Anda di halaman 1dari 5

KUIS INDIVIDU MINGGU KE 6

Sistem Pengendalian Manajemen – Control tightness and control costs

Nama Merelyn
Nomor Pokok 130318005
Kelas Pararel C

1. Ya. Isu control system tightness ini begitu krusial dan penting dalam penerapan SPM
guna menetapkan seberapa ketat (control system) yaitu seberapa tinggi tingkat kepastian
karyawan akan berperilaku selaras dengan tujuan organisasi. Ketat atau longgarnya SPM
dapat diartikan sebagai manfaat/benefit yang diterima dari penerapan SPM. Dalam kasus
LFPT, masih masih banyak sekali permasalahan yang timbul seperti (1)ditemukannya
tiket gratis yang diberikan oleh Bill (2) terdapat selisih antara penerimaan kas dengan
penjualan tiket (3) karyawan kasir, refreshment stand attendant, ticket collector yang
teledor, sering melakukan kecurangan, dan tidak berintegritas dalam menjalankan
pekerjaannya, dll. Namun, permasalahan itu tidak dapat dipandang sebelah mata sebagai
hal yang negatif dan memerlukan kontrol yang ketat. Bisa jadi, Bill membagikan tiket
gratis untuk mengenalkan dan melakukan promosi LFPT. Selanjutnya, jika dilihat dari
perspekstif Leo Antonelli bisa jadi keponakannya adalah orang yang paling dipercayai.
Selain itu, jika dilihat sisi positifnya, karyawan yang akrab dengan banyak orang dapat
mendukung hubungan baik dengan pelanggan. Pengendalian yang terlalu tight dan tidak
tepat dapat memakan biaya yang signifikan (cost > benefit), oleh karena itu kondisi LFPT
yang sudah cukup baik, lebih cocok menerapkan cultural control dan personnel control.
Penggunaan cultural control misalnya, diterapkan dengan menyusun kode etik, sehingga
dapat mencegah terjadinya tindakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dalam
organisasi. Sedangkan beberapa masalah yang menjadi prioritas perlu mendapatkan
kontrol yang lebih tight misalnya, karyawan kasir yang tidak teliti dalam cash collection
dapat diberikan pengendalian hasil dengan mengukur kinerjanya berdasarkan selisih kas
yang diterima dengan penjualan tiket. Dapat disimpulkan, control system tightness harus
disesuaikan dengan kondisi LFPT.
2. Tentu penerapan pengendalian yang bersifat ketat dan longgar akan memberikan
dampak yang berbeda. Contohnya, pengendalian ketat kepada kasir dilakukan dengan
menerapkan result control dimana kinerjanya dinilai berdasarkan selisih dari kas dan
penjualan tiket. Pengendalian hasil ini akan sangat memengaruhi perilaku dari karyawan
kasir (pengendalian ketat). Sebaliknya, Leo dapat menerapkan pengendalian longgar
dengan hanya menegur karyawan kasir tersebut. Walaupun memakan biaya yang lebih
kecil, namun pengendalian longgar ini tidak akan memberikan kepastian perubahan
perilaku tidak teliti/curang dari karyawan kasir tersebut (pengendalian longgar).
Sebaliknya, pengendalian ketat memang memberikan hasil dan benefit dalam
memperbaiki perilaku kasir, namun pengendalain tight juga memiliki aspek biaya yang
penting untuk dipertimbangkan. Salah satu kemungkinannya adalah gamesmanship yang
terjadi saat karyawan kasir tersebut memanipulasi jumlah penjualan tiket karena
kehilangan komitmen mencapai target kinerja akibat target yang dirasa terlalu sulit.
Sifat pengendalian yang longgar tidak sama dengan no control. Karena masih
terdapat eksistensi pengendalian walaupun tidak ketat/ tidak tegas/ kurang detail atau
informal. loose control menjadi pengendalian yang memiliki kekuatan yang lebih lemah
dalam memastikan karyawan untuk berperilaku selaras dengan objektif perusahaan
namun. Sebaliknya, no control merupakan titik ekstrim yang berarti tidak dilakukannya
pengendalian sama sekali dan diberikan kebebasan bagi karyawan dalam berperilaku.
Namun, terdapat potensi terjadinya cost of fraud maupun cost of error baik dalam loose
control maupun no control.
Hal menarik lain yang saya dapatkan dari diskusi kasus LFPT tersebut adalah
dalam melihat suatu masalah, kita tidak boleh selalu berpandangan negatif dan melihat
hanya dari sisi buruknya saja. Seperti pemilihan bill sebagai manajer belum tentu
merupakan nepotisme namun didasarkan dari unsur kepercayaan Leo terhadap Bill.
Selain itu, tidak semua jenis kontrol harus diterapkan karena malah akan menyebabkan
timbulnya direct cost maupun indirect cost yang mengakibatkan pada konsisi kontrol
overdosis. Kontrol ketat dibutuhkan pada masalah tertentu, sedangkan masalah lainnya
dapat diatasi dengan kontrol yang lebih longgar.
3. Benar, materi control system tightness sangat relevan dengan control system cost.
Karena, keputusan dalam tingkat keketatan SPM (ch. 4) dipengaruhi oleh cost-benefit
analysis. Benefit yang dihasilkan tentu merupakan tingkat kepastian/probabilitas
karyawan yang berperilaku selaras dengan tujuan dari organisasi. Sedangkan cost yang
timbul dari usaha mendapatkan manfaat ini, yaitu direct cost dan indirect cost maupun
adaptation cost yang dibahas pada control system cost (ch. 5).
Dalam kasus LFPT, berbagai sistem kontrol yang diajukan memang memberikan
benefit yang besar (pengendalian ketat), namun terdapat biaya yang harus diidentifikasi
baik direct cost maupun indirect cost. Direct cost (out of pocket cost) yang muncul
berasal dari biaya pembayaran bonus/insentif atas kinerja sebagai result control terhadap
Bill. Selain itu, terdapat indirect cost (inherent negative side effect) yang timbul sebagai
dampak negatif yang bisa bernilai jauh lebih signifikan dibanding dengan direct cost.
Dalam kasus LFPT, terdapat banyak control cost yang dapat diterapkan untuk
memberbaiki perilaku karyawan LFPT. Namun, tidak semua model pengendalian harus
diterapkan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Relevant dengan control cost, tiap
pengendalian yang ada harus dianalisis potensi biaya baik direct cost dan indirect cost.
Sebagai contoh penerapan result control yang ketat dengan memberikan insentif pada
Bill atas pencapaian target laba tertentu akan memberikan benefit yang menyelaraskan
tujuan bill dengan LFPT untuk mencapai laba sebanyak-banyaknya. Namun, direct cost
yang timbul dari dari pengendalian ini adalah biaya bonus/insentif yang diberikan pada
Bill. Selain itu, terdapat potensi indirect cost yang muncul seperti gamesmanship yaitu
jika Bill memanipulasi penjualan tiket untuk mendapatkan insentif dengan kecurangan.
Namun, Leo mungkin sangat memercayai bahwa keponakannya tidak akan melakukan
hal tersebut. Alhasil, kontrol ini dapat memberikan benefit yang lebih besar daripada cost
yang ditimbulkannya dan sebaiknya diterapkan dalam LFPT.

