Anda di halaman 1dari 215

BUKU AJAR

LANDASAN ILMU PENDIDIKAN

Disusun oleh:
Dr. Ir. Vina Serevina, M.M
Dr. Sri Martini Meilanie, M.Pd

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami semua sehingga kami dapat menyelesaikan buku
Landasan Ilmu Pendidikan dengan baik dan tepat waktu untuk memenuhi tugas
sebagai dosen pengampu mata kuliah Landasan Pendidikan yang sesuai dengan
revisi RPS tahun 2019.

Selesainya buku ini tentu tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu
kami ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Sucahyanto. M.Si sebagai koordinator PLMU (Pusat Layanan Mata Kuliah
Umum) di Universitas NegeriJakarta.
2. Dr. Totok M.Pd Ketua LPPMUNJ.
3. Rekan-rekan dosen MKDK LandasanPendidikan.

Ucapan terimakasih yang tak terhingga juga tidak lupa kami ucapkan kepada semua
pihak yang telah membantu selama proses pembuatan buku maupun dalam
penyusunan buku ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kami pun menyadari masih terdapat kekurangan dalam buku ini untuk itu kritik dan
saran terhadap penyempurnaan buku ini sangat diharapkan. Semoga buku ini dapat
memberi manfaat bagi dosen pengampu mata kuliah Landasan Pendidian dan
mahasiswa UNJ khususnya dan bagi semua pihak yg membutuhkan.

Jakarta, Maret 2019

2
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR ................................................................................................. 2

DAFTARISI .............................................................................................................. 3

BAB I PENDIDIKAN DALAMBERBAGAIPERSPEKTIF ................................. 4

BABII KOMPONEN-KOMPONEN PENDIDIKAN


………………............….....19

BABIII HAKIKATILMUPENDIDIKAN .............................................................34

BABIV KETERKAITAN MANUSIADENGANPENDIDIKAN ............................45

BAB V PSIKOMOLOGIS (layanan pendidikan sesuai karakteristik dan


kebutuhanpesertadidik) ................................................................... 63

BABVI PEMIKIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN MENURUT PARA AHLI DAN


FILSAFATPENDIDIKANPANCASILA .............................................. 73

BABVII SOSIOLOGISDANANTROPOLOGIS............................................... 85

BABVIII PEDAGOGIK, POLITIK, IDEOLOGI,TEOLOGIS,IPTEK .................. 100

BAB IX (PENDIDIKAN INKLUSI, PENDIDIKAN ALTERNATIF, EDUCATION


FOR ALL, LIFELONGLEARNING)… ............................................... 118

BAB X ASAS PENDIDIKAN, EKONOMI, PENDIDKAN DALAM EKONOMI,


DAN PERAN EKONOMIDALAMPENDIDIKAN ................................ 132

BABXI SEJARAHPENDIDIKAN .................................................................. 151

BABXII PERMASALAHAN PENDIDIKAN DALAMPRAKTEK


PENDIDIKAN… .............................................................................. 163

GLOSARIUM ........................................................................................................ 188

INDEKS ................................................................................................................ 198

DAFTARPUSTAKA ............................................................................................... 206

3
BABI

Pengertian Pendidikan Dalam Berbagai Perspektif (Pedagogik, Psikologi,


Sosiologi, Antrapologi, Ideologi/Politik,Ekonomi)

A. PengertianPendidikan

Langeveld membedakan istilah “pedagogik“ dengan istilah “ pedagogi”. Pedagogik di


artikan dengan ilmu mendidik, lebih menitikberatkan kepada pemikiran, perenungan
tentang pendidikan (Langeveld, 1980). Suatu pemikiran bagaimana kita
membimbing anak, mendidik anak. Sedangkan istilah pedagogi berarti pendidikan,
yang lebih menekankan kepada praktik, menyangkut kegiatan mendidik, kegiatan
membimbinganak.
Pendidikan dalam arti khusus ini menggambarkan upaya pendidikan yang terpusat
dalam lingkungan keluarga, dalam arti tanggung jawab keluarga. Hal tersebut lebih
jelas dikemukakan oleh Drijarkara (Ahmadi, Uhbiati:1991) bahwa:
1. Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tri tunggal ayah-ibu-anak,
dimana terjadi pemanusiaan anak. Dia berproses untuk memanusiakan sendiri
sebagai manusiapurnawan.
2. Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tri tunggal, ayah-ibu-anak,
dimana terjadi pembudayaan anak. Ia berproses untuk akhirnya bisa membudaya
sendiri sebagai manusiapurnawan.
3. Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tri tunggal, ayah-ibu-anak,
dimana terjadi pelaksanaan nilai-nilai, dengan mana dia berproses untuk akhirnya
bisa sendiri sebagai manusiapurnawan.
Menurut Jean-Jacques Rousseau, mendidik adalah memberikan pembekalan yang
tidak ada pada masa kanak-kanak tapi dibutuhkan pada masa dewasa (Jean-
Jacques Rousseau, 1999).
Menurut Usman, mengajar adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar
mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha
mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan
pengajaran yang menimbulkan terjadinya proses belajar (Usman, 1994).
Menurut Sarief, melatih pada hakekatnya adalah suatu proses kegiatan untuk
membantu orang lain (atlet) mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam
usahanya mencapai tujuan tertentu (Sarief, 2008).
Tujuan dari tiga jenis kegiatan itu juga berbeda. Mendidik ingin mencapai
kepribadian yang terpadu, yang terintegrasi, yang sering dirumuskan untuk
mencapai kepribadian yangdewasa.
Tujuan pengajaran yang menggarap kehidupan intelek anak ialah supaya anak kelak
sebagai orang dewasa memiliki kemampuan berpikir seperti yang diharapkan dari

4
orang dewasa secara ideal, yaitu diantaranya mampu berpikir abstrak logis,
obyektif, kritis, sistematis analisis, sintesis, integrative, daninovatif.
Tujuan latihan ialah untuk memperoleh keterampilan tentang sesuatu. Keterampilan
adalah sesuatu perbuatan yang berlangsung secara mekanis, yang mempermudah
kehidupan sehari-hari dan dapat pula mebantu proses belajar, seperti kemampuan
berhitung, membaca, mempergunakan bahasa, dan sebagainya. Baik keterampilan
maupun kemampuan berpikir akan membantu proses pendidikan, yang menyangkut
pembangunan seluruh kepribadian seseorang.

B. PengertianPedagogik
Pedagogik, berasal dari kata Yunani “ paedos “, yang berarti anak laki-laki, dan
“agogos“ artinya mengantar, membimbing. Jadi pedagogik secara harfiah berarti
pembantu anak laki-laki pada jaman Yunani kuno yang pekerjaannya mengantarkan
anak majikannya ke sekolah. Kemudian secara kiasan adalah seorang ahli, yang
membimbing anak kearah tujuan hidup tertentu. Pedagogik merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari empat kompetensi utama yang harus dimiliki seorang guru, yaitu
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Kompetensi Pedagogik
yaitu kemampuan seorang guru dalam mengelola proses pembelajaran peserta
didik.
Dari pengertian di atas perlu diketahui juga bahwa banyak para ahli
mendefinisikannya dengan cara yang berbeda akan tapi masih dalam satu konteks
yang sama. Adapun pengertian dari kompetensi pedagogik dari para ahli
diantaranya:
1. UyohSadulloh
Menurut Uyoh Sadullo, pedagogik merupakan ilmu yang membahas pendidikan,
yaitu ilmu pendidikan anak. Jadi, pedagogik mencoba menjelaskan tentang
seluk-beluk pendidikan anak, pedagogik merupakan teori pendidikan anak.
Pedagogik berasal dari Bahasa Yunani, “paedos” yang berarti anak laki-laki dan
“agogos” artinya mengantar, membimbing (Uyoh Sadullah, 2010).
Sadullah mendefinisikan pedagogik ialah ilmu yang mempelajari masalah
membimbing anak ke arah tujuan tertentu, yaitu agar kelak ia mampu secara
mandiri menyelesaikan tugas hidupnya. Sehingga dengan kata lain pedagogik
ialah ilmu mendidik anak (Sadullah, 2020).
2. Langeveld
Berbeda dengan Langeveld (Sadulloh, 2010:2), Beliau membedakan
istilah pedagogik dan pedagogi. Pedagogik diartikan dengan ilmu mendidik, lebih
menitikberatkan kepada pemikiran, perenungan tentang pendidikan. Suatu
pemikiran bagaimana kita membimbing anak, mendidik anak. Sedangkan
pedagogi berarti pendidikan, yang lebih menekankan kepada praktik,
menyangkut kegiatan mendidik, kegiatan membimbinganak.
3. DarjiDarmodiharjo
Mendidik menurut Darji Darmodiharjo (Sadulloh, 2010:7) ialah menunjukkan
usaha yang lebih ditujukan kepada pengembangan budi pekerti, hati nurani,
semangat. Kecintaan, rasa kesusilaan, ketaqwaan, dan lainnya. Guru
seyogyanyalah mengayomi siswa dengan memberikan contoh teladan. Konsep
pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara yang sangat terkenal yakni Ing Madya
Mangun Tulodo yang berarti apabila pendidik berada di depan maka ia harus
member contoh yang baik terhadap anak didiknya; Ing madya Mangun

5
Karso, apabila pendidik berada di tengah maka ia harus mendorong kemauan
anak, membangkitkan kreativitas dan hasrat untuk berinisiatif dan berbuat; Tut
Wuri Handayani, berarti mengikuti dari belakang.
Handayani berarti mendorong, memotivasi, atau membangkitkan semangat.
Kata Tut Wuri, berarti pendidik diharapkan dapat melihat, menemukan, dan
memahami bakat atau potensi yang muncul dan terlihat pada anak didik, untuk
selanjutnya mengembangkan pertumbuhan yang sewajarnya dari potensi-
potensiitu.
4. Teori Tabularasa Empirisme JhonLocke
Teori tabularasa empirisme John Locke di mana seorang anak merupakan
kertas putih yang belum ditulisi apapun sehingga segala kecakapan dan
kemampuan serta pengetahuan ia dapatkan dari pengalaman dengan bantuan
panca indra. Teori nativisme menerangkan bahwa anak sudah membawa
bakatnya masing-masing ketika lahir. Kemudian teori konvergensi di mana teori
ini memadukan empirisme dan nativisme yaitu anak memliki potensi luar biasa
yang dimilikinya sejak lahir dan bakatnya tersebut haruslah dikembangkan
sehingga faktor lingkunganlah yang berperan dalampengembangannya.

C. PengertianPsikologi
“Psikologi” berasal dari perkataan Yunani “psyche” yang artinya jiwa, dan “logos”
yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi (menurut arti kata) psikologi
artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam
gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya, atau disebut dengan ilmu jiwa.
Berbicara tentang jiwa, terlebih dahulu kita harus dapat membedakan antara nyawa
dengan jiwa. Nyawa adalah daya jasmaniah yang adanya tergantung pada hidup
jasmani dan menimbulkan perbuatan badaniah, yaitu perbuatan yang di timbulkan
oleh proses belajar. Misalnya: insting, refleks, nafsu dan sebagainya. Jika jasmani
mati, maka mati pulalah nyawanya.

1. Pengertian dari kompetensi psikologi dari para ahlidiantaranya:


a) Menurut Plato danAristoteles
Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hakikat jiwa
serta prosesnya sampai akhir (Abdul Rahman Shaleh, 2004).
b) Menurut Watson,1919
Psikologi merupakan bagian dari ilmu yang menekankan perilaku manusia,
perbuatan dan ucapannya baik yang dipelajari maupun yang tidak sebagai
pokok masalah (Abdul Rahman Shaleh, 2004).

c) Menurut koffka, 1925


Definisi psikologi sementara ini, kita boleh mengatakan pokok masalahnya
adalah studi ilmiah mengenai perilaku makhluk hidup dalam hubungan mereka
dengan dunia luar (Abdul Rahman Shaleh, 2004).
d) Menurut Gates,1931

6
Secara luas psikologi mencoba menemukan peraturan umum yang
menerangkan perilaku orgnisme hidup. Bidang ini mencoba menunjukkan,
menerangkan dan menggolongkan berbagai macam kegiatan yang sanggup
dilakukan oleh binatang, manusia atau lainnya (Abdul Rahman Shaleh, 2004).
e) Menurut Angell,1910
Semua kesadaran normal atau abnormal, manusia atau binatang,
merupakan pokok permasalahan yang dicoba untuk dijelaskan oleh ahli
psikologi, dan tidak ada definisi ilmu ini yang sepenuhnya dapat di terima,
semua bunyinya kurang lebih sama. ( Abdul Rahman Shaleh, 2004).
2. Objek Psikologi dibagi menjadi 2 yaitu:
a) ObjekMaterial
Objek Material adalah sesuatu yang dibahas, dipelajari atau diselidiki, atau
suatu unsur yang ditentukan atau sesuatu yang dijadikan sasaran pemikiran,
objek material mencakup apa saja, baik hal-hal konkret (kerohanian, nilai-
nilai, ide-ide). Objeknya yaitu manusia (Alex Sobur,2003:41).
b) Objekformal
Objek formal adalah cara memandang, cara meninjau yang dilakukan oleh
seorang peneliti terhadap objek materialnya serta prinsip-prinsip yang
digunakannya. Objek formal juga digunakan sebagai pembeda ilmu yang satu
dengan ilmu yang lain ( psikologi, antropologi, sosiologi, dan lain-lain).
Objeknya yaitu dari segi tingkah laku manusia, objek tersebut bersifat empiris
atau nyata, yang dapat diobservasi untuk memorediksi, menggambarkan
sesuatu yang dilihat. Caranya melihat gerak gerik seseorang bagaimana ia
melakukan sesuatu dan melihat dari matanya [ ibid, 2003:42].
3. Ruang lingkuppsikologi
Dalam makalah ini tidak akan dibicarakan psikologi yang membicarakan hewan
atau psikologi hewan, melainkan membicarakan tentang psikologi yang
berobyekkan manusia. Yang sampai saat ini dibedakan menjadi dua, yaitu:
a) PsikologiUmum
Psikologi umum adalah psikologi yang menyelidiki dan mempelajari kegiatan-
kegiatan atau aktifitas-aktifitas psikis manusia pada umumnya yang dewasa,
yang normal, dan yang beradab (berkultur). [ Agus Sujanto,2001:41].
b) Psikologikhusus
Psikologi khusus adalah psikologi yang mempelajari tingkah laku individu
dalam situasi-situasi khusus. [Alex Sobur,2003:57]. Psikologi khusus ini meliputi
berikut ini:
1) Psikologiperkembangan
Psikologi perkembangan adalah psikologi yang membicarakan
perkembangan psikis manusia dari masa bayi sampai masa tua. Objek psikologi
perkembangan adalah perkembangan manusia sebagai person; artinya,
masyarakat hanya merupakan tempat berkembangnya person tersebut.
Psikologi perkembangan ini mencakup: psikologi anak(termasuk masa bayi),
psikologi puber dan adolensi ( psikologi pemuda ), psikologi orang dewasa, dan
psikologi orang tua.

7
2) Psikologisocial
Psikologi yang khusus membicarakan tentang tingkah laku atau aktivitas-
aktivitas manusia dalam hubungannya dengan situasi sosial.
3) Psikologipendidikan
Psikologi sosial adalah sub disiplin dari psikologi yang mencari yang
pengertian tentang hakikat dan sebab-sebab dari prilaku dan pikiran-pikiran
individu dalam situasi sosial.
4) Psikologipendidikan
Psikologi pendidikan adalah subdisiplin psikologi yang mempelajari tingkah
laku individu dalam situasi pendidikan,yang meliputi pula pengertian tentang
proses belajar dan mengajar.
5) Psikologi kepribadian dantipologi
Psikologi kepribadian dan tipologi adalah psikologi yang menguraikan tentang
struktur kepribadian manusia sebagai suatu keseluruhan, dan jenis-jenis atau
tipe-tipe kepribadian.
6) Psikopatologi
Psikopatologi adalah psikologi yang khusus mempelajari kegiatan atau
tingkah laku individu yang abnormal (tidak normal).
7) Psikologi diferensial danpsikodiognostik
Psikologi ini menguraikan perbedaan-perbedaan antarindividu dalam taraf
inteligensi, kecakapan, cirri-ciri kepribadian lainnya, dan tentang cara-cara guna
menentukan perbedaan-perbedaan tersebut.
8) Psikologicriminal
Psikologi criminal adalah psikologi yang khusus berhubungan dengan tindak
kejahatan atau kriminalitas.
9) Parapsikologi
parapsikologi adalah subdisiplin psikologi yang mempelajari fenomena
supermormal dengan alat-alat eksperimen atau alat-alat sistematis lain.
10) Psikologikomparatif
Psikologi komparatif adalah psikologi yang mempelajari tingkah laku manusia
yang dibandingkan dengan hewan, atau sebaliknya.
11) Psikologipenyesuaian
Psikologi penyesuaian adalah suatu cabang psikologi yang menggambarkan
sejumlah cabang ilmu lainya, psikologi perkembangan, klinis, kepribadian,
social, dan eksperimental. [ibid, 2003:58]

D. Pengertian SosiologiPendidikan
Sosiologi pendidikan terdiri dari dua kata, sosiologi dan pendidikan. Dilihat dari
istilah etimologi kedua kata ini tentu berbeda makna, namun dalam sejarah hidup
dan kehidupan serta budaya manusia, keduanya menjadi satu kesatuan yang tak
terpisahkan, terutama dalam sistem memberdayakan manusia dimana sampai saat
ini memanfaatkan pendidikan sebagai instrumen pemberdayaantersebut.

1. Sosiologi
Secara etimologis sosiologi berasal dari kata latin “socius” dan kata Yunani
“logos”. “Socius” berarti kawan, sahabat, sekutu, rekan, masyarakat. “logos”

8
berarti ilmu.Jadi sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat
(Chaerudin, dkk, 1995:67).
W.F. Ogburn dan M.F. Nimkoff dalam buku mereka “A Handbook of Sociology”,
memberikan definisi “sosology is the scientific of social life” yang maksudnya:
sosiologi adalah studi secara ilmiah terhadap kehidupan sosial.

Roucek dan Wafren mengemukakan Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari


hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok (Soekanto, 1989:16).
2. Pendidikan
Paedegogic berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari kata “pais”, artinya anak, dan
”again” diterjemahkan membimbing, jadi paedagogic yaitu bimbingan yang
diberikan kepada anak. Secara definitif pendidikan (paedagogic) diartikan,
sebagaiberikut:

a) JhonDewey
Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental
secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.
b) Langeveld
Mendidik adalah mempengaruhi anak dalam membimbingnya supaya menjadi
dewasa. Usaha membimbing adalah usaha yang disadari dan dilaksanakan di
sengaja antara orang dewasa dengan anak yang belum dewasa.
c) Ki HajarDewantara
Mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak
agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tinginya. (Ahmadi dan Uhbiyati,
2001:69).
d) Undang-undang Republik Indonesia SISDIKNAS No.20 tahun2003
Pendidikan adalah usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual kegamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dannegara.
Berdasarkan uraian diatas, pendidikan pada hakekatnya suatu kegiatan yang
secara sadar dan disengaja, serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh
orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak
tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung terus-
menerus (Suwarno, 1992:49).
3. SosiologiPendidikan
R.J. Stalcup mengemukakan bahwa sociology of education merupakan suatu
analisis terhadap proses-proses sosiologis yang berlangsung dalam lembaga
pendidikan. Tekanan dan wilayah telaahnya pada lembaga pendidikan itu sendiri.

9
Pengertian sosiologi pendidikan yang lain termuat dalam (Nasution,2004:4)
sebagai berikut:
a) Menurut George Payne, yang kerap disebut bapak Sosiologi pendidikan,
secara spesifik memandang sosiologi pendidikan sebagai studi yang
komprehensif tentang segala aspek pendidikan dari segala segi ilmu yang
dterapkan. Baginya, sosiologi pendidikan tidak hanya meliputi segala sesuatu
dalam bidang sosiologi yang dapat dikenakan sosiologis. Tetapi memberikan para
guru, peneliti yang efektif dalam sosiologi yang dapat memberikan sumbangan
pemahaman yang lebih mendalam tentangpendidikan.
b) F.G Robbins dan Brown mengemukakan bahwa sosiologi pendidikan adalah
ilmu yang membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang
mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta mengorganisasikan
pengalamannya. Sosiologi pendidikan juga mempelajari kelakuan sosial serta
prinsip-prinsip untukmengontrolnya.
c) E.B.Reutern: Sosiologi pendidikan mempunyai kewajiban untuk menganalisa
lembaga-lembaga pendidikan dalam hubungannya dengan perkembangan
manusia dan dibatasi oleh pengaruh-pengaruh lembaga-lembaga pendidikan
yang menentukan kepribadian sosial dari tiap-tiap individu. Jadi pada dasarnya
antara individu dengan lembaga sosial saling mempengaruhi (process social
interaction).
Tidak ketinggalan, Gunawan mengemukakan definisinya tentang sosiologi
pendidikan, yaitu ilmu pengetahuan yang berusaha memecahkan masalah
pendidikan dengan analisis atau pendekatan sosiologis (Gunawan,2006:2).
Dari beberapa definisi, dapat disimpulkan bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu
yang mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik itu struktur, dinamika, masalah
pendidikan ataupun aspek lainnya secara mendalam melalui analisis atau
pendekatan sosiologis.

4. Ruang Lingkup SosiologiPendidikan


Penelitian dan analisis terhadap sistem pendidikan berdasarkan keduanya yang
sekarang, tentunya sudah bisa dikuatkan antar-antar ruang lingkup sosiologi
pendidikan.Karena minat dan pengalaman, ruang lingkup yang diajukan ini
terbatas pada wilayah analisis seputar sistem pendidikan formal.
Menurut Nasution ruang lingkup sosiologi pendidikan meliputi:
1. Hubungan Sistem Pendidikan dengan Aspek Lain dalamMasyarakat:

a. Hubungan pendidikan dengan sistem sosial atau struktursocial


b. Fungsi pendidikan dalamkebudayaan
c. Fungsi pendidikan dalam proses perubahan sosial dankultural
d. Fungsi sistem pendidikan formal bertalian dengan kelompok rasial, kultural dan
sebagainya
2. Hubungan Antar Manusia di dalamSekolah

10
a. Hakikat kebudayaan Sekolah dengan kebudayaan diluarsekolah
b. Pola interaksi sosial dan stuktur masyarakat Sekolah, yang antara lain meliputi
berbagai hubungan kekuasaan, stratifikasi sosial dan pola kepemimpinaninformal

3. Pengaruh Sekolah terhadap Perilaku dan Kepribadian semua Pihak disekolah /


LembagaPendidikan
a. Peranan sosial guru-guru / tenagapendidikan
b. Hakikat kepribadian guru / tenagapendidikan
c. Pengaruh kepribadian guru / tenaga kependidikan terhadap kelakuan anak /
peserta didik,dan
d. Fungsi Sekolah / lembaga pendidikan dalam sosial murid / pesertadidik.
4. Hubungan Lembaga Pendidikan dalamMasyarakat
Interaksi antara sekolah/ lembaga pendidikan dengan kelompok sosial dalam
masyarakat di sekitar sekolah / lembaga pendidikan.
Hal yang termasuk dalam wilayah itu antara lain yaitu:
a. Pengaruh masyakarat atas organisasi Sekolah /lembagapendidikan
b. Analisis proses pendidikan yang terdapat dalam sistematis sosial dalam
masyarakat luarsekolah.
c. Hubungan antara Sekolah dan masyarakatpendidikan
d. Faktor-faktor demografi dan ekologi dalam masyarakat yang berkaitan dengan
organisasisekolah.
5. Tujuan SosiologiPendidikan:

a. Sebagai analisis prosessosialisasi


b. Sebagai analisis kedudukan pendidikan dalammasyarakat
c. Sebagai analisis sosial di sekolah dan antara sekolah denganmasyarakat
d. Sebagai dasar menentukan tujuanpendidikan
e. Sebagai sosiologiterapan
f. Menganalisis perkembangan dan kemajuansocial
g. Menganalisis partisipasi orang-orang terdidik/berpendidikan dalam kegiatan
social.(Nasution,2004:6-7).

E. AntropologiPendidikan

11
1. Pengertian AntropologiPendidikan

Antropologi pendidikan merupakan sebuah kajian sistematik.Tidak hanya


mengenai praktek pendidikan dalam perspektif budaya, tetapi juga tentang
asumsi yang dipakai antropologi terhadap pendidikan dan asumsi yang
dicerminkan oleh praktek pendidikan. Imran Manan dalam Zamzami
mengemukakan antropologi pendidikan mengkaji penggunaan teori dan metode
yang digunakan oleh para antropolog serta pengetahuan khususnya yang
berhubungan dengan kebutuhan manusia atau masyarakat. Dengan demikian,
antropologi pendidikan bukan menghasilkan ahli antropologi melainkan
menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang pendidikan melalui perspektif
antropologi. (Shomad,2009:1)

2. Tujuan AntropologiPendidikan
a. Mempelajari sejarah terjadinya dan perkembangan manusia sebagai makhluk
biologis.
b. Mempelajari sejarah terjadinya berbagai bahasa manusia diseluruh dunia dan
penyebarannya.
c. Mempelajari masalah terjadinya persebaran dan perkembangan berbagai
kehidupan diseluruhdunia.
d. Mempelajari masalah dasar kebudayaan dalam kehidupan manusia dari suku
bangsa yang tersebar dimuka bumi sampaisekarang
3. Kegunaan AntropologiPendidikan
a. Mengetahui hakikat pendidikan dimasyarakat
b. Memahami kedudukan pendidikan yang memilikikarakteristik
c. Memahami norma,tradisi,keyakinan dan nilai yangdianut
d. Menciptakan teori tentang asal usulpendidikan
4. Ruang Lingkup AntropologiPendidikan
Ralphlinton menganggap kebudayaan adalah warisan sosial. Warisan sosial
tersebut mempunyai dua fungsi. Pertama,fungsi bagi penyesuaian diri dengan
masyarakat.Kedua, fungsi bagi penyesuaian diri dengan lingkungan (Shomad,
2009:3)

Lebih lanjut, Soedjono Soekanto menjelaskan implementasi pendidikan sebagai


penyesuaian diri dengan masyarakat, lingkungan dan kebudayaan sebagai
bentuk ruang lingkup antropologi pendidikan berlangsung dalam proses
(Soedjono Soekanto, 1998:123 ):

a) Prosessosialisasi

12
Proses ini dimulai sejak bayi baru lahir.Bayi berinteraksi dengan orang
disekitarnya, hingga terjadi komunikasi timbal balik dan seterusnya hingga ia
tumbuh dan berkembang.Adapun yang menjadi sorotan dalam proses
sosialisasi yaitu:
1) norma dan aturan yangberlaku

2) perbedaan status ekonomi dan letakgeografis


b) ProsesEnkulturasi
Enkulturasi, artinya pembudayaan.Yang dimaksud adalah proses
pembudayaan anak agar menjadi manusiaberbudaya.
Dalam proses ini pranata,yaitu sistem norma atau aturan mengenai suatu
aktivitas masyarakat yang khusus.Adapun yang biasa menjadi kajian dalam
proses ini, yaitu:
1. Perbedaan jeniskelamin
2. Perbedaanumur
3. Perbedaan/perubahan status(inisiasi)

c) ProsesInternalisasi
Proses internalisasi yaitu proses penerimaan dan menjadikan warisan sosial
(pengetahuan budaya) sebagai isi kepribadian yang dinyatakan dalam perilaku
sehari- hari selama hayat masih dikandung badan.
5. Hakikat Manusia TerhadapKebudayaan:
a) Hakikat hidup manusia: hakikat hidup untuk setiap kebudayaan berbeda secara
ekstrem.
b) Hakikat karya manusia: setiap kebudayaan hakikatnya berbeda-beda untuk
hidup kedudukan, gerak hidup untuk menambahkarya.
c) Hakikat waktu manusia: hakikat waktu untuk kebudayaan berbeda, masa lalu
atau masakini.
d) Hakikat alam manusia:ada kebudayaan yanng menganggap manusia harus
mengeksploitasi alam ada juga yang harus menyatu denganalam.
e) Hakikat hubungan dengan manusia: mementingkan hubungan antar manusia
baik secara vertikal maupunhorizontal.
6. Contoh hubungan manusia dengankebudayaan:
Dilihat dari keterkaitan antara hakikat mausia dengan kebudayaan itu sangat erat
kaitannya.Setiap kebudayaan berbeda sehingga hakikatnya memiliki perbedaan.
Misalnya, seorang kepala suku yang membuat sebuah peraturan yang harus
dilakukan dan tidak boleh dilanggar dan harus ditaati oleh seluruh pengikutnya.
Sebuah kepatuhaan terhadap suatu tata aturan merupakan sebuah

