RAPAT
DISKUSI ILMIAH
Pengertian Umum
Kata diskusi berasal dari bahas Latin discutio atau discusum yang berarti bertukar
pikiran. Dalam bahasa Inggris digunakan kata discussion yang berarti perundingan atau
pembicaraan. Dari segi istilah, diskusi berarti perundingan/bertukar pikiran tentang suatu
masalah: untuk memahami, menemukan sebab terjadinya masalah, dan mencari jalan
keluarnya. Diskusi ini dapat dilakukan oleh dua-tiga orang, puluhan, dan bahkan ratusan orang.
Pada hakikatnya, diskusi merupakan suatu cara untuk mengatasi masalah dengan proses
berpikir kelompok. Oleh karena itu, diskusi merupakan kegiatan kerja sama yang mempunyai
cara-cara dasar yang harus dipatuhi oleh seluruh kelompok. Diskusi kelompok berlangsung
jika orang-orang yang berminat dalam suatu masalah khusus berkumpul dengan sengaja untuk
mendiskusikan suatu hal untuk menyelesaikan suatu masalah.
Bagi suatu diskusi yang efektif, istilah kelompok merupakan suatu keseluruhan yang
dinamis dengan sifat-sifat yang berbeda dari sifat-sifat anggota-anggota kelompok secara
perseorangan. Gagasan-gagasan yang dihasilkan suatu kelompok tidak akan dapat dihasilkan
oleh satu anggota kelompok secara pribadi. Dalam mencapai tujuan diskusi, pribadi-pribadi
dalam suatu kelompok saling tergantung satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan akhir yang
bersifat tunggal.
Agar tidak kehilangan arah, salah seorang dari peserta diskusi harus bertindak sebagai
ketua/pemimpin/moderator. Karena adanya partisipasi anggota diskusi, maka kesimpulan yang
dihasilkan merupakan hasil pemikiran bersama. Kata ilmiah pada diskusi ilmiah memberikan
makna khusus. Diskusi tersebut mempunyai cara-cara yang lebih khusus dan kesimpulan yang
dihasilkan oleh diskusi tersebut harus memenuhi persyaratan tertentu. Perbedaan itu terutama
disebabkan bukan hanya karena materinya yang harus menyangkut keilmuan, tetapi juga
karena asas moral yang melatarbelakangi ilmu. Asas moral tersebut sangat mempengaruhi
teknik berdiskusi dan hasil diskusi. Dengan asas moral seperti itu, semua proses dalam
pelaksanaan diskusi dari persiapan diskusi sampai penyebarluasan simpulan harus memenuhi
etika keilmuan.
Ada beberapa macam teknik diskusi yang dapat digunakan baik untuk diskusi ilmiah maupun
nonilmiah.
Jika jumlah diskusi tidak terlalu banyak ( 5-15 orang), diskusi meja bundar dapat dilakukan.
Seorang ketua ditunjuk untuk memimpin diskusi.
Jika peserta banyak dan yang didiskusikan bermacam-macam, diskusi dapat dilaksanakan
dalam kelompok – kelompok. Tiap kelompok dipimpin oleh seorang ketua (kelompok).
Demikian juga, diskusi antar kelompok dipimpin oleh seorang ketua.
Diskusi panel
Diskusi panel merupakan forum pertukaran pikiran yang dilakukan oleh sekelompok orang di
hadapan sekelompk pendengar mengenai suatu masalah tertentu yang telah dipersiapkan
sebelumnya. Diskusi dipimpin oleh seorang moderator. Pada saat diskusi, para anggota panel
duduk berjejer menghadap ke arah para pendengar. Moderator duduk di tengah para anggota
panel.
Seminar
Kata seminar berasal dari kata Latin semin yang berarti “benih”. Jadi, seminar berarti “ tempat
benih-benih kebijaksanaan”. Seminar merupakan pertemuan ilmiah yang dengan sistematis
mempelajari suatu topik khusus di bawah pimpinan seorang ahli dan berwenang dalam bidang
tersebut. Ketua duduk di depan bersama pembicara dan (para) penyanggah. Setelah ketua
memberikan pengantar, pembicara membawakan makalah, kemudian secara bergiliran
penyanggah melancarkan sanggahannya. Setelah berbagai komentar dan sanggahan ditanggapi
pembicara, pendengar diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan pertanyaan.
Konferensi
Konferensi sebagai suatu bentuk diskusi kadang-kadang mengacu kepada diskusi untuk
pengambilan tindakan. Konferensi berusaha membuat 5 suatu keputusan yang akan diikuti
dengan tindakan berdasarkan keputusan itu. Dalam Ensiklopedia Indonesia F-M, konferensi
diartikan sebagai pembicaraan, permusyawaratan, rapat yang terutama dipakai untuk
pertemuan antara wakil-wakil dari berbagai negara untuk membicarakan kepentingan-
kepentingan bersama. Konferensi sering dipertukargunakan dengan kongres. Dalam
Ensiklopedi Indonesia F-M, kongres didefinisikan sebagai :
(1) Rapat yang diselenggarakan oleh suatu partai dan dihadiri oleh wakilwakil dari semua
cabang partai tersebut. Kongres biasanya dilakukan sekali setahun untuk menentukan garis
besar aktivitas partai.
(2) Pertemuan antarwakil berbagai negara. Biasanya lebih penting daripada konfrensi biasa.
Lokakarya (Workshop)
Rapat kerja
Rapat kerja adalah suatu pertemuan wakil-wakil eselon suatu badan/instansi untuk membahas
suatu masalah sesuai dengan tugas/fungsi badan/instansi yang bersangkutan untuk
mendapatkan keputusan mengenai masalah yang sedang dihadapi. 6 Rapat kerja membahas
masalah yang jelas/spesifik, dilakukan dengan terarah dan terpimpin, menghasilkan keputusan,
dan dipimpin oleh pimpinan badan/instansi yang bersangkutan.
Simposium
Simposium merupakan pertemuan terbuka dengan beberapa pembicara yang menyampaikan
ceramah pendek mengenai aspek yang berbeda tetapi saling berkaitan tentang suatu masalah.
Simposium dipimpin oleh seorang ketua yang bertugas mengatur jalannya diskusi. Pendengar
bertanya dan para ahli menjawab.
Debat
Debat berarti berbicara kepada lawan untuk membela pendirian/pendapatnya atau menyerang
pendirian/pendapat lawannya. Debat dapat juga dilakukan antar kelompok. Debat dipimpin
oleh seorang ketua.
Dalam metode ini, suatu persoalan diajukan dan peserta diminta mengemukakan saran secara
cepat dan spontan. Semua dicatat di papan tulis atau pada kertas. Pada dasarnya, semua
masukan diterima. Kemudian, seluruh kelompok mengevaluasi masukan-masukan tersebut.
Bull session
Diskusi ini bersifat informal. Pada umumnya, diskusi tipe ini tidak dipimpin dan mungkin
efektif untuk digunakan pada waktu senggang.
ETIKA DISKUSI
Dalam konteks diskusi, makna etika digambarkan:
• sebagai sikap seseorang dalam menyampaikan pendapat dan bertingkah laku yang baik
dan benar ditinjau dari nilai yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat.
• Bagaimana Perilaku yang kita tampakan dalam diskusi yang menyangkut, cara
menyampaikan pendapat dan gestur tubuh yang diekspresikan itu ,mampu ditangkap,
dimengerti,dan diterima oleh sesama kelompok diskusi itu.
Memang setiap masyarakat tertentu memiliki pola nilai yang tidak sama dengan masyarakat
lain. Namun nilai atau value yang digunakan dalam pengertian etika diskusi adalah nilai-nilai
yang umum (universal) yang berlaku di masyarakat luas.
Dalam memahami dan mendalami Etika Diskusi,salah satu kunci utama adalah
mempelajari Retorika (seni berbicara yang baik dan benar). Berbicara baik dan benar bukan
berarti berbicara yang lancar,namun lebih dari itu, Bahwa bagaimana menyampaikan pendapat
dengan jelas,singkat,tersistematis dan mampu untuk dimengerti oleh orang lain. Seperti kata
bijak “Ketahuilah semua yang kamu katakan,sebelum mengatakan semua yang kamu ketahui”
Definisi Persidangan
Sidang merupakan forum formal suatu organisasi guna membahas masalah tertentu dalam
upaya menghasilkan keputusan,yang akan menjadi sebuah ketetapan. Keputusan dari
persidangan ini akan mengikat seluruh elemen organisasi selama belum diadakan perubahan.
Macam-Macam Persidangan
Dalam dunia persidangan dikenal istilah interupsi yuang berarti gangguan, berhentinya atau
penyelaan (sela-menyela) tentunya dengan tingkatan atau fungsi yang berbeda sehingga
diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Interupsi Point Of Order
Order berarti perintah, makna istilah ini untuk penyampaian yang harus diproritaskan karena
suatu yang penting.
b. Interuption Of Clarification
Clarification berarti penjelasan, makna interupsi ini adalah untuk memberikan penjelasan atau
uraian terhadap persoalan yang dianggap telah melenceng maknanya.
c. Interuption Of jastifition
Berati memperkuat argumen.
d. Interuption Of Information
Information berarti keterangan atau penerangan, interupsi ini berguna untuk memberikan
keterangan atau informasi pada seluruh peserta sidang.
e. Interuption Of Question
Qustion berati pertanyaan atau bertanya, interupsi ini diajukan karena ingin bertanya.
f. Interuption Of Privelleg
Privelleg yaitu hendak menyela, ketika memiliki keperluan pribadi (tuntutan alam).
Dalam suatu persidangan resmi, palu sidang mempunyai otoritas tinggi yakni keputusan
itu memiliki legitimasi atau kekuatan hukum ketika palu sudah diketuk.
Makna palu sidang dalam persidangan mempunyai arti penting yaitu:
a. Satu kali ketuk
Bermakna proses persetujuan atau pengiyaan,mengesahkan point-point.
b. Dua kali ketuk
Bermakna untuk pengambilan alihan pimpinan sidang (pelimpahan wewenang) penentuan
break/ pending dan pencabutan break.
c. Tiga kali ketuk
Bermakna untuk pembuka dan penutup persidangan serta pengesahan atau penetapan
keputusan persidangan.
d. Lebih dari tiga ketukan
Bermakna untuk menenangkan atau meminta perhatian peserta sidangan selama persidangan
berlangsung. Yang berhak memegang dan menggunakan palu sidang hanyalah pimpinan
sidang.
Peserta Sidang
Utusan:
Peninjau:
Hak bicara , aalah untuk bertanya,mengeluarkan pendapat dan megajukan usulan kepada
pimpinan baik secara lisan maupun tertulis
Kewajiban Peserta:
• Presidium sidang dipilih dari dan oleh peserta melalui siding pleno yang dipandu oleh
panitia pengarah
• Presidium sidang bertugas untuk memimpin dan mengatur jalannya persidangan
seperti aturan yang disepakati peserta/tata tertib
• Presidium sidang berkuasa untuk memimpin dan menjalankan tata tertib persidangan
Tugas Khusus:
➢ Presidium 1
memimpin jalannya persidanga secara penuh
➢ Presidium 2
sebagai notulensi yang menjadi masukan/usulan dari peserta siding
➢ Presidium 3
menunjuk peserta yang melakukan interupsi sesuai dengan hirarkinya
➢ Syarat-syarat presidium sidang:
➢ Mempunyai sifat leadership, bijaksana dan bertanggung jawab
➢ Memiliki pengethuan yang cukup tentang persidangan
➢ Peka terhadap situasi dan cepat mengambil inisiatif dalam situasi kritis
➢ Mampu mengontrol emosi sehingga tidak terpengaruh kondisi persidangan
Pendekatan awal terhadap teori organisasi pada awal abad 19 menganggap organisasi
sebagai alat mekanis untuk mencapai tujuan, pada perhatian difokuskan pada pencapaian
efisiensi dalam fungsi-fungsi intern.
Pada teoritikus tipe 2 yang melaksanakan dibawah asumsi sistem tertutup namun
menekankan hubungan informasi dan motivasi-motivasi non-ekonomis yang beroperasi dalam
organisasi. Organisasi tidak selalu berjalan secara mulus dan bukan merupakan mesin yang
sempurna. Manajemen dapat merancang hubungan dan aturan formal, namun diciptakan juga
persahabat informal untuk memenuhi kebutuhan social anggotanya.
Kerasionalan kembali menjadi tema sentral pada teoritikus tipe 3, diperkirakan sejak
1960 sampai awal 1970-an para teoritikus melihat organisasi menjadi alat untuk mencapai
tujuan. Mereka memfokuskan pada sasaran, teknologi, dan ketidak pastian lingkungan sebagai
variabel-variabel kontingensi utama yang menentukan struktur yang tepat dan seharusnya
berlaku dalam organisasi, dengan kata lain struktur yang sesuai dengan variabel-variabel
kontingensi tersebut akan membantu pencapaian tujuan organisasi, sebaliknya penerapan
struktur yang salah akan mengancam kelancangan hidup organisasi.
Manusia pada dasarnya merupakan makhluk individu dan sosial sekaligus. Sebagai
makhluk sosial, manusia hidup dalam suatu bentuk hubungan tertentu (bersosialisasi) dengan
dunia sekitarnya dan dengan individu lain. Bersosialisasi merupakan jalan bagi manusia untuk
memenuhi kebutuhan kemanusiannya. Tanpa berada ditengah sesamanya dalam bentuk-bentuk
hubungan tertentu, manusia tidak dapat tumbuh mencapai tingkat kemanusian-nya yang
tertinggi.
II.PENGERTIAN
Hakikat ialah intisari atau dasar sementara, urgensi ialah keharusan yang mendesak.
Tapi, sebelum mengarahkan pada hakikat dan urgensi organisasi, maka pertanyaan yang
terlebih dahulu mesti dijawab ialah apa itu organisasi.
Dari berbagai definisi yang dilontarkan oleh para ahli diatas, dapat kita simpulkan dengan
menggunakan dua pendekatan arti yaitu dalam arti statis, yaitu organisasi sebagai wadah
tempat dimana kegiatan kerjasama dijalankan, dan yang kedua dalam arti dinamis, yaitu
organisasi sebagai suatu sistem proses interaksi antara orang-orang yang bekrjasama, baik
formal maupun informal.
• Bahwa organisasi bukanlah tujuan, melainkan hanya alat untuk mencapai tujuan atau
alat untuk melaksanakan tugas pokok. Berhubungan dengan itu susunan organisasi
haruslah selalu disesuaikan dengan perkembangan tujuan atau perkembangan tugas
pokok.
• Dalam organisasi selalu terdapat rangkaian hirarki, artinya dalam suatu organisasi
selalu terdapat apa yang dinamakan atasan dan apa yang dinamakan bawahan.
• Organisasi adalah wadah serta proses kerjasama sejumlah manusia yang terikat dalam
hubungan formal.
• Organisasi adalah alat perjuangan untuk sebuah asa menuju cita.
Saat ini telah diakui bahwa kecerdasan intelektual hanya menyumbang 10-20 persen
kesuksesan seseorang, sementara sisanya 80-90 persen ditentukan oleh kecerdasan emosional
dan spiritual. Salah satunya di dapatkan dengan cara ikut berorganisasi. Berorganisasi adalah
melatih kecerdasan emosional dan spiritual, sehingga dengan demikian berorganisasi
merupakan jalan menuju kesuksesan.
III.TERBENTUKNYA ORGANISASI
Organisasi merupakan sebuah kebutuhan dari manusia itu sendiri. Hal ini disebabkan
karena kecendrungan manusia sebagai makhluk sosial, makhluk bermasyarakat (homo socius,
social animal, zoon politicon), tidak mungkin dapat hidup sendiri, cenderung bermasyarakat
atau berkelompok (gregariousness). Beberapa pendekatan yang bisa digunakan untuk
memahami kebutuhan manusia sehingga berorganisasi dijabarkan sebagai berikut (abraham
maslow) :
a. Keperluan manusia :
• Keperluan fisik (physical need)
• Keperluan rasa aman dan selamat (safety need)
• Keperluan social (social needs)
• Keperluan akan harga diri (esteem needs)
• Keperluan aktualisasi diri (self realization needs)
b. Dorongan orang bekerja :
• Dorongan primer (kelangsungan hidup organis)
• Motif dasar (psikologis atau sosial)
c. Motivasi orang bekerja :
• Kepastian (masa depan-kelangsungan kerja)
• Kesempatan (naik pangkat/dipromosikan)
• Peran serta (saran-saran/masukan dalam pengambilan keputusan)
• Pengakuan/penghargaan (prestasi kerja)
• Ekonomi (upah/gaji yang layak untuk hidup)
• Pencapaian (keberhasilan dalam pekerjaan)
• Komunikasi (mengetahui apa yang terjadi dalam organisasi)
• Kekuasaan (kewibawaan dan mempengaruhi orang lain)
• Keterpaduan (bagian dari organisasi secara keseluruhan)
• Kebebasan (pribadi dan pendapat)
IV.KOMITMEN (BER)ORGANISASI
Komitmen, sebuah kata yang sering kita dengar bahkan kita ucapkan. Namun sebenarnya
apa makna dari komitmen itu sendiri ? kata itu begitu mempunyai makna yang sangat besar
bagi organisasi manapun. Untuk bisa meraih cita-cita memerlukan komitmen semua pelaku
dalam organisasi tersebut. Michael amstrong dalam bukunya “managing people” menyatakan
bahwa komitmen adalah kecintaan dan kesetiaan. Komitmen terdiri dari tiga komponen :
Komitmen organisasi adalah sebagai suatu keadaan dimana seorang anggota memihak
organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan
dalam organisasi tersebut. Menurut Stephen P Robbins didefinisikan bahwa keterlibatan
pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara
komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu
tersebut. Dalam organisasi seorang guru merupakan tenaga profesional yang berhadapan
langsung dengan siswa, maka guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik mampu
menjalankan kebijakan-kebijakan dengan tujuan-tujuan tertentu dan mempunyai komitmen
yang kuat terhadap tempat dia bekerja.
V.PENUTUP
Tujuan dari organisasi adalah keadaan yang dikehendaki pada masa yang akan datang,
yang senantiasa dikejar oleh organisasi agar dapat direalisasikan.
Nasionalisme ISMKI
Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia, atau selanjutnya akan saya sebut ISMKI,
adalah suatu Himpunan yang mewadahi seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Indonesia,
jadi, bukan hanya pengurus BEM atau senatnya saja.
Sebelum kita membahas tentang Nasionalisme nya, ada baiknya kita melihat sejarah
terbentuknya ISMKI terlebih dahulu. Dulu, pergerakan bangsa Indonesia di jaman Soekarno
lebih mengarah ke pergerakan politis dan pengakuan. Ketika jaman bergeser dan kita
memasuki era Soeharto, pergerakan yang ada lebih dituntut ke arah profesionalitas; dalam hal
mahasiswa kedokteran misalnya, kesejawatan. Hal ini semakin menguat ketika beberapa
mahasiswa FK UI saat itu melakukan konsol ke pertemuan ARMSA (kini AMSA) dan
mendapatkan inspirasi akan pentingnya sebuah organisasi yang menghimpuan sesama calon
teman sejawat dokter.
Maka dibentuklah IMKI (Ikatan Mahasiswa Kedokteran Indonesia) sebagai cikal bakal ISMKI.
Di era 1978-1981, terjadi banyak pergolakan politisasi kampus yang akhirnya ‘diredakan’
dengan berbagai cara melalui Normalisasi Kebijakan Kampus—fokus pemerintah saat itu
adalah menutup corong pergerakan masal di taraf Universitas dengan cara meningkatkan
percepatan kuliah (sistem SKS), pembentukan Tridharma Univeritas tanpa ‘Kepedulian
Politik’ dan mendukung dibentuknya organisasi pararel antar Universitas. Disinilah,
bermunculan organisasi-organisasi seperti HMI, GMNI, GMKI dan ISMS. Organisasi
semacam ini diaggap ‘aman’ karena letak mahasiswanya yang terpencar-pencar dengan
ideologi dasar yang masih berbedabeda. Di era 1981-1990, IMKI/ISMKI banyak disibukkan
dengan pembentukan fondasi organisasi, pematokan kesadaran ilmiah dan intelektual melalui
Temilnas pertama, dan bertahan dari intervensi politik frontal DepDikBud yang ingin merubah
AD/ART-nya.
Di era 90-an, mulai tampak bargaining position yang dilakukan ISMKI; semisal mengenai
kebijakan dokter PTT dan kemunculan FK swasta. ISMKI mulai banyak melakukan audiensi—
dimana sebelumnya mereka telah membuat pernyataan sikap. Meski memang, di era ini terjadi
banyak pergolakan internal seperti lepasnya AMSA (karena tidak ada nota kesepahaman),
adanya sentiment antara FK Swasta dan FK Negeri, hingga rancunya arah pergerakan kedepan
diantara para pengurus. Saat itu, SekJen ISMKI menginginkan ISMKI yang mengakar pada
intra-nya, sementara beberapa PHN lebih memilih untuk fokus Go Internasional. Konfrontasi
langsung pun akhirnya muncul di Pramunas dan saat itu, Ketua HubLu Unpad yang menjabat
sebagai pengurus disana membawa ketua SCO-SCO yang ada dan menginisiasi pembentukan
CIMSA.
Pertama, esensi pembentukan ISMKI ini adalah menjaga kesejawatan calon-calon dokter
Indonesia. Ia, menjadi wadah silaturahmi—saling mengenal—tukar pikiran dan menyatukan
poros pergerakan para mahasiswa kedokteran agar padu, agar ‘bertaring’. Ia sebagai
perwujudan Nasionalisme—rasa cinta Negara dari para mahasiswa kedokteran. Sebuah
manifesto yang nyata.
Kedua, meski terdengar sepele, ISMKI sendiri terdiri dari singkatan berbahasa Indonesia—bila
kita bandingkan dengan organisasi lain. Ini menunjukkan keberpihakan dan fokus ISMKI
dalam negaranya. Bukan karena—kalaupun ada yang berpendapat begitu—ISMKI adalah
produk dari NKK/BKK. Inisiasi pembentukan IMKI telah ada dari bertahun-tahun sebelumnya.
Jadi memang dari awal, pembentukannya telah difokuskan sebagai penggerak banga Indonesia.
Ketiga, dari sejarah diatas, kita bisa memahami bahwa fokus dari ISMKI memang sebagai
inisiasi awal kesejawatan kedokteran Indonesia sebelum memasuki dunia professional.
Memang, ISMKI tergabung dalam IFMSA, tapi poros pergerakannya tetap mengeratkan
mahasiswa kedokteran Indonesia terlebih dahulu. Sekedar nasionalisme tanpa dasar? Tidak!
Ini adalah sebuah komitmen dengan visi yang jelas.
Jika kita menilik asas pergerakkan ISMKI selanjutnya, seharusnya ISMKI memiliki torehan
yang lebih dahsyat dibandingkan dengan BEM/KKM Fakultas yang bergerak sendiian. Disini,
bila asas kesejawatannya memang benar-benar di-‘kental’-kan, barulah kita bisa menghasilkan
asas manfaat yang beneran.
Di jaman kita ini, mahasiswa sebagai kaum intelektual yang bersenjatakan pemikiran tanpa
kepentingan politik, bila digerakkan secara sinergis dapat dijadikan senjata dengan tidak hanya
menyejawatkan dokter-dokter Indonesia masa depan, tapi juga bisa menjadi otak dari sniper
handal yang pelurunya dinamis serta tepat sasaran. Jika dulu di tengah gempuran intervensi
yang dahsyat serta tekanan sana-sini ISMKI dapat melakukan audiensi dan pernyataan sikap
yang nyata, maka ISMKI-pun dapat berperan sebagai pengawal kebijakan di bidang kesehatan
semisal BPJS dan RUU Pertembakauan. Inilah sebuah bentuk nasionalisme sesungguhnya—
tak hanya membanggakan diri di luar negri, tapi membangun di dalam dengan beribu gagasan.
Nationalism rasa cinta yang membangun dengan meningkatkan kualitas di negrinya, bukan
rasa superior terhadap nation lain—ISMKI.
Pengabdian Masyarakat
Pengabdian masyarakat adalah suatu kegiatan yang bertujuan membantu masyarakat tertentu
dalam beberapa aktivitas tanpa mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun. Secara umum
program ini dirancang oleh berbagai universitas atau institut yang ada di Indonesia untuk
memberikan kontribusi nyata bagi bangsa Indonesia, khususnya dalam mengembangkan
kesejahteraan dan kemajuan bangsa Indonesia. Kegiatan Pengabdian Masyarakat merupakan
salah satu bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi.
1. Bakti Sosial
2. Mengajar
Berpikir menurut Plato adalah berbicara dalam hati. “Berpikir adalah meletakkan
hubungan antara bagian-bagian pengetahuan kita. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) berpikir artinya menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan
memutuskan sesuatu. Proses berpikir itu pada pokoknya ada tiga langkah, yaitu:
pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, dan penarikan kesimpulan.
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk
kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya.
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir yang diawali dan diproses oleh
otak kiri. “Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak 1942.
Penelitian dan berbagai pendapat tentang hal itu, telah menjadi topik pembicaraan dalam
sepuluh tahun terakhir ini.
Berpikir kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang dapat
digunakan dalam pembentukan sistem konseptual seseorang.
Menurut Ennis yang dikutip oleh Alec Fisher, “Berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk
akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau
dilakukan. Dalam penalaran dibutuhkan kemampuan berpikir kritis atau dengan kata lain
kemampuan berpikir kritis merupakan bagian dari penalaran.
Berpikir kritis adalah berpikir dengan baik dan merenungkan atau mengkaji tentang
proses berpikir orang lain. John Dewey mengatakan, bahwa sekolah harus mengajarkan cara
berpikir yang benar pada anak- anak. Kemudian beliau mendefenisikan berpikir kritis
(critical thinking), yaitu: “Aktif, gigih, dan pertimbangan yang cermat mengenai sebuah
keyakinan atau bentuk pengetahuan apapun yang diterima dipandang dari berbagai sudut
alasan yang mendukung dan menyimpulkannya.
Sementara Vincent Ruggiero mengartikan berpikir sebagai, “Segala aktivitas mental
yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan atau
memenuhi keinginan untuk memahami: berpikir adalah sebuah pencarian jawaban, sebuah
pencapaian makna.” John Chaffee, direktur pusat bahasa dan pemikiran kritis di LaGuardi
College, City University of New York (CUNY), menjelaskan bahwa berpikir sebagai
“sebuah proses aktif, teratur dan penuh makna yang kita gunakan untuk memahami dunia”.
Chaffee mendefenisikan berpikir kritis sebagai “ berpikir untuk menyelidiki secara
sistematis proses berpikir itu
sendiri”. Kemudian ditambahkan oleh Elaine B. Johnson, Ph.D. “Maksudnya tidak hanya
memikirkan dengan sengaja, tetapi juga meneliti bagaimana kita dan orang lain
menggunakan bukti dan logika” secara sederhana menurut Robert Duron, critical thinking
dapat didefenisikan sebagai: the ability to analyze and evaluate information (kemampuan
untuk membuat analisis dan melakukan evaluasi terhadap data atau informasi).
Dari beberapa pendapat para ahli tentang definisi berpikir kritis di atas dapat
disimpulkan bahwa berpikir kritis (critical thinking) adalah proses mental untuk
menganalisis atau mengevaluasi informasi. Untuk memahami informasi secara mendalam
dapat membentuk sebuah keyakinan kebenaran informasi yang didapat atau pendapat yang
disampaikan. Proses aktif menunjukkan keinginan atau motivasi untuk menemukan jawaban
dan pencapaian pemahaman. Dengan berpikir kritis, maka pemikir kritis menelaah proses
berpikir orang lain untuk mengetahui proses berpikir yang digunakan sudah benar (masuk
akal atau tidak). Secara tersirat, pemikiran kritis mengevaluasi pemikiran yang tersirat dari
apa yang mereka dengar, baca dan meneliti proses berpikir diri sendiri saat menulis,
memecahkan masalah, membuat keputusan atau mengembangkan sebuah proyek.
c. Argumen (Argument)
Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data-data.
Keterampilan berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan, penilaian, dan
menyusun argumen.
d. Pertimbangan atau pemikiran (Reasoning)
Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa premis.
Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan
atau data.
e. Sudut pandang (Point of view)
Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan
menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan
memandang sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
f. Prosedur penerapan kriteria (Procedures for applying criteria)
Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur
tersebut akan meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan
yang akan diambil, dan mengidentifikasi perkiraan-perkiraan.
Pendapat wade yang dikutip oleh Hendra Surya ini dapat digunakan ketika kita
memberikan siswa suatu permasalahan yang dapat melatih kemampuan berpikir kritis siswa.
Ennis mengemukakan, “Definisi berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan
reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apayang harus dipercayai atau
dilakukan”. Oleh karena itu, indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari
aktivitas kritis siswa meliputi:
1) Mencari pernyataan yang jelas dari pertanyaan.
2) Mencari alasan.
3) Berusaha mengetahui infomasi dengan baik.
4) Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya.
5) Memerhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan.
6) Berusaha tetap relevan dengan ide utama.
7) Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar.
8) Mencari alternatif.
9) Bersikap dan berpikir terbuka.
10) Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu.
11) Mencari penjelasan sebanyak mungkin.
12) Bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian dari keseluruhan masalah.
kastrat:
• Bersifat spontanitas
• Bercorak nonstruktural
•
Dengan dilaksanakannya fungsi kastrat, akan timbul pergerakan mahasiswa
yang dapat membawa perubahan-perubahan positif. Adapun perubahan yang dapat
timbul dapat dalam cakupan institusi, regional, maupun nasional sesuai dengan tujuan
awal pergerakan tersebut. Adapun skema bagaimana pergerakan mahasiswa dapat
mempengaruhi lingkungan:
Untuk mencapai tujuan serta fungsi kastrat dengan efektif, diperlukan sifat-
sifat unggulan dalam diri para kastrater, adapun sifat-sifat unggulan yang diharapkan
dimiliki oleh para kastrater yaitu:
• Komitmen
• Visioner kritis
• Analisator
• Pemikir-pekerja
• Solutif
• Berani
• Peka
• Terbuka – friendly
• Public speaker
Selain sifat-sifat unggulan yang perlu dimiliki para kastrater, diharapkan para
• Membaca
• Menulis
• Berdiskusi
Data yang diambil untuk melakukan kajian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer dilakukan dengan pengambilan data-data terkait pengelolaan
perikanan berkelanjutan di lapangan. Daerah yang menjadi lokasi survei untuk
pengambilan data primer adalah Propinsi Sumatera Barat, Jawa Tengah, Sulawesi
Tenggara dan Kalimantan Barat. Pemilihan lokasi ini karena dianggap telah memenuhi
sebagai purposive sampling untuk memperoleh informasi dan data yang dibutuhkan.
Data primer yang dikumpulkan di lapangan diperoleh dari hasil observasi, baik dalam
bentuk kuesioner, FGD (focus group discussion), wawancara pada pihak terkait dan
dokumentasi. Data primer lebih difokuskan pada kinerja sektor perikanan baik sektor
ekonomi, sosial, lingkungan maupun kelembagaan serta permasalahan yang dihadapi
oleh tiap sektor. Data primer ini diperlukan untuk mengetahui kondisi eksisting
pengelolaan perikanan di lapangan. Sedangkan data sekunder sudah mulai dilakukan
sebelum turun ke lapangan berupa kajian desk study untuk mengumpulkan informasi
mengenai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya maupun perkembangan terkini
mengenai pengelolaan perikanan secara umum. Selain itu pada saat turun ke lapangan
juga dilakukan pengambilan data-data sekunder yang terkait dengan kajian yang
dilakukan. Data sekunder yang dikumpulkan antara lain mengenai data time series
produksi perikanan, peraturan daerah yang terkait pengelolaan perikanan dan
sebagainya.
Data yang digunakan pada kajian ini terdiri dari 4 (empat) tahapan. Tahap pertama
adalah identifikasi kondisi eksisting di lapangan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
kondisi riil yang terjadi di lapangan. Tahap kedua adalah mencari sumber
permasalahan yang menjadi penghambat pengelolaan perikanan berkelanjutan. Tahap
ini dilakukan dengan menggunakan analisis diagram tulang ikan (fishbone analysis).
Tahap ketiga adalah melakukan analisis kesenjangan (gap analysis) antara kondisi saat
ini dengan kondisi ideal atau seharusnya pada aspek-aspek yang masih menjadi
penghambat atau masalah utama dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan.
Selanjutnya pada tahap keempat dilakukan perumusan strategi dan kebijakan untuk
mengelola perikanan yang berkelanjutan. Setiap tahapan analisis dijelaskan sebagai
berikut :
Untuk mengetahui sebab akibat dalam bentuk yang nyata dapat diiliustrasikan dalam
sebuah diagram tulang ikan, dimana sebab sama dengan faktor dan akibat sama dengan
karakteristk kualitas. Dalam bentuk umum, faktor harus ditulis lebih rinci untuk
membuat diagram menjadi bermanfaat (Ishikawa 1989). Langkah-langkah membuat
diagram sebab akibat adalah sebagai berikut:
Langkah 1: Menggambar sebuah garis horizontal dengan suatu tanda panah pada ujung
sebelah kanan dan suatu kotak didepannya. Akibat atau masalah yang ingin Dianalisis
ditempatkan dalam kotak
Langkah 2: Menulis penyebab utama (manusia, bahan, mesin dan metode) dalam
kotak yang ditempatkan sejajar dan agak jauh dari garis panah utama. Hubungan kotak
tersebut dengan garis panah yang miring ke arah garis panah utama. Mungkin
diperlukan untuk menambahkan lebih dari empat macam penyebab utama.
Langkah 3: Menulis penyebab kecil pada diagram tersebut di sekitar penyebab utama,
yang penyebab kecil tersebut mempunyai pengaruh terhadap penyebab utama.
Hubungkan penyebab kecil tersebut dengan sebuah garis panah dari penyebab utama
yang bersangkutan Mesin Mesin Manusia Metode Metode Mesin Mesin Manusia
Metode Metode
Digram tulang ikan akan memperlihatkan secara menyeluruh kondisi dan akar
permasalahan dari suatu kegiatan. Lebih jelasnya, diagram tulang ikan dapat dilihat
pada Gambar 3.1 ini
3) Analisis Perbandingan Model dengan Kondisi Riil (Gap Analysis) Selanjutnya
dilakukan perbandingan antara model yang diinginkan yang sudah ditentukan
dengan kondisi riil atau kondisi eksisting di lapangan. Hal ini dilakukan untuk
menemukan kesenjangan (gap analysis) dimana akan dihasilkan perdebatan
mengenai persepsi dan pembahasan perubahan yang dianggap menguntungkan.
Checkland dan Poulter (2006) menggambarkan empat cara untuk membandingkan
model dengan kondisi riil, yaitu dengan (1) diskusi formal, (2) pertanyaan formal, (3)
membuat skenario berdasarkan pengoperasian model dan (4) mencoba model pada
kondisi riil yang sama strukturnya dengan model konseptual. Apabila model
konseptual tidak menggambarkan dunia nyata, maka bisa dilakukan dua hal yaitu:
(1) apa yang tidak ditemukan pada realitas bisa menjadi rekomendasi bagi
perubahan dan (2) apa yang tidak ditemukan pada realitas dan pembuat analisis
merasa kurang puas karena tidak menjawab pertanyaan penelitian maka bisa
kembali ke tahap kedua untuk kembali pada proses pengumpulan data, dilanjutkan
dengan tahap-tahap berikutnya.
4) Rekomendasi Strategi dan Kebijakan Dari data survei dan analisis data yang telah
dilakukan kemudian dirumuskan strategi dan kebijakan yang akan dilakukan untuk
melakukan pengelolaan perikanan berkelanjutan yang lebih baik ke depannya.
Selanjutnya dilakukan review bersama antara tenaga ahli, tim TPRK Bappenas dan
pihak-pihak terkait untuk memperbaiki strategi dan kebijakan yang diajukan.
Pengambilan langkah tindakan berikutnya implementasi ataupun revisi kembali
strategi dan kebijakan dikembalikan pada lembaga/stakeholders yang dalam hal ini
berperan untuk mengintervensi pengelolaan perikanan berkelanjutan.
Sejarah telah menyaksikan berbagai peristiwa besar di dunia yang tidak lepas dari aktor
intelektual di belakangnya. Kaum intelektual yang diwakili masyarakat kampus termasuk juga
mahasiswa sering menjadi penggagas utama dalam setiap perubahan. (Deddy Yanwar Elfani)
Mahasiswa pernah menjadi salah satu bagian dari gerakan pemuda yang pertama kali membuka
mata rakyat Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsanya, sejak terjadinya
kebangkitan pemuda tahun 1908 silam, mahasiswa senantiasa dituntut menjadi bagian dari
masyarakat sebagai intelektual muda yang dapat menjadi pendobrak cara pandang masyarakat
dengan ide-ide solutif dan konstruktif dalam menanggulangi segala permasalahan ditengah-
tengah masyarakat.
Kepentingan pertama dan terutama yang diperjuangkannya oleh Mahasiswa adalah nilai-nilai
(values) atau sistem nilai (values system) yang sifatnya universal seperti keadilan sosial,
kebebasan, kemanusiaan, demokrasi dan solidaritas kepada rakyat yang tertindas. (Fadjroel
Rahman)
Pemerintahan sekarang ini, menghadapi berbagai masalah yang cukup rumit bahkan hampir di
seluruh aspek di negeri ini bermasalah. Bidang pendidikan masih banyak usia yang tidak bias
mengenyam pendidikan, pangan masih banyak yang impor,IPTEK tertinggal jauh dari Negara
lain dan sosial budaya yang kian terkikis dengan budaya luar, bahkan kemudahan akses dan
pelayanan kesehatan yang masih belum merata di seluruh elemen masyarakat. Permasalahan
yang kompleks inilah yang tentunya membutuhkan penyelesaian yang bukan hanya inovatif
tapi juga konstruktif. Maka mahasiswa sebagai insan akademis diharapkan peka terhadap hal
tersebut dengan memberikan solusi yang tepat. Sekalipun memang banyak sekali tantangan
mahasiswa dalam menyampaikan aspirasinya ke birokrasi ataupun pemerintahan.
Inilah alasan mengapa gerakan mahasasiwa sangat dibutuhkan namun setiap langkah dan
tindakan harus diperhitungkan dan pikirkan dengan baik. Dalam melakukan gerakan
mahasiswa perlu diskusikan metode dan perisapan apa sajayang perlu dilakukan dalam
melaksanakan aksi sebagai aktualisasi gerakan mahasiswa, sehingga aksi yang dilakukan dapat
dilaksanakan dan tujuan aksi dapat tercapai, karena aksi tanpa teori adalah anarki, teori tanpa
aksi adalah omong kosong.
Dari sudut pandang psikososial, terjadinya aksi adalah sebagai akibat dari keinginan akan
perubahan. Tidak bisa dipungkiri penyampaian aspirasi dalam bentuk aksi seperti demonstrasi
mahasiswa, aksi-aksi ormas dan gerakan lain dan kelompok kepentingan memiliki tujuan untuk
mrwujudkan perubahan yang diharapkan. Salah satu bentuk penyampaian aspirasi kepada
pemerintah serta penyampaian pesan kepada masyarakat adalah dengan melakukan aksi massa
secara damai. Dalam Negara yang berdemokrasi aksi menjadi cara yang dilegalkan, oleh karena
itu mahasiswa juga harus berperan sebagai guardian of value dari pemerintah serta masyarakat.
Mengapa cara yang dipilih adalah aksi ? karena aksi berdampak pada dua sisi, yakni sisi
ketersampaian pesan kepada pihak yang diinginkan serta penyadaran masyarakat atas sebuah
isu atau permasalahan. Sehingga aksi masih menjadi cara yang relevan untuk dilakukan.
Sebelum berbicara arti manajemen aksi secara luas, kita harus terlebih dahulu memahami arti
dari kata manajemen dan aksi. Manajemen secara bahasa diartikan sebagai “mengatur ataupun
mengelola”, namun secara struktur manajemen berasal dari bahasa inggris yaitu “management”
dari asal kata “manage” diartikan sebagai “mengatur” sehingga manajemen dapat diartikan
sebagai suatu proses yang mengatur atau mengarahkan. Sedangkan kata Aksi, dalam bahasa
inggris yaitu “action” yang berarti tindakan atau pergerakan, sehingga dari segi istilah diartikan
sebagai suatu bentuk gerakan atau tindakan. Sehingga Manajemen aksi merupakan sebuah
sistem dan mekanisme (persiapan, waktu aksi, evaluasi serta tindak lanjut) secara jelas dan
konkret yang berisi tahapan yang utuh dan komprehensif. Aksi memiliki arti yang sama dengan
demonstrasi, namun demonstrasi lebih memiliki persepsi yang negatif dan selalu dihubungkan
dengan hal yang berbau kekerasan dan anarkis.Aksi ditujukan sebagai bentuk penyampaian
aspirasi kepada masyarakat, pemerintah maupun stakeholder lainnya. Aksi menjadi cara yang
dilegalkan karena merupakan bentuk penyampaian pendapat sebagaimana diatur dalam UUD
1945 pasal 28. Selain sebagai tempat penyampaian aspirasi, aksi juga berfungsi sebagai
ungkapan ketidak setujuan terhadap suatu kebijakan, sebagai perigatan serta advokasi.
Terdapat dua jenis aksi, yaitu aksi informasi dan aksi massa. Aksi informasi berupa pamflet,
spanduk, poster, baliho, dll. Sedangkan aksi massa berupa aksi mogok dan demonstrasi.
Tujuan Aksi
Setiap hal apapun yang kita lakukan di dunia ini pasti memiliki tujuan serta esensinya
masing – masing. Begitu pula dengan aksi yang kerap kali kita lakukan ketika kita
benar - benar berada dalam rasa pilu melihat kondisi bangsa ini. Adapun beberapa
tujuan aksi yaitu sebagai berikut :
1. Komunikasi
2. Teguran
3. Peringatan
4. Ekspresi
5. Advokasi
Persiapan Aksi
Dalam melakukan aksi, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan, yaitu :
1. Mencari supporter dan koalisi.
Aksi akan lebih didengar bila kekuatan yang dikeahkan bukan hanya dari satu sisi. Akan lebih
berdampak bila mengikutsertakan organisasi kemahasiswaan lain, universitas lain, ataupun
pihak-pihak yang dirasa ikut berkontribusi terhadap topik aksi yang diangkat.
2. Menentukan peran.
Menentukan peran dalam perencanaan maupun pelaksanaan aksi merupakan salah satu upaya
untuk membagi beban kerja persiapan aksi. Selain itu, pembagian peran dapat memantau
keadaan untuk menjadi lebih kondusif.
3. Menetapkan dan menyepakati kajian.
Dalam melakukan aksi, massa dan koalisi yang tergabung harus memiliki satu tujuan. Untuk
itu perlu adanya rapat koordinasi membahas isi dan poin tuntutan selama aksi.
4. Membuat timeline.
5. Pengurusan izin.
Undang-undang No. 9 tahun 1998 menyatakan, dalam melaksanakan aksi yang baik, pelaksana
aksi wajib mengirimkan surat pemberitahuan kepada kepolisian perihal pelaksanaan aksi,
sehingga pihak kepolisian dapat mengamankan pelaksanaan aksi. Selain itu, perlu adanya
pemberitahuan terkait tempat pelaksanaan aksi.
6. Publikasi.
Publikasi dilakukan dalam meningkatkan penyebaran isu dan aksi yang akan dilaksanakan.
7. Persiapan properti.
Properti serta yel-yel akan menarik perhatian bagi masyarakat terutama media. Adanya yel-yel
juga dapat menjaga semangat massa maupun koalisi yang ikut turun ke jalan agar tetap
antusias.
8. Mengundang media.
Mengundang media dapat membuat publisitas yang luas ke masyarakat. Hal ini dapat
memperluas penyebaran isu atau permasalahan sehingga dapat menjadi bahasan nasional.
Namun, perlu diingat bahwa media merupakan pedang bermata dua sehingga dalam
melaksanakan aksi harus sesuai hukum yang ada dan bersifat etis.
-Bung Karno
Mahasiswa sebagai kelompok elit terdidik memiliki peran penting dalam sejarah suatu negara.
Melalui kekuatan ideologi dan intelektualnya, mahasiswa menciptakan sebuah gerakan
perubahan yang dikenal dengan nama Gerakan mahasiswa. Banyak perubahan dilakukan
dalam tatanan kehidupan, baik pada tatanan sosial maupun politik. Keadaan itu terjadi pada
hampir seluruh mahasiswa di setiap negara, begitu pula dengan mahasiswa Indonesia. Sejarah
mencatat, beberapa peristiwa besar di Indonesia melibatkan mahasiswa di dalamnya. Seperti
berdirinya Orde Baru, yang kemudian mahasiswanya dikenal dengan sebutan angkatan 66,
peristiwa Malari tahun 1974 dan reformasi tahun 1998.
Gerakan mahasiswa merupakan gerakan sosial yang menjadi faktor menentukan dalam situasi
perubahan sosial yang terjadi pada suatu bangsa dan Negara. Sejarah mencatat bahwa dalam
setiap perubahan sosial yang terjadi di Indonesia dipicu dan dipelopori oleh gerakan
mahasiswa. Gerakan mahasiswa bertekad untuk mempersatukan bangsa dan Negara dengan
senantiasa menjunjung tinggi keadilan, kejujuran serta hadir dengan ketegasan dan keberanian.
Pada tanggal 1 Oktober 1965 di Jakarta terjadi kudeta dari PKI. Terjadi kepanikan yang hebat
dalam kehidupan masyarakat yang ditandai dengan kekacauan politik dan krisis ekonomi.
Kepanikan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat membuat agen-agen gelap PKI semakin
leluasa bergerak. Pemerintah melakukan politik kenaikan harga beratus-ratus persen dalam
waktu seminggu sehingga membuat rakyat kecil terpukul dan tertindas. Tujuan dari Tindakan
pemerintah ini yaitu untuk menyabot usaha-usaha masyarakat yang melakukan pembasmian
PKI.
Ketimpangan akses ekonomi antar kelompok antar kelompok masyarkat semakin tajam.
Dengan mudah kita menemukan pengemis, pengamen, dan juru parkir diantara gedung mewah,
menunjukan angkatan kerja sektor informal masih besar. Negara sebagai penjaga nilai
moralitas tidak memiliki fungsi di ranah praktis masyarakat indonesia. Malah menegaskan
sebagai alat sebagian kelompok masyarakat yang cenderung berasal dari masyarakat yang
kaya.
Bahkan tumpuan amanah yang yang diemban oleh elit negara ternyata ditelikungi dengan
menjdikannya sebagai alat pengumpulan modal melalui berbagai modus korupsi.Sebut saja
kasus Century, kasus Nazaruddin, dan lain sebagainya. Menjadi relevan, jika mengingat
Machiavelli yang menyatakan bahwa
“ kekuasaan harus diperoleh dan dipertahankan dengan segala cara, termaksud cara-cara yang
melanggar moralitas dan agama.”
1908
Boedi Oetomo, adalah suatu wadah perjuangan yang pertama kali memiliki struktur
pengorganisasian modern. Didirikan di Jakarta, 20 Mei 1908 oleh pemuda-pelajar-mahasiswa
dari lembaga pendidikan STOVIA, wadah ini merupakan refleksi sikap kritis dan keresahan
intelektual terlepas dari primordialisme Jawa yang ditampilkannya.
Pada kongres yang pertama di Yogyakarta, tanggal 5 Oktober 1908 menetapkan tujuan
perkumpulan: Kemajuan yang selaras buat negeri dan bangsa, terutama dengan memajukan
pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, serta kebudayaan.
Disamping itu, para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Belanda, salah satunya
Mohammad Hatta yang saat itu sedang belajar di Nederland Handelshogeschool di Rotterdam
mendirikan Indische Vereeninging yang kemudian berubah nama menjadi Indonesische
Vereeninging tahun 1922, disesuaikan dengan perkembangan dari pusat kegiatan diskusi
menjadi wadah yang berorientasi politik dengan jelas. Dan terakhir untuk lebih mempertegas
identitas nasionalisme yang diperjuangkan, organisasi ini kembali berganti nama baru menjadi
Perhimpunan Indonesia, tahun 1925.
Kehadiran Boedi Oetomo,Indische Vereeninging, dll pada masa itu merupakan suatu episode
sejarah yang menandai munculnya sebuah angkatan pembaharu dengan kaum terpelajar dan
mahasiswa sebagai aktor terdepannya, yang pertama dalam sejarah Indonesia: generasi 1908,
dengan misi utamanya menumbuhkan kesadaran kebangsaan dan hak-hak kemanusiaan
dikalangan rakyat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan, dan mendorong semangat
rakyat melalui penerangan-penerangan pendidikan yang mereka berikan, untuk berjuang
membebaskan diri dari penindasan kolonialisme.
1928
Diinspirasi oleh pembentukan Kelompok Studi Surabaya dan Bandung, menyusul kemudian
Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), prototipe organisasi yang menghimpun seluruh
elemen gerakan mahasiswa yang bersifat kebangsaan tahun 1926, Kelompok Studi St.
Bellarmius yang menjadi wadah mahasiswa Katolik, Cristelijke Studenten Vereninging (CSV)
bagi mahasiswa Kristen, dan Studenten Islam Studie-club (SIS) bagi mahasiswa Islam pada
tahun 1930-an.
Dari kebangkitan kaum terpelajar, mahasiswa, intelektual, dan aktivis pemuda itulah,
munculnya generasi baru pemuda Indonesia yang memunculkan Sumpah Pemuda pada tanggal
28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda dicetuskan melalui Kongres Pemuda II yang berlangsung
di Jakarta pada 26-28 Oktober 1928, dimotori oleh PPPI.
1945
Dalam perkembangan berikutnya, dari dinamika pergerakan nasional yang ditandai dengan
kehadiran kelompok-kelompok studi, dan akibat pengaruh sikap penguasa Belanda yang
menjadi Liberal, muncul kebutuhan baru untuk menjadi partai politik, terutama dengan tujuan
memperoleh basis massa yang luas. Kelompok Studi Indonesia berubah menjadi Partai Bangsa
Indonesia (PBI), sedangkan Kelompok Studi Umum menjadi Perserikatan Nasional Indonesia
(PNI).
Secara umum kondisi pendidikan maupun kehidupan politik pada zaman pemerintahan Jepang
jauh lebih represif dibandingkan dengan kolonial Belanda, antara lain dengan melakukan
pelarangan terhadap segala kegiatan yang berbau politik; dan hal ini ditindak lanjuti dengan
membubarkan segala organisasi pelajar dan mahasiswa, termasuk partai politik, serta insiden
kecil di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta yang mengakibatkan mahasiswa dipecat dan
dipenjarakan.
Praktis, akibat kondisi yang vacuum tersebut, maka mahasiswa kebanyakan akhirnya memilih
untuk lebih mengarahkan kegiatan dengan berkumpul dan berdiskusi, bersama para pemuda
lainnya terutama di asrama-asrama. Tiga asrama yang terkenal dalam sejarah, berperan besar
dalam melahirkan sejumlah tokoh, adalah Asrama Menteng Raya, Asrama Cikini, dan Asrama
Kebon Sirih. Tokoh-tokoh inilah yang nantinya menjadi cikal bakal generasi 1945, yang
menentukan kehidupan bangsa.
Salah satu peran angkatan muda 1945 yang bersejarah, dalam kasus gerakan kelompok bawah
tanah yang antara lain dipimpin oleh Chairul Saleh dan Soekarni saat itu, yang terpaksa
menculik dan mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya memproklamirkan kemerdekaan,
peristiwa ini dikenal kemudian dengan peristiwa Rengasdengklok.
1966
Selanjutnya, dalam masa Demokrasi Liberal (1950-1959), seiring dengan penerapan sistem
kepartaian yang majemuk saat itu, organisasi mahasiswa ekstra kampus kebanyakan
merupakan organisasi dibawah partai-partai politik. Misalnya, GMKI Gerakan Mahasiswa
kristen Indonesia, PMKRI Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia dengan
Partai Katholik,Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dekat dengan PNI,
Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dekat dengan PKI, Gerakan Mahasiswa
Sosialis Indonesia (Gemsos) dengan PSI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
berafiliasi dengan Partai NU, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai organisasi
mahasiswa independen secara organisatoris, dan lain-lain.
Di antara organisasi mahasiswa pada masa itu, CGMI lebih menonjol setelah PKI tampil
sebagai salah satu partai kuat hasil Pemilu 1955. CGMI secara berani menjalankan politik
konfrontasi dengan organisasi mahasiswa lainnya, bahkan jauh lebih berusaha memengaruhi
PPMI, kenyataan ini menyebabkan perseteruan sengit antara CGMI dengan HMI dan, terutama
dipicu karena banyaknya jabatan kepengurusan dalam PPMI yang direbut dan diduduki oleh
CGMI dan juga GMNI-khususnya setelah Kongres V tahun 1961.
Mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25 Oktober
1966 yang merupakan hasil kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh
Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr. Syarief Thayeb, yakni
PMKRI, HMI,PMII,Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat Bersama
Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers
Mahasiswa (IPMI). Tujuan pendiriannya, terutama agar para aktivis mahasiswa dalam
melancarkan perlawanan terhadap PKI menjadi lebih terkoordinasi dan memiliki
kepemimpinan.
Munculnya KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia
(KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia
(KASI), dan lain-lain.
Pada tahun 1965 dan 1966, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam
perjuangan yang ikut mendirikan Orde Baru. Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan '66,
yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya
gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu
adalah mereka yang kemudian berada pada lingkar kekuasaan Orde Baru, di antaranya Cosmas
Batubara (Eks Ketua Presidium KAMI Pusat), Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi ketiganya
dari PMKRI,Akbar Tanjung dari HMI dll. Angkatan '66 mengangkat isu Komunis sebagai
bahaya laten negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk
mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis
Indonesia). Setelah Orde Lama berakhir, aktivis Angkatan '66 pun mendapat hadiah yaitu
dengan banyak yang duduk di kursi DPR/MPR serta diangkat dalam kabibet pemerintahan
Orde Baru.
1974
Realitas berbeda yang dihadapi antara gerakan mahasiswa 1966 dan 1974, adalah bahwa jika
generasi 1966 memiliki hubungan yang erat dengan kekuatan militer, untuk generasi 1974 yang
dialami adalah konfrontasi dengan militer.Sebelum gerakan mahasiswa 1974 meledak, bahkan
sebelum menginjak awal 1970-an, sebenarnya para mahasiswa telah melancarkan berbagai
kritik dan koreksi terhadap praktik kekuasaan rezim Orde Baru, seperti:
- Golput yang menentang pelaksanaan pemilu pertama pada masa Orde Baru pada 1972
karena Golkar dinilai curang.
- Gerakan menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah pada 1972 yang
menggusur banyak rakyat kecil yang tinggal di lokasi tersebut.
Diawali dengan reaksi terhadap kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), aksi protes
lainnya yang paling mengemuka disuarakan mahasiswa adalah tuntutan pemberantasan
korupsi. Lahirlah, selanjutnya apa yang disebut gerakan "Mahasiswa Menggugat" yang
dimotori Arif Budiman yang progaram utamanya adalah aksi pengecaman terhadap kenaikan
BBM, dan korupsi.
Menyusul aksi-aksi lain dalam skala yang lebih luas, pada 1970 pemuda dan mahasiswa
kemudian mengambil inisiatif dengan membentuk Komite Anti Korupsi (KAK) yang diketuai
oleh Wilopo. Terbentuknya KAK ini dapat dilihat merupakan reaksi kekecewaan mahasiswa
terhadap tim-tim khusus yang disponsori pemerintah, mulai dari Tim Pemberantasan Korupsi
(TPK), Task Force UI sampai Komisi Empat.
Berbagai borok pembangunan dan demoralisasi perilaku kekuasaan rezim Orde Baru terus
mencuat. Menjelang Pemilu 1971, pemerintah Orde Baru telah melakukan berbagai cara dalam
bentuk rekayasa politik, untuk mempertahankan dan memapankan status quo dengan
mengkooptasi kekuatan-kekuatan politik masyarakat antara lain melalui bentuk perundang-
undangan. Misalnya, melalui undang-undang yang mengatur tentang pemilu, partai politik, dan
MPR/DPR/DPRD.
Dalam tahun 1972, mahasiswa jtyang bernama aji uga telah melancarkan berbagai protes
terhadap pemborosan anggaran negara yang digunakan untuk proyek-proyek eksklusif yang
dinilai tidak mendesak dalam pembangunan,misalnya terhadap proyek pembangunan Taman
Mini Indonesia Indah (TMII) di saat Indonesia haus akan bantuan luar negeri.
Protes terus berlanjut. Tahun 1972, dengan isu harga beras naik, berikutnya tahun 1973 selalu
diwarnai dengan isu korupsi sampai dengan meletusnya demonstrasi memprotes PM Jepang
Kakuei Tanaka yang datang ke Indonesia dan peristiwa Malari pada 15 Januari 1974. Gerakan
mahasiswa di Jakarta meneriakan isu "ganyang korupsi" sebagai salah satu tuntutan "Tritura
Baru" disamping dua tuntutan lainnya Bubarkan Asisten Pribadi dan Turunkan Harga; sebuah
versi terakhir Tritura yang muncul setelah versi koran Mahasiswa Indonesia di Bandung
sebelumnya. Gerakan ini berbuntut dihapuskannya jabatan Asisten Pribadi Presiden.
1977-1978
Setelah peristiwa Malari, hingga tahun 1975 dan 1976, berita tentang aksi protes mahasiswa
nyaris sepi. Mahasiswa disibukkan dengan berbagai kegiatan kampus disamping kuliah
sebagain kegiatan rutin, dihiasi dengan aktivitas kerja sosial, Kuliah Kerja Nyata (KKN), Dies
Natalis, acara penerimaan mahasiswa baru, dan wisuda sarjana. Meskipun disana-sini aksi
protes kecil tetap ada.
Menjelang dan terutama saat-saat antara sebelum dan setelah Pemilu 1977, barulah muncul
kembali pergolakan mahasiswa yang berskala masif. Berbagai masalah penyimpangan politik
diangkat sebagai isu, misalnya soal pemilu mulai dari pelaksanaan kampanye, sampai
penusukan tanda gambar, pola rekruitmen anggota legislatif, pemilihan gubernur dan bupati di
daerah-daerah, strategi dan hakikat pembangunan, sampai dengan tema-tema kecil lainnya
yang bersifat lokal. Gerakan ini juga mengkritik strategi pembangunan dan kepemimpinan
nasional.
Awalnya, pemerintah berusaha untuk melakukan pendekatan terhadap mahasiswa, maka pada
tanggal 24 Juli 1977 dibentuklah Tim Dialog Pemerintah yang akan berkampanye di berbagai
perguruan tinggi. Namun, upaya tim ini ditolak oleh mahasiswa. Pada periode ini terjadinya
pendudukan militer atas kampus-kampus karena mahasiswa dianggap telah melakukan
pembangkangan politik, penyebab lain adalah karena gerakan mahasiswa 1978 lebih banyak
berkonsentrasi dalam melakukan aksi diwilayah kampus. Karena gerakan mahasiswa tidak
terpancing keluar kampus untuk menghindari peristiwa tahun 1974, maka akhirnya mereka
diserbu militer dengan cara yang brutal. Hal ini kemudian diikuti oleh dihapuskannya Dewan
Mahasiswa dan diterapkannya kebijakan NKK/BKK di seluruh Indonesia.
Soeharto terpilih untuk ketiga kalinya dan tuntutan mahasiswa pun tidak membuahkan hasil.
Meski demikian, perjuangan gerakan mahasiswa 1978 telah meletakkan sebuah dasar sejarah,
yakni tumbuhnya keberanian mahasiswa untuk menyatakan sikap terbuka untuk menggugat
bahkan menolak kepemimpinan nasional.
Gerakan mahasiswa tahun 1977/1978 ini tidak hanya berporos di Jakarta dan Bandung saja
namun meluas secara nasional meliputi kampus-kampus di kota Surabaya, Medan, Bogor,
Ujungpandang (sekarang Makassar), dan Palembang. [1] 28 Oktober 1977, delapan ribu anak
muda menyemut di depan kampus ITB. Mereka berikrar satu suara, "Turunkan Suharto!".
Besoknya, semua yang berteriak, raib ditelan terali besi. Kampus segera berstatus darurat
perang. Namun, sekejap kembali tenteram.
10 November 1977, di Surabaya dipenuhi tiga ribu jiwa muda. Setelah peristiwa di ITB pada
Oktober 1977, giliran Kampus ITS Baliwerti beraksi. Dengan semangat pahlawan, berbagai
pimpinan mahasiswa se-Jawa hadir memperingati hari Pahlawan 1977. Seribu mahasiswa
berkumpul, kemudian berjalan kaki dari Baliwerti menuju Tugu Pahlawan.
Sejak pertemuan 28 Oktober di Bandung, ITS didaulat menjadi pusat konsentrasi gerakan di
front timur. Hari pahlawan dianggap cocok membangkitkan nurani yang hilang. Kemudian
disepakati pusat pertemuan nasional pimpinan mahasiswa di Surabaya.Sementara di kota-kota
lain, peringatan hari Pahlawan juga semarak. Di Jakarta, 6000 mahasiswa berjalan kaki lima
kilometer dari Rawamangun (kampus IKIP) menuju Salemba (kampus UI), membentangkan
spanduk,"Padamu Pahlawan Kami Mengadu". Juga dengan pengawalan ketat tentara.
Acara hari itu, berwarna sajak puisi serta hentak orasi. Suasana haru-biru, mulai membuat
gerah. Beberapa batalyon tempur sudah ditempatkan mengitari kampus-kampus Surabaya.
Sepanjang jalan ditutup, mahasiswa tak boleh merapat pada rakyat. Aksi mereka dibungkam
dengan cerdik.Konsolidasi berlangsung terus. Tuntutan agar Soeharto turun masih menggema
jelas, menggegerkan semua pihak. Banyak korban akhirnya jatuh. Termasuk media-media
nasional yang ikut mengabarkan, dibubarkan paksa.
Pimpinan Dewan Mahasiswa (DM) ITS rutin berkontribusi pada tiap pernyataan sikap secara
nasional. Senat mahasiswa fakultas tak henti mendorong dinamisasi ini. Mereka bergerak satu
suara. Termasuk mendukung Ikrar Mahasiswa 1977. Isinya hanya tiga poin namun berarti.
"Kembali pada Pancasila dan UUD 45, meminta pertanggungjawaban presiden, dan bersumpah
setia bersama rakyat menegakan kebenaran dan keadilan".[2]
Peringatan 12 tahun Tritura, 10 Januari 1978, peringatan 12 tahun Tritura itu jadi awal
sekaligus akhir. Penguasa menganggap mahasiswa sudah di luar toleransi. Dimulailah
penyebaran benih-benih teror dan pengekangan. Sejak awal 1978, 200 aktivis mahasiswa
ditahan tanpa sebab. Bukan hanya dikurung, sebagian mereka diintimidasi lewat interogasi.
Banyak yang dipaksa mengaku pemberontak negara.
Tentara pun tidak sungkan lagi masuk kampus. Berikutnya, ITB kedatangan pria loreng
bersenjata. Rumah rektornya secara misterius ditembaki orang tak dikenal.Di UI, panser juga
masuk kampus. Wajah mereka garang, lembaga pendidikan sudah menjadi medan perang.
Kemudian hari, dua rektor kampus besar itu secara semena-mena dicopot dari jabatannya.
Alasannya, terlalu melindungi anak didiknya yang keras kepala.
Di ITS, delapan fungsionaris DM masuk "daftar dicari" Detasemen Polisi Militer. Sepulang
aksi dari Jakarta, di depan kos mereka sudah ditunggui sekompi tentara. Rektor ITS waktu itu,
Prof Mahmud Zaki, ditekan langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk segera
membubarkan aksi dan men-drop out para pelakunya. Sikap rektor seragam, sebisa mungkin
ia melindungi anak-anaknya.
Beberapa berhasil tertangkap, sisanya bergerilya dari satu rumah ke rumah lain. Dalam proses
tersebut, mahasiswa tetap "bergerak". Selama masih ada wajah yang aman dari daftar, mereka
tetap konsolidasi, sembunyi-sembunyi. Pergolakan kampus masih panas, walau Para Rektor
berusaha menutupi, intelejen masih bisa membaca jelas.
1990
Memasuki awal tahun 1990-an, di bawah Mendikbud Fuad Hasan kebijakan NKK/BKK
dicabut Setelah ada aksi mahasiswa di Yogyakarta yang bernama FKMY (Forum Komunikasi
Mahasiswa yogyakarya). Aksi tersebut adalah menuntut pencabutan NKK/BKk di depan
mendikbud Fuad Hasan saat membuka pameran purna tugas mengajar seniman Widayat di ISI
Yogyakarta. Adapaun FKMY sendiri adalah perwakilan mahasiswa dari ISI, Janabadra, UMY,
UGM, UII dan IAIN Sunan Kalijaga. Seperti aksi mahasiswa sebelumnya, aksi ini menjadi
pelopor gerakan mahasiswa paska 77/78 yang dimatikan dengan NKK/BKK oleh Mendikbud
Daoed Joesoef dan aksi tersebut dikavulkan NKK/BKK dibubarkan sebagai gantinya keluar
Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan (PUOK). Melalui PUOK ini ditetapkan bahwa
organisasi kemahasiswaan intra kampus yang diakui adalah Senat Mahasiswa Perguruan
Tinggi (SMPT), yang didalamnya terdiri dari Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) dan Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Dikalangan mahasiswa secara kelembagaan dan personal terjadi pro kontra, menamggapi SK
tersebut. Oleh mereka yang menerima, diakui konsep ini memiliki sejumlah kelemahan namun
dipercaya dapat menjadi basis konsolidasi kekuatan gerakan mahasiswa. Argumen mahasiswa
yang menolak mengatakan, bahwa konsep SMPT tidak lain hanya semacam hiden agenda
untuk menarik mahasiswa ke kampus dan memotong kemungkinan aliansi mahasiswa dengan
kekuatan di luar kampus.
Dengan dihidupkannya model-model kelembagaan yang lebih independen, meski tidak persis
serupa dengan Dewan Mahasiswa yang pernah berjaya sebelumnya upaya perjuangan
mahasiswa untuk membangun kemandirian melalui SMPT, menjadi awal kebangkitan kembali
mahasiswa pada tahun 1990-an.
Gerakan yang menuntut kebebasan berpendapat dalam bentuk kebebasan akademik dan
kebebasan mimbar akademik di dalam kampus pada 1987 - 1990 sehingga akhirnya
demonstrasi bisa dilakukan mahasiswa di dalam kampus perguruan tinggi. Saat itu demonstrasi
di luar kampus termasuk menyampaikan aspirasi dengan longmarch ke DPR/DPRD tetap
terlarang.
Pada tahun 1993 ditangkapnya 21 mahasiswa dari berbagai daerah karena melakukan aksi di
DPR/MPR dengan spanduk ungu "Seret Soeharto ke Sidang Istimewa" dan 21 Mahasiswa yang
mengatasnamaka FAMI (Front Aksi Mahasiswa Indonesia) mendapatkan pidana penjara dari
9 bulan samapai 3 tahun. Disitulah awal gerakan mahasiswa terkonsolidasi dengan baik dan
dalam persidanganpun dilalui dengan berbagai aksi mahasiswa secata berturut-turut, sampai
aksi penuntutan mahasiswa di gelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah ditangkap
beberapa mahasiswa di pagi hari karena melakukan aksi alegorisnya. Mereka di tangkap oleh
polres Jakarta Pusat, waktu itu Kasat sersenya Tito Karnavian karena dianggap mengganggu
ketertiban. Walaupun akhirnua dilepas setelah mengalami BAP.
1998
Gerakan 1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme)
pada 1997-1998, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya
memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang
menewaskan aktivis mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini di
antaranya: Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan
II, Tragedi Lampung. Gerakan ini terus berlanjut hingga pemilu 1999.
Manajemen Konflik
Konflik yaitu akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan
antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.
a. Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain.
b. Keadaan atau perilaku yang bertentangan
Manajemen konflik suatu pendekatan yang berorientasi pada proses komunikasi (termasuk
tingkah laku) dari pelaku dan pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan
(interests) dan interpretasi.
Ciri-ciri konflik
a. Minimum ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok yang terlibat dalam suatu
interaksi yang saling bertentangan.
b. Adanya pertentangan antara dua pihak secara perorangan maupun kelompok dalam
mencapai tujuan, memainkan peran dan ambisius atau adanya nilai-nilai atau norma yang
saling berlawanan.
c. Munculnya interaksi dengan gejala-gejala perilaku yang direncanakan untuk saling
meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak lain agar dapat memperoleh
keuntungan seperti: status, pemenuhan kebutuhan fisik, atau pemenuhan kebutuhan sosio-
psikologis .
d. Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan yang
berlarut-larut.
e. Munculnya ketidakseimbangan akibat usaha masing-masing pihak yang terkait dengan
kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewibawaan, kekuasaan, harga diri, prestise
dan sebagainya.
1. Konflik masih tersembunyi (laten) Berbagai macam kondisi emosional yang dirasakan sebagai
hal yang biasa dan tidak dipersoalkan sebagai hal yang mengganggu dirinya.
2. Konflik yang mendahului (antecedent condition) Tahap perubahan dari apa yang dirasakan
secara tersembunyi yang belum
mengganggu dirinya, kelompok atau organisasi secara keseluruhan, seperti timbulnya tujuan
dan nilai yang berbeda, perbedaan peran
3. Konflik yang dapat diamati (perceived conflicts) dan yang dapat dirasakan (felt conflict),
muncul sebagai akibat antecedent condition yang tidak terselesaikan.
Sumber-sumber konflik
Di dalam organisasi, konflik seringkali terjadi karena adanya perbedaan peran dan ambisius
dalam tugas dan tanggung jawab terhadap sikap-sikap, nilai-nilai dan harapan-harapan yang
telah ditetapkan dalam suatu organisasi.
Konflik peran dalam organisasi, dipengaruhi oleh empat variabel pokok
2. Menerima kondisi dan situasi bila muncul konflik yang membuat tekanan- tekanan dalam
pekerjaan
3. Memiliki kemampuan untuk mentolerir stres.
1) Pengenalan
Kesenjangan antara keadaan yang ada diidentifikasi dan bagaimana keadaan yang seharusnya.
Yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi (tidak mempedulikan masalah
atau menganggap ada masalah padahal tidak ada).
2) Diagnosis
Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa,
mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah
utama dan bukan pada hal-hal sepele
4. Reorganisasi Struktural
Cara pendekatan dapat melalui mengubah sistem untuk melihat kemungkinan terjadinya
reorganisasi struktural guna meluruskan perbedaan kepentingan dan tujuan yang hendak
dicapai kedua belah pihak, seperti membentuk wadah baru dalam organisasi non formal untuk
mengatasi konflik yang berlarut-larut