Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bawang merah merupakan salah satu jenis sayuran yang
digunakan sebagai bahan/bumbu penyedap makanan sehari-hari dan
juga biasa dipakai sebagai obat tradisional atau bahan untuk industri
makanan yang saat ini berkembang dengan pesat. Bawang merah
(Allium cepa var. ascalonicum) menurut sejarah awalnya tanaman ini
memiliki hubungan erat dengan bawang bombay (Allium cepa L.), yaitu
merupakan salah satu bentuk tanaman hasil seleksi yang terjadi secara
alami terhadap varian-varian dalam populasi bawang bombay (Permadi,
1995).
Di Indonesia, tanaman bawang merah (Allium cepa var.
ascalonicum) banyak dibudidayakan di daerah dataran rendah yang
beriklim kering dengan suhu agak panas dan cuaca cerah. Musim tanam
biasanya pada bulan April dan Oktober. Produksi bawang merah sampai
saat ini memang belum optimal dan masih tercermin dalam keragaman
cara budidaya tempat bawang merah(Allium cepa var. ascalonicum)
diusahakan (Sartono dan Suwandi, 1996).
Provinsi penghasil utama bawang merah (Allium cepa var.
ascalonicum) (luas panen > 1.000 ha/tahun) diantaranya adalah
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa
Timur, NTB, dan Sulawesi Selatan. Selama periode 1989-2003,
pertumbuhan produksi rata-rata bawang merah (Allium cepa var.
ascalonicum) adalah sebesar 3,9% per tahun, dengan kecenderungan
pola pertumbuhan yang konstan.
Estimasi permintaan domestik tahun 2010 mencapai 976.284 ton
yang terdiri dari konsumsi 824.284 ton, benih 97.000 ton, industri
20.000 ton dan ekspor 35.000 ton. Analisis data ekspor-impor 2006-
2010 mengindikasikan bahwa selama periode tersebut Indonesia adalah
impotir bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum), karena volume
ekspor untuk komoditas tersebut secara konsisten selalu lebih rendah
dibandingkan volume impornya. Ekspor Indonesia dalam bentuk
bawang segar/beku, bawang goreng, vinegar dan acetic acid. Impor
bawang merah disamping dalam bentuk bawang segar/beku, lebih
dominan dalam bentuk benih. Dari segi volume, jumlah impor 10 kali
lebih tinggi dibandingkan ekspor (Erytrina, 2013).
Salah satu unsur penunjang keberhasilan usaha produksi bawang
merah (Allium cepa var. ascalonicum) adalah penggunaan benih
bermutu. Benih merupakan komponen teknologi yang signifikan
meningkatkan produksi bawang merah, karena itu penciptaan varietas
diprioritaskan pada perbaikan hasil, daya tahan terhadap hama dan
penyakit, dan memiliki adaptasi tinggi terhadap agroekosistem wilayah
setempat. Petani bawang merah menggunakan bermacam- macam
varietas baik yang lokal maupun impor. Beberapa varietas lokal yang
dominan ditanam adalah Kuning Tablet, Bima Curut, Bima Juna, Batu,
Bima Karet, Samosir, Tuk-tuk dan Sumenep. Benih impor didatangkan
dari Filipina, Vietnam dan Thailand (Erytrina, 2013).
Saat ini kondisi perbenihan bawang merah (Allium cepa var.
ascalonicum) di Indonesia perlu mendapatkan perhatian yang lebih
serius. Hal ini karena petani masih menggunakan benih asal-asalan dan
tidak bersertifikat sehingga benih yang digunakan kurang bermutu
(Santoso, 2008). Ketersediaan bibit bawang merah (Allium cepa var.
ascalonicum) mengalami kesulitan karena keterbatasan varietas lokal
yang ada, karena petani lebih memilih untuk mengembangkan varietas
asal impor, seperti varietas impor Thailand dan Peking yang ukurannya
lebih besar, kandungan airnya lebih banyak serta warnanya lebih pucat,
sementara aromanya jauh lebih rendah dibandingkan bawang merah
(Allium cepa var. ascalonicum) varietas lokal. Meski demikian, bawang
merah varietas ini dinilai lebih tahan terhadap serangan hama bawang
sehingga banyak ditanam petani (Basuki, 2005).
Benih bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) yang
diimpor dari Thailand, Vietnam dan Filipina dikhawatirkan mengandung
organisme pengganggu tanaman karantina (OPTK) yang tidak ada di
Indonesia. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan tim dari karantina
didapati bawang merah impor dari Thailand mengandung 15 organisme
pengganggu tanaman karantina yang tidak ada di Indonesia. Sebanyak
15 organisme pengganggu tanaman karantina serupa juga didapati pada
benih bawang merah impor asal Filipina sedangkan asal Vietnam
mengandung 12 organisme pengganggu tanaman karantina (OPTK)
yang tidak ada di Indonesia ( Anonim1,2014).
Secara Geografis Kabupaten Samosir terletak pada 20, 240 - 20,
250 Lintang Utara dan 980, 210 - 990, 550 BT. Sebagai daerah pertanian
yang sebagian penduduknya hidup dan menggantungkan dengan
pertanian, curah hujan merupakan salah satu faktor eksternal yang
menentukan keberhasialn pertanian penduduk di Kabupaten Samosir.
Curah hujan tertinggi terjadi bulan November dengan rata-rata 440 mm
dengan jumlah hari hujan sebanyak 15 hari.
Temperatur Kabupaten Samosir berkisar antara 170 C - 290 C
dengan kelembaban udara rata-rata 85 persen dan tergolong dengan
beriklim tropis. Kabupaten Samosir terletak pada wilayah dataran tinggi,
dengan ketinggian antara 700 – 1.700 m di atas permukaan laut, dengan
komposisi: ketinggian 700 m sampai 1.000 m dpl ada ± 10 %,
ketinggian 1.000 m sampai 1.500 m dpl ada ± 25 %, dan diatas
ketinggian 1.500 m dpl ada ± 65 %. Topografi dan kontur tanah di
Kabupaten Samosir pada umumnya berbukit dan bergelombang
(Anonim2, 2014).
Untuk memenuhi kebutuhan benih di Indonesia khususnya
Sumatera Utara, perlu dilakukan upaya penyaringan beberapa varietas
yang cocok dikembangkan di Samosir sebagai sentra produksi bawang
merah di Sumatera Utara.
Tahap awal adalah dengan mempelajari morfologi dan produksi
beberapa varietas bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) yang
diimpor dari negara lain. Maka berdasarkan uraian diatas, perlu
dilakukan penelitian terhadap morfologi dan produksi dari 5 varietas
bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) yaitu varietas Samosir,
Thailand, India, Peking dan Philipina

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya


diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah morfologi dari bawang merah (Allium cepa var.
ascalonicum) terhadap berbagai dosis pupuk NPK?
2. Bagaimanakah produksi dari dari bawang merah (Allium cepa var.
ascalonicum) terhadap berbagai dosis pupuk NPK?
3. Bagaimanakah pengaruh berbagai dosis pupuk NPK terhadap sifat
morfologi dan produksi umbi bawang merah?

1.3. Tujuan dan kegunaan


Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian yang akan dilakukan
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui ciri morfologi dari dari bawang merah (Allium cepa
var. ascalonicum) terhadap berbagai dosis pupuk NPK
2. Mengetahui hasil produksi dari dari bawang merah (Allium cepa
var. ascalonicum) terhadap berbagai dosis pupuk NPK
3. Mengetahui pengaruh berbagai dosis pupuk NPK terhadap sifat
morfologi dan produksi umbi bawang merah.

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Sebagai bahan informasi tentang morfologi dari dari bawang
merah (Allium cepa var. ascalonicum) terhadap berbagai dosis
pupuk NPK
2. Sebagai bahan informasi produksi bawang merah (Allium cepa
var. ascalonicum) bagi petani dan peneliti yang akan melakukan
penelitian lebih lanjut.

1.4. Hipotesis
1. Terdapat salah satu dosis pupuk NPK yang memberikan pengaruh
terbaik terhadap pertumbuhan dan perkembangan bawang merah
2. Pemberian 15 gram dosis pupuk NPK berpengaruh terhadap
produksi bawang merah
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Bawang Merah.


Bawang Merah (Allium cepa var. ascalonicum) merupakan
sayuran umbi yang cukup populer di kalangan masyarakat, selain nilai
ekonomisnya yang tinggi, bawang merah juga berfungsi sebagai
penyedap rasa dan dapat juga digunakan ebagai bahan obat tradisional
atau bahan baku farmasi lainnya.

Deskripsi dari bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum),


habitus termasuk herba, tanaman semusim, tinggi 40-60 cm. Tidak
berbatang, hanya mempunyai batang semu yang merupakan kumpulan
dari pelepah yang satu dengan yang lain. Berumbi lapis dan berwarna
merah keputih-putihan. Daun tunggal memeluk umbi lapis, berlobang,
bentu lurus, ujung runcing. Bunga majemuk, bentuk bongkol, bertangkai
silindris, panjang ± 40 cm, berwarna hijau, benang sari enam, tangkai
sari putih, benang sari putih, kepala sari berwarna hijau, putik
menancap pada dasar mahkota, mahkota berbentuk bulat telur, ujung
runcing (Silalahi, 2007).

Tanaman bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) dapat


ditanam di dataran randah maupun di dataran tinggi, yaitu pada
ketinggian 0-1.000 m dpl. Secara umum tanah yang dapat ditanami
bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) adalah tanah yang
bertekstur remah, sedang sampai liat, berdrainase baik, memiliki bahan
organik yang cukup, dan pH-nya antara 5,6-6,5. Syarat lain, penyinaran
matahari minimum 70 %, suhu udara harian 25-32oC, dan kelembaban
nisbi sedang 50-70 % (Silalahi, 2007).Bawang Merah (Allium cepa var.
ascalonicum) termasuk family Liliaceae dan sistimatika klasifikasinya
secara rinci sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spematophyta
Kelas : Monocotyledonal
Ordo : Liliaceae
Famili : Liliaceae
Genus : Allium
Spesies : Allitun ccpa var. ascalonicum
Sumber : Rahayu dan Berlian (1999) dalam Dewi (2012)

2.2. Morfologi Bawang Merah (Allium cepa var. Ascalonicum )


Struktur morfologi tanaman bawang merah
(Allium cepa var. a.vcalonicum ) terdiri atas akar, batang, umbi, daun,
bunga, dan biji. Tanaman bawang merah (Allitim cepa var.
a.scalonicum) termasuk tanaman semusim annual ), berumbi lapis,
beral‹ar serabut, berdaun silindris seperti pipa, memiliki batang sejati
(cliskus) yang berbentuk sperti cakram, tipis dan pendek sebagai tempat
melekatnya perakaran dan mata tunas (titik tumbuh ) ( Rukmana, 2007)
2.2.1. Akar
Secara morfologi akar tersusun atas rambut akar, batang akar,
ujung akar, dan tudung akar. Sedangkan secara anatomi (struktur dalam)
akar tersusun atas epidermis, korteks, endodermis, dan silinder pusat.
Ujung akar merupakan titik tumbuh akar. Ujung akar terdiri atas
jarlngan meristem yang sel-selnya berdinding tipls dan aktif membelah
diri. Ujung akar dilindungi oleh tudung akar (kaliptra). Tudung akar
berfungsi melindungi akar terhadap kerusakan mekanis pada waktu
menembus tanah (Anonim4, 2008).

Pada akar, terdapat rambut-rambut akar yang merupakan


perluasan permukaan dari sel-sel epidermis akar. Adanya rambut-rambut
akar akan memperluas daerah penyerapan air dan mineral. Rambut-
rambut akar hanya tumbuh dekat ujung akar dan relatif pendek. Bila
akar tumbuh memanjang kedalam tanah maka pada ujung akar yang
lebih muda akan terbentuk rambut- rambut akar yang baru, sedangkan
rambut akar yang lebih tua akan hancur dan mati. Akar merupakan
organ pada tumbuhan yang berfungsi sebagai alat untuk menyerap air
dan garam mineral dari dalam tanah, dan untuk menunjang dan
memperkokoh berdirinya tumbuhan di tempat hidupnya (Anonim4,
2008).

2.2.2. Batang
Batang pada bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum.)
merupakan batang yang semu yang terbentuk dari kelopak-kelopak daun
yang saling membungkus. Kelopak-kelopak daun sebelah luar selalu
melingkar dan menutupi daun yang ada didalamnya. Beberapa helai
kleopak daun terluar mengering tetapi cukup liat. Kelopak daun yang
menipis dan kering ini membungkus lapisan kelopak daun yang yang
ada didalamnya yang membengkak. Karena kelopak daunnya
membengkak bagian ini akan terlihat mengembung, membentuk umbi
yang merupakan umbi lapis (Anonim4, 2008).

Bagian yang membengkak pada bawang merah (Allium cepa


var. ascalonicum ) berisi cadangan makanan untuk persediaan makanan
bagi tunas yang akan menjadi tanaman baru, sejak mulai bertunas
sampai keluar akarnya. Sementara itu, bagian atas umbi yang
membengkak mengecil kembali dan tetap saling membungkus sehingga
membentuk batang semu (Anonim4, 2008).

Pada pangkal ubi membentuk cakram yang merupakan batang


pokok yang tidak sempurna. Dari bagian bawah cakram ini tumbuh
akar-akar serabut yang tidak terlalu panjang. Sedangkan dibagian atas
cakram, diantara lapisan kelopak daun yang membengkak, terdapat mata
tunas yang dapat tumbuh menjadi tanaman baru (Anonim4, 2008).
2.2.3. Daun
Secara morfologi, pada umumnya daun memiliki bagian-bagian
helaian daun (lamina), dan tangkai daun (petiolus). Daun pada bawang
merah (Allium cepa var. ascalonicum) hanya mempunyai satu
permukaan, berbentuk bulat kecil dan memanjang dan berlubang seperti
pipa. Bagian ujung daunya meruncing dan bagian bawahnya melebar
seperti kelopak dan membengkak (Anonim4, 2008).

Pada bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum), ada juga


yang daunya membentuk setengah lingkaran pada penampang
melintang daunya. warna daunya hujau muda. Kelopak-kelopak daun
sebelah luar melingkar dan menutup daun yang ada didalamnya
(Anonim4, 2008).

2.2.4. Bunga
Bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) dapat
membentuk bunga yang keluar dari dasar cakram dengan bagian
ujungnya membentuk kepala yang meruncing sperti tombak dan
terbungkus oleh lapisan daun (seludang). Pertumbuhan bunga bawang
merah (Allium cepa var. ascalonicum) dimulai dari keluarnya tangkai
bunga dari cakram melalui ujung umbi seperti pemunculan daun biasa,
tetapi lebih ramping, berbentuk bulat panjang dan kuat, serta pada
ujungnya terdapat benjolan runcing seperti mata tombak. Seludang ini
kemudian akan membuka sehingga tampak kuncup-kuncup bunga
beserta tangkainya (Anonim4, 2008).

Bunga bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum)


merupakan bunga majemuk berbentuk tandan. Setiap tandan
mengandung 50-200 kuntum bunga. Bunga bawang merah (Allium cepa
var. ascalonicum) termasuk bunga sempurna yang setiap bunga terdapat
benang sari dan kepala putik. Biasanya terdiri atas 5-6 benang sari dan
sebuah putik dengan daun bunga berwarna hijau bergsris keputih-
putihan atau putih, serta bakal buah duduk diatas membentuk suatau
bangun seperti kubah (Anonim4, 2008).

Bakal buah terbentuk dari tiga daun buah yang disebut carpel,
membentuk tiga buah ruang dan setiap ruang mengandung 2 bakal biji
(ovulum). Benang sari tersusun dalam dua lingkaran, 3 benang sari pada
lingkaran dalam, dan benag sari yang lainya pada lingakaran luar.
Tepung sari dari benang sari pada lingkaran dalam biasanya lebih cepat
matang dibandingkan dengan teapung sari pada lingkaran luar.
Penyerbukan antarbunga dalam satu tandan, maupun penyerbukan
antarbunga dengan tandan yang berbeda berlangsung dengan
perantaraan lebah atau lalat hijau (Anonim4, 2008).

2.2.5. Buah dan Biji


Menurut Rukmana (1995) dalam Dewi ( 2012), buah bawang
merah (Allium cepa var. ascalonicum) berbentuk bulat dengan ujungnya
tumpul membungkus biji berjumlah 2-3 butir. Bentuk biji pipih, sewaktu
masih muda berwarna bening atau putih, tetapi setalah tua menjadi
hitam. Biji-biji berwarna merah dapat dipergunakan sebagai bahan
perbanyakan tanaman.

2.3. Manfaat Bawang Merah (Allium cepa var. ascalonicum)


Bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) merupakan salah
satu rahasia kelezatan kuliner Asia tenggara pada umumnya dan
Indonesia pada khususnya. Hampir semua jenis masakan menggunakan
bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) ini sebagai salah satu
bahan bumbu. Memang, dengan menambahkan bawang merah (Allium
cepa var. ascalonicum), cita rasa masakan akan lebih nikmat, kuat dan
khas. Tapi di luar peranannya sebagai bumbu masakan, manfaat bawang
merah ini ternyata cukup kompleks utamanya yang berkaitan dengan
masalah kesehatan (Anonim5, 2014).
Berdasarkan penelitian komprehensif, bawang merah (Allium
cepa var. ascalonicum) mengandung beragam senyawa yakni Saponin,
Flavonglikosida, minyak atsiri, sikloaliin, florglusin, dihidroaliin,
peptide, vitamin C, asam folat, serat dan masih banyak lagi lainnya. Zat
yang terkandung di dalam bawang merah(Allium cepa var. ascalonicum)
inilah kemudian yang menjadi biang di balik manfaat bawang merah
yang kompleks. Berikut ini merupakan manfaat bawang merah selain
sebagai bumbu masak:

1. Mengatasi sembelit. Bawang merah (Allium cepa var.


ascalonicum) mampu membuang zat racun serta makanan yang
mengeras dan terjbak di dalam usus kita.
2. Mengatasi Pendarahan. Manfaat bawang merah (Allium cepa var.
ascalonicum) yang satu ini sudah dikenal sejak dahulu kala.
Hermoid atau wasir bisa diatasi dengan cara mengiris bawang
merah dan kemudian menghirup aromanya secara perlahan.

3. Membantu meringankan gejala diabetes. Berdasarkan kajian klinis,


bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) terbukti mampu
memaksimalkan produksi insulin.
4. Melindungi organ jantung. Manfaat bawang merah (Allium cepa
var. ascalonicum) yang satu ini telah terbukti secara medis.
Bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) mampu
menurunkan potensi terkena serangan jantung koroner. Konsumsi
teratur bawang merah juga bisa menormalkan tekanan darah tinggi
serta membuka arteri yang sedang dalam keadaan tersumbat.
5. Mengontrol kadar kolesterol. Bawang merah (Allium cepa var.
ascalonicum) dapat mengontrol kolesterol dengan mengurangi
kolesterol jahat (LDL). Bawang merah juga mengandung sulfida
methylallyl serta asam-amino sulfur yang dapat menurunkan
kolesterol jahat dan meningkatkan kolesterol baik (HDL).
(Anonim5, 2014).

2.4. Budidaya Bawang Merah (Allium cepa var. ascalonicum)

Menurut Sumarni dan Hidayat (2005), untuk keberhasilan


budidaya bawang merah selain menggunakan varietas unggul, perlu
dipenuhi persyaratan tumbuhnya yang pokok dan teknik budidaya yang
baik.

2.4.1. Syarat Tumbuh


Hal-hal yang harus diperhatikan untuk budidaya tanaman
bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) antara lain adalh iklim
meliputi ketinggian tempat, suhu udara yang cukup hangat, angin, curah
hujan, intensitas sinar matahari, dan kelembaban nisbi. Faktor lain yang
juga sangat penting di perhatikan adalah faktor tanah, meliputi keadaan
fisik dan kimia tanahnya ( Anonim4, 2008).

Menurut Rismunandar (1986) dalam Sumarni dan Hidayat


(2005) dikatakan bahwa tanaman bawang merah (Allium cepa var.
ascalonicum) lebih senang tumbuh di daerah beriklim kering. Tanaman
bawang merah peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang
tinggi, serta cuaca berkabut. Tanaman inimembutuhkan penyinaran
cahaya matahari yang maksimal (minimal 70% penyinaran), suhu udara
25-32°C, dan kelembaban nisbi 50-70% (Sumarni dan Hidayat, 2005).
Tanaman bawang merah dapat membentuk umbi di daerah yang suhu
udaranya rata-rata 22°C, tetapi hasil umbinya tidak sebaik di daerah
yang suhu udara lebih panas. Bawang merah (Allium cepa var.
ascalonicum) akan membentuk umbi lebih besar bilamana ditanam di
daerah dengan penyinaran lebih dari 12 jam. Di bawah suhu udara 22°C
tanaman bawang merah tidak akan berumbi. Oleh karena itu, tanaman
bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) lebih menyukai tumbuh
di dataran rendah dengan iklim yang cerah.

Di Indonesia bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum)


dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 1000 m di atas
permukaan laut. Ketinggian tempat yang optimal untuk pertumbuhan
dan perkembangan bawang merah adalah 0-450 m di atas permukaan
laut (Sutarya dan Grubben 1995). Tanaman bawang merah masih dapat
tumbuh dan berumbi di dataran tinggi, tetapi umur tanamnya menjadi
lebih panjang 0,5-1 bulan dan hasil umbinya lebih rendah.

b. Tanah
Tanaman bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum)
memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur sedang sampai liat,
drainase/aerasi baik, mengandung bahan organik yang cukup, dan
reaksi tanah tidak masam (pH tanah: 5,6 – 6,5). Tanah yang paling
cocok untuk tanaman bawang merah adalah tanah Aluvial atau
kombinasinya dengan tanah Glei-Humus atau Latosol (Sutarya dan
Grubben 1995).

Di Pulau Jawa, bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum)


banyak ditanam pada jenis tanah aluvial, tipe iklim D3/E3 yaitu antara
(0-5) bulan basah dan (4-6) bulan kering, dan pada ketinggian kurang
dari 200 m di atas permukaan laut. Selain itu, bawang merah juga cukup
luas diusahakan pada jenis tanah Andosol, tipe iklim B2/C2 yaitu (5-9)
bulan basah dan (2-4) bulan kering dan ketinggian lebih dari 500 m di
atas permukaan laut (Nurmalinda dan Suwandi, 1995).

Waktu tanam bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum)


yang baik adalah pada musim kemarau dengan ketersediaan air
pengairan yang cukup, yaitu pada bulan April/Mei setelah panen padi
dan pada bulan Juli/Agustus. Penanaman bawang merah di musim
kemarau biasanya dilaksanakan pada lahan bekas padi sawah atau tebu,
sedangkan penanaman di musim hujan dilakukan pada lahan tegalan.
Bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) dapat ditanam secara
tumpangsari, seperti dengan tanaman cabai merah (Sutarya dan
Grubben, 1995).
2.4.2. Penyiapan Benih
Benih bermutu merupakan salah satu kunci utama dalam
keberhasilan suatu usahatani. Persyaratan benih bawang merah yang
baik antara lain: umur simpan benih telah memenuhi, yaitu sekitar 3-4
bulan, umur panen 70-85 hari, ukuran benih 10-15 gram. Kebutuhan
benih setiap hektar 1000-1200 kg. Umbi benih berwarna merah cerah,
padat, tidak keropos, tidak lunak, tidak terserang oleh hama dan
penyakit (Erytrina, 2013).
Sebelum ditanam, umbi dibersihkan, dan bila belum kelihatan
pertunasan, maka ujung umbi dipotg 1/3 untuk mempercepat tumbuh
tunas. Selain benih umbi, juga bisa menggunakan biji botani (TSS = true
shalot seed ). Keuntungan dari penggunaan TSS antara lain
penyimpanan dan biaya pengangkutan lebih murah, kebutuhan benih
lebih sedikit sekitar 2 kg per ha, dibandingkan benih umbi, dan dapat
menghasilkan benih bebas virus (Erytrina, 2013).

2.4.3. Penyiapan Lahan


Pengolahan tanah pada dasarnya dimaksudkan untuk
menciptakan lapisan olah yang gembur dan cocok untuk budidaya
bawang merah. Pengolahan tanah umumnya diperlukan untuk
menggemburkan tanah, memperbaiki drainase dan aerasi tanah,
meratakan permukaan tanah, dan mengendalikan gulma. Pada lahan
kering, tanah dibajak atau dicangkul sedalam 20 cm, kemudian dibuat
bedengan- bedengan dengan lebar 1,2 meter, tinggi 25 cm, sedangkan
panjangnya tergantung pada kondisi lahan. Pada lahan bekas padi sawah
atau bekas tebu, bedengan- bedengan dibuat terlebih dahulu dengan
ukuran lebar 1,75 cm, kedalaman parit 50 – 60 cm dengan lebar parit 40
– 50 cm dan panjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan.

Tanah yang telah diolah dibiarkan sampai kering kemudian


diolah lagi 2 – 3 kali sampai gembur sebelum dilakukan perbaikan
bedengan-bedengan dengan rapi. Waktu yang diperlukan mulai dari
pembuatan parit, pencangkulan tanah sampai tanah menjadi gembur dan
siap untuk ditanami sekitar 3 – 4 minggu. Lahan harus bersih dari sisa
tanaman padi/tebu dapat menjadi media patogen penyakit seperti
Fusarium sp. (Hidayat, 2004).

Pada saat pengolahan tanah, khususnya pada lahan yang masam


dengan pH kurang dari 5,6, disarankan pemberian kaptan/dolomit
minimal 2 minggu sebelum tanam dengan dosis 1 – 1,5 t/ha/tahun, yang
dianggap cukup untuk dua musim tanam berikutnya. Pemberian dolomit
ini penting dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara
Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg), terutama pada lahan masam atau
lahan-lahan yang diusahakan secara intensif untuk tanaman sayuran
pada umumnya (Sumarni dan Hidayat, 2005).

2.4.4. Penanaman
Setelah lahan selesai diolah, kegiatan selanjutnya adalah
pemberian pupuk dasar. Umbi bibit ditanam dengan jarak tanam 20 cm x
15 cm atau 15 cm x 15 cm (anjuran Balitsa). Dengan alat penugal,
lubang tanaman dibuat sedalam rata-rata setinggi umbi. Umbi bawang
merah (Allium cepa var. ascalonicum) dimasukkan ke dalam lubang
tanaman dengan gerakan seperti memutar sekerup, sehingga ujung umbi
tampak rata dengan permukaan tanah. Tidak dianjurkan untuk menanam
terlalu dalam, karena umbi mudah mengalami pembusukan. Setelah
tanam, seluruh lahan disiram dengan embrat yang halus (Sumarni dan
Hidayat, 2005).

2.4.5. Fenotipe

Fenotipe adalah suatu karakteristik baik struktural, biokimiawi,


fisiologis, dan perilaku yang dapat diamati dari suatu organisme yang
diatur oleh genotipe dan lingkungan serta interaksi keduanya. Pengertian
fenotipe mencakup berbagai tingkat dalam ekspresi gen dari suatu
organisme. Pada tingkat organisme, fenotipe adalah sesuatu yang dapat
dilihat/diamati/diukur, sesuatu sifat atau karakter. Dalam tingkatan ini,
contoh fenotipe misalnya warna daun, berat umbi, atau ketahanan
terhadap suatu penyakit tertentu. Fenotipe ditentukan sebagian oleh
genotipe individu, sebagian oleh lingkungan tempat individu itu hidup,
waktu, dan, pada sejumlah sifat, interaksi antara genotipe dan
lingkungan.

P = G + E + GE,

Dimana P berarti fenotipe, G berarti genotipe, E berarti


lingkungan, dan GE berarti interaksi antara genotipe dan lingkungan
bersama-sama (yang berbeda dari pengaruh G dan E sendiri-sendiri.
Pengamatan fenotipe dapat sederhana (masalnya warna bunga)
atau sangat rumit hingga memerlukan alat dan metode khusus. Fenotipe,
khususnya yang bersifat kuantitatif, seringkali diatur oleh banyak gen
(anonim6, 2015)

Anda mungkin juga menyukai