13
kebuadayaan.Sehingga hakikat manusia untuk membuat dan menaati sebuah
peraturan tidak terlepas dari sebuah kebudayaan. (Dian Mutiarasari, 2012)

F. Ideologipendidikan

1. Pengertian Ideologi Pendidikan


Definisi Ideologi - Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Kata ideologi
sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 untuk
mendefinisikan “sains tentang ide“. Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang
komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu (bandingkan
Weltanschauung), secara umum (lihat Ideologi dalam kehidupan sehari hari) dan
beberapa arah filosofis (lihat Ideologi politis), atau sekelompok ide yang diajukan
oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota masyarakat. Tujuan utama
dibalik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran
normatif. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya sekadar
pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat
konsep ini menjadi inti politik. Secara implisit setiap pemikiran politik mengikuti
sebuah ideologi walaupun tidak diletakkan sebagai sistem berpikir yang
eksplisit.(definisi ideologi Marxisme).
Ideologi berasal dari kata idea (Inggris), yang artinya gagasan, pengertian. Kata
kerja Yunani oida = mengetahui, melihat dengan budi. Kata “logi” yang berasal
dari bahasa Yunani logos yang artinya pengetahuan.
Secara etimologis, ideologi berasal dari dua suku kata yaitu ‟id ios‟yang berartide
atau konsep dan ‟logos‟yang berarti ilmu; sehingga ideologi diartikan sebagai
ilmu yang mempelajari ide-ide manusia, atau ilmu tentang ide-ide. Secara
terminologis, ideologi diartikan oleh Lyman Tower Sargent dalam bukunya
Contemporary Political ideologies yang dikutip William F. O‟Neil, sebagai sistem
nilai atau keyakinan yang diterima sebagai fakta atau kebenaran oleh kelompok
tertentu. Ideologi berupaya menggambarkan mengenai karakteristik-karakteristik
umum tentang alam dan masyarakat; serta keterkaitan antar hakekat moral,
politik, dan panduan-panduan perilaku lainnya yang bersifat evaluatif. Pendapat
D. Tracy yang dikutip oleh Aryanto Abidin, mengartikan ideologi adalah sebuah
pemahaman atau ide konseptual yang mampu melihat wajah dunia dengan
ketertarikannya pada masalah-masalah sosial dan mampu menawarkan
pemecahan masalah dalam suatu lembaga kemasyarakatan.
Definisi ideologi pendidikan menurut para ahli sebagai berikut:

a) NicolloMachiavelli
Ideologi adalah pengetahuan mengenai cara menyembunyikan kepentingan,
mendapatkan, serta mempertahankan kekuasaan dengan memanfaatkan
konsepsi-konsepsi keagamaan dan tipu daya.
b) GunawanSetiardjo

14
Ideologi adalah kumpulan ide, gagasan, atau akidah yang melahirkan aturan-
aturan dalam kehidupan.
c) AliSyariati

Ideologi adalah keyakinan-keyakinan dan gagasan-gagasan yang ditaati oleh


suatu kelompok, suatu kelas sosial, suatu bangsa, atau suatu ras tertentu.
d) KarlMarx
Ideologi adalah kesadaran palsu, karena ideologi adalah suatu hasil pemikiran
yang diciptakan oleh pemikirnya yang ditentukan oleh kepentingannya.
e) Machiavelli
Ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa.
f) Manfred Steger dan Paul James
Mereka memiliki duapengertian:

Ideologi adalah sekelompok ide dan konsep yang normatif yang memiliki pola,
yang merupakan representasi dari kekuatan politik yang ada.
Ideologi adalah peta konsep yang membantu masyarakat dalam mengarahkan
kompleksnya kehidupan berpolitik dan keyakinan akan kebenaran sosial.
g) KarlMaanheim
Ideologi adalah sistem pemikiran yang berguna dalam mempertahankan orde
sosial tertentu.
h) Frans MagnisSuseno
Ideologi adalah keseluruhan sistem berpikir dan sikap dasar rohaniah sebuah
gerakan, kelompok sosial, atau individu.

i) Dr. Alfian
Ideologi adalah suatu pandangan atau sistem nilai yang menyeluruh dan
mendalam tentang bagaimana cara yang sebaiknya, yaitu secara moral
dianggap benar dan adil, guna mengatur tingkah laku bersama dalam berbagai
segi kehidupan.
j) LouisAlthuser
Ideologi adalah suatu gagasan yang spekulatif, namun bukan gagasan palsu,
karena bukan dimaksudkan untuk menggambarkan suatu realitas melainkan
untuk dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana semestinya manusia
itu dapat menjalani hidupnya
2. Macam-macam Ideologi Pendidikan
Konservatif adalah sikap hendak mempertahankan keadaaan dan tradisi lama.
Sedangkan paradigma pendidikan konservatif ini bermula dari suatu konstruksi
filosofis yang lebih banyak berkiblat pada aliran filsafat pendidikan

15
“Perenialisme” dan “Esensialisme”. Dikatakan bahwa pendidikan konservatif itu
bermuara pada aliran perenialisme karena aliran ini memahami orientasi akhir
dari pendidikan itu adalah pengakuan terhadap nilai-nilai transendental.
Sedangkan menurut aliran esensialisme yaitu meyakini nilai-nilai kemanusiaan
yang paling fundamental, yakni dimensi moralitas yang bersumber dari ajaran
agama.
Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ideologi pendidikan
konservatif itu adalah rangkaian konsep pendidikan dari sudut filosofi tertentu
yang kemudian menjadi model pendidikan tertentu dengan sikap hendak
mempertahankan keadaaan dan tradisi lama. Selanjutnya, ideologi-ideologi
pendidikan konservatif ini terdiri dari tiga tradisi pokok yaitu fundamentalisme
pendidikan, intelektualisme pendidikan, dan konservatisme pendidikan

a) FundamentalismePendidikan
Fundamentalisme meliputi semua corak Konservatisme politik yang pada
dasarnya anti-intelektual. Dengan artian bahwa mereka ingin meminimalkan
pertimbangan-pertimbangan filosofis dan intelektual, serta cenderung untuk
mendasarkan diri mereka pada penerimaan yang relatif kritik terhadap
kebenaran yang diwahyukan atau konsensus sosial yang sudah mapan.
b) Intelektualismependidikan
Intelektualisme ini lahir dari ungkapan-ungkapan Konservatisme politik yang
didasarkan pada sistem-sistem pemikiran filosofis atau religius yang pada
dasarnya otoritarian. Secara umum, Konservatisme filosofis ini ingin
mengubah praktik-praktik politik yang ada (termasuk praktik-praktik
pendidikan), demi menyesuaikannya secara lebih sempurna dengan cita-cita
intelektual atau rohaniah yang sudah mapan dan tidak bervariasi.
Dalam pendidikan kontemporer, Konservatisme filosofis mengungkapkan diri
terutama sebagai intelektualisme pendidikan bahwasanya terdapat dua
variasi mendasar yaitu intelektualisme pendidikan yang pada intinya bersifat
sekular, dan intelektualisme teologis yang memiliki orientasi sebagaimana
terpantul dalam tulisan-tulisan para filosof pendidikan Katolik Roma
kontemporer seperti William McGucken dan John Donahue.
c) KonservatismePendidikan
Konservatisme pada dasarnya adalah posisi yang mendukung ketaatan
terhadap lembaga-lembaga dan proses-proses budaya yang sudah teruji
oleh waktu. Dalam dunia pendidikan, seorang Konservatif beranggapan
bahwa sasaran utama sekolah adalah pelestarian dan penerusan pola-pola
sosial serta tradisi-tradisi yang sudah mapan.
Ada dua ungkapan dasar Konservatif dalam pendidikan: pertama,
konservatisme pendidikan religius, yang menekankan peran sentral
pelatihan ruhaniah sebagai landasan pembangunan karakter moral yang
tepat. Kedua, konservatisme pendidikan secular, yang memusatkan
perhatian pada perlunya melestarikan dan meneruskan keyakinan-
keyakinan dan praktik yang sudahada.

16
G. Pengertian politikpendidikan
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat
yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.
Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang
berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.

Di samping itu politik juga dapat dititik dari sudut pandang berbeda, antara lain:
1. Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan
bersama (teori klasikAristoteles)
2. Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan
negara
3. Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan
mempertahankan kekuasaan dimasyarakat
4. Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan
kebijakanpublik.
Secara umum, ekonomi adalah sebuah bidang kajian tentang pengurusan sumber
daya material individu, masyarakat, dan negara untuk meningkatkan kesejahteraan
hidup manusia. Karena ekonomi merupakan ilmu tentang perilaku dan tindakan
manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bervariasi dan berkembang
dengan sumber daya yang ada melalui pilihan-pilihan kegiatan produksi, konsumsi
dan distribusi.
Ekonomi pendidikan merupakan bagian yang terpenting dari ilmu ekonomi sumber
daya manusia untuk pembangunan nasional. Sebagai landasan konseptual tentang
ilmu ekonomi pendidikan, berikut ini diuraikan definisi yang dikemukakan oleh
(Elchnan Cohn,1979) sebagai berikut:
Ekonomi pendidikan adalah suatu studi tentang bagaimana manusia, baik secara
perorangan maupun di dalam kelompok masyarakatnya membuat keputusan dalam
rangka mendayagunakan sumber-sumber daya yang terbatas agar dapat
menghasilkan berbagai bentuk pendidikan dan latihan, pengembangan ilmu
pengetahuan dan keterampilan, pendapat, sikap dan nilai-nilai khususnya melalui
pendidikan formal, serta bagaimana mendiskusikannya secara merata (equal) dan
adil (equality) di antara berbagai kelompok masyarakat.
Pada pola perbaikan hidup dirinya, keluarganya, masyarakatnya maupun
kesejahteraan bangsanya. Sumber daya manusia dikatakan bernilai jika
kemampuan, keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan
hidup dan sektor pembangunan yang memberikan keuntungan, baik kepada individu
yang bersangkutan maupun kepada masyarakatnya. Pendidikan memproses
manusia hingga menjadi manusia produktif yang memiliki kemampuan membangun,
pembangunan itu sendiri dilakukan oleh manusia yang dibangun oleh pendidikan.
Modal yang ditanam untuk pendidikan berperan sebagaimana modal yang ditanam
untuk memproduksi barang dalam industri yang menguntungkan. Bedanya produk
yang diharapkan menjadi output pendidikan bukan merupakan komoditi tetapi
berupa manusia terampil yang berkemampuan membangun. Karena itulah konsep
investasipendidikandisebut“investmentinhumancapital”atauinvestasisumber

17
daya manusia. Manusia dianggap sebagai modal utama dalam menggerakkan
kehidupan ekonomi. Keuntungan dari produk pendidikan berupa manusia cerdas
terampil akan sanggup menggerakkan sumber-sumber ekonomi, sehingga ekonomi
bergerak, masyarakat menjadi aktif dan segala kebutuhan hidup disediakan. Konsep
lama terhadap manusia sangat ketinggalan, sebab manusia dianggap sama
sederajat dengan mesin dan perlengkapan industri lainnya. Teori lama menganggap
yang disebut modal itu terdiri dari uang, mesin, tanah atau lahan. Kedudukan
manusia tak ubahnya seperti mesin, asal diberi bensin maka mesin bergerak. Begitu
juga dengan manusia, asal dibayar ia akan berkeja. Teori manusia sebagai modal
atau teori Human Capital lebih populer setelah Teodore Schultz, memperoleh nobel
ekonomi di tahun 1979. Awalnya teori ini dikembangkan oleh Adam Smith. Di
Harvard University teori ini dikembangkan oleh Talcot Parson (Ace Suryadi, 1991).
M. Idochi Anwar mengulas tentang biaya pendidikan yang harus dikeluarkan dalam
investasi dibidang SDM, menurutnya ada dua komponen penting yang harus dibiayai
dalam ekonomi pendidikan, yaitu biaya langsung (direct cost) dan biayai tidak
langsung (indirect cost). Biaya langsung adalah biaya yang benar-benar dirasakan
manfaatnya oleh peserta didik. Biaya ini merupakan biaya bagi terlaksananya
pendidikan. Kriteria biaya langsung harus memenuhi persyaratan; inheren pada
hasil, kuantitaif dapat dihitung, pengeluarannya tak dapat dihindarkan, dan dapat
diperhitungkan sebelumnya. Biaya yang harus dikeluarkan antara lain untuk gaji
guru dan pegawai lainnya, pembelian buku, perlengkapan belajar, biaya evaluasi
belajar. Biaya langsung ini terwujud dalam pengeluaran uang yang secara langsung
membiayai keperluan pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat yang
berpengaruh pada kualitas output Biaya tidak langsung adalah biaya yang harus
dikeluarkan oleh murid, keluarga dan masyarakat yang menanggung biaya seperti
biaya makan, perumahan, buku, pakaian, transportasi, kesehatan. Kategori biaya ini
disebut private cost. (M. IdochiAnwar,1991)
Biaya pengorbanan yang dikeluarkan masyarakat, baik berupa tenaga, pikiran,
waktu maupun benda yang dapat dituangkan termasuk ke dalam kategori biaya
publik disebut social cost. Biaya lain yang perlu diperhitungkan dalam pengertian
biaya tidak langsung adalah biaya pengorbanan anak, berupa hilangnya pendapatan
peserta didik karena belajar disebut earning for gone by student (J. Alan Thomas,
1971:31), yaitu keuntungan yang hilang pada waktu mengikuti pendidikan, berupa
kesempatan yang dikorbankan karena tidak bekerja atau keuntungan yang tidak
diperoleh selama menenpuh pendidikan. Kedua biaya ini dihitung sebagai semua
pengeluaran, investasi, disebut “total cost” dihitung menurut jumlah murid dalam
satuan perkapita dalam periode satu tahun. Biaya pendidikan permurid adalah
keseluruhan biaya yang diperlukan oleh murid untuk memperoleh pendidikan.
Definisi ini mengandung arti modal dan belanja kebutuuhan dengan segala unsurnya
dan juga seluruh biaya hidup murid selama ia menempuh pendidikan seperti biaya
makan, buku, pakaian,transport dan lain sebagainya. Namun untuk kepentingan
perhitungan praktis biasanya komponen biaya hidup dan biaya learning for gone
karena tidak bekerja, tidak dimasukkan ke dalam totalcost.

18
BAB II
KOMPONEN-KOMPONEN PENDIDIKAN
A. Pengertiankomponen
Komponen adalah bagian dari suatu sistem yang memiliki peran dalam
keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem.
Komponen pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem proses pendidikan, yang
menentukan berhasil dan tidaknya atau ada dan tidaknya proses pendidikan.
Bahkan dapat dikatakan bahwa untuk berlangsungnya proses kerja pendidikan
diperlukan keberadaan komponen-komponen tersebut. (Amminudin,2008)
Komponen pendidikan adalah merupakan satu kesatuan yang tersusun
sebagi suatu sistem pendidikan. Kenapa pendidikan sebagai sistem, karena dalam
pendidikan terdapat komponen-komponen yang saling terkait. Yang pada intinya
bertujuan untuk mentransfer informasi kepada peseta didik yaitu untuk menjadikan
perubahan pada unsur19 kebaikan.(Syaifullah,1981)
Komponen-komponen yang memungkinkan terjadinya proses pendidikan atau
terlaksananya proses mendidik, komponen-komponen itu yakni:
1) TujuanPendidikan
2) PesertaDidik
3) Pendidik
4) Interaksi Edukatif Pendidik dan AnakDidik
5) IsiPendidikan
6) Lingkunganpendidik.

1. TujuanPendidikan

Langeveld mengemukakan jenis-jenis tujuan pendidikan terdiri :


a. Tujuan umum (sempurna) : yaitu suatu tujuan akhir yang digariskan secara
menyeluruh setelah proses kegiatan belajar mengajar berlangsung.
b. Tujuan insidental : suatu tujuan pendidikan yang akan dicapai dengan
menggunakan peristiwa yang bersifat insidental dalam mencapai tujuan tersebut.
Seperti memperingati hari-hari besar nasional.
c. Tujuan sementara : yaitu tujuan pendidikan yang merupakan pemberhentian
sementara pada jalan menuju ke tujuan umum. Contoh: anak diajari untuk belajar
bicara. Tujuan sementaranya tercapai agar anak bisa bicara tetapi upaya belajarnya
tidak berhenti sampai disitu karena anak juga harus tahu bagaimana bicara dengan
sopan santun sesuai situasi kondisi yang berlaku.
d. Tujuan yang belum sempurna: yaitu pencapaian sebagian dari tujuan sempurna.
Atau dengan kata lain tujuan yang mengenai segi-segi kepribadian manusia tertentu
yang hendak dicapai dengan pendidikan tersebut seperti pendidikan keindahan,
kesusilaan, keagamaan, kemasyarakatan. Tujuan tak sempurna ini tergantung dari
tujuan umum dan tidak dapat terlepas dari tujuan umum tersebut.
e. Tujuan perantara : yaitu tujuan yang menjadi alat untuk mencapai tujuan lainnya.
Contoh : pembelajaran bahasa Inggris agar peserta didik dapat membuka wawasan
dan menambah ketrampilan dengan penguasaan bahasa tersebut yang telah
ditetapkan sebagai bahasa internasional.

19
Sebagai ilmu pengetahuan praktis, tugas pendidikan dan atau pendidik
maupun guru ialah menanamkam sistem-sistem norma tingkah-laku perbuatan yang
didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan
dan pendidik dalam suatu masyarakat .(Syaifulah,1981)
Langeveld mengemukakan jenis-jenis tujuan pendidikan terdiri dari tujuan umum,
tujuan tak lengkap, tujuan sementara, tujuan kebetulan dan tujuan perantara.
Urutan hirarkhis tujuan pendidikan dapat dilihat dalam kurikulum pendidikan yang
terjabar mulai dari :
1) Cita-cita nasional/tujuan nasional (Pembukaan UUD1945),
2) Tujuan Pembangunan Nasional (dalam Sistem PendidikanNasional),
3) TujuanInstitusional(padatiaptingkatpendidikan/sekolah),
4) Tujuankurikuler(Padatiap-tiapbidangstudi/matapelajranataukuliah),dan
5) Tujuan instruksional yang dibagi menjadi dua yaitu tujuan instruksional umum dan
tujuan instruksionalkhusus.
Dengan demikian tampak keterkaitan antara tujuan instruksional yang dicapai
guru dalam pembelajaran dikelas, untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang
bersumber dari falsafah hidup yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.
(syaifullah,1981)

2. PesertaDidik

Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan


potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis
pendidikan tertentu.

Dalam hal ini pendidik tetap memegang peranan, tidak selalu membenarkan
tindakan peserta didik, melainkan tetap membantu, 20 unsur pertolongan melayani
sesuai eksistensinya agar menuju perkembangan yang dewasa sesuai dengan
norma yang berlaku.
1) Individu yang sedangberkembang
Berkembang disini dimaksudkan sebagai perubahan yang terjadi dalam diri peserta
didik secara wajar, baik ditujukan kepada diri sendiri maupun 20nsure20
penyesuaian denganlingkungan.
Manusia berkembang melalui suatu rangkaian yang bertingkat-tingkat. Tiap fase
berbeda dengan fase lainnya. Perbedaan ini meliputi perbedaan minat, kebutuhan,
kegemaran, emosi intelegensi dan sebagainya. Perbedaan tersebut harus diketahui
oleh pendidik pada masing-masing tingkat perkembangan. Atas dasar itu pendidikan
dapat mengatur kondisi dan strategi yang relevan dengan kebututhan peserta didik.

2) Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan


manusiawi
Dalam perkembangannya , peserta didik membutuhkan bantuan dan bimbingan.
Bayi yang baru lahir secara badani dan hayati tidak bisa terlepas dari ibunya.
Seharusnya setelah dewasa ia sudah bisa hidup sendiri, tetapi kenyataannya untuk
kebutuhan perkembangan hidupnya ia masih membutuhkan bimbingan orang lain.
Disinilah fungsi pendidik harusdiaktualisasikan.

3) Individu yang memiliki kemampuan untukmandiri


Dalam perkembangannya peserta didik mempunyai kemampuan berkembang
20nsure20 kedewasaan. Karena itu peserta didik membutuhkan sebuah pendidikan

20
agar mereka memperoleh kebebasan untuk memerdekakan diri dan mampu menjadi
manusia mandiri, (shaleh,1977).

3. Pendidik
Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
pendidikan dengan sasaran pesertadidik.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas mendasarkan pada konsep pendidikan
sebagai gejala kebudayaan, yang termasuk kategori pendidik adalah:
a) Orangdewasa
Orang dewasa sebagai pendidik dilandasi oleh sifat umum kepribadian orang
dewasa, sebagaimana dikemukakan oleh Syaifullah adalah sebagai berikut :
1) manusia yang memiliki pandangan hidup prinsip hidup yang pasti dantetap
2) manusia yang telah memiliki tujuan hidup atau cita-cita hidup tertentu,
termasuk cita-cita untukmendidik
3) manusia yang cakap mengambil keputusan batin sendiri atau perbuatannya
sendiri dan yang akan dipertanggungjawabkansendiri.
4) manusia yang telah cakap menjadi anggota masyarakat secara konstruktif dan
aktif penuhinisiatif
5) manusia yang telah mencapai umur kronologis paling rendah 18tahun
6) manusia berbudi luhur dan berbadansehat
7) manusia yang berani dan cakap hidupberkeluarga
b) manusia yang berkepribadian yang utuh dan bulat.
Orangtua
Kedudukan orang tua sebagai pendidik, merupakan pendidik yang kodrati dalam
lingkungan keluarga. Artinya orang tua sebagai pedidik utama dan yang pertama
dan berlandaskan pada hubungan cinta-kasih bagi keluarga atau anak yang lahir di
lingkungan keluarga mereka. Secara umum dapat dikatakan bahwa semua orang
tua adalah pendidik, namun tidak semua orang tua mampu melaksanakan
pendidikan dengan baik. Sehingga kemampuan untuk menjadi orang tua sama
sekali tidak sejajar dengan kemampuan untuk mendidik.(Yamin,2007)

c) Guru/pendidik
Karena itu kedudukan guru sebagai pendidik dituntut memenuhi persyaratan-
persyaratan baik persyaratan pribadi maupun persyaratan jabatan.
Persyaratan pribadi didasarkan pada ketentuan yang terkait dengan nilai dari tingkah
laku yang dianut, kemampuan intelektual, sikap dan emosional. Persyaratan
jabatan (profesi) terkait dengan pengetahuan yang dimiliki baik yang berhubungan
dengan pesan yang ingin disampaikan maupun cara penyampainannya, dan
memiliki filsafat pendidikan yang dapat dipertanggung jawabkan.(sugandi,2006)

d) Pemimpin kemasyarakatan, dan pemimpinkeagamaan


Selain orang dewasa, orang tua dan guru, pemimpin masyarakat dan pemimpin
keagamaan merupakan pendidik juga. Peran pemimpin masyarakat menjadi
pendidik didasarkan pada aktifitas pemimpin dalam mengadakan pembinaan atau
bimbingan kepada anggota yang dipimpin. Pemimpin keagamaan sebagai pendidik,
tampak pada aktifitas pembinaan atau pengembangan sifat kerohanian manusia,
yang didasarkan pada nilai-nilai keagamaan.(syaifullah,1982)

21
4. Interaksi Edukatif Pendidik dan AnakDidik
Proses pendidikan bisa terjadi apabila terdapat interaksi antara komponen-
komponen pendidikan. Terutama interaksi antara pendidik dan anak didik. Interaksi
pendidik dengan anak didik bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan yang
diinginkan. Tindakan yang dilakukan pendidik dalam interaksi tersebut mungkin
berupa tindakan berdasarkan kewibawaan, tindakan berupa alat pendidikan, dan
metode pendidikan.
Pendidikan berdasarkan kewibawaan dapat dicontohkan dalam peristiwa
pengajaran dimana seorang guru sedang memberikan pengajaran, diantara
beberapa murid membuat suatu yang menyebabkan terganggunya jalan pengajaran.
Kemudian guru tersebut memberikan peringatan atau menegur, maka beliau ini telah
melaksanakan tindakan berdasarkan kewibawaan. Dengan demikian tindakan
berdasarkan kewibawaan yaitu bersumber dari orang dewasa sebagai pendidik,
untuk mencapai tujuan pendidikan (tujuan kesusilaan, dan lain-lain) (Syaifullah,
1982).
Metode liberal bersumber dari pendirian Naturalisme yang berpendapat bahwa
perkembangan manusia itu sebagian besar ditentukan oleh kekuatan dari dalam
yang secara wajar atau kodrat ada pada diri manusia. Pandangan ini menimbulkan
sikap bahwa pendidik jangan terlalu banyak ikut campur terhadap perkembangan
anak. Biarkanlah anak berkembang sesuai dengan kodratnya secara bebas atau
liberal. (Suwarno, 1981)
Metode demokratis bersumber dari teori konvergensi yang mengatakan bahwa
perkembangan manusia itu tergantung pada faktor dari dalam dan dari luar. Di
dalam perkembangan anak kita tidak boleh bersifat menguasai anak, tetapi harus
bersifat membimbing perkembangan anak. Di sini tampak bahwa pendidik dan anak
didik sama-sama penting dalam proses pendidikan untuk mencapaitujuan.
Ki Hadjar Dewantoro melahirkan asas pendidikan yang sesuai dengan metode
demokratis, yaitu Tut Wuri Handayani, ing madyo mangun karsa, ing ngarsa asung
tulada artinya pendidik itu kadang-kadang mengikuti dari belakang, kadang-kadang
harus ditengah-tengah berdampingan dengan anak dan kadang-kadang harus
didepan untuk memberi contoh atau tauladan. (Syaifullah,1982)

5. IsiPendidikan
Isi pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan tujuan pendidikan. Secara singkat
tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia seutuhnya, dengan cirri-ciri sebagaiberikut:
a. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yg MahaEsa
b. Berbudi pekertiluhur
c. Memiliki pengetahuan danketerampilan
d. Sehat jasmani danrohani
e. Kepribadian yg mantap danmandiri
f. Bertanggung jawab terhadap masyarakat dan bangsa(Hasbullah,2001)

6. LingkunganPendidikan
Lingkungan pendidikan dapat dikelompokkan berdasarkan lingkungan kebudayaan
yang terdiri dari lingkungan kurtural ideologis, lingkungan politis, lingkungan
anthropologis, lingkungan ekonomi, dan lingkungan iklim geographis.

22
Dari sudut tinjauan lain Langeveld lingkungan pendidikan menjadi lingkungan yang
bersifat pribadi atau pergaulan dan lingkungan yang bersifat kenedaan, segala
sesuatu yang ada di sekelilinganak.
a. LingkunganKeluarga
Selain itu manusia mengalami proses pendidikan sejak lahir bahkan sejak dalam
kandungan. Pendidikan keluarga dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a) Pendidikan Prenatal (pendidikan dalamkandungan)
b) Pendidikan Postnatal (pendidikan setelahlahir)

b. LingkunganSekolah
Setiap orang perlu lembaga tertentu untuk menggantikan sebagian fungsinya
sebagai pendidik. Lembaga ini disebut sekolah. Dasar tanggung jawab sekolah akan
pendidikan meliputi:
a) Tanggung jawab formalkelembagaan
b) Tanggung jawabkeilmuan
c) Tanggung jawab fungsional
d)
c. Lingkunganmasyarakat
Ada 5 pranata sosial (social institutions) yang terdapat di dalam lingkungan sosial
yaitu:
a) pranata pendidikan, bertugas dalam upayasosialisasi
b) pranata ekonomi, bertugas mengatur upaya pemenuhankemakmuran
c) pranata politik, bertugas menciptakan integritas dan stabilitasmasyarakat
d) pranata teknologi, bertugas menciptakan teknik untuk mempermudah
manusia
e) pranata moral dan etika, bertugas mengurusi nilai dan penyikapan dalam
pergaulanmasyarakat.
Keseluruhan komponen-komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang saling
berkaitan dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
(ahmadi,1991)
B. Jalur dan JenjangPendidikan
1. Pengertian
a. JalurPendidikan
Menurut UU No. 20 tahun 2003 Bab VI Pasal 13 Ayat 1 jalur
pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat
saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan formal adalah jalur
pendidikan terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar,luar
pendidikan formal yang dapat dilaksankan secara terstruktur dan berjenjang
pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
(Undang – Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang PendidikanNasional)
b. JenjangPendidikan
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan
berdasarkantingkatperkembanganpesertadidik,tujuanyangakandicapai,

23
dan kemampuan yang dikembangkan (UU No. 20 Tahun 2003 Bab 1, Pasal 1
ayat 8) Jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi.
(UU No. 20 Tahun 2003 Bab 1, Pasal 1 ayat 8)

2. Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan terstruktur dan berjenjang
yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi. Dasar penyelenggaraan pendidikan formal juga telah di atur melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang perubahan atas
peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan, khususnya Pasal 60 ayat 1 yang menyebutkan
bahwa penyelengaraan pendidikan formal meliputi : Pendidikan anak usia dini
jalur formal berupa Taman kanak-kanak (TK) dan Raudhatul Athfal (RA),
pendidikan dasar contohnya: SD, MI, SMP, MTS, SMA, MA, SMK, MAK, dan
pendidikan tinggi contohnya:Diploma, Sarjana, Magister, Spesialis, Doktor.
(Pasal1ayat6PeraturanPemerintahNomor17Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan PenyelengaraanPendidikan)
Pendidikan jalur formal merupakan bagian dari pendidikan nasional yang
bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya sesuai dengan
fitrahnya, yaitu pribadi yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, berahlak mulia, demokratis, menjunjung tinggi hak azasi manusia,
menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, memiliki kesehatan jasmani
dan rohani, memiliki keterampilan hidup yang berharkat dan bermartabat,
memiliki kepribadian yang mantap, mandiri, dan kreatif, serta memiliki
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan yang mampu mewujudkan
kehidupan bangsa yang cerdas dan berdaya saing di era global. Aida
Mj, Ilmu Pendidikan, (Semarang:PutraSanjaya,2005)
a. Jenjang PendidikanDasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi
jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah
Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang
sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah
Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
b. Jenjang PendidikanMenengah
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan
dasar.Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum
dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk
Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK),
atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah dalam
hubungan ke bawah berfungsi sebagai lanjutan dan perluasan
pendidikan dasar, dan dalam hubungan ke atas mempersiapkan
peserta didik untuk mengikuti pendidikan tinggi ataupun memasuki
lapangan kerja.
c. Jenjang PendidikanTinggi
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan
menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana,
magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan
tinggi.Pendidikan tinggi diselenggarakan untuk menyiapkan peserta
didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan

24
akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan,
mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi
dan/atau kesenian.

Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut


perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi,
institut, dan universitas.Output pendidikan tinggi diharapkan dapat mengisi
kebutuhan yang beraneka ragam dalam masyarakat.Dari segi peserta didik
kenyataan menunjukkan bahwa minat dan bakat mereka beraneka
ragam.Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka perguruan tinggi disusun
dalam multistrata.Suatu perguruan tinggi dapat menyelenggarakan satu strata
atau lebih. (Umar Tirtarahardja :2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta:
Rineka Cipta.)
3. Pendidikan Non –Formal
Hasil kajian Tim reformasi pendidikan dalam konteks Otonomi daerah (
Fasil Jalal, Dedi Supriadi. 2001) dapat disimpulkan bahwa apabila pendidikan
luar sekolah (pendidikan nonformal) ingin melayani, dicintai, dan dicari
masyarakat, maka mereka harus berani meniru yang baik dari apa yang
tumbuh dimasyarakat dan kemudian diperkaya dengan sentuhan-sentuhan
yang sistematis dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesusai
dengan lingkungan masyarakatnya. Pendidikan luar sekolah adalah, “suatu
kegiatan yang dilakukan di luar sekolah, yang diselenggarakan oleh suatu
kemasyarakatan‟‟.(Fasil Jalal,Dedi:2001)
Strategi itulah yang perlu terus dikembangkan dan dilaksanakan oleh
pendidikan luar sekolah dalam membantu menyediakan pendidikan bagi
masyarakat yang Karena berabagai hal tidak terlayani oleh jalur
formal/sekolah. Bagi masyarakat yang tidak mampu, apa yang mereka
pikirkan adalah bagaimana hidup hari ini, karena itu mereka belajar untuk
kehidupan; mereka tidak mau belajar hanya untuk belajar, untuk itu
masyarakat perlu didorong untuk mengembangkanya melalui pendidikan
nonformal berbasis masyarakat, yakni pendidikan nonformal dari, oleh dan
kepentingan masyarakat.
Menurut Undang Undang No.20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan Nasional yang dimaksud dengan pengertian non formal adalah
jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara
terstruktur danberjenjang.
Terdapat beberapa jenis lembaga pendidikan yang menyediakan
layanan pendidikan non-formal di Indonesia, yaitu:
a. Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BP-
PLSP)
Adalah unit pelaksanaan teknis di lingkungan Departemen
Pendidikan Nasional di bidang pendidikan luar sekolah. BP-PLSP
mempunyai tugas melaksanakan pengkajian dan pengembangan
program 23 serta fasilitasi pengembangan sumberdaya pendidikan

25
luar sekolah berdasarkan kebijakan Departemen Pendidikan
Nasional.
b. Balai Pengembangan Kegiatan Belajar
(BKB):AdalahunitpelaksanateknisdilingkunganDinasPendidikanProp
insi di bidangpendidikanluar sekolah.BPKBmempunyaitugas
untuk mengembangkan model
programpendidikanluarsekolahsesuaidengankebijakanDinasPendidi
kanPropinsidan
kharakteristik propinsinya.
c. Sanggar Kegiatan Belajar (SKB)
:Adalah unit pelaksana teknis
DinasPendidikanKabupaten/Kotadibidangpendidikanluarsekolah(no
nformal).SKBsecaraumummempunyai tugas
membuat percontohan program pendidikan nonformal,
mengembangkan bahan belajar muatanlokalsesuaidengan
kebijakan dinas pendidikan kabupaten/kota dabpotensi
lokal dareah.
d. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
Suatu lembaga milik masyarakat yang pengelolaannya
menggunakan azas dari, oleh dan
untukmasyarakat.PKBMininmerupakan wahana pembelajaran
danpemberdayaanmasyarakatsehingga mereka semakin mampu
untukmemenuhikebutuhanbelajarnya sendiri.PKBM ini merupakan
sumberinformasidanpenyelenggara berbagai kegiatan
belajarpendidikankecakapanhidup sebagaiperwujudan
pendidikan sepanjang hayat.

e. Lembaga PNF sejenis adalah lembaga pendidikan yang tumbuh


dan berkembang di masyarakat, yang memberikan pelayanan
pendidikan nonformal berorientasi life skills/keterampilan dan tidak
tergolong kedalam kategori-kategaori diatas, seperti; LPTM,
Organisasi Perempuan, LSM dan organisasi kemasyarakatan
lainnya. (Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar
Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara,1992)
4. PendidikanInformal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan yang berada dalam ruang
lingkup keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara
mandiri. Hasil pendidikan informal sekarang ini statusnya sudah diakui seperti
pendidikan formal dan nonformal lainnya, apabila siswa mengikuti ujian dan
dinyatakan lulus sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Walaupun demikian, pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan
seseorang, karena kebanyakan masyarakat pendidikan informal berperan
penting melalui keluarga,masyarakat, dan penguasa. Adapun manfaat
masyarakat dijadikan lingkungan pendidikan yaitu:
a. Bagisekolah.
1. Umpan balik untuk menyempurnakan proses belajar-mengajar
di sekolah sebagai hasilinteraksi.
2. Pemberian mata-mata pelajaran atau bidang-bidang study yang
fungsional yaitu yang bermanfaat dan berguna bagi
masyarakat.
3. Sekolah akan peka menghadapi kebutuhan masyrakat dan
26
kenyataan-kenyataan yang terjadidimasyrakat.

27
4. Sekolah akan menjauhi pengetahuan yang hanya bersifat
verbalita.
5. Membangkitkan motivasi untuk mengadakan penelitian terhadap
fakta yang ada padamasyarakat.
6. Memberikan pengalaman langsung dan praktis kepada anak
didik tentang problema-problema dimasyrakat.
7. Anak didik dan pendidik akan lebih mengenal adat istiadat dan
kebudayaan lingkungannya atau masyarakat, sehingga mereka
juga menyadari pentingnya peranan desa dalam pembangunan
bangsa.
8. Berdasarkan nomor yang diatas, tentu sekolah-sekolah akan
menyiapkan kader-kader pembangunan untuk daerah
pedesaan.
9. Lebih ekonomis, sebab satu objek karyawisata atau KKN dapat
dijadikan tujuan yang berbeda-beda dari bermacam-macam
bidangstudy.
10. Membiasakan anak didik untuk mendekati suatu masalah
secarainterdisipliner.
11. Memberikan kesimbangan yang tepat antara perkembangan
intelektual dan keterampilan praktis.

b. Bagimasyarakat.
1. Pembangunan masyarakat akan lancar sebab setiap lapangan
kehidupan akan dapat bantuan tenaga pendidik dari anak didik
yang ahli dibidangnya.
2. Anggota masyarakat dapat secara jujur dan terbuka menyatakan
keadaan yang sebenarnya di masyarakat, seperti contoh antara
lain: Anggota matsyarakat menyampaikan tentang kursus
pemberantasan buta huruf(PBH).
3. Membantu memecahkan masalah pengangguran di masyarakat,
karena dengan diselenggarakannya antara lain kelompok belajar
pengetahuan dasar (KBPD). KB pendidikan kesejahteraan
keluarga dan KB pendidikankejuruan.
4. Dapat membendung arus urbanisasi di kota besar. 8
Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan yang pertama
dan utama bagi setiap manusia. Seseorang lebih banyak berada
dalam rumah tangga dibandingkan dengan tempat-tempat lain.
Sampai umur 3 tahun seseorang akan selalu berada di rumah
tangga. Pada masa itulah diletakkan dasar-dasar kepribadian
seseorang. Psikiater kalau menemui suatu penyimpangan dalam
kehidupan seseorang, akan mencari sebab-sebabnya pada
masa kanak-kanakitu.

Proses,Struktur, Kurikulum, Pengawasan Pendidikan Informal Pendidikan


informal ini berlangsung dimana saja, selama pergaulan ada dengan orang tua di
rumah tangga,family, dan juga pergaulan di dalam masyarakat, rakyat, maupun
pergaulan pergaulan lainnya.
Nilai dan pengetahuan yang berbentuk melalui pergaulan-pergaulan sehari-
hari sangat banyak faedahnya dalam pembinaan hidup individu, akan tetapi karena
pergaulan ini bermacam corak dan ragam dan terjadi pada semua lapisan

28
masyarakat serta kepribadian heterogen, maka terdapat pengaruh yang
kemungkinan tidak menguntungkan (tidak paedagogis), maka sangat dibutuhkan
kearifan dan perlu selektif dalam hal tersebut.
Penjelasan pendidikan Informal Dalam Undang-undang Ni.20 Tahun 2003
Pendidikan informal telah dijelaskan dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003,
sebagaimana isinya:
a. Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secaramandiri.
b. Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ) diakui dengan
pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai
dengan standar nasionalpendidikan.
c. Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
(Siddik, Dja’far.Konsep Dasar Ilmu Pendidikan Islam,Bandung: Cita
Pustaka Media :2006)

5. Persamaan antar Pendidikan Formal, Informal, danNon-Formal


Persamaan antara pendidikan Formal, Informal dan Nonformal
Berikut Persamaan antara Pendidikan Formal, Informal danNonformal
a. Sama-sama menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran
membaca dan menulis, kecakapan berhitung serta kemampuan
berkomunikasi
b. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dilaksanakan melalui
muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu
pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olahraga dan kesehatan.
9USPN No. 20 Tahun2003
c. Kelompok mata pelajara kewarganegaraan dan kepribadian dilaksanakan
melalui muatan dan atau kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan,
bahasa, seni dan budaya dan pendidikanjasmani.
d. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dilaksanakan
melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan
alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan dan muatan lokal
yangrelavan.
e. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dilaksanakan
melalui muatan dan atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan
alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan dan/atau teknologi
informasi dan komunikasi serta muatan lokalrelavan.
f. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dilaksanakan
melalui muatan dan/ atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan
alam, Ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan dan/atau teknologi
informasi dan komunikasi serta muatan lokal yangrelavan.
g. Kelompok mata pelajaran estetika dilaksanakan melalui muatan dan/atau
kegiatan bahasa,seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang
relavan.
h. Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan dilaksanakan
melalui muatan dan/ atau kegiatan pendidikan jasmani, olah raga,
pendidikan kesehatan, ilmu pengetahuan alam dan muatan lokal yang
relavan.

29
i. Standar komptensi lulusan pendidikan dasar dan menengah dan pendidikan
nonformal dikembangkan oleh BNSP dan ditetapkan dengan Peraturan
Menteri.
j. Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan
prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektuan,
sosial, emosional dan kejiwaan pesertadidik.
k. Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselengarakan
oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen. Pendidikan
kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dannonformal.
l. Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan
formal,nonformal daninformal.
m. Jalur, jenjang dan jenis pendidikan dapat dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan/ataumasyarakat.
n. Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak pindah
keprogram pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yangsetara.
o. Standar kompetensi Lulusan mengacu pada Permendiknas No. 23 Tahun
2006 tanggal 23 Mei2006.
p. Rasio pendidik terhadap peserta didik di tetapkan oleh peraturan menteri
berdasarkan usulanBNSP
q. Setiap satuan pendidikan formal, nonformal dan informal wajib
melakukan penjaminan mutupendidikan.

6. Perbedaan Aspek-Aspek dalam Pendidikan Formal, Informal danNonformal


a. Aspek PesertaDidik
Peserta didik pada satuan pendidikan formal berusia pada usia sekolah
Peserta didik pada satuan pendidikan nonformal dan informal berusia
minimal 3 tahun diatas usia sekolah, khususnya untuk peserta didik PAUD
berusia 0-6 tahun.
b. Aspek kegiatanpendidikan
Kegiatan pendidikan formal berbentuk kegiatan belajar mengajar yang
terstruktur dan berjenjang. Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan
oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
c. Aspek Satuanpendidikan
Satuan pendidikan formal menggunakan kurikulum ditetapkan oleh
pemerintah Satuan pendidikan nonformal dalam bentuk kursus dan
lembaga pelatihan menggunakan kurikulum berbasis kompetensi yang
memuat pendidikan kecakapan hidup dan keterampilan.
d. Aspek SatuanHasil
Hasil pendidikan formal tidak perlu melalui proses penilaian penyetaraan
dari lembaga manapun karena telah mengaju kepada standar nasional
pendidikan Hasil pendidikan nonformal dapat di hargai setara dengan hasil
program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyataraan
oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah
dengan mengacu kepada standar nasional pendidikan.
e. AspekPengawasan
Pengawasan pada pendidikan formal dilakukan oleh pengawas satuan
pendidikan Pengawasan pada pendidikan nonformal dilakukan oleh penilik
satuan pendidikan
f. AspekPengolahaan

30
Pengolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah menerapkan manajeman berbasis sekolah yang ditujukan
dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan dan akunbilitas
sedangkan pada jenjang pendidikan tinggi menerapkan otonomi
perguruan tinggi untuk mendorong kemandirian dalam pengolahan
akademik, operasional, personalia, keuaangan dan area fungsional
kepelolaan lainnya yang diatur oleh masing-masing perguruan tinggi
Penegelolaan satuan pendidikan pada satuan pendidikan nonformal dan
informal menerapkan manajemen berbasis masyarakat dan kondisional
lembaga.
(Siddik, Dja’far. Konsep Dasar Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Cita
Pustaka Media, 2006.)
(Joesoef, Soelaiman. Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah,
Jakarta: Bumi Aksara, 1992.)

B. Pilar-pilar Pendidikan yang direkomendasikanUNESCO

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pilar diartikan sebagai tiang


penyangga (terbuat dari besi atau beton). Pilar-pilar pendidikan yang
dimaksud dalam hal ini adalah bahwa pendidikan akan berjalan dengan
baik sesuai cita dan tujuan bila diusung oleh tiang-tiang penyangga, yaitu sesuai
rekomendasi UNESCO learning to know, learning to do, learning to be dan
learning to live together (Alwi, Hasan, dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka,2003.)

1. Learning to know (belajar untukmengetahui).

Secara harfiah atau terminologis makna dari learning to know


adalah belajar untuk mengetahui. Pada dasarnya kegiatan belajar
apapun maksud tujuannya adalah mengetahui bahan-bahan yang
dipelajari agar seseorang mempunyai banyak informasi yang kelak
berguna. Adapun maksud subtansinya adalah mengetahui yang tidak
sebatas memiliki materi informasi yang sebanyak-banyaknya,
menyimpan dan mengingat selama-lamanya dengan setepat-tepatnya
sesuai dengan petunjuk pelaksanaan yang telah diberikan akan tetapi
kemampuan memahami makna di balik materi ajar yang telah
diterimanya. Dalam bahasa lain memahami makna tersirat dari yang
tersurat.

Jenis belajar ini bukanlah persoalan memperoleh informasi terperinci,


tekodifikasi atau yang tersusun sesuai dengan suatu sistem melainkan
menguasai instrumen-instrumen pengetahuan itu sendiri, bisa dikatakan
melalui konsep ini bahwa seseorang belajar untuk mampu mengetahui makna
tersirat dari yang tersurat,belajar untuk mengerti,memahami dan
mengetahui makna sebenarnya.Dari itu semua hasilnya akan menjadikan
seseorang yang independen, gemar membaca, mau selalu belajar,
mempunyai pertimbangan rasional tidak semata-mata emosional dan
selalu curios untuk tahu segala sesuatu.Karena orang yang berilmu
(mengetahui) dengan tidak berilmu tidaklah sama, hal ini seperti firman Allah
SWT :

31
“Katakanlah: adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-
orangyangtidakmengetahui?”(QS.Az-Zumar:9),(Sudjana,Nana dan
Ibrahim,Penelitian danPenilaianPendidikan, Bandung: Sinar BaruOffset,
1989.)
Learning to know juga sering disebut juga dengan learning to
think (belajar bagaimana berpikir). Berpikir yang terus menerus ini bukan hal
yang mudah. Termasuk disini adalah sasaran agar berpikir secara rasional,
tidak semata-mata mengikuti kata-kata orang atau “membeo”, bahkan
juga tidak mandeg atau tumpul. Hasilnya akan menjadikan seseorang
yang independen, gemar membaca, mau selalu belajar, mempunyai
pertimbangan rasional (logical thinking) tidak semata-mata emosional dan
selalu curious untuk tahu segalasesuatu.

7. Learning to do (belajar untukberbuat).


Learning to do (belajarbertindak/berbuat/berkarya) belajar berkarya
erat hubungannya dengan belajar mengetahui, sebab pengetahuan
mendasari perbuatan. Adapun maksud UNESCO dari learning to do
adalah bagaimana pendidikan mengajarkan perserta didik untuk
mempraktekkan apa yang sudah dipelajarinya dan mengarahkan pada
kemampuan profesional terhadap dunia pekerjaan di masadepannya.
Seseorang tidak hanya berhenti pada dataran berfikir saja terkadang
juga ingin menghasilkan sesuatu dari apa yang dipikirkannya, misalnya
dalam hal transporatasi. Bermula dari berfikir bagaimana agar dapat
berkendaraan lebih cepat dan mudah maka lahirlah sepeda, motor, mobil,
pesawat, dll. Pendidikan sendiri diharapkan tidak saja memberikan
informasi yang sebanyak-banyaknya tapi juga dituntut agar melalui
pendidikan seseorang mampu berbuat sekaligus memperbaiki kualitas
hidupnya, sesuai dengan tantang yang ada, dan ini realistis. Dengan adanya
kompetisi global, seseorang dituntut untuk semakin profesional dan
mempunyai skill berkualitas untuk mampu berkompetisi (Sudjana, Nana
dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung: Sinar
BaruOffset,1989).
Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih
jauh untuk terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga
menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan.Dalam konteks
pendidikan formal, pendidikan dituntut untuk menjadikan anak didik
setelah lulus mampu berbuat dan sekaligus mampu memperbaiki kualitas
hidupnya, sesuai dengan tantangan yang ada,ini realistis. Dengan ketatnya
kompetisi global, semua dituntut untuk semakin profesional (Sukmadinata,
Nana Syodih, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung:Remaja).
Johar MS mengatakan bahwa pendidikan profetik ini tidak diartikan
mengubah tetapi lebih mengkondisikan agar pemberdayaan potensi
dasar manusia dan masyarakat itu menjadi lebih mengalami
peningkatan kualitas dan adaptif terhadap perkembangan lingkungan.28
Bila dicermati bahwa pendidikan bervisi profetik juga didasari pada
semangat untuk berkarya atau semangat untuk mengeluarkan seluruh
potensi manusia agar mau berkarya dan bermanfaat bagi orang lain (Johar
MS, Pendidikan Strategik Alternatif untuk Pendidikan MasaDepan).
Secara sadar maupun tidak, bahwa berkarya atau mengamalkan ilmu
yang sudah didapatnya secara otomatis akan meningkatkan mutu SDM

32
seseorang yang sejatinya akan juga meningkatkan kualitas diri di tengah
lingkungannya dan siap menghadapi tugas kehidupannya masa depan yang
menurut Muchtar Buchori, sebagaimana disitir dalam bukunya Achmadi,
Ideologi Pendidikan Islam, yaitu ada tiga macam:
a) untuk dapat hidup (to make aliving)
Yang dimaksud dapat hidup adalah dapat memenuhi hajathidup
manusia yang palingdasaryakni sandang, pangan dan papan
(tempat tinggal), kesehatan danpendidikan.
b) untuk mengembangkan kehidupan yang bermakna (to lead
meaningfulllife)
Pengertian kehidupan yang bermakna menyangkut masalah
kehidupan jati diri sebagai pribadi muslim dalam mengaktualisasikan dirinya
secara bermakna bagilingkungannya.
c) untuk turut memuliakan kehidupan (to ennoblelife)
Yang dimaksud memuliakan kehidupan adalah berkaitan dengan
persoalan etika dan estetika yang berlaku di lingkungannya. Dengan
semangat untuk terus berkarya atau berbuat akan tercipta mental yang kuat
dalam diri seseorang agar hidupnya terus bermanfaat dan tidak menyia-
nyiakan waktu barang sejenak. Selesai satu pekerjaan ia akan
langsung beralih ke pekerjaan lain, kalaupun tidak ada pekerjaan ia akan cari
pekerjaan atau membuat pekerjaan. Dan ini lah salah satu ciri orang mukmin,
sebagaimana firman Allah SWT:

„‟Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan),


kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. (QS. Al- Insyrah:
7)30‟‟
(Soenarjo, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama RI,
1989.)

8. Learning to be (belajar menjadi dirisendiri).

Learning to be (belajar menjadi diri sendiri) diartikan sebagai


proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Pendidikan
melalui proses pembelajaran juga harus mengarahkan peserta didik pada
penemuan jati dirinya yang utuh, sehingga mempunyai pijakan kuat
dalam bertindak dan tidak mudah terbawa arus, yang pada akhirnya
menjadi manusia yang seluruh aspek kepribadiannya berkembang
secara optimal dan seimbang baik intelektual, emosi, sosial, fisik, moral
maupun religiusitas.Dalam konteks yang seperti demikian, peserta didik
hendaknya diberdayakan untuk berpikir mandiri dan kritis, membuat
keputusan sendiri dalam rangka menentukan apa yang harus
dilaksanakannya di dalam berbagai kontekskehidupan.
Yang pada akhirnya, belajar menjadi diri sendiri akan
membentuk peserta didik berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang
berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil yang
sesungguhnya merupakan proses pencapaian aktualisasi diri dan dapat
dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungannya dimana
dia tinggal dan sekaligus mampu menempatkan diri, untuk dapat survive
adalah dengan mengetahui diri sendiri dan menjadi diri sendiri.
Pendidikan sekali lagi dituntut untuk mengembangkan fitrah danpotensi

33
sebenarnya yang dimiliki karena tidak setiap orang mengetahui secara
alamiah apa sebenarnya potensi yang dimilikinya, ia butuh bantuan orang
lain, lingkungan yang baik dan pendidikan yang mumpuni untuk
menemukannya. Semua manusia hendaknya diberdayakan untuk berpikir
mandiri dan kritis, mampu membuat keputusan sendiri dalam rangka
menentukan bagi mereka apa yang diyakini harus dilaksanakan di dalam
berbagai keadaan kehidupan. Istilah learning to be, selain berarti belajar
menjadi diri sendiri oleh Qodry Azizy juga diartikan dengan belajar bagaimana
tetap hidup atau belajar bisa survive dalam kondisi dan situasi
apapun dan dimanapun.Untuk dapat hidup diperlukan pula “tahu diri” yang
hal ini akan menghasilkan sikap memahaminya diri sendiri, sadar akan
kemampuan, kelebihan dan kekurangan diri dan nantinya akan
menjadikan dirinya mandiri. Pendidikan haruslah mengajarkan kepada
peserta didik agar menjadi “tahu diri” sehingga sadar atas kekurangannya,
kemudian mau belajar. Karena tidak ada sesuatu menjadi besar atau kuat
tanpa belajar. Sadar akan kemampuannya akan membangkitkan kesadaran
terhadap prestasi yang diperoleh. Masih menurut Qodry Azizy, disamping
itu, learning to be (belajar untuk tetap hidup) juga memberi arti
mengajarkan sadar lingkungan untuk menjaga bumi yang diuni dari
kerusakan. Ini juga erat kaitannya dengan tugas manusia sebagai
khalifatullah fil ardh untuk tidak berbuat kerusakan di muka bumiini.
Firman Allah SWT :
„‟Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah
memperbaikinya. (QS. Al-A‟raf : 85)‟‟(Soenarjo, Al-Qur‟an dan Terjemahnya,
Jakarta: Departemen Agama RI, 1989.)

9. Learning to live together (belajar hidupbersosial).

Pemahaman akan pluralisme akan menyadarkan nilai-nilail


universal seperti HAM, demokrasi dan semacamnya. Sikap inklusivisme
yang hanya mau hidup sendiri dan tidak memperhitungkan orang lain tidak
dapat terjadi dan akan punah dengan sendirinya. Kenyataan ini semakin
kongkrit lagi dengan adanya globalisasi yang dikuasai oleh alat-alat
teknologi informasi, dimana pluralisme sama sekali tidak dapat dihindari dan
perlu diketahui juga bahwa setiap orang, kelompok atau golongan memiliki
latar belakang pendidikan, kebudayaan, tradisi dan tahap
perkembangan yang berbeda, maka agar dapat bekerja sama dan
hidup bersama, rukun, damai sejahtera harus hidup dengan
toleransi, saling menghormati dan being sociable (berusaha membina
kehidupan bersama) denganmemahaminya.
Bukankah Allah sendiri menciptakan manusia didunia ini untuk saling
mengenal satu sama lain agar saling terjadi tali persaudaraan dan tolong
menolong antar sesama. Allah SWT berfirman:

„‟Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dariseorang


laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa, bersuku-
suku supaya kamu saling mengenal. (QS. Al-Hujurat : 13), (Soenarjo, Al-
Qur‟andanTerjemahnya,Jakarta:DepartemenAgamaRI,1989.)

34
Akan tetapi, mengandalkan naluri saja tidaklah cukup harus diarahkan
melalui pendidikan, dan learning to live together sebagai salah satu cara
untuk menguatkan visi pendidikan agar nilai-nilai sosial jangan sampai luput
diajarkan pada diri anak, tidak sekedar bersosial tapi bagaimana ia dapat
bermanfaat di tengah sosialnya. Dan masyarakatpun juga ikut berpartisipasi
aktif agar terwujud masyarakat kuat, bermartabat serta bermoral, tanpa saling
membantu hanya akan sia-sia. Melalui tiga tahap proses belajar mengetahui,
belajar berkarya, belajar menjadi diri pada akhirnya ia harus belajar hidup
bersama di tengah masyarakat yang majemuk, bukan menjadi pelengkap tapi
menjadi pribadi yang berguna baik untuk agama, masyarakat dan negara
(Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara Baru,1992).

35
BAB III
HAKIKAT ILMUPENDIDIKAN

A. PENGERTIAN LANDASANPENDIDIKAN
Istilah landasan mengandung arti tumpuan, dasar, atau alas. Mengacu
pada pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa istilah landasan adalah alas
atau pijakan dari suatu hal, atau bisa dikatakan bahwa landasan adalah pondasi
tempat berdirinya suatu hal.
Secara leksikal, landasan berarti tumpuan, dasar atau alas, karena itu
landasan merupakan tempat bertumpu atau titik tolak atau dasar pijakan. Titik
tolak atau dasar pijakan ini dapat bersifat material (contoh: landasan pesawat
terbang); dapat pula bersifat konseptual (contoh: landasan pendidikan).
Landasan yang bersifat koseptual identik dengan asumsi, adapun asumsi dapat
dibedakan menjadi tiga macam asumsi, yaitu aksioma, postulat dan premis
tersembunyi.
Pendidikan antara lain dapat dipahami dari dua sudut pandang, pertama
dari sudut praktek sehingga kita mengenal istilah praktek pendidikan, dan kedua
dari sudut studi sehingga kita kenal istilah studi pendidikan.
Praktek pendidikan adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang
atau lembaga dalam membantu individu atau sekelompok orang untuk mencapai
tujuan pedidikan. Kegiatan bantuan dalam praktek pendidikan dapat berupa
pengelolaan pendidikan (makro maupun mikro), dan dapat berupa kegiatan
pendidikan (bimbingan, pengajaran dan atau latihan).

