BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Metode diskusi diartikan sebagai cara “penyampaian” bahan pengajaran yang melibat-aktifkan siswa
untuk berbicara dan menemukan alternatif pemecahan suatu topik bahasan yang bersifat
problematis. Guru, peserta dan atau kelompok siswa memiliki perhatian yang sama terhadap topik
yang dibicarakan dalam diskusi.
Metode diskusi dapat mendorong siswa untuk berdialog dan bertukar pendapat baik dengan guru
maupun teman-temannya sehingga mereka dapat berpartisipasi secara optimal tanpa ada aturan-
aturan yang berlaku keras namun tetap mengikuti etika yang disepakati bersama. Menurut Suparlan
(2007) diskusi dapat dilaksanakan dalam dua bentuk yakni diskusi kelompok kecil dan diskusi kelas.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, diskusi dapat membantu terjadinya komunikasi dua arah.
Selain untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, pembelajaran bahasa Indonesia juga bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar untuk memperluas wawasan dan
mempertajam kepekaan perasaan siswa. Oleh karena itu, tujuan penerapan metode diskusi lebih
ditekankan pada aspek keterampilan berbicara. Dengan demikian, pembelajaran bahasa tidak hanya
sekedar mendengarkan guru menerangkan saja, tetapi diperlukan keaktifan siswa di dalam proses
belajar mengajar, sehingga terjalin interaksi baik antara siswa dengan siswa maupun dengan guru.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
Metode berasal dari bahasa Yunani “Metodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata, yaitu: “metha”
yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara.[1] Secara istilah,
sebagaimana yang disampaikan oleh Armai Arief bahwa metode berarti suatu cara yang harus dilalui
untuk menyajikan bahan pelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran.
Metode merupakan bagian dari komponen dari proses pendidikan serta merupakan bagian yang
integral dengan sistem pengajaran, maka dalam perwujudannya tidak dapat dilepaskan dengan
komponen sistem pengajaran yang lain.
Kata “diskusi” menurut Armai Arief berasal dari bahasa latin, yaitu “discussus” yang berarti “to
examine”. “Discussus” terdiri dari akar kata “dis” dan “cuture”. “Dis” artinya terpisah, sementara
“cuture” artinya menggoncang atau memukul. Secara etimologi, “discuture” berarti suatu pukulan
yang memisahkan sesuatu. Atau dengan kata lain membuat sesuatu menjadi jelas dengan cara
memecahkan atau menguraikannya (to clear away by breaking up or cuturing). Secara umum
pengertian diskusi adalah suatu proses yang melibatkan dua individu atau lebih, berintegrasi secara
verbal dan saling berhadapan, saling tukar informasi (information sharing), saling mempertahankan
pendapat (self maintenance) dalam memecahkan sebuah masalah tertentu (problem solving).[2]
Jadi pengertian metode diskusi menurut Armai Arief adalah salah satu alternatif, metode / cara yang
dapat dipakai oleh seorang guru di kelas dengan tujuan dapat memecahkan suatu masalah
berdasarkan pendapat siswa.
Metode diskusi dimaksudkan untuk merangsang pemikiran serta berbagai jenis pandangan. Ada 3
langkah utama dalam metode diskusi:
- Penyajian, yaitu pengenalan terhadap masalah atau topik yang meminta pendapat, evaluasi
dan pemecahan dari murid.
- Bimbingan, yaitu pengarahan yang terus-menerus dan secara bertujuan yang diberikan guru
selama proses diskusi. Pengarahan ini diharapkan dapat menyatukan pikiran-pikiran yang telah
dikemukakan.
Keberhasilan metode diskusi banyak ditentukan oleh adanya tiga unsur yaitu: pemahaman,
kepercayaan diri sendiri dan rasa saling menghormati.[3]
B. Macam-Macam Diskusi
Untuk dapat malaksanakan diskusi di kelas, seorang Guru harus mengetahui terlebih dahulu tentang
jenis-jenis diskusi, sehingga dalam pelaksanaannya dapat menyesuaikan jenis diskusi apa yang akan
digunakan. Ditinjau dari sudut formalitas dan jumlah peserta yang mengikutinya, diskusi digolongkan
menjadi:
1. Diskusi Formal
Diskusi ini terdapat pada lembaga-lembaga pemerintahan atau semi pemerintahan, dimana dalam
diskusi itu perlu adanya ketua dan penulis serta pembicara yang diatur secara formal, contoh: siding
DPR 9.[4] Sedangkan menurut M. Syah, aturan yang dipakai dalam diskusi ini ketat dan rapi. Jumlah
peserta umumnya lebih banyak bahkan dapat melibatkan seluruh siswa kelas. Ekspresi spontan dari
peserta biasanya dilarang sebab tiap peserta yang akan berbicara harus dengan izin moderator
untuk menjamin ketertiban diskusi.
2. Diskusi Informal
Aturan dalam diskusi ini lebih longgar dari pada diskusi-diskusi lainnya, karena sifatnya yang tidak
resmi. Penerapannya bisa dalam diskusi keluarga, dan dalam belajar mengajar dilaksanakan dalam
kelompok-kelompok belajar dimana satu sama lain bersifat “Face to face relationship”.
3. Diskusi Panel
Dalam diskusi ini ada dua kategori peserta, yaitu: peserta aktif dan non aktif. Peserta aktif langsung
melibatkan diri dalam diskusi, sedangkan peserta non aktif hanya menjadi pendengar. Adakalanya
peserta non aktif ini terdiri dari beberapa kelompok yang memiliki wakil-wakil yang ditugasi
berbicara atas nama kelompoknya.
Diskusi ini hampir sama dengan diskusi formal lainnya, hanya saja diskusi symposium disampaikan
oleh seorang pemrasaran atau lebih (umumnya lebih). Pemrasaran secara bergiliran menyampaikan
uraian pandangannya mengenai topik yang sama atau salah satu dari topik yang sama tersebut. Dan
diskusi symposium ini biasanya tidak mencari kebenaran tertentu.
5. Lecture Discussion
Diskusi ini dilaksanakan dengan membeberkan suatu persoalan, kemudian didiskusikan. Disini
biasanya hanya satu pandangan atau satu persoalan saja.
6. Whole Group
Kelas merupakan satu kelompok diskusi. Whole group yang ideal apabila jumlah anggota tidak lebih
dari 15 orang.
7. Buzz Group
Satu kelompok besar dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, terdiri dari 4-5 orang. tempat diatur
agar siswa dapat berhadapan muka dan bertukar pikiran dengan mudah. Diskusi diadakan di tengah
atau di akhir pelajaran dengan maksud menajamkan kerangka bahan pelajaran, memperjelas bahan
pelajaran atau menjawab pertanyaan-pertanyaan.
8. Sundicate Group
Suatu kelompok (kelas) dibagi mejadi beberapa kelompok kecil terdiri dari 3-6 orang. Masing-masing
kelompok kecil melaksanakan tugas tertentu. Guru menjelaskan garis besarnya problema kepada
siswa, guru menggambarkan aspek-aspek masalah, kemudian tiap-tiap kelompok (sydicate) diberi
tugas untuk mempelajari suatu aspek tertentu. Guru menyediakan referensi atau sumber-sumber
informasi lain.
Dalam diskusi ini setiap kelompok harus menyumbangkan ide-ide baru tanpa dinilai segera. Setiap
anggota kelompok mengeluarkan pendapatnya. Hasi belajar yang diharapkan agar anggota
kelompok belajar menghargai pendapat orang lain, menumbuhkan rasa percaya pada diri sendiri
dalam mengembangkan ide-ide yang ditemukannya yang dianggap benar.
Diskusi ini dipimpin oleh satu orang yang mengetahui sebuah diskusi dan tujuan diskusi ini adalah
untuk mengambil suatu kesimpulan. Dalam diskusi ini tempat duduk diatur setengah lingkaran
dengan dua atau tiga kursi kosong menghadap ke peserta diskusi. Kelompok pendengar duduk
mengelilingi kelompok diskusi, seolah-olah melihat ikan yang berada dalam mangkok (fish bowl).[5]
Dalam kehidupan sehari-hari manusia seringkali dihadapkan pada persoalan-persoalan yang tidak
dapat dipecahkan hanya dengan satu jawaban atau satu cara saja, tetapi perlu menggunakan banyak
pengetahuan dan macam-macam cara pemecahan dan mencari jalan yang terbaik.
Tambahan pula banyak masalah di dunia dewasa ini yang memerlukan pembahasan oleh lebih satu
orang saja, yakni masalah-masalah yang memerlukan kerjasama dan musyawarah. Dan apabila
demikian maka musyawarah atau diskusilah yang memberikan kemungkinan pemecahan yang
terbaik.
Diskusi kelompok/kelas dapat memberikan sumbangan yang berharga terhadap belajar siswa, antara
lain:
1. Membantu siswa untuk tiba kepada pengambilan keputusan yang lebih baik daripada
memutuskan sendiri.
2. Siswa tidak terjebak kepada jalan pemikiran sendiri yang kadang-kadang salah, penuh
prasangka dan sempit.
3. Diskusi kelompok/kelas memberi motifasi terhadap berfikir dan meningkatkan perhatian kelas
terhadap apa yang sedang mereka pelajari.
4. Diskusi juga membantu mengerahkan atau mendekatkan hubungan antara kegiatan kelas
dengan tingkat perhatian dan derajat pengertian dari pada anggota kelas.
6. Untuk menimbulkan kesanggupan pada siswa dalam merumuskan pikirannya secara teratur
sehingga dapat diterima orang lain.
7. Untuk membiasakan siswa mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan
pendapatnya sendiri, dan membiasakan sikap toleran.[6]
Apabila dilaksanakan dengan cermat maka diskusi merupakan cara belajar yang menyenangkan dan
merangsang pengalaman, karena dapat merupakan pelepasan ide-ide, uneg-uneg dan pendalaman
wawasan mengenai sesuatu sehingga dapat pula mengurangi ketegangan-ketegangan batin dan
mendatangkan keputusan dalam mengembangkan kebersamaan kelompok sosial.
- Suasana kelas lebih hidup sebab siswa mengarahkan perhatian atau pikirannya kepada masalah
yang sedang didiskusikan yaitu partispasi siswa dalam metode ini lebih baik.
- Dapat menaikkan prestasi individu seperti: toleransi, demokrasi, berpikir kritis, sabar
dansebagainya.
- Kesimpulan hasil diskusi mudah dipahami siswa karena para siswa mengikuti proses berpikir
sebelum sampai kepada kesimpulan.
- Para siswa dilatih belajar mematuhi peraturan-peraturan dan tata tertib dalam suatu masalah
musyawarah sebagai latihan pada musyawarah yang sebenarnya.
- Rasa sosial mereka dapat dikembangkan karena bisa saling membantu dalam memecahkan soal
atau masalah dan mendorong rasa kesatuan.
- Memperluas pandangan.
- Kemungkinan ada siswa yang tidak ikut aktif, sehingga bagi anak-anak ini, diskusi merupakan
kesempatan untuk melepaskan diri dari tanggung jawab.
- Sulit menduga hasil yang dicapai karena waktu yang digunakan untuk diskusi cukup panjang.
- Kadang-kadang terjadi adanya pandangan dari berbagai sudut bagi masalah yang dipecahkan,
bahkan mungkin pembicaraan menjadi penyimpangan, sehingga memerlukan waktu yang panjang.
- Dalam peleksanaan diskusi mungkin dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara.
- Membiasakan siswa suka mendengar pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan
pendapatnya sendiri.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya aplikasi metode diskusi mempunyai
sisi positif dan sisi negatif.
1. Sisi positif
- Memberikan pelajaran bersikap toleran, demokrat, kritis dan berfikir sistematis kepada siswa.
- Kesimpulan-kesimpulan dari masalah yang sedang didiskusikan dapat secara mudah diingat
siswa.
2. Sisi negatif
- Jalannya diskusi akan lebih sering didominasi oleh siswa yang pandai.
- Jalannya diskusi sering dipengaruhi oleh pembicaraan yang menyimpang dari topik pembahasan
masalah, sehingga pembahasan melebar kemana-mana.
- Diskusi biasanya lebih banyak memboroskan waktu, sehingga tidak sejalan dengan prinsip
efisiensi.
Umumnya situasi belajar kreatif lebih banyak menuntut siswa untuk aktif untuk melakukan kegiatan
fisik dan diskusi. Sebagai pengajar di kelas, kita tidak dapat menuntut siswa untuk duduk rapi dan
diam ditempatnya masing-masing. Guru harus lebih toleran dan menyadari akan kesibukan
siswanya. Namun, guru juga harus dapat membedakan antara kesibukan yang aktif dan diskusi yang
produktif dengan kesibukan dan diskusi yang hanya sekedar ‘mengobrol’. Peran guru harus terbuka,
mendorong siswa untuk aktif belajar dapat menerima gagasan siswa, memupuk siswa untuk
memberikan kritik membangun dan mampu memberikan penilaian terhadap diri sendiri,
menghindari hukuman atau celaan terhadap ide yang tidak biasa, dan menerima perbedaan waktu
dan kecepatan setiap siswa dalam menuangkan ide-ide barunya.
Pertanyaan yang merangsang pemikiran kreatif adalah pertanyaan divergen (terbuka). Pertanyaan
seperti ini dapat merangsang diskusi karena memiliki banyak kemungkinan jawaban. Pertanyaan
semacam ini membantu siswa mengembangkan keterampilan mengumpulkan fakta, merumuskan
hipotesis, dan menguji atau menilai informasi mereka. Agar tampak manfaatnya, pertanyaan
terbuka harus mencakup bahan yang cukup dikenal siswa. Oleh karena itu, guru pun disarankan
untuk tetap berada dalam jalur tujuan instruksional dari suatu pokok bahasan.
Melalui diskusi kelompok, anak memperoleh pengalaman dan latihan mengungkapkan diri secara
lisan dan berkomunikasi dengan orang lain. Diskusi memungkinkan pengembangan penalaran,
pemikiran kritis, dan kreatif, serta kemampuan memberikan pertimbangan dan penilaian. Di lain
pihak peran guru juga sangat penting karena ia harus menjadi fasilitator yang dapat mengenalkan
masalah dan memberikan informasi yang diperlukan siswa untuk membahas masalah. Selain itu guru
juga harus tahu pada saat kapan peran sertanya diperlukan, misalnya diskusi menjadi menyimpang
dari materi yang harus dibahas umtuk menghindari kesalahan-kesalahan tersembunyi. Meskipun
peran aktif dari siswa diperlukan, namun siswa juga tetap memerlukan bimbingan dan pengarahan
sesuai bakat dan kemampuannya.
Pertanyaan-pertanyaan, seperti apa akibatnya ..., seandainya ..., umumnya pertanyaan yang dapat
merangsang imajinasi siswa untuk menampilkan gagasan baru, khususnya penemuan baru. Guru
yang mendorong proses pemikiran yang tidak hanya mengenai data yang sudah ada akan
menghasilkan anak yang bukan hanya pelaksana, tetapi juga pemikir, penemu maupun pencipta.
Tujuan digunakannya diskusi kelompok ini adalah melatih siswa untuk mengeluarkan pendapat, dan
mau menerima kritikan kalau pendapatnya memang kurang benar. Melalui diskusi kelompok ini
siswa dapat menguji kebenaran pendapatnya mengenai sesuatu hal.
Adakalanya dalam diskusi kelompok ini didominasi oleh siswa-siswa tertentu saja. Untuk
menghindari hal ini perlu adanya moderator yang dapat mengatur lalu lintas pembicaraan di dalam
diskusi kelompok tersebut.
Disamping itu, dengan metode diskusi dapat melatih siswa menghargai pendapat orang lain. Diskusi
sebagai metode mengajar lebih cocok dan diperlukan apabila guru hendak memberi kesempatan
kepada siswa untuk mengekspresikan kemampuannya, berpikir kritis, menilai perannya dalam
diskusi, memandang masalah dari pengalaman sendiri dan pelajaran yang diperoleh di sekolah,
memotivasi dan mengkaji lebih lanjut. Melalui diskusi dapat dikembangkan keterampilan
mengklarifikasi, mengklasifikasi, menyusun hipotesis, menginterpretasi, menarik kesimpulan,
mengaplikasikan teori, dan mengkomunikasikan pendapat. Melatih keberanian untuk mengutarakan
pendapat, mempertahankan pendapat, dan memberi rasional sehubungan dengan pendapat yang
dikemukakannya.
Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Itulah sebabnya sejak diberlakukan
kurikulum 1984 dalam pembelajaran bahasa digunakan pendekatan komunikatif. Dengan
pendekatan komunikatif ini siswa harus diberi kesempatan sebanyak-banyaknya untuk melakukan
komunikasi baik secara lisan maupun tulis. Supaya siswa mampu berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa Indonesia yang baik benar maka siswa perlu dilatih sebanyak-banyaknya atau
diberi kesempatan sebanyak-banyaknya untuk melakukan kegiatan ber-komunikasi atau dalam hal
ini dinamakan dengan berdiskusi. Itulah sebabnya, dalam pembelajaran bahasa dengan pendekatan
komunikatif, yang ditekankan adalah mengembangkan kompetensi komunikasi siswa untuk
mendukung performasi komunikasi siswa.
Itulah sebabnya, mengapa metode diskusi sangat diperlukan dalam pembelajaran bahasa Indonesia,
karena metode diskusi menjadikan siswa untuk berpikir secara rasional dalam memecahkan masalah
yang dihadapi. Metode diskusi juga memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengeluarkan
pendapat, dan memberikan solusi terhadap masalah yang dibahas. Dengan demikian akan
melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
· Metode diskusi adalah salah satu alternative, metode/cara yang dapat dipakai oleh seorang
guru di kelas dengan tujuan dapat memecahkan suatu masalah berdasarkan pendapat siswa.
· Macam-macam diskusi : Diskusi Formal, Diskusi Informal, Diskusi Panel, Diskusi dalam bentuk
Symposium, Lecture Discussion, Whole Group, Buzz Group, Sundicate Group, Rain Storming Group
dan Fish Bowl
· Adapun tujuan penggunaan metode diskusi adalah untuk berpikir secara demokratis.
Pemecahan masalah secara demokratis. Partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran serta
membimbing peserta didik untuk saling menghormati dan menerima pendapat orang lain.
· Manfaat metode diskusi salah satu diantaranya ialah Untuk membiasakan siswa
mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya sendiri, dan
membiasakan sikap toleran
· Dalam metode diskusi juga terdapat kelebihan dan kekurangan tersendiri dan metode ini pun
diaplikasikan salah satunya untuk mendorong siswa berpikir secara kritis
· Metode diskusi sangat diperlukan dalam pembelajaran bahasa Indonesia, karena metode
diskusi menjadikan siswa untuk berpikir secara rasional dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
· Metode diskusi merupakan salah satu metode yang berhasil dalam memotivasi belajar siswa
sehingga siswa antusias dan ikut berpartisipasi dalam proses pembelajaran khususnya pembelajaran
Bahasa Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu Ahmadi. 1986. Metode Khusus Pendidikan Agama Islam. Jakarta : PT. Bima Aksara
Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Intermasa
Hasibuan dan Moedjiono, 1986. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Muhaimin, dkk. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Surabaya: CV. Citra Media
Santosa, Puji, dkk. 2009. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Solehan, T. W. , dkk. 2008. Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Winataputra, Udin S, dkk. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.
Situs Web:
- http://www.seorangpelajar.com/2015/11/makalah-penerapan-metode-diskusi-untuk-
memotivasi-siswa-dalam-belajar.html?m=1 (Dikutip sebagian pada hari Senin, 21 November 2016.
Jam 13.30 WIB)
- http://sumigiyati.blogspot.co.id/2012/06/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html?m=1
(Dikutip sebagian pada hari Senin, 21 November 2016. Jam 13.30 WIB)
[1] Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Intermasa, 2002),
hal. 40
[2] Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam …,hal.145
[3] Muhaimin, dkk. Strategi Belajar Mengajar (Surabaya: CV. Citra Media, 1996), hlm. 83-84
[4] Abu Ahmadi, Metode Khusus Pendidikan Agama Islam (Jakarta : PT. Bima Aksara, 1986), hlm. 114
[5] Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1986), hlm.
20-23
[6] Zuhairini, dkk., Metode Khusus Pendidikan Agama (Solo: Ramadhan, 1983), hlm. 89-90