Referat Empiema Word Contoh
Referat Empiema Word Contoh
Hal
DAFTAR ISI........................................................................................................................i
i
DAFTAR TABEL
Hal
Hal
Gambar 3B Posisi pemasangan chest tube di anterior dan aksila dada kiri ...... 17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Empiema saat ini masih menjadi masalah penting dalam bidang penyakit paru. Angka
kematian penyakit ini berkisar antara 5 hingga 30 persen dengan insidens bervariasi berdasar
kondisi komorbid. Penelitian lain melaporkan bahwa 5-10% pasien pneumonia yang dirawat
di rumah sakit berkembang menjadi empiema dan angka kematian meningkat secara
bermakna dibandingkan pasien pneumonia tanpa empiema. Angka kematian juga akan
meningkat hingga 40% pada immunocompromised.1 Walaupun terapi antibiotika berkembang
pesat, drainase pleura memadai dan pembedahan dekortikasi tersedia, terapi ini belum dapat
menurunkan angka kematian empiema. Pada 20-30% pasien empiema, pemberian antibiotika
dan drainase dengan perkutaneous chest tube gagal mengendalikan infeksi.2
Sejak ditemukannya antibiotik, penyakit ini diperkirakan sudah jauh berkurang,
namun meskipun demikian morbiditas maupun mortalitasnya masih cukup tinggi.3,11,13 Di
Inggris angka kejadian Pneumonia dilaporkan sebanyak 5 sampai 11 kasus per 1000 populasi,
dan 40 – 57% disertai empiema. Di bagian Paru RSU Dr. Soetomo Surabaya tahun 2000 -
2004, dirawat sebanyak 1,07 – 1,29% penderita dengan empiema toraks, dengan
perbandingan pria : wanita = 3,4: 1.3Efusi parapneumonia (EPP) adalah penyebab utama
Empiema toraks (ET), sekitar 20-60 % pasien yang dirawat karena pneumonia akan menjadi
efusi parapneumonia dan 5-10% akan menjadi empiema toraks.4 Sebanyak 60-70 % pasien
dengan empiema memiliki penyakit dasar yang serius. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
dan tumor paru mempunyai kontribusi sekitar sepertiga dari pasien dengan empiema. Infeksi
bakteri dan virus mempunyai peran dalam timbulnya empiema. Hampir 50% pasien dengan
empiema menunjukkan infeksi bakteri Streptococcus pneumonia, Staphylococcus aureus,
bakteri gram negatif seperti Klebsiella pneumoniae dan bakteri anaerob. Infeksi virus dan
mikoplasma hanya terjadi pada sebagian kecil pasien dengan empiema.1
Sampai saat ini terapi ET masih terus diteliti. Tahun 1875 Gotthard Biilau melakukan
irigasi tertutup dengan menggunakan chest tube pada ET tetapi Berger dkk menyatakan
bahwa irigasi secepatnya pada pasien ET dapat dilakukan pada semua pasien. Fishman dkk
menyarankan pada pasien dengan imunokompromissed secepatnya dilakukan dekortikasi.4,5
Berdasarkan The American College of Chest physicians (ACPP) dan the British Thorasic
Society (BTS) irigasi intrapleura sangat disarankan pada efusi parapneumonia komplikasi.3
1
Keberhasilan terapi dipengaruhi oleh penyakit yang mendasarinya dan penggunaan
antibiotik. Penggunaan antibiotik menurunkan insiden ET 60%-70% yang disebabkan oleh
Streptococcus pneumonia. Terapi ET yang optimal saat ini masih kontroversial. Terapi yang
dilakukan ialah pemberian antibiotik dengan atau tanpa kombinasi dengan Chest tube dan
dekortikasi. Diagnosis dan terapi yang cepat dapat mengurangi angka kesakitan dan
kematian.5,6 Dalam mengelola penderita empiema, faktor utama yang mempengaruhi
mortalitas dan morbiditas adalah tindakan yang bertujuan untuk mengosongkan pus dan
menutup rongga pleura. Untuk memperbaiki morbiditas, diperlukan diagnosa dan pendekatan
pengobatan sedini mungkin.7
Efusi parapneumonia adalah penyebab utama dari efusi pleura eksudatif dan terutama
disebabkan oleh pneumonia komuniti atau pneumonia nosokomial. Klasifikasi EPP dibagi
menjadi tiga yaitu efusi parapneumoni tidak terkomplikasi yang diterapi dengan antibiotik,
EPP komplikasi diterapi dengan irigasi rongga pleura untuk mencegah sepsis dan empiema,
tahap terakhir ialah empiema diterapi dengan antibiotik dan irigasi pus. 1 Prinsip dari
tatalaksana empiema adalah harus segera mengevakuasi pus dari rongga pleura,
tatalaksananya cukup sulit oleh karena itu penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut
tentang irigasi pada empiema sebagai tatalaksana dari empiema.
BAB II
DEFINISI, ETIOLOGI, DAN PATOGENESIS
EMPIEMA
Empiema toraks (ET) adalah akumulasi pus dirongga pleura dapat bersekat atau tidak
bersekat. Semua efusi pleura yang berhubungan dengan pneumonia bakteri, abses paru atau
bronkiektasis disebut efusi parapneumonia (EPP). Sedangkan dikatakan empiema apabila
akumulasi pus di rongga pleura dimana pemeriksaan cairan pleura didapatkan berat jenis lebih
dari 1.018, jumlah leukosit lebih dari 500sel/mm 3 atau protein lebih dari 2,5 g/dl. Vianna
mendefinisikan empiema dengan hasil kultur cairan pleura positif atau leukosit lebih dari
15000/mm3 dan protein lebih dari 3,0 g/dl.8,9
Empiema merupakan suatu proses dinamik yang dapat berkembang melalui tiga stadium
yaitu: 1,14,19
Pembentukan fibrin dalam rongga pleura tidak sesuai terbentuk septum dan lokulasi.
Cairan pleura yang terbentuk mengandung banyak leukosit, kental dan dapat berupa pus
(empiema). Pada stadium ini cairan lebih banyak lagi mengandung leukosit PMN, bakteri dan
sel-sel yang rusak. Terjadi pembentukan fibrin yang menyebabkan penurunan elastisitas paru.
Pada stadium ini didapatkan pH cairan pleura yang menurun, kadar glukosa menurun dan
LDH yang meningkat. Stadium ini dapat berlangsung selama beberapa hari hingga beberapa
minggu. Pengobatan dengan menggunakan antibiotik dan pemasangan WSD biasanya tidak
adekuat dan kadang diperlukan tindakan dekortikasi.
~ 2-7 hari
Pneumonia
TAHAP
~ 2-5 hari
~ 5-10 hari
~ 10-20 hari
ORGANISASI Empiema
Gejala Efusi parapneumonia harus selalu dicuriga pada awal pemeriksaan terhadap
pasien dengan pneumonia karena keterlambatan drainase dari cairan pleura dapat
menyebabkan peningkatan angka kematian. Dengan pemeriksaan foto toraks posisi anterior-
posterior maupun lateral terlihat sudut kostrofrenikus yang tumpul ataupun berubahnya
puncak diafragma. Posisi lateral dekubitus diperlukan untuk mendeteksi cairan pleura yang
kurang dari 250 cc. Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang berlawanan
dengan efusi. Air-fluid level dapat dijumpai jika disertai dengan pneumotoraks, fistula
bronkopleural. Foto toraks dengan diafragma normal tetapi tampak gambaran berkantong
yang terlokalisir sebaiknya juga diperiksa ultrasonografi (USG) toraks pada pemeriksaan
dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada suatu empiema yang terlokalisir,
pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak empiema yang perlu dilakukan
aspirasi atau pemasangan pipa drain. Pada pemeriksaan computed tomography scan (CT scan)
bila melihat gambaran efusi dan dapat menunjukkan adanya suatu penebalan dari pleura.18
Selanjutnya dilakukan torakosentesis, cairan yang didapat diperiksa warna, purulensi,
viskositas, bau dan analisis cairan pleura. Cairan pleura berupa transudat tidak dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut.1,9
Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis, peningkatan C-Reaktif Protein (CRP)
dan Laju endap darah (LED).2,6 Kultur darah menunjukkan hasil positif pada 10-22% kasus
empiema. Pengambilan cairan pleura perlu dilakukan untuk pemeriksaan analisis cairan
pleura dan pemeriksaan mikrobiologis. 6 Kriteria light merupakan baku emas yang dipakai
untuk membedakan cairan pleura transudat atau eksudat. Eksudat memiliki pH rendah, kadar
glukosa rendah (< 40 mg/dl) kadar LDH tinggi, konsentrasi leukosit yang tinggi (>10.000
U/L) dengan dominasi sel polimorfonuklear dan perbedaaan kadar albumin darah dan cairan
pleura < 1,2 g/dl.5,9
Analisis cairan pleura akan membantu klinisi untuk menentukan tahapan dari efusi
parapneumonia sehingga dapat menetukan terapi yang tepat. Hasil analisis cairan pleura
dengan PH< 7,28 menunjukan irigasi rongga pleura akan hasil yang baik bila glukosa cairan
pleura < 40 mg/dl, perbandingan glukosa cairan pleura dengan serum 0,5 dan LDH cairan
pleura > 1000 IU/L maka harus dilakukan irigasi. Pus aspirasi dari rongga pleura merupakan
empiema maka irigasi harus secepatnya dilakukan dan dilakukan pemeriksaan mikrobiologi.
Pasien dengan efusiparapneumonia yang terkomplikasi atau empiema disarankan untuk
pemeriksaan CT scan toraks dengan kontras untuk melihat dengan jelas kelainan di pleura. 1
Klasifikasi Light untuk efusi parapneumonia yang tidak signifikan, efusi parapneumonia yang
tipikal, borderline complicated pleural effusion, efusi parapneumonia dengan komplikasi
sederhana, efusi parapneumonia dengan komplikasi yang kompleks, empiema sederhana dan
kompleks empiema.9,10
Empiema toraks dapat difus atau bersekat-sekat yang diakibatkan oleh inflamasi
kronik dan dinding dari pleura parietal dan vosceral akan bersatu dengan kapiler yang rusak
dan fibroblas. Fibrin akan menempel pada pleura yang menyebabkan penebalan dari pleura
yang terbentuk 7-10 hari setelah onset dari efusi parapneumonia. Empiema toraks yang kronik
menyebabkan proses fibrosis terus berlangsung dan mengakibatkan restriksi dari pergerakan
dinding dada dan diafragma. Tetapi bila empiema diterapi dengan cepat dan adekuat maka
komplikasi tidak terjadi,5
10
3.2. Klasifikasi Klinis
Manifestasi klinis empiema sesuai dengan penyakit primernya, seringkali didapatkan
pasien kurang respons terhadap pengobatan dan penyakitnya dengan cepat berubah menjadi
berat. Gejala yang timbul seringkali bersifat akut, ada riwayat infeksi saluran napas
sebelumnya kemudian diikuti dengan meningkatnya distres pernapasan, dispnea, batuk,
muntah, anoreksia, letargi, sputum yang purulen dan demam yang berulang. Pada
pemeriksaan fisik didapati pekak pada perkusi. Menurunnya suara napas dan menghilangnya
taktil fremitus pada sisi yang sakit.1,15Tanda dan gejala empiema secara umum adalah :
- Demam
- Keringat malam
- Nyeri pleural
- Dispnea
- Anoreksia dan penurunan berat badan
- Auskultasi dada, ditemukan penurunan suara napas
- Palpasi , ditemukan penurunan fremitus
- Perkusi dada, suara flatness
Tanda gejala empiema berdasarkan klasifikasi empiema akut dan empiema kronis
A. Empiema akut:
- Panas tinggi dan nyeri pleuritik.
- Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura.
- Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan fistel bronco-pleural.
- Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif bercampur dengan darah dan
nanah banyak sekali.
B. Empiema kronis:
- Disebut kronis karena lebih dari 3 bulan.
- Badan lemah, kesehatan semakin menurun.
- Clubbing finger.
- Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik kearah yang sakit.
- Pemeriksaan radiologi menunjukkan cairan.
BAB IV
IRIGASI PADA EMPIEMA
A1Cairan pleura dan B0 kultur dan gram dan C0 pH ≥ 7,20 2 Rendah Tidakperlu
> 10 mm dan < negatif
dari setengah
hemitoraks
A2 Cairan ≥
setengah atau B1kultur dan gram atau C1pH < 7.20 3 Sedang Perlu
hemitoraks, positif
bersekat dan
efusi dengan
pleura yang
tebal
YA
MELIBATKAN DOKTER PARU
Nutrisi dan DVT profilaksis
Mulai antibiotik YA
Gagal pengambilan Pertimbangkan CT Scan dan
Aspirasi pleura diagnostik
Menggunakan panduan USG sampel? panduan aspirasi lanjutan
Kecil, efusi
lokulate?
PUS?
Tidak
Ulangi pengambilan
PH Cairan sample cairan
YA
Ulangi pengambilan
sample cairan
Pewarnaan gram
YA dan atau kultur
positif dan atau pH Amati kalau ada
Pasang chest tube Tidak
<7,2 indikasi klinis untuk
chest tube
Tidak
Antibiotik
1. Check posisi tube dengan rontgen Pemeriksaan rawat
2. Perhatikan tube kumpulan sisa dengan jalan
gambaran CT scan kontras
3. Segera hubungi Bedah Thorax
Terapi bedah
Analisa cairan:
pH
> 7,20 < 7,20
Konsentrasi laktat < 1.000 IU/L > 1.000 IU/L
dehidrogenase
Konsentrasi glukosa
> 40 mg/dL < 40 mg/dL Mungkin positif pada
pewarnaan Gram/kultur
Pewarnaan Gram
Tidak ada organisme pada Mungkin positif pada
pewarnaan Gram/kultur pewarnaan
Gram/kultur
Analisis
Biasanya sembuh dengan Dibutuhkan chest tube
antibiotic saja; Dibutuhkan chest tube drainage; Tidak diperlukan
Melakukan chest tube drainage drainage test biochemical;
untuk menghilangkan gejala Pengukuran pH tidak perlu
jika dibutuhkan
Penelitian yang dilakukan Takamay dkk melakukan penelitian pada pasien ET dengan
hasil kultur cairan pleura Pseudomonas aeruginosa. Dilakukan irigasi Intrapleura dengan
normal salin dan povidone iodine 0,1% selama tiga hari dan hasil kultur menjadi negatif.
Gharagozloo dkk melakukan penelitian pada 22 pasien ET dengan melakukan irigasi
intrapleura povidone iodine 0,1% dilanjutkan dengan salin normal dan gentamisin 80mg
selama 24 jam. Dilakukan evaluasi dengan foto toraks dan produksi cairan pleura kemudian
didapatkan hasil 22 pasien mengalami remisi sempurna, tidak kambuh dan lama perawatan
berkurang.16,18
Pasien empiema biasanya didapatkan kesulitan mengeluarkan cairan atau pus dari
dalam rongga pleura dikarenakan cairan pleura tersebut atau pus tersebut terlokulasi di dalam
membran fibrin yang sebenarnya berfungsi mencegah penyebaran nanah atau pus ke organ
tubuh yang lain, tetapi akan menimbulkan kesulitan bagi kita ketika kita akan mengeluarkan
pus. Cara pemberian streptokinase adalah dengan menggunakan chest tube ukuran 24F atau
28F. Kemudian cairan yang terdiri dari 100 ml larutan salin ditambah dengan 250000 Unit
Internasional (UI) streptokinase dimasukan melalui chest tube tersebut. Larutan tersebut
kemudian dibilas dengan menggunakan salin sebanyak 20 ml dan diklem selama 2 jam.
Tindakan ini dilakukan sekali setiap hari selama 7 hari atau sampai pus yang terbentuk kurang
dari 100 ml per hari. Penelitian di India pada 42 pasien menunjukkan bahwa pemberian
streptokinase 250.000 UI dicampur dengan 100 ml salin kemudian dimasukan melalui kateter
ternyata lebih efektif dalam mengeluarkan nanah/pus dibandingkan hanya irigasi saja dengan
salin. Dahulu Tillet dan kawan–kawan melaporkan penggunakaan streptokinase dan
streptodornase dengan disuntikan kedalam rongga pleura. Perkembangan selanjutnya
mengatakan bahwa penyuntikan streptokinase dan streptodornase sudah ditinggalkan oleh
karena kurang efektif, terutama efek samping sistemik obat yang akan timbul pada manusia
seperti febris, malaise dan leukositosis. Berg dan kawan-kawan Akhir tahun 1970
melaporkan penggunaan streptokinase saja dalam rongga pleura dan hasilnya menunjukan
bahwa 10 dari 12 pasien mengalami kemajuan radiologis. Penelitian yang dilakukan akhir-
akhir ini menunjukan bahwa pemberian streptokinase tidak mengurangi efek masa
hospitalisasi dan penggunaan intervensi bedah.9,25
Penelitian acak tersamar ganda, sebanyak 454 pasien secara acak menerima 250000
UI streptokinase atau salin 2 kali sehari selama 3 hari. Ternyata tidak ada perbedaan yang
bermakna antara pemberian streptokinase dan salin. Studi acak tersamar ganda lain
menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok pasien yang
menerima streptokinase ataupun salin pada hari ke 3, akan tetapi setelah 7 hari, kelompok
yang menerima streptokinase mempunyai angka keberhasilan klinis yang lebih besar.9 Bouros
dan kawan-kawan melaporkan keberhasilan pemberian urokinase intrapleura pada 15 pasien
empiema. Setiap pasien menerima 100000 unit urokinase yang dilarutkan dalam 100 ml salin.
Enambelas pasien lain sebagai kontrol hanya menerima 100 ml normal salin tanpa pemberian
urokinase. Respons dinilai dari tampilan klinis, foto toraks, USG, volume pus yang
dikeluarkan. Tiga belas pasien yang menerima urokinase mengalami kemajuan tampilan
klinis dan foto toraks dibandingkan dengan 4 pasien yang menerima salin saja. Kesimpulan
dari penelitian ini adalah bahwa pemberian urokinase efektif dalam mengatasi empiema yang
terlokulasi dibandingkan dengan pemberian normal salin saja.26
Tujuan utama terapi ET adalah mengontrol infeksi, mencegah penyakit pleura yang
persisten, kambuh dan memperbaiki fungsi paru. Pada tahun 1993, Filen dan Fergusson
mulai melakukan drainase, debridemen dan dekortikasi. Suatu tindakan operasi
menggunakan alat torakoskopi dengan membuat insisi tiga buah yaitu pada sela iga VI-VII
garis aksilaris media, sela iga IV pada garis aksilaris anterior dan margo anterior skapula,
pada tahap selanjutnya dilanjutkan debridemen, irigasi dan pemasangan 2 buah drain.
Tindakan ini dianjurkan pada empiema akut sehingga dapat didapatkan hasil yang maksimal.
VATS merupakan pilihan yang terbaik pada pasien dengan empiema pada stadium
fibropurulen dipandang dari aspek angka keberhasilan, lamanya pengobatan dan biaya
perawatan.20,26
Studi retrospektif pada tahun 2002 – 2008 di Brazil yang membandingkan VATS
dengan dekortikasi mendapatkan hasil bahwa VATS lebih rendah komplikasi dan angka
kematiannya dibandingkan dengan dekortikasi. Diagnosis ET ditegakkan dengan foto toraks.
Ct scan dan USG membantu diagnosis pada empiema toraks yang bersekat-sekat yang tidak
dapat diterapi maksimal dengan tube thoracostomy sehingga VATS atau dekortikasi
diperlukan. Video – assisted thoracoscopy surgery efektif untuk evakuasi empiema yang
fibrinopurulen dan bersekat-sekat. Angka kegagalan VATS hanya 9%.28
4.3.2 Dekortikasi
Empiema toraks kronik dapat ditatalaksana dengan irigasi terbuka. Pasien dengan
empiema toraks yang tidak diterapi dengan cepat akan menjadi empiema toraks kronik dan
tatalaksana dilakukan dengan torakotomi terbuka dan dekortikasi. Metode torakotomi terbuka
terdiri dari open windows thoracostomy, reseksi coste, toracoplasti, clagget’s procedure dan
irigasi perkutaneus dengan panduan USG atau Ct Scan. Pada torakotomi terbuka angka
morbiditas dan mortalitias meningkat. Pada saat operasi dilakukan reseksi iga, intercostal
spaces dan pleura parietal diatas empiema dan dilakukan pembersihan rongga pleura.
Torakotomi terbuka sering dilanjutkan dengan Torakoplasti.29 Tujuan dari torakoplasti adalah
mengisi rongga kosong antara pleura parietalis dan visceralis setelah empiema di evakuasi.
Tujuan dari prosedur ini untuk mengurangi proses inflamasi. Pada empiema toraks yang
sudah di irigasi tetapi paru belum dapat mengembang maka harus dapat dilakukan
22
torakoplasti terutama pada pasien yang memiliki fistel bronkopleura. Metoda yang
digunakan untuk mengisi rongga pleura adalah dengan otot. Pada tahun 1980 Robinson
melakukan pengisian rongga pleura dengan otot Lattisimus dorsi. Andrew melakukan
pengisian rongga pleura menggunakan jaringan dengan vaskularisasi yang baik sehingga
dapat mengurang infeksi. 20,29
20
BAB V
KESIMPULAN
1. Empiema toraks adalah akumulasi pus dirongga pleura dapat bersekat atau tidak
bersekat.
2. Etiologi empiema bisa dari infeksi yang berasal dari paru, trauma, dan
Penyebaran ”transdiapragma”.
3. Ada 3 fase empiema : fase eksudatif, fase fibropurulen, fase organisasi, fase –fase ini
menetukan terhadap tatalaksana yang akan dilaksanakan.
4. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan radiologis
dan analisis cairan pleura yang diambil saat torasentesis dan identifikasi kuman
penyebab pada pemeriksaan mikrobiologi.
5. Manifestasi klinis empiema sesuai dengan penyakit primernya, dengan gejala yang
timbul seringkali bersifat akut, ada riwayat infeksi saluran napas sebelumnya
pemeriksaan fisik didapati pekak pada perkusi, menurunnya suara napas
6. Tatalaksana Empiema toraks terdiri dari observasi, torakosentesis, Chest Tube,
fibrinolitik intrapleura dan irigasi. Tujuan utama tatalaksana irigasi pada empiema
ialah menghilangkan gejala dengan mengeluarkan cairan dari rongga pleura dan
diikuti dengan terapi sesuai dengan penyakit dasarnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sahn SA. Diagnosis and management of parapneumonic effusions and empyema. Clin
Infect Dis. 2007;45:1480-6.
2. Mayse ML. Non-malignant pleural effusions. In: Fishman AP, Elias JA, Fishman JA,
Grippi MA, Kaiser LR, Senior RM, editors. Fishman's pulmonary diseases and
disorders. 4th eds. New York: McGraw Hill; 2008.p.1489-93.
3. Alsagaff H. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan VIII Ilmu Penyakit Paru. 2006: 1-4.
4. Ahmed AE, Yacoub TE, Empyema thoracis [review]. Clinical medicine insight:
circulating, respiratory and pulmonary medicine.2010;4: 1-8.
5. Shrestha K, Shah S, Tulung S, Karki b, Pokhrel DP. Envolving experience in the
management of emphyema thoracis. Kathmandu Univ Med J. 2011;33(1):5-7.
6. Davies CWH, Gleeson FV, Davies RJO. BTS guidlines for the management of
pleural infection. Thorax.2003;58:18-28.
7. Ashbaugh DG. Empyema thoracis. Factors influencing morbidity and
mortality.Chest.1991. 99 : 1162-5.
8. Singh DR, Josh MR, Thapa P. Nath S. Empyema thoracis. Kathmandu Univ Med J.
2007;5(4):521-5.
9. Light RW. Parapneumonic Effusions and empyema. Bab 12. Pleural Disease. Fifth
edition. Philadelphia, USA. 2011:179-210.
10. Richard WL. Parapneumonic Effusions and Empyema. Proceedings of the American
Thoracic Society.2006.3: 75-80.
11. Yu H. Management of pleural effusion, empyema and lung abcess. Seminars in
Interventional radiology.2011;28:75-86.
12. Acharya PR, Shah KV. Empyema thoracis : Aclinicalstudy. Ann Thorac Med.
2007;2:14-7.
13. Chen KY, Hsueh PR, Liaw YS, Yang PC, Luh KT. A 10-year experience with
bacteriology of acute thoracic empyema: Emphasis on klebsiella pneumonia in
patients with diabetes mellitus. Chest. 2000;117:1685-9.
14. Cheng G, Vintch JRE. Aretrospective analysis of the management of parapneumonic
empyemas in acounty teaching facility from 1992 to 2004. Chest. 2005;128:3284-90.
15. Mason RJ, Broaddus VC, Murray JF, Nadel JA. Murray and Nadel’s Textbook of
Respiratory Medicine.2005. 2 : 1932-8.
16. Marc Tobler MD. Empyema. July 26, 2004.//E:/eMedicine-Empyema Article by Marc
Tobler, MD.htm.2004.3:21-7.
17. Somantri I.2009. Tatalaksana pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:
Salemba Medika.2009.2: 17-28.
18. Murray JF, Nadel JA. Empyema. In: Murray JF, Nadel JA. Respiratory medicine; 2nd.
ed. Philadelphia: Saunders, 1994:1082-4.
19. Yataco JC, Dweik RA. Pleural effusion: Evaluation and management. Clev Clin J
Med 2005; 72:854-72.
20. Colice GL, Curtis A, Deslauriers J, et al. Medical and Surgical Treatment of
Parapnemonic Effusions. Cest. 2000. 118 : 1158-71
21. Tsang KY, Leung WS, Chan VL, Lin AWL, Chu CM.Complicated parapneumonic
effusion and empyema thoracis: Microbiology and predictors of adverse outcomes.
Hong Kong Med J. 2007; 13:178-85.
22. Light RW. Parapneumonia effusion and emphyema. Proc Am Thorac Soc. 2005;
3:75 – 80.
23. Takayama K, Hirata M, Nabeshima S, Nabeshima A, Hara H, Kashiwagi S, Pleural
washing with Povidone-Iodine for treatment of emphyema. Kansenshogaku
zasshi.2003;67:218-22.
24. Yaacob I, Ariffin Z. Empyema thoracis and lung abcess. Singapore Med J. 1991;
32:63-6.
25. Prasad BM, Bhattachryya, Luthra M, Mathur AD. Management of empyema thoracis
with pleura pigtail drainage and intrapleural thrombolytic therapy. Am J Respir Crit
Care Med.2009;179:44-50
26. Bouros D, Schiza S, Tzanakis N, Chalkiadakis G, Drositis J, Siafakas N. Intrapleural
urokinase versus normal saline in the treatment of complicated parapneumonic
effusion and empyema. Am J Respir Crit Care Med.1999;159:37-42.
27. Chin Ko S,Yu Chen K, Hsueh PR, Luh KT, Yang PC.Fungal empyema thoracis: An
emerging clinical entity. Chest.2000;117:1672-8.
28. Cassina CP, Hauser M, Hillejan L, Greschucna D, Stamatis G, Video – assisted
thoracoscopy in the threatment of pleural. J Thorac Cardiovasc Surgery. 2009, 117:
234-8.
29. Botianu PVH, Botianu AM. Thoracomyoplasty in the Treatments of emphyema
Current indications, basic principles and results [review]. Pulmonary medicine 2012:
1-6
30. Helen ED, Robert JD, Christopher WH. Management of pleural infection in adults :
British Thoracic Society pleural disease guideline. Thorax. 2010; 65(Suppl 2): ii41-
ii53.