Studi pendidikan adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang


dalam rangka memahami pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa landasan
pendidikan adalah asumsi-asumsi yang menjadi dasar pijakan atau titik
tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studipendidikan.
1. Jenis-jenis LandasanPendidikan
Ada berbagai jenis landasan pendidikan, berdasarkan sumber
perolehannya kita dapat mengidentifikasi jenis landasan pendidikan
menjadi:
Landasan religius pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang
bersumber dari religi atau agama yang menjadi titik tolak dalam
rangka praktek pendidikan dan atau studipendidikan.
Landasan filosofis pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang
bersumber dari filsafat yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek
pendidikan dan atau studipendidikan.
Landasan ilmiah pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber
dari berbagai cabang atau disiplin ilmu yang menjadi titik tolak dalam
rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan. Tergolong ke
dalam landasan ilmiah pendidikan antara lain: landasan psikologis
pendidikan, landasan sosiologis pendidikan, landasan antropologis
pendidikan, landasan historis pendidikan, dsb. Landasanilmiah

36
pendidikan dikenal pula sebagai landasan empiris pendidikan atau
landasan faktual pendidikan.
Landasan yuridis atau hukum pendidikan, yaitu asumsi-asumsi
yang bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berlaku
yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi
pendidikan.
2. Fungsi LandasanPendidikan
Misi utama mata kuliah landasan-landasan pendidikan dalam
pendidikan tenaga kependidikan tidak tertuju kepada pengembangan
aspek keterampilan khusus mengenai pendidikan sesuai spesialisasi
jurusan atau program pendidikan, melainkan tertuju kepada
pengembangan wawasan kependidikan, yaitu berkenaan
dengan berbagai asumsi yang bersifat umum tentang pendidikan yang
harus dipilih dan diadopsi oleh tenaga kependidikan sehingga menjadi
cara pandang dan bersikap dalam rangka melaksanakantugasnya.
Berbagai asumsi pendidikan yang telah dipilih dan diadopsi oleh
seseorang tenaga kependidikan akan berfungsi memberikan dasar
rujukan konseptual dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi
pendidikan yang dilaksanakannya. Dengan kata lain, fungsi landasan
pendidikan adalah sebagai dasar pijakan atau titik tolak praktek
pendidikan dan atau studi pendidikan. (Sulippan,2009)
3. Pendidikan SebagaiIlmu
Adapun pengertian pendidikan sebagai ilmu menurut para pakar
adalah sebagai berikut:
a) S. Brojonegoro, ilmu pendidikan yaitu teori pendidikan,
perenungan tentang pendidikan, dalam arti luas ilmu
pendidikan yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari soal-soal
yang timbul dalam praktekpendidikan.
b) Imam Barnadib, ilmu yang membicarkan masalah-masalah
umum pendidikan secara menyeluruh dan abstrak. Ilmu
pendidikan bercorak teoritis dan bersifatpraktis.
c) Driyarkara, pemikiran ilmiah yang bersifat kritis, metodis, dan
sistematis tentang realitas yang disebutpendidikan.
Pendidikan adalah fenomena yang fundamental atau asasi dalam
kehidupan manusia. Kita dapat mengatakan, bahwa di mana ada kehidupan
manusia, bagaimanapun juga di situ pasti ada pendidikan (Driyarkara, 1980: 32).
Pendidikan sebagai gejala yang universal, merupakan suatu keharusan bagi
manusia, karena disamping pendidikan sebagai gejala sekaligus juga sebagai
upaya memanusiakan manusia itu sendiri. Dengan perkembangan kebudayaan
manusia, timbullah tuntutan akan adanya pendidikan yang terselenggara lebih
baik, lebih teratur dan didasarkan atas pemikiran yang matang
lebih mempertanggungjawabkan caranya dia mendidik generasi penerusnya
agar lebih berhasil dalam melaksanakan hidupnya, dalam pertemuan dan
pergaulannya dengan sesama dan dunia serta dalam hubungannya dengan
Tuhan. Di sinilah muncul keharusan pemikiran teoritis tentangpendidikan.
Satu hal yang menjadi jelas dari apa yang disebut pendidikan adalah
upaya sadar untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki manusia.
Pengertian demikian selalu dipegang oleh kalangan pendidikan. Dengan
pernyataan lain kalangan pendidikan mencermati pendidikan, disamping sebagai

37
gejala, juga sebagai upaya. Pada gilirannya, pandangan bahwa pendidikan
sebagai gejala sekaligus upaya ini melahirkan teori-teori pendidikan (theories of
education) (Soedomo,1990: 30), secara jelas memberi arti tentang teori
pendidikan. Menurutnya, kata teori menpunyai dua makna sentral. Di satu pihak
teori dapat menunjuk suatu hipotesis atau serangkaian hipotesis yang telah
diverifikasi dengan observasi atau eksperimen, sebagaimana dalam kasus teori
gravitasi. Sebagaimana memandang teori dalam artian ini, teori-teori pendidikan
menunggu pengembangan. Di lain pihak teori dapat juga merupakan sinonim
umum untuk pemikiran sistematik atau serangkaian pemikiran-pemikiran
sistematik atau serangkaian pemikiran-pemikiran yang koheren. Sebagaimana
memandang teori dalam artian ini, pendidikan benar-benar telah menghasilkan
teori yang banyak sekali. (George F. Kneller,1971: 231), berkenaan tidak hanya
dengan apa yang ada, tetapi bahkan banyak juga dengan apa yang harus ada.
Sebagai teori yang dikembangkan secara sadar dalam kaitannya dengan upaya
pendidikan, maka teori pendidikan memiliki keunikan tersendiri apabila
dibandingkan dengan teori penjelas (explanatory theory) yang memandang
pendidikan semata-mata sebagai gejala atau sebagai fenomena atau sebagai
fakta. Karena keterkaitan antara kegiatan berteori dan kegiatan upaya
pendidikan, maka teori pendidikan dapat dikategorikan terutama sebagai teori
praktis (practical theory). P. H. Hirst tetap berpendapat bahwa fungsi utama dan
teori pendidikan adalah untuk membimbing praktek pendidikan (to guide
educational practice).. Teori pendidikan mempunyai aspek ilmiah dan aspek
preskriptif (normatif). (Ernest E. Bayles, 1974: 58)
Teori-teori pendidikan diharapkan merupakan unsur-unsur bangunan
pengetahuan (a body of knowledge) ilmu pendidikan Selanjutnya yang menjadi
pertanyaan yaitu, apakah yang dimaksud dengan ilmu pendidikan itu? Berikut ini
akan dikemukan pandangan sejumlah ahli tentang apa yang dimaksud dengan
ilmu pendidikan. (Soedomo, 3 1-33).
Paedagogiek (ilmu mendidik atau ilmu pendidikan) adalah suatu ilmu yang
bukan saja menelaah objeknya untuk mengetahui betapa keadaan atau hakiki
objek itu, melainkan mempelajari pula betapa hendaknya bertindak.( M.J.
Langeveld ,1995),
Ilmu pendidikan atau paedagogiek adalah teori pendidikan, perenungan
tentang pendidikan. Dalam arti luas paedagogiek adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari soal-soal yang timbul dalam praktek pendidikan. Menurut
(Brodjonagoro,1966: 35),
Ilmu pendidikan adalah pemikiran ilmiah (pemikiran yang bersifat kritis,
metodis dan sistematis) tentang realitas yang kita sebut pendidikan (mendidik
dan didik). Kritis berarti bahwa orang tidak menerima saja apa yang ditangkap
atau muncul dalam benaknya, tetapi semua pernyataan, semua afirmasi harus
mempunyai dasar yang kuat. Orang yang bersikap kritis, ingin mengerti betul-
betul (tidak hanya membeo), ingin mengalami sesuatu dengan seluk-beluknya
dan dasar-dasarnya. Menurut (Driyarkara,1980: 66-67),
Metodis berarti bahwa dalam proses berpikir dan menyelidiki orang
menggunakan suatu cara tertentu. Sistematis berarti bahwa pemikir ilmiah itu
dalam prosesnya dijiwai oleh suatu ide yang menyeluruh dan menyatukan,

38
sehingga pikiran-pikiran dan pendapat-pendapat tidak tanpa hubungan,
melainkan merupakan kesatuan(Rustamalis,2015)

B. ILMU PEDIDIKAN DALAMFILSAFAT


1. Ontologi IlmuPendidikan
Secara terminologi, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu
on atau ontos yang berarti “ada” dan logos yang berarti “ilmu”.
Sedangkan secara terminologi ontologi adalah ilmu tentang hakekat
yang ada sebagai yang ada (The theory of being qua being).
Sementara itu, Mulyadi Kartanegara menyatakan bahwa ontology
diartikan sebagai ilmu tentang wujud sebagai wujud, terkadang disebut
sebagai ilmu metafisiska. Metafisika disebut sebagai “induk semua
ilmu” karena ia merupakan kunci untuk menelaah pertanyaan paling
penting yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupan, yakni
berkenaan dengan hakikatwujud.
Pertama-tama pada latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari
ilmu pendidikan. Adapun aspek realita yang dijangkau teori dan ilmu
pendidikan melalui pengalaman pancaindra ialah dunia pengalaman
manusia secara empiris. Objek material ilmu pendidikan ialah manusia
seutuhnya, manusia yang lengkap aspek-aspek kepribadiannya, yaitu
manusia yang berakhlak mulia dalam situasi pendidikan atau
diharapkan melampaui manusia sebagai makhluk sosial mengingat
sebagai warga masyarakat ia mempunyai ciri warga yang baik (good
citizenship atau kewarganegaraan yang sebaik-baiknya). Agar
pendidikan dalam praktek terbebas dari keragu-raguan, maka objek
formal ilmu pendidikan dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam
fenomena atau situasi pendidikan. Didalam situiasi sosial manusia itu
sering berperilaku tidak utuh, hanya menjadi makhluk berperilaku
individual dan/atau makhluk sosial yang berperilaku kolektif. Hal itu
boleh-boleh saja dan dapat diterima terbatas pada ruang lingkup
pendidikan makro yang berskala besar mengingat adanya konteks
sosio-budaya yang terstruktur oleh sistem nilai tertentu. Akan
tetapipada latar mikro, sistem nilai harus terwujud dalam hubungan
inter dan antar pribadi yang menjadi syarat mutlak (conditio sine qua
non) bagi terlaksananya mendidik dan mengajar, yaitu kegiatan
pendidikan yang berskala mikro. Hal itu terjadi mengingat pihak
pendidik yang berkepribadiaan sendiri secara utuh memperlakukan
peserta didiknya secara terhormat sebagai pribai pula, terlpas dari
factor umum, jenis kelamin ataupun pembawaanya. Jika pendidik tidak
bersikap afektif maka akan terjadi mata rantai yang hilang (the missing
link) atas factor hubungan serta didik-pendidik atau antara siswa-guru.
Dengan egitu pendidikan hanya akan terjadi secar kuantitatif sekalipun
bersifat optimal, misalnya hasil THB summatif, NEM atau pemerataan
pendidikan yang kurang mengajarkan demokrasi jadi kurang
berdemokrasi. Sedangkan manusianya belum utuh. (Gordon 1975: Ch.
I)

2. Epistemologi IlmuPendidikan

39
Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang
diangkat dari dua kata dalam bahasa Yunani,
yaitu episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan atau
kebenaran dan logos berarti pikiran, kata atau teori. Dengan demikian
epistimologi dapat diartikan sebagai pengetahuan
sistematik mengenahi pengetahuan. Ada beberapa pengertian
epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan
untuk memahami apa sebenarnya epistemologi itu. Menurut Asal
Bakhtiar epistimologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang
berhubungan dengan hakekat ilmu pengetahuan, pengandaian, dan
dasarnya serta pertanggung jawaban atas pertanyaantersebut.

3. Aksiologi ilmupendidikan
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani
yaitu: axiosyang berarti nilai. Sedangkan logos berarti teori/ ilmu.
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan
bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi dipahami
sebagai teori nilai. aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut John Sinclair,
dalam lingkup kajian filsafat nilali merujuk pada pemikiran atau suatu
sistem seperti politik, sosial dan agama. Sedangkan nilai itu sendiri
adalah sesuatu yang berharga yang diidamkan oleh setiap insan
(Jujun S.suriasumantri,2005).
Aksiologi berasal dari kata Yunani: axion (nilai) dan logos (teori),
yang berarti teori tentang menyatakan aksiologi adalah teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dan pengetahuan yang diperoleh. Menurut
kamus bahasa Indonesia, aksiologi adalah kegunaan ilmu
pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai
khusunya etika. (Salam, 1997). Sumantri(1996)
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang membicarakan
tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri dan bagaimana manusia
menggunakan ilmu tersebut. Aksiologi disebut teori tentang nilai yang
menaruh perhatian baik dan buruk (good and bad), benar dan salah
(right and wrong), serta tata cara dan tujuan (mean and end).
Dalam aksiologi ada dua komponen yang mendasar, yakni :
a) Etika
Istilah etika berasal dari bahasa yunani “ethos” yang
berarti adat kebiasaan. Dalam istilah lain dinamakan moral yang
berasal dari bahasa latin “mores”, kata jamak dari mos yang
berarti adat kebiasaan. Etika adalah cabang filsafat aksiologi
yang membahas masalah-masalah moral, perilaku, norma, dan
adat istiadat yang berlaku pada komunitas tertentu.
b) Estetika
Estetika merupakan bidang studi manusia yang
mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan
mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat
unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam
suatu hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah
suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifatselaras

40
serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai
kepribadian.
Abdulhak menyarakan aksiologi ilmu pendidikan sebagai nilai
kegunaan teoritis dan nilai kegunaan praktis (Abdulhak, 2008)
a) Aksiologi sebagai Nilai KegunaanTeoritis
Hasil ilmu pendidikan adalah konsep-konsep ilmiah
tentang aspek dan dimensi pendidikan sebagai salah satu
gejala kehidupan manusia. Pemahaman tersebut secara
potensial dapat dipergunakan untuk lebih mengembangkan
konsep-konsep ilmiah pendidikan, baik dalam arti meningkatkan
mutu (validitas dan signifikan) konsep-konsep ilmiah pendidikan
yang telah ada, maupun melahirkan atau menciptakan konsep-
konseo baru, yang secara langsung dan tidak langsung
bersumber pada konsep-konsep ilmiah pendidikan yang telah
ada. Rowntree dalam educational technologi in curuculum
development antara lain menyatakan: bahwa oleh karena
teknologi pendidikan adalah seluas pendidikan itu sendiri, maka
teknologi pendidikan berkenaan dengan desain dan evaluasi
kurikulum dan pengalaman-pengalaman belajar, serta masalah-
masalah pelaksanaan dan perbaikannya. Pada dasarnya
teknologi pendidikan adalah suatu pendekatan pemecahan
masalah pendidikan secara rasional, suatu cara berpikir skeptis
dan sistematis tentang belajar danmengajar
b) Aksiologi Sebagai Nilai KegunaanPraktis
Pemahaman tenaga kependidikan secara konprehensif
dan sistematis turut serta dalam menumbuhkan rasa
kepercayaan diri dalam melakukan tugas-tugas profesionalnya.
Hal ini terjadi karena konsep-konsep ilmiah pendidikan
menerangkan prinsip-prinsip bagaimana orang melakukan
pendidikan. Penguasaan yang mantap terhadap konsep-konsep
ilmiah pendidikan memberikan pencerahan tentang bagaimana
melakukan tugas-tugas profesional pendidikan. Apabila hal ini
terjadi, maka seorang tenaga pendidikan akan dapat bekerja
konsisten dan efisien, karena dilandasi oleh prinsip-prinsip
pendidikan yang jelas terbaca dan kokoh.

C. ALIRAN-ALIRANPENDIDIKAN
Aliran-aliran pendidikan adalah pemikiran-pemikiran yang membawa
pembaharuan dalam dunia pendidikan. Pemikiran tersebut berlangsung seperti
suatu diskusi berkepanjangan, yakni pemikiran-pemikirn terdahulu
selalu ditanggapi dengan pro dan kontra oleh pemikir berikutnya, sehingga timbul
pemikiran yang baru, dan demikian seterusnya. Agar diskusi berkepanjangan itu
dapat dipahami, perlu aspek dari aliran-aliran itu yang harus dipahami. Oleh karena
itu setiap calon tenaga kependidikan harus memahami berbagai jenis aturan-aturan
pendidikan. Dalam dunia pendidikan setidaknya terdapat 3 macam aliran
pendidikan, yaitu aliaran klasik, aliran modern dan aliran pendidikan pokok di
Indonesia.
1. Aliran Empirisme
Aliran ini menganut paham yang berpendapat bahwa segala
pengetahuan, keterampilan dan sikap manusia dalam

41
perkembanganya ditentukan oleh pengalaman (empiris) nyata melalui
alat inderanya baik secara langsung berinteraksi dengan dunia
luarnya maupun melalui proses pengolahan dalam diri dari apa yang
didapatkan secaralangsung
Jadi segala kecakapan dan pengetahuanya tergantung,
terbentuk dan ditentukan oleh pengalaman. Sedangkan pengalaman
didapatkan dari lingkungan atau dunia luar melalui indra, sehingga
dapat dikatakan lingkunganlah yang membentuk perkembangan
manusia atau anak didik. Bahwa hanya lingkunganlah yang
mempengaruhi perkembangan anak.
John Locke (dalam Joseph: 2006) tak ada sesuatu dalam jiwa
yang sebelumnya tak ada dalam indera. Ini berarti apa yang terjadi,
apa yang mempegaruhi apa yang membentuk perkembangan jiwa
anak didik adalahlingkungan melalui pintu gerbang inderanya yang
berarti tidak ada yang terjadi dengan tiba-tiba tanpa melalui proses
penginderaan. (Joseph, 2006).
2. Aliran Nativisme.
Teori ini merupakan kebalikan dari teori empirisme, yang
mengajarkan bahwa anak lahir sudah memiliki pembawaan baik dan
buruk. Perkembangan anak hanya ditentukan oleh pembawaanya
sendiri-sendiri. Lingkungan sama sekali tidak mempengaruhi apalagi
membentuk kepribadian anak. Jika pembawaan jahat akan menjadi
jahat, jika pembawaanyan baik akan menjadi baik. Jadi lingkungan
yang diinginkan dalam perkembangan anak adalah lingkungan yang
tidak dibuat-buat, yakni lingkungan yang alami.
3. Aliran Konvergensi.
Faktor pembawaan dan faktor lingkungan sama-sama
mempunyai peranan yang sangat penting, keduanya tidak dapat
dipisahkan sebagaiman teori nativisme teori ini juga mengakui bahwa
pembawaan yang dibawa anak sejak lahir juga meliputi pembaeaan
baik dan pembawaan buruk. Pembawaan yang dibawa anak pada
waktu lahir tidak akan bisa berkembang dengan baik tanpa adanya
dukungan lingkungan yang sesuai dengan pembawaan tersebut.
bahwa perkembangan anak tergantung dari pembawaan dari
lingkugan yang keduanya merupakan sebagaiman dua garis yang
bertemu atau menuju pada satu titik yang disebutkonvergensi.
Dari beberapa uraian diatas, teori yang cocok dapat diterima
sesuai dengan kenyataan adalah teori konvergensi, yang tidak
mengekstrimkan faktor pembawaan, faktor lingkungann atau alamiah
yang mempengaruhi terhadap perkembangan anak, melainkan
semuanya dari faktor-faktor tersebut mempengaruhi terhadap
perkembangan anak.( William Stern dalam Tim Dosen 2006: 79)
4. Aliran Naturalisme.
Aliran ini mempunyai kesamaan dengan teori nativisme bahkan
kadang-kadang disamakan. Padahal mempunyai perbedaan-
perbedaan tertentu. Ajaran dalam teori ini mengatakan bahwa anak
sejak lahir sudah memiliki pembawaan sendiri-sendiri baik bakat minat,
kemampuan, sifat, watak dan pembawaan-pembawaan lainya.
Pembawaan akan berkembang sesuai dengan lingkungan alami, bukan
lingkungna yang dibuat-buat. Dengan kata lain jika pendidikan diartikan

42
sebagai usahan sadar untuk mempengaruhi perkembangan anak
seperti mengarahkan, mempengaruhi, menyiapkan, menghasilkan
apalagi menjadikan anak kea rah tertentu, maka usaha tersebut
hanyalah berpengaruh jelek terhadapperkembangan anak. Tetapi jika
pendidikan diartikan membiarkan anak berkembang sesuai dengan
pembawaan dengan lingkungan yang tidak dibuat-buat (alami) makan
pendidikan yang dimaksud terakhir ini betrpengaruh positif terhadap
perkembangan anak.

43
LATIHAN SOAL
1. Mengapa Nativisme menolak pengaruh pendidikan? Jelaskanalasannya!
2. Mengapa Nativisme disebut pesimispaedagogik?
3. Mengapa Naturalisme menolak pengaruh pendidikan? Jelaskanalasannya!
4. Mengapa Naturalisme disebut negativepaedagogik?
5. Jelaskan perbedaan Nativisme dan Naturalisme tentang pembawaan
manusia!
6. Mengapa empirisisme menganggap pendidikan itu penting? Jelaskan
alasanya!
7. Mengapa Konvergensi menganggap pendidikan itu penting? Jelaskan
alasanya!
8. Jelaskan perbedaan Empirisisme dan Konvergensi tentang peranan
pembawaanterhadap perkembanganmanusia!
9. Menurut Saudara, mengapa manusia perlu di didik? Jelaskan alasan
Saudara!
10. Manusia itu mempunyai sifat hakiki, jelaskan maksud sifat hakikiitu?

44
JAWABAN
1. Pandangan nativisme Adalah Pandangan atau aliran Pendapat Hubungan
Manusia dengan Pendidikan dikemukakan oleh Arthur Schopenhauer dari
Jerman pada tahun 1788-1880 Pandangan Nativisme Berpendapat :
Perkembangan individu semata-mata ditentukan oleh faktor yang dibawa
sejak lahir. Maksud dari pandangan ini adalah anak semenjak lahir sudah
membawa pembawaan sendiri yang berupa sifat baik ataupun jelek dari
orang tuanya. Sehingga hasil pendidikan ditentukan oleh anak itu sendiri.
Pandangan ini menolak pengaruh lingkuingan dalam pendidikan yang dapat
memepengaruhi hasilpendidikan.
2. Nativisme disebut pesimisme paedagogikkarena pendidikan (ajar) dan segala
pengaruh dari luar dianggap tak berdaya mengubah kekuatan-kekuatan yang
dibawa sejak lahir ataupembawaan.
3. Pandangan naturalisme adalah Pandangan manusia hubungannya dengan
pendidikan yang dikemukakan oleh JJ Rousseau dari Prancis tahun 1712-
1778. Berpendapat bahwa Semua anak lahir dengan pembawaan yang baik
dan tak ada seorangpun dengan pembawaan jelek. Pandangan ini
menganggap bahwa pembawaan baik bisa rusak karena pengaruh
lingkungan. Jadi pandangan ini kurang memandang penting arti pendidikan
bagi perkembangan anak.
4. Disebut Negative paedagogik karena menurut aliran naturalisme sifat
manusia tumbuh menurut qodrat alam. Dan anak tidak perlu mendapatkan
pendidikan ataupun campur tangan lingkungan. Agar sifat anak yang baik itu
tidak rusak atau menjadi buruk dikarenakan faktor manusia melalui proses
pendidikan ataupunlingkungan.
5. Antara Nativisme dan Naturalisme itu sangat berbeda atau dapat diakatakan
keduanya berbanding terbalik,menurutaliran Nativisme
bahwa keberhasilan proses pendidikan itu berasal dari dalam diri anak itu
sendiri, dengan alasan “karena pengaruh lingkungan tidak akan berdaya
dalam merubah perkembangan anak / pembawaan”.Berbanding terbalik
dengan Nativisme, menurut Naturalisme itu lebihbanyak menekankan bahwa
“kita harus menyerahkan anak kepada alam / kodratnya” dalam proses
pendewasaan yang berarti hanyaalam/lingkungan yang memberi pengaruh
pada anak tersebut tidak boleh ada pengaruh dari lingkungan atau
pendidikan.
6. Menurut teori empirisme, manusia tidak memiliki pembawaan. Seluruh
perkembangan hidupnya sejak lahir sampai dewasa semata-mata ditentukan
oleh Jawab faktor dari luar atau faktor lingkungan hidup dan pendidikan.
Salah seorang pelopor teori empirisme ialah John Locke, seorang ahli filsafat
orang Inggris yang hidup pada tahun 1632-1704. Ia mengatakan bahwa anak
lahir seperti kertas putih yang belum mendapat coretansedikitpun.
7. Pandangan Konvergensi dikemukakan oleh William Stern dari Jerman tahun
1871-1939.Beliau berpendapat dalam proses perkembangan anak Factor
bawaan ataupun Faktor lingkungan memberikan kontribusi yang sepadan.
Meski demikian pandangan ini tidak memisahkan secara kotak-kotak antara
faktor keduannya. Faktor bawaan dapat berkembang optimal bila lingkungan
kondusif dan mendukung. Sedangkan lingkungan yang baik tidak akan
berpengaruh bila seorang anak tidak memiliki bawaan yangsesuai.

45
8. Perbedaan antara empirisisme dan konvergensi yaitu, menurut empirisisme
faktor lingkungan sangat penting dalam proses perkembangan anak
sementara faktor bawaan itu tidak penting dalam perkembangan anak.
Berbeda dengan konvergensi, menurut konvergensi kedua hal itu yaitu faktor
bawaan dan lingkungan atau pendidikan sangat penting dalam proses
perkembangananak.
9. Alasan saya yaitu karena tanpa pendidikan manusia tidak akan berkembang
dengan baik melalui proses pendidikan bakat bawaan dari dalam diri seorang
anak itu akan berkembang dengan baik/karena manusia punya potensi untuk
dididik.
10. Sifat hakiki manusia menurut filsafat eksistensial yaitu erat hubungannya
dengan kehidupan kita sehari-hari dengan adanya manusia sendiri. Filsafat
berdasarkan dan berpangkal pada kita yang konkrit pada diri kita yang hidup
di dua dunia dengan persoalan yang dihadapi. Sifat yang prinsip, sifat yang
kokoh yang dimiliki manusia tidak dimilki makhluk lain/sifat yang mutlak pada
dirimanusia.

46
BAB IV
Keterkaitan Manusia Dengan Pendidikan
Pembahasan
Manusia seperti yang kita ketahui sangat erat sekali hubungannya dengan
kebudayaan dan pendidikan. Pendidikan merupakan upaya untuk memelihara
kebudayaan, “ Education as Cultural Conservation ”. Disini peran pendidikan
sebagai pelestarian budaya dan pendidikan harus didasarkan kepada nilai – nilai
kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Sebab
kebudayaan tersebut telah teruji dalam segala zaman, kondisi dan sejarah.
Kebudayaan adalah esensial yang mampu mengemban hari kini dan masa depan
umat manusia ( Mohammad Noor Syam, 1984 ). Pendidikan merupakan suatu
sistem untuk meningkatkan kualitas hidup dalam segala aspek kehidupan dan
sekaligus sebagai upaya pewarisan nilai – nilai budaya bagi kehidupanmanusia
a. Esensi Manusia Dari BerbagaiPerspektif

a) Eksitensialisme
Eksistensialisme secara etimologi berasal dari kata eksistensi yang dalam
bahasa Latin adalah existere (ex: keluar, dan sistere: tampil, muncul) yang
berarti ada, muncul, atau memiliki keberadaan aktual.
Esensi lebih mengacu pada aspek-aspek yang lebih permanen dan
mantap dari sesuatu yang berlawanan dengan yang berubah-ubah, parsial
atau fenomenal.Terdapat perbedaan antara eksistensi dan esensi, yaitu
eksistensi lebih menekankan kepada apa yang nampak sedangkan esensi
kepada apa yang tidak nampak atau yang tersembunyi dari sesuatu, atau
disebut juga hakikat sesuatu. Eksistensialisme, secara terminologi ialah aliran
filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal kepada
eksistensi,atau tentang adanya sesuatu, akan tetapi eksistensi di sini tidaklah
cukup jika hanya diartikan dengan ada, mengada, atau berada, karena
ungkapan eksistensi ini mempunyai arti yang lebih khusus, yaitu cara
manusia berada di dalam dunia, di mana cara berada manusia berbeda
dengan cara berada benda-benda. Benda-benda tidak sadar akan
keberadaannya, dan benda-benda yang berdampingan pun berada tanpa ada
hubungan, dalam arti tidak saling berinteraksi. Manusia tidaklah demikian,
manusia menyadari keberadaannya dan karena manusialah bendabenda
menjadi bermakna. Dari kedua cara berada yang berbeda tersebut, filsafat
eksistensialisme menegaskan bahwa untuk benda-benda disebut “berada”,
sedangkan manusia disebut “bereksistensi”. Manusia bereksistensi berarti
manusia berdiri sebagai diri sendiri dengan seolah-olah keluar dari dirinya,
dan segala sesuatu yang berada disekitarnya dihubungkan dengan dirinya.
Manusia menyadari bahwa dirinya ada, dan menentukan keadaannya dengan
segala perbuatannya di dunia.Hal ini menjelaskan bahwa manusia akan
menemukan dirinya sebagai pribadi dengan cara keluar dari dirinya sendiri,
serta menyibukkan diri dengan segala sesuatu yang berada di luar dirinya.
Para eksistensialis membedakan antara eksistensi dan esensi. Eksistensi
merupakan keadaan yang aktual, terjadi dalam ruang dan waktu. Berbeda
dengan esensi, yang berarti hahikat sesuatu. Esensi membedakancorak

47
suatu benda dengan corak benda-benda lainnya. Seseorang yang memahami
ide atau konsep esensi suatu benda, maka sudah bisa memikirkan benda
tersebut tanpa memedulikan tentang adanya. Manusia tidaklah demikian,
seperti halnya pendapat Sartre, bahwa dasar bersama bagi kaum
eksistensialis adalah eksistensi manusia mendahului esensinya.

b) Psikoanalitik
Psikoanalisa yang menekankan analisis terhadap struktur kejiwaan
manusia yang relative stabil dan menetap. Aliran ini dipelopori oleh Sigmund
Freud (1856-1939) yang kemudian disempurnakan oleh Carl Gustav Jung
dan Erik H. Erikson. Ciri utama Psikoanalitik iniadalah:
a. Menentukan aktivitas manusia berdasarkan dinamika struktur kejiwaan
yang terdiri dari id, ego dan super ego. Lebih lanjut, id merupakan sumber
dari impuls-impuls yang menuntut untuk dipuaskan dan ia tunduk pada
kesenangan (pleasure principle), sementara ego merupakan sistem
kesadaran manusia yang bertugas untuk memuaskan id cara yang
disetujui oleh superego.
b. Motif dasar penggerak struktur jiwa manusia adalah libido dan insting
yang terdiri dari eros (insting yang mengarah pada kehidupan –
konstruktif – membangun dan memelihara) dan tanatos (insting yang
mengarah kepada kematian – destruktif – merusak dan menghancurkan),
motif-motif dasar ini berkedudukan di dalamid.
c. Alam kesadaran manusia terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu; alam pra
sadar (pre-conscious), alam tak sadar (unconscious) dan alam sadar
(conscious).
d. Memandang bahwa gangguan mental disebabkan oleh ketidakmampuan
ego menyelaraskan pemenuhan id dengan nilai-nilai yang dianut super
ego. Pandangan psikoanalisa terhadap perilaku beragama manusia Jika
ditelaah lebih lanjut, teori psikoanalisa membagi strukturkejiwaan manusia
menjadi 3 aspek yaitu, aspek biologis (struktur id), aspek psikologis
(struktur ego) dan aspek sosiologis (struktur super ego). Psikoanalisa
sama sekali tidak membahas aspek religiusitas dan spiritualis yang mau
tidak mau dimiliki oleh manusia. Freud tidak mengikutkan aspek
keagamaan dalam teoriteorinyakarena:
1). Teori psikoanalis dikembangkan Freud bersandar pada hasil
penelitian-penelitiannya terhadap individu-individu yang mengalami
gangguan mental dan fisik dengan tidak pernah sama sekali meneliti
individu sehat mental danfisik,
2). Struktur kejiwaan yang dibangun Freud tidak 7 menyentuh alam supra
sadar (atas sadar), sementara agama berada pada alam atas sadar,
dan,
3). Agama yang dijadikan fokus penelitian oleh Freud adalah agama-
agama primitif seperti animism dan dinamisme, bukan agama
monoteisme yang rasional atau supra rasional, dengan kata lain objek
penelitiannya tidak lengkap sehingga kesimpulan Freud tentang
agamapun tidak menyentuh pada hakikat ajaran agama yang
sesungguhnya.

48
c) Humanistik
Humanistik adalah aliran psikologi yang menekankan fahamnya pada
kekuatan dan keistimewaan manusia. Menurut aliran ini manusia lahir dengan
citra dan atribut yang baik dan dipersiapkan untuk berbuat baik pula. Diantara
citra baik tersebut adalah sifat-sifat dan kemampuan khusus manusia, seperti
berpikir, berimajinasi, bertanggungjawab, berestetika, beretika, dan
sebagainya. Orientasi aliran ini lebih menekankan pada pola-pola
kemanusiaan sehingga ia lebih dikenal sebagai aliran yang berpaham
humanisme. Pandangan Humanistik terhadap Perilaku Beragama Aliran ini
membahas spiritualitas dalam strukturnya, namun spiritual yang dimaksudkan
bukanlah agama, tetapi sebatas pada ketergantungan manusia terhadap
sesuatu yang belum atau tidak realistik. Lebih lanjut, Viktor Frankl, pelopor
logoterapi menyatakan bahwa maksud spiritual tidak mengandung pengertian
agama. Spiritual diartikan sebagai inti kemanusiaan dan sebagai sumber
hidup dan potensi dari berbagai kemampuan dan sifat luhur manusia yang
luarbiasa.

d) Behavioristik
Behavioristik adalah aliran psikologi yang menekankan teorinya pada
perubahan tingkah laku manusia. Aliran ini dipelopori oleh John Millar, BF.
Skinner dan Neal E Miller. Mazhab behavioristik menolak bahwa struktur
kejiwaan manusia yang relative stabil dan menetap, mereka berkeyakinan
bahwa tingkah laku individu mudah berubah yang dipengaruhi oleh
lingkungan sekitarnya. Menurut pandangan mazhab ini, manusia dilahirkan
dalam kondisi kosong atau netral, sehingga tingkahlaku yang ada merupakan
wujud dari kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk oleh 10 lingkungan. Seiring
dengan perkembangannya, mazhab ini banyak menyumbangkan teori-teori
modifikasi perilaku termasuk teori-teori tentang belajar. Menurut pandangan
mazhab ini perilaku manusia tidak lebih dari respon terhadap stimulus yang ia
terima (teori S-R, teori awal aliran ini), respon-respon yang ditampilkan oleh
manusia juga ikut dipengaruhi oleh penguatan (reinforcement) yang ia terima
dari lingkungan. Pendek kata dalam pandangan mazhab ini tingkah laku
manusia sangat mungkin untuk diprediksikan dan dimodifikasi. Lebih lanjut,
mazhab ini sama sekali tidak tertarik pada pembahasan struktur kejiwaan,
mereka hanya membahas perilaku, terutama proses terjadinya dan
bagaimana caranya perilaku tersebut bisa jadi menetap. Lebih lanjut, objek
penelitian yang dilakukan oleh ilmuan psikologi dari mazhab ini adalah
hewan, kemudian hasil penelitian tersebut digunakan untuk membahasa dan
mengkaji dinamika perilaku manusia, seperti; Pavlov dengan penelitiannya
tentang perilaku anjing, skinner dengan penelitiannya tentang perilaku
merpati, dan peneliti lain yang meneliti simpanse, tikus, dan lain-
lain.Pandangan Mazhab Behavioristik terhadap Perilaku Beragama Menurut
Skinner, keyakinan manusia terhadap suatu agama dan upacara ritual untuk
mengagungkan Tuhan yang terkandung dalam agama merupakan
tingkahlaku tahayul, sepert halnya tingkah laku burung merpatikelaparan

49
yang terus menerus mengulangi perilaku khusus untuk mendapatkan
penguatan (reinforcement) yang berupa makanan (Bastaman, HD.1995).

e) Pancasila
Pancasila memandang hakikat manusia memiliki sudut pandang yang :
a. Monodualistik danMonopluralistik
b. Keselarasan, keserasian, dankeseimbangan
c. Integralistik, kebersamaan, dankekeluargaan
Konsep manusia Indonesia seutuhnya dikembangkan atas pandangan
hidup bangsa Indonesia yakni pancasila, yang menganut paham integralistik
disesuaikan dengan struktur sosial masyarakat yang ber-Bhinneka Tunggal
Ika. (sudah jelas disitu ada paham integralistik dan ber-Bhinneka Tunggal Ika
yang berarti sudut pandang dari integralistik, kebersamaan, dan
kekeluargaan.)
Kemudian dengan pandangan hidup pancasila, pengembangan manusia
Indonesia seutuhnya diusahakan agar hidup selaras, serasi, dan seimbang
dalam konteks hubungan manusia dengan ruang lingkupnya. (hal ini sesuai
dengan sudut pandang keselarasan, keserasian, dan keseimbangan.)
Dan selanjutnya, sesuai dengan dasar pengendalian diri dalam mengejar
kepentingan pribadi, maka manusia Indonesia yang mendasarkan diri pada
pandangan hidup pancasila dalam mewujudkan tujuan hidupnya, memiliki
kesadaran bahwa setiap gerak arah dan cara-cara melaksanakan tujuan
hidupnya senantiasa dijiwai oleh pancasila. (dari hal ini monodualistik
terdapat pada kepentingan pribadi yang artinya sama dengan individual, yaitu
individu yang mendasarkan diri pada pandangan hidup pancasila untuk tujuan
hidupnya. Sedangkan monopluralistik, yaitu tujuan hidup tersebut senantiasa
dijiwai oleh pancasila.)
NILAI-NILAI KELIMA PANCASILA
1. SILA KETUHANAN YANG MAHAESA
a. Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan
agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan
yang adil danberadab.
b. Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan
penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina
kerukunanhidup.
c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dankepercayaannya.
d. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada oranglain.
e. Menolak kepercayaan atheisme diIndonesia.

2. SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DANBERADAB


a. Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan
kewajiban antara sesamamanusia.
b. Saling mencintai sesamamanusia.
c. Mengembangkan sikap tenggangrasa.
d. Tidak semena-mena terhadap oranglain.
e. Menjunjung tinggi nilaikemanusiaan.
f. Gemar melakukan kegiatankemanusiaan.

50
g. Berani membela kebenaran dankeadilan.
h. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat
manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan
bekerjasama dengan bangsalain.

3. SILA PERSATUANINDONESIA
a. Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan
bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi ataugolongan.
b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dannegara.
c. Cinta Tanah Air danBangsa.
d. Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah AirIndonesia.
e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-
Bhinneka TunggalIka.

4. SILA KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN


DALAM PERMUSYAWARATAN /PERWAKILAN
a. Mengutamakan kepentingan negara danmasyarakat.
b. Tidak memaksakan kehendak kepada oranglain.
c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentinganbersama.
d. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangatkekeluargaan.
e. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasilmusyawarah.
f. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati
nurani yangluhur.
g. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dankeadilan.

5. SILA KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYATINDONESIA


a. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan
sikap dan suasana kekeluargaan dangotong-royong.
b. Bersikapadil.
c. Menjaga keseimbangan antara hak dankewajiban.
d. Menghormati hak-hak oranglain.
e. Suka memberi pertolongan kepada oranglain.
f. Menjauhi sikap pemerasan terhadap oranglain.
g. Tidak bersifatboros.
h. Tidak bergaya hidupmewah.
i. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentinganumum.
j. Suka bekerjakeras.
k. Menghargai hasil karya oranglain.
l. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilansocial

b. Teori PerkembanganManusia
Setiap individu memiliki cara unik dalam masa tumbuh kembangnya.
Kemampuan individu untuk memunculkan kemajuan tiap fase perkembangan
berdampakpadaperubahankesehatan.Sekarang,perawatbutuhmengadopsinilai

51
perspektif tiap fase perkembangan masa hidup individu. Perawat juga
menambahkan nilai-nilai budaya saat memberikan pengkajian tumbuh kembang
klien. Pemahaman mengenai tumbuh kembang tesebut membantu perawat dalam
merancang pertanyaan-pertanyaan guna catatan kesehatan dan pemberian
pengajaran kesehatan yang sesuai umur. Banyak orang menggunakan istilah
pertumbuhan dan perkembangan dalam arti yang sama, padahal keduanya sangat
berbeda. Pertumbuhan menjelaskan perubahan kuantitatif, bertambahnya ukuran
dan struktur. Sedangkan, perkembangan adalah perubahan kualitatif terhadap
lingkungan. Perkembangan sering disebut sebagi seri progresif dari penuaan atau
perubahan koheren menuju kedewasaan. Term “progresif” disini berarti perubahan
signifikan yang maju, bukan mundur. (Hurlock dalam “Child Development 4th
Edition,” 1964) Perkembangan kehidupan individu berhubungan dengan banyak
bidang psikolgi: psikologi biologis, psikologi kognitif, psikologi abnormal, psikologi
sosial, dan bidang-bidang psikologi lain yang menjelaskan bagaimana individu
berkembang. Dalam menghadapi perkembangan dikenal perspektif masa hidup.
Menurut pakar perkembangan masa hidup, Paul Baltes dalam “Life-span
Development 9th Edition,” 1987, perspektif masa hidup (life-span development)
mencakup tujuh kandungandasar:
a. Perkembangan bersifat seumur hidup Tidak ada periode usia yang
mendominasi perkembangan. Perkembangan meliputi keuntungan dan
kerugian yang berinteraksi dalam cara dinamis sepanjang siklus kehidupan
(Baltes, 1989; Lerner1990).

b. Perkembangan bersifat multidimensional Perkembangan terdiri atas dimensi


biologis, kognitif, dan sosial. Bahkan, dalam satu dimensi terdapat banyak
komponen. Contoh: intelegensi abstrak, intelegensi non verbal, intelegensi
sosial, danlain-lain.

c. Perkembangan bersifat multidireksional Komponen dari suatu dimensi dapat


meningkat seiring perkembangan sementara komponen lain menurun.
Contoh: orang dewasa tua dapat semakin arif karena mampu menjadikan
pengalaman sebagai panduan bagi pengambilan keputusan intelektual, tetapi
melaksanakan secara lebih buruk tugas-tugas yang menuntut kecepatan
dalam memprosesinformasi.

d. Perkembangan bersifat lentur (plastis) Perkembangan dapat mengambil


banyak jalan. Kelenturan berarti perkembangan dapat berubah mengikuti
perubahan karakteristik. Contoh: peneliti telah mendemonstrasikan bahwa
kemampuan penalaran orang dewasa dapat ditingkatkan denganpelatihan.

e. Perkembangan melekat secara kesejarahan Perkembangan dipengaruhi oleh


kondisi-kondisi kesejarahan. Contoh: pengalaman orang-orang usia 40 tahun
yang hidup pada masa depresi berat sangat berbeda dengan pengalaman
orang-orang usia 40 tahun yang hidup pada akhir perang dunia II yang
optimistik.

f. Perkembangan dipelajari oleh sejumlah disiplin Para psikolog, sosiolog,


antropolog, neurosains, dan peneliti kesehatan mempelajariperkembangan

52
manusia dengan berbagai persoalannya untuk membuka misteri
perkembangan sepanjang masahidup.

g. Perkembangan bersifat kontekstual Individu secara terus menerus merespon


dan bertindak berdasarkan konteks yang meliputi perubahan biologis dan
lingkungan fisik, serta konteks sosial, kesejarahan, dan kebudayaan
seseorang. Individu dilihat sebagai mahluk yang sedang berubah di dalam
dunia yang sedang berubahpula.

Teori Perkembangan Perkembangan manusia merupakan proses yang kompleks


dan dinamis karena hal tersebut juga mencakup perubahan dalam proses biologis
maupun kognitif di dalam tubuh manusia. Teori-teori perkembangan yang dibuat
tidak dapat hanya dijelaskan dengan satu teori atau satu bagian saja yang tidak
akan mencakup semua aspek perkembangan. Beberapa teori yang dikemukakan
oleh Potter dan Perry dalam “Fundamentals of Nursing. 6th Edition,” 2005, adalah
teori perkembangan biofisik dan psikososial. Teori-teori ini dapat membantu perawat
dalam melakukan perawatan yang tepat padaklien.
1. Teori PerkembanganBiofisik
Teori perkembangan biofisik akan membahas tentang perubahan yang
terjadi pada tubuh manusia saat berkembang. Pengukuran dan
perbandingan yang terjadi dapat dilakukan sejak neonatus (bulan pertama
kelahiran) sampai dewasa pada pertumbuhan normal. Teori ini
menggambarkan proses maturasi (masa menuju kedewasaan) secara
biologis. Menurut teori perkembangan Gesell (1948), pola perkembangan
setiap anak dipengaruhi oleh faktor genetik dengan ciri khas yang dimiliki.
Meskipun faktor lingkungan juga dapat mengubah dan memodifikasi pola
tersebut tetapi hal itu tidak menyebabkan kemajuan perkembangan. Sebagai
contohdariadanyaperkembanganbiofisik,yaitupadausipra-sekolah(usia
3 sampai 5 tahun), terjadi peningkatan koordinasi otot besar dan halus
sehingga mereka dapat beraktivitas, seperti melompat dengan berganti kaki,
berlari, menaiki dan menuruni tangga dengan mudah, serta meniru gambar
garis atau kotak.
2. Teori PerkembanganPsikososial
Teori perkembangan psikososial menggambarkan pendiskripsian
perkembangan seseorang yang dilihat dari kepribadian, temperamen, dan
emosi. Perkembangan ini dipengaruhi oleh biologis seseorang dan
lingkungan sekitarnya. Menurut Potter dan Perry dalam buku “Fundamentals
of Nursing 7 th Edition,” 2009, terdapat beberapa teori perkembangan
psikososial yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya Sigmund Freud,
Erik Erikson, dan Robert Gould. Menurut teori perkembangan kepribadian
oleh Sigmund Freud (1856-1939), terdapat model lima tahapan
perkembangan psikoseksual dan tiap tingkatan ditandai dengan kesenangan
secara seksual pada beberapa bagian tubuh. Beberapa tahapan tersebut,
antara lain oral, anal, phallic, laten, dan genital. Pada tahap pertama, oral
(lahir sampai usia 1,5 tahun), kesenangan berada pada mulut, seperti
menghisap jari.. Selanjutnya, tahap anal (usia 1,5 sampai 3 tahun)
merupakan tahap adanya kesenangan pada area anal, yaitu buang air
besar. Tahap ketiga yaitu phallic atau oedipal (usia 4 sampai 6tahun).

53
Tahap ini adanyan kesenangan organ genital, seperti anak lelaki mulai
tertarik dengan penis. Kemudian, tahap keempat, laten (usia 6 sampai masa
pubertas). Laten merupakan tahap yang ditandai dengan rangsangan
seksual yang menimbulkan energi untuk membangun hubungan sosial.
Tahapan terakhir adalah genital (usia pubertas sampai dewasa). Tahap
dimana adanya kematangan seksual sehingga menimbulkan adanya
ketertarikan dengan individu di luar keluarga. Menurut Erik Erikson (1902-
1994), perkembangan manusia terjadi seumur hidup dan lebih berfokus
terhadap psikososial dibandingkan dengan psikoseksual. Ada delapan tahap
perkembangan Erikson, yaitu kepercayaan vs ketidakpercayaan, otonomi vs
rasa malu dan ragu, inisiatif vs rasa bersalah, industri vs inferioritas,
identitas vs peran yang membingungkan atau kebingungan peran, keintiman
vs isolasi, generativitas vs pemikiran diri sendiri dan stagnasi, serta
integritas vs keputus-asaan. Dalam tahapan tersebut, individu harus
menyelesaikan tugasnya terlebih dahulu sebelum berhasil menyelesaikan
satu tahap untuk melanjutkan ke tahapberikutnya.
3. Teori PerkembanganKognitif
Dalam buku “Pengantar Psikologi Umum,” perkembangan manusia terjadi
dalam 2 tahap, yaitu: a) Pematangan merupakan proses pertumbuhan yang
menyangkut penyempurnaan fungsi-fungsi tubuh secara alamiah sehingga
mengakibatkan perubahan-perubahan dalam perilaku. b) Belajar merupakan
proses mengubah atau memperbaiki perilaku melalui latihan, pengalaman
atau kontak dengan lingkungan yang disebabkan melalui latihan dan
pengalaman yang relative tidak berubah (Quinn, 1995; Feldman, 2003,
2008) Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam proses belajar (Feldman,
2003) - Belajar adalah perubahan tingkah laku - Melalui seperangkat latihan
dan pengalaman - Relatif permanen, tidak hanya muncul sesaat Dari tiga hal
diatas, maka ada beberapa tingkah laku yang akan “terlihat”. Dalam buku
“Life-span Development,” perkembangan adalah pola gerakan atau
perubahan yang dimulai dari perubahan dan terus berlanjut sepanjang siklus
kehidupan. Proses kognitif dalam perkembangan meliputi tiga cara yaitu
pemikiran, inteligensi, dan bahasa individu. Dalam proses kognitif
perkembangan, terdapat tiga teori yang dikemukakan oleh para ahli:
a. Teori perkembangan kognitif oleh Piaget Piaget mengemukakan bahwa
anak-anak aktif mengeluarkan pendapat yang ia ketahui pada dunia dan
akan terus berkembang melalui tahaptahap dalam perkembangan
kognitif. Misalnya dalam organisasi dan adaptasi individu. Piaget (1954)
juga mengemukakan 3 teori tentang perkembangan individu yaitu: -
Asimilasi: terjadi ketika seseorang menggabungkan informasi yang baru
yang dia terima dengan pengatahuan yang sudah ada. - Penyesuaian diri:
dimana seseorang membiasakan dirinya dengan informasi yang baru. -
Adaptasi: ketika seseorang menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang
baru.
b. Teori kebudayaan sosial kognitif oleh Vygotsky (dalam buku Life-span
Development 9 th Edition) adalah kebudayaan sosial yang menegaskan
bagaimana kebudayaan dan sosial merupakan petunjuk interaksi dalam
perkembangan kognitif. Selain kebudayaan dan sosial juga terdapat faktor
lain yang mempengaruhi perkembangan kognitif yaitu : - Perkembangan
memori - Perhatian dan alasan yang meliputi belajar untuk menggunakan
bahasahasildarisosial.-Sistemyangmatematisdanstrategimemori

54
Interaksi sosial yang terjadi pada anak-anak dengan kecakapan seperti
orang dewasa dan kawan sebayanya sangat diperlukan dalam kemajuan
perkembangan kognitif.
c. Teori proses informasi Menegaskan bahwa seseorang dapat
memanipulasi informasi, menangkap dan merencanakan informasi
tersebut. Fokus dalam teori ini adalah ingatan dan pikiran Ketika
seseorang merasakan, menggambarkan dan menerima sebuah informasi,
berarti dia sedang berpikir. Dalam buku “Life-span Development,” Siegler
mengemukakan bahwa aspek terpenting dalam perkembangan adalah
belajar strategi yang baik untuk memprosesinformasi.

C. Dimensi Esensi- esensi Manusia Sebagai MahlukHidup


1. Dimensi-Dimensi Hakikat Manusia
Seseorang (individu manusia) yang sejak kelahirannya (dari
penciptaannya) dibekali dengan hakikat manusia untuk pengembangan diri
dan kehidupan selanjutnya, ia dilengkapi dengan dimensi-dimensi
kemanusiaan yang melekat pada diri individu itu. (Agus Suprijono, 2009).
Dimensi-dimensi itu adalah :
a. DimensiKeindividualan

Manusia sebagai makhluk keindividualan dimaksudkan sebagai orang


yang utuh, yang terdiri dari kesatuan fisik dan psikis. Kandungan dimensi
keindividualan adalah potensi dan perbedaan. Di sini dimaksudkan bahwa
setiap individu pada dasarnya memiliki potensi, baik potensi fisik maupun
mental-psikologis, seperti kemampuan intelegensi, bakat dan kemampuan
pribadi lainnya. Potensi ini dapat berbeda-beda antar individu. Ada
individu yang berpotensi sangat tinggi, tinggi, sedang, kurang dan kurang
sekali.

b. DimensiKesosialan
Manusia disamping sebagai mahluk individual, dia juga mahluk sosial.
Perwujudan manusia sebagai makhluk sosial tampak dalam kenyataan
bahwa tidak ada yang mampu hidup sebagai manusia tanpa bantuan
orang lain. Manusia hidup dalam suasana interdependensi, dalam antar
hubungan dan antaraksi.
Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak lebih jelas pada
dorongan untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul, setiap
orang ingin bertemu dengan sesamanya. Kandungan dimensi kesosialan
adalah komunikasi dan kebersamaan. Dengan bahasa (baik bahasa
verbal maupun non-verbal, lisan maupun tulisan) individu menjalin
komunikasi atau hubungan dengan individu lain. Di samping itu individu
juga menggalang kebersamaan dengan individu lain dalam berbagai
bentuk, seperti persahabatan, keluarga, kumpulan dan organisasi (non
formal dan formal). Sifat sosialitas menjadi dasar dan tujuan dari
kehidupan manusia yang sewajarnya atau menjadi dasar dan tujuan

55
setiap anak dan kelompoknya. Setiap anak pasti terlibat dalam kehidupan
sosial pada setiap waktu. Sebagai makhluk sosial, mereka saling
membutuhkan, saling membantu, dan saling melengkapi (Hamalik, 2008).

c. DimensiKesusilaan
Manusia adalah mahluk susila. Dritarkara mengatakan manusia susila,
yaitu manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati, dan mewujudkan
dalam perbuatan. Kandungan dimensi kesusilaan adalah nilai dan moral.
Dalam dimensi ini digarisbawahi kemampuan dasar setiap individu untuk
memberi penghargaan terhadap sesuatu, dalam rentang penilaian
tertentu. Sesuatu dapat dinilai sangat tinggi, sedang, ataupun rendah.
Penilaian yang dibuat oleh sekelompok individu tentang sesuatu yang
sangat penting untuk kehidupan bersama sering kali ditetapkan sebagai
standar baku (Slameto,2010). Standar baku inilah yang selanjutnya
dijadikan patokan untuk menetapkan boleh tidaknya sesuatu hal
dilakukan oleh individu (terutama individu yang berada di dalam kelompok
yang dimaksud). Inilah yang disebut moral. Individu dalam kelompok yang
bersangkutan harus mengikuti ketentuan moral tersebut. Ketentuan moral
itu biasanya diikuti oleh sanksi atau bahkan hukuman bagi pelanggarnya.
Sumber moral adalah agama, adat, hukum ilmu, dan kebiasaan. Masalah
kesusilaan maka akan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Nilai-
nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi oleh manusia, mengandung
makna kebaikan, keluhuran kemuliaan dan dijadikan pedomanhidup.

d. DimensiKeberagamaan
Manusia adalah mahluk religius. Sejak zaman dahulu nenek moyang
manusia meyakini akan adanya kekuatan supranatural yang menguasai
hidup alam semesta ini. Untuk mendekatkan diri dan berkomunikasi
dengan kekuatan tersebut ditempuh dengan ritual agama. Beragama
merupakan kebutuhan manusia, karena manusia adalah mahluk yang
lemah memerlukan tempat bertopang demi keselamatan hidupnya
(Hamdani, 2011). Agama sebagai sandaran manusia. Penanaman sikap
dan kebiasaan beragama dimulai sedini mungkin, yang melaksanakan
dikeluarga dan dilanjutkan melalui pemberian pendidikan agama di
sekolah. Kandungan dimensi keberagaman adalah iman dan takwa.
Dalam dimensi ini terkandung pemahaman bahwa setiap individu pada
dasarnya memiliki kecenderungan dan kemampuan untuk mempercayai
adanya Sang Maha Pencipta dan Maha Kuasa serta mematuhi segenap
aturan dan perintah-Nya. Keimanan dan ketakwaan ini dibahas dalam
agama yang dianut oleh individu. Kitab suci agama serta tafsir yang
mengiringinya memuat kaidah-kaidah keimanan dan ketakwaan tersebut
(Sugandi, 2006).

D. Pengembangan-Pengembangan DimensiManusia.

1. Pengambangan yangutuh

56
Pengembangan yang utuh adalah ketika keseluruhan unsur dari
dimensi hakikat manusia telah mampu dikembangkan secara optimal
sebagai satu kesatuan yang utuh. Tingkat keutuhan perkembagan
dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor, yaitu kualitas dimensi
hakikat manusia itu sendiri secara potensial, dan kualitas pendidikan
yang disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembanganya.
Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang sanggup
menghangtarkan subjek didik menjadi dirinya selaku anggota masyarakat
(Uno, 2007). Selanjutnya pengembangan yang Utuh dapat dilihat dari
segi:
a. Dari wujuddimensinya
Pengembangan aspek jasmani dan rohaniah dikatakan utuh jika
keduanya mendapat pelayanan secara seimbang. Pengembangan
keindividuan, kesosialan, kesusilaan, dan kerberagamaan. Dikatakan
utuh jika semua dimensi mendapat pelayanan dengan baik. Dalam hal
ini pengembangan dimensi keberagaman menjadi tumpuan dari ketiga
dimensi yang telah disebutkan.
Pengembangan domain kognitif, efektif dan psikomotorik dikatakan
utuh jika ketiga – tiganya mendapat pelayanan yang berimbang.
Pengutamaan domain kognitif dengan mengabaikan domain efektif
misalnya yang terjadi pada system persekolahaan dewasa ini hanya
akan menciptakan orang – orang pintar yang tidak berwatak (Suyatno,
2009).
b. Dari arahpegembangan
Keutuhan pengembangan dimensi hakikat manusia dapat dirahkan
kepada pengembagan dimensi keindividuan, kesosialan, kesusilaan
dan keragaman secara terpadu (Arikunto, 2008). Jika dianalisa satu
persatu gambaranya sebagai berikut : pengembangan yang sehat
terhdap dimensi keindividuan memberi peluang pada seorang untuk
menjadikan eskplorasi terhadap potensi – potensi yang ada pada
dirinya, baik kelebihanya maupun kekuranganya. segi positif yang ada
ditingkatan dan negative dihambat.
Pengembangan yang sehat terhadap dimensi kesosialan yang
lazim disebut pengembangan horizontal membuka peluang terhadap
ditingkatkanya hubungan fisik yang berarti memelihar kelestarian
lingkungan disamping mengekplorasinya Pengembangan domain
kognitif, efektif dan psikomotorik disamping keselarasan (perimbangan
antara keduanya), juga perlu diperhatikanarahnya.

2. Pengembangan yang tidakutuh.


Perkembangan yang tidak utuh terhdap dimensi hakikat manusia akan
terjadi didalam proses pengembangan jika ada unsure dimensi hakikat
manusia yang terabaikan untuk ditangai, misalnya kesosialan didominasi
oleh pengembangan domain kognitif.

Substansi Pengembangan Dimensi hakikat Manusia


a. Pengembangan Manusia sebagai MahlukIndividu
Pendidikan harus mengembangkan anak didik mampu menolong
dirinya sendiri. Untuk dapat menolong dirinya sendiri, anak didik perlu
mendapat berbagai pengalaman di dalam pengembangan konsep,

57
prinsip, generasi, intelek, inisiatif, kreativitas, kehendak,
emosi/perasaan, tanggungjawab, keterampilan ,dll. Dengan kata lain,
anak didik harus mengalami perkembangan dalam kawasan kognitif,
afektif dan psikomotor (Sukmadinata, 209).
Di atas telah dikatakan bahwa perwujudan manusia sebagai
mahluk individu (pribadi) ini memerlukan berbagai macam
pengalaman. Tidaklah dapat mencapai tujuan yang diinginkan, apabila
pendidikan terutama hanya memberikan aspek kognitif (pengetahuan)
saja sebagai yang sering dikenal dan diberikan oleh para pendidik
pada umumnya selama ini. Pendidikan seperti ini disebut bersifat
intelektualistik, karena hanya berhubungan dengan segi intelek saja.
Pengembangan intelek memang diperlukan, namun tidak boleh
melupakan pengembangan aspek-aspek lainnya sebagai yang telah
disebutkan diatas.
b. Pengembangan Manusia sebagai MahlukSosial
Kehidupan sosial antara manusia yang satu dengan yang lainnya
dimungkinkan tidak saja oleh kebutuhan pribadi seperti telah
disebutkan di atas, tetapi juga karena adanya bahasa sebagai alat atau
medium komunikasi. Melalui pendidikan dapat dikembangkan suatu
keadaan yang seimbang antara pengembangan aspek individual dan
aspek sosial ini. Hal ini penting untuk pendidikan di Indonesia yang
berfilasafah pancasila, yang menghendaki adanya perkembangan
yang seimbang antara aspek individual dan aspek sosialtersebut.
c. Pengembangan Manusia sebagai MahlukSusila
Norma, nilai dan kaidah tersebut harus menjadi milik dan selalu
dipersonifikasikan dalam setiap sepak terjang, dan tingkah laku tiap
pribadi manusia. Pentingnya mengetahui dan menerapkan secara
nyata norma, nilai, dan kaidah-kaidah masyarakat dalam kehidupannya
mempunyai dua alasan pokok,yaitu:
1.) Untuk kepentingan dirinya sendiri sebagai individu. Apabila individu
tidak dapat menyesuaikan diri dan tingkah lakunya tidak sesuai
dengan norma, nilai dan kaidah sosial yang terdapat dalam
masyarakat maka dimanapun ia hidup tidak dapat diterima oleh
masyarakat.
2.) Untuk kepentingan stabilitas kehidupan masyarakat itu sendiri.
Masyarakat telah menghasilkan dalam perkembangannya aturan-
aturan main yang kita sebut norma, nilai, dan kaidah-kaidah sosial
yang harus diikuti oleh anggotanya. Norma, nilai dan kaidah-kaidah
tersebut merupakan hasil persetujuan bersama untuk dilaksanakan
dalam kehidupan bersama, demi untuk mencapai tujuan mereka
bersama. Dengan demikian, kelangsungan kehidupan masyarakat
tersebut sangat tergantung pada dapat tidaknya dipertahankan
norma, nilai dan kaidah masyarakat yang bersangkutan (Sabri,
2000: 56-57).
d. Pengembangan Manusia sebagai MahlukReligius
Sebagai anggota masyarakat dan bangsa yang memiliki filsafat
Pancasila kita dituntut untuk menghayati dan mengamalkan ajaran
pancasila sebaik-baiknya. Sebagai anggota masyarakat yang dituntut
untuk menghayati dan mengamalkan ajaran Pancasila, maka kepada
masing-masing warga negara dengan demikian juga dituntut untuk

58
dapat melaksanakan hubungan dengan Tuhan sebaik-baiknya menurut
keyakinan yang dianutnya masing-masing, serta untuk melaksanakan
hubungan sebaik-baiknya dengan sesama manusia dan dengan
lingkungan.

Sosok Manusia Indonesia Seutuhnya (Manusia pancasila)


Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka pengembangan
manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat
Indonesia. Hal ini berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar
kemajuan lahiriah, seperti sandang, pangan, perumahan, kesehatan,
ataupun kepuasan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, bebas
mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab, atau rasa keadilan,
melainkan keselarasan, dan kesimbangan antara keduanya sekaligus
batiniah (Sapriyatna,2008)
Seseorang bisa dikatakan sebagai manusia Pancasila jika mampu
membawakan dirinya pada posisi yang tepat, sesuai kewajiban dan
haknya. Manusia Pancasila harus mampu menempatkan dirinya menjadi
rekan sesama manusia sekaligus menjadi hamba Tuhan pada saat yang
bersamaan. Dua sifat kemanusiaan dan ke Illahian ini harus di terapkan
secara bersama-sama, tidak terpisah. Ketika seseorang bekerja, maka dia
harus sadar bahwa dia tidak sekedar mencari uang. Akan tetapi dia
seharusnya juga memiliki kesadaran bahwa hasil pekerjaannya akan
bermanfaat bagi orang lain dan tidak melanggar ketentuan Allah. Karena
esensi dari Pancasila adalah perpaduan antara nilai-nilai kemanusiaan
dan sifat ke-Tuhanan. Ada satu hal yang tidak boleh dilupakan, bahwa
sifat Pancasila dari seseorang adalah abadi (jangan dibaca kekal). Artinya
seseorang tidak selamanya (kekal) menjadi manusia Pancasila,
sebaliknya dia juga tidak akan kekal menjadi pengkhianat Pancasila. Bisa
saja pada jam sembilan pagi dia adalah seorang Pancasila sejati, namun
pada setengah jam berikutnya dia akan berposisi sebagai penentang
Pancasila. Begitu seterusnya, antara jiwa pancasila dan jiwa
penentangnya akan selalu hadir terus menerus(abadi).
Seorang yang di mata masyarakat dicap sebagai penjahat dan sampah
masyarakat tiba-tiba berubah menjadi seorang Pancasila. Pun, dengan
orang-orang yang selama ini selalu mengagung-agungkan dan menyebut-
nyebut ”Pancasila...Pancasila...Pancasila..” bisa jadi dia menjadi agen
pemberontak Pancasila sejati. Ki Ageng Suryo Mentaram dalam Kawruh
Begja mengatakan bahwa kebahagiaan dan kesedihan itu abadi sifatnya.
Ketika seseorang sedih karena kematian kerabat dekatnya, tiba-tiba dia
merasa bahagia karena kehadiran saudara lain yang tidak pernah
berkunjung ke rumahnya. Begitu juga ketika seseorang sedang bahagia
karena kehadiran sang buah hati mendadak hatinya sedih karena
persediaan dananya tidak mencukupi untuk biaya persalinan.
Kebahagiaan – kesedihan datang silih berganti dan tidak pernah berhenti
(abadi). Begitu juga dengan jiwa Pancasila selalu timbul tenggelam
bersama jiwa pemberontak terhadap Pancasila. Tentunya kita juga tidak
terlalu perlu menempatkan label Pancasila di belakang nama kita agar
dihormati orang lain. Yang penting dari yang terpenting adalah bagaimana
kita hidup dengan nilai-nilai pancasila itu sendiri. Karena ketika kita
mampu hidup dengan keseluruhan nilai dari panca sila, makasecara

59
langsung menunjukan keseluruhan dimensi dari hakikat manusia yang
telah kita bahas sebelumnya, telah berhasil dikembangkan dengan
baik.(Abidin, Zainal. 2009).

Wujud Sifat Hakikat Manusia


Ada beberapa wujud sifat hakikat manusia yang yang tidak dimiliki oleh
hewan. Wujud sifat hakikat manusia ini dikemukakan oleh paham
eksistensialisme dengan maksud menjadi masukan dalam membenahi
konsep pendidikan, yaitu:
1. Kemampuan MenyadariDiri
Kaum Rasionalis menunjuk kunci perbedaan manusia dengan
hewan pada adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh
manusia. Berkat adanya kemampuan itu, manusia menyadari bahwa
dirinya (akunya) memiliki ciri khas (Arikunto, 2010). Hal ini
menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya dengan aku-aku
yang lain (ia, mereka) dan dengan yang bukan aku (lingkungan fisik) di
sekitarnya. Bahkan bukan hanya membedakan. Lebih dari itu manusia
dapat membuat jarak dengan lingkungannya, baik yang berupa pribadi
maupun nonpribadi. Kemampuan membuat jarak dengan
lingkungannya berarah ganda.

2. Kemampuan BereksistensiDiri
Selain memiliki kemampuan menyadari diri, manusia juga memiliki
kemampuan bereksistensi. Kemampuan bereksistensi adalah
kemampuan menerobos dan mengatasi batas-batas yang
membelenggu dirinya. Kemampuan menerobos ini bukan saja yang
berkaitan dengan ruang, melainkan juga dengan waktu. Dengan kata
lain, manusia tidak terbelenggu dengan tempat atau ruang ini (di sini)
dan waktu ini (sekarang), tetapi dapat menembus ke sana, ke masa
depan, atau ke masa lampau. Jika seandainya pada diri manusia itu
tidak terdapat kebebasan atau kemampuan bereksistensi, manusia
tidak lebih dari hanya sekedar esensi belaka, artinya ada hanya
sekedar “ber-ada” dan tidak pernah “meng-ada” atau “bereksistensi”.
Kemampuan bereksistensi perlu dibina melalui pendidikan.

3. Pemilikan KataHati
Kata hati (conscience of man) juga sering disebut dengan istilah
hati nurani, lubuk hati, suara hati, pelita hati, dsb. Conscience
bermakna pengertian yang ikut serta atau pengertian yang mengikut
perbuatan. Manusia memiliki pengertian yang menyertai tentang apa
yang akan, yang sedang, dan yang telah dibuatnya, bahkan mengerti
juga akibatnya bagi manusia sebagai manusia. Pelita hati atau hati
nurani menunjukkan bahwa kata hati itu adalah kemampuan pada diri
manusia yang memberikan penerangan tentang baik buruk
perbuatannya sebagai manusia. Orang yang tidak memiliki
pertimbangan dan kemampuan untuk mengambil keputusan tentang
baik dan benar, buruk dan salah, ataupun kemampuan dalam
mengambil keputusan tersebut hanya dari sudut pandang tertentu
(misalnya sudut kepentingan diri) dikatakan bahwa kata hatinya tidak
cukuptajam.

60
4. Moral
Moral merupakan suatu perbuatan yang menyertai kata hati.
Dengan kata lain, moral adalah perbuatan itu sendiri. Kadangkala
antara moral dan hati masih terdapat jarak. Artinya, seseorang yang
telah memiliki kata hati yang tajam belum tentu perbuatannya itu
merupakan realisasi dari kata hatinya sendiri. Berarti dalam hal ini
diperlukan kemauan untuk menjembatani jarak di antara keduanya.
Yang dimaksud dengan kemauan adalah kemauan yang sesuai
dengan kodrat manusia. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
moral yang sinkron dengan kata hati yang tajam adalah moral yang
benar-benar baik bagi manusia. Sebaliknya, moral yang yang tidak
sinkron dengan kata hati yang tajam disebut dengan moral yang buruk
sehingga orang yang melakukan moral yang buruk ini disebut orang
yang takbermoral.

5. Kemampuan BertanggungJawab
Tanggung jawab berarti keberanian untuk menentukan bahwa suatu
perbuatan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia dan bahwa hanya
karena itu perbuatan itu dilakukan sehingga sanksi apa pun yang
dituntut oleh kata hati, oleh masyarakat, oleh norma-norma agama
diterima dengan penuh kesadaran dan kerelaan. Dari uraian ini
menjadi jelas betapa pentingnya pendidikan moral bagi peserta didik
baik sebagai pribadi maupun sebagai anggotamasyarakat.

6. RasaKebebasan
Merdeka adalah rasa bebas (tidak merasa terikat oleh sesuatu),
tetapi sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Dalam pernyataan ini
sebenarnya ada dua hal yang saling bertentangan yaitu rasa “bebas”
dan “sesuai dengan tuntutan kodrat manusia”. Meskipun antara rasa
“bebas” dan “sesuai dengan tuntutan kodrat manusia” ini bertentangan,
tetapi sebenarnya saling berkaitan. Memang merdeka adalah rasa
bebas, tetapi kebebasan tersebut tentu saja tidak bertentangan dengan
kodrat manusia. Orang tidak dapat berbuat bebas tanpa
memperhatikan petunjuk dari kata hati. Jika hal ini tetap dilakukan,
kebebasannya itu disebut dengan kebebasan semu. Kebebasan semu
segera diburu oleh ikatan-ikatan yang berupa sanksi-sanksi yang justru
mengundang kegelisahan. Itulah sebabnya seorang pembunuh yang
habis membunuh berusaha mati-matian untuk menyembunyikan diri
(rasa tidak merdeka). Di sini terlihat bahwa kemerdekaan berkaitan
erat dengan kata hati danmoral.

7. Kebiasaan Melaksanakan Kewajiban Dan MenyadariHak


Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai
manifestasi dari manusia sebagai makhluk sosial. Jika seseorang
mempunyai hak untuk menuntut sesuatu, tentu ada pihak lain yang
berkewajiban untuk memenuhi hak tersebut. Selanjutnya kewajiban
ada karena ada pihak lain yang harus dipenuhi haknya. Walaupun
sudah diketahui, belum tentu orang mau mempergunakannya. Hak
sering diasosiasikan dengan sesuatu yang menyenangkan,sedangkan

61
kewajiban dipandang sebagai beban. Sebenarnya kewajiban bukan
beban, melainkan suatu keniscayaan (Drijarkara, 1978:24-27).

8. Kemampuan MenghayatiKebahagian
Hampir semua orang merasakan kebahagiaan. Kebahagiaan lebih
merupakan integrasi atau rentetang dari sejumlah kesenangan. Malah
ada yang lebih jauh lagi berpendapat tidak cukup digambarkan sebagai
himpunan dari pengalaman-pengalaman yang menyenangkan saja,
tetapi lebih dari itu yaitu merupakan integrasi dari segenap
kesenangan, kegembiraan, kepuasan dan sejenisnya dengan
pengalaman-pengalaman pahit dan penderitaan. Proses integrasi dari
semuanya itu menghasilkan suatu bentuk penghayatan hidup yang
disebut “bahagia” (Arikunto, 2009). Peliknya persoalan mungkin juga
karena kebahagian itu lebih dapat dirasakan daripada dipikirkan. Pada
saat orang menghayati kebahagiaan, aspek rasa lebih berperan
daripada aspek nalar. Oleh karena itu, dikatakan bahwa kebahagiaan
itu sifatnya rasional padahal kebahgiaan yang tampaknya didominasi
oleh perasaan itu ternyata tidak demikian karena aspek kepribadian
yang lain seperti akal pikiran juga ikut berperan.
Di atas telah disebutkan bahwa kebahagiaan itu rupanya tidak
terletak pada keadaannya sendiri secara faktual, pada rangkaian
prosesnya, ataupun pada perasaan yang diakibatkannya, tetapi terletak
pada kesanggupan menghayati semuanya itu dengan keheningan jiwa
dan mendudukkan hal-hal tersebut di dalam rangkaian atau ikatan tiga
hal, yaitu usaha, norma-norma, dan takdir. Apakah yang dimaksud
dengan usaha, norma, dan takdir? Perhatikan bagan berikut ini.
Usaha adalah perjuangan yang terus menerus untuk mengatasi
masalah hidup. Hidup dengan menghadapi itulah realitas hidup. Oleh
karena itu masalah hidup harus dihadapi. Selanjutnya, usaha untuk
mengatasi masalah hidup itu harus bertumpu pada norma-norma yang
berlaku dalam agama dan masyarakat. Artinya, jika masalah hidup itu
diatasi tanpa memperhatikan norma-norma, orang tersebut tentu tidak
akan mengalami hidup yang merdeka. Dengan demikian, jika orang
tersebut tidak mengalami hidup yang merdeka, tentu dapat dikatakan
bahwa ia tidak bahagia. Setelah manusia mengatasi masalah dengan
norma-norma yang berlaku, hal terakhir yang dapat dilakukannya
adalah menerima takdir.
Takdir merupakan rangkaian yang tak terpisahkan dalam proses
terjadinya kebahagiaan. Ia erat berkaitan dengan rangkaian usaha.
Berarti seseorang baru dapat dikatakan sudah takdirnya jika ia telah
melalui dua rangkaian yang disebutkan tadi, yaitu usaha dan norma.
Salah jika ada orang yang menempatkan takdir lebih dahulu daripada
usaha.
Memang sakit adalah takdir, tapi jika orang tidak berusaha untuk
mengatasi sakit tersebut, tentu kemungkinan besar sakitnya tidak akan
sembuh.Berkaitan dengan wujud sifat hakikat manusia ini, sebenarnya
menurut penulis masih ada wujud sifat hakikat manusia yang lain yang
tak dapat diabaikan, yaitu kemampuan berbahasa. Hal ini pula yang
membedakan antara manusia dan hewan (Hidayat, 2006: 24). Artinya
adalah bahwa manusia adalah makhluk yang berbahasa, sedangkan

62
hewan tidak. Akan tetapi, pernyataan ini janganlah disamakan dengan
ungkapan yang sering muncul dalam masyarakat, yaitu bahasa
binatang. Sebenarnya yang dimaksud dengan manusia berbahasa,
sedangkan hewan tidak adalah bahwa hewan tidak memiliki
karakteristik kebahasaan seperti yang dimiliki oleh manusia.
Karakteristik kebahasaan yang dimaksud, seperti unik, arbitrer,
sistematis dan sistemis, simbol, menggunakan kriteria pragmatik,
berkaitan dengan bunyi-bunyi segmental, mengandung kriteria
semantis atau fungsi semantik tertentu, terbatas dan relatiftetap.

E. Upaya pendidikan dan sosok manusia yang diharapanseutuhnya


Pengertian sosok manusia Indonesia seutuhnya ini adalah perpaduan
antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensi keindividualan, kesosialan,
kesusilaan, keberagamaan, antara aspek kognitif, afektif, psikomotor (Tirta
Raharja dan Sulo, 2006:25).

1. Asas-asas kemungkinanpendidikan

a. Asaspotensialitas
Berbagai potensi yang ada pada manusia yang memungkinkan ia
akan mampu menjadi manusia, tetapi untuk itu memperlukan suatu
sebab yaitu pendidikan. Contohnya dalam aspek kesusilaan, manusia
diharapkan mampu berperilaku sesuai dengan norma-norma moral dan
nilai-nilai moral yang berlaku. Ini adalah salah satu tujuan pendidikan
atau sosok manusia yang ideal berkenaan dengan dimensi moralitas.

b. Asasdinamika
Jika ditinjau dari sudut pendidik, pendidikan dilakukan dalam rangka
membantu peserta didik agar menjadi manusia ideal. Dalam sisi lain,
peserta didik itu sendiri memiliki dinamika untuk menjadi manusia yang
ideal. Oleh karena itu, dimensi dinamika mengimplikasikan bahwa
manusia akan dapat dididik. (Dinn Wahyudin, 2008: 1.23-1.24)

c. Asasindividualitas
Individu antara lain memiliki kedirisendirian, ia berbeda dari yang
lainnya dan memiliki keinginan untuk menjadi seseorang sesuai
dengan dirinya sendiri. Pendidikan dilaksanakan untuk membantu
manusia mengaktualisasikan atau mewujudkan dirinya. Pendidikan
bukan untuk membentuk manusia sebagaimana kehendak pendidik
dengan mengabaikan dimensi individualitas peserta didik. Dipihak lain
manusia sesuai dengan individualitasnya berupaya untuk mewujudkan
dirinya.

d. Asassosialitas
Sebagai insan sosial, manusia hidup bersama dengan sesamanya
karena manusia tidak dapat hidup sendiri, oleh karena itu mereka
butuh bergaul dengan orang lain. Dalam kehidupan bersama dengan
sesamanya ini akan terjadi hubungan pengaruh timbal baliksetiap

63
individu akan menerima pengaruh dari individu yang lainnya.
Kenyataan ini memberikan kemungkinan bagi manusia untuk dapat
dididik, oleh karena itu upaya bantuan atau pengaruh pendidikan juga
melalui interaksi atau komunikasi dengan sesamanya (Dinn Wahyudin,
2008:1.24)

e. Asasmoralitas
Manusia memiliki kemampuan untuk membedakan mana yang baik
dan mana yang buruk, dan pada dasarnya ia berpotensi untuk
berperilaku baik atas dasar kebebasan dan tanggung jawabnya (aspek
moralitas). Pendidikan pada hakikatnya bersifat normatif, artinya
dilaksanakan berdasarkan sistem nilai dan norma tertentu serta
diarahkan untuk mewujudkan manusia ideal, yaitu manusia yang
diharapkan seusai dengan sistem nilai dan norma tertentu yang
bersumber dari agama maupun budaya yang diakui.
Kesadaran akan pentingnya manfaat pendidikan dapat memberikan
prestasi yang intelektual bagi manusia yang terlibat didalamnya.
Belakangan ini kesadaran akan manfaat pentingnya pendidikan
sebagai penunjang menciptakan sumber daya manusia dirasakan
sudah tidak ada lagi. Ketika bukan lagi keutamaan, kasih dan keadilan
yang ditanamkan dalam konsep pendidikan, melainkan mencari
keuntungan materi dan kekuasan atau adanya komersialisasi di dunia
pendidikan, ini akan menjadi sebab utama terjadinya praktik pendidikan
diskriminatif.

64
BAB V
Psikomologis
(Layanan Pendidikan Sesuai Karakteristik dan Kebutuhan Peserta Didik)

A. Psikomologis (Layanan Pendidikan Sesuai Karakteristik danKebutuhan


Peserta Didik)
1. PengertianPsikomologis
Psikomologis mempelajari tingkah laku dan pengalaman manusia tetapi
sebetulnya, tingkah laku dan pengalaman manusia sangat luas dan kompleks.
Untuk itu, ahli-ahli psikologi tidak hanya mempelajari atau mencoba untuk
mengerti tingkah laku manusia secara sederhana, tetapi berpikir tentang
berbagai faktor yang melibatkan tingkah laku.
2. Kebijakan Pemerintah Terkait dengan Pendidikan dan LayananKhusus
Di Indonesia, terdapat istilah pendidikan/sekolah inklusif, ini merupakan
salah satu layanan khusus terkait dengan pendidikan. Sekolah inklusi adalah
sebuah pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus tanpa
memandang kondisi fisik, intelegensi, sosial, emosional, dan kondisinya
lainnya untuk belajar bersama dengan anak-anak normal di sekolah regular
(Tarmasyah, 2007; Marthan, 2007; Loiacono dan Valenti, 2010).
Kehadiran sekolah inklusi merupakan upaya untuk menghapus batas yang
selama ini muncul di tengah masyarakat, yaitu anak berkebutuhan khusus
harus sekolah di sekolah khusus pula. Dengan adanya sekolah inklusi anak-
anak berkebutuhan khusus dapat bersekolah di sekolah reguler layaknya
anaknormal.
Anak berkebutuhan khusus merupakan istilah lain untuk mengartikan Anak
Luar Biasa (ALB) yaitu anak dengan karakteristik khusus yang berbeda
dengan anak pada umumnya, perbedaan tersebut terletak pada fisik, mental,
intelektual, sosial, dan emosional, sehingga memerlukan pelayanan
pendidikan khusus. Anak berkebutuhan khusus memiliki karakteristik yang
berbeda antara satu dengan yang lain (Mulyono, 1999 dan Delfi, 2006).
a. Anak berkebutuhan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa
(SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing:
• SLB bagian A untuktunanetra
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam
penglihatan, maka proses pembelajaran menekankan pada alat indera
yang lain yaitu indra peraba dan indrapendengaran.
• SLB bagian B untuktunarungu
Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam
pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Karena memiliki
hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan
dalam berbicara sehingga mereka disebut tunawicara. Cara
berkomunikasi dengan mereka dengan menggunakan bahasa isyarat.
• SLB bagian C untuktunagrahita
Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan
berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidak mampuan dalam
adaptasi prilaku yang muncul dalam masa perkembangan.
Pembelajaran bagi individu tunagrhita lebih di titik beratkan pada
kemampuan bina diri dansosilisasi.

65
• SLB bagian D untuktunadaksa
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang
disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang
bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan dan lumpuh.
• SLB bagian E untuktunalaras
Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam
mengendalikan emosi dan control social. Individu tunalaras biasanya
menunjukkan perilaku yang menyimpang yang tidak sesuai dengan
norma dan aturan yang berlaku disekitarnya.
• SLB bagian G untuk cacatganda
Cacat ganda adalah individu yang memiliki gangguan pada satu atau
lebih kemampuan psikologis yang mencakup pemahaman dan
penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat mempengaruhi
kemampuan berpikir yang disebabkan oleh gangguan persepsi, brain,
injuri, disfungsi minimal otak dan afasia perkembangan (Ibid. h. 26).
b. Tujuan pendidikan inklusif adalah memberikan intervensi bagi anak
berkebutuhan khusus sedini mungkin. Diantara tujuannya adalah sebagai
berikut:
• Untuk meminimalkan keterbatasan kondisi pertumbuhan dan
perkembangan anak dan untuk memaksimalkan kesempatan anak
terlibat dalam aktivitas yangnormal.
• Jika memungkinkan untuk mencengah terjadinya kondisi yang lebih
parah dalam ketidak teraturan perkembangan sehingga menjadi anak
yang tidakberkemampuan.
• Untuk mencegah berkembangnya keterbatasan kemampuan lainnya
sebagai hasil yang diakibatkan oleh ketidakmampuanutamanya.
c. Model-model Penyelenggaraan PendidikanInklusif.
Model pelaksanaan pendidikan yang lazim selama ini adalah model
pendidikan secara normal (reguler) disandingkan dengan pendidikan
inklusif. Dalam terminology pendidikan secara biasa, anak-anak normal
mengikuti sistem dan pembelajaran yang didesain dengan kurikulum
sedangkan pendidikan inklusif muncul ketika anak-anak memiliki keterbatas
pisik dan mental.
Pendidikan normal atau pendidikan inklusif, sebenarnya sepanjang
dapat membangun potensi anak didik untuk bisa tumbuh dan berkembang
secara optimal, dapat dijadikan sebagai sebuah tindakan memanusiakan
manusia. Model penyelenggaraan pendidikan setidaknya dalam beberapa
bentuk layanan pendidikan berikut:
• Model PendidikanReguler
• Model Pendidikan Terbuka/SekolahAlam
• Model Pendidikan di Rumah (HomeSchooling)
• Model PendidikanPesantren
d. Beberapa kendala dalam penyelenggara layanan pendidikaninklusif.
Ada beberapa kendala dalam menyelenggarakan layanan pendidikan
inklusif, diantaranya:
• Masih terjadinya diskriminasi oleh penyelenggara layanan pendidikan
yang ditujukan kepada penyandangcacat.
• Masih sedikit penyelenggaraan layanan pendidikan yang menerapkan
pendidikaninklusif.

66
• Keterbatasan saran dan prasarana untuk menunjang penyelenggaraan
pelayanan pendidikaninklusif.
• Rendahnya Kesadaran orang tua terhadap pendidikan anak
berkebutuhan khusus. Demikian juga dengan masyarakat yang kurang
berempati dengan keberadaan anak yang berkebutuhankhusus.
• Guru-guru di sekolah reguler tidak dididik secara khusus untuk
menangani anak berkebutuhan khusus, sehingga mereka tidak dapat
sekolah di sekolah regular. Sementara jumlah sekolah luar biasa sangat
terbatas dan berada pada daerah ibukota propinsi, dankabupaten/kota.
e. Keuntungan Penyelenggaraan SekolahInklusi.
Ada banyak keuntungan yang diperoleh dari sekolah inklusi ini. Sekolah
inklusi dianggap dapat memberi berbagai manfaat baik masyarakat umum
maupun bagi anak luar biasa sendiri. Masyarakat akan mulai mau
menerima keberadaan anak luar biasa. Selain itu di sekolah inklusi juga
memungkinkan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak
normal, dan diperlakukan selayaknya anak normal (IG.A.K. Wardani,
2011:1.36).
Hal tersebut berdampak pada psikologis anak berkebutuhan khusus,
yaitu memberikan kesempatan bagi perkembangan kepercayaan diri anak
berkebutuhan khusus (self esteem). Self esteem merupakan bagian dari
self concept atau konsep diri. Self esteem adalah perasaan seseorang
tentang ketidaksesuaian antara dirinya dan ingin menjadi apa nantinya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa self esteem adalah penilaian
seseorang terhadap dirinya sendiri baik itu kelebihan dan kekurangan yang
ada pada dirinya. Anak yang memiliki self esteem yang tinggi umumnya
merasa dirinya berharga, sehingga mereka dapat menghargai dirinya
sendiri, tetapi tetap bisa menerima kekurangan yang ada pada dirinya.
Sebaliknya, anak yang memiliki self esteem yang rendah, merasa dirinya
kurang berharga dan kekurangan yang ia sandang mempengaruhi
bagaimana ia memandang dirinyasendiri.
f. Layanan Penyelenggaraan PendidikanInklusif
Pendidikan inklusif sebagai sistem layanan pendidikan yang
mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-
sekolah terdekat, sekolah regular yang menyelenggarakan pendidikan
inklusif yang juga menerima anak-anak berkebutuhan khusus belum
sepenuhnya mampu memberikan layanan khusus yang berbeda bagi anak-
anak yang membutuhkan. Akibatnya anak-anak yang berkebutuhan khusus
sering diberlakukan sama dengan anak-anak dengan anak-anak reguler
lainnya. Kalau yang menangani anak berkebutuhan khusus itu guru regular
maka hasil yang diperoleh kurang optimal, sebab guru yang tidak sabar
dengan perilaku yang berbeda dari anak-anak reguler lainnya
Oleh karena itu, perlu adanya restrukturisasi sekolah sehingga menjadi
komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak.
Artinya, dalam pendidikan inklusif tersedia sumber belajar yang kaya dan
mendapat dukungan dari semua pihak, meliputi guru, siswa, orang tua dan
masyarakat sekitar. Melalui pendidikan inklusif, anak-anak berkebutuhan
khusus didik bersama-sama anak normal lainnya untuk mengoptimalkan
potensi yang dimiliki. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa di dalam
masyarakat terdapat anak normal dan tidak normal (cacat) sebagai suatu
komunitas

67
Peran guru di sekolah inklusif masih belum sepenuhnya memahami
perbedaan gangguan perilaku dan mental dari setiap peserta didik
berkebutuhan khusus. Akibatnya, para guru sering merasa kewalahan
mengahadapi kesahian anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah
Keterbatasan anak berkebutuhan khusus (ABK) tidak dapat dijadikan
alasan untuk menjadikan pendidikan bersifat segregatif dan integritas yang
inklusif, sehingga pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus harus
dipisahkan dengan anak-anak normal pada umumnya karena adanya
pendidikan inklusif yang terintegrasi, peserta didik dapat saling bergaul dan
memungkinkan terjadinya saling belajar tentang perilaku dan pengalaman
masing-masing (Wahyu Sri Ambar Arum, 2005)
g. Permasalahan yang dihadapi pada SekolahInklusif
5. Permasalahan Sumber Daya Manusia (SDM)Guru
Dalam implementasinya, masih terdapat kekurangan guru, terutama
GPK. Artinya, peraturan sebagaimana dikemukakan di atas tidak dapat
dijalankan karena adanya kendala kurangnya sumber daya guru,
khususnya GPK, di daerah. Keberadaan mereka masih dirasakan
menjadi masalah utama, khususnya bagi sekolah yang lokasinya terlalu
jauh dari SLB, karena sering kali GPK merupakan guru SLB yang
mendapat tugas khusus. Penugasan khusus guru SLB seringkali masih
menjadi masalah karena kebijakan tentang hal ini belum berjalan
semestinya
Dari segi kualitas guru juga berkaitan dengan kekurangan guru
khusus sehingga guru reguler terpaksa menangani pendampingan pada
siswa ABK. Sebagaimana dikemukakan oleh Sunaryo bahwa guru pada
pendidikan inklusif belum didukung dengan kualitas guru yang memadai
dan tidak berlatarbelakang jurusan pendidikan luar biasa (PLB)
(Sunaryo,2009).
Di samping itu, juga dikemukakan oleh Kristiyanti bahwa tidak semua
GPK berlatar belakang pendidikan luar biasa, pengetahuan dan
keterampilan para guru umumnya didapatkan melalui program
sosialisasi yang tidak sistematis, karena lebih ditujukan untuk kesamaan
persepsi bukan untuk peningkatan kompetensi. Kompetensi GPK yang
ada belum terencana pembinaannya oleh Lembaga Pendidik Tenaga
Pendidikan (LPTK) (Kristiyanti,2013).
6. PermasalahanKurikulum.
Kurikulum merupakan salah satu instrumen pokok dalam proses
pendidikan. Pendidikan inklusif membutuhkan kurikulum yang fleksibel
terhadap kondisi anak berkebutuhan khusus yang mempunyai
karakteristik berbeda. Sebagaimana dikemukakan oleh Lismaya, bahwa
kurikulum pendidikan inklusif adalah kurikulum nasional dan kurikulum
lokal, dengan penekanan pada materi esensial dan dikembangkan
melalui sistem pembelajaran yang dapat memacu dan mewadahi
integritas antara pengembangan spiritual, logika, etika, dan estetika
sesuai dengan kadar potensi masing-masing siswa. Dalam hal jumlah
jam setiap mata pelajaran untuk semua kelas dan semua sekolah sama,
akan tetapi waktu penyelesaiannya berbeda, dapat lebih dipercepat atau
diperlambat tergantung kemampuan siswa dalam memahami
kompetensi isi kurikulum dan mengefektifkan sistem pembelajaran
(Lismaya,2008).

68
Permasalahan lain berkaitan dengan kurikulum adalah proses
pembelajaran maupun evaluasi sebagaimana dikemukakan oleh
Sunaryo bahwa: (i) guru cenderung masih mengalami kesulitan dalam
merumuskan flexible curriculum, dan dalam menentukan tujuan, materi,
dan metode pembelajaran, (ii) masih terjadi kesalahan praktik bahwa
target kurikulum ABK sama dengan siswa lainnya serta anggapan
bahwa siswa cacat tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk
menguasai materi belajar, (iii) karena keterbatasan fasilitas sekolah,
pelaksanaan pembelajaran belum menggunakan media, resource, dan
lingkungan yang beragam sesuai kebutuhan anak; (iv) belum adanya
panduan yang jelas tentang sistem penilaian (Sunaryo,2009).
B. Hukum yang mengatur pendidikan diIndonesia
1. UUD 1945
Dilihat dari Peraturan Perundang-undangan yang paling tinggi di Negara
Indonesia yaitu Undang Undang Dasar 1945 (sebelum atau setelah
diamandemen) maka di dalam Pembukaannya (Preambule) alinea ke empat
tertulis :
“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatau Pemerintahan Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkankemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,..”
Dari penggalan alinea keempat tersebut diatas maka sejak saat
dideklarasikannya kemerdekaan oleh Ir. Soekarno dan Bung Hatta maka
Indonesia sudah bercita-cita untuk meningkatkan kecerdasan bangsanya, dari
Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 (sebelum amandemen) ini
kemudian diikuti oleh pasal 31yaitu:
1. Tiap-tiap warga Negara berhak mendapatpengajaran.
2. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pengajaran nasional, yang diatur denganUndang-undang.
Saat ini setelah Undang Undang Dasar 1945 telah diamandemen maka
pada amandemen keempat yang disahkan di Jakarta tanggal 10 Agustus
2002, maka Bab XIII-nya diubah berjudul Pendidikan dan Kebudayaan dan
terdiri dari 2 (dua) pasal yaitu Pasal 31 tentang pendidikan dan pasal 32
tentang kebudayaan, sebelum diamandemen pengaturan pendidikan juga
terdapat di Bab XIII dengan judul Pendidikan yang juga memuat 2 (dua) pasal
antara lain Pasal 31 tentang pendidikan, Pasal 32 tentang kebudayaan.

Isi dari pasal 31 setelah diamandemen, antara lain :


1) Setiap warga negara berhak mendapatpendidikan.****)
2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajibmembiayainya.****)
3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang
diatur denganundang-undang.****)
4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurangkurangnya dua
puluhpersendarianggaranpendapatandanbelanjanegarasertadari

69
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional.****)
5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.****)
(UUD 1945 pasal 31 setelah amandemen)
Berdasarkan ayat-ayat dalam pasal 31 tersebut diatas secara harafiah
sudah dapat dipastikan bila banyak sekali perubahan dari pasal 31 sebelum
amandemen, pasal 31 setelah amandemen ini dirasakan lebih memberikan
kesempatan kepada warga negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan
pendidikan dasar seperti telah dibahas diatasbahwa pendidikan dasar meliputi
pendidikan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama yang diberikan
secara cuma-cuma.
2. UU No. 32 Tahun 2013 Tentang Standar NasionalPendidikan
Undang Undang No. 32 tahun 2013 merupakan perubahan atas peraturan
pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan yang
terdiri dari 94 pasal. Perundang-undangan ini memuat antara lain :
• Standar nasionalpendidikan
• Kurikulum
• Prosespembelajaran
• Perencanaanpembelajaran
• Penilaianpembelajaran
• Kelulusan pesertadidik
• Kompetensidasar
• Bebanbelajar
• Ketentuan pengecualian UN bagiSD
3. UU No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi
Undang-undang ini terdiri dari 99 pasal yang meliputi:
4. Penyelenggaraan pendidikantinggi
5. Penjaminanmutu
6. Perguruantinggi
7. Pendanaan danpembiayaan
8. Penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh lembaga negaralain
9. Peran sertamasyarakat
10. Sanksiadministratif
11. Ketentuanpidana
4. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 1 ayat (18): “Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang
harus diikuti oleh warga Negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah
dan pemerintah daerah”. Bahwa sudah menjadi kewajiban pemerintah pusat
dan pemerintah daerah untuk dapat menyelenggarakan program pendidikan
wajib belajar yaitu pendidikan di tingkat dasar dan pendidikan di tingkat
pertama sesuai dengan konstitusi negara Indonesia.
Pasal 4 ayat (1): “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”. Bahwa
pendidikan harus diberikan kepada setiap warga negara tanpa terkecuali
berdasarkan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di negara Indonesia

70
serta adanya keterlibatan masyarakat dan otoritas pengelola serta institusi-
institusi pendukungnya akan lebih besar daripada pemerintah pusat.
Pasal 5 ayat (1): “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu”. Bahwa setiap warga negara tanpa
melihat kekurangan dan kelebihan yang ada padanya berhak memperoleh
pendidikan yang baik.
Pasal 6 ayat (1): “Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan
lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar”. Bahwa setiap anak
dengan usia 7 s/d 15 tahun wajib mendapatkan pendidikan di tingkat dasar
dan pendidikan di tingkat pertama.
Pasal 6 ayat (2): “Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap
keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan”. Bahwa setiap warga negara
baik yang berada di dalam pemerintahan, orang tua dan masyarakat umum
wajib terlibat dalam usaha pengadaan pendidikan (berikutnya akan dibahas
lebih lanjut ).
Pasal 7 ayat (2): “Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban
memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.” Setiap orang tua yang
mempunyai anak berusia 7 s/d 15 tahun wajib menyekolahkan anaknya pada
tingkat sekolah dasar dan tingkat pertama.
Pasal 8: “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan”. Peran serta
masyarakat ini dapat dilakukan melalui dewan pendidikan atau komite
sekolah/madrasah, masyarakat berhak untuk melakukan evaluasi terhadap
sekolah, tidak saja dalam kerangka program pendidikan secara makro tapi
juga wilayah mikro, kebijakan pengembangan sekolah melalui segala aspek.
Pasal 9: “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya
dalam menyelenggaraan pendidikan”. Peran serta ini dapat dilakukan melalui
pengadaan tenaga pendidik yang berkualitas.
Pasal 11 ayat (1): “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan
layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang
bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi”. Peranan pemerintah
pusat dan daerah ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di
tiap-tiap daerah tanpa pengecualian.
Pasal 11 ayat (2): “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin
tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga
negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun”. Pengadaan
dana pendidikan secara cuma-cuma wajib disediakan pemerintah bagi anak-
anak di sekolah dasar dan sekolah tingkatpertama.
Pasal 12 ayat (1) huruf d: “Setiap peserta didik pada setiap satuan
pendidikan berhak: d. Mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang
orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya”. Hal ini dimaksudkan
untuk menghapuskan diskriminasi bagi mereka yang kurang mampu
membayar segala keperluan sekolah di tingkat dasar dan tingkat lanjutan
pertama.

71
Pasal 12 ayat (2) huruf b: ”Setiap peserta didik berkewajiban : b. Ikut
menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik
yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku”. Bahwa bagi peserta pendidikan yang
tidak mampu dan sedang mengikuti pendidikan dasar maka akan dibebaskan
dari segala biaya untuk keperluan sekolah.
Pasal 34 ayat (2): “Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa
memungut biaya”. Bahwa pemerintah pusat dan daerah wajib mengadakan
pendidikan tingkat dasar dan tingkat lanjutan pertama tanpa biaya sedikitpun.
Pasal 34 ayat (3): “Wajib belajar merupakan tanggung jawab Negara yang
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah
dan masyarakat”. Bahwa terselenggaranya pendidikan yang berkualitas
bukan merupakan tanggung jawab pemerintahan saja tetapi juga memerlukan
peran aktifmasyarakat.
Pasal 46 ayat (1): “Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab
bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat”. Bahwa
dengan adanya semangat kebersamaan antara pemerintah dan masyarakat
maka diharapkan dapat meminimalkan biaya pendidikan bagi setiap usia
wajibbelajar.
Pasal 46 ayat (2): “Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab
menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat
(4) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945”. Amanat
ini wajib dipenuhi oleh pemerintah karena merupakan hak fundamental yang
dimiliki oleh setiap warga negara dan telah digariskan oleh konstitusi.
Pasal 49 ayat (1): “Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya
pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah (APBD)”. Bahwa pengalokasian
dana pendidikan tersebut tercantum dalam konstitusi.
Pasal 56 ayat (1): “Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu
pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi
program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah.”
(Undang-Undang Nomor Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional).

72
SOAL DAN KUNCI JAWABAN

SOAL
1. Apa yang dimaksud psikologispendidikan?
2. Sebutkan sekolah Luar Biasa berdasarkankekhususannya?
3. Apa saja permasalahan yang dihadapi sekolahInsklusi?
4. Apakah tujuan dari PendidikanInklusif?
5. Apa sajakah kendala dalam menjalankan layanan pendidikaninklusi?
6. Apa saja model pembelajaran dalam PendidikanInsklusi?
7. Apa saja hal yang termuat dalam UU No. 32 Tahun 2013 tentang Standar
Pendidikan Nasional?
8. Apa sajakah hal yang termuat dalam UU No. 12 tentang PendidikanTinggi?

JAWABAN
1. Psikologi pendidikan bermaksud untuk menerapkan psikologi ke dalam proses
yang membawa pengubahan tingkah laku, dengan kata lain untuk mengajar.
Sedangkan arti psikologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari tentang
belajar, pertumbuhan, dan kematangan individu serta penerapan prinsip-prinsip
ilmiah terhadap reaksi manusia yang nantinya mempengaruhi proses belajar
mengajar.

2. Sekolah Luar Biasa berdasarkan kekhususannya,yaitu:


• SLB bagian A untuktunanetra
• SLB bagian B untuktunarungu
• SLB bagian C untuktunagrahita
• SLB bagian D untuktunadaksa
• SLB bagian E untuktunalaras
• SLB bagian G untuk cacatganda

3. Permasalahan yang dihadapi sekolah Inklusi diantaranya ialah Permasalahan


Sumber Daya Manusia (SDM) Guru dan Premasalahankurikulum.

4. Tujuan dari Pendidikan Inklusif,yaitu:


• Untuk meminimalkan keterbatasan kondisi pertumbuhan dan perkembangan
anak dan untuk memaksimalkan kesempatan anak terlibat dalam aktivitas yang
normal.
• Jika memungkinkan untuk mencengah terjadinya kondisi yang lebih parah
dalam ketidak teraturan perkembangan sehingga menjadi anak yang tidak
berkemampuan.
• Untuk mencegah berkembangnya keterbatasan kemampuan lainnya sebagai
hasil yang diakibatkan oleh ketidakmampuanutamanya.

5. Kendala dalam menjalankan layanan pendidikan inklusi,yaitu:


• Masih terjadinya diskriminasi oleh penyelenggara layanan pendidikan yang
ditujukan kepada penyandangcacat.
• Masih sedikit penyelenggaraan layanan pendidikan yang menerapkan
pendidikaninklusif.

73
• Keterbatasan saran dan prasarana untuk menunjang penyelenggaraan
pelayanan pendidikaninklusif.
• Rendahnya Kesadaran orang tua terhadap pendidikan anak berkebutuhan
khusus. Demikian juga dengan masyarakat yang kurang berempati dengan
keberadaan anak yang berkebutuhankhusus.
• Guru-guru di sekolah reguler tidak dididik secara khusus untuk menangani
anak berkebutuhan khusus, sehingga mereka tidak dapat sekolah di sekolah
regular. Sementara jumlah sekolah luar biasa sangat terbatas dan berada pada
daerah ibukota propinsi, dankabupaten/kota.

6. Model Pembelajaran dalam Pendidikan Insklusi, yaitu: Model Pendidikan Reguler,


Model Pendidikan Terbuka/Sekolah Alam, Model Pendidikan di rumah (Home
Schooling), Model PendidikanPesantren.

7. Beberapa hal yang termuat dalam UU No. 32 Tahun 2013 tentang Standar
Pendidikan Nasional, yaitu: Standar Nasional Pendidikan, Kurikulum, Proses
Pembelajaran, Perencanaan Pembelajaran, Penilaian Pembelajaran, Kelulusan
Peserta Didik, Kompetensi Dasar, Beban Belajar dan Ketentuan Pengecualian UN
bagiSD.

8. Hal yang termuat dalam UU No. 12 tentang Pendidikan Tinggi,yaitu:


• Penyelenggaraan pendidikantinggi
• Penjaminanmutu
• Perguruantinggi
• Pendanaan danpembiayaan
• Penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh lembaga negaralain
• Peran sertamasyarakat
• Sanksiadministratif
• Ketentuanpidana

74
BAB VI
FILSAFAT PENDIDIKAN MENURUT PLATO & SOCRATES
PEMIKIRAN FILSAFAT PLATO
Pandangan filsafat pendidikan Plato diambil berdasarkan ide karyanya
Republik. Plato menganjurkan untuk memisahkan anak-anak dari perawatan ibu
mereka dan memelihara mereka sebagai bagian dari negara. Anak-anak akan
dipilih untuk menduduki kasta yang berbeda, mereka akan mendapat pendidikan
yang maksimal, dan menjadi pelindung negara yang setia. Plato percaya bahwa
bakat tersebar secara non-genetis. Oleh karena itu, ibu yang berasal dari kelas
sosial manapun pasti dapat memiliki anak yangberbakat.
1. EtikaPlato
Etik Plato bersifat intelektual dan rasional. Dasar ajarannya adalah mencapai
budi baik. Orang yang berpengetahuan dengan sendirinya berbudi baik. Sebab itu
sempurnakanlah pengetahuan dengan pengertian.
Etik Plato bersendi pada ajarannya tentang idea. Dualisme dunia dalam teori
pengetahuan lalu di teruskan dalam praktik hidup. Dari pengetahuan yang
sebenarnya yang dicapai dengan dialektika timbul budi yang lebih tinggi dari pada
yang dibawakan oleh pengetahuan dari pandangan.
Menurut Plato ada dua macam budi: pertama, budi filosofi yang timbul dari
pengetahuan dengan pengertian. Kedua, budi biasa yang terbawa oleh kebiasaan
orang banyak.

2. NegaraIdeal
Menurut Plato nasib Athena hanya dapat tertolong dengan mengubah dasar
sama sekali hidup rakyat dan sistem pemerintahan. Itulah alasan baginya untuk
menciptakan bentuk suatu negara yang ideal.

Plato membagi kedudukan penduduk menajdi tiga golongan yakni:


Golongan yang dibawah ialah golongan rakyat jelata, yang merupakan petani,
pekerja, tukang dan saudagar. Kerja mereka adalah menghasilkan keperluan
sehari-hari bagi ketiga-tiga golongan.
Golongan yang tengah ialah golongan penjaga atau “pembantu” dalam
urusan negara.Terhadap keluar tugas mereka mempertahankan negara dari
serangan musuh. Tugas kedalam menjamin supaya undang – undang dipatuhi
rakyat.
Golongan atas ialah kelas perintah atau filosof. Mereka terpilih dari paling
cakap dan yang terbaik dari kelas penjaga, setelah menempuh pendidikan dan
pelatihan spesial untuk itu. Tugas mereka adalah membuat undang-undang dan
mengawasi pelaksanaannya. Mereka memangku jabatan tertinggi.

Ada tiga ajaran pokok dari Plato yaitu tentang idea, jiwa dan proses
mengenal. Menurut Plato realitas terbagi menjadi dua yaitu inderawi yang selalu
berubah dan dunia idea yang tidak pernah berubah. Pembagian dunia ini pada
gilirannya juga memberikand duapengenalan.
Pertama pengenalan tentang idea; inilah pengenalan yang sebenarnya.
Pengenalan yang dapat dicapai oleh rasio ini disebut episteme (pengetahuan) dan
bersifat, teguh, jelas, dan tidak berubah.Dengan demikian Plato menolak relatifisme
kaum sofis.

75
Kedua, pengenalan tentang benda-benda disebut doxa (pendapat), dan
bersifat tidak tetap dan tidak pasti; pengenalan ini dapat dicapai dengan panca
indera.Dengan dua dunianya ini juga Plato bisa mendamaikan persoalan besar
filsafat pra-socratik yaitu pandangan panta rhei-nya Herakleitos dan pandangan
yang ada-ada-nya Parmenides.
Plato juga membuat uraian tentang negara. Tetapi jasanya terbesar adalah
usahanya membuka sekolah yang bertujuan ilmiah. Sekolahnya diberi nama
"Akademia" yang paling didedikasikan kepada pahlawan yang bernama Akademos.
Mata pelajaran yang paling diperhatikan adalah ilmu pasti. Menurut cerita tradisi, di
pintu masuk akademia terdapat tulisan; "yang belum mempelajari matematika
janganlah masuk di sini".Aristoteles, ia berpendapat bahwa seorang tidak dapat
mengetahui suatu obyek jika ia tidak dapat mengatakan pengetahuan itu pada
oranglain.
Plato berpendapat, bahwa pengalaman hanya merupakan ingatan (bersifat
intuitif, bawaan, dalam diri) seseorang terhadap apa yang sebenarnya telah
diketahuinya dari dunia idea, -- konon sebelum manusia itu masuk dalam dunia
inderawi ini. Menurut Plato, tanpa melalui pengalaman (pengamatan), apabila
manusia sudah terlatih dalam hal intuisi, maka ia pasti sanggup menatap ke dunia
idea dan karenanya lalu memiliki sejumlah gagasan tentang semua hal, termasuk
tentang kebaikan, kebenaran, keadilan, dan sebagainya.
Menurut Plato pendidikan direncanakan dan diprogram kan menjadi empat
tahap dengan tingkat usia:
1. Tahap yang pertama yaitu pendidikan anak-anak dari umur 10 tahun ke atas
menjadi urusan negara supaya mereka terlepas dari pengaruh orangtuanya.
2. Tahap yang kedua yaitu pendidikan anak-anak berumur 14-16 tahun, yaitu
diajarkan musik dan puisi serta megarangbersajak.
3. Tahap yang ketiga yaitu pendidikan anak-anak dari umur 16-18 tahun, anak-
anak yang menjelang dewasa diberi pelajaran matematik untuk mendidik jalan
pikirannya. Plato mengatakan bahwa suatu bangsa tidak akan kuat kalau ia
tidak percaya tuhan. Seni yang memurnikan jiwa dan perasaan tertuju kepada
yang baik dan yangindah.
4. Tahap yang keempat yaitu masa pendidikan dari umur 18-20 tahun,
pemuda mendapat pendidikan militer. Murid-murid yang maju dalam ujian itu
mendapat didikan ilmiyah yang mendalam bentuk yang lebih teratur.
(NEVIDAHHASANAH:2012)

PEMIKIRAN FILSAFAT SOCRATES


Socrates berpendapat bahwa kebenaran itu tetap dan harus dicari. Dalam
mencari kebenaran ia tidak memikir sendiri melainkan setiap kali ia berdua dengan
orang lain dengan jalan tanya jawab dan metodenya disebut Metode Socrates
(Socrates Method). Menguraikan seolah-olah menyerupai pekerjaan ibunya sebagai
dukun beranak.

Adapun prinsip-prinsip dasar pendidikan menurut Socrates adalah metode


dialektis, yang digunakan oleh Socrates yang mana telah menjadi dasar teknis
pendidikan yang direncanakan untuk mendorong seorang belajar untuk berpikir
secara cermat, untuk menguji coba diri sendiri dan untuk memperbaiki
pengetahuannya.

76
Tujuan pendidikan yang benar menurut Socrates adalah untuk merangsang
penalaran yang cermat dan disiplin mental yang akan menghasilkan perkembangan
intelektual yang terus menerus dan standar moral yang tinggi (Smith, 1986: 25).
Seruan alternatif Socrates ditujukan pada kemampuan manusia untuk berpikir
menertibkan, meningkatkan dan mengubah dirinya. Pengetahuan, la menyatakan
adalah kebajikan; orang yang sekedar tidak berpura-pura saja terhadap cita-cita
teoritis, tetapi sungguh-sungguh mengetahui dan mengerti apa yang benar, karena
ia telah mengalami dan menyadari konsekuensi-konsekuensi akan berbuat apa
yangbenar.
Cara mengajar Socrates pada dasarnya disebut dialekta, yang disc•babkan
dalam pengajaran itu dialog memegang peranan penting (Hadiwijono, 1980: 36).

JEAN JAQQUES ROSSEAU FILSAFAT PENDIDIKAN PANCASILA

Biografi dan Latar Belakang J.J.Roussau


Jean Jacques Roussau merupakan seorang filsuf yang terlahir di
jenewa,swiss pada 28 juni 1712. Rousseau bannyak mempelajari pemikiran-
pemikiran filosofis dari ayahnya,termasuk kecintaanya terhadap budaya romawi.
Filsafatnya pun tentu tidak jauh berbeda dengan keadaan hidupnya yang
sebenarnya,Rousseau hidup dalam keadaan konfik bertubi-tubi dibawah kekuasaan
absolutism prancis dengan raja Lous XIV.Rousseau memberikan kisah dari hal
yang tidak patut ditiru hingga berbagai hal hebat yang membuat orangtertarik.
j.j.Rousseau memulai karir penulisannya setelah ia bertemu dengan filsuf
Prancis,Denis Diderot,pada akhir tahun 1720.Rousseau ikut memberikan kontribusi
dalam penulisan “encylopedie”yang dikerjakan bersama,namun Diderot
menggangap Rousseau terlalu jauh dari pemikirannya dan meninggalkannya.

1. Teori-TeoriJ.J.Rousseau
a. Kodrat Manusia
Dalam pandangan Rousseau,manusia memiliki sifat dasar baik sebelum
akhirnya terpengaruhi oleh keadaan negara. Rousseau menggangap keadaan
maanusia yang liar dan baik diubah oleh keadaan negara yang memaksanya untuk
menuruti kehendak tertentu. (Garvy,2010:146).

b. KontrakSosial
Kontrak social yang digagas oleh Rousseau merupakan upaya untuk
menemukan bentuk pemerintahan yang mampu menampung dan melindungi
kehendak pribadi manusia secara umum,sehingga meskipun manusia berkumpul
dalam satukesatuan masyarakat ia tidak berada dalam belenggu yang membatasi
kebebasannya.

77
c. Kedaulatan dan KehendakUmum
Rouseau menambahkan kepentingan individu yang banyak mungkin
dianggap orang dapat merusak keberadaan kedaulatan melalui konfik dan
pertikaian,namun kepentingsn-kepentingan indiviu tersebut akan melebur menjadi
kepentingan kedaulatan ketika meraka telah berkomitmen untuk bersama untuk
menjadi warga negara (Garvy,2010:152).

d. DemokrasiLangsung
Rousseau memunculkan sistem pemerintahan dengan basis demokrasi
langsung.Dimana para pelaksana dan pembuat hokum dipilih langsung oleh warga
negaranya.(Wilsoon,2009:309).
Demokrasi langsung tentu membutuhkan banyak hal pendukung dalam
pelaksanaanya,salahsatunya adalah dengan pemungutan suara. Dengan demikian
diharapkan yang terpilih adalah representasi dari kehendak umum warga negara
(Situmorang,2004:4)

FILOSOFIS PEMIKIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN MENURUT ARISTOTELES


DAN JHON DEWEY

Filosofi Pemikiran Filsafat menurut John Dewey


Menurut Dewey, perubahan yang terjadi dalam masyarakat pasti ada dan tak
terhindarkan. Tidak mengherankan jika Dewey berkata bahwa pendidikan lantas
menjadi sebuah proses pembaharuan terus-menerus demi kelangsungan
masyarakat dan anggota-anggotanya melalui keterampilan, tehnik, kreativitas, dan
sebagainya. Sebuah pembelajaran yang terus disampaikan, dikomunikasikan seturut
dengan keadaan yang dihadapi. Inilah yang membuat dia dikatakan sebagai
seorang pemikir progresivisme. (Redja Mudyahardjo2008)

h. Pengalaman dan Pendidikan Anak


Bagi Dewey anak adalah pihak yang rentan terhadap penindasan. Bentuk
penindasan ini tampak dalam pendidikan. Dalam proses pendidikan, Dewey melihat
anak sebagai mahkluk yang belum dewasa. (sujiono 1998 )
Penelitian Dewey mengenai pendidikan terhadap anak sebelum terjadinya
industrialisasi di kota-kota besar memperlihatkan bahwa pendidikan ini berlangsung
di tengah keluarga. Menurut Dewey, keseharian anak dalam keluarga sesungguhnya
mengatakan dunia yang mereka hayati dan hidupi. Di dalam keluarga, anak-anak
belajar apa yang dibutuhkan masyarakat. Dan masyarakat secara tidak langsung
mengajarkannya melalui orang tua. ( Smith, S. 1986 )

Setelah terjadinya industrialisasi, para orang tua harus bekerja. Implikasinya,


pendidikan anak diserahkan kepada mereka yang bertugas mengajari. Pada tahap
ini mulai terjadi apa yang disebut pendidikan formal, adanya sekolah, sebuah
lingkungankhusus[3].Tujuanadanyasekolahadalahagarpengalamankeseharian

78
yang diperoleh anak dapat membuat mereka mampu tumbuh dan berkembang
dalam situasi masyarakat di mana mereka hidup[4]. Namun, dengan semakin
kompleksnya perkembangan masyarakat, tujuan ini semakin menyimpang.
Penyimpangan yang dapat dirasakan secara langsung adalah anak bukan lagi
menjadi pusat dan tujuan dari pendidikan. Anak digantikan oleh pelajaran-pelajaran
yang diberikan. Menurut Dewey, hal ini sangat berbahaya. Mengapa? Karena
pelajaran-pelajaran yang diberikan didasarkan pada satu prinsip pengetahuan yang
dirumuskan dan diinterpretasikan lepas dari pengalaman anak[5]. (Noor Syam,
Mohammad.1986).

i. Kurikulum dan Pendidikan Anak


Dewey meyakini bahwa pusat dari kurikulum seharusnya mencakup pengalaman
anak. Pendidikan harus membawa konsep mengenai perubahan dan perkembangan
masyarakat. Menurut Dewey, sekolah dan kurikulumnya harus mengajarkan hal-hal
yang berguna bagi anak dalam kehidupan sehari-hari serta akhirnya mampu
menciptakan masyarakat yang lebih baik. Kurikulum harus mengabdi kepada anak
sehingga dengan bantuan kurikulum anak dapat merealisasikan dirinya,
mewujudkan bakat-bakat, nilai, sikap untuk hidup dalam masyarakat. Dengan kata
lain, apa yang tersaji dalam kurikulum adalah interaksi antar anak didik serta
interaksi guru dan murid. Bukan relasi menguasai atau pun relasi subjek-objek di
mana anak adalah pihak yang harus menerima tanpa bertanya. Interaksi ini bukan
hanya persoalan interaksi fisik, tapi juga bersifat sosiologis. Artinya, nilai, tujuan,
sikap, makna telah termasuk di dalamnya. Seringkali, hal-hal demikian disebut
sebagai kurikulum tersembunyi ( Tresia adem 1998)
Dalam kurikulum tercakuplah pengalaman anak di mana pengalaman
mengartikulasikan keberlangsungan dan interaksi. Di satu sisi, keberlangsungan
memaksudkan relasi dengan dunia di sekitar mereka dan di sisi lain interaksi
memaksudkan relasi pengaruh situasional pribadi atas pengalamannya sendiri
terhadap orang lain sampai baik pengalamannya sendiri maupun orang lain menjadi
milik bersama. Akhirnya, semuanya mengarah kepada realisasi diri yang berguna
baik bagi hidup personal maupun kehidupan masyarakat. Jadi, sebagaimana dalam
agama, demikian juga dalam pendidikan: Mendapatkan seluruh pengetahuan tapi
kehilangan jati dirinya adalah sesuatu yang memalukan ( Kardiman 2002 )

j. Beberapa CatatanKritis
Pertama, penekanan Dewey terhadap akal budi sebagai alat dan sarana untuk
mencapai kehidupan personal dan masyarakat yang lebih baik didasarkan pada
pengalaman sebagai pengetahuan masa lalu. Ini mengakibatkan makna dan tujuan
hidup seseorang bahkan masyarakat kehilangan pendasarannya. Mengapa? Karena
usaha menentukan tujuan yang tertata dengan baik kehilangan dasar rasional.
Pemahaman ini menghantar pada kekurangan kedua, yakni bagaimana peran
pendidik dipikirkan di sini sebagai orang dewasa di mana nilai, tujuan, makna
berinkarnasi di dalam mereka. Kesulitan ini terjadi karena masyarakat terus
berevolusi (progresif) ke arah bentuk yang lebih baik. Bentuk itu disebut Dewey
sebagai masyarakat demokratis. Cuma dasar bagi masyarakat ini ternyata kabur jika
mengandalkan pada pengalaman semata. Ketiga, ketika Dewey menggambarkan

79
masyarakat industri di Amerika melumpuhkan fungsi intelek dalam sekolah, ia
melupakan fakta bahwa sekolah juga melumpuhkan fungsi intelek dengan
membiarkan pembelajaran menjadi tanggung jawab si anak ( agung nugroho 2002)

k. Sumbangsih bagi Pendidikan diIndonesia


Sejauh ini pendidikan kita memang masih menggunakan Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Sebagai pendidikan yang berbasis kompetensi, itu berarti skill,
kemahiran, kebiasaan diharapkan dapat dihasilkan dari pendidikan itu. Harapan ini
memang berdasar pada kebutuhan masyarakat kita sendiri. Tapi, proses yang
berlangsung seringkali dilumpuhkan oleh sistem pendidikan yang mekanis. Nilai dan
ijazah menjadi dua hal penting dibandingkan dengan skill, bakat, minat dan
keterampilan. Harus diakui masyarakat kita memang sedang menuju masyarakat
industri walaupun sebagian besar masih berkarakter agrikultural dan malahan
sangat multikultural. Inilah tantangan kita bersama dalam menetapkan arah
pendidikan yang sesuai dengan masyarakat ( Graham alex 1998)

FILSAFAT PENDIDIKAN MENURUT ARISTOTELES

Aristotelesadalah seorang filsuf Yunani, murid dari Plato dan guru dari Alexander
Agung. Dia menulis di banyak mata pelajaran, termasuk fisika, metafisika, puisi,
teater, musik, logika, retorika, politik, pemerintahan, etika, biologi dan zoologi.

2. Aristoteles Organon adalah kontribusilogikadan penalaran – terdiri dari


enam buku.
3. Indra adalah sumberpengetahuan.
4. Bentuk Manusia universal, atau kategori, dari berbagai persepsi tentang
sepertibenda.
5. Universal adalah konsep-konsep, bukan sesuatu (menolak IdealismePlato).
6. Penalaran deduktif berdasarkan pengalaman sebagai metode sains dan
filsafat.
7. Dalam ilmu pengetahuan, Aristoteles menghasilkan buku-buku dalam ilmu
alam, biologi, (Sejarah Hewan adalah prestasi ilmiah terbesarnya) dan
psikologi (On the Soul).
8. Metafisika Aristoteles menghasilkan pandangannya tentang Allah sebagai
penyebab pertama, pikiran murni, internalalam.
9. Etika adalah berkaitan dengan kebahagiaan individu; Politik adalah berkaitan
dengan kebahagiaankolektif.

Aristoteles adalah seorang cendekiawan dan intelek terkemuka, mungkin


sepanjang masa. Umat manusia telah berhutang budi padanya untuk banyak
kemajuannya dalam filsafat dan ilmu-ilmu pengetahuan, khususnya logika,
metafisika, politik, etika, biologi, dan psikologi. Aristoteles dilahirkan pada tahun 384
S.M. di Stagira, suatu kota kecil di Semenanjung Chalci diceyang menonjol di
sebelah baratlaut Laut Egea. Ayahnya, Nichomachos yang sebagai dokter merawat
Amyntas II, raja Macedonia, mengatur agar Aristoteles menerima pendidikan yang
lengkap pada awal masa kanak-kanak dan mungkin kemudian mengajarnya dalam
pengamatan gejala-gejala penyakit dan teknik pembedahan. Baik ayah maupun ibu
Aristoteles, Phaestis, mempunyai nenek moyang terkemuka ( Smith 1986:35).

80
Aristoteles adalah salah seorang yang pernah mengalahkan pemikiran pemikiran
orang Yunani secara ilmiah dengan pernyataan-pernyataan yang logis dan brilian,
pernyataan-pernyataan tersebut dia peroleh melalui diskusi dengan murid-muridnya.
Keberhasilannya menyusun teknik berfikir sistematis dan benar sekaligus hukum-
hukumnya, telah mengangkatnya mejadi guru pertama logika di dunia sampai ke
masa ini. ( Smith, S. 1986 )

A. Isi PandanganFilsafat

Aristoteles sependapat dengan gurunya Plato, yaitu tujuan terakhir daripada


filosofi adalah pengetahuan tentang wujud/adanya dan yang umum. Aristoteles
adanya itu tidak dapat diketahui dari materi benda belaka, tidak pula dari pemikiran
yang bersifat umum semata. Seperti pendapat Plato tentang adanya itu terletak
dalam barang satu-satunya, selama barang tersebut ditentukan oleh yang umum.
Pandangannya juga yang realis dari pandangan Plato yang selalu didasarkan pada
yang abstrak. Ini semua disebabkan dari pendidikannya di waktu kecil yang
senantiasa mengharapkan adanya bukti dan kenyataan. Ia terlebih dahulu
memandang yang konkrit, bermula dari mengumpulkan fakta-fakta yang ada
kemudian disusun menurut ragam dan jenis atau sifatnya dalam suatu sistem
setelah itu ia meninjaunya kembali dan disangkutpautkan satu sama lain ( Fauzi
2009).

Aristoteles menganjurkan prinsip jalan tengah yang baik (golden mean), yaitu
jalan tengah antara ujung-ujung yang ekstrim, untuk menuntut orang-orang dalam
tingkah laku mereka dan membantu mereka untuk memperoleh pengetahuan dan
kebahagiaan. Beberapa kejahatan, seperti pencurian dan pembunuhan, yang dapat
langsung dirasakan setiap orang, tetapi dalam banyak hal seseorang dihadapkan
pada berbagai pilihan tindakan. Ia sebaiknya memilih suatu jalan tengah dan
menolak jalan-jalan yang ekstrim, umpamanya ia sebaiknya bersikap berani, tidak
terlalu takut ataupun nekat. Tetapi, pada waktu yang sama orang yang berani akan
menjadi moderat dan bersikap berani semata-mata untuk alasan yang baik saja,
untuk suatu maksud yang mulia ( Fauzi ,M.2009 )

Akhirnya, Aristoteles mengingatkan para pembacanya bahwa baik kekayaan


yang berlebih-lebihan maupun kemiskinan tak diinginkan dan berbahaya, bahwa
orang-orang sebaiknya bekerja sama satu sama lain dalam persahabatan untuk
mencapai kebahagiaan, suatu kehidupan yang tenag dan pencarian yang santai
serta mulia. Namun demikain, ia menganggap bahwa orang-orang dilahirkan dengan
kemampuan yang sangat berbeda sehingga sebagian dari mereka cocok untuk
berkuasa, sedangkan lainnya hanya cocok untuk bekerja, lainnya lagi (golongan
rendah yang dilahirkan di luar negeri) untuk mengabdi sebagai budak. Sayangnya,
walaupun ia telah membuat banyak penemuan yang berharga – umpamanya dalam
pengamatannya dan penggolongan-penggolongan binatang – ia juga membuat
banyak kesalahan. Karena wibawa Aristoteles yang besar sekali, kesalahan-
kesalahan ini diabadikan oleh para pendeta abad pertengahan dan dengan demikian
menghambat kemajuan ilmu-ilmu pengetahuan, sedangkan sebenarnya pandangan-
pandangannya tentang pengamatan dan induksi memberikan suatu dasar yang
sehat ( Fauzi,M.2009)

B. Kritik Terhadap Pandangan FilsafatAristoteles

81
Kritikan Lee terhadap Aristoteles yaitu pada salah satu pemikiran filsafat
Aristoteles adalah pemikiran mengenai Penggerak Utama (Prime
Mover). Penggerak Utama adalah bentuk murni, sebuah pengecualian bagi
peraturan bahwa setiap substansi mengandung bentuk dan bahan. Jika ada sebuah
unsur material pada naturnya, maka dia akan memiliki potensialitas yang tidak
disadari, dan yang akan menggerakannya kepada aktualitas. Maka dia tidak akan
digerakkan. Demikian juga, menurut pandangan Aristoteles, dia pasti tidak
dipengaruhi oleh dunia; jika tidak dia digerakan, bukan penggerak. Maka
keberadaan ini pasti tidak mengetahui dunia (karena untuk mengetahui adalah untuk
dipengaruhi dalam cara tertentu oleh objek pengetahuan), atau mencintai dunia,
atau bertindak dalam dunia.Lee(2010

Maka, bagaimana dia menyebabkan gerakan? Jawaban Aristoteles adalah


bahwa dia sangat menarik sehingga mempengaruhi benda-benda di dunia untuk
mengarah kepada dia. Para penafsir Aristoteles telah membandingkan Penggerak
Utama dengan sebuah tujuan yang menyebabkan para pelari berlari atau sebuah
magnet yang menarik besi ke dirinya. Penulis memikirkan sebuah konser musik
rock, di mana para penggemar menempatkan diri mereka di kaki penyanyi,
sedangkan penyanyi tersebut tidakmempedulikannya.

C. Kemungkinan Diterapkan di DuniaPendidikan

Aristoteles berkata bahwa negara sebaiknya memberikan pendidikan yang


baik bagi semua anak-anak. Serta mempunyai suatu sistem sekolah negeri yang
wajib bagi putra-putra semua warga negara, tetapi sistem tersebut terdiri dari
pendidikan fisik dan latihan militer (Smith, 1986:40) . Usul Aristoteles tentang
pendidikan umum yang universal dalam kesenian dan ilmu pengetahuan tidak
terlaksana secara luas sehingga dua ribu tahun kemudian, ketika dalam abad ke-16
dan abad ke-17, sistem-sistem sekolah nasional secara bertahap didirikan di Jerman
dan negeri-negeri Eropa lainnya. Tetapi, usulnya itu tidak diperuntukkan bagi
negara-negara besar atau kekaisaran, tetapi bagi negara-negara kota seperti Athena
yang dipandangnya sebagai suatu lingkungan yang ideal. Dalam pandangannya,
pendidikan universal sebaiknya mencakup olahraga, senam, musik, kesusateraan,
ilmu pengetahuan, dan latihan moral. Pendidikan tersebut mungkin saja memasuki
dunia pendidikan. Tidak dapat dipungkiri, saat ini di lembaga-lembaga pendidikan
juga telah memasukkan mata pelajaran olahraga, ilmu pengetahuan, maupun
kesusateraan dalam kurikulum. Sedangkan musik, dan latihan moral bisa diterapkan
saat kegiatan ekstrakurikuler sekolah.

Pancasila sebagai Filsafat Hidup Bangsa

Sangatlah wajar kalu Pancasila dikatakan sebagai filsafat hiup bangsa karena
menurut, nilai-nilai dasar dalam sosio budaya Indonesia hidup dan berkembang
sejak awal peradabannya, yang meliputi:
1. Kesadaran ketuhanan dan kesadaran keagamaan secarasederhana.
2 Kesadaran kekeluargaan, di mana cinta dan keluargasebagaidasar dan
kodrat terbentuknya masyarakat dan sinambungnyagenerasi.
3. Kesadaran musyaawarah mufakat dalam menetapkan kehendakbersama.
4. Kesadaran gotong royong,tolong-menolong.

82
5. Kesadaran tenggang rasa, atau tepo seliro, sebagai semangat
kekeluargaan dan kebersamaan, hormat demi keutuhan, kerukunan dan
kekeluargaan dalamkebersamaan.
Itulah yang termaktub dalam Pancasila dengan 36 butir-butirnya. Dengan begitu,
pada dasarnya masyarakat Indonesia telah melaksanakan Pancasila, walaupun
sifatnya masih merupakan kebudayaan. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
tersebut sudah beradab lamanya mengakar pada kehidupan bangsa Indonesia,
karena itu Pancasila dijadikan sebagai falsafah hidup bangsa (Muhammad Noor
Syam, 1983: 346)

Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah
mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup (filsafat
hidup). Dengan pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan memandang
persoalan-persoalan yang dihadapinya dan menentukan arah serta cara bagaimana
memecahkan persoalan-persoalan tadi. Tanpa memiliki pandangan hidup maka
suatu bangsa akan merasa terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-
persoalan besar yang pasti akan timbul, baik persoalan-persoalan di dalam
masyarakatnya sendiri, maupun persoalan-persoalan besar umat manusia dalam
pergaulan masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini. Dengan pandangan hidup yang
jelas sesuatu bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana ia
memecahkan masalah-masalah polotik, ekonomi, sosial dan budaya yang timbul
dalam gerak masyarakat yang makin maju. Dengan berpedoman pada pandangan
hidup itu pula suatu bangsa akan membangun dirinya. (Damodiharjo,1985)
Disamping itu maka bagi kita Pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup
bangsa Indonesia. Pancasila bagi kita merupakan pandangan hidup, kesadaran dan
cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang sudah beurat/berakar di
dalam kebudayaan bangsa Indonesia. Ialah suatu kebudayaan yang mengajarkan
bahwa hidup manusia ini akan mencapai kebahagiaan jika kita dapat baik dalam
hidup manusia sebagai manusia dengan alam dalam hubungan manusia dengan
Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriyah dan kebahagiaan
rohaniah.(Asyari,2003)

Pancasila sebagai Filsafat Pendidikan Nasional

Jika pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis mengikuti ideologi


bangsa yang dianut, karenanya sistem pendidikan nasional Indonesia dijiwai,
didasari dan mencerminkan identitas Pancasila. Sementara cita dan karsa bangsa
kita, tujuan nasional dan hasrat luhur rakyat Indonesia, tersimpul dalam pembukaan
UUD 1945 sebagai perwujudan jiwa dan nilai Pancasila. Cita dan karsa itu
dilembagakan dalam sistem pendidikan nasional yang bertumpu dan dijiwai oleh
suatu keyakinan, dan pandangan hidup Pancasila. Inilah alasan mengapa filsafat
pendidikan Pancasila merupakan tuntutan nasional, sedangkan filsafat pendidikan
Pancasila adalah subsistem dari sistem negara Pancasila. Dengan kata lain, sistem
negara Pancasila wajar tercermin dan dilaksanakan di dalam berbagai subsistem
kehidupan bangsa danmasyarakat.
Dengan demikian, jelaslah tidak mungkin Sistem Pendidikan Nasional dijiwai
dan didasari oleh sistem filsafat pendidikan yang selain Pancasila. Hal ini tercermin
dalam tujuan Pendidikan Nasional yang termuat dalam UU No. 2 Tahun 1989 dan
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni: pendidikan
nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia

83
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan, keterampilan, kesehatan
jasmani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab
kemasyarakatan.
Pancasila adalah dasar negara Indonesia di mana fungsi utamanya sebagi
pandangan hidup dan kepribadian bangsa (Dardodiharjo, 1988: 17). Memegang
fungsi dalam hidup dan kehidupan bangsa dan negara Indonesia, Pancasila tidak
saja sebagai dasar negara RI, tapi juga alat pemersatu bangsa, kepribadian bangsa,
pandangan hidup bangsa, sumber ilmu pengetahuan di Indonesia. Sehingga dapat
kita ketahui bahwa Pancasila merupakan dasar negara yang membedakannya
dengan bangsa yang lain.

Hubungan Pancasila dengan Sistem Pendidikan Ditinjau dari Filsafat


Pendidikan
Pancasila adalah dasar negara Indonesia di mana memegang fungsi dalam
hidup dan kehidupan bangsa dan negara Indonesia, Pancasila tidak saja sebagai
dasar negara RI, tapi juga alat pemersatu bangsa, kepribadian bangsa, pandangan
hidup bangsa, sumber ilmu pengetahuan di Indonesia. (Azis, 1984: 70)
Filsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh untuk
mencari kebenaran sesuatu. Sementara filsafat pendidikan adalah pemikiran yang
mendalam tentang kependidikan. Bila kita hubungkan fungsi Pancasila dengan
sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan, maka dapat kita jabarkan bahwa
Pancasila adalah pandangan hidup bangsa yang menjiwai sila-silanya dalam
kehidupan sehari-hari. Dan untuk menerapkan sila-sila Pancasila, diperlukan
pemikiran yang sungguh-sungguh mengenai bagaimana nilai-nilai Pancasila itu
dapat dilaksanakan. Dalam hal ini, tentunya pendidikanlah yang berperan utama.
(Dardodiharjo, 1988:17)

Filsafat Pendidikan Pancasila dalam Tinjauan Trilogi Ilmu Pengetahuan


1. Ontologi
Ontologi adalah bagian dari filsafat yang menyelidiki tentang hakikat yang ada.
Menurut, ontologi kadang-kadang disamakan dengan metafisika, sebelum manusia
menyelidiki yang lain, manusia berusaha mengerti hakikatsesuatu. Manusia dalam
interaksinya dengan semesta raya, melahirkan pertanyaan-pertanyaan filosofis
seperti apakah sesungguhnya realita yang ada itu. Jadi, ontologi adalah cabang dari
filsafat yang persoalan pokoknya apakah kenyataan atau realita itu. Rumusan-
rumusan tersebut identik dengan membicarakan tentang hakikat ada. Hakikat ada
dapat berarti segala sesuatu yang ada, menunujuk kepada hal umum (abstrak
umum universal).Dalam kenyataanya, Pancasila dapat dilihat dari penghayatan dan
pengamalan kehidupansehari-hari.

2. Epistemologi
Epistemologi adalah studi tentang pengetahuan (adanya) benda-benda.
Epistemologi yang diartikan sebagai filsafat yang menyelidiki sumber, syarat, proses
terjadinya ilmu pengetahuan, batas validitas dan hakikat ilmu pengetahuan. Dengan
filsafat, kita dapat menentukan tujuan-tujuan yang akan dicapai demi peningkatan
ketenangan dan kesejahteraan hidup, pergaulan dan berwarga negara. Untuk itu,
bangsa Indonesia telah menemukan filsafat Pancasila.
1) Sila Ketuhanan Yang MahaEsa

84
Pemikiran tentang apa dan bagaimana sumber pengetahuan manusia diperoleh
melalui akal atau panca indra dan dari ide atau Tuhan. Berbeda dengan Pancasila,
ia lahir tidak secara mendadak, tetapi melalui proses panjang yang dimatangkan
dengan perjuangan. Pancasila digali dari bumi Indonesia yang merupakan dasar
negara, pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa, tujuan atau arah untuk
mencapai cita-cita dan perjanjian luhur rakyat Indonesia. Dalam rangka pikiran
seperti ini, maka cita-cita telah merupakan ideologi (Deliar Noer, 1983:25).
2) Sila Kemanusiaan yang Adil danBeradab
Kepribadian manusia adalah subjek yang secara potensial dan aktif berkesadaran
tahu atas eksistensi diri, dunia, bahkan juga sadar dan tahu bila di suatu ruang dan
waktu “tidak ada” apa-apa (kecuali ruang dan waktu itu sendiri). Pancasila adalah
ilmu yang diperoleh melalui perjuangan yang sesuai dengan logika. Dengan
mempunyai ilmu moral, diharapkan tidak ada lagi kekerasan dan kesewenang-
wenangan manusia terhadap yang lainnya.
3) Sila PersatuanIndonesia
Proses terbangunnya pengetahuan manusia merupakan hasil dari kerja sama atau
produk hubungan dengan lingkungannya. Potensi dasar denga faktor kondisi
lingkungan yang memadai akan membentuk pengetahuan.

4) Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


PermusyawaratanPerwakilan
Manusia diciptakan Allah SWT sebagai pemimpin di muka bumi ini untuk
memakmurkan umat manusia. Seorang pemimpin mempunyai syarat untuk
memimpin dengan bijaksana. Dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan
memang mempunyai peranan yang besar, tetapi itu tidak menutup kemungkinan
peran keluarga dan masyarakat dalam membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
Jadi, dalam hal ini diperlukan suatu ilmu keguruan untuk mencapai guru yang ideal,
guru yang kompeten. Setiap manusia bebas mengeluarkan pendapat dengan
melalui lembaga penidikan. Setiap ada permasalahan diselesaikan dengan jalan
musyawarah, agar mendapat kata mufakat. (Widjaya, 1985:176-177)
5) Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh RakyatIndonesia
Ilmu pengetahuan sebagai perbendaharaan dan prestasi individu serta sebagai
karya budaya umat manusia merupakan martabat kepribadian manusia Hal ini
didapatkan melalui pendidikan, baik itu informal, formal dan non formal. Dalam
sistem pendidikan nasional yang intinya mempunyai tujuan yang mengejar Iptek dan
Imtaq. Di bidang sosial, dapat dilihat pada suatu badan yang mengkoordidir dalam
hal mengentaskan kemiskinan, di mana hal ini sesuai dengan butir-butir Pancasila.
Kita harus menghormati dan menghargai hasil karya orang lain