Anda di halaman 1dari 13

Upaya Pemerintah dalam Mengurangi Kemacetan di Kota Bogor

Aniq Fajriyati Sa’diyah 20170520270


Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
anifasadiyah38@gmail.com
Eko Priyo Purnomo
Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
eko@umy.ac.id

ABSTRAK
Kota Bogor merupakan salah satu kota yang dikenal sebagai Kota Hujan namun secara
perlahan julukan tersebut terganti menjadi Kota Seribu Angkutan Kota. Tingkat Angkutan
Kota yang sangat tinggi dalam beroperasi membuat berbagai permasalahan muncul di Kota
Bogor. Pemerintah harus berupaya mengurangi permasalahan-permasalahan yang
ditimbulkan dari tingginya angka angkutan umum. Peran Banyaknya masyarakat yang
mengeluh terhadap permasalaha yang dtimbulkan oleh angkutan kota membuat Pemerintah
membutuhkan kontribusi dari masyarakat sekitar untuk menjalankan segala rencana-rencana
yang sudah disusun agar berjalan dengan baik. Kolaborasi antara pemerintah dengan
masyarakat diharapkan dapat meemperbaiki sistem angkutan kota di Kota Bogor. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui penyebab dari tingginya jumlah angkutan kota dan
bagaimana pemerintah menyikapi hal tersebut. Metode penelitian ini menggunakan metode
kualitatif.

Kata kunci: Kemacetan, Angkutan Kota, Kolaborasi

1. Pendahuluan

Kota Bogor sudah banyak diketahui oleh banyak orang sebagai kota yang mendapat
julukan “Kota Hujan” karena memiliki tingkat curah hujan yang lebih tinggi
pertahunnya dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Tetapi secaa perlahan
sebutan “Kota Hujan” tersebut mulai tergantikan menjadi “Kota 1000 Angkot” yang
disebabkan oleh tingginya jumlah angkutan umum atau masyarakat menyebutnya
dengan sebutan angkot yang selalu memadati setiap jalan Kota Bogor terutama pada
titik-titik yang strategis.
Masyarakat Bogor pada umumnya bergantung pada angkutan umum dengan tujuan
mempermudah segala kegiatannya dalam beberapa faktor. Secara umum, masyarakat
menggunakan angkutan umum untuk berpindah tempat tujuan yang berbeda sehigga
membutuhkan sarana untuk pemindahan tersebut seperti jumlah angkutan umum yang
meledak banyak menimbulkan permasalahan yang harus diselesaikan oleh Pemerintah
setempat.
Pemerintah sendiri tidak dapat menyelesaikan hal ini secara 1 pihak melainkan
membutuhkan konstribusi dari masyarakat untuk mengurangi permasalahan tersebut.
Kepadatan kendaraan di Kota Bogor sudah sangat terasa dengan jumlah angkutan kota
lebih dari 3.400 buah dan memiliki 23 jalur yang berbeda. Hal ini menimbulkan
permasalahan penataan ruang kota yang sangat mengganggu pengguna jalan lainnnya.
Pedagang kaki lima tidak lepas juga memberikan damak terhaap lingkungan sekitar.
Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor menvatat bahwa jumlah angkutan
umum di Kota Bogor sudah mencapai 3.421 dengan 23 jalur. Masyarakat mengrahapkan
pemerintah segera melakukan penanganan terkait masalah transportasi yang rumit dan
tidak kunjung selesai karena hal ini berkaitan dengan masalah sosial terutama kesadaran
masyarakat setempat, serta kemauan semua pihak yang terkait untuk saling membantu
dalam meminimalisir kerusakan yang telah terjadi. Kemacetan lalu lintas yang semakin
tinggi akan menimbulkan polusi udara, kebisingan, dan lain-lain perlu dilakukan
pembenahan, pengendalian, dan pengawasan.
Ditinjau dari aspek Manajemen Pengelolaan Trnasportasi, terdapat dugaan bahwa
penataan suatu trayek yang masih berlaku hingga saat ini termasuk dalam cara yang
kurang efektif untuk mengatasi masalah kemacetan yang semakin kompleks. Terdapat
dugaan yang ditinjau dari aspek koordinasi yakni adanya dugaan jika koordinasi petugas
antara pihak Dinas Perhubungan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) dengan Satuan
Lalu Lintas termasuk kurang dalam mempengaruhi pergerakan lalu lintas sehingga
menimbulkan masalah kemacetan dan diikuti dengan masalah-masalah lain yang terus
bermunculan setelah kemacetan terjadi. Sedangkan penyediaan dari sarana jalan masih
tergolong kurang efektif untuk menahan volume kendaraan yang begitu banyak sehingga
dapat menimbulkan kemacetan diberbagai titik.
Ditinjau dari segi Prasarana lalu lintas/tranportasi seperti penempatan rambu-rambu
lalu lintas masih dianggap kurang efektif sehingga menimbulkan kemacetan diberbagai
titik, hal seperti ini erat kaitannya dengan ketidak disiplinan dari pengendara/supir
maupun dari pejalan kaki yang masih rendah kesadarannya dalam berlalu lintas, serta
lemahnya sikap mental dan kurangnya memperhatikan hal beretika dalam berlalu lintas.
(Studi, Dinas, Kota, & Losa, n.d.)

2. Kerangka Teori

a. Angkutan Kota

Angkutan kota atau lebih dikenal dengan sebutan Angkot merupakan sebuah
sarana transportasi umum dengan berbagai rute yang sudah ditentukan. Berbeda
dengan bus yang memiliki halte sebagai tempat pemberhentian yang sudah
ditentukan, angkutan kota dapat melakukan pemberhentian untuk mengambil atau
menurunkan penumpang dimana saja tanpa adanya tempat khusus.
Angkutan umum/Angkutan kota dapat berarti sebagai angkutan penumpang
yang dilakukan dengan memberlakukan sistem bayar atau sistem sewa. Angkutan
kota (bus, minibus, dan sebagainya), kereta api, angkutan air serta angkutan udara
merupakan kendaraan-kendaraan yang termasuk ke dalam pengertian angkutan umum
(Warpani, 1990).
Departemen Perhubungan RI (2010) mengemukakan suatu pengertian dalam
seminar yang diadakan oleh Instansinya sendiri dengan memberikan batasan bahwa
suatu transportasi atau pengangkutan merupakan usaha yang bergerak dalam
membawa barang atau penumpang dari suatu tempat ke tempat yang lainnya. Batasan
yang dikemukakan oleh Departemen Perhubungan RI tersebut seara lebih tegas
dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 yang berisi mengenai lalu
lintas dan angkuta jalan serta memberikan batasan bahwa angkutan jalan adalah
pemindahan barang atau orang yang berasal dari satu tempat dan berpindah ke tempat
lain. Selain itu, Kansil (2015) mengemukakan jika angkutan adalah pemindahan orang
atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan suatu kendaraan.
Telah disebutkan dalam Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993 bahwasanya
angkutan jalan sudah dijelaskan sebagai angkutan pemindahan orang dan atau barang
dari satu tempat e tempat yang lain dengan menggunakan kendaraan. Sedangkan,
kendaraan umum adalah setiap kendaraan yang sudah disediakan dan dipergunakan
oleh umum serta dilakukan dengan menggunakan mobil bus atau mobil penumpang
yang dilayani dengan penggunaan trayek tetap atau teratur dan tidak terkait ke dalam
trayek.
Angkutan Kota mulai diperkenalkan di Jakarta pada akhir tahun 1970-an dan
dimulai dengan nama mikrolet yang bertujuan untuk menggantikan oplet karena saat
itu dianggap sudah terlalu tua dan sering mengalami gangguan mesin sehingga
dianggap dapat mengganggu kelancaran lalu lintas jalan serta mengganggu
kenyamanan pengguna jalan. Nama tersebut dipilih merupakan gabungan dari
“mikrolet” yang merupakan singkatan dari gabungan kata “mikro” yang berarti kecil
dan kata “oplet”. Tarif yang dikenakan untuk penumpang bermacam-macam
tergantung dari jarak yang ditempuh, semakin jauh maka tarif akan semakin naik.
Angkutan kota pada umumnya dapat menampung hingga lebih dari 10 orang.
Kemacetan sendiri juga disebabkan oleh perilaku supir angkutan kota yang gemar
berhenti secara mendadak di sembarang tempat secara tidak teratur atau bahkan
menepi untuk menunggu penumpang dengan jangka waktu yang lama. Jalur angkutan
umum dalam beroperasi dapat diketahui melalui warna atau angka sebagai kod dari
angkutan tersebut, berikut adalah daftar trayek dari angkutan umum Kota Bogor:

01 : Ciawi - Tajur – Pajajaran – Terminal Baranangsiang


02 : Sukasari – Lawang Gintung – Empang – Ir. H. Juanda – Kapten Muslihat
– Stasiun Bogor – Veteran – Terminal Bubulak
03 : Terminal Bubulak - Pasar Anyar - Ir. H. Juanda - Istana Bogor - Jalak
Harupat - Salak - Pajajaran - Botani Square - Terminal Baranangsiang
04 : Warung Nangka - Batu Tulis - Empang - Ir. H. Juanda - Ir. H. Juanda -
Suryakencana - Kebun Raya Bogor - Ramayana
04 : Cihideung - Batu Tulis - Empang - Ir. H. Juanda - Ir. H. Juanda -
A Suryakencana - Kebun Raya Bogor – Ramayana
05 : Cimahpar - Bogor Baru - Pangrango - Ir. H. Juanda - Suryakencana -
Kebun Raya Bogor- Ramayana
06 : Universitas Pakuan - Ciheuleut - Pakuan - Pajajaran - Terminal
Baranangsiang - Jalak Harupat - Istana Bogor - Ir. H. Juanda -
Suryakencana - Kebun Raya Bogor - Ramayana
07 : Ciparigi - Raya Bogor - Kedunghalang - Plaza Jambu Dua - Jend. A. Yani
- Jend. Sudirman - Istana Bogor - Ir. H. Juanda - Kapten Muslihat -
Perintis Kemerdekaan - Dr. Semeru - Pasar Mawar - Terminal Merdeka
07 : Pondok Rumput - Jend. Sudirman - Sawojajar - Pasar Anyar
A
08 : Ciparigi - Raya Bogor - Kedunghalang - Plaza Jambu Dua - Pajajaran
- Pangrango - Jalak Harupat - Istana Bogor - Ir. H. Juanda - Suryakencana
- Kebun Raya Bogor - Ramayana
09 : Ciparigi - Raya Bogor - Kedunghalang - Plaza Jambu Dua - Pajajaran
- Botani Square - Terminal Baranangsiang - Batutulis - Siliwangi
-Sukasari
10 : Bantar Kemang - Pajajaran Indah - Pajajaran - Botani Square -
Terminal Baranangsiang - Botani Square - Jalak Harupat - Istana Bogor -
Ir. H. Juanda - Kapten Muslihat - Perintis Kemerdekaan - Dr. Semeru -
Pasar Mawar - Terminal Merdeka
11 : Pajajaran Indah - Pajajaran - Terminal Baranangsiang - Jalak Harupat -
Istana Bogor - Ir. H. Juanda - Suryakencana - Kebun Raya Bogor -
Ramayana
12 : Cimanggu - Tentara Pelajar - RE Martadinata - Pemuda - Jend. A.
Yani - Jend. Sudirman - Sawojajar - Pasar Anyar
13 : Bantar Kemang - Durian - Pajajaran - Terminal Baranangsiang - Jalak
Harupat - Istana Bogor - Ir. H. Juanda - Suryakencana - Kebun Raya
Bogor - Ramayana
14 : Terminal Bubulak - Sindang Barang - Aria Surialaga - Pulo Empang -
Bundaran Empang - Ir. H. Juanda - Kebun Raya Bogor - Suryakencana -
Ramayana - Sukasari
15 : Terminal Bubulak - Sindang Barang - Perintis Kemerdekaan -
Merdeka - Kapten Muslihat - Stasiun Bogor - Pasar Anyar
16 : Salabenda - Soleh Iskandar - Kebon Pedes - Pemuda - Jend. A. Yani -
Jend. Sudirman - Sawojajar - Pasar Anyar
17 : Tanah Baru - Pangeran Sogiri – Pomad

b. Efektifitas dan Kemacetan

Efektifitas dapat diartikan dalam banyak artian seperti salah satunya


diungkapkan oleh Soesono Handayaningrat (2010) adalah jika satu tujuan atau suatu
sasaran sudah tercapai dengan sesuai rencana. Sedangkan menurut H.E. Merson
dalam suatu buku mengungkapan bahwa efektifitas adalah sebagai salah satu
pengukuran yakni dapat berarti sebagai tercapainya suatu sasaran dan tujuan yang
sudah direncanakan pada waktu sebelumnya, hal lain juga dapat diartikan sebagai
suatu kondisi atau keadaan dimana dalam merencanakan suatu tujuan atau suatu
sasaran yang ingin dicapai harus menggunakan peralatan yang sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki haruslah tepat sehingga segala tujuan yang sudah
direncanakan dapat tercapai dengan hasil yang sesuai kemauan dan memuaskan
(Martoyo, 2014).
4 (empat) konsep atau cara untuk memahami konsep efektifitas (Sinangan,
2009), yaitu sebagai berikut:
1. Saling terhubung dengan berbagai teori-teori organisasi yang termasuk golongan
modern maupun golongan klasik tentang output maupun input.
2. Efektifitas dapat dianggap sebagai suatu perbandingan atau tahapan dimana sebah
sasaran yang dikemukakan dapat terapai dengan cara yang sudah disusun.
3. Memahami efektifitas merupakan efektifitas external atau dijabarkan sebagai suatu
perbandingan antara evaluasi lingkungan suatu unit output dan evaluasi suatu unit
input.
4. Sebuah kemampuan untuk tetap beradaptasi, berlangsung, dan berkembang tanpa
memperhatikan tujuan-tujuan khusus yang hendak dicapai selanjutnya.
MKJL (1997) menjabarkan kemacetan sebagai suatu kondisi dimana arus lalu
lintas terlalu penuh pada setiap ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas yang
seharusnya. Hal yang mengakibatkan kecepatan bebas ruas jalan tersebut adalah
mendekati atau melebihi dari 0 km/jam, hal seperti ini menyebabkan terjadinya
antrian, nilai derajat kejenuhan pada arus lalu lintas akan ditinjau sebagaimana suatu
kemacetan akan memungkinkan untuk terjadi bila nilai derajatkejenuhan sudah
mencapai titik 0,5. Jika arus lalu lintas sudah mendekati kapasitas, maka kemacetan
akan mulai terjadi, kemacetan akan semakin meningkat apabila arus lalu lintas
semakin ramai dan padat akan pengguna jalannyasehingga kondisi para kendaraan
akan semakin berdekatan satu sama lain dan menyebabkan kemacetan.
Kerugian yang dialami akibat masalah kemacetan biasanya dapat digolongkan
sebagai kerugian yang cukup kompleks seperti kerugian dalam waktu karena
menempuh suatu perjalanan menjadi lama dan waktu terbuang-buang, biaya operasi
kendaraan juga akan menjadi terlalu besar sehingga populasi kendaraan yang akan
dihasilkan akan terus bertambah setiap waktunya. Pada kondisi macet, biasanya
kendaraan beroperasi dengan kecepatan yang semakin rendah dan hal ini
menyebabkan pemakaian bahan bakar minyak menjadi sangat boros, mesin kendaraan
menjadi tidak stabil, dan buangan kendaraan yang dihasilkan lebih tinggi kandungan
konsentrasinya daripada yang seharusnya. Pada kondisi kemacetan sedang
berlangsung biasanya pengguna jalan menjadi cenderung tidak sabar dan berakibat
pada sikap yang tidak disiplin sehingga hal seperti ini justru memperburuk kodisi
kemacetan secara lebih lanjut.
Menurut Etty Soesilowati (2008), masalah kemacetan yang ditinjau secara
ekonomis akan menciptakan biaya sosial dan biaya operasional yang lebih tinggi dari
seharusnya, hilangnya waktu, menimbulkan polusi udara, meningkatnya angka
kecelakaan, terjadi kebisingan dan menimbulkan ketidaknyamanan bagi masyarakat
sekitar terutama bagi para pejalan kaki yang melewati jalur tersebut. Sedangkan
menurut Sukanto Reksohadirojo (2001) adalah kemacetan biasanya sering terjadi di
ruas-ruas jalan perkotaan dan banyak menimbulkan dampak yang merugikan
masyarakat sekitar. Reindardt (Dalam Sukanto Reksohadirojo 2001) menjabarkan
bahwa kemacetan menimbulkan banyak dampak negative bagi semua orang. Kerugian
tersebut banyak dialami oleh para pengguna jalan seperti pemborosan waktu (banyak
waktu yang terbuang), pemborosan bahan bakar, dan menimbulkan rasa yang kurang
nyaman. Dampak lain dari masalah kemacetan yang ditimbulkan adalah polusi
lingkungan baik suara maupun udara yang akan semakin memburuk keadaannya.
Duta Aji Harnasuta (2012) menemukan dampak lain dari kemacetan yakni
menimbulkan kerugian ekonomi, kesehatan bagi pengguna kendaraan di jalan, dan
semakin meningkatnya polusi udara di wilayah perkotaan. Dengan itu semua
kemacetan akan menimbulkan banyak kerugian bagi pengguna jalan dan masyarakat
sekitar dalam banyak aspek yang berbeda. Selain itu, faktor pelayanan yang diberikan
oleh instansi pemerintah merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan
masalah kemacetan yang sedang terjadi, karena jika pelayanan yang diberikan kurang
maka segala kegiatan yang akan dilakukan akan menjadi sia-sia dan tidak maksimal.
Pelayanan merupakan suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi secara
langsung di dalam interaksi antara seseorang dengan orang yang lain atau mesin
secara fisik dengan memperhatikan dan menyediakan kepuasan pelanggan. Pelayanan
Publik adalah pemberian suatu pelayanan (melayani) keperluan seseorang atau
masyarakat setempat yang mempunyai berbagai macam kepentingan pada organisasi
itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang sudah ditetapkan.
Dalam penataan di bidang transportasi, masalah pelayanan yang dirasakan
oleh aparatur pemerintah dalam hal ini adalah Dinas Perhubungan dan Satuan Lalu
Lintas yang memiliki tanggung jawab untuk memberikan pelayanan yang terbaik
kepada masyarakat dalam rangka mewujudkan tujuan untuk menciptakan
kesejahteraan disekitar masyarakat dan diharapkan akan segera dirasakan oleh
masyarakat. Mendapatkan pelayanan yang terbaik dari pemerintah, masyarakat berhak
memilih karena masyarakat telah memberikan dana dalam pembayaran pajak,
retribusi, dan berbagai anggaran-anggaran lain yang ditujukan pada masyarakat.
Meskipun demikian, kewajiban pemberian pelayanan public dalam kegiatan
transportasi terletak pada pemerintah itu sendirim tetapi pelayanan juga dapat
diberikan oleh pihak swasta dan pihak ketiga seperti organisasi non profit, relawan
dan lembaga swadaya masyarakat, dan sebagainya. Jika penyelenggaraan pelayanan
public tertentu akan diserahkan kepada pihak swasta atau pihak ketiga, maka yang
paling penting dilakukan oleh pemerintah adalah memberikan regulasi, jaminan
keamanan bagi masyarakat, kepastian hukum dan lingkungan yang kondusif. (Abdul
Wahab, 2001). Dengan seperti ini, pelayanan publik dapat digolongkan sebagai suatu
kegiatan pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan peraturan
dari perundang-undangan.
Pada dasarnya pelayanan publik adalah kegiatan untuk memenuhi keinginan
dan memenuhi kebutuhan/kepentingan masyarakat yang akan dilaksanakan oleh
penyelenggara Negara. Pelayanan yang dilakukan dalam bidang transportasi sangat
penting dilakukan oleh setiap petugas baik yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan
(Lalu Lintas dan Angkutan Jalan) maupun Satuan Lalu Lintas sebagai penegak
pelanggaran disiplin jalan raya yang harus ditaati. Hal seperti ini menunjukkan bahwa
sistem pengelolaan transportasi sangatlah hal yang kompleks sehingga membutuhkan
pelayanan yang maksimal demi menghindari kemacetan yang banyak menimbulkan
berbagai permasalahan dan banyak menimbulkan keresahan yang dirasakan oleh
masyarakat setempat.

3. Pembahasan

3.1. Penyebab Banyaknya Angkutan Kota di Kota Bogor

1. Angkutan kota (angkot) merupakan transportasi umum yang paling banyak


digunakan oleh masyarakat dalam ataupun masyarakat luar Kota Bogor
Bogor merupakan salah satu kota yang dilalui oleh jalur kereta commuter
line sehingga mayoritas masyarakat Bogor bekerja di daerah sekitarnya seperti
Jakarta dan Depok. Angkot merupakan satu-satunya angkutan umum yang
banyak di gemari oleh masyarakat karena tarifnya yang murah dan memiliki rute
yang strategis seperti melewati Stasiun Bogor dan Terminal Baranangsiang. Oleh
sebab itu, keinginan masyarakat terhadap angkot sangat mempengaruhi jumlah
angkot di Kota Bogor.
Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor (RPJPD
2005-2025) pada tahun 2004 jumlah perjalanan dari Kota Bogor menuju Jakarta
menggunaan kendaraan umum berada dititik angka 25.972 perjalanan/hari.
Sedangkan perjalanan ke Jakarta menggunakan transportasi umum Kereta Api
meningkat 10% dibandingkan dengan tahun lalu 2017 yakni mencapai titik angka
1 juta orang per hari.
Hal ini membuktikan jika interaksi antara Kota Bogor dan sekitarnya
sangat mempengaruhi jumlah penggunaan angkot yang digunakan oleh
masyarakat dalam maupun masyarakat luar Kota Bogor.

2. Angkutan Kota banyak dipilih masyarakat karena tarifnya yang terjangkau bagi
semua kalangan
Apabila angkot dibandingkan dengan transportasi umum roda empat yang
lain seperti taksi, maka angkot merupakan transportasi umum yang jauh lebih
murah. Sebagai perbandingan, jarak dari Botani Square menuju Stasiun Bogor
dengan menggunakan angkot hanya memakan tarif Rp. 4000,- sedangkan jika
menggunakan taksi memakan tarif Rp. 20.000,-. Hal inilah yang membuat angkot
masih banyak digemari oleh berbagai kalangan masyarakat.

3. Pemerintah kurang tegas dalam menyikapi Angkutan Kota yang tidak berbadan
hukum dan menyebabkan angkutan kota illegal lebih mudah dioperasikan.
Sebanyak kurang lebih 900 angkutan umum di Kota Bogor pada tahun 2017
belum berbadan hukum dan hal ini menunjukkan kurang tegasnya peran
pemerintah dalam pelaksanaan sebuah aturan jika angkutan umum diharuskan
untuk berbadan hukum sebagaimana aturan yang tertulis dalam Undang-Undang
Nomor 22 tahun 2009 yang dijelaskan oleh Pemerintah Kota Bogor dalam
Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2013 tentan penyelenggaraan lalu lintas dan
angkutan jalan.
Berikut adalah beberapa aturan pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 yang mengatur badan hukum jasa angkutan.

UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 1


21. Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang menyediakan jasa
angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan bermotor umum

UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 137


(4) Penyediaan jasa angkutan umum dilaksanakan oleh badan usaha milik
Negara, badan usaha milik daerah, dan/atau badan hukum lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

UU No. 22 Tahun 2009 Penjelasan


(c) Yang dimaksud dengan “badan hukum” adalah badan (perkumpulan atau
sebagainya) yang dalam hukum diakui sebagai subjek hukum yang dapat
dilekatkan hak dan kewajiban hukum, seperti perseroan, yayasan, dan lembaga.

4. Faktor Disiplin
Faktor Disiplin merupakan salah satu daktor yang sangat harus diperhatikan
dan sangat berarti dalam mengatasi masalah kemacetan yang sedang terjadi dalam
berlalu lintas. Disiplin adalah suatu tingkah laku dan perbuatan yang sesuai
dengan peraturan dalam organisasi baik dilakukan secara tertulis maupun tidak
tertulis. Disiplin juga dapat dipahami sebagai suatu sikap kewajiban dari
seseorang tau sekelompok orang yang senantiasa berkehendak untuk melakukan
hal-hal seperti mengikuti/mematuhi segala aturan/keputusan yang sudah
ditetapkan. Selain itu, disiplin juga merupakan sebuah cerminan dari suatu sikap
mental yang diperankan dalam perbuatan atau tingkahlaku perorangan, kelompok
atau bahkan masyarakat yang berupa ketaatan terhadap peraturan atau ketentuan
yang ditetapkan pemerintah atau organisasi/instansi atau etik norma dan kaidah
yang berlaku dalam masyarakat untuk tujuan tertentu dan tidak melanggar dari
kaidah-kaidah yang telah dibuat.
Disiplin juga dapat dipahami sebagai suatu pengendalian diri agar tidak
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan berbagai aturan dan ketentuan yang
sudah ditetapkan dan sedang berlaku. Dari pemahaman sebagaimana yang sudah
dijelaskan, maka faktor disiplin dianggap sangat penting dalam mengatasi
masalah kemacetan dalam berlalulintas. Berbagai cerminan dalam berlalu lintas
dapat dilihat melalui berbagai aspek, yaitu:
1. Adanya hasrat yang kuat untuk melaksanakan sepenuhnya apa yang sudah
terjadi dalam norma, etik, dan kaidah yang berlaku di dalam aturan berlalu
lintas.
2. Adanya perilaku yang dikendalikan berdasarkan sikap kedisiplinan
3. Adanya kepatuhan terhadap peraturan disiplin berlalu lintas bukanlah sebagai
sebuah tujuan, melainkan sarana yang ikut memainkan perannya dalam
mencapai tujuan yang pada akhirnya setiap orang atau para pengguna jalan
akan mampu mengendalikan, menegakkan berbagai aturan dalam berlalu
lintas.
Dengan demikian, faktor disiplin sangatlah penting untuk dilakukan dan
ditegakkan secara maksimal demi mengurangi masalah kemacetan yang terus
meningkat dan mengganggu kualitas pelayanan. Penegakkan faktor disiplin yang
dilakukan selama ini dari hasil penelitian oleh Dinas Perhubungan antara lain
mengharuskan para petugas untuk selalu mengikuti Apel Pagi dan Apel pada
siang hari. Dari banyaknya hal yang sudah dibahas sebelumnya menunjukkan
bahwa penegakkan disiplin sudah dilakukan sesuai prosedur seperti contohnya
pemberian sanksi bila melakukan pelanggaran di lapangan yakni diberlakukannya
pemberian sanksi yang berat, sedang maupun ringan.
Masalah disiplin tidak hanya diberlakukan dalam suatu Instansi tertentu
tetapi juga dilakukan di luar Instansi yang ada dengan memberlakukan
penegakkan aturan yang harus ditaati di jalan raya.

3.2. Permasalahan yang Ditumbulkan dari Maraknya Angkutan Kota

1. Timbulnya kemacetan di berbagai titik


Terlalu maraknya angkutan kota pada berbagai trayek yang tidak sesuai
dengan kuota dari pemerintahan mengakibatkan menumpuknya jumlah kendaraan
di setiap jalannya. Pada umumnya, penyelenggara jasa angkutan kota
memaksimalkan pendapatan mereka melalui trayek yang paling ramai
peminatnya. Menurut data dari Badan Pusat Statistik Kota Bogor 2010, trayek
Baranangsiang dan Bubulak harusnya sebanyak 322 unit tapi pada nyatanya
sebanyak 382 unit. Trayek yang ramai menunjukkan tempat yang strategis dan
pusat aktivitas dari masyarakat seperti Stasiun Bogor, serta Pusat perbelanjaan
seperti mall dan Pasar. Kemacetan pada titik-titik strategis akan mengganggu
kenyamanan para pengguna jalan masyarakat Kota Bogor. Kemacetan sendiri
timbul karena adanya akibat dari berbagai macam sebab.

Tabel 3.1. Titik Kemacetan Paling Buruk di Kota Bogor

No Titik Kemacetan Sebab Kemacetan


1 Perlintasan Kereta RE Martadinata Tingginya frekuensi
KRL dan pengendara
yang tidak disiplin
2 Jalan Soleh Iskandar Tingginya frekuensi
kendaraan yang keluar
dari tol Jagorawi
3 Jalan Kapten Muslihat Banyaknya aktivitas di
depan stasiun dan
banyaknya angkutan kota
yang menepi menunggu
penumpang
4 Jalan Dewi Sartika Angkutan kota banyak
yang berhenti secara
sembarangan dan
maraknya pedagang kaki
lima
5 Jalan Raya Dramaga Jalan yang tergolong
sempit tetapi banyak
angkutan kota dan
pengguna jalan yang
tidak disiplin
6 Jalan Pajajaran Banyaknya angkutan
kota yang menepi secara
sembarangan menunggu
penumpang
7 Jalan Lawang Gintung Berada di titik pertemuan dengan Jalan
Batu Tulis dekat dengan Istana Batu Tulis
Kota Bogor
8 Jalan Mawar dan Jalan Merdeka Adanya penyempitan
jalan dan dipenuhi oleh
pedagang kaki lima
9 Pertigaan depan Istana Bogor Ketidaksiplinan
pengendara dan terlalu
banyaknya angkutan kota
10 Jalan di Pasar Bogor Terlalu banyaknya
frekuensi angkutan kota,
pedagang kaki lima, serta
parkir kendaraan
Sumber: jabar.pojoksatu.id

2. Polusi Udara
Angkutan kota merupakan salah satu transportasi yang memproduksi
gas berbahaya yang dapat berdampak buruk kepada udara segar. Gas
berbahaya tersebut antara lain karbon monoksida, karbon dioksida, nitrogen
oksida, dan sulfur dioksida.

Tabel 3.2 Emisi CO2 di Kota Bogor

Tahun Emisi Gas CO2


Transportasi
2012 177.334

2013 188.469

2014 201.013

2015 215.128

Sumber: Rizka, 2014

Berdasarkan pengamatan dari Badan Pengamat Lingkungan Hidup


Jawa Barat di Kota Bogor, sejak tahun 2007 jumlah partikel debu yang berada
di Kota Bogor sudah menembus angka 200 mikrogram/meter kubik/hari.
Sedangkan batas dari partikel debu tersebut adalah 150 mikrogram/meter
kubik/hari.
3. Lalu lintas di jalan raya menjadi tidak teratur
Lalu lintas yang tidak teratur sendiri lebih diakibatkan oleh perilaku
supir angkutan kota yang memiliki kurangnya kesadaran akan peraturan yang
sudah ditetapkan. Supir angkutan kota juga seringkali terpaksa melanggar
peraturan yang ada karena harus mengejar “setoran” yang seringkali bersaing
kepada supir lainnya untuk mendapatkan penumpang sehingga kurang
memperdulikan peraturan sekaligus keselamatan dari penumpangnya. Bentuk
pelanggaran yang paling dominan dilakukan oleh supir angkotan kota antara
lain seringnya melanggar rambu-rambu lalu lintas, berhenti sembarangan
untuk menurunkan atau mengangkut penumpang, menepi dengan jangka
waktu yang lama, serta jumlah angkutan yang lebih dari kapasitas yang
seharusnya.

4. Pengguna angkot yang merasa kurang nyaman

Tabel 3.3 Jumlah Angkutan Kota yang Beroperasi di Kota Bogor

Seperti yang terlihat pada tabel, jumlah pertumbuhan penduduk yang


tinggi juga jumlah angkutan kota yang stasioner bahkan mengalami penurunan
membuat pelayanan dari angkutan kota tidak terasa nyaman bagi penumpang.
Rasa tidak nyaman ini disebabkan oleh supir angkutan kota yang memiliki
keinginan untuk selalu mengangkut penumpang dalam jumlah yang lebih.
Rasa saing untuk mendapatkan penumpang dalam jumlah yang banyak
membuat banyak supir angkutan kota saling mendahului kendaraan lain
sekalipun melalui jalur yang berlawanan meskipun dalam keadaan macet
sekalipun. Perilaku dari supir angkutan kota ini menyebabkan penumpang
saling berdesak-desakan satu sama lain di dalam angkutan kota. Hal lain yang
mendukung rasa ketidaknyamanan bagi penumpang adalah adanya cuaca yang
panas disertai dengan udara yang berdebu. Terlebih supir angkutan kota
terkadang bekerja sama dengan pengamen untuk dapat ikut ke dalam angkutan
kota saat melangsungkan perjalanan.

5. Dampak Negatif dalam Sosial


Angkutan kota juga menumbulkan dampak negatif yang lain dalam
bidang sosial. Beberapa masalah ini antara lain masyarakat menjadi tidak
patuh pada aturan, banyaknya angkutan kota yang melanggar aturan saat di
jalan raya membuat masyarakat juga melakukan hal yang sama terutama untuk
mengejar waktu mereka. Mayarakat dapat dikatakan menjadi agresif karena
pengaruh dari angkutan kota tersebut, terlebih adanya persaingan antar sesama
angkutan kota yang ketat membuat sikap dari supir angkot dalam hal ini sulit
untuk dihilangkan. Hal seperti ini juga menghambat pemerintah untuk
memunculkan moda transportasi baru.

4. . Solusi

Pemerintah setempat dapat melakukan pergantian angkutan kota menjadi


bentuk angkutan umum massal perkotaan yang menggunakan sistem “bus transit
system bts” atau yang dinamakan Bus Trans Pakuan. Melalui Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor KP.113 Tahun 2009, Kota Bogor ditetapkan sebagai salah satu
Kota Percontohan Penataan Transportasi Perkotaan, juga dalam impementasinya
diberikan pelayanan oleh Tim GIZ (Internationale Zusammenarbeit GmbH) melalui
Proyek Perbaikan Transportasi Perkotaan Berkelanjutan “Sustainble Urban Transport
Improvement Projects (SUTIP)”. Angkutan kota dapat menampung penumpang kurang
lebih sebanyak 10 penumpang, sedangkan Bus Trans Pakuan dapat mengangkut hingga
35 penumpang dikarenakan bus memiliki ruang untuk para penumpangnya berdiri jika
keadaan tempat duduk sudah terisi penuh. Terkait dengan hal tersebut, pemerintah
sudah memasang kamera CCTV Streaming pada 13 titik lokasi, beberapa diantaranya
adalah Tugu Kujang, Terminal Baranangsiang, Simpang Bogor Outer Ring Road,
Simpang Bogor Trade Mall, Simpang Pasar Bogor, Simpang Gunung Batu, Jembatan
Merah, dan Tanjakan Empang. Selain itu, rekondisi Alat Pengendali Isyarat Lalu Lintas
(APILL) juga sudah dilakukan di 4 (empat) titik persimpangan yaitu Simpang
Sawojajar, Simpang Juanda, Simpang Warung Jambu, dan Simpang Denpom. Selain
itu, pemerintah Kota Bogor sudah menargetkan untuk segera mengoperasikan 25 (dua
puluh lima) unit angkutan kota modern pada akhir September 2018. Keberadaan
angkuta kota modern ini termasuk bagian dari program konversi angkot tiga menjadi
dua. Angkutan kota modern ini direncakan akan melintasi jalur Transpakuan Koridor 4
yang dimulai dari Ciawi, Baranangsiang, Jalan Otto Iskndar Dinata, Sempur, Jalan
Pajajaran, Bogor Trade Mall, Jalan Pomad, dan Jalan Ciparigi. Angkutan kota modern
ini berbeda dengan angkutan kota konvensional dikarenakan angkutan kota modern
sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang sangat bagus seperti AC, wi-fi, kamera
CCTV, hingga televisi. Pembayaran angkutan kota modern juga dapat dilakukan
dengan menggunakan e-money atau nontunai. Angkutan kota modern ini juga dapat
mengurangi angkutan kota konvesial yakni dari sebanyak 180 angkutan kota
konvesional yang sebelumnya sebanyak 180 menjadi 120 angkutan kota modern.
Pemerintah Kota Bogor memastikan meskipun angkutan kota modern dilengkapi
dengan berbagai fasilitas yang modern, tarif dari angkutan ini masih tergolong
terjangkau yakni penumpang hanya perlu mengeluarkan sekitar Rp. 4.000,- sampai
dengan Rp. 5000,- dalam setiap perjalanannya.
Sosialisasi mengenai angkutan kota modern ini juga sudah banyak dilakukan
hingga saat ini sudah 2 (dua) angkutan kota modern yang dipamerkan di Lippo Kebun
Raya Bogor. Wali Kota Bogor Bima Arya juga menuturkan jika angkutan kota modern
ini ditargetkan untuk membuat penumpang nyaman dan diharapkan banyak yang ingin
menggunakannya. Bima Arya mendorong badan hukum yang mengelola pengonversian
angkutan kota konvensional menjadi angkutan kota modern agar segara melengkapi
terkait persyaratan-persyaratan yang ada. Persyaratan yang dimaksud harus segera
diajukan kepada Dinas Perhubungan Kota Bogor dan Kepolisian Resor Kota Bogor.
Selain mengurangi jumlah angkot secara signifikan, Bima Arya mengharapkan
angkutan kota modern juga meningkatkan kualitas pelayanannya terhadap penumpang
yakni sebagai salah satunya adalah tidak dilakukannya “ngetem” sembarangan pada
pinggir jalan untuk mengurangi kemacetan. Secara jangka panjang, Bima Arya
menargetkan jumlah angkutan kota dapat berkurang secara signifikan dalam kurun
waktu 3 tahun kedepan terutama di pusat kota. Meskipun dilakukan pengurangan, Bima
Arya yakin jika hal tersebut tidak mengurangi hasil pendapatan supir karena
dierdayakan secara bergantian.
Masyarakat juga harus ditinjau oleh pemerintah dalam penggunaan angkutan
kota, untuk mengurangi penggunaan angkutan kota maka perlu diadakannya sosialisasi
mengenai lebih baik menggunakan sepeda ataupun berjalan kaki jika jarak yang
ditempuh cukup dekat dan tidak membutuhkn banyak energi. Hal seperti ini dapat
menurunkan tingkat permintaan terhadap angkutan kota sehingga pemilik angkutan
kota dengan waktu perlahan akan menurunkan jumlah angkutan kota yang beroperasi.
Jika jarak yang ditempuh dirasa cukup jauh, masyarakat dihimbau untuk menggunakan
Bus Trans Pakuan karena hal ini juga bertujuan untuk menekan tingkat permintaan
yang tinggi terhadap angkutan kota. Penyuluhan kepada supir angkutan kota juga
sebaiknya dilakukan agar tidak adanya lagi perilaku supir angkutan kota yang
melanggar peraturan dan membuat masyarakat setempat geram. Hal ini sangat perlu
dilakukanagar para supir angkutan kota memiliki pemahaman yang cukup mengenai
tata aturan berkendaraan, selain itu juga agar para supir memiliki soft skill yang
memadai terkait dengan sesuatu nilai tambah yang dimiliki oleh para supir tersebut dan
pada akhirnya harapannya adalah para supir menyadari bahwa banyak hal yang dapat
dilakukan dan menghasilkan profit yang jauh lebih tinggi ketimbang hanya menarik
angkutan kota.
Dengan beberapa alternatif solusi di atas besar harapannya jika dilakukan
secara bertahap dengan konsisten dan penuh rasa tanggung jawab dari yang terkait
untuk menyelesaikan berbagai permasalaha di Kota Bogor. Selain itu mengembalikan
identitas Kota Bogor sebagai kota hijau, yang hijau bukan karena angkutan kotanya
tetapi karena suasana dan lingkungannya, yang dengan adanya solusi ini juga secara
tidak langsung akan mengurangi pencemaran udara yang dilakukan oleh angkot-angkot
di Bogor yang dampaknya secara global akan mengurangi pemanasan global yang
sedang terjadi.
5. Kesimpulan

Penyebab dari meningginya jumlah angkutan kota di Bogor antara lain


dikarenakan angkutan kota merupakan moda transportasi umum yang paling banyak
diminati dan adanya tindakan yang kurang tegas dari pemerintah. Jumlah angkutan kota
yang tinggi mengakibatkan masalah yang sangat beragam mulai dari yang kemacetan
yang banyak sekali dikeluhi oleh masyarakat, polusi udara, hingga mengganggu
masyarakat lainnya dalam menikmati pelayanan publik. Solusi untuk permasalahan
angkutan kota ini harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Pemerintah membuat
kebijakan umum dan mencari alternatif lain unuk menekan tingkat peminat angkutan
kota yang cukup tinggi, tetapi masyarakat juga harus berkontribusi untuk mencapai
tujuan bersama karena pemerintah tidak akan berjalan lancer tanpa adanya kontribusi
dari masyarakat sekitar.

6. Saran

Pemerintah harus segera melakukan pengawasan untuk melaksanakan


kebijakan-kebijakan yang telah dibuat, jangan sampai berbagai kebijakan yang telah
dibuat tidak menjadi perhatian bagi masyarakat sekitar hanya karena kurangnya
pengawasan dari pemerintah. Apabila ada pihak-pihak tertentu yang melanggar peraturan
maka pemerintah harus segera bertindak tegas seperti mencabut izin trayek dan mem-plat
hitamkannya. Masyarakat juga harus menaruh perhatian lebih kepada Bus Trans Pakuan
yang telah disediakan serta mematuhi kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh
pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai