Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GERONTIK
“Konsep Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan
Screening Fall (Resiko Jatuh)”

Disusun Oleh :

Nama : Suryanti, S.Kep


NPM : 20149011105
Pembimbing : Abu Bakar Siddik,
S.Kep.,Ners.,M.Kes.

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA
PALEMBANG
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’ alaikum Wr.Wb

Alhamdullillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat allah S.W.T atas

segala karunia yang dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyeleseikan

laporan Keperawatan Gerontik ini yang berjudul “ ASUHAN KEPERAWATAN

GERONTIK : SCREENING FALL ” yang merupakan salah satu syarat untuk

memenuhi syarat tugas stase Keperawatan Gerontik di STIK Bina Husada

Palembang.

Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan terima kasih

kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril dan material

sehingga penulisan proposal ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih ini

penulis tujukan kepada :

1. Dr. dr. Chairil Zaman, M.Sc. selaku Plt. Ketua STIK Bina Husada

Palembang.

2. Ns. Kardewi, S.Kep., M.Kes. selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Ners STIK Bina Husada Pelembang.

3. Ns. Yunita Liana, S.Kep., M.Kes., selaku Dosen Keperawatan

Gerontik yang senantiasa memberikan banyak waktu bimbingan,

arahan serta solusi pada setiap proses bimbingan.

4. Ns. Abu Bakar Siddik, S.Kep., M.Kes., M.Kep., selaku selaku

Dosen pembimbing Keperawatan Gerontik yang senantiasa

memberikan banyak waktu bimbingan, arahan serta solusi pada

setiap proses bimbingan.


Penulis menyadari bahwa pasti terdapat kekurangan dalam

penulisan laporan ini, berhubung dengan keterbatasan – keterbatasan

yang penulis miliki. Namun dengan keyakinan dan keseriusan dalam

penulisan laporan ini dapat bermanfaat penulis, pihak pendidikan, dan

pembaca pada umumnya.

Wassalamu’aikum Wr.Wb

OKU Timur, Mei 2021

Penulis
LAPORAN PENDAHULUAN

“RESIKO JATUH (Screening Fall)”

A. Tinjauan Konsep Kebutuhahan Dasar Keamanan dan Kenyamanan


(Maslow)
Keamanan adalah keadaaan aman dan tentram (Tarwoto dan Wartonah,
2010). Keamanan tidak hanya mencegah rasa sakit atau cedera tapi keamanan
juga dapat membuat individua man dalam aktivitas, mengurangi stres dan
meningkatkan kesehatan umum. Keamana fisik (biologic safety) merupakan
keadaan fisik yang aman terbebas dari ancaman kecelakaan dan cedera (injury)
baik secara mekanis, thermis, elektris, maupun bakteriologis. Kebutuhan
keamanan fisik merupakan kebutuhan untuk melindungi diri dari bahaya yang
mengancam kesehatan fisik, yang pada Bahasa ini akan di fokuskan pada
providing for safety atau memberikan lingkungan yang aman ( Asmadi,2005).
Kebutuhan akan keamanan adalah kebutuhan untuk melindungi diri dari
bahaya fisik. Ancama terhadap keselamatan seseorang dapat dikatagorikan
sebagai ancaman mekanis, kimiawi, termal dan bakteriologis. Kebutuhan akan
keamanan terkait dengan konteks fisiologis dan hubungan interpersonal.
Keamanan fisiologis berkaitan dengan sesuatu yang mengancam tubuh dan
kehidupan seseorang. Dalam konteks hubungan interpersonal bergantung pada
banyak factor, seperti kemampuan berkomunikasi, kemampuan mengonterol
masalah, kemampuan memahami, tingkah laku yang konsisten dengan orang
lain, serta kemampuan memahami orang-orang di sekitar dan
lingkungan( Asmadi, 2005).
Konsep dasar keamanan terkait dengan kemampuan seseorang dalam
menghindari bahaya, yang ditentukan oleh pengetahuan dan kesadaran serta
motivasi orang tersebut untuk melakukan tindakan pencegahan. Ada tiga factor
penting yang terkait dengan keamanan yaitu: tingkat pengetahuan dan kesadaran
individu, kemampuan fisik dan mental untuk melakukan upaya
pencegahan, serta lingkungan fisik yang membahayakan atau berpotensi
menimbulkan bahaya ( Maslow, 2012) :

1. Pengertian Resiko Jatuh (Screening Fall)


Resiko jatuh (risk for fall) merupakan diagnose keperawatan
berdasarkan North American Nursing Diagnosa Association (NANDA),
yang didefinisikan sebagai peningkatan kemungkinan terjadi jatuh yang
dapat menyebabkan cedera fisik (Wilkinson, 2005).

