Anda di halaman 1dari 3

Appalili: sebuah ritual sebelum bertani

Dari barat angin berhembus, membawa daun daun kering beterbang melewati sela-sela gedung-
gedung kota makassar yang menjulang tinggi, ke timur angin bearak membawa pesan bahwa
musim hujan telah tiba, di kolom langit sinar matahari tampak samar samar di tutupi awan hitam
suasananya mengingatkanku pada kampung halaman,sudah tiga tahun sejak aku merantau ke
kota melanjutkan pendidikan di salah satu perguruan tinggi yang ada di kota makassar sudah
lama sekali entah bagaimana wujud kampungku saat ini? Masihkah seperti dulu ataukah telah
banyak yang berubah ? entahlah semenjak menjalani hidup sebagai seorang mahasiswa di kota
besar telah banyak peristiwa yang kulewatkan di kampung kini bayang masa lalu itu datang
mengunjungiku bersama sesuatu yang bernama kenangan

Aku duduk di teras kost melempar pandangan sejauh mungkin ke awan awan langit yang
sebentar lagi akan menumpahkan air kepada bumi, musim hujan telah tiba begitulah pesan
semilir angin yang berarak dari barat menuju timur dari kejauhan truk-truk pengangkut sampah
sibuk lalu lalang, anak anak kecil asik berenang di selokan yang penuhi dengan sampah plastik
begitulah orang-orang di kota ini menyambut musim hujan bagi mereka hujan adalah musibah
yang membuat jalanan macet dan rumah rumah tergenang air karena banjir berbeda halnya
dengan masyarakat di kampungku jika sudah tiba musim hujan maka orang orang akan
menyambutnya dengan suka cita dengan berbagai upacara adat yang gelar agar musim hujan
yang datang membawa berkah bagi tanaman para petani.

Masih segar dalam ingatanku bertahun lalu,saat musim hujan tiba datok akan mengumpulkan
seluruh kerabat keluarga di ruang tengah rumah duduk membentuk lingkaran di depan tiang
tengah dengan berbagai macam makanan mulai dari nasi yang beragam warnanya hitam,putih
dan merah serta lauk pauk segala jenis dari udang, ayam dan ikan gabus serta beberapa makanan
tradisonal lainnya selain makanan ada juga benda-benda pusaka seperti badik, tombak dan
parang yang disediakan, di depan bara dupa telah duduk sang guru mengepulkan asap dengan
kemenyan sembil komat kamit membaca doa yang entah apa, kata datok daeng malli guru yang
membaca doa adalah keturunan terakhir dari pemangku adat,simpai keramat manusia paling
langkah di bumi yang hanya tersisa tiga orang bersama dua orang muridnya yang juga adalah
anaknya.
Setelah doa di bacakan daeng malli sang guru akan membawa berbagai makanan tersebut ke
sawah datok beserta sanak keluarga akan ikut di belakangnya bagi anak ingusan sepertiku tradisi
ini sangat menggembirakan sebab hanya pada waktu ini aku dapat menikmati berbagai macam
makanan yang sungguh nikmat sesampainya di sawah daeng malli menaruh daun pisan di atas
aliran sawah di atasnya terdapat beberapa potong ayam, udang dan ikan serta segumpal nasi,
selepas itu daun pisang di lepas belayar mengikuti aliran air sampai pada ujungya tradisi itu di
sebut Appalili sebuah tradisi turun temurun telah di lakukan masyarakat di kampungku

“Untuk apa semua ini datok ?” tanyaku pada datok hari itu

“Beginilah adat kita nak suatu saat kau akan mengerti arti dari semua ini “ begitulah jawaban
datok

Aku hanya mengiyakan saban hari Kaeng menjelaskan makna dari tradisi Appalili kepadaku
menurut kepercayaan orang orang di kampung Appalili merupakan tradisi untuk menyelamatkan
padi dari kerusakan akibat hama dan pengaruh roh jahat yang bisa membuat petani gagal panen
dulu pernah terjadi peristiwa besar di kampung seluruh tanaman petani habis di makan hama ada
juga yang gosong seperti habis terbakar akibatnya banyak orang yang mati kelaparan para
penduduk percaya bahwa kejadian tersebut adalah karena murka tuhan sebab tidak pandai
besyukur kepada nikmat yang diberikan sejak saat itu orang-orang di kampung mulai melakukan
tradisi Appalili dengan mempersembahkan hasil panen terbaik sebagai tanda syukur

“ mengapa perlu membawa badik pusaka Kaeng ? Tanyaku dengan penuh rasa penasaran kepada
Kaeng

“ badik itu berguna untuk melawan roh jahat yang bisa menghancurkan tanaman padi selain itu
juga untuk menjauhkan kita dari mara bahaya “

Kampungku terkenal dengan masyarakat yang masih memegang teguh adat wajar saja sebab
letaknya jauh dari peradaban kota yang maju masyarakatnya masih meyakini tradisi lokal yang
mungkin bagi orang-orang kota adalah sebuah bentuk kebodohan namun aku besyukur bisa
tumbuh dan mengenal beragam tradisi dan adat istiadat
Ditengah nostaliga pada kenangan kampung halaman suara handphoneku berdering mungkin itu
telpon dari kampung waktunya pas sekali ada banyak hal yang ingin kutanyakan pada Kaeng

“ halo Kaeng bagaimana kabar ta ? sehat sehatji? Tanyaku membuka percakapan

“ alhamdulillah sehatji nak kau bagaimana kabarmu? Lancarji kuliahmu? Kata Kaeng dengan
suara yang penuh kerinduan maklum aku anak satu satunya yang harus berpisah jauh merantau k
kota adek adek ku yang lain masih duduk di bangku sekolah

“ alhamdulillah lancar Kaeng , Bagaimana keadaanya kampung Kaeng sudah masuk musim
hujan sudah selesai Appalili? “ tanyaku mengenang tradisi yang sering kulakukan saat masih di
kampung

“ tidak nak sekarang sudah tidak ada yang melakukan tradisi itu orang orang sudah beralih
menggunakan pupuk dan racun untuk membasmi hama “

Jawaban Kaeng membuatku terkejut sungguh zaman telah banyak berubah orang-orang sudah
mulai meninggalkan tradisi-tradisi lokal teknologi telah merampas segalanya aku bersedih
namun tak punya daya hatiku memberontak tidak tahu ingin menyalahkan siapa ? teknologikah?
Ah itu adalah buatan manusia sendiri sungguh tak adil di akhir kisah aku hanya bisa mengenang
masa masa itu menuliskannya kedalam buku supaya kelak generasi yang akan datang dapat
mengetahui tradisi tradisi nenek moyangnya zaman boleh merampasnya namun selama ada
orang orang yang mengisahkanya tradisi-tradisi tersebut tidak akan pudar dan akan selalu di
kenang sebagai bagian dari sejarah perjalanan peradaban manusia.

Nb: appalili : mengalihkan atau orang menyebutnya tolak bala

Kaeng : ayah

Datok : nenek atau kakek

Pesan penulis : appalili merupakan adat istiadat yang berkembang di dalam masyarakat makassar
khususnya daerah jeneponto tradisi tersebut dilakukan sebelum memulai mengolah sawah
tujuannya untuk memberikan keselamatan bagi tanaman dan juga pemiliknya

Anda mungkin juga menyukai