Kesimpulannya, penentuan tight or loose dari control system salah satunya harus
mempertimbangkan cost-benefit analysis. Percuma pengendalian ketat dilakukan namun
membengkakan biaya organisasi tanpa manfaat yang sepadan. Oleh karena itu, terkadang
loose control system juga bisa menjadi pilihan yang efektif namun tidak memakan biaya
yang terlalu besar.

4. Konsekuensi direct cost dan indirect cost sangat berpengaruh dalam konteks
SPM. Control system cost menginformasikan biaya-biaya yang timbul dari penerapan
SPM guna memastikan perilaku anggota organisasi selaras dengan visi, misi, tujuan, dan
sasaran organisasi. Penerapan pengendalian yang tidak cocok atau terlalu ketat
kemungkinan dapat menimbulkan efek negatif yang tercermin dari indirect cost seperti
gamensmanship, operating delay, negative attitude, dan behavioral displacement. Oleh
karena itu, adanya indirect cost ikut menjadi penentu keputusan diterapkannya suatu
pengendalian, karena pengendalian bukan dipilih hanya karena “feeling” bahwa 1 kontrol
lebih baik dibanding yang lain.
Indirect cost ini menjadi pertimbangan penting dalam konsep control system cost
karena menjadi tantangan bagi manajemen untuk memperkirakan biaya yang timbul
secara tidak langsung sebagai inherent negative side effect ini namun bernilai jauh lebih
material dibanding direct cost. Oleh karena itu, perlu diterapkan control system tightness
yang sesuai dan memberikan benefit lebih besar daripada cost.
Indirect cost yang mungkin timbul dalam penerapan control system (kasus LFPT) antara
lain:
1. Behavioral displacement-result control
Behavioral displacement berpotensi muncul akibat karyawan kasir yang dinilai
kinerjanya berdasarkan selisih kas dengan penjualan tiket. Petugas penjualan pada
ticket booth yang fokus untuk teliti terhadap penerimaan kas menjadi tidak
memerhatikan aspek lain seperti keramahan pada pelanggan. Implikasinya dapat
membuat ketidakpuasan pelanggan dan berujung pada lost sales.
2. Negative Attitude
Penilaian kinerja berdasarkan selisih kas dan penjualan tiket tersebut dapat membuat
karyawan kasir kehilangan komitmennya untuk mencapai target kinerja. Mungkin,
karyawan kasir merasa bahwa target tersebut sangat susah karena sulit untuk teliti
sepanjang hari dengan jumlah pelanggan yang tidak sedikit.
3. Gamesmanship
Bill yang diberikan insentif berdasarkan profit berpotensi untuk memanipulasi profit
dari LFPT. Selain itu, karyawan yang dinilai berdasarkan selisih kas dan penjualan
juga dapat memanipulasi jumlah tiket yang terjual.

Dari hasil analisis, secara kualitatif dapat dibandingkan bahwa penerapan result
control terhadap karyawan kasir memiliki potensi timbulnya indirect cost yang cukup
signifikan sedangkan benefit yang diterima adalah berkurangnya selisih kas dengan
penjualan tiket. Oleh karena itu, sebaiknya pengendalian ketat ini dikurangi dan dipilih
personnel control dan cultural control untuk mengendalian karyawan kasir tersebut.

Anda mungkin juga menyukai