1. Benarkah isyu control system tightness ini begitu krusial dan penting dalam
penerapan SPM bagi manajemen? Mengapa demikian? Dukung dengan
pembahasan yang sudah Anda persiapkan melalui kasus Leo’s Four-Plex
Theater/LFPT! Bagaimanakah komentar kritis Anda terhadap control system
tightness di LFPT ini, khususnya dari perspektif Leo Antonelli? Buatlah analisis
yang realistis dan praktis!
Tight control ini sebenarnya penting untuk diterapkan dalam SPM hanya saja
perlu hati-hati agar jangan sampai terjadi “overdosis” control didalamnya. Tightness
perlu disesuaikan juga dengan analisis cost dan benefit nya. Melalui kasus LFPT,
tightness perlu diterapkan dalam aktifitas kinerja karyawannya. Karyawan yang
bekerja padanya tidak mau menjalankan tugasnya dengan benar yang mana mereka
bertindak melakukan kecurangan dengan memberikan minuman tanpa menerima
pembayaran. Jika kecurangan seperti ini terus terjadi maka Leo sendiri akan
mengalami kerugian. Sehingga perlu dilakukan tindak pengendalian yang lebih ketat
seperti pemasangan CCTV sehingga ia bisa mengetahui constraintnya sebagai seorang
kasir. Dari perspektif Leo, Control system masih kurang ketat karena kasus cash short
dan kekurangan uang yang masuk kerap kali terjadi namun tidak diketahui karyawan
mana yang melakukannya dan mengapa sampai hal itu dilakukan.
2. Apakah memang terjadi dampak yang berbeda bila dipilih pengendalian yang
bersifat tight or loose? Buatlah ulasan dengan contoh kasus di LFPT! Menurut
Anda, apakah sifat pengendalian yang loose itu sama dengan no control?
Mengapa? Apakah masih terdapat hal-hal menarik yang Anda peroleh dari
kasus LFPT tersebut? Ungkapkan dan bahas secara kritis dan kreatif!
3. Bila dicermati secara kritis, sebenarnya materi control system tightness (Ch.4)
amat relevan dengan control system costs (Ch.5). Benarkah demikian menurut
Anda? Mengapa demikian? Dukung dengan pembahasan yang sudah Anda
persiapkan melalui kasus LFPT!
Akan ada beberapa konsekuensi cost yang ditanggung dalam kasus LFPT
seperti kemungkinan terjadinya;
1. indirect cost behavioural displacement. Kemungkinan terjadi karena kasir
dinilai berdasar selisih kas dengan penjualan tiket. Ketidakpuasan
pelanggan dapat terjadi apabila petugas tiket menjadi lebih fokus pada
ketelitian penerimaan kas daripada pelanggan.
2. Penerapan result control (penilaian kinerja berdasarkan selisih kas dan
penjualan tiket yang terjual) berpotensi menyebabkan negative attitude.
3. Dengan adanya negative attitude maka dapat terjadinya manipulasi
perhitungan tiket yang terjual (gamesmanship).
Cost lainnya yaitu, apabila waktu pemesanan tiket itu lama sehingga
antrean menjadi panjang, menyebabkan banyak pelanggan yang lelah dan
malas untuk mengantre sehingga dapat mengakibatkan kehilangan
penjualan.