Jatuh merupakan kondisi dimana seseorang tidak sengaja tergeletak di


lantai, tanah atau tempat yang lebih rendah, hal tersebut tidak termasuk
orang yang sengaja berpindah posisi ketika tidur (WHO, 2007) Berdasarkan
beberapa pengertian jatuh di atas, dapat di simpulkan bahwa jatuh adalah
kejadian tiba-tiba dan tidak disengajayang mengakibatkan seseorang
terbaring atau terduduk di lantai dengan atau tempat kehilangan kesadaran
atau luka

2. Faktor Penyebab Resiko Jatuh (Screening Fall)


Resiko jatuh di pengaruhi oleh factor internal dan factor eksternal.
Factor internal adalah factor yang berasal dari dalam diri seseorang,
sedangkan factor eksternal adalah factor yang berasal dari luar diri orang
tersebut misalnya dari lingkungan sekitar.

a. Faktor internal
Faktor internal yang dapat mengakibatkan insiden jatuh termasuk
proses penuaan dan beberapa kondisi penyakit, termasuk penyakit
jantung, stroke dan gangguan artopedik serta neurologic.
Faktor internal dikaitkan dengan insiden jatuh pada lansia adalah
kebutuhan eliminasi individu. Beberapa kasus jatuh terjasi saat lansia
sedang menuju, menggunakan atau kembali dari kamar mandi. Prubahan
status mental juga berhubungan dengan peningkatan insiden jatuh.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal juga mengaruhi terjadinya jatuh. Jatuh umumnya
terjadi pada minggu pertama hospitallisasi, yang menunjukan bahwa
mengenali lingkungan sekitar dapat mengurangi kecelakaan.
Obat merupakan agen eksternal yang diberikan kepada lansia dan
dapat digolongkan sebagai factor resiko eksternal. Obat yang
mempengaruhi kadiovaskuler dan system saraf pusat meningkatkan
resiko terjadinya jatuh, biasanya akibat kemungkinan hipotensi atau
karena mengakibatkan perubahan status, emtal. Laksatif juga
berpengaruh terhadap inseden jatih.
Individu yang mengalami hambatan mobilitas fisik cenderung
menggunakan alat bantu gerak seperti kursi roda, tongkat tunggal,
tongkat kaki empat dan welker. Pasien yang menggunakan alat bantu
lebih mungkin jatuh dibandingkan dengan pasien yang tidak
menggunakan alat bantu. Penggunaan restrain mengakibatkan kelemahan
otot dan konfusi, yang merupakan factor ekstrinsik terjadinya jatuh.

c. Pencegahan Terhadap Resiko Jatuh


1) Mengidentifikasi factor resiko, penilaian keseimbangan, gaya
berjalan, diberikan latihan fleksibilitas gerakan, latihan keseimbangan
fisik, koordinasi keseimbangan serta mengatasi factor lingkungan.
Setiap lansia harus dievaliasi bagaimana keseimbangan badannya
dalam melakukan gerakan pindah tempat dan pindah posisi. Penilaian
goyangan badan sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh,
begitu pula dengan penilaian apakah kekuatan otot ekstermitas bawah
cukup untuk berjalan tanpa bantuan, apakah lansia menapakkan
kakinya dengan baik,
tidak mudah goyang, dan mengangkat kaki dengan benar saat
berjalan.
2) Memperbaiki kondisi lingkungan yang dianggap tidak aman misalnya
dengan memindahkan benda berbahaya, peralatan rumah dibuat yang
aman (stabil, ketinggian disesuaikan, dibuat pegangan pada meja dan
tangan) serta lantai yang tidak licin dan penerangan yang cukup.
Menanggapi adanya keluhan pusing, lemas atau penyakit yang baru.
Apabila keadaan lansia lemah atau lemas tunda kegiatan jalan sampai
kondisi memungkinkan dan usahakan pelan-pelan jika merubah
posisi (darmojo 2009).

d. Penilaian Resiko Jatuh


Penilaian resiko jatuh untuk mengurangi tingkat kejadian jatuh di
rumah sakit terdapat 38 alat uji, namun 34 alat uji yang terstandarisasi.
MFS, HFS dan penilain standar termasuk alat penilaian yang memenuhi
kriteria dan dirancang untuk membantu menargetkan pasie yang beresiko
jatuh terutama pada usia > 65 tahun (scott, et al., 2006)

1) Penilaian MFS ( Morse Fall Scale)


Skala MFS dinilai secara menyeluruh berkala, diidentifikasi dari
tingkat jatuh skor >45 resiko tinggi, skor 25-44 resiko sedang, skor 0-
24 resiko ringan dan mewakili enam factor yang berkontribusi
signifikan terhadap kemungkinan pasien jatuh (Morse dan Tylkom,
1989 dalam morse, 2009)
Table 2.1 instrumen penelitian morse fall scale (morse, 2009)

Parameter Status/keadaan skor


Penyakit penyerta Ada 15
( Diagnosa Sekunder) Tidak ada 0
Alat bantu alat Tanpa alat bantu, tidak 0
dapat jalan, kursi roda.
Tongkat penyangga
(crutch) walker
15
kursi

30
Pemasangan infus Ya 20
interavena/ heparin Tidak 0
Cara berjalan Normal, tidak dapat 0
berjalan
Lemah 10
Terganggu 20
Status mental Menyadari kelemahan 0
Tidak menyadari 15
kelemahan
Total skor 15
Kesimpulan

2) Penilaian HFS ( Hendrich fall scale)


Focus penilaian jatuh pada HFS ditentukan dengan 7 item
instrumen yang telah ditetapkan dengan menilai kondisi pasien
dan memberikan skor sesuai dengan keadaan saat dilakukan
observasi (stalhandske, et al 2004).
Table 2.2 instrumen penilaian dengan menggunakan hendrich
falls scale
Hendrich, Bender & Nyhuis, 2003)

Factor resiko Skala Skor


Riwayat jatuh sebelumnya Ya 7
Tidak 0
Gangguan eminasi Ya 3
(inkontinensia, nocturia, Tidak 0
frekuensi eliminasi)
Bingung/disoreantasi Ya 4
Tidak 0
Depresi Ya 3
Tidak 0
Vertigo/pusing Ya 2
Tidak 0
Gangguan mobilitas/ Ya 3
keterbatasan gerak dan Tidak 0
kelemahan
Tidak mampu mengambil Ya 7
keputusan Tidak 0
Jumlah skor
B. Konsep Asuhan Keperawatan Resiko Jatuh
(Screening Fall)
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dalam asuhan keperawatan melalui
pendekatan proses keperawatan yang bertujuan untuk pengumpulan data atau
informasi, Analisa data, dan penentuan masalah atau diagnosis keperawatan.
Manfaat pengkajian keperawatan adalah

membantu mengidentifikasi status kesehatan, pola pertahanan klien,


kekuatan serta kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan,
yang terdiri dari tiga tahap, yaitu pengumpulan, pengelompokan dan
pengorganisasian serta menganalisa dan merumuskan diagnosa keperawatan.

a. Anamnesis
Unsur-unsur yang harus diperhatikan dalam anamnesis sebagai
berikut:

1) Meliputi klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, Pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal masuk panti, nomor register,
dan diagnose medis

2) Alasan datang kepanti


Meliputi apakah klien masuk kepanti dengan alasan sudah tidak
mempunyai keluarga atau kemauan klien sendiri

3) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus arthritis rematoid
dengan resiko jatuh adalah rasa nyeri yang menyebabkan jatuh.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri
pasien, digunakan :
a.) Provoking incident: apakah ada peristiwayang menjadi factor
presipitasi nyeri
b.) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Umumnya rasa nyeri yang dirasakan psien seperti tertimpah
beban berat atau seperti tertusuk benda tajam
c.) Region radiation: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa saki
menjalar/ menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
d.) Severity (scale of pain):seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
pasien. berdasarkan skala nyeri.

e.) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah


buruk pada malam/siang hari.

4) Data Riwayat Kesehatan


a) Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi:
1) Sumber kecelakaan: penyebab dari sumber masalah
2) Gambaran yang mendalam bagai mana resiko jatuh itu terjadi:
pasien dapat menceritakan bagai mana ia dapat mengalami
jatuh tersebut
3) Factor yang mungkin berpengaruh seperti alcohol, obat-
obatan
4) Keadaan fisik disekitar
5) Peristiwa yang terjadi saat belum terjatuh sampai terjadinya
jatuh
6) Beberapa keadaan lain yang memperbeat berjalan

b) Riwayat penyakit dahulu


Penting untuk menentukan apakah pasien mempunyai
penyakit yang merubah kemampuan gaya berjalan yang
menyebabkan resiko jatuh pada kelien rematoid atritis

c) Riwayat jatuh
Anamesis ini meliputi:
1) Seputar jatuh: mencari penyebab jatuh misalnya terpeleset,
tersandung, berjalan, perubahan posisi badan, waktu mau
berdiri dari jongkok, sedang makan, sedang buang air kecil
atau besar, sedang batuk atau bersin.
2) Gejala yang menyertai: nyeri dada, berdebar-debar, nyeri
kepala tiba-tiba, vertigo, pingsan, lemas, sesak nafas.
3) Kondisi komorbid yang releven: pernah stroke, penyakit
jantung, sering kejang, rematik, depresi, deficit sensorik.
4) Riview obat-obatan yang diminum: antihipertensi, diuretic,
autonomic bloker, antidepresan, hipnotik, anxiolitik,
analgetik, psikotropik

d) Riwayat psikososial dan spiritual


Peranan pasien dalam keluarga, status emosi
meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu,
adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan tetangga yang
tidak harmonis, status dalam berkerja. Dan apakah klien rajin
melakukan ibadah sehari-hari

5) Aktivitas/ istirahat
Gejala: nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk
dengan stres pada sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya
terjadi bilateral dan simetris.limitasi fungsional yang berpengaruh
pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.

6) Keamanan ( spesifikasi pada lansia dirumah)


Gangguan keamanan berupa jatuh dirumah pada lansia
memiliki insiden yang cukup tinggi, banyak diatara lansia
tersebiut yang akhirnya cidera berat bahkan meninggal. Bahaya
yang menyebabkan jatuh cenderung mudah dilihat tetapi sulit
untuk diperbaiki, oleh karena itu diperlukan pengkajian yang
spesifik tentang keadaan rumah yang terstruktur. Contoh
pengkajian checklist pencegahan jatuh pada lansia yang
dilakukan oleh departemen kesehatan dan pelayanan masyarakat
amerika.
7) Pemeriksaan fisik
1) Status mental
a) Kesadaran
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon
seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat
kesadaran dibedakan menjadi : composmctis, apatis delirium,
samnolen, stupor, dan coma
b) Glas coma scale
Skala yang digunakan untuk menilai kesadaran pasien. respon
yang perlu diperhatikan mancapai tiga hal yaitu reaksi membuka
mata, bicara dan motoric. Hasil pemeriksaaan gcs disajikan dalam
bentuk simbul E, V, M dan selanjutnya nilai gcs tersebut
dijumlahkan.

2) Tanda tanda vital


Batas suhu normal suhu saat ini irama dan frekuensi jantung
abdomen tekanan darah abdomen, pernafasan abdomen

3) Integritas ego
Gejala: factor-faktor stres akut/kronis: mis, finansial,
pekerjaan, ketidak mampuan, factor-faktor hubungan, keputusan dan
ketidak berdayaan (situasi ketidak mampuan) ancaman pada konsep
diri , citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya tergantungan pada orang
lain).

4) Makana/cairan
Gejala: ketidak mampuan untuk menghasilkan/
mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat : mual, anoreksia, kesulitan
untuk mengunyah
Tanda: penurunan berat badan, kekeringan pada memberan mukosa
5) Hygiene
Gejala: berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas
perawatan pribadi, ketergantungan.

6) Neurosensory
Gejala: kebas, semutan, pada tangan dan kaki, hilangnya
sensasi pada jari tangan
Tanda: pembengkakan sendi simetris

7) Nyeri/kenyamanan
Gejala: fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh
pembengkakan jaringan lunak pada sendi).

8) Keamanan
Gejala: kulit mengkilat, tegang, nodul sukutan, lesi kulit,
ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan dalam menangani
tuga/pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap kekeringan
pada mata dan memberan mukosa.

9) Interaksi sosial
Gejala: kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang
lain, perubahan peran ,isolasi

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnose keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialami baik yang berlangsung actual maupun potensial. Doagnosa
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan (SDKI, 2016)
Dalam Setandar Keperawatan Indinesia (SDKI) yang diterbitkan
pada tahun 2016 oleh PPNI ( persatuan perawat nasional Indonesia),
muncul diagnose keperawatan dengan kerusakan fisik, yaitu :
a. Nyeri akut
b. Hambatan mobilits fisik
c. Resiko jatuh
1) Definisi: beriko mengalami kerusakan fisik dengan gangguan
kesehatan akibat terjatuh
2) Etiologi
a) Usia > 65 tahun (pada dewasa) atau <2 tahun ( pada anak)
b) Riwayat jatuh
c) Anggota gerak bawah prosthesis ( buatan)
d) Pengguanaan alat bantu berjalan
e) Penurunan tingkat kesadaran
f) Perubahan fungsi kognitif
g) Lingkungan tidak aman (licin, gelap, lingkungan asing)
h) Kondisi paska oprasi
i) Hipotensi ortostatik
j) Perubahan kadar glukosa darah
k) Anemia
l) Kekuatan otot menurun
m) Gangguan pendengaran
n) Gangguan keseimbangan
o) Gangguan penglihatan ( katarak, ablasio retina, neuritis
aptikus)
p) Neuropati
q) Efek agen farmakologi ( sedasi, alcohol, anasteri umum)
3) Batasan karakteristik
a) Osteoporosis
b) Kejang
c) Penyakit sebrovaskuler
d) Katarak
e) glukoma
f) demensai
g) hipotensi
h) amputasi
i) intoksisasi

3. Perencanaan Asuhan Keperawatan ( NOC&NIC,


2015)
Perencanaan keperawatan adalah pencatatan tentang kegiatan
perencanana keperawatan ( langkah pemecahan serta urutan proritasnya,
perumusan tujuan, perencanaan tindakan , dan penelitian) yang dapat
dipertangguang jawabkan secara massal, teknis, dan hukum yang
bertujan untuk mengomunikasikan secara tertulis langkah yang perlu
diambil serta urutan proritasnya, tujuan yang ingin dicapai, rencana
tindakan pemecahan masalah klien, dan rencana penilaiannya

a) Resiko jatuh
1). Tujuan: klien terbebas dari jatuh dan klien melakukan tindakan
keamana
2). kriteria hasil
a) klien dapat menggunakan alat bantu dengan benar
b) klien dapat menempatkan penompang untuk mencegah jatuh
c) klien dapat memodifikasi lingkungan untuk mencegah jatuh
d) klien dapat menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
e) klien dapat menempatkan susunan pegangan tangan sesuai
kebutuhan

b) Intervensi keperawatan
1) Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
2) Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi
fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit dahulu
pasien
3) Identifikasi factor lingkungan yang memungkinkan resiko jatuh (
misalnya, lantai licin, karpet yang licin, anak tangga tanpa
pegangan , jendela, dan kolam renang)
4) Menghindarkan lingkungan yang bahaya ( misalnya:
memindahkan perabotan)
5) Bila diperlukan gunakan reteksi fisik untuk membatasi resiko
jatuh
6) Memasang side rail tempat tidur
7) Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
8) Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau
pasien
9) Memberikan penerangan yang cukup
10) Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
11) Berikan materi edukasi yang berhubungan dengan strategi dan
tindakan untuk mencegah cedera

4. Penatalaksanaan /Impelementasi
Impelementasi keperawatan ditunjukan untuk meningkatkan dan
mempertahankan kemanana klien. Karena sebagian besar tindakan
keperawatan dapat diterapkan pada semua lingkungan, maka intervensi
tersebut harus terdiri dari dua bagian, yaitu: pertimbangan tahap
perkembangan dan pelindungan lingkungan. Katagori pertama dari
intervensi mencangkup intervensi yang spesifik untuk mengurangi resiko
pada setiap kelompok perkembangan usia ( potter dan perry, 2005)

5. Evaluasi
Rencana keperawatan yang dirancang untuk mengurangi resiko
cedera pada klien, di evaluasi dengan cara membandingkan kriteria hasil
dengan tujuan yang diciptakan selama tahap perencanaan. Jika tujuan
telah dicapai, maka intervensi keperawatan dengan efektif dan tepat. Jika
tidak tercapai, maka perawat harus menentukan apakah ada resiko baru
yang berkembang pada klien atau apakah resiko sebelumnya tetap ada.
Lingkungan yang aman berperan penting dalam meningkatkan,
mempertahankan dan memulihkan kesehatan. Dengan mengguanakan
proses keperawatan perawat mengkaji klien dan lingkungannya untuk
menentukan factor resiko, mengelompokkan factor-faktor resiko,
membuat diagnose keperawatan, merencanakan intervensi yang spesifik,
termasuk Pendidikan kesehatan ( Potter dan Perry, 2005).
Evaluasi hasil:
a) Klien dapat mengidentifikasi perasaan internalnya terhadap ansietas
dan menggunakan tindakan koping
b) Klien dapat menjaga kebersihan dan perawatan diri
c) Klien berkomunikasi tanpa menunjukkan pemikiran disosiasi
d) Klien dapat membedakan antara pikiran danperasaan yang
distimulasi dari dalam dirinya dan yang distimulasi dari luar
e) Klien menunjukkan perbaikan interaksi sosial dengan orang lain
f) Klien menunjukkan efek yang sesuai dengan perasaan, pikiran dan
situasi

C. Tinjaun Konsep Penyakit

1. Definisi Penyakit Athritis Rematoid


Arthritis rematoid, kata arthritis berasal dari sua kata Yunani, pertama,
arthron, yang berarti sendi. Kedua, it is yang berarti peradangan. Secara
harfiah, arthritis berarti radang sendi. Sedangkan Rheumatoid Arthritis adalah
suatu penyakit auto imun dimana persendian ( biasanya sendi tangan dan
kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan
seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagiandalam sendi ( Gordon,
2002).

2. Etiologi
Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketauhi secara pasti,
namun factor predisposisi adalah mekanisme imunitas ( antigen-antibodi),
factor metabolic dan infeksi virus.
3. Patofisiologi
Pada arthritis rematoid , reaksi auto imun ( yang dijelaskan sebelumnya)
terutama terjadi dalam jaringan synovial. Proses fagositosis menghasilkan
enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen
sehingga terjadi edema,proliferasi memberana synovial dan akhirnya
pembentukan pannus, pannus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan
sendi yang akan mengganggu pergerakan sendi. Otot akan turut terkena
karena serabut otot akan mengalami perubahan degenerative dengan
menghilangnya elastisitas otot dan kekakuan kontraksi otot.
Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan
adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang
sembuh dari serangan dan selanjutnya tidak diserang lagi. Namun pada
sebagian kecil individu terjadi progresof yang cepat ditandai dengan
kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vasculitis yang difus
( Smeltzer dan Bare, 2002)

4. Manisfestasi klinis
Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poli arthritis
rheumatoid. Persendia yang paling sering terkena adalah sendi tangan,
pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku, pergelangan kaki, sendi bahu serta
sendi panggul dan biasanya bersifat bilateral/simetris. Tetapi kadang- kadang
hanya terjadi pada satu sendi disebut artritis rheumatoid mono- artikular
( Charuddin, 2003)

a) Stadium awal

Malase, penurunan BB, rasa cape, sedikit demam dan anemia. Gejala local
yang berupa pembengkakan, nyeri dengan gangguan gerak pada sendi
matakarpofalangial
b) Stadium lanjut
Kerusakan sendi dan deformitas yang bersifat permanen, selanjutnya
timbul/ketidak setabilan sendi akibat rupture/ ligament yang menyebabkan
deformitas rheumatoid yang khas berupa deficit ulnar jari- jari, deviasi
radial/volar pergelangan tangan serta valgus lutut dan kaki

5. Masalah Keperawatan Arthritis Rematoid


a) resiko jatuh
b) nyeri akut berhubungan dengan perubahan patalogis oleh rhemstoid
srthritis
c) hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan sendi

6. Penatalaksaan

Setelah diagnosis AR dapat ditegagkan pendekatan pertama yang harus


dilakukan adalah langsung berusaha untuk membina hubungan yang baik
antara passen dengan keluargaya dengan dokter atau tim pengobatan yangb
merawatnya.

a) Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan


( Reeves, 2001) yang akan dilakukan sehingga terjadi hubungan baik dan
tejalin ketaatan pasien.
b) OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi
yang sering dijumpai
c) DMARD ( disease-modifying antirheumatic drugs) digunakan untuk
melindungi rawam sendi dan tulang dari proses destruksi akobat arthritis
rheumatoid.
d) riwayat penyakit alamiah pada umumnya 25% pasien akan mengalami
manifestasi penyakit yang bersifat monosiklis ( hanya mengalami satu
episode AR dan selanjutnya akana mengalami remisi sempurna).
e) rehabilitasi merupakan tindakan untuk mengembalikan tingkat
kemampuan pasien AR dengan tujuan
1) mengurangi rasa nyeri
2) mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatsan gerak sendi
3) pmencegah terjadinya atrofi dan kelemahan otot
4) mencegah terjadinya deformitas
5) meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri
6) mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung kepada
orang lain.

7. Lansia
a. definisi lansia
Lansia atau menua adalah suatu keadan yang terjadidi dalam
kehidupan manusia. Menua merupakan peroses sepanjang hidup, tidak hanya
dimulai dari suyatu waktu tertentu,tetapi dimulai sejak permulaian
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga
tahap ini berbeda baik secara biologis, maupun pisikologis. Memasuki usia
tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik, ditandai
dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kurang jelas,penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat
dan figur tubuh yang tidak proposional.

b. Karakteristik lansia
Lansia memiliki tiga karakteristik sebagai berikut :
1) Berusia lebih dari 60 tahun
2) Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
dari kebutuhan biopsikososial hingga spiritual, serta dari kondisi adaptif
hingga kondisi maladaptive
3) Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi

c. Klasifikasi lansia
Depkes RI ( 2003) mengklarifikasi lansia dalam katagori berikut :
1) Pralansia (prasenilis), seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2) Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3) Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang
yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
4) Lansia pontensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.
Sedangkan klasifikasi lansia menurut WHO adalah sebagian berikut :
a) Elderly : 60-70 tahun.
b) Old : 75-89 tahun.
c) Very old > 90 tahun
.
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, C diane,dkk, 2000. Buku saku medical bedah brunner suddart, Jakarta,
EGC.
Carpenito L.J,1998. Buku saku diagnosa keperawatan (terjemahan), Jakarta, EGC.

Carpenito L.J, 2000. Diagnosa keperawatan; Aplikasi pada


perawatan klinis(terjemahan), Edisi 6. Jakarta :EGC.

Depkes RI,2017. Asuhan keperawatan pasien dengan gangguan system persyarafan,


DEPKES RI. Jakarta.

Friedman,Marilyn M. 2015. Family Nursing Theory and Practice. Alih Bahasa Ina
Debora, Keperawatan keluarga: Teori dan Praktek.Jakarta:EGC.

Junaidi, iskandar,2004, Panduan praktis pencegahan dan pengobatan stroke, Edisi;


2, PT Bhuana ilmu popular, kelompok gramedia, Jakarta.

Mansjoer,A, 2000, Kapita selekta kedokteran. Edisi:3, Media Ausculapius, FKUI,


Jakarta.

Price, S, A, 2000, Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit (terjemahan),


Edisi ;4 buku 2, Jakarta, EGC.

Tucker, 2019, Standar perawatan pasien ( terjemahan), Edisi 3, Jakarta, EGC.


D. PATHWAY

ETIOLOGI

Respon Lansia
Kemampuan Otot
 Kurang pengetahuan/ketidaktahuan fakta
 Tidak memahami mengenai fisik, berat dan
Kelemahan dalam mobilisasi luasnya masalah
Terbatas rentang gerak  Tidak mengetahui keadaan penyakit, penyebab,
perjalanan penyakit, gejala dan perawatan
 Pengalaman yang kurang baik dari petugas
kesehatan
Imobilisasi Aliran Darah ke Setiap Resiko
Bagian Otak Terhambat perdarahan
Ketidakmampuan keluarga
mengenal masalah kesehatan
Gangguan Mobilitas Penurunan Suplay Ketidakmampuan keluarga mengambil
Fisik Resiko Infeksi
Darah ke Tubuh keputusan

Ketidakmampuan keluarga merawat


anggota keluarga yang sakit
fasilitas kesehatan
Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan
D. PATHWAY

ETIOLOGI

Anda mungkin juga menyukai