Anda di halaman 1dari 3

Natasya Angelica / 130318004 SPM KP C

1. Benarkah isyu control system tightness ini begitu krusial dan penting dalam
penerapan SPM bagi manajemen? Mengapa demikian? Dukung dengan
pembahasan yang sudah Anda persiapkan melalui kasus Leo’s Four-Plex
Theater/LFPT! Bagaimanakah komentar kritis Anda terhadap control system
tightness di LFPT ini, khususnya dari perspektif Leo Antonelli? Buatlah analisis
yang realistis dan praktis!

Tight control ini sebenarnya penting untuk diterapkan dalam SPM hanya saja
perlu hati-hati agar jangan sampai terjadi “overdosis” control didalamnya. Tightness
perlu disesuaikan juga dengan analisis cost dan benefit nya. Melalui kasus LFPT,
tightness perlu diterapkan dalam aktifitas kinerja karyawannya. Karyawan yang
bekerja padanya tidak mau menjalankan tugasnya dengan benar yang mana mereka
bertindak melakukan kecurangan dengan memberikan minuman tanpa menerima
pembayaran. Jika kecurangan seperti ini terus terjadi maka Leo sendiri akan
mengalami kerugian. Sehingga perlu dilakukan tindak pengendalian yang lebih ketat
seperti pemasangan CCTV sehingga ia bisa mengetahui constraintnya sebagai seorang
kasir. Dari perspektif Leo, Control system masih kurang ketat karena kasus cash short
dan kekurangan uang yang masuk kerap kali terjadi namun tidak diketahui karyawan
mana yang melakukannya dan mengapa sampai hal itu dilakukan.

2. Apakah memang terjadi dampak yang berbeda bila dipilih pengendalian yang
bersifat tight or loose? Buatlah ulasan dengan contoh kasus di LFPT! Menurut
Anda, apakah sifat pengendalian yang loose itu sama dengan no control?
Mengapa? Apakah masih terdapat hal-hal menarik yang Anda peroleh dari
kasus LFPT tersebut? Ungkapkan dan bahas secara kritis dan kreatif!

Ya, dampaknya akan berbeda. Seperti kasus kecurangan karyawan tadi,


apabila control itu hanya loose sifatnya maka, karyawan memang akan sustain dan
nyaman bekerja di teater itu namun, kerugian juga akan dialami oleh Leo selaku
owner. Pengendalian yang ketat akan lebih baik untuk diterapkan hanya saja jangan
sampai karyawan merasa depresi dan berani sampai melakukan hal yang lebih
menyimpang atau lebih buruk lagi. Menurut saya, loose dan no control itu tidak sama
maknyanya. Loose berarti ada pengendalian namun tidak begitu nampak cara kerjanya
atau tidak ketat pelaksanaannya. Tetapi jika no control, berarti tidak adanya
pengendalian yang dilakukan pada aktifitas kinerja SDM. Yang bisa saja berarti
bahwa SDM sudah tidak dipekerjakan lagi. Mungkin saja diganti dengan mesin atau
teknologi yang ada. Leo memilih keponakannya sendiri untuk mengelola bisnisnya.
Pilihannya bisa dikatakan hal yang tepat karena ia memilih seseorang yang sudah
dikenal bahkan sudah dipercayainya. Namun, yang ia pekerjakan tentunya bukan
hanya Bill namun juga beberapa orang sehingga harus tetap memperhatikan
pengendaliannya.

3. Bila dicermati secara kritis, sebenarnya materi control system tightness (Ch.4)
amat relevan dengan control system costs (Ch.5). Benarkah demikian menurut
Anda? Mengapa demikian? Dukung dengan pembahasan yang sudah Anda
persiapkan melalui kasus LFPT!

Ya, Relevan karena pengendalian yang terlalu ketat akan mempengaruhi


direct maupun indirect cost nya. Jadi, Leo harus memperhatikan cost dan benefit nya,
perlu memilih alternative mana yang terbaik. Mana yang cost nya terlalu besar
padahal benefit yang diterima tidak begitu besar maka alternative pengendalian itu
tidak perlu diambil. Jika disinggung dengan kasus LFPT seperti, pengurangan SDM
(redundancy) dengan cara menggantinya dengan mesin maka, cost nya akan sangat
besar. Belum lagi biaya perawatan rutin yang perlu dilakukan. Pengurangan SDM
akan menyebabkan sistem pengendalian makin loose bahkan bisa terjadi no control
didalamnya.

4. Bagaimanakah pula konsekuensi direct cost dan indirect costs termasuk


behavioral displacement; gamesmanship; operating delays maupun negative
attitudes dalam konteks SPM ini? Mengapa hal ini menjadi pertimbangan
penting dalam konteks control system costs? Sekali lagi, gunakan kasus LFPT
ini sebagai dasar analisis Anda!

Akan ada beberapa konsekuensi cost yang ditanggung dalam kasus LFPT
seperti kemungkinan terjadinya;
1. indirect cost behavioural displacement. Kemungkinan terjadi karena kasir
dinilai berdasar selisih kas dengan penjualan tiket. Ketidakpuasan
pelanggan dapat terjadi apabila petugas tiket menjadi lebih fokus pada
ketelitian penerimaan kas daripada pelanggan.
2. Penerapan result control (penilaian kinerja berdasarkan selisih kas dan
penjualan tiket yang terjual) berpotensi menyebabkan negative attitude.
3. Dengan adanya negative attitude maka dapat terjadinya manipulasi
perhitungan tiket yang terjual (gamesmanship).
Cost lainnya yaitu, apabila waktu pemesanan tiket itu lama sehingga
antrean menjadi panjang, menyebabkan banyak pelanggan yang lelah dan
malas untuk mengantre sehingga dapat mengakibatkan kehilangan
penjualan.

Anda mungkin juga menyukai