Anda di halaman 1dari 7

BAB VII.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHANMIKROORGANISME

Mikroorganisme memiliki waktu hidup yang singkat dan terbatas, sehingga suatu spesies
hanya dapat mempertahankan populasinya dengan cara tetap melakukan pertumbuhan.
Pertumbuhan mikroorganisme didefinisikan sebagai pertambahan dalam jumlah sel.
Mikroorganisme dalam melakukan pertumbuhan membutuhkan suatu kondisi tertentu agar
pertumbuhannya optimal. Mikroorganisme memiliki habitat tertentu yang menunjang
mikroorganisme untuk tumbuh. Habitat tersebut menyediakan kondisi yang sesuai untuk suatu
mikroorganisme agar tumbuh secara optimal. Mikroorganisme dapat tumbuh dan bertempat
tinggal bersama-sama di samudera, danau, tanah, jaringan yang hidup dan jaringan yang mati
(Black, 2008). Selain itu, ada juga mikroorganisme yang dapat hidup di habitat yang ekstrem,
seperti hidup di kondisi suhu dan salinitas yang sangat tinggi (Tortora dkk. 2010).

7.1. Fase Pertumbuhan Mikroorganisme


Pertumbuhan suatu mikroorganisme dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu fase lag, fase log,
fase stasioner, dan fase kematian. Pengertian fase lag adalah fase peningkatan aktivitas
mikroorganisme untuk menyiapkan proses pembelahan sel, namun belum terjadi pertambahan
jumlah sel dalam populasi. Fase log adalah fase peningkatan jumlah mikroorganisme secara
eksponensial. Fase stasioner adalah fase penghentian dalam peningkatan jumlah
mikroorganisme secara eksponensial. Pada fase eksponensial, terjadi keseimbangan antara
jumlah mikroba yang mati dengan jumlah mikroba yang hidup. Fase terakhir adalah fase
kematian, merupakan fase penurunan jumlah mikroba secara logaritmik (Tortora dkk. 2010).
Gambar 7.1. Grafik fase pertumbuhan mikroba

7.2. Faktor Pertumbuhan Mikroba


Terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi pertumbuhan suatu mikroorganisme.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba tersebut terbagi mejadi tiga
kelompok besar, yaitu faktor fisika, faktor kimia, dan faktor biologi. Faktor fisika antara
lain suhu, kandungan oksigen, tekanan osmotik, pH, dan lain-lain. Faktor kimia antara lain
senyawa racun atau senyawa kimia lain yang berfungsi sebagai bahan makanan. Faktor
biologi antara lain interaksi dengan mikroorganisme lain (Gandjar dkk. 1992).
A. Faktor Fisika
Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan mikroba adalah mempengaruhi laju reaksi
enzimatis dan kimia di dalam sel. Semakin meningkat suhu, maka laju reaksi akan semakin
cepat. Namun, pada taraf suhu tertentu, komponen sel akan mengalami kerusakan. Suhu
akan meningkatkan metabolisme sampai pada titik terjadinya denaturasi. Ketika mencapai
titik tersebut, fungsi sel akan menurun sampai ke titik nol. Berdasarkan hal tersebut, ada
tiga tingkatan suhu yang memengaruhi mikroorganisme. Suhu minimum adalah batas
terendah bagi suatu mikroba masih dapat hidup, suhu optimum adalah suhu optimal bagi
suatu mikroba untuk melakukan pertumbuhan, dan suhu maksimum adalah batas tertinggi
bagi suatu mikroba untuk dapat hidup (Madigan dkk. 2011). Berdasarkan bentuk adaptasi
terhadap suhu, mikroba diklasifikasikan ke dalam empat, yaitu:

1. Psikrofilik adalah mikroba yang menyukai kondisi dingin.


2. Mesofilik adalah mikroba yang menyukai temperatur sedang. Contoh bakteri
mesofilik adalah Clostridium botulinum.
3. Termofilik adalah mikroba yang menyukai kondisi panas. Contoh bakteri
termofilik adalah Clostridium nigridicans dan Bacillus stearothermophilus.
4. Hipertermofilik adalah mikroba yang menyukai kondisi suhu sangat panas.

Gambar 7.2. Grafik pengaruh suhu terhadap pertumbuhan mikroba.


Pengaruh pH terhadap pertumbuhan mikroba berkaitan dengan kondisi asam atau basanya
lingkungan suatu mikroba. Jika pH lebih rendah dari 7 (pH netral), berarti kondisi berada
dalam keadaan asam. Sementara itu, nilai pH di atas 7 menunjukkan bahwa kondisi berada
dalam keadaam basa (alkifilik). Jika dilihat dari pH, umumnya bakteri dapat tumbuh
dengan baik pada pH netral (neutrofilik), yaitu 6,5 sampai 7,5. Namun, ada juga mikroba
yang tahan pada kondisi pH rendah atau asam (asidofilik) dan mikroba yang tahan pada
kondisi pH tinggi atau basa (alkalifilik) (Tortora dkk., 2010; Madigan dkk., 2011).

Gambar 7.3. Grafik pertumbuhan bakteri berdasarkan pH.


Faktor tekanan osmotik berkaitan dengan seberapa tinggi konsentrasi zat terlarut, seperti
garam, gula, dan substansi lain, berada dalam suatu zat pelarut (air). Pengaruh tekanan
osmotik terhadap pertumbuhan mikroba adalah substansi yang terlarut mempunyai afinitas
kepada air, membuat air berasosiasi dengannya sehingga lebih sedikit tersedia untuk
organisme. Jika konsentrasi larutan pada suatu lingkungan melebihi yang berada dalam
sitoplasma, air di dalam sel akan keluar. Hal tersebut akan memberikan ancaman yang
serius karena sel bisa dehidrasi sehingga sel tidak dapat tumbuh. Ketersediaan air
diekspresikan dalam bentuk aktivitas air atau diberi simbol aw. Berdasarkan bentuk
adaptasi terhadap tekanan osmotik, mikroba dikelompokkan menjadi halophile, osmophile,
dan xerophile (Madigan dkk., 2011).
Halofilik adalah mikroba yang mampu tumbuh pada kondisi lingkungan yang konsentrasi
garamnya sangat tinggi, disebut juga sebagai extreme halophile. Terdapat pula mikroba
yang termasuk halotolerant, yaitu jenis yang mampu hidup ketika terjadi pengurangan
kadar air, namun mikroba tersebut dapat tumbuh lebih baik apabila tidak terjadi
pengurangan kadar air atau penambahan zat terlarut. Sementara itu, osmophile adalah
organisme yang mampu hidup pada kondisi gula yang tinggi dalam sebuah
larutan. Xerophile adalah organisme yang mampu hidup pada kondisi lingkungan kering
(keringnya karena kekurangan air bukan karena tingginya konsentrasi zat terlarut)
(Madigan dkk., 2011).
Sementara itu, oksigen berperan penting bagi mikroorganisme dalam hal respirasi
sel. Namun, tidak semua mikroorganisme membutuhkan oksigen ketika melakukan
respirasi sel. Berdasarkan kebutuhan mikroorganisme terhadap oksigen, maka
mikroorganisme dikelompokkan menjadi aerob obligat, aerob fakultatif, mikroaerophile,
aerotolerant, dan anaerob obligat (Madigan dkk. 2011).
Aerob obligat adalah jenis mikroba yang membutuhkan O2 dan tipe metabolismenya
adalah respirasi anaerob. Aerob fakultatif adalah jenis mikroba yang tidak membutuhkan
O2, namun tumbuh dengan baik jika tersedia O2. Tipe anaerobic pada mikroba aerob
fakultatif ialah respirasi anaerob, fermentasi, dan respirasi anaerobic. Mikroaerofil adalah
jenis mikroba yang membutuhkan O2 dalam jumlah yang sedikit, tipe metabolismenya
adalah respirasi anaerob. Aerotolerant adalah jenis mikroba yang tidak membutuhkan
O2 dan mengalami pertumbuhan yang lambat jika tersedia O2. Tipe anaerobic jenis
aerotolerant adalah fermentasi. Anaerob obligat adalah jenis mikroba yang akan letal atau
rusak jika tersedia O2 dan tipe metabolismenya adalah fermentasi atau respirasi anaerobic
(Madigan dkk. 2011).
B. Faktor Kimia
Faktor kimia yang memengaruhi mikroorganisme adalah senyawa kimia yang berfungsi
sebagai bahan makanan dan senyawa kimia yang bersifat racun bagi
mikroorganisme. Senyawa kimia yang berfungsi sebagai bahan makanan bagi
mikroorganisme, misalnya karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, trace element, dan organic
growth factor (Tortora dkk. 2010). Sementara itu, senyawa yang bersifat racun bagi
mikroba adalah zat desinfektan dan antiseptik. Zat desinfektan adalah zat kimia yang dapat
membunuh mikroorganisme, tetapi tidak perlu endospora, dan digunakan pada objek yang
mati. Zat antiseptik adalah agen kimia yang dapat membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroba dan tidak toksik jika digunakan oleh jaringan hidup. Contoh zat
desinfektan adalah ethanol dan detergen kationik yang digunakan untuk disinfeksi lantai,
meja, dinding, dan lain-lain. Contoh zat antiseptik adalah ethanol, walaupun dapat juga
berfungsi sebagai desinfektan (Madigan dkk. 2011).
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi dan membandingkan zat yang
bersifat racun bagi mikroba, yaitu metode paper disk assay dan metode cylinder plate
assay. Metode paper disk assay memiliki prinsip membandingkan zat kimia yang beracun
terhadap mikroba dengan cara mecelupkan paper disk dalam zat kimia tersebut kemudian
meletakkannya pada medium yang telah ditumbuhkan bakteri. Jika agen kimia bersifat
inhibitor, akan terbentuk zona bening (clear zone) di sekitar disk. Ukuran dari zona bening
adalah ekspresi dari tingkat efektivitas agen kimia tersebut dan dapat dibandingkan secara
kuantitatif dengan efek dari agen kimia yang lain (Benson 2001). Sementara itu,
metode cylinder plate assay memiliki prinsip yang sama seperti metode paper disk assay,
namun bedanya pada metode cylinder plate assay menggunakan silinder kaca (Gandjar
dkk. 1992).

C. Faktor Biologi
Faktor biologi juga dapat memengaruhi pertumbuhan mikroorganisme, misalnya adalah
peristiwa sinergisme mikroba atau antagonisme mikroba. Sinergisme mikroba adalah
peristiwa pada dua atau lebih mikroba yang secara bersama-sama memproduksi substansi
yang tak satupun dapat memproduksinya secara terpisah. Antagonisme mikroba adalah
peristiwa salah satu organisme pertumbuhannya terhambat dan yang lainnya tidak
terhambat (peristiwa tersebut disebut juga antibiose). Hal tersebut karena organisme
inhibitor dapat memproduksi substansi yang menghambat atau membunuh satu atau lebih
mikroorganisme. Zat yang dapat menghambat atau mematikan mikroorganisme yang lain
disebut zat antibiotik (Benson 2001).

Referensi
1. Benson. 2001. Microbiological application lab manual, 8th ed.
2. Black, J. G. 2008. Microbiology, 7th ed.
3. Gandjar, I., I. R. Koentjoro, W. Mangunwardoyo, & L. Soebagya. 1992. Pedoman
praktikum mikrobiologi dasar.
4. Madigan, M. T., J. M. Martinko, D. A. Stahl, D. P. Clark. 2011. Brock biology of
microorganisms, 13th ed.
5. Tortora, G. J., B. R. Funke & C. L. Case. 2010. Microbiology: An introduction,
10th ed

Anda mungkin juga menyukai