Anda di halaman 1dari 21

Perlindungan Anak

Tugas 1

Resume

Hakikat Perlindungan Anak Usia Dini

Disusun Oleh:

Nama: Mutiara Nur Alifah

NIM: 19022029

Dosen Pengampu: Serli Marlina, S.Pd., M.Pd

PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

27 Februari 2021
A. Pengertian Anak

Anak menurut bahasa adalah keturunan kedua sebagai hasil antara hubungan
pria dan wanita. Dalam konsideran Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
perlindungan anak, dikatakan bahwa anak adalah amanah dan karuni Tuhan Yang
Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia
seutuhnya. (M. Nasir Djamil, 2013:8)

Lebih lanjut dikatakan bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda
penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri
dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada
masa depan. Oleh karena itu agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung
jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk
tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan
berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan
kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya
serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. (M. Nasir Djamil, 2013:8)

Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa pembuat undang-undang


(DPR dan Pemerintah) memiliki politik hukum yang responsif terhadap
perlindungan anak. Anak ditempatkan pada posisi yang mulia sebagai amanah
Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki peran strategis dalam menjamin
kelangsungan eksistensi negara ini. Melalui UU No. 35 tahun 2014 tersebut,
jaminan hak anak dilindungi, bahkan dibentuk Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) yang memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan efektivitas
perlindungan anak.
B. Pengertian Perlindungan Anak

Perlindungan anak adalah sebagai segala kegiatan untuk menjamin dan


melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh berkembang dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabatat kemanusiaan
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Perlindungan ini
dilakukan di lembaga Pendidikan anak Usia Dini dalam bentuk perlindungan
yang diterima oleh anak dalam situasi dan kondisi tertentu untuk mendapatkan
jaminan rasa aman terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam
tumbuh kembangnya.

Mengacu pada UU Nomor 23 Tahun 2002, perlindungan anak adalah segala


kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.

C. Karakteristik Anak Usia Dini

Masa usia dini merupakan masa kecil ketika anak memiliki kekhasan dalam
bertingkah laku. Bentuk tubuhnya yang mungil dan tingkah lakunya yang lucu,
membuat orang dewasa merasa senang, gemas dan terkesan. Namun, terkadang
juga membuat orang dewasa merasa kesal, jika tingkah laku anak berlebihan dan
tidak bisa dikendalikan.
Segala bentuk aktivitas dan tingkah laku yang ditunjukkan seorang anak pada
dasarnya merupakan fitrah. Sebab, masa usia dini adalah masa perkembangan dan
pertumbuhan yang akan membentuk kepribadiannya ketika dewasa. Seorang anak
belum mengerti apakah yang ia lakukan itu berbahaya atau tidak, bermanfaat atau
merugikan, serta benar maupun salah. Hal yang terpenting bagi mereka adalah ia
merasa senang dan nyaman dalam melaukannya. Oleh karena itu, sudah menjadi
tugas orang tua dan pendidikan untuk membimbing dan mengarahkan anak dalam
beraktivitas supaya yang dilakukannya tersebut dapat bermanfaat bagi dirinya
sehingga nantinya dapat membentuk kepribadian yang baik.

Islam mengajarkan bahwa manusia diciptakan dalam keadaan suci (fitrah) dan
menyusun drama kehidupannya sesudah kelahiran dan bukan sebelumnya. Tidak
peduli di lingkungan keluarga atau masyarakat macam apa dia dilahirkan, setiap
manusia dilahirkan dalam keadaan suci. Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan
bersih, dengan mendasarkan posisinya pada otonomi dan individualitas mutlak.
(Isma’il Raji Al-Faruqi, Tauhid, 1995)

Ketika dikatakan bahwa aktivitas dan tingkah laku anak merupakan fitrah.
Maka memang sejalan dengan penciptaan manusia. Manusia itu adalah suci, maka
semua bentuk aktivitas yang dilakukannya adalah prilaku dirinya sendiri yang
dibentuk dari lingkungannya. Manusia itu memiliki posisi yang otonom, maka
anak ketika bertindak di depan orang lain itu adalah hak yang mereka miliki, hak
sadar yang mereka lakukan meskipun belum memahami apa maksud yang mereka
lakukan.
Sigmund Freud memberikan ungkapan “child is father of man” artinya anak
adalah ayah dari manusia. Maksudnya adalah masa anak berpengaruh terhadap
perkembangan kepribadian masa dewasa seseorang (Muhammad Fadillah, 2012).
Melihat ungkapan Freud, menunjukkan bahwa perkembangan anak sejak masa
kecil akan berpengaruh ketika anak tersebut dewasa. Pengalaman-pengalaman
yang diperoleh anak secara tidak langsung akan tertanam pada diri seorang anak.
Untuk itu sebagai orang tua dan pendidik wajib mengerti karakteristik-
karakteristik anak usia dini, supaya segala bentuk perkembangan anak dapat
terpantau dengan baik. Berikut ini adalah beberapa karakteristik anak usia dini:

1. Anak Usia Dini Bersifat Unik


Setiap anak berbeda antara satu dengan lainnya dan tidak ada dua anak yang
sama persis meskipun mereka kembar identik. Mereka memiliki bawaan, ciri,
minat, kesukaan dan latar belakang yang berbeda. Menurut Bredekamp (1987)
anak memiliki keunikan tersendiri seperti dalam gaya belajar, minat, dan latar
belakang keluarga. Keunikan dimiliki oleh masing-masing anak sesuai dengan
bawaan, minat, kemampuan dan latar belakang budaya kehidupan yang
berbeda satu sama lain. Meskipun terdapat pola urutan umum dalam
perkembangan anak yang dapat diprediksi, namun pola perkembangan dan
belajarnya tetap memiliki perbedaan satu sama lain.
2. Anak Usia Dini Berada Dalam Masa Potensial
Anak usia dini sering dikatakan berada dalam masa “golden age” atau masa
yang paling potensial atau paling baik untuk belajar dan berkembang. Jika
masa ini terlewati dengan tidak baik maka dapat berpengaruh pada
perkembangan tahap selanjutnya.
3. Anak Usia Dini Bersifat Relatif Spontan
Pada masa ini anak akan bersikap apa adanya dan tidak pandai berpura-pura.
Mereka akan dengan leluasa menyatakan pikiran dan perasaannya tanpa
memedulikan tanggapan orang-orang di sekitarnya.
4. Anak Usia Dini Cenderung Ceroboh dan Kurang Perhitungan
Anak usia dini tidak mempertimbangkan bahaya atau tidaknya suatu tindakan.
Jika mereka ingin melakukan maka akan dilakukannya meskipun hal tersebut
dapat membuatnya cedera atau celaka.
5. Anak Usia Dini Bersifat Aktif dan Energik
Anak usia dini selalu bergerak dan tidak pernah bisa diam kecuali sedang
tertidur. Maka sering kali dikatakan bahwa anak usia dini “tidak ada matinya”
6. Anak Usia Dini Bersifat Egosentris
Mereka cenderung memandang segala sesuatu dari sudut pandanganya sendiri
dan berdasar pada pamahamannya sendiri saja. Mereka juga menganggap
semua benda yang diinginkannya adalah miliknya. Pada umumnya anak
masih bersifat egosentris, ia melihat dunia dari sudut pandang dan
kepentingannya sendiri. Hal itu bisa diamati ketika anak saling berebut main,
atau menangis ketika menginginkan sesuatu namun tidak dipenuhi oleh orang
tuanya. karakteristik ini terkait dengan perkembangan kognitif anak. Menurut
Piaget, anak usia dini berada pada tahapan: 1) tahap sensori motorik, 2) tahap
praoperasional, 3) tahap operasional konkret.
7. Anak Usia Dini Memiliki Rasa Ingin Tahu yang Kuat Rasa ingin tahu yang
dimilikinya sangat tinggi sehingga mereka tak bosan bertanya “apa ini dan apa
itu” serta “mengapa begini dan mengapa begitu” . Anak berpandangan bahwa
dunia ini dipenuhi hal-hal yang menarik dan menakjubkan. Hal ini mendorong
rasa ingin tahu yang tinggi. Rasa ingin tahu anak bervariasi, tergantung apa
yang menarik perhatiannya. Rasa ingin tahu ini sangat baik dikembangkan
untuk memberikan pengetahuan yang baru bagi anak dalam rangka
mengembangkan kognitifnya. Semakin banyak pengetahuan yang didapat
berdasar kepada rasa ingin tahu anak yang tinggi, semakin kaya daya pikir
anak.
8. Anak Usia Dini Berjiwa Petualang
Karena rasa ingin tahunya yang besar dan kuat membuat anak usia dini ingin
menjelajah berbagai tempat untuk memuaskan rasa ingin tahu tersebut dengan
cara mengeksplor benda dan lingkungan di sekitarnya.
9. Anak Usia Dini Memiliki Imajinasi dan Fantasi yang Tinggi
Daya imajinasi dan fantasi anak sangat tinggi hingga terkadang banyak orang
dewasa atau orang yang lebih tua menganggapnya sebagai pembohong dan
suka membual. Namun sesungguhnya hal ini karena mereka suka sekali
membayangkan hal-hal di luar logika. Anak memiliki dunianya sendiri,
berbeda dengan orang dewasa. Mereka tertarik dengan hal-hal yang bersifat
imajinatif sehingga mereka kaya dengan fantasi
10. Anak Usia Dini Cenderung Mudah Frustrasi
Anak usia dini cenderung mudah putus asa dan bosan dengan segala hal yang
dirasa sulit baginya. Mereka akan segera meninggalkan kegiatan atau
permainan yang bahkan belum diselesaikannya.
11. Anak Usia Dini Memiliki Rentang Perhatian yang Pendek
Rentang perhatian anak usia dini tidak terlalu panjang, itulah sebabnya
mengapa mereka tidak bisa diam dan sulit diajak fokus pada kegiatan yang
membutuhkan ketenangan. Pada umumnya anak sulit untuk berkonsentrasi. Ia
selalu cepat mengalihkan perhatian dari kegiatan yang satu kepada kegiatan
lainnya, kecuali kegiatan tersebut sangat menyenangkan dirinya. Rentang
konsentrasi anak usia dini umumnya adalah sepuluh menit untuk dapat duduk
dan memperhatikan sesuatu secara nyaman. Pembelajaran dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan yang bervariasi dan menyenangkan,
sehingga tidak membuat anak terpaku di tempat dan menyimak dalam jangka
waktu tertentu.

Selain karakteristik-karakteristik tersebut, karakteristik lain juga tidak


kalah penting dan patut dipahami oleh setiap orang tua maupun pendidik ialah
anak suka meniru dan bermain. Kedua karakteristik ini sangat dominan
mempengaruhi perkembangan anak usia dini. Suka meniru, maksudnya apa yang
anak lihat dari seseorang dan sangat mengesankan bagi dirinya sehingga anak
akan meniru dan melakukan sebagaimana yang ia lihat. Meskipun apa yang dia
lihat tersebut tidak bermanfaat bagi dirinya, dan bahkan anak-anak tidak mengerti
apakah itu baik atau buruk. Yang diketahui anak adalah bahwa yang ia lihat
tersebut sangat berkesan bagi dirinya sehingga ia berusaha untuk menirunya.

D. Kriteria Anak Yang Perlu Di Lindungi

1. Dari Kehidupan yang tidak layak


Kehidupan yang tidak layak mengacu pada tumbuh kembang anak yang tidak
semestinya. Telah menjadi rahasia umum, dewasa ini, orang tua begitu sibuk
bekerja sehingga keseharian anak tidak lepas dari baby sitter. Memang, orang
tua bekerja demi anak-anak tetapi ada hal yang terabaikan disini. Kebutuhan
anak secara materi mungkin tercukupi namun tak bisa dipungkiri anak tak
memiliki keintiman dengan orang tua. Padahal intimacy merupakan kebutuhan
anak yang seharusnya tidak boleh tidak dipenuhi. Membutuhkan waktu untuk
bersama-sama dengan orang tua, anak membutuhkan interaksi dengan orang
tua, dan anak membutuhkan keintiman dengan orang tua. Semua ini
merupakan indikator kehidupan yang layak.
2. Dari ketiadaan pelayanan kesehatan.
Tentu saja yang dimaksudkan disini termasuk gizi. Faktanya, gizi menentukan
kualitas seorang individu. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan
pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, dapat menurunkan
produktivitas, menurunkan daya tahan, meningkatkan kesakitan, bahkan
mengakibatkan kematian. Anak harus dilindungi dari semua ini.
3. Dari peniadaan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang
Memperoleh pendidikan dalam segala bentuk dan tingkatan,dan memiliki taraf
hidup secara memadai untuk pengembangan fisik, mental, spiritual, moral dan
sosial merupakan hak anak yang mesti dipenuhi. Hak ini termasuk akses
pendidikan, informasi dan bimbingan, dan hak untuk bermain dan berwisata.
Tumbuh dan berkembang juga mengacu pada kesempatan untuk
berpartisipasidalam kegiatan seni dan budaya, pengembangan kepribadian, dan
hak memiliki keluarga. Faktanya, hingga kini banyak anak yang tidak dapat
menikmati hak berkembang secara wajar karena berbagai alasan.
4. Dari ketiadaan perlindungan
Dengan alasan apa pun, tidak boleh ada diskriminasi terhadap anak, baik
secara ras, warna kulit, asal usul suku/bangsa, asal usul sosial, kondisi
ekonomi, kondisi fisik, maupun status dan jenis kelamin. Anak-anak juga tidak
boleh dieksploitasi secara seksual, perdangan anak, dan pornografi anak.
Disamping itu, anak-anak juga harus dilindungi dari krisis dan keadaan darurat.
Mungkin karena hal inilah banyak pihak mengecam tindaka tidak protektif
terhadap anak di daerah konflik.
5. Dari peniadaan hak untuk berpartisipasi
Tak bisa dipungkiri, hak berpartisipasi mungkin merupakan hak anak yang
paling banyak dilanggar. Anak berhak untuk menyatakan pendapat dan
mendapat pertimbangan atas pendapatnya itu. Selain itu, anak juga harus
diberikan kesempatan untuk berkumpul dan berserikat.
6. Dari kekerasan
Anak harus mendapatkan perlindungan dari kekerasan dalam berbagai bentuk
dengan alasan apa pun. Kita tahu, kekerasan yang sering menimpa anak antara
lain kekerasan fisik, verbal, pelecehan seksual, dsb. Harus ada jaminan bagi
anak untuk semua ini
E. Cara Melindungi Anak

Prinsip-prinsip Perlindungan Anak yang wajib untuk dilindungi dan


dijalankan oleh Pemerintah Daerah sesuai amanat dari UU Perlindungan Anak,
adalah:

1. Anak tidak dapat berjuang sendiri, salah satu prinsip yang digunakan dalam
perlindungan anak adalah: anak itu adalah modal utama kelangsungan hidup
manusia, bangsa, dan keluarga, untuk itu hak-haknya harus dilindungi. Anak
tidak dapat melindungi sendiri hak-haknya, banyak pihak yang mempengaruhi
kehidupannya
2. Kepentingan terbaik anak (the best interest of the child), agar perlindungan
anak dapat diselenggarakan dengan baik, dianut prinsip yang menyatakan
bahwa kepentingan terbaik anak harus dipandang sebagai of paramount
importence (memperoleh prioritastertinggi) dalam setiap keputusan
menyangkut anak. Tanpa prinsip ini perjuangan untuk melindungi anak akan
mengalami banyak batu sandungan
3. Ancangan daur kehidupan (life-circle approach), perlindungan anak mengacu
pada persamaan pada pemahaman bahwa perlindungan anak harus dimulai
sejak dini dan terus menerus. Janin yang berada dalam kandungan perlu
dilindungi dengan gizi termasuk yodium dan kalsium yang baik melalui
ibunya. Jika ia telah lahir, maka diperlukan air susu ibu (ASI) dan pelayanan
kesehatan primer dengan memberikan pelayanan imunisasi dan lain-lain,
sehingga anak terbebas dari berbagai mungkin kecacatan dan penyakit
4. Lintas Sektoral, nasib anak tergantung dari berbagai faktor, baik yang makro
maupun mikro, yang lansung maupun tidak lansung (Widiantari 2017).

Perlindungan anak harus menjadi bagian dari Misi lembaga, artinya semua
anak yang ada di Satuan PAUD harus terlindung dari kekerasan fisik dan
kekerasan non fisik, antara lain:
1. Memastikan lingkungan, alat, dan bahan main yang digunakan anak dalam
kondisi aman, nyaman dan menyenangkan.
2. Memastikan tidak ada anak yang terkena bully atau kekerasan fisik ataupun
ucapan oleh teman, guru, atau orang dewasa lainnya disekitar Satuan PAUD.
3. Mengenalkan kepada anak bagian tubuh yang boleh disentuh dan yang tidak
boleh disentuh.
4. Mengajarkan anak untuk dapat menolong dirinya apabila mendapat perlakuan
tidak nyaman, misalnya meminta pertolongan atau menghindari tempat dan
orang yang dirasakan membahayakan.
5. Semua area di satuan PAUD berada dalam jangkauan pengawasan guru.
6. Semua anak mendapat perhatian yang sama sesuai dengan kebutuhan dan
kondisinya.
7. Memastikan semua guru terbiasa ramah, menghormati, menyayangi, serta
peduli kepada semua anak dengan tidak mecap atau melabelkan sesuatu pada
anak.
8. Menumbuhkan situasi di area Satuan PAUD penuh keramahan, santun, dan
saling menyayangi.
9. Memastikan saat anak pulang sekolah dalam posisi aman (ada orang dewasa
yang mendampingi)
10. Menangani dengan segera ketika anak mengalami kecelakaan yang terjadi di
Lembaga PAUD.

Adapun yang bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan kepada


anak, sesuai dengan undang-undang adalah, Negara, pemerintah, masyarakat,
keluarga dan orang tua.

1. Peran Negara dan pemerintah


a) Melaksanakan regulasi yang memimpin terpenuhinya hak-hak anak
b) Memfasilitasi terpenuhi hak-hak anak
c) Kebijakan dan program-program
2. Peran Masyarakat sesuai undang-undang
a) memberikan informasi melalui sosialisasi dan edukasi mengenai hak anak
dan peraturan perundang-undangan tentang anak.
b) Memberikan masukan dalam perumusan kebijakan yang terkait
perlindungan anak
c) Melaporkan kepada pihak yang berwenang jika terjadi pelanggaran hak
anak
d) Berperan aktif dalam proses rehabilitasi dan reintegrasi sosial bagi anak
e) Melakukan pemantauan, pengawasan dan ikut bertanggung jawab
terhadap penyelenggaraan perlindungan anakPeran serta masyarakat
dalam dapat dilakukan bentuk; lembaga perlindungan anak, lembaga
kesejahteraan sosial, organisasi kemasyarakatan, lembaga pendidikan,
media massa
3. Peran Keluarga
a) Pendidikan dan pengasuhan
b) Kesehatan
c) Kesejahteraan
d) Pemanfaat waktu luang
e) Melakukan kegiatan budaya
f) Mencegah eksploitasi
F. Anak Sebagai Subyek Hukum

Mengingat keberadaan anak sebagai generasi penerus perjuangan cita-cita


bangsa dan sebagai kandidat-kandidat pimpinan masa depan, maka kedudukan
anak di negara ini menjadi cukup penting, karena orientasinya mengarah kepada
pembangunan bangsa di era reformasi dan globalisasi yang semakin tidak tentu
arah tersebut dan tidak mengenal adanya kompromi, semakin sempitnya naluri
manusia pada sikap kebangsaan dan menipisnya jiwa kepahlawanan. Oleh
karena itu anak-anak perlu memperoleh perhatian yang cukup serius bukan saja
menyangkut ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi perlu pada pertimbangan
agama, hukum, dan sosiologis yang mendudukkan pengertian anak semakin
rasional dan aktual dalam segala matra dan bidang. (soejono, 1990)

Khusus dalam kawasan hukum anak memang dipandang sebagai subjek


hukum. Di mana dalam peletakan anak sebagai subjek hukum tersebut lahir dari
proses sosialisasi berbagai nilai ke dalam peristiwa hukum secara substansial
yang mencakup pada peristiwa hukum maupun hubungan hukum yang memiliki
andil dalam ruang lingkup hukum perdata maupun hukum publik, khususnya
hokum pidana. Namun jika ditelusuri lebih jauh lagi bahwa sebenarnya,
berlakunya manusia sebagai pembawa hak, mulai dari saat ia dilahirkan dan
berakhir pada saat ia meninggal dunia; malah seorang anak yang masih dalam
kandungan ibunya dapat dianggap sebagai pembawa hak (dianggap telah lahir).
(kansil, 1986)

Dalam upaya menempatkan posisi anak ke dalam subjek hukum yang nornal
atau layaknya seorang yang disebut sebagai subjek hukum, ada beberapa faktor
yang menjadi pertimbangan utama meliputi unsur-unsur internal maupun unsur-
unsur eksternal, yaitu :
1. Unsur internal dalam diri anak :
a) Subjek hukum, sebagai seorang anak juga digolongkan sebagai human
right yang terkait dalam ketentuan-ketentuan peraturan perundang-
undangan. Ketentuan dimaksud diletakkan pada anak dengan golongan
orang yang belum dewasa, seorang yang berada dalam perwalian, orang
yang tidak mampu melakukan perbuatan hukum.
b) Persamaan hak dan kewajiban anak (recht gelijkstelling en kind plicht),
seorang anak juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan
orang dewasa yang diberikan oleh ketentuan perundang-undangan dalam
melakukan perbuatan hukum. Hukum memposisikan anak sebagai
mediator hukum untuk dapat memperoleh hak-hak dan atau melakukan
kewajiban-kewajiban dan atau dapat disejajarkan dengan kedudukan orang
dewasa atau disebut sebagai subjek hukum normal.
2. Unsur eksternal pada diri anak :
a) Ketentuan hukum atau persamaan kedudukan dalam hukum (gelijkstelling
in voor het recht), dapat memberikan legalitas formal terhadap anak
sebagai seorang yang tidak mampu untuk berbuat peristiwa hukum yang
dicantumkan oleh ketentuan-ketentuan peraturan hukum itu sendiri.
Demikian pula ketentuan-ketentuan yang membuat perincian tentang
klasifikasi kemampuan dan kewenangan berbuat peristiwa hukum dari
anak yang bersangkutan.
b) Hak-hak istimewa (bijzondere rechten) yang diberikan negara atau
pemerintah yang bersilsilah dari Undang-Undang Dasar 1945 dan
perundang-undangan lainnya
G. Landasan Perlindungan Anak

Landasan filosofis, sosiologis dan yuridis. Landasan filosofis terkait


pandangan hidup bangsa, yaitu Pancasila. Landasan sosiologis, terkait dengan
keadaan sosial ekonomi, serta landasan yuridis yaitu Konvensi Hak Anak
( konvensi tentang hak anak ) serta Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak. Prinsip-prinsip atau asas-asas dalam perlindungan anak termasuk:
hak atas kelangsungan hidup ( survival ), hak untuk berkembang ( development ),
hak atas perlindungan ( protection ) dan hak untuk berpartispasi dalam
kehidupan masyarakat (partisipasi ).

H. Prinsip-Prinsip Konvensi Anak

Pada tanggal 20 November 1987 Majlis Umum PBB telah mensahkan


Konvensi Hak Anak (KHA) yang memuat ketentuan-ketentuan yang berkaitan
dengan persoalan anak. Termasuk di dalamnya prinsip-prinsip dasar hak anak itu
sendiri yang kemudian diadopsi menjadi UU Perlindungan Anak No 23 Tahun
2002.Empat prinsip itu adalah non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak,
hak untuk hidup, kelangsungan dan perkembangan serta penghargaan terhadap
pendapat anak.

1. Non diskriminasi
Bermakna bahwa semua anak berhak mendapatkan keadilan atas hak-haknya
tanpa dibatasi oleh perbedaan suku, warna kulit, agama, status sosial dan lain
sebagainya.Dalam praktiknya perilaku diskriminatif masih saja terjadi di
lingkungan rumah tangga, sekolah, masyarakat dan lain sebagainya. Disadari
atau tidak kadang orang tua cenderung akan membedakan perlakuan terhadap
anak-anaknya disebabkan karena faktor jenis kelamin, pintar atau bodoh,
penurut atau tidak serta faktor lainnya.Kebijakan non diskriminasi hanya akan
melanggengkan kekerasan di rumah tangga itu sendiri baik antara orang tua
dengan anak maupun antara sesama anaknya. Kebijakan reward dan
punishment sah-sah saja dilakukan oleh orang tua kepada anak-anaknya.
Namun tentunya itu dilakukan secara proporsional agar tidak memicu
kecemburuan atau memberikan peluang konflik baru.
2. kepentingan terbaik bagi anak
Dalam setiap pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan anak maka anak-
anak harus dilibatkan. Sekarang sudah bukan zamannya situ nurbaya lagi,
namun fenomena siti nurbaya masih banyak kita temui baik diperkotaan
apalagi di pedesaan. Sudah saatnya pendidikan anak berpusat pada anak.
Kemauan anak harus menjadi dasar pembuatan kebijakan itu sendiri. Namun,
jika pendapat anak tersebut tidak rasional maka itu tugas orang dewasa untuk
memberikan pemahaman yang baik sesuai dengan tingkat usia dan
perkembangan mereka.
3. Hak untuk hidup, kelangsungan dan perkembangan
Prinsip ini menjelaskan tentang jaminan terhadap kelangsungan hidup anak.
Artinya segala potensi yang akan membahayakan anak harus diminimalisir di
setiap lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat. Rumah dan sekolah harus
menjadi tempat yang bersahabat dengan anak agar mereka nyaman untuk
belajar, bermain, memanfaatkan waktu luang dan lain sebagainya.
4. Penghargaan terhadap pendapat anak
Sebagian dari orang tua atau guru masih alergi dengan yang namanya
pendapat anak. Sering sekali hak anak untuk berpendapat dimaknai sinis oleh
guru maupun orang tua. Padahal jika sejak dini anak dibiasakan untuk belajar
berpendapat maka kelak ketika dewasa dia terbiasa dengan perbedaan
pendapat itu sendiri. Saat ini banyak peristiwa perbedaan pendapat yang
menuju kepada konflik dan kekerasan disebabkan karena tidak siap dengan
perbedaan itu sendiri.
I. Hak dan Kewajiban Anak

Hak dan kewajiban anak diatur dalam ketentuan Pasal 4 - Pasal 19


Undang-Undang 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah diubah
dengan Undang-Undang 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

1. Hak Anak
Hak anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin, dilindungi,
dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan pemerintah
daerah. Mengenai hak anak penulis, mengelompokan menjadi beberapa
bidang, yaitu:
1) Perorangan / Pribadi
a. Untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
wajar sesuai dengan martabat kemanusian, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan nasional.
b. Suatu nama atas identitas diri dan status kewarganegaraan.
c. Berhak untuk berbicara sesuai dengan agamanya, berpikir, dan
berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam
bimbingan orang tua ata wali.
d. Untuk melihat orang tua, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya
sendiri.
e. Dalam keadaan terlantar berhak diasuh atau diangkat sebagai anak
asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan
peraturan-undangan yang berlaku.
2) Kesehatan
Memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan
kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
3) Pendidikan
a. Memperoleh Pendidikan dan membangun dalam rangka
pengembangan dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan
bakat.
b. Mendapat perlindungan di satuan Pendidikan dari kejahatan seksual
dan kekerasan yang dilakukan pendidik, dan / atau pihak lain.
c. Memperoleh Pendidikan luar biasa bagi anak penyandang disabilitas,
dan mendapatkan Pendidikan khusus bagi anak yang memilki
unggulan.
4) Sosial Kemasyarakatan
a. Menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan
memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya
demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan
kepatutan.
b. Untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan
anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan
minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
c. Memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf
kesejahteraan sosial bagi anak penyandang disabilitas
5) Hukum
a. Mendapat perlindungan dari kewarganegaraan, eksploitasi baik
ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan,
penganiayaan, ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya selama
dalam masa pengasuhan.
b. Untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali ditentukan lain sesuai
dengan ketentuan peraturan-undangan.
c. Memperoleh perlindungan dari keterlibatan dalam kegiatan politik,
pelibatan dalam sengketa, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan
dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan, pelibatan dalam
peperangan, kejahatan sesksual.
d. Memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan,
atau penjatuhan yang tidak manusiawi.
e. Memperoleh kebebasan demi hukum.
2. Kewajiban Anak
Setiap anak berkewajiban untuk:
1) Menghormati orang tua, wali dan guru.
2) Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman.
3) Mencintai tanah air, bangsa, dan negara.
4) Menunaikan ibadah sesuai dengan ajarannya.
5) Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

Hak dan kewajiban harus seimbang, walaupun hak anak merupakan hak dasar,
namun hak dasar tersebut tidak boleh bertentangan atau bertentangan dengan hak
dasar individu lainnya. (RenTo) (120319)
DAFTAR PUSTAKA

Chahyo, Nugroho Okky. 2009. Perlindungan Anak. Universitas Indonesia. FISIP UI

Isma’il Raji Al-Faruqi. 1995.Tauhid. Bandung: Pustaka

Muhammad Fadillah. 2012. Desain Pembelajaran PAUD.Yogyakarta: Ar-Ruzz


media

Kansil. 1986. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka

Kemenetrian Negara perencanaan pembangunan Nasional, badan perencanaan


Pembangunan nasional, 2009 Pedoman Umum Pengembangan Anak Usia
Dini Holistik Integratif, Jakarta.

Kementrian pendidikan dan kebudayaan, 2015, Petunjuk Teknis Penyelenggaraan


PAUD Holistik Integratif si Satuan PAUD, Jakarta.

Kementrian pendidikan dan kebudayaan, 2016 Bahan Kebijakan pembinaan


Pendidikan Anak Usia Dini,

M. Nasir Djamil. 2013. Anak Bukan Untuk Dihukum. Jakarta: Sinar Grafika

Soejono, Soekanto. 1990. Sosiologi Keluarga, Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja dan
Anak. jakarta: Rineka Cipta

Prima kuswanti, dkk. 2017. layanan perlindungan dan kesejahteraan. Jakarta:


Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Widiantari, Kadek. 2017. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Berkonflik
Dengan Hukum Yang Dijatuhi Pidana Pelatihan Kerja. jurnal
Masalah- Masalah Hukum 46(4): 299307.

Anda mungkin juga menyukai