Anda di halaman 1dari 22

Sistem Pengendalian Manajemen “Control

System Tightness & Control System Cost”

Kelompok II :
Yohanny Yenny Salurerung (1915013)
Anthonius Rantetana ( 1915018)
Control System Tightness
Tight: Pengendalian yang diterapkan memaksakan keinginan perusahaan terhadap
individu yang menjalankan.
Menurut Anthony & Govindarajan (1998) dengan menjalankan control tightness
system dapat mengakibatkan dysfunctional effect yaitu :
1. Tindakan jangka pendek yang tidak sesuai dengan tujuan jangka panjang yang
ingin dicapai organisasi. Tekanan lebih yang dilakukan untuk mencapai tingkat
profit saat ini, membuat manager unit bisnis mengambil tindakan jangka
pendek yang mungkin salah dalam jangka panjang.
2. Untuk mencapai profit jangka pendek, manager – manager unit bisnis tidak
menjalankan tindakan – tindakan untuk jangka panjang.
3. Penggunaan profit budget sebagai satu – satunya tujuan dapat mengubah
komunikasi antara manager unit bisnis dengan senior manajemen.
4. Tight financial control dapat memotivasi manager untuk melakukan manipulasi
terhadap data dengan cara memalsukan data.
Sedangkan loose control bisa terjadi pada badan usaha dimana setiap karyawan
memiliki kebebasan tersendiri dalam bekerja sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya, jadi karyawan tidak dituntut apa – apa oleh perusahaan.
Tight Result Control (Pengendalian Hasil yang Ketat)
Pencapaian tight result control tergantung pada karakteristik definisi dari hasil
yang diinginkan. Result control dapat dianggap ketat jika memenuhi ketentuan
– ketentuan sebagai berikut :

1. Congruence (Sesuai/Sejalan)
Merupakan tindakan yang dilakukan dan hasil yang akan dicapai harus
sesuai dengan tujuan badan usaha. Result control system yang tidak
congruence terjadi karena manajer tidak mengerti dengan baik tujuan
organisasi yang sebenarnya.

2. Specifity and timelines (Spesifik dan Keterikatan waktu)


Merupakan target kinerja yang harus ditetapkan secara spesifik dan
feedback dilakukan dalam jangka pendek. Tight result control juga
tergantung pada adanya performance target yang spesifik dan dalam
jangka waktu tertentu. Contohnya : Setiap TP harus mencapai target
anggota, KB,KL, E9 dan Diklat dalam setipa bulan sesuai dengan target
masin-masing per bulan.
3. Communication and Internalization (Komuniaksi & Internalisasi)
Untuk pengendalian hasil yang ketat, target kinerja harus dikomunikasikan dan
diinternalisasikan secara efektif kepada pegawai yang berkaitan dengan pencapaian
target tersebut. Sejauh mana tujuan dipahami dipengaruhi oleh banyak faktor,
diantaranya kualifikasi dari pegawai yang terlibat, kemampuan mengendalikan
(controllability) atas area hasil yang diukur, tujuan yang wajar dicapai ( challenging but
achievable), dan berapa pegawai yang terlibat dalam proses pencapaian tujuan.

4. Completeness (Kelengkapan)
Kelengkapan berarti area hasil yang didefinisikan dalam sistem pengendalian
manajemen mencakup semua area yang perusahaan harapkan agar menghasilkan
kinerja yang baik dan pegawai yang terlibat memberikan dampak positif yang signifikan
atas tercapainya tujuan.
5. Peformance Measures (Pengukuran Kinerja)
Pengendalian hasil yang ketat juga tergantung dari keefektifan ukuran
kinerja yang digunakan. Dalam pengendalian hasil yang ketat, semua
ukuran kinerjanya mempunyai kualitas yang tinggi. Jika pegawai tidak
dapat memenuhi ukuran kinerja yang tinggi ini, maka pengendalian hasil
tidak bisa dikatakan ketat, karena masalah perilaku yang mungkin.

6.Reward and Punishment


Result control menjadi lebih ketat bila reward dan punishment secara
langsung dan pasti terhubung ke perwujudan dari hasil yang diinginkan.
Reaksi setiap karyawan berbeda – beda terhadap reward dan
punishment sehingga sulit untuk memprediksi pengaruhnya pada
karyawan. Meskipun tren manajemen compensation (yang mengarah
pada hubungan antara kompensasi dan kinerja badan usaha) lebih secara
langsung dan pasti, hasilnya relatif lemah untuk menajemen tingkat atas
disebagian besar perusahaan.
Tight Action Control (Pengendalian Aktivitas yang Ketat)
Tight action control pada awalnya muncul karena action control yang semakin
ketat dalam sebuah perusahaan.

1. Behavioral Constraints (Pembatasan Perilaku)

Behavioral Constraints ini sendiri adalah bentuk sistem control formal. Menurut
Anthony & Govindarajan (1998), harus ada rules atau peraturan yang mendukung
terciptanya suatu formal control yang baik. Wujud dari rules ini antara lain :
 Physical Control

Hambatan secara fisik yang meliputi sistem identifikasi personal, password, serta
pembatasan akses pada area dimana inventaris dan informasi vital disimpan.
 Administrative Control

Pembatasan pembuatan keputusan melalui pemisahan jabatan dalam perusahaan


(Top Manajemen – Lower level)
2. Pre Action Review

Preaction review ini biasanya menyebabkan pertimbangan


sistem pengendalian yang sangat ketat yang melibatkan
alokasi sumber daya karena merupakan investasi yang
menentukan kesuksesan atau kegagalan suatu bisnis dalam
perusahaan. Preaction control yang ketat ini sering
diterapkan keseluruhan pada tingkat direktur, karena
mereka adalah orang – orang yang terlalu sibuk dan tidak
mempunyai waktu untuk menjelaskan proposal perusahaan
yang ada, sehingga tidak tahu apakah itu salah atau tidak.
3. Action Accountability (Pertanggungjawaban
Aktivitas)
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar
tercipta suatu action accountability yang ketat.
Menurut Merchant (1998), definisi dari action
accountability itu harus :
 Defenisi atas Aktivitas ( definition of action)
 Pelacakan tindakan (Action Tracking)
 Pemberian Reward and Punishment
Tight Personnel Control ( Pengendalian Orang)
Menurut Merchant dan Stade (2012:130-131) dalam beberapa situasi,
sistem pengendalian manajemen dapat didominasi oleh pengendalian
personal ataupun kultural, dan juga pengendaliannya dapat
dipertimbangkan untuk diperketat.
Personel/kultural yang ketat juga bisa mendominasi pada perusahaan
yang mencari laba. Contohnya, di perusahaan kecil milik keluarga
dimana pengendalian personal/kultural akan efektif karena sejalannya
tujuan perusahaan dengan keinginan individu yang bekerja di sana.
Menurut Merchant dan Stade (2012:130-131) dalam perusahaan
besar , ketatnya pengendalian personal/kultural tergantung pada
bagaimana perusahaan melakukan :
1. Walk and talk interview yang dilakukan oleh Perusahaan
2. Perencanaan insentif kelompok (group insentive plan).
3. Pelatihan yang dibutuhkan oleh Pegawai.
Control System Cost
Definisi Control System Cost

Sistem pengendalian manajemen (SPM) memberikan satu


keuntungan utama yaitu probabilitas yang lebih tinggi bahwa
karyawan akan mencapai tujuan organisasi. Manajer terkadang
akan bersedia menanggung secara langsung (out-of-pocket costs)
agar mencapai manfaat atau keuntungan ini. Tapi manajer juga
harus mempertimbangkan beberapa hal, biaya tidak langsung
bisa berkali-kali lebih besar dari biaya langsung.Beberapa biaya
tidak langsung dapat meningkat, dari dampak negatif yang
melekat dalam penggunaan beberapa jenis spesifik kontrol. Yang
lainnya disebabkan karena desain SPM yang lemah atau karena
implementasi jenis kontrol yang salah dalam situasi tertentu.
Maka dari itu, manajer harus mengerti dampak-dampaknya,
penyebabnya dan konsekuensinya (biaya).
Biaya Pengendalian Meliputi:

Biaya Langsung (direct costs)


• Biaya langsung dalam SPM adalah semua biaya out-of-pocket, biaya
moneter yang wajib digunakan untuk merencanakan dan
melaksanakan sistem pengendalian manajemen.
 Relatif mudah untuk diidentifikasi. Biaya membayar bonus tunai (yang
berasal dari kompensasi insentif untukpengendalian hasil), biaya
pemeliharaan staff audit internal (yang diperlukan untuk memastikan
kepatuhan dengan pengendalian atas tindakan).
 Relatif sulit untuk diidentifikasi Waktu yang dihabiskan untuk
perencanaan dan penganggaran, atau untuk tinjauan pra-tindakan,
dan lainnya.
Biaya Tidak Langsung (indirect costs)

Biaya tidak langsung disebabkan oleh salah satu dari sejumlah efek samping
yang berbahaya termasuk perilaku yang tidak seharusnya,
gamesmanship, penundaan operasi, dan sikap negatif

System pengendalian manajemen dapat menyebabakan indirect cost lebih


besar dari direct cost. Hal ini disebabkan adanya :

1. Behavioral Displacement

Penyimpangan perilaku merupakan efek samping penerapan system


pengendalian manajemen yang paling umum dan membebani perusahaan
dengan indirect cost yang signifikan. Penyimpangan perilaku ini terjadi
karena MSC memicu terjadinya perilaku yang tidak konsisten pada tujuan
perusahaan maupun strategi yang diterapkan.
Beberapa bentuk dari pengendalian dapat menyebabkan masalah, yaitu:

1. Penyimpangan perilaku dan result control


Tidak sesuainya sasaran perusahaan dengan hasil yang didapatkan
disebabkan karena:
a. Rendahnya/ kurangnya pengertian tentang hasil yang diharapkan
perusahaan. Result control itu sendiri dapat mengakibatkan
penyimpangan apabila adanya ketidaksempurnaan dari hasil yang ingin
dicapai.

b. Kecenderungan untuk mengkonsentrasikan pada persoalan yang


konkret dan dapat diperhitungkan daripada konsep, intagible yang
mungkin lebih penting.
2. Penyimpangan perilaku dan action control
Penyimpangan perilaku dapat terjadi ketika action control digunakan. Salah satu
bentuk penyimpangan perilaku yang terjadi adalah Means-ends inversion yaitu
karyawan terdorong untuk lebih memperhatikan mengenai apa yang mereka
lakukan (the means) daripada apa yang harus mereka capai (the ends).
Pengendalian tindakan akan sangat berguna untuk membuat perilaku
karyawan lebih teratur dalam jangka waktu tertentu. Namun setelah itu,
pengendalian tersebut dapat menyurutkan niat karyawan untuk berinovasi
dalam hal pekerjaan atau memikirkan cara bekerja yang lebih baik. Hal ini
dapat berakibat buruk apabila karyawan hanya berfokus untuk mengejar
bahwa ia telah melaksanakan apa yang sesuai dengan aturan yang ada,
tanpa memikirkan sisi lain dibalik hal tersebut.
3. Penyimpangan perilaku dan personnel control
Penyimpangan ini dapat terjadi ketika perusahaan
menempatkan orang yang salah untuk sebuah posisi
atau mengadakan pelatihan yang salah. Selain itu
pengaruh budaya yang kuat juga dapat menimbulkan
penyimpangan, dimana tata tertib dalam suatu kelompok
terkait dengan reward untuk kinerja kelompok tidak sejalan
dengan apa yang diinginkan perusahaan.
Solusi untuk penyimpangan perilaku
Kunci untuk mengatasi masalah penyimpangan
perilaku ini adalah ketepatan dan keakuratan
dalam mengidentifikasi masalah dan mengenali
penyebab - penyebabnya. Proses ini
memerlukan pemikiran lebih lanjut apabila
terjadi perbedaan antara tindakan karyawan
yang seharusnya dan pengaruh penerapan
system pengendalian yang diinginkan terhadap
perilaku karyawan.
2. Gamesmanship

Gamesmanship berarti tindakan yang diambil karyawan untuk


seolah-olah menunjukan peningkatan indikator kinerja mereka
tetapi tindakan tersebut tidak menghasilkan sesuatu efek ekonomis
yang positif.
Ada dua bentuk gamesmanship:
a. Creation of slack resources
Slack pada bagian ini terkait dengan konsumsi sumber daya dari
suatu organisasi oleh karyawan melebihi dari yang dibutuhkan,
dimana sumber daya tersebut tidak sebanding dengan
kontribusinya terhadap pencapaian tujuan organisasi.
b. Data Manipulation
Manipulasi merupakan suatu usaha dari karyawan agar
terlihat baik dengan cara memalsukan data atau melaporkan
data yang salah (falsification) dan mengubah hasil laporan
(data management), dimana hal ini kadangkala dapat
menyebabkan kerugian pada perusahaan. Selain itu efek
yang ditimbulkan dari manipulasi yang terlalu besar dapat
merusak keakuratan semua sistem informasi pada sistem
pengendalian manajemen (MCS) pada perusahaan.
Negative Attitude

Walaupun suatu control telah dirancang dengan baik, masih


saja dapat menimbulkan suatu perilaku negatif, seperti tekanan
dalam pekerjaan, konflik, frustasi dan pertentangan. Perilaku –
perilaku tersebut penting karena tidak hanya digunakan sebagai
indikator kesejahteraan karyawan, tetapi juga karena dapat
menyebabkan banyak perilaku yang merugikan, misalnya sikap
main – main, kurangnya usaha, bolos kerja dan tingginya
tingkat keluar-masuk karyawan.
Faktor – faktor penyebab perilaku negatif berasal dari kondisi
ekonomi, struktur organisasi dan proses administrasi.
Perilaku negatif yang disebabkan oleh :
 Action Control

Kebanyakan orang, khususnya para profesional, bereaksi negatif


terhadap penggunaan action control. Pre-action review dapat
menyebabkan rasa frustasi pada manager ketika mereka merasa
bahwa tidak ada manfaat yang berguna pada review. Sama
halnya yang terjadi pada bawahan karena mereka merasa bahwa
semua aspek pekerjaan mereka diatur sedemikian rupa. Misalnya
banyaknya larangan – larangan bahkan hingga ke hal yang kecil.
Result Control
– Kurangnya komitmen karyawan untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan dalam sistem pengendalian manajemen. Ini dikarenakan
karyawan merasa bahwa tujuan tersebut terlalu sulit, tidak berarti, tidak
terkendali, tidak bijaksana, ilegal dan tidak etis.
– Sistem penilaian kinerja yang dirasa tidak fair.
– Reward dan punishment. Dimana reward dianggap tidak sebanding dan
sebagian besar bentuk punishment cenderung untuk menciptakan perilaku
negatif. Sebaiknya, para karyawan diajak berpartisipasi dalam menentukan
target, sehingga dapat mengurangi pikiran negatif mereka pada control
system yang berorientasi pada hasil (result).
SEKIAN & TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai