Anda di halaman 1dari 58

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN KIMIA

BERBASIS AUGMENTED REALITY


PADA MATERI POKOK ASAM BASA
DI SMA NEGERI 2 PERCONTOHAN KARANG BARU

Penelitian Oleh :

KHAIRUL RIJAL

NIM : 180408024
Jurusan : Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (PMIPA)
Program Studi : Pendidikan Kimia

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SAMUDRA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu kimia adalah ilmu alam yang secara khusus mempelajari

tentang perubahan materi, baik perubahan secara kimia maupun perubahan

secara fisika perubahan materi dapat dipelajari melalui kajian perubahan energi

menyertai perubahan materi. Melalui pembelajaran kimia siswa juga diharapkan

dapat mengaplikasikan konsep sains pada kehidupan sehari-hari dan menjelaskan

secara ilmiah fenomena alam yang terjadi dilingkungan sekitarnya. Oleh sebab

itu siswa diharapkan memahami dan menguasai konsep dalam kimia 1. Materi

kimia banyak mengandung konsep dan teori yang abstrak, sehingga sulit

dipahami oleh peserta didik salah satunya pada konsep asam basa (Siti

Nuryanti,2010).

Media merupakan alat yang digunakan dalam menyampaikan pesan,

berbagai macam-macam media yang dapat digunakan dalam pembelajaran.

Gagne dan Briggs dalam Arsyad (2013:4) mengemukakan bahwa media

pembelajaran, meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi

materi pengajaran yang terdiri dari buku, perangkat lunak dan perangkat keras

seperti: komputer, TV, OHP, video, tape, slide, buku film, model transparasi dan

lain- lainnya. Banyaknya media yang digunakan dalam pendidikan merupakan

dampak positif dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini.

Salah satu teknologi yang dimaksud adalah media pembelajaran. Pemilihan


media pembelajaran perlu dipilih secara cermat dan tepat untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang telah ditetapkan. Proses pembelajaran yang menggunakan

media pembelajaran di dalam kelas diharapkan mampu menumbuhkan antusias

dan minat siswa untuk belajar lebih jauh tentang materi yang disampaikan oleh

guru. Selain itu dengan menggunakan media pembelajaran, materi yang sulit

disampaikan secara lisan dapat divisualisasikan melalui media tersebut.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam pendidikan

terutama penggunaan media pembelajaran untuk proses kegiatan belajar

mengajar. Teknologi yang digunakan seperti penggunaan komputer, internet, e-

learning, media sosial, simulasi pembelajaran dan yang terbaru seperti

penggunaan perangkat mobile, aplikasi game, dunia virtual, dan Augmented

Reality (AR) (Nincarean dkk., 2013). Dalam pendidikan masa lalu, guru

merupakan satu- satunya sumber belajar bagi peserta didik sehingga kegiatan

pendidikan cenderung masih tradisional. Perangkat teknologi penyebarannya

masih sangat terbatas dan belum memasuki dunia pendidikan. Akan tetapi lain

halnya sekarang, perangkat teknologi ada dimana-mana, pertumbuhan dan

perkembangannya sangat pesat. Disekolah, teknologi dalam bentuk dan jenisnya

sudah digunakan untuk mencapai tujuan. Teknologi yang disepakati sebagai

media, tidak hanya sebagai alat bantu, tetapi juga sebagai sumber belajar dalam

proses belajar mengajar (Djamarah, 2010).

Augmented Reality (AR) adalah teknologi yang menggabungkan benda

maya dua dimensi dan atapun tiga dimensi ke dalam sebuah lingkungan nyata

tiga dimensi lalu memproyeksikan benda-benda maya tersebut ke dalam waktu


nyata (Helda, dkk., 2016). Augmented Reality (AR) merupakan teknologi

visualisasi yang saat ini banyak dikembangkan dalam bidang game, hiburan,

maupun kedokteran (Dedynggego,dkk.,2015). Penggunaan AR sangat menarik

dan memudahkan penggunanya dalam mengerjakan sesuatu hal. Metode

Augmented Reality juga memiliki kelebihan dari sisi interaktif karena

menggunakan Marker untuk menampilkan objek tiga dimensi (3D) tertentu yang

diarahkan ke kamera Smartphone.

Kombinasi teknologi Augmented Reality dengan konten pendidikan

menciptakan jenis aplikasi baru yang digunakan untuk meningkatkan efektivitas

serta daya tarik belajar mengajar bagi siswa dalam kehidupan nyata (Kesim dan

Ozarslan, 2012). Berdasarkan jurnal tersebut teknologi AR dapat digunakan oleh

guru sebagai media pembelajaran dalam menjelaskan materi kepada siswa.

Hamalik (2004: 64-65) mengemukakan bahwa tujuan proses belajar mengajar

dapat dicapai dengan baik apabila ditunjang oleh beberapa faktor, salah satunya

media pendidikan. Dalam kondisi ini penggunaan media pembelajaran dapat

meningkatkan efisiensi proses dan mutu hasil belajar mengajar. Oleh karena itu

guru tidak hanya dituntut untuk menguasai materi, tetapi juga media yang

digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya

mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan. Dengan adanya media

pembelajaran yang menarik dan dapat memotivasi siswa dalam mempelajari

sebuah mata pelajaran yang disampaikan maka secara tidak langsung juga akan

meningkatkan prestasi belajar para siswa (Prawiro dkk.,2012).


Asam basa merupakan salah satu materi pelajaran kimia untuk siswa

kelas XI SMA, materi pelajaran asam basa akan sangat mudah dikuasai oleh

siswa dengan baik apabila seorang guru mampu mengkombinasikan metode

pengajaran ceramah, diskusi, dan eksperimen atau praktikum. Dalam kehidupan

sehari-hari, kita mengenal zat yang kita golongkan sebagai asam, misalnya asam

cuka, asam sitrun, asam jawa dan lain-lain. Kita juga mengenal berbagai zat yang

bisa digolongkan sebagai basa misalnya kapur sirih, kaustik soda, air sabun, air

abu dan lain-lain. Berkaitan dengan sifat asam dan basa, larutan dikelompokkan

kedalam tiga golongan, yaitu bersifat asam, basa dan netral (Irfan anshory,1999).

Pengembangan media pembelajaran Augmented Reality sudah pernah

dilakukan, Nur jazila (2016) mengembangkan aplikasi Augmented Reality buku

paduan wudhu untuk anak. Hasil pengembangan yang dilakukan oleh Nur (2016)

menunjukkan tren positif terhadap penggunaan media pembelajaran Augmented

Reality dengan nilai rata-rata hasil belajar siswa setalah menggunakan media

lebih tinggi dari nilai sebelum menggunakan media. Miftah Rizqi Hanafi (2015)

mengembangkan aplikasi Augmented Reality pada mata pelajaran Matematika

Geometri, dengan hasil penelitiannya prosentasi usability dilapangan

menyatakan media efektif digunakan dan Tahta Alfina Lufiyanti (2016)

mengembangkan aplikasi Augmented Reality pengenalan hardware komputer

dengan hasil penelitiannya presentase siswa menggunakan media lebih besar dari

siswa yang menggunakan buku. Relevansi beberapa penelitian terdahulu dengan

penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penggunaan model pengembangan

yang sama, serta mengukur kelayakan dan efektifitas media dalam


penggunaannya untuk pembelajaran siswa. Perbedaan penelitian terdahulu

dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis yakni penggunaan varibel

penelitian dan prosedur pengembangan media pembelajaran. Di dalam penelitian

terdahulu penggunaan variabel penelitian diganti dengan subjek dan objek

penelitian, subjek penelitian terdahulu yaitu pengembangan media dan objek

penelitiannya adalah siswa. Penelitian terdahulu juga tidak menjelaskan variabel

penelitian dan subjek objek penelitian, penelitian terdahulu lebih menjelaskan

proses pengembangan dan hasil penggunaan media. Sedangkan penelitian yang

dilakukan oleh penulis menggunakan variabel penelitian, dengan variabel terikat

yaitu hasil belajar dan variabel bebasnya media pembelajaran.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai Pengembangan Media Pembelajaran Kimia Berbasis

Augmented Reality Pada Materi Pokok Asam Basa Di SMA Negeri 2

Percontohan Karang Baru.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, yang menjadi rumusan


masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah kevalidan penggunaan aplikasi sebagai media

pembelajaran berbasis Augmented Reality pada materi pokok Asam Basa

di SMA Negeri 2 Percontohan Karang Baru?

2. Bagaimanakah respon siswa terhadap penggunaan aplikasi sebagai media

pembelajaran berbasis Augmented Reality pada materi pokok Asam Basa

di SMA Negeri 2 Percontohan Karang Baru?


1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kevalidan penggunaan aplikasi sebagai media pembelajaran

berbasis Augmented Reality pada materi pokok Asam Basa di SMA Negeri 2

Percontohan Karang Baru.

2. Untuk mengetahui respon siswa terhadap penggunaan aplikasi sebagai media

pembelajaran berbasis Augmented Reality pada materi pokok Asam Basa di

SMA Negeri 2 Percontohan Karang Baru.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil pembuatan ini diharapkan dapat memberikan beberapa mamfaaat

bagi pihak-pihak berikut:

1. Bagi siswa

a. Mempermudah pemahaman mengenai pengembangan materi asam basa

2. Meningkatkan minat belajar siswa sehingga siswa termotivasi untuk lebih aktif
dalam belajar. Bagi Guru

a. Mempermudah guru dalam menyampaikan materi karena peserta didik

menjadi lebih termotivasi dengan teknologi Augmented Reality.

b. Memotivasi guru dalam kegiatan pembelajaran yang bersifat virtual.

3. Bagi Sekolah

a. Memberikan masukan dan pertimbangan bagi sekolah sehingga dapat

meningkatkan minat belajar dan pemahaman siswa.

b. Sebagai inovasi dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dan akhirnya

pembelajaran akan menjadi berkualitas.


4. Bagi Peneliti

a. Memunculkan gagasan kepada mahasiswa untuk mengembangkan sumber

belajar kimia yang kreatif, inovatif dan menarik, sehingga sumber belajar ini

dapat dikembangkan lagi tekhusus dalam revolusi industri 4.0.

b. Sebagai salah satu rujukan bacaan dalam mengkaji lebih lanjut

pengembangan media yang digunakan pada materi asam dan basa atau materi

kimia lainnya.

1.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian disini siswa setelah melakukan praktikum, siswa

membuka aplikasi Augmented Reality(AR) pada android yang sudah ter-install,

kemudian arahkan fitur kamera AR menuju kertas indikator universal yang sudah

terbentuk perubahan warna, lalu aplikasi akan melakukan scanning atau

mengidentifikasi warna dari kertas indikator universal tersebut dan di layar aplikasi

Augmented Reality(AR) akan memunculkan hasil identifikasi dari hasil scanning

secara 3D yang terdiri angka pH, keterangan sifat, dan contoh senyawanya.

Berdasarkan kajian analisa peneliti di atas maka hipotesis awal penelitian ini:

H0 : “Pembelajaran menggunakan media pembelajaran berbasis Augmented Reality

mata pelajaran Kimia pokok materi Praktikum Asam Basa tidak efektif digunakan

untuk pembelajaran”.

Hi : “Pembelajaran menggunakan media pembelajaran berbasis Augmented Reality

mata pelajaran Kimia pokok materi Praktikum Asam Basa efektif digunakan untuk

pembelajaran”.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN
A. Indikator Asam Basa.

1. Pengertian Indikator.

Indikator berasal dari kata indikasi yang berarti penunjuk. Indikator bisa

berarti zat penunjuk reaksi sempurna, zat penunjuk sifat dari zat seperti asam, basa

dan netral, zat penunjuk nilai pH dan zat penunjuk reaksi adalah belangsung

sempurna. Cara yang tepat utuk mengetahui sifat asam dan basa adalah

denganmelihat warna larutan menggunakan zat penunjuk yang di sebut indikator

indikator asam basa adalah zat yang mengalami perubahan dalam lingkungan asam

dan basa. Indikator asam basa merupakan zat pewarna organik yang mengalami

perubahan warna karena adanya keberadaann asam atu basa. Sifat itu dapat

digunakan dalm menentukan sifat dan makanan dan minuman yang kita konsunmsi

sehari-hari.

Indikator yang khas adalah asam organik lemah yang mempunyai warna

berbeda dari basa konjugasinya. Indikator yang baik mempunyai intensitas warna

demikian rupa sehingga hanya beberapa tetes larutan indikator encer yang harus

ditambahkan kedalam larutan yang sedang diuji. Konsentasi molekul indikator yang

sangat rendah ini hampir tidak Berpengaruh terhadap pH larutan.27

Berdasarkan defenisi yang dikemukakan para ahli, maka dapat disimpulkan

bahwa indikator adalah zat penunjuk. Indikator asam-basa adalah senyawa asam

atau basa organik lemah yang digunakan sebagai penunjuk asam atau basa suatu zat

(larutan).
Indikator berubah warna seiring dengan perubahan ph nya. Indikator

akan berbeda jika ditambahkan larutan asam dan basa.

2. Jenis-Jenis Indikator

a. Kertas Lakmus

Indikator yang sering digunakan dilaboratorium kimia adalah kertas

lakmus merah dan kertas lakmus biru mengandung orchein yang berwarna biru.

Orchein adalah zat yang bersifat basa yang ditunjukanan dangan warna biru,

sedangkan dalam suasana asam orchein berwarna merah. Kertas lakmus merah

dibuat dengan cara yang sama seperti kertas lakmus biru hanya saja

dalampembuatannya orchein ditambahkan larutan asam sulfat sehingga

warnanya berubah menjadi merah. Saat kertas lakmus merah dicelupkan

kedalam larutan basa maka kertas bersifat basa dan warnaya kembali menjadi

biru.

Kertas lakmus untuk menentukan sifat asam atau basa suatu larutan.

Larutan asam dicelupkan kertas lakmus maka lakmus merah tetap berwarna

merah dan lakmus biru berubah menjadi merah. Larutan basa dicelupkan kertas

lakmus maka lakmus merah berubah warna menjadi biru dan lakmus biru tetap

berwarna biru. Laurtan bersifat netral tidak merubah warna kertas lakmus.28

b. Indikator universal

Indikator universal merupakan campuran berbagai indikator yang dapat

menunjukkan pH suatu larutan dari perubahan warnanya indikator universal

biasanya dijumpai di laboratorium adalah indikator universal dalam bentuk

kertas, indikator ini terdiri dari 4 kertas untuk menunjukkan pH larutan atau zat

dari 0 sampai dengan 14.


c. Indikator Alami

Indikator alami adalah zat pewarna organik yang berasal dari bahan-

bahan alami. Zat perwarna organik pada umumnya bersumber dari tumbuhan.

Bunga, daun, buah bahkan kulitnya dapat dijadikan sebagai zat perwarna.

Warna dari tumbuhan tersebut terbentuk akibat adanya reaksi yang terjadi dari

perwarna terhadap keadaan tanah.

d. Indikator Sintesis

Indikator sintesis adalah indikator kimia yang menghasilkan warna

berbeda di dalam asam dan basa. Indikator sintesis dibuat secara sintetik

golongan sulfonftalein dan ftalein. Indikator sintesis dibuat untuk memudahkan

para analis dan guru dalam melakukan indentifikasi asam dan basa.

3. Kegunaan Indikator

Trayek Perubahan Warna Indikator

Indikator Warna pH

Metal jingga Merah- 3,1


kuning –
4,4
Metal merah Merah- 4,4
kuning –
6,2
Bromotimol Kuning 6,0
biru -biru –
7,6
Fenolftalein Tidak 8,3 –
berwarna 10,0
merah
Lakmus Merah- 4,5
biru –
8,3

27
Imran Nazar, “Pembuatan Kertas Indikator Asam Basa Dari Kulit Buah Sebagai
Media Dalam Pembelajaran Kimia SMA Banda Aceh”, Tesis Universitas Syiah Kuala, 2016, h.
6
28
Siti Nuryanti, Dkk, “Indikator Titrasi Asam Basa Dari Ekstrak Bunga Kembang
Sepatu”. Jurnal Agritech, Vol. 30, No. 3, Agustus 2010, H. 9
B. Materi Asam Basa

Asam dan basa merupakan dua golongan zat kimia yang sangat penting

dalam kehdupan sehari-hari.Kita banyak mengenal berbagai zat yang kita

golongkan sebagai asam lambung.Salah satu sifat asam adalah rasanya yang

masam. Kita juga mengenal berbagai zat yang kita golongkan sebagai basa,

misalnya kapur sirih, kaustik soda, air abu (abu gosok) yang sering kita

gunakan untuk mencuci piring.30

1. Pengertian Asam Basa

Larutan asam dan larutan basa merupakan larutan elektrolit larutan

tersebut dapat pula dikenali dengan ciri lainnya, Asam mempunyai rasa masam

contoh cuka dapur mempunyai rasa asam karena didalamnya terkandung asam

asetat. Vitamin C rasanya juga asam karenan didalamnya terkandung asam

askorbat. buah jeruk nipis pun mempunyai rasa asm karena mengandung asam

nitrat.

Basa mempunyai rasa pahit dan licin bila dipegang. Contohnya, kapur

sirih mempunyai rasa pahit dan sabun bila dipegang terasa licin, perlu diketahui

tidak semua asam dan basa dapat dicicipi, untuk menentukan larutan asam dan

basa diuji dengan menggunakan indikator.

a. Teori Asam Basa Menurut Arrhenius

Materi asam basa merupakan salah satu materi ajar mata pelajaran

kimia.Asam Basa adalah suatu zat yang larutan airnya berasa asam,

memerahkan lakmus biru, bereaksi dengan logam aktif untuk membentuk

hidrogen, dan menetralkan basa.


Pada tahun 1887 Svante Arrhenius mempostulatkan bahwa bila molekul

elektrolit dilarutkan dalam air akan terbentuk ion-ion negatif dan positif.

Sehingga pada abad ke-19 definisi asam basa dinyatakan dalam teori pengionan

arrhenius. Asam arrhenius ialah zat yang melarut ke dalam air untuk

memberikan ion-ion H+, dan basa Arrhenius ialah zat yang melarut ke dalam

air untuk memberikan ion-ion OH-. Contoh yang bersifat asam: Asam

Hidrogen Klorida (HCl), Hidrogen Nitrat (HNO3), Hidrogen Sulfat (H2SO4),

dan asam asetat (CH3COOH). Sedangkan basa seperti: Natrium hidroksida

(NaOH), Kalium

hidroksida (KOH), Kalsium hidroksida Ca(OH)2 dan ammonia NH3. Terdapat

beraneka ragam sifat-sifat asam dan reaksi kimia yang saling menghubungkan,

termasuk reaksi-reaksi yang berlangsung dalam pelarut-pelarut selain air

maupun tanpa pelarut sama sekali.31

Macam-macam asam menurut Arrhenius:

1) Asam monoprotoik, yaitu asam yang memiliki satu valensi asam

(monovalen). Contoh: HCl, HF, HBr.

2) Asam poloprotiik, yaitu asam yan memiliki dua atau tiga valensi

asam (polivalen). Contoh: H2SO4,H2S.

Kekuatan asam dan basa menurut teori Arrhekius didasarkan atas

konsentrasi H+ dan OH¯.

1) Asam kuat memiliki konsentrasi H+ yang besar, bassa lemah memilki

konsentrasi H+ yang kecil.

2) Basa kuat memiliki konsentrasi OH¯ yang besar, basa lemahmemiliki

konsentrasi OH¯ yang kecil.


Selain memiliki beberapa kelebihan teori asam basa Arrhenius juga

memiliki kekurangan, yaitu:

1) Teori asam basa Arrhenius hanya dapat menjelaskan sifat asam-basa

apabila sesuatu zat dilarutkan dalam air.

2) Tidak dapat menjelaskan sifat basa amonia dan natrium karbonat


yang

tidak mengandung ion OH¯ namun dapat menghasilakan ion OH¯

ketika dilarutkan dalam air.

b. Teori asam basa Bronsted-Lowry

Di tahun 1923, kimiawan Denmark Johannes Nicolaus Bronsted (1879-

1947) dan kimiawan Inggris Thomas Mrtin Lowry (1874-1936) secara

independen dan terpisah mengusulkan teori asam baru.Pengertian asam basa

yang dikemukakan oleh Bronsted Lowry memperbaiki kelemahan teori asam

basa Arrhenius.Teori ini kemudian lebih dikenal sebagai teori asam bassa

Bronsted- Lowry sebagai penghargaan bagi mereka berdua. Brownsted-Lowry

mengemukakan teori asam dan basa sebagai berikut:

1) Asam: senyawa yang dapat memberikan proton (H+) kepada senyawa

lain. Disebut juga donor proton.

2) Basa: senyawa yang menerima proton (H+) dari senyawa lain.

Disebut juga ekspor proton.32

Dalam suatu persamaan reaksi asam-basa berdasarkan teori Bronsted-

Lowry, terdapat istilah asam basa konjugasi.Basa konjugasi adalah ion atau

molekul yang terbentuk setelah asam kehilangan proton, sedangkan asam

konjugasi adalah ion atau molekul yang terbentuk setelah basa menerima

proton.
Reaksi yang berlangsung dapat terjadi secara dua arah. Sebagai contoh,

perhatikan reaksi antara NH3 dan H2O berikut :

NH3(aq + H2O(l) ⇌ OH¯(aq) + NH +(aq) 4

Asam Basa Basa konjugasi Asam konjugasi

c. Teori Asam Basa Menurut Lewis

Di dalam teori asam-basa lewis menetapkan bahwa suatu asam adalah

penerima pasangan elektron dan suatu basa adalah pemberi pasangan

elektron.Reaksi asam basa terdiri dari pembentukan ikatan kovalen antara asam

dan basa.Lewis mengusulkan teori berdassarkan serah terimah pasangan

elektron dan teori oktet dengan memikirkan bahwa teori asam basa sebagai

masalah dasar yang harus diselesaikan berlandaskan teori struktur atom, bukan

berdasarkan hasil percobaan.

Pada umumnya definisi asam basa mengikuti apa yang dinyatakan oleh

Arrhenius atau Bronsted-Lowry, tapi juga adanya struktur yang diajukan lewis

muncul definisi asam dan basa baru yaitu:

1) Asam Lewis didefinisikan sebagai setiap spesi yang mengandung

atom yang dapat menerima pasangan elektron.

2) Basa Lewis didefinisikan sebagai setiap spesi yang mengandung

atom yang dapat memberi pasangan elektron.33

30
Michael Purba, KIMIA untuk SMA Kelas XI, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 170.
31
Keenan, Wood A, Kimia Untuk Universitas Edisi Keenam,(terj. Hadyana
Pudjaatmaka), (Jakarta: Erlangga, 1990), h. 408-414
32
Ari Harmanto, Kimia 2: Untuk SMA/MA Kelas XI, (Jakarta: Pusat Pembukuan
Departemen Pendidikan Nasional, 2009),h. 135.

33
Hiskia Ahmad, Penuntun Belajar Kimia Larutan,(Bandung: Citra Adtya, 2010),
H.150
2.1.1 Teknologi Pendidikan

2. 1. 1. 1 Definisi Teknologi Pendidikan

Teknologi pendidikan merupakan konsep yang komplek. Ia dapat dikaji

dari berbagai segi dan kepentingan. Kecuali itu teknologi pendidikan sebagai

suatu bidang kajian ilmiah, senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan

ilmu dan teknologi yang mendukung dan mempengaruhinya (Miarso, 2009:554).

Berdasarkan AECT (Associciation for Educational Communication and

Technology) 1994 dalam Salma (2012: 29), mendefinisikan bahwa teknologi

pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan,

pemanfaatan, pengelolaan serta evaluasi proses dan sumber untuk belajar.

Sedangkan menurut AECT 2004 didefinisikan sebagai studi dan etika praktek

untuk memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja melalui penciptaan,

penggunaan, pengaturan proses dan sumber daya teknologi. Teknologi pendidikan

merupakan suatu bidang kajian khusus (spesial) ilmu pendidikan dengan objek

formal “belajar” pada manusia secara pribadi atau yang tergabung dalam suatu

organisasi. Bidang kajian ini pada mulanya digarap dengan mensistesiskan

berbagai teori dan konsep dari berbagai disiplin ilmu kedalam suatu usaha

terpadu, atau disebut dengan pendekatan isomeristik, yaitu penggabungan

berbagai sumber yaitu berkaitan dalam satu kesatuan yang lebih bermakna.

Perkembangan bidang kajian ini selanjutnya mensyaratkan pendekatan tambahan,

yaitu sistematik dan sistemik. Sistematik artinya dilakukan secara runtu, teratur

dengan langkah tertentu, sedangkan sistemik artinya menyeluruh atau disebut

pula holistik atau komprehensif (Miarso, 2009: 199).


Berdasarkan dari beberapa definisi teknologi pendidikan di atas dapat

disimpulkan bahwa teknologi pendidikan dapat membantu jalannya pembelajaran,

mengingat bahwa teknologi pendidikan merupakan suatu proses yang kompleks

dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan dan organisasi untuk

menganalisis masalah, mencari jalan pemecah, melaksanakan, mengevaluasi dan

mengelola pemecahan masalah yang menyangkut semua aspek belajar manusia.

Oleh karena itu, teknologi pendidikan merupakan sebagai dasar peneliti dalam

mengembangkan media pembelajaran Augmented Reality sistem organ tubuh

manusia yang bermaksud membantu jalannya pembelajaran.

2. 1. 1. 2 Kawasan Teknologi Pendidikan (AECT 2004)

Definisi teknologi pendidikan AECT 2004 (The Association for

Educational Communication and Technology) menyatakan bahwa “Educational

technology is the study and ethical practice of facilitating learning and improving

performance by creating, using and managing appropriate technological

processes and resources”.

Definisi ini mengandung beberapa elemen kunci seperti pada bagan

dibawah ini :

Gambar 2.1 Elemen/kawasan Teknologi Pendidikan 2004 Sumber:


Molenda and Alan (2010)
2. 1. 1. 3 Keterkaitan Pengembangan Media AR dalam Kawasan TP (2004)

Berdasarkan definisi kawasan Teknologi Pendidikan tahun 2004 penelitian

ini termasuk dalam penciptaan (creating) dan penggunaan (using). Makna

penciptaan (creating) didalam penelitian ini adalah menciptakan program aplikasi

berbasis Augmented Reality sebagai sumber belajar peserta didik SMA Negeri 2

Percontohan, serta makna penggunaan (using) yaitu menggunakan dan

memanfaatkan produk aplikasi media pembelajaran yang telah di ciptakan tadi

sebagai alternatif sumber belajar peserta didik SMA Negeri 2 Percontohan dalam

mata pelajaran IPA pada pokok pembahasan sistem organ tubuh manusia.

2. 1. 1. 4 Pembelajaran

Pembelajaran merupakan terjemahan dari kata instruction yang berarti self

instruction (dari internal) dan external instruction (dari eksternal). Pembelajaran

yang bersifat eksternal berasal dari guru yang kemudian disebut dengan teaching

atau pengajaran (Rifa‟i 2012: 158). Menurut Kamelia (2015) Pembelajaran

merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses

pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta

pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Pembelajaran adalah

suatu proses kegiatan belajar mengajar yang dirancang oleh guru untuk

memberikan kesempatan kepada siswa guna memahami dan memperoleh hasil

belajar dari materi yang diberikan dengan mudah. Siswa adalah komunikan pada

proses pembelajaran, sedangkan komunikatornya adalah guru dan siswa. Jika

siswa menjadi komunikator terhadap siswa lainnya dan guru sebagai fasilitator,

akan terjadi proses interaksi dengan kadar pembelajaran yang tinggi (Hamdani,

2011:72).
Sedangkan menurut Miskowati (2012) pembelajaran adalah sebuah proses

komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan

berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media. Pesan yang akan

dikomunikasikan adalah isi pembelajaran yang ada dalam kurikulum yang

dituangkan oleh pengajar atau fasilitator atau sumber lain ke dalam simbol-simbol

komunikasi, baik simbol verbal maupun simbol non verbal atau visual.

Berdasarkan hal tersebut, agar terjadi komunikasi yang baik antara guru

dan siswa, sorang guru tidak serta merta langsung memulai proses pembelajaran

di kelas, guru juga perlu menyiapkan atau merencanakan berbagai pengalaman

belajar. Pengalaman belajar tersebut harus sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapai. Untuk membentuk pengalaman belajar, dibutuhkan suasana yang

menyenangkan dan nyaman, agar siswa dapat belajar dengan baik dan efektif.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan terutama pasal 19 ayat 1. Dalam pasal tersebut dituliskan bahwa

proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,

inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi

aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan

kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa.
2. 1. 1. 5 Media Pembelajaran

2. 1. 1. 5. 1 Pengertian Media Pembelajaran

Media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata

medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Banyak batasan

yang diberikan orang tentang media. Asosiasi Teknologi dan Komunikasi

Pendidikan (Association of Education and Communication Technology/AECT) di

Amerika, membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan

orang unty menyaluran pesan atau informasi. Sebagaimana Gagne (1970)

menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan

siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Sementara itu Briggs (1970)

berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan

serta merangsang siswa untuk belajar. Buku, film, kaset, film bingkai adalah

contoh-contohnya (Sadiman, 2009:6). Menurut Harjono dan Harjito (2010) media

pembelajaran dapat dikembangkan dalam berbagai model baik elektronik maupun

non elektronik.

Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education Association/NEA)

memiliki pengertian yang berbeda. Media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik

tercetak maupun audiovisual serta peralat-peralatannya. Media hendaknya dapat

dimanipulasi, dapat dilihat, didengar dan dibaca. Apa pun batasan yang diberikan,

ada persamaan di antara batasan tersebut yaitu bahwa media adalah segala sesuatu
yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima

sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian

siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi (Sadiman, 2009:7).

Kriteria pemilihan media yang baik menurut Azhar (2013) dalam Urip (2017)

media harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, tepat untuk mendukung isi

pelajaran, luwes, guru terampil menggunakan, pengelompokan sasaran dan mutu

teknis.

Media pembelajaran akan berfungsi dengan baik apabila media tersebut

dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna, mengaktifkan dan

menyenangkan (Adrijati, 2014). Media adalah perantara pesan dari pengirim ke

penerima pesan. Jadi televisi, film, foto, radio, rekaman audio, gambar yang

diproyeksikan, bahan bahan cetakan dan sejenisnya adalah media komunikasi.

Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan

instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu

disebut media pembelajaran (Heinich dalam Arsyad, 2013:4). Media

pembelajaran dapat berupa manusia, materi atau kejadian yang membangun

kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan keterampilan atau

sikap.

Media pembelajaran sebagai media yang membawa pesan-pesan atau

informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud

pengajaran (Hamdani, 2011:243). Media pembelajaran juga dipengaruhi oleh

perkembangan teknologi dan semakin mendorong upaya pembaharuan dalam

proses belajar.
Pengertian media pembelajaran seperti di atas didasarkan pada asumsi

bahwa proses pendidikan atau pembelajaran identik dengan sebuah proses

komunikasi. Dalam proses komunikasi terdapat komponen-komponen yang

terlibat di dalamnya, yaitu sumber pesan, pesan, penerima pesan, media dan

umpan balik. Sumber pesan yaitu sesuatu (orang) yang menyampaikan pesan.

Pesan berupa isi atau ajaran yang dituangkan ke dalam simbol komunikasi baik

verbal maupun non verbal, proses ini dinamakan encoding. Penafsiran simbol-

simbol komunikasi tersebut oleh siswa dinamakan decoding (Daryanto, 2016:5).

Pada awal sejarah pembelajaran, media hanya alat bantu yang digunakan

oleh seorang guru untuk menerangkan pelajaran. Alat bantu yang mula-mula

digunakan adalah alat bantu visual kepada siswa untuk mendorong motivasi

belajar, memperjelas dan mempermudah konsep abstrak dan mempertinggi daya

serap atau retensi belajar. Kemudian berkembangnya teknologi, khususnya

teknologi audio pada pertengahan abad ke-20 lahirlah alat bantu audio visual yang

terutama menggunakan pengalaman yang kongkrit untuk menghindari verbalisme.

Dalam memanfaatkan media sebagai alat bantu, Dale mengadakan klasifikasi

menurut tingkat dari yang paling kongkrit ke yang paling abstrak. Klasifikasi

tersebut disebut kerucut pengalaman (Cone of Experience). Sebagaimana nampak

gambar berikut:

Gambar 2.2 Kerucut Pengelaman dari Edgar Dale


Sumber: Sadiman (2009)
Dasar pengerucutan tersebut bukanlah tingkat kesulitan, melainkan tingkat

keabstrakan jumlah jenis indra yang turut serta selama penerimaan isi pengajaran

atau pesan. Pengalaman langsung akan memberikan kesan yang paling utuh dan

paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam

pengalaman itu, karena melibatkan indra penglihatan, pendengaran, perasaan,

penciuman dan peraba. Dapat disimpulkan bahwa perolehan pengetahuan siswa

akan semakin abstrak apabila pesan hanya disampaikan melalui verbal,

pengalaman yang paling kongkret adalah yang lebih efektif digunakan sebagai

media pembelajaran.

Menurut Sudjana dan Rivai (2009) dalam memilih media hendaknya

mengacu pada kriteria seperti ketepatannya dengan tujuan pembelajaran,

dukungan terhadap isi bahan pelajaran, kemudahan memperoleh media,

ketrampilan guru dalan menggunakannya, tersedia waktu untuk menggunakannya,

sesuai dengan taraf berfikir siswa.

2. 1. 1. 5. 2 Ciri-ciri Media Pembelajaran

Gerlach & Ely (1971) dalam Arsyad (2013) mengemukakan tiga ciri media

pembelajaran :

a. Ciri Fiksatif (Fixative Property)

Media pembelajaran memiliki kemampuan untuk merekam, menyimpan,

melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek.

b. Ciri Manipulatif (Manipulative Property)

Media pembelajaran dapat memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk

memanipulasi suatu peristiwa atau objek. Peristiwa yang berlangsung


lama, dapat dpersingkat atau hanya menampilkan kejadian penting. Objek-

objek dalam dunia nyata dapat dimanipulasi sehingga menjadi model-

model dalan bentuk 3 Dimensi (3D).

c. Ciri Distributif (Distribituve Property)

Media pembelajaran digunakan agar kejadian atau objek pada suatu tempat

dapat disebarkan ke tempat lain dengan mudah. Kejadian atau objek

tersebut dihadirkan di ruang kelas tanpa siswa harus mengunjunginya

secara langsung, contohnya melalui film, foto dan rekaman video.

2. 1. 1. 5. 3 Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran

Fungsi dan manfaat media pembelajaran menurut Djamarah dan Zain,

(2010: 120- 122), yaitu media pembelajaran mempunyai arti yang cukup penting

karena dalam kegiatan belajar mengajar ketidakjelasan bahan yang disampaikan

oleh guru dapat dibantu dengan menghandirkan media sebagai perantara,

kerumitan bahan yang disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan

dengan bantuan media pembelajaran, media dapat mewakili apa yang kurang

mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu, keabstrakan bahan

dapat dikonkretkan dengan kehadiran media sehingga anak didik lebih mudah

mencerna bahan daripada tanpa bantuan media. Media juga berfungsi melicinkan

jalan menuju tercapainya tujuan pengajaran, hal ini dilandasi dengan keyakinan

bahwa proses belajar mengajar dengan bantuan media mempertinggi kegiatan

belajar anak didik dalam tenggang waktu yang cukup lama, hal ini berarti kegiatan

belajar anak didik dengan bantuan media dapat menghasilkan proses dan hasil

belajar yang lebih baik daripada tanpa bantuan media.


Dalam proses pembelajaran, media memiliki fungsi sebagai pembawa

informasi dari sumber (guru/pendidik) menuju penerima (siswa/peserta didik).

Sedangkan metode adalah prosedur untuk membantu peserta didik dalam

menerima dan mengolah informasi guna mencapai tujuan pembelajaran. Fungsi

media dalam proses pembelajaran ditunjukkan pada gambar berikut (Daryanto,

2016: 8).

Gambar 2.3. Bagan Fungsi Media Pembelajaran


Sumber: Daryanto (2016)

Arsyad (2013: 29-30), merincikan manfaat media pembelajaran sebagai

berikut, yaitu :

1) Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi

sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses serta hasil

belajar,

2) Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian

anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang

lebih langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan

siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan

minatnya.
3) Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan

waktu:

a) Objek atau benda yang terlalu besar untuk ditampilkan

langsung diruang kelas dapat diganti dengan gambar, foto,

slide, realita, film, radio atau model,

b) Objek atau benda yang terlalu kecil yang tidak tampak oleh

indera dapat disajikan dengan bantuan mikroskop, film, slide,

atau gambar,

c) Kejadian langka yang terjadi dimasa lalu atau terjadi sekali

dalam puluhan tahun dapat ditampilkan melalui rekaman video,

film, foto, slide, disamping secara verbal,

d) Objek atau proses yang amat rumit seperti peredaran darah

dapat ditampilkan secara konkret melalui film, gambar, slide,

atau simulasi komputer,

e) Kejadian atau percobaan yang dapat membahayakan dapat

disimulasikan dengan media seperti komputer, film dan video,

f) Peristiwa alam seperti terjadinya letusan gunung berapi atau

proses yang dalam kenyataan memakan waktu lama seperti

proses kepompong menjadi kupu-kupu dapat disajikan dengan

teknik-teknik rekaman seperti time-lapse atau film, video, slide

atau simulasi komputer.

4) Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada

siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta


memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat,

dan lingkungannya misalnya melalui karyawisata, kunjungan-

kunjungan ke museum atau kebun binatang.

Dari beberapa penjelasan ahli media terkait fungsi dan manfaat media

pembelajaran dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi dan manfaat media

pembelajaran sangat penting dalam pembelajaran karena dapat membantu guru

dalam proses belajar mengajar, dan media juga dapat menjadi alat tercapainya

tujuan pembelajaran.

2. 1. 1. 5. 4 Faktor Pemilihan Media Pembelajaran

Sungkono (2009) dalam artikelnya yang berjudul Pemilihan dan Penggunaan

Media dalam Proses Pembelajaran menunjukkan ada beberapa faktor yang perlu

dipertimbangkan terhadap pemilihan media pembelajaran adalah sebagai berikut :

a. Tujuan Pembelajaran

Media pembelajaran digunakan untuk membantu mencapai tujuan

pembelajaran, maka dipilih media pembelajaran yang memiliki

karakteristik sesuai dengan tujuan pembelajaran.

b. Keefektifan

Dari beberapa alternatif media pembelajaran, dipilih media pembelajaran

yang paling efektif.

c. Siswa

Media pembelajaran dipilih berdasarkan karakteristik siswa (kemampuan

atau taraf berpikir, pengalamannya, menarik tidaknya media pembelajaran


bagi siswa), kelas dan jenjang pendidikan siswa, jumlah siswa, lokasi

siswa dan gaya belajar siswa.

d. Ketersediaan

Media pembelajaran dipilih berdasarkan ketersediaan media dan cara

memperoleh media tersebut.

e. Kualitas teknis

Dalam hal ini yang dipertimbangkan adalah kualitas media, pemenuhan

syarat sebagai media pembelajaran, dan daya tahan media yang dipilih.

f. Biaya pengadaan

Media pembelajaran dipilih berdasarkan jumlah biaya pembuatan,

ketersediaan biaya, keseimbangan antara baiaya pengadaan dan manfaat

yang dihasilkan, serta perbandingan dengan media lain yang lebih murah.

g. Fleksibilitas (lentur), dan kenyamanan media

Dalam memilih media harus dipertimbangkan kelenturan dalam arti dapat

digunakan dalam berbagai situasi dan pada saat digunakan tidak

berbahaya.

h. Kemampuan orang yang menggunakannya

Betapapun tingginya nilai kegunaan media, tidak memberi manfaat yang

banyak bagi orang yang tidak mampu menggunakannya.

i. Alokasi waktu

Waktu yang tersedia dalam proses pembelajaran berpengaruh terhadap

penggunaan media pembelajaran. Untuk itu media pembelajaran dipilih


berdasarkan waktu yang tersedia untuk pengadaan media dan waktu yang

tersedia untuk penggunaannya.

Menurut Arsyad (2013) dalam bukunya yang berjudul media

pembelajaran, pada hal yang menyeluruh dan umum dalam pemilihan media, ada

beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu :

1. Hambatan pengembangan dan pembelajaran yang meliputi faktor

operasional (dana, fasilitas dan peralatan)

2. Persyaratan isi, tugas, dan jenis pembelajaran

3. Kemampuan dan keterampilan siswa

4. Tingkat kesenangan (preferensi lembaga, guru dan pelajar) dan

keefektivan biaya.

Dari beberapa pendapat ahli diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam

proses pemilihan media pembelajaran harus disesuaikan dengan operasional yang

dimiliki, tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, tepat untuk mendukung isi

pelajaran, harus praktis, luwes dan bertahan dalam hal produksi media, guru dan

siswa terampil menggunakan media, disesuaikan dengan pengelompokan sasaran

dan mutu teknis.

2. 1. 1. 6 Mobile Learning pada Perangkat Android

Istilah Mobile Learning (m-learning) mengacu kepada penggunaan perangkat

teknologi informasi (TI) genggam dan bergerak, seperti PDA, telepon genggam,

laptop, dan tablet PC, dalam pengajaran dan pembelajaran M-Learning merupakan

bagian dari electronic learning (e-learning) sehingga, dengan sendirinya


merupakan bagian dari distance learning [d-learning] (Tamimuddin, 2007)

sebagaimana nampak pada gambar 2.4 berikut.

Gambar 2.4. Skema dari bentuk Mobile Learning


Sumber: Tamimuddin (2007)

Dengan mobile learning, pengguna dapat mengakses konten pembelajaran

di mana saja dan kapan saja, tanpa harus mengunjungi suatu tempat tertentu pada

waktu tertentu. Mobile learning membawa manfaat ketersediaan materi ajar yang

dapat di akses setiap saat dan visualisasi materi yang menarik. Beberapa

kemampuan penting yang harus disediakan oleh perangkat pembelajaran mobile

learning adalah adanya kemampuan untuk terkoneksi ke peralatan lain (terutama

komputer), kemampuan menyajikan informasi pembelajaran dan kemampuan

untuk merealisasikan komunikasi bilateral antara pengajar dan pembelajar

(Tamimuddin, 2007). Menurut Hapsari (2017) Pengembangan mobile learning

dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif media yang dapat digunakan dalam

pembelajaran. M-learning juga dapat digunakan untuk mendorong pengalaman

belajar mandiri dan kolaboratif (Wibowo, 2016).


Untuk itu penelitian ini difokuskan pada m-learning pada perangkat

smartphone Android, karena smartphone Android telah menguasi pasar

smartphone di Indonesia dan digunakan oleh berbagai jenjang usia.

Android adalah sebuah sistem operasi untuk perangkat mobile berbasis

Linux yang mencakup sistem operasi, middleware dan aplikasi. Android

menyediakan platform terbuka bagi para pengembang untuk menciptakan aplikasi

mereka (Murtiwiyati dan Lauren, 2013).

Pada m-learning berbasis Android, selain perangkat Android yang mudah

didapat, sistem Android juga mudah untuk dikembangkan oleh pengguna (guru

dan siswa). Ji Diaqi dan kawan-kawan dalam jurnal yang berjudul “The Research

in Mobile Learning Based on Android Smartphone Platform Application”

mengungkapkan 5 fitur menonjol dari sistem Android, yaitu :

a. Keterbukaan

Android, seperti Linux, bebas untuk dikembangkan oleh pengguna,

pengguna juga dapat menggunakan kebutuhan mereka untuk melakukan

pengembangan sekunder pada sistem.

b. Dukungan dan daya tarik Google

Google sebagai mesin pencari terbesar yang dikenal dunia mempunyai

kekuatan dalam hal teknis dan memajukan pengembangan sistem.

c. Semua pabrik perangkat mobile ikut bergabung mengembangkan Android

seperti Motorola, Qualcomm, TI, HTC, China Mobile dan pabrikan chip

lain terkenal di dunia, pabrik perangkat keras seperti Samsung, LG, Sony

serta perusahaan operator memakai dan mengembangkan sistem Android


d. Android merupakan sistem Linux yang telah sempurna

e. Sitemnya beroperasi dengan sangat portable dan powerful

Sebagai tambahan, pada m-learning berbasis Android, siswa atau guru

yang tidak memiliki perangkat Android masih bisa mengakses aplikasi Android

melalui komputer dengan menggunakan emulator Android. walaupun tidak

mobile, tetapi hal ini menjadi jawaban agar siswa masih dapat mengakses aplikasi

Android. Siswa menjadi lebih mudah dalam mengakses m-learning berbasis

Android.

Smartphone dapat melakukan operasi seperti komputer, yaitu melakukan

operasi unduh dan pasang software. Hal ini sangat membantu dalam

mengembangkan aplikasi m-learning yang dibuat. Aplikasi ini nantinya dapat

diunduh oleh para siswa dan digunakan pada semua jenis smartphone yang

memakai sistem operasi Android.

2. 1. 1. 7 Augmented Reality

Augmented Reality (AR) dapat diartikan sebagai teknologi yang menggabungkan

antara benda maya dua dimensi atau tiga dimensi kedalam sebuah lingkungan

nyata tiga dimensi lalu memproyeksikan benda maya tersebut secara real-time.

Silva dan kawan-kawan (2003) menunjukkan bahwa teknologi ini dapat juga di

kategorikan sebagai teknologi antara Virtual Reality dan Telepresence

lingkungannya nyata, maka pada teknologi AR pengguna dapat melihat

lingkungan nyata yang ditambah dengan objek buatan. Efendi dan kawan-kawan

(2016) salah satu kelebihan dari Augmented Reality yaitu dapat

mengimplementasikan secara luas dalam berbagai media.


Inti dari Augmented Reality adalah melakukan interfacing untuk

menempatkan obyek virtual ke dalam dunia nyata. Para peneliti memanfaatkan

bidang ini sebagai salah satu cara baru untuk meningkatkan produktifitas,

efektifitas, dan efisiensi serta sebagai media entertainment. Augmented Reality

telah banyak digunakan di dunia hiburan, pelatihan militer, medis, desain

rekayasa, robotik, telerobotik, manufaktur, pendidikan dan lain-lain (Edi dalam

Hermawan, 2015).

Olwal (2010) menjelaskan bahwa ada 3 aspek yang perlu diperhatikan

dalam membuat system AR:

a. Kombinasi dunia virtual dan dunia nyata.

b. Interaksi yang real-time

c. Dibuat dalam format 3 dimensi

Azahar Sheikh dan kawan-kawan (2016) dalam artikelnya yang berjudul

Introduction to Augmented Reality: An overview, Development of AR in

Android juga menjelaskan ada 3 komponen AR:

a. Scene Generator

Scene Generator adalah perangkat atau software yang berguna untuk

mengakhiri proses pemodelan animasi sebuah scene.

b. Tracking System

Tracking System adalah sistem yang berguna untuk membantu

perangkat AR mengenali objek dunia nyata (marker). Sistem ini

menjadi problematika yang paling penting dalam AR karena

kegunaanya untuk mendeteksi marker. Pada industri kesehatan,


dibutuhkan tracking system yang akurat untuk mendeteksi alat

kesehatan maupun citra yang dihasilkan jaringan tubuh manusia.

c. Perangkat untuk menampilkan AR

Untuk mengkombinasikan dunia nyata dan dunia virtual diperlukan

teknologi optik dan teknologi video, seperti yang terdapat pada

kamera handphone.

AR bekerja dengan beberapa teknologi fundamental yang membangunnya.

Teknologi fundamental tersebut, antara lain display systems, sensing dan

registration, dan teknik interaksi (Olwal, 2010). Display systems bertujuan untuk

menggabungkan dunia nyata dan dunia virtual, sensing dan registration

mempunyai fungsi untuk render grafik pada perspektif yang tepat. Sedangkan

pada teknik interaksi berguna untuk manipulasi objek menggunakan interface

control.

Pada penelitian ini teknologi display system yang dipakai menggunakan

teknologi video see-trough displays (menampilkan melalui video). Teknik ini

sangat populer digunakan oleh para pengembang aplikasi. Teknik ini

membutuhkan kamera untuk mendapatkan gambaran dari lingkungan, sebuah

komputer untuk menambahkan konten virtual dan layar video untuk menampilkan

hasilnya, yang kemudian dilihat oleh pengguna. Seperti yang terlihat pada gambar

2.5 berikut ini :


Gambar 2.5 Display Systems pada Augmented Reality
Sumber: Olwal, (2010)

Perkembangan teknologi pada perangkat mobile membuat teknik video

see-trough displays menjadi populer digunakan pada berbagai aplikasi. Perangkat

mobile seperti smartphone dan komputer tablet yang telah dilengkapi kamera

menjadi perangkat yang cocok untuk mengaplikasikan teknologi AR, perangkat

mobile tersebut selain digunakan secara luas, mempunyai konektivitas, memiliki

bentuk yang portable, kemampuan grafik dan processing yang makin cepat.

Augmented Reality memiliki cara kerja yang cukup sederhana dengan berdasarkan

deteksi citra dan biasa disebut dengan marker (Santoso dkk, 2013).

Gambar 2.6 Teknik video see-trough displays pada perangkat mobile


Sumber: Olwal (2010)

Sebagaimana terlihat pada gambar 2.7, penelitian ini menggunakan

marker sebagai penanda objek di dunia nyata. Marker dapat dikenali oleh kamera

smartphone karena didukung oleh AR SDK (Software Development Kit). Pada


aplikasi ini AR SDK yang digunakan adalah Vuforia. Software ini menggunakan

kemampuan teknologi penglihatan komputer untuk mengenali dan melakukan

tracking objek yang ditangkap oleh kamera. Tetapi tidak semua objek dapat di

tangkap oleh kamera smartphone terutama karena keterbatasan Central

Processing Unit (CPU) dan Graphic Processing Unit (GPU) pada perangkat

mobile.

Object Marker adalah sebuah objek yang dijadikan sebagai based tracking

atau penanda yang dijadikan acuan untuk memunculkan sebuah augmented

reality, dan dari masing-masing object marker akan menampilkan bentuk

augmented reality yang berdeba antara satu dengan yang lainnya (Roedavan

dalam Ramdhani, dkk, 2016). Marker yang dikenali oleh vuforia SDK tidak harus

berupa gambar hitam putih seperti barcode atau QR code, bisa berupa gambar

atau benda. Vuforia SDK menggunakan algoritma yang rumit untuk mengenali

dan melakukan tracking pada gambar (marker). Pengenalan gambar adalah proses

mengidentifikasi dan mendeteksi objek maupun ciri-ciri pada gambar digital atau

video. Ciri-ciri yang dikenali oleh vuforia SDK yakni berdasarkan analisis deteksi

tepi (Edge Detection). Pada tabel 2.1 diperlihatkan analisis deteksi tepi untuk

menentukan kualitas gambar yang bisa dilacak. Semakin banyak jumlah tepi

semakin mudah gambar untuk dilacak.

Tabel 2.1 Analisis Deteksi Tepi

Gambar

Jumlah Ciri 0 4 24
Pada vuforia SDK tidak semua gambar dapat dijadikan marker. Gambar

sebelumnya harus di upload dulu di portal Qdev. Lalu gambar tersebut diubah

oleh portal Qdev menjadi Qcar library. Selanjutnya library tersebut diunduh

untuk ditambahkan pada aplikasi.

Gambar 2.7 Proses Pembuatan Marker


Sumber: https://qualcomm.com

Pada proses tracking gambar, output yang dihasilkan berupa identifikiasi

posisi marker dengan menggunakan tiga sumbu koordinat yaitu x, y, dan z.

Koordinat ini dimaksudkan agar posisi objek dapat dengan mudah diatur

berdasarkan sumbu koordinat

Gambar 2.8 Hasil Pengenalan Marker Berupa Koordinat


Sumber: https://qualcomm.com
2. 1. 1. 7. 1 Teknologi Augmented Reality dalam Pembelajaran

Menurut Wardhani (2015) Augmented Reality merupakan suatu inovasi teknologi

interaksi antara manusia dan mesin, yang dapat digunakan untuk menarik minat

penggunanya. Sistem AR bekerja dengan menyisipkan objek virtual dalam suatu

objek secara nyata yang memungkinkan penggunanya untuk melihat hasilnya

secara bersamaan. Augmented Reality memiliki beberapa karakakteristik, seperti

menggabungkan antara objek virtual yang berbentuk 3D dan objek nyata, dan

dapat berinteraksi dalam waktu yang bersamaan.

Penerapkan inovasi Teknologi Augmented Reality dalam pembelajaran,

maka akan tercipta suatu suasana belajar yang efektif dan memberikan gambaran

tentang lingkungan dunia nyata dalam sistem pembelajaran yang berbasis

komputer. Augmented Reality diterapkan dalam dunia pendidikan karena

keutamaan yang dimiliki dengan menggabungkan situasi dunia nyata dan objek

virtual dapat digunakan untuk mengatasi masalah dalam memahami pelajaran

yang disampaikan.

2. 1. 1. 7. 2 Keuntungan Augmented Reality dalam Pendidikan

Augmented Reality (AR) merupakan teknologi visualisasi yang saat ini banyak

dikembangkan dalam bidang game, hiburan, maupun kedokteran

(Dedynggego,dkk., 2015). Teknologi Augmented Relity mulai diterapkan dalam

dunia pendidikan karena bersifat inovatif, nyata dan lebih real-time. Pemanfaatan

teknologi ini dapat diimplementasikan pada berbagai media, seperti aplikasi

desktop, smartphone, bidang industri, bahkan media cetak seperti buku, majalah,

atau koran (Yenni, dkk., 2016).


Sedangkan menurut Wahyudi dalam Dhiyatmika (2015) penggunaan

Augmented Reality sangat menarik dan memudahkan penggunaanya dalam

mengerjakan sesuatu hal, metode Augmented Reality juga memiliki kelebihan dari

sisi interaktif karena menggunakan Marker untuk menampilkan objek 3 dimensi

tertentu yang diarahkan ke kamera Smartphone. Penerapan konsep yang digunakan

diharapkan dapat meningkatkan daya nalar dan imajinasi seseorang.

Hamilton, dkk. (2010) melihat berbagai potensi dan keuntungan dari

teknologi Augmented Reality untuk pendidikan, antara lain:

1. Menyediakan pembelajaran kontekstual yang kaya bagi individu dalam

mempelajari suatu skill.

2. Merealisasikan konsep pendidikan dimana siswa memegang kendali proses

pembelajaran mereka sendiri.

3. Membuka kesempatan dalam menciptakan pembelajaran yang lebih otentik

dan dapat diterapkan dalam berbagai gaya pembelajaran.

4. Memiliki kekuatan untuk menarik siswa dengan cara yang sebelumnya

tidak memungkinkan.

5. Memberikan kebebasan bagi siswa dalam melakukan proses penemuan

dengan cara mereka sendiri.

6. Tidak ada konsekuensi nyata (dengan kata lain aman bagi siswa) jika

terjadi kesalahan saat kegiatan pembelajaran atau pelatihan skill.


2.2 KERANGKA PIKIRAN

SMAN 2 PERCONTOHAN

Proses Pembelajaran

Ceramah : Menggunakan Media :

Pembelajaran satu arah Dapat menumbuhkan antusias siswa dalam belajar


Antusias siswa dalam belajar kurang Siswa mudah dalam merangkum pembelajaran
Guru harus menyampaikan materi secaraBelum
lisan banyak guru yang memanfaatkan media pembelajaran

Pembelajaran yang diharapkan :

Pembelajaran yang dapat menumbuhkan antusias siswa dalam belajar


Pembelajaran yang memudahkan siswa dalam memahami materi
Guru dapat mengontrol pembelajaran dengan mudah

Bagan 2.9 Alur Kerangka Berpikir


Uma Sekaran dalam Sugiyono (2013) mengemukakan bahwa kerangka berfikir

merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan

berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka

berpikir pada penelitian ini seperti pada bagan 2.9, bahwa pembelajaran di SMA

Negeri 2 Percontohan menggunakan dua macam penyampaian pembelajaran

yakni ceramah dan menggunakan media. Saat pembelajaran berlangsung siswa

lebih mudah menerima materi pembelajaran dengan menggunakan media, namun

dalam kegiatan guru kurang begitu mahir membuat media pembelajaran. Sehingga

perlu adanya pengembangan sebuah media pembelajaran.

Pengembangan media pembelajaran ini peneliti mengacu pada metode

pengembangan (Development) dengan model ADDIE (analisis, desain,

development, implementasi dan evaluasi) yang dikembangkan oleh Dick and

Carrey. Setelah melalui pengembangan kemudian masuk pada tahap analisis dan

perhitungan untuk mengetahui sejauh mana penerapan media pembelajaran

berdasarkan hasil belajar di kelas. Setelah tahap analisis dan perhitungan

selanjutnya masuk tahap mendeskripsikan penggunaan media pembelajaran,

setelah itu disimpulkan untuk mengetahui penggunaan media dalam proses

pembelajaran. Setelah semua tahap selesai dapat diketahui bahwa penggunaan

media pembelajaran dapat dikatakan efektif untuk menunjang pembelajaran di

kelas.
2. 2. 1 Model Hipotetik

Bagan 2.10 Model Hipotetik

Rancangan penelitian ini menggunakan model pengembangan ADDIE yang

masing-masing langkahnya sebagai berikut :

1. Analisis

Analisis merupakan tahapan yang penting dilakukan sebelum melakukan

pengembangan media pembelajaran. Menurut Maharani (2015:34)

tujuan dilakukannya analisis kebutuhan adalah untuk mendapatkan

data pendukung pengembangan media yang cukup. Analisis yang

dilakukan meliputi analisis proses pembelajaran, analisis pengguna, dan

analisis sarana.

2. Design

Tahap design adalah tahap perencanaan pembuatan media pembelajaran

berdasar pada analisis kebutuhan yang telah dilakukan sebelumnya. Tahap

ini meliputi : peta kompetensi, peta materi, GBIM dan naskah media.
3. Development

Development adalah tahap pembuatan media yang disesuaikan dengan

rancangan media pada tahap design. Dalam penelitian ini, tahap

development meliputi : tahap pra produksi, produksi dan pasca

produksi.

4. Implementasi

Implementasi adalah penerapan media pembelajaran yang sudah

diproduksi dan telah di validasi oleh ahli. Produk ini akan

diimplementasikan di SMA Negeri 2 Percontohan Karang Baru

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahapan yang dilakukan untuk mengevaluasi produk

yang telah dikembangkan. Pada penelitian ini proses evaluasi

dilakukan dengan menganalisis hasil implementasi media.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian pengembangan (Development Research),

Penelitian pengembangan merupakan suatu metode penelitian yang digunakan

untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut

(Sugiyono, 2012). Pendapat lain dikemukakan oleh Sukmadinata (2012) yang

melengkapi pendapat sugiyono, mengungkapkan bahwa penelitian pengembangan

adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk

baru atau menyempurnakan produk yang telah ada dan dapat

dipertanggungjawabkan.

Peneliti melakukan observasi guna menentukan desain penelitian yang

digunakan, pada observasi awal peneliti menganalisis kondisi di lapangan dengan

salah satu guru mata pelajaran Kimia. Di awal peneliti melakukan wawancara

dengan guru Kimia yakni Pak Said. Dari hasil wawancara didapat berupa data-

data siswa dan mata pelajaran Kimia seperti silabus, standar kompetensi,

kompetensi dasar serta indikator materi pembelajaran. Setelah mendapatkan data

dari hasil observasi awal kemudian peneliti mengolah data awal tersebut menjadi

naskah media. Naskah media dijadikan sebagai pedoman dalam menyusun media

pembelajaran.

Pengembangan media dilakukan beberapa proses, proses pra-produksi ini

peneliti menyiapkan beberapa peralatan software ataupun hardware yang

45
digunakan untuk membuat media pembelajaran. Proses produksi peneliti

membuat model 3D yang digunakan dalam media pembelajaran serta mengikuti

isi dari naskah media yang sudah dibuat. Proses pasca produksi, media

pembelajaran yang sudah jadi selanjutnya divalidasi sama ahli media dan materi.

Tahap pengimplementasi produk dilalui setelah proses validasi ahli media dan

materi selesai, tahap implementasi ini dilakukan di SMA Negeri 2 Percontohan,

peneliti melakukan beberapa proses dalam tahapan ini yaitu peneliti memberikan

tes sebelum siswa menggunakan media, peneliti menggunakan media dalam

pembelajaran, dan peneliti memberikan tes setelah siswa menggunakan media.

Setelah melakukan implementasi dilakukan tahap evaluasi, tahap ini peneliti

melakukan analisis hasil implementasi media. Pada tahap evaluasi ini akan

diketahui apakah media tersebut efektif atau tidak. Kesimpulan didapat dari hasil

penelitian dan pengembangan media.

3.2 Prosedur Penelitian

Model pengembangan ADDIE merupakan singkatan dari Analyze, Design,

Developtment, Implementation, Evaluation. Berikut adalah bagan dari model

ADDIE:

Analisis Design Development

Evaluation Implementation

Bagan 3.1 Tahap Pengembangan ADDIE


Berdasarkan bagan 3.1 dapat diuraikan bahwa hasil dari analisis deskripsi

pembelajaran, tugas yang harus dipelajari dan tujuan instruksional ditampilkan

sebagai masukan pada tahap desain. Deskripsi dan tujuan tersebut diubah menjadi

lebih spesifik untuk pembelajaran lalu ditampilkan pada tahap input

pengembangan dan akan digunakan sebagai panduan pada pemilihan atau

penyusunan materi dan kegiatan dalam pembelajaran, di tahap penerapan di

lakukan uji coba produk terlebih dahulu setelah divalidasi oleh para ahli, guru,

materi, kegiatan dan siswa disatukan untuk menggunakan produk yang didapat

dari hasil pengembangan setelah tahap penerapan lalu produk dievaluasi untuk

mengetahui apakah tujuan yang diinginkan tercapai dan masalah yang dihadapi

dapat diselesaikan. Jika dengan produk tersebut user merasa kesulitan, maka

proses pengembangannya harus diulang. Metode atau model ADDIE digunakan

dalam proses pengembangan media pembelajaran berbasis Augmented Reality.

Prosedur penelitian dan pengembangan yang mengacu model ADDIE ini

diperlukan tahap-tahap dalam pelaksanaannya. Tahap-tahap pengembangan ini

meliputi penjelasan sebagai berikut:

3.2.1 Analysis (Analisis)

Pada tahap analisis kebutuhan peneliti melakukan observasi awal yang bertujuan

untuk mengidentifikasi informasi penggunaan media pembelajaran di lapangan.

Dalam tahap analisis ini peneliti melakukan wawancara dengan salah satu guru

mata pelajaran Kimia. Setelah melakukan observasi awal didapat data untuk

pengembangan media. Data yang dihasilkan dari tahap analisi ini adalah
data hasil analisi materi pembelajaran berupa standar kompetensi, kompetensi

dasar serta indikator materi pembelajaran.

3.2.2 Design (Perencanaan)

Setelah dianalisis kemudian didapatlah sebuah data, langkah berikutnya yakni

desain produk. Desain produk ini meliputi penyusunan naskah media yang akan

dibuat. Penyusunan naskah media ini di dapat dari hasil analisis kebutuhan,

naskah media juga dijadikan sebagai acuan dalam membuat media. Naskah terdiri

dari peta kompetensi, peta materi, garis-garis besar isi media dan isi naskah.

3.2.3 Development (Pengembangan)

Tahap selanjutnya setelah perencaan produk yakni tahap Development

(pengembangan), tahap dimana proses pembuatan atau produksi media. Setelah

desain produk telah selesai langkah selanjutnya merupakan pembuatan media.

Pada pembuatan media, peneliti menggunakan software Blender, Blender adalah

salah satu software open source yang digunakan untuk membuat konten

multimedia khususnya 3 Dimensi (Ardhianto, 2012) dan Unity sebagai aplikasi

untuk mengubah bentuk 3D menjadi Augmented Reality, menurut Rahadiansyah

(2015) Unity merupakan suatu aplikasi yang digunakan untuk mengembangkan

game multi platform yang didesain untuk mudah digunakan. Kedua aplikasi

tersebut digunakan dalam proses produksinya. Setelah proses pengembangan

media telah menghasilkan sebuah produk atau aplikasi kemudian divalidasi oleh

ahli materi dan ahli media.


3.2.4 Implementation (Implementasi)

Setelah tahap pengembangan yang menghasilkan sebuah produk atau media dan

sudah divalidasi para ahli. Tahap selanjutnya yakni tahap Implementasi, tahap

dimana penerapan media pembelajaran yang sudah diproduksi di lapangan, sesuai

dengan sarannya. Produk ini akan diimplementasikan di SMA Negeri 2

Percontohan. Pada tahap implementasi ini menghasilkan data hasil belajar siswa

sebelum dan setelah menggunakan media pembelajaran.

3.2.5 Evaluation (Evaluasi)

Tahap selanjutnya setelah mengimplementasikan media yakni tahap evaluasi.

Tahap evaluasi adalah tahapan yang dilakukan untuk mengevaluasi produk yang

telah dikembangkan dan di implementasikan. Pada penelitian ini proses evaluasi

dilakukan dengan menganalisis hasil implementasi, yaitu dengan melakukan

penilaian terhadap hasil media yang telah diterapkan. Pada tahap ini akan

mengetahui apakah produk tersebut efektif untuk pembelajaran atau tidak.

3.3 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Percontohan Karang Baru yang

beralamat di J. Kebun PT.PPP, Tanah Terban, Kecamatan Karang Baru,

Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh 24476.

3.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan tergantung persiapan aplikasi sampai selesai.

Kompetensi dasar yang dijadikan penelitian adalah “Kertas Indikator Universal

untuk praktikum penentuan Kadar pH Larutan sampel”.


3.5 Subjek Penelitian

Penelitian di kelas XI di SMA Negeri 2 Percontohan sebagai subjek penelitian

karena kelas XI pada SMA Negeri 2 Percontohan sudah menerapkan kurikulum

2013. Jumlah subjek keseluruhan kelas XI adalah 35 siswa. Guna keperluan

validasi dipilih seorang Guru IPA di SMA Negeri 2 Percontohan, untuk keperluan

validasi media dipilih dua orang ahli media pembelajaran yaitu Dosen Jurusan

Pendidikan Kimia Universitas Samudra.

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian

3.6.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2012: 80). Populasi dari

penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI di SMA Negeri 2 Percontohan yang

berjumlah 35 siswa.

3.6.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut (Sugiyono, 2012: 81). Dalam penelitian ini pengambilan sampel

berjumlah 1 kelas diambil sejumlah sejumlah 35 sampel, sehingga keseluruhan

sampel berjumlah 35 orang, yaitu kelas XI.

3.6.3 Teknik Pengambilan Sampel

Setiap penelitian memerlukan sejumlah orang untuk peneliti selidiki. Secara ideal

peneliti menyelidiki keseluruhan populasi. Bila populasi besar maka perlu adanya
sampel yang representatif yaitu mewakili keseluruhan populasi. Sampel dalam

penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling. Teknik ini digunakan

karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan dengan cara

menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian. Peneliti

menganggap teknik ini efektif di dasarkan pada hipotesis yang mewakili populasi

karena peneliti mengambil satu kelas sebagai eksperimen. Dalam

mengimplementasikan media, peneliti menggunakan pola design one group

pretest-posttest, karena disesuaikan dengan teknik pengambilan sampel.

3.7 Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2015: 61), variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat

atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang

ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan dari

penelitian yang dilakukan. Pada penelitian ini, variabel yang digunakan adalah

variabel bebas dan variabel terikat

a. Variabel Bebas

Variabel bebas (independent variable) merupakan variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi penyebab perubahan atau timbulnya variabel

terikat(Sugiyono, 2015: 61). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah media

pembelajaran (X).
b. Variabel Terikat

Variabel terikat (dependent variable) merupakan variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat adanya variabel bebas (Sugiyono, 2015:

61). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar (Y).

3.8 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan inti dari setiap kegiatan penelitian. Dalam hal

pengumpulan data pada penelitian dan pengembangan Richey and Klein dalam

Sugiyono (2015:200) menyatakan “the data researchers collected depend on the

nature of their reseacrh question and hypotheses”.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam pengembangan produk

ini adalah angket dan pemberian tes kepada siswa diakhir pembelajaran.

3.8.1 Angket atau Kuesioner

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk

dijawabnya (Sugiyono, 2009:199). Sedangkan menurut Syaodih (2009: 218),

merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data secara tidak langsung

(peneliti tidak langsung bertanya-jawab dengan responden). Instrumen atau alat

pengumpulan datanya juga disebut angket berisi sejumlah pertanyaan atau

pernyataan yang harus dijawab atau direspon oleh responden.

Menurut Arikunto (2010) terdapat dua jenis angket, yaitu :

1. Angket Terbuka, yaitu angket yang memberikan kesempatan pada responden

untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri.


2. Angket Tertutup, yaitu angket yang sudah disediakan jawabannya sehingga

responden tinggal memilih.

Angket dalam penelitian ini ada 2 yaitu : angket untuk mengukur validitas

Aplikasi Augmented Reality, yang diberikan kepada ahli materi dan angket untuk

mengukur validitas Aplikasi Augmented Reality, yang diberikan kepada ahli

media.

Prosedur yang digunakan dalam penyusunan kuesioner selama penelitian

adalah sebagai berikut:

a. Menetapkan tujuan

Tujuan penyusunan angket ini adalah untuk memperoleh data tentang

kelayakan aplikasi media pembelajaran bangun ruang berbasis AR sebagai

media pembelajaran alternatif dalam proses pembelajaran

b. Menetapkan aspek yang ingin diungkap

Untuk memperjelas aspek yang ingin diungkap maka digunakan kisi-kisi

angket.

c. Menentukan jenis dan bentuk angket

Dalam penelitian ini angket yang digunakan adalah angket tertutup.

d. Menyusun angket

Angket tersusun atas item-item terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dibuat

dengan mengacu pada kisi-kisi angket.

e. Menentukan skor

Dalam angket ini setiap item mempunyai alternatif jawaban dari skor. Dari

alternatif jawaban tersebut diberikan skor.


54

Bentuk dari angket ini menggunakan skala likert seperti yang tercantum

dalam Mulyatiningsih (2014 : 29) bahwa skala likert digunakan untuk menangkap

pendapat responden yang dinyatakan dalam bentuk rentang jawaban mulai dari

sangat tidak setuju sampai sangat setuju.

3.8.2 Tes

Terdapat dua tes dalam penelitian ini, yaitu tes awal (pretest) untuk mengukur

kemampuan awal siswa sebelum menggunakan media dan tes akhir (posttest)

untuk mengukur kemampuan siswa setelah menggunakan media. Siswa akan

diberi soal dalam bentuk soal objektif yakni pilihan ganda dengan empat opsi

jawaban dan soal subjektif. Tes juga digunakan sebagai acuan keefektifan media

pembelajaran untuk siswa kelas XI mata pelajaran KIMIA pokok bahasan sistem

organ tubuh manusia di SMA Negeri 2 Percontohan.

3.9 Ujicoba Instrumen

Uji coba dilakukan karena angket yang digunakan merupakan angket standar dan

belum teruji keterandalannya. Uji coba berupa uji validitas dan reliabilitas, hal ini

karena instrument yang baik merupakan instrument yang valid dan reliable

3.9.1 Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk menguji tingkat ke validan atau kesahihan

suatu instrument. Untuk menguji validitas dari sebuah angket dilakukan analisa

butir. Untuk menguji tingkat validitas angket ini digunakan rumus korelas product

moment yang dikemukakan oleh Pearson :


N . ∑ xy – ∑ x . ∑ y
r xy = 2
√{N . ∑ x −¿ ¿ ¿
Keterangan :

r = koefisien korelasi
∑x = jumlah skor item yang diperoleh responden uji coba
∑y = jumlah skor total yang diperoleh responden uji coba
∑xy = jumlah skor x dan y
N = jumlah responden (Sugiyono, 2011:228)

Hasil yang diperoleh dari masing-masing perhitungan tersebut kemudian

dikonsultasikan dengan nilai dalam tabel harga kritik dari r produk moment pada

α = 5% atau interval kepercayaan 95%. Jika indeks korelasi ≥ r tabel, maka butir

instrumen yang tidak valid akan dibuang dan tidak dapat dKimiakai sebagai

instrumen dalam penelitian.

Tabel 3.2 Kriteria Validitas

Kriteria
Interval Koefisien

0,80 < rxy ≤ 1,00 Sangat tinggi

Tinggi
0,60 < rxy ≤ 0,80
Cukup
0,40 < rxy ≤ 0,60
Rendah
0,20 < rxy ≤ 0,40

0,00 < rxy ≤ 0,20 Sangat rendah

3.9.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas diperlukan untuk mengukur keajegan atau ketepatan alat

ukur, sehingga kapanpun digunakan, alat ukur tersebut memberikan hasil ukur

yang sama. Pada penelitian ini uji reliabilitas menggunakan rumus Kuder –

Richardson
𝑘𝑠𝑡2 − ∑ 𝑝𝑖𝑞𝑖
r11 = 𝑘 − 1𝑠 2
𝑡

Keterangan :

r11 = reliabilitas instrumen


k = jumlah item dalam instrument
pi = proporsi banyak subjek yang menjawab item
qi = 1 – pi
S2i = varians total (Sugiyono, 2012:186)

Tabel 3.3 Tingkat reliabilitas

Penafsiran
Koefisien Korelasi r11

0,800 – 1,00 Sangat tinggi

Tinggi
0,600 – 0,799
Cukup
0,400 – 0,599
Rendah
0,200 – 0,399

< 0,200 Sangat rendah

3.10 Metode Analisis Data

3.10.1 Kuantitatif

Penelitian ini menggunkan metode analisis data kuantitatif deskriptif. Data

diperoleh dari validasi yang dilakukan oleh ahli media dan ahli materi melalui

angket terhadap media pembelajaran yang dikembangkan. Selain itu data juga

diambil dari tes yang dilakukan oleh siswa yang digunakan sebagai alat ukur rata-

rata hasil belajar siswa.

3.10.2 Data Hasil Pengisian Angket

Setelah angket diisi oleh ahli media dan ahli materi kemudian dianalisis hasilnya.

Data hasil pengisian angket dianalisis dengan sistem deskriptif persentase. Pada
penghitungan angket ini, data checklist ditabulasikan pada masing-masing

variabel, setelah data ditabulasikan pada masing-masing variabel kemudian di

hitung persentase dari tiap variabel tersebut dengan rumus :


P= S/N X 100%

Keterangan :
P = Persentase variabel
S = Jumlah skor dalam variabel
N = Jumlah skor maksimum
Setelah didapati persentase dari tiap variabel kemudian dari hasil

persentase tersebut dikategorikan pada tiap variabel, pemberian kategori

berdasarkan tabel berikut :

Tabel 3.3 Persentase dan Kategori

INTERVAL PERSENTASE KATEGORI


No. SKOR

1. 61-80 76-100 Sangat Baik


2. 41-60 52-75 Baik
3. 21-40 26-51 Cukup Baik
4. 0-20 0-25 Kurang Baik

3.10.3 Data Hasil Tes

Data hasil tes ini diperoleh dari tahap evaluasi pembelajaran siswa, siswa

diberi tes untuk mengetahui hasil belajarnya. Setelah diketahui nilai masing-

masing siswa kemudian dihitung rata-rata hasil belajar siswa dalam satu kelas

tersebut, ini dilakukan untuk mengetahui keefektifan penggunaan media

pembelajaran dalam proses belajar mengajar dikelas.

Rata-rata hasil tes siswa dihitung dengan rumus sebagai berikut:


Arikunto (2012:299)

Media pembelajaran dapat dikategorikan efektif apabila rata-rata hasil

belajar siswa mencapai nilai diatas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal), nilai

KKM pada mata pelajaran Kimia ditentukan oleh pihak sekolah dengan nilai 71.

Apabila rata-rata hasil belajar siswa belum mencapai nilai 71 maka dapat

dikategorikan media pembelajaran belum efektif diterapkan.

3.11 Efektiftas Penerapan Media

Efektivitas media dapat dilihat dari rata-rata hasil belajar siswa setelah

menggunakan media pembelajaran. Media pembelajaran dapat dikategorikan

efektif apabila rata-rata hasil belajar siswa mencapai nilai 71. Efektivitas media

yang digunakan juga ditentukan dengan menggunakan uji-t pihak kanan (uji

beda), pengujian ini didasarkan atas nilai preetest dan posttest yang didapatkan

oleh siswa sebelum dan setelah mendapatkan pembelajaran. Uji-t hanya dapat

dilakukan ketika suatu data memiliki distribusi yang normal, perhitungan

normalitas data dapat dilakukan menggunakan uji chi kuadrat dengan rumus

sebagai berikut:
Hasil perhitungan uji normalitas diterima jika x2 hitung < x2 tabel

pada taraf signifikan 5% dan dk = n – 1 (Sugiyono, 2012: 214). Penguji

efektivitas media dilakukan menggunakan uji-t dengan hipotesis:

Uji-t yang digunakan adalah uji-t pihak kanan untuk mengetahui

perbedaan antara hasil preetest dengan hasil posttest siswa dengan

menggunakan rumus:

Menurut distribusi sampling maka kriteria pengujian adalah H0

diterima jika tabel t-tabel < t-hitung dengan dk = (n 1 + n2 - 2) dan taraf

signifikasi 5%

Anda mungkin juga menyukai