Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PEDIATRIK PSIKOLOGI

“PENGARUH ADAT DAN BUDAYA PADA POL ASUH SUKU


MINANG”

Dosen Pengampu : dr. Raihanatu Binqolbi Ruzzain, M.Kes

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3:

ISRA MULIA RAHMI 188110153


LARAS APRILLIA 188110166
RAFIKA NABILA 188110146
SITI NURWAHIDENI 188110173

KELAS 6-O
PENDIDIKAN ILMU PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2021
DAFTAR ISI

BAB I

1.1 LATAR BELAKANG ..................................................................................................... 3


1.2 RUMUSAN MASALAH ................................................................................................. 3
1.3 TUJUAN PEMBAHASAN .............................................................................................. 4

BAB II

2.1 SUKU MINANGKABAU ............................................................................................... 5


2.2 INFOGRAFIS SUKU MINANGKABAU ...................................................................... 5
2.3 POLA ASUH SUKU MINANGKABAU ........................................................................ 6
2.4 KESEHATAN ANAK-ANAK SUKU MINANGKABAU ............................................ 8

BAB III

3.1 KESIMPULAN ............................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 11

2
BAB I

1.1 LATAR BELAKANG


Pola Asuh merupakan rangkaian dua kata yaitu: Pola dan Asuh. Pertama, Pola dapat
diartikan sebagai cara, sedangkan Asuh dapat diartikan sebagai didikan. Jadi, Pola Asuh
secara umum merupakan metode atau cara didikan orang tua dalam mendidik anaknya,
baik itu dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Pola asuh yang diterapkan
oleh setiap daerah tentunya memiliki rangkaian yang berbeda-beda sesuai dengan tradisi
dan kondisi yang ada di setiap daerah tersebut, seperti di Jawa, Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, Papua, dan lainnya akan memiliki pola asuh tersendiri.
Dalam hal ini di Sumatera, terdapat sebuah suku yang tidak asing di telinga yakni
Suku Minang atau Minangkabau. Suku yang terkenal dengan penduduk yang mayoritas
adalah pedagang. Suku Minang merupakan suku yang memiliki keunikan dan ciri khas
tersendiri. Orang-orang Minang asli dapat terdeteksi dari cara berbicara dan bentuk
wajahnya. Karena orang Minang memiliki dialek dan bahasa daerah sendiri yang dapat
dikenali dengan mudah.
Kebanyakan orang menilai bahwa orang-orang Minang memiliki figur sebagai orang
yang tegas dan berani. Sering sekali dijumpai bahwa kesan pertama pada orang yang
memiliki keturunan Minang adala terlihat garang atau pemarah dan tangguh. Namun hal
ini belum tentu semuanya benar. Pada anak-anak pun banyak yang mengatakan bahwa
anak-anak keturunang Minang adalah anak yang pemberani dan pandai berbicara. Hal ini
mungkin saja merupakan bagian dari didikan di dalam suku Minangkabau.
Karena berada pada dataran tinggi, suku Minang yang berasal dan terletak di provinsi
Sumatera Barat ini tentu memiliki cara dan pola asuh dalam mendidik anak keturunannya.
Hal ini pun tidak terlepas dari bagaimana kondisi wilayah, suasana, cuaca, dan faktor
lainnya yang dapat membentuk karakter mayoritas orang-orang Minang. Maka dari itu
kita akan membahasnya di dalam makalah ini.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, adapun rumusan masalah dari
tulisan ini adalah : Apakah pengaruh budaya terhadap Pola Asuh Orangtua pada Suku
Minangkabau?

3
1.3 TUJUAN PEMBAHASAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan penulisan yang ingin dicapai
adalah : Untuk mengetahui bagaimana pengaruh budaya terhadap Pola Asuh Orang tua
pada Suku Minangkabau.

4
BAB II

2.1 SUKU MINANGKABAU

Minangkabau atau disingkat Minang (Jawi: ‫ )ميناڠكاباو‬merujuk pada entitas kultural


dan geografis yang ditandai dengan penggunaan bahasa, adat yang menganut sistem
kekerabatan matrilineal dan identitas agama Islam. Secara geografis, Minangkabau
meliputi daratan Sumatra Barat, separuh daratan Riau, bagian utara Bengkulu, bagian
barat Jambi, pantai barat Sumatra Utara, barat daya AceH dan Negeri
Sembilan di Malaysia. Dalam percakapan awam, orang Minang sering kali disamakan
sebagai orang Padang. Hal ini merujuk pada nama ibu kota provinsi Sumatra Barat,
yaitu Kota Padang. Namun, mereka biasanya akan menyebut kelompoknya dengan
sebutan urang awak yang dimaksudkan sama dengan orang Minang itu sendiri.

Orang Minangkabau sangat menonjol di bidang perniagaan, sebagai professional dan


intelektual. Mereka merupakan pewaris dari tradisi lama Kerajaan Melayu dan Sriwijaya
yang gemar berdagang dan dinamis. Lebih dari separuh jumlah keseluruhan anggota
masyarakat ini berada dalam perantauan. Diaspora Minang pada umumnya bermukim di
kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Medan, Batam, Palembang,
Bandar Lampung dan Surabaya. Di luar wilayah Indonesia, etnis Minang terkonsentrasi
di Kuala Lumpur, Seremban, Singapura, Jeddah, Sydney dan Melbourne. Masyarakat
Minang memiliki masakan khas yang popular dengan sebutan masakan Padang yang
sangat digemari di Indonesia bahkan mancanegara.

2.2 INFOGRAFIS SUKU MINANG (SUMATERA BARAT)

Ketika mendengar kata Minangkabau maka orang akan spontan mengingat Padang
atau Sumbar (Sumatera Barat). Mayoritas orang Indonesia pasti akan mengetahui provinsi
Sumatera Barat terkenal akan masakan paling enak di dunia miliknya yakni ‘Rendang’.
Provinsi ini juga dikenal karena daerah yang dingin karena terletak di dataran tinggi pulau
Sumatera dan memiliki berbagai macam pemandangan indah yang dapat menarik
berbagai macam turis.
Secara geografis, Minangkabau meliputi daratan Sumatra Barat, separuh daratan Riau,
bagian utara Bengkulu, bagian barat Jambi, pantai barat Sumatra Utara, barat

5
daya Aceh dan Negeri Sembilan di Malaysia. Lebih spesifiknya, letak Sumatera Barat
adalah di Sumatera bagian barat yang letak astronomi provinsi ini berada di antara garis
lintang 1⁰ Lu-4⁰ Ls dan garis bujur 98⁰ -102⁰ BT atau yang sering disebut dengan
Sumatera Barat. Para orang tua provinsi Sumatera Barat ini mendidik anaknya
berlandaskan atas dasar dari tatanan adat yang terdapat di daerahnya, baik ia yang
menetap di Padang, maupun yang menetap di luar Padang atau perantauan.
Karena terletak di dataran tinggi dan dikelilingi banyak gunung, provinsi Sumatera
Barat memiliki cuaca yang relatif dingin pada mayoritas daerahnya dan memiliki tanah
yang subur. Aliran air biasanya berasal dari gunung atau dari danau dan laut. Kebanyakan
masyarakat Minangkabau adalah pedagang dan petani karena mereka suka merantau dan
memiliki tanah yang subur dan cocok untuk bercocok tanam. Provinsi Sumatera Barat
tetap menjaga keaslian budaya dan bangunan turunan dari nenek moyang mereka.

2.3 POLA ASUH SUKU MINANG


Suku Minangkabau adalah suku yang berasal dari provinsi Sumatera Barat. Mayoritas
penduduknya memiliki karakter yang kuat yang sudah terlihat sejak nenek moyang jaman
dahulu kala. Suku Minang dalam mendidik anak-anak tidak terlepas dari ajaran agama
Islam karena agama adalah bagian dari kehiduan. Setiap aspek pengajaran kepada anak
selalu melibatkan agama dan tanggung jawab kepada diri sendiri.
Nilai-nilai Islam sangat berpengaruh terhadap adat Minangkabau. Dimana sistem adat
Minangkabau sangat bertalian erat dengan nilai-nilai Islam. Selain memegegang teguh
adat sebagai sumber dan pedoman dalam mendidik anak, orang Padang (Minang) juga
berpedoman pada syara’ (agama). Hal ini karena adat dan syara’ (agama) telah mendarah
daging dalam kehidupan orang Minang. Hubungan antara adat dan agama tersebut
diungkapkan dalam falsafah Minangkabau yang sangat terkenal, antara lain: “Adat
Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah. Syara’ Mangato Adat Mamakai. Cermin
Nan Indak Kabua, Palito Nan Indak Padam”7. Dalam falsafah adat Minangkabau
tersebut terdapat Nilai-Nilai Pendidikan Islam yang bersumber pada Al-qur’an dan As-
Sunnah.
Anak mendapatkan pola asuh pertama kali dari ibunya. Bundo kanduang adalah
panggilan terhadap golongan wanita menurut adat Minangkabau. Bundo kanduang adalah
ibu sejati memiliki sifat-sifat keibuan dan kepemimpinan. Jika dilihat dari falsafah adat
Minangkabau, bundo kanduang (ibu) memiliki perananan yang besar dalam mendidik

6
anaknya, karena pola asuh dari ibu sangat besar pengaruhnya dalam tumbuh kembang
anaknya. Ayah atau bapak juga memiliki peranan dalam mengasuh anaknya, tetapi yang
paling berpengaruh besar adalah ibunya. Ada pembekalan yang diberikan oleh adat
Minangkabau kepada calon ibu dan ayah dalam mendidik anak nya kelak untuk
mengahadapi perubahan zaman.

Pola asuh Minangkabau yang diterapkan dalam adat Minangkabau sudah


mencerminkan nilai-nilai Islam. Anak diajarkan untuk disiplin, tegas, mandiri, serta anak
di didik agar selalu taat beribadah kepada Allah. Karena orang tua di Minangkabau sangat
menginginkan anaknya menjadi Imam, Khatib, Bilal, dan seterusnya, yang tidak jauh dari
ajaran Islam serta paham tentang adatnya sendiri. Dan pola asuh sepereti itu bertujuan agar
anak-anaknya bisa memperoleh akhlak yang baik dan berilmu Agama dalam menjalani
kehidupan sehari-hari, itu yang diharapkan oleh setiap orang tua maupun adat
Minangkabau.

Masyarakat Minangkabau memiliki tradisi yang digunkaan oleh mereka sebagai cara
atau pola menstimulai anak. Tradisi ini sudah lama dikenal dan dilakukan secara turun
temurun, yang disebut dengan manjujai. Manjujai adalah salah satu cara para ibu di
Minangkabau dalam menyampaikan nilai-nilai kebaikan kepada anak. Bentuk-bentuk
manjujai sendiri beragam seperti pantun lagu, permainan sederhana shalawat nabi dan
lain-lain. Kegiatan ini biasanya dilantunkan kepada anak saat disusui atau ditimang
sebelum tidur.

Pengasuhan yang dilakukan oleh ibu merupakan pola asuh psikososial berupa
pemberian stimulasi akan memengaruhi perkembangan anak. Stimulasi psikososial adalah
serangkaian kegiatan perangsangan (penglihatan, bicara, pendengaran, perabaan) yang
datang dari lingkungan anak yang bertujuan untuk membantu anak mencapai tingkat
perkembangan yang optimal. Bradley dkk. menyebutkan bahwa pola asuh psikososial
meliputi reaksi emosi, dorongan positif, suasana yang nyaman, dan kasih sayang yang
ditunjukkan orang tua, serta sarana tumbuh kembang dan belajar. Dan tradisi manjujai ini
dapat digunakan sebagai stimulasi perkembangan pada anak usia dini.

Manunjai memiliki banyak manfaat dan dampak positif dalam perkembangan anak.
Pengaruh positif dari aktifitas manunjai bagi perkembangan anak, antara lain:

a) Perkembangan Bahasa,

7
b) Perkembangan Sosial-Emosional,

c) Perkembangan Moral dan Spiritual,

d) Perkemabangan Fisik-Motorik,

e) Perkembangan Psikososial,

Sebuah penelitain oleh Wiswanti dkk (2020) menunjukkan hasil bahwa partisipan
Magelang (Jawa) dan Bukittinggi (Minangkabau) yang merupakan representasi dari
masyarakat rural menunjukkan pola pengasuhan conformity (otoriter) yang lebih dominan
dibandingkan partisipan Jabodetabek. Partisipan Jawa dan Minangkabau sama-sama
menekankan pentingnya tata krama serta kepatuhan dan rasa hormat pada orang tua.

Masyarakat Minangkabau juga cenderung bersikap otoriter (conformity) dalam hal


pendidikan anaknya. Hal ini serupa dengan fenomena tiger mom yang saat ini banyak
terlihat di masyarakat Asia timur, di mana orang tua menetapkan target pencapaian dan
disiplin yang tinggi kepada anak-anaknya agar dapat berprestasi dalam bidang akademis
(Xie & Li, 2019). Masyarakat Minangkabau juga menekankan pentingnya rasa saling
menghargai dan sopan santun kepada orang yang lebih tua (Amir, 2011; RöttgerRössler
dkk., 2013; Diradjo, 2015). Meskipun terbuka kesempatan untuk mengekspresikan
pendapat dan berdiskusi, anak tetap perlu mempertimbangkan pendapat dari pihak ketiga
yang dituakan dalam mengambil keputusan (Nashori dkk., 2020).

2.4 KESEHATAN ANAK-ANAK SUKU MINANG


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Unicef tahun 2019 mengenai angka
kemiskinan yang berada di provinsi Sumatera Barat, tercatat bahwa sebanyak hampir
200.000 anak (10 persen) hidup di bawah garis kemiskinan provinsi pada tahun 2015 (Rp
12.634 per orang perhari). Namun lebih banyak rumah tangga yang berada dalam posisi
rentan dan hidup dengan pendapatan yang sedikit di atas garis kemiskinan. Hal ini
menimbulkan pengaruh terhadap tumbuh kembang anak-anak. Sebanyak 12 persen bayi
lahir dengan berat badan rendah, dan hampir empat dari 10 anak dibawah lima tahun
mengalami stunting (tinggi badan rendah dibanding usia) pada tahun 2013.
Hal ini dikarenakan kurang adanya edukasi kepada orang tua di provinsi Sumatera
Barat mengenai pentingnya kesehatan anak-anak untuk perkembangan anaknya di masa

8
mendatang. Penyebab lainnya ialah tingginya angka kemiskinan di provinsi Sumbar ini
sehingga nutrisi kepada anak tersebut tidak dapat terpenuhi seuntuhnya. Hal ini menjadi
masalah penting yang harus segera di atasi oleh pemerintah.
Kebanyakan anak-anak dari suku Minang tidak memiliki tubuh yang begitu berisi
karena kebanyakan anak banyak melakukan aktivitas di luar rumah. Namun tidak sedikit
pula anak-anak keturunan Minangkabau memiliki tubuh yang berisi. Sebab, makanan
sehari-hari orang Minang biasanya adalah daging sapi dan juga gulai yang mengandung
santan. Sebagaimana kita ketahui bahwa hal disampinga dalah pemicu timbulnya
penyakit kolesterol di masa tua nantinya. Dan ini banyak ditemui oleh orang tua minang
yang sudah terbiasa sejak kecil memakan daging dan santan, mereka kebanyakan
memiliki penyakit kolesterol. Hal ini pun menjadi kekhawatiran bagi anak-anak
keturunan Minang.

9
BAB III

3.1 KESIMPULAN

Berdasarkan penggambaran pola asuh suku Minang ini, maka dapat diketahui bahwa
pola yang diberikan oleh orang tua keturunan suku Minangkabau adalah didikan yang
melibatkan agama. Dalam hal mendidik, masyarakt Minangkabau percaya bahwa ibu
memilki peran yang besar terhadap anaknya. Cara agar anak dapat memilki karakter
pribadi yang baik yakni dengan didik sejak kecil semasih di dalam gendongan ibu.
Masyarakat Minangkabau mendidik anak dengan tradisi yang disebut ‘Manjujai’ yakni
tradisi menyapih anak kecil dalam gendongan ibu yang bertujuan menyampaikan nilai-
nilai kebaikan kepada anaknya melalui nyanyian, pantun lagu, permainan sedrhana dan
sholawat nabi. Dari tradisi manjujai ini dapat berdampak pada perkembanagn bahasa,
sosial-emosional, moral dan spiritual, fisik dan motorik, serta perkembanagn psikososial.
Sebab, ajaran yang disampaikan ibu mencakup segala perkembanagn yang diharapkan
akan berkembang pada anaknya.

Secara garis besar, kesehatan anak-anak keturunan suku Minangkabau terutama yang
tinggal di Sumatera Barat sangat riskan terhadap kekurangan gizi. Sebab mereka hidup
dibawah garis kemiskinan dan asupan gizi yang dibutuhkan kurang terpenuhi. Hal ini
terbukti bahwa 12 persen dari bayi di Sumatera Barat lahir dengan kurang gizi dan
stunting (Unicef,2019). Hal ini pun perlu menjadi perhatian pemerintah mengenai
fenomena perkembangan anak ini.

10
DAFTAR PUSTAKA

https://www.unicef.org/indonesia/sites/unicef.org.indonesia/files/2019-06/Bahasa
%20Sumatera%20Barat%20low%20res2.pdf

Pratama, A. (2019). NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DAN POLA ASUH


ORANG TUA DALAM FALSAFAH HIDUP ADAT MINANGKABAU (ADAT BASANDI
SYARA’, SYARA’BASANDI KITABULLAH) UNTUK MELAHIRKAN MASYARAKAT
YANG TANGGUH, DI KOTA PAYAKUMBUH, SUMATERA BARAT (Doctoral
dissertation, Universitas Islam Indonesia).

We, A. Y., & Fauziah, P. Y. (2020). Tradisi Kearifan Lokal Minangkabau “Manjujai”
untuk Stimulasi Perkembangan Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia
Dini, 5(2), 1339-1351.

Wiswanti, I. U., Kuntoro, I. A., Rizqi, N. P. A., & Halim, L. (2020). Pola asuh dan
budaya: Studi komparatif antara masyarakat urban dan masyarakat rural Indonesia. Jurnal
Psikologi Sosial, 18(3), 211-223.

11

Anda mungkin juga menyukai