Otot-Otot Abdomen memberikan tekanan


pada Kandung Kemih dan menstimulasi reseptor peregangan. Ini menggairahkan
refleks miksi dan menghambat Sfingter Eksternal dan proses buang air kecil akan
terjadi. Bahan kimia yang meningkatkan Output urine meliputi, zat apa pun yang
tidak diserap kembali, zat yang melebihi kemampuan Tubulus Ginjal untuk
menyerapnya kembali, zat yang menghambat Reabsorpsi Na+. Sedangkan Diuretik
Osmotik meliputi, kadar Glukosa tinggi maka akan mengeluarkan Air dengan
Glukosa, Alkohol akan menghambat pelepasan ADH, Kafein dan sebagian besar
Obat Diuretik akan menghambat Reabsorpsi Ion Natrium, dan Lasix dan Diuril
akan menghambat Symporter yang terkait dengan Na+.

Reproduksi Pria berfungsi menghasilkan Sperma dan memindahkan


Sperma yang telah di hasilkan oleh pria ke saluran vagina saat sedang
berhubungan, Anatomi dari sistem reproduksi pria terdiri dari, Testis yang terletak
di sebuah kantung yang di namai skrotum, dan juga memiliki banyak pigmen,
untuk produksi Sperma di testis ini kisaran suhu nya 2-4 derajat di bawah suhu
tubuh manusia jika suhu lebih atau bahkan kurang akan menyebabkan kerusakan
pada Sperma itu sendiri. Terdapat juga Otot – otot yang ada di skrotum salah
satunya adalah Otot Dartos, selain Otot Dartos ada juga Otot Kremaster, kedua
Otot tersebut memiliki fungsi salah satunya ketika kedua Otot tersebut
berkontraksi akan mengangkat Testis, akan menggerakan Testis lebih dekat
dengan tubuh pria dan akan mengkertu mengurangi luas permukaan pada Skrotum
tersebut gunanya untuk mempertahankan suhu. Testis menghasilkan Sel Sperma
dan juga menghasilkan Hormon androgen, dimana Hormon tersebut berguna
untuk mendukung fisiologi pada reproduksi pria, Hormon Androgen berasal dari
pengaktifan Hromon Testosteron yang di hasilkan dari Sel Leydig yang di
stimulus oleh Hormon LH.

Sistem Reproduksi pada pria yang pertama di mulai dari Tubulus


Seminiferus, Tubulus ini memiliki sistem seperti layaknya pipa dan tertutup rapat,
Sel Sperma yang telah matur atau matang akan di lepaskan Tubulus ini ke
Intralumen. Untuk alur nya Sperma bergerak dari Tubulus Seminiferus ke
Tubulus Recti dan nanti setelah di Tubulus Recti sperma akan terus berlanjut
sehingga menjadi Rete Testis, Sperma akan meninggalkan Rete Testis melalui 15
sampai 20 Duktus Efferen yang melintas dari Tunica Albugenia. Gerak Peristaltic
Otot Polos pada Tubulus Seminiferus ini menyebabkan adanya pergerakan yang
pasif Sperma oleh Otot-otot polos di sepanjang Tubulus ini hingga sampai ke
Epididimis. Terdapat jenis sel pendukung di dalam Tubulus yang pertama
terdapat Sel Sertoli atau sering juga di sebut Sel Sustentacular, Sel Sertoli ini
merupakan salah satu sel pendukung untuk pematangan Sel Sperma, selain itu Sel
Sertoli juga memberikan suatu sinyal untuk memproduksi Sperma, memberikan
nutrisi Sel-sel Germinal, dan mengontrol suatu Sel Benih apakah Sel tersebut
masih hidup atau mati. Kedua ada Sel Germ atau Stem Cell merupakan Stem Sel
pada Testis, Germ Sel ini merupakan Sel bakal Sperma yang paling muda di
banding semua Sel yang membantu mendukung produksi dari Sel Sperma di
dalam Organ reproduski pada pria, selain itu Germ Sel juga bisa berdiferensiasi
menjadi beberapa jenis sel.

Differensiasi dari Germ Sel ini dari Spermatogonia kemudian akan


membelah dan membentuk Spermatosit primer, Sekunder, Spermatid, Sperma,
terbentuk sekitar 100 sampai 300 juta perhari. Struktur dari Sel Sperma, untuk
bentuk dari Sel Sperma ini sendiri dia lebih kecil dari Sel lain di dalam tubuh,
tersusun dari kepala, bagian tengah, dan ekor. Untuk kepala dari sperma ini
memiliki sebuah Nukleus yang Haploid, bentuk nya kompak dan memiliki
Sitoplasma yang sangat sedikit, terdapat juga topi atau pelindung dari kepala Ssel
Sperma tadi di namai Akrosom, Akrosom ini dia berisi Enzim Lisosom yang
berugan untuk menembus dinding Oosit nantinya. Lanjut kebagian tengah dari Sel
Sperma itu sendiri terdapat Mitokondria yang sangat penuh fungsi nya untuk
menghasilkan ATP,dimana ATP ini berfungsi sebagai energi ekor Sperma agar
Sperma ini dapat bergerak, Bagian ini dinamakan sebagai Mid-Plece. Yang
terakhir ada ekor atau Flagellum yang terbentuk dari satu sentrio pada Sel Sperma
yang matang di tahap akhir Spermatogenesis, dan juga terdapat Filamen Aksial.

Transportasi Sel Sperma, tugas utama dari Sel Sperma ini adalah
membuahi Oosit, Transport nya Sperma akan berpindah dari Tubulus Seminiferus
yang berada di Testis menuju Epididmis, Kemudian akan bermuara ke Ductus
Ejakulatorius dan keluar dari Uretra menuju Vagina. Peran dari Epididimis
anatara lain sebagai sebuah tempat untuk mematangkan Sperma yang baru
terbentuk, dibutuhkuhkan 1 sampai 12 hari Sperma ini untuk melewati
Epididimis, adanya pergerakan yang pasif karena kontraksi Otot Polos Tubulus
Seminiferus, Sel Sperma sudah mampu bergerak sendiri di Epididimis ini
sehingga Sel Sperma akan berjalan dengan sendiri nya menuju ekor Epididimis ini
untuk menunggu Ejakulasi terjadi. Selama proses Ejakulasi Sperma akan keluar
dari ekor Epididimis karena adanya kontraksi otot yang mendorong Sel Sperma
ini, dan kemudian Sel Sperma akan bergerak ke Duktus Deferens, di Duktus
Deferen ini Sel Sperma akan di bundel atau di ikat bersamaan dengan jaringan
ikat, pembuluh darah dan saraf di Skrotum struktur tersebut di namakan sebagai
Tali Spermatika.

Kelenjar dan Saluran Aksesoris yang membantu pematangan Sel Sperma


ini dan juga mengangkut Sel Sperma ini menuju penis. Kelenjar Aksesoris
berfungsi sebagai pencampur bahan tambahan Sperma yang akan menghasilkan
Semen, Kelenjar nya itu antara lain adalah Vesika seminalis, Prostat, dan Kelenjar
Bulbourethral. Untuk Vesikula Seminalis saat masa Ejakulasi terjadi maka Sel
Sperma akan melewati Ampula Duktus Deferens kemudian akan bercampur
dengan cairan Vesikula Seminalis. Untuk volume Air Mani pada cairan Vesikula
Seminalis ini adalah 60%, untuk cairan Vesikula Seminalis ini mengandung
sebuah Fruktosa yang digunakan oleh Mitokondria Sperma untuk menghasilkan
ATP. Cairan Sperma akan bergerak ke Duktus Ejakulatorius selanjutnya cairan
Sperma ini akan menuju saluran yang berada di dekat Kelenjar Prostat. Kelenjar
Prostat ini berfungsi mengeluarkan cairan Alkalin untuk Menggumpalkan Semen
dan mengeluarkan Semen ke saluran Vagina saat Ejakulasi. Fungsi dari
pengentalan Semen yang terjadi di Prostat untuk mempertahakan Sperma di dalam
vagina dan menyediakan waktu bagi cairan Sperma untuk melakukan
Metabolisme fruktosa dari Sekret yang di hasilkan di Vesiula seminalis.
Selanjutnya ada Kelenjar Bulbourethral, cairan dari kelenjar ini di lepaskan saat
adanya rangsangan seksual pada pria, cairan ini juga di keluarkan sebelum Semen
karena hal tersebut cairan ini sering di sebut cairan Pre-Ejakulasi. Cairan ini
merupakan sebuah Protein Pelumas yang di hasilkan agar saat berhubungan tidak
mengalami rasa nyeri walau cairan ini paling banyak di keluarkan oleh wanita
tetapi pria juga memproduksi cairan tersebut.

Ereksi pada pria itu terjadi karena adanya lebih banyak daerah Arteri yang
mengalir ke Penis di bandingkan darah yang mengalir meninggalkan Penis itu
sendiri, Selain itu karena adanya Gairah Seksual yang menyebabkan Oksida Nitral
di lepaskan dari ujung saraf di dekat pembuluh darah corpora cavernosa dan
corpora spongiosum, Pelepasan NO ini mengaktifkan sinyal relaksasi otot halus
Arteri Penis, sehingga menyebabkan Vasodilatasi Arteri Penis yang meningkatkan
volume darah yang masuk ke penis dan juga menginduksi Sel-sel Endotel di
dinding Arteri Penis memproduksi NO.

Testosteron sebagai penentuan jenis kelamin pada pria ditentukan adanya


gen SRY (sex determining gene on the Y chromosome), yang akan merangsang
pembentukan gonad pada pria. Hormon Androgen memiliki peran yang penting
pada pembentukan gonad pada masa janin. Sekresi LH oleh pengaruh oleh
Hormon GnRH dimulai pada usia 10 tahun, sekresi terjadi ketika tidur semakin
lama semakin meningkat jumlahnya sampai seorang pria menjadi dewasa.
Perubahan Testosteron menjadi estrogen pada Pria. Fungsi dari Hormon ini adalah
menjaga Sistem Reproduksi Pria agar bekerja dengan baik, konsentrasi dari
Testosteron ini jika normal akan menyebabkan Pendorongan terhadap proses
Spermatogenesis, dan bila konsentrasi nya rendah atau di bawah normal akan
menyebabkan Infertilitas. Testosteron juga berfungsi dalam sirkulasi sistemik
yang memainkan peran penting dalam perkembangan otot, pertumbuhan tulang,
perkembangan karakteristik seks sekunder, dan mempertahankan dorongan
Seksual pria dan wanita.
Daftar Pustaka

1. Langman’s. T. W. Sadler. Medical Embryology. Edisi 12. EGC. 2018


2. Derrickson Bryan, Tortora G. J. Dasar Anatomi dan Fisiologi. Edisi 13. VoL.
2. EGC. 2020
3. Pembrey Marcus E., dkk. Genetika Kedokteran. Edisi 8. EGC. 2019
4. Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 8. EGC. 2017
5. Guyton, A. C., Hall, J. E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 13. EGC.
2016

Anda mungkin juga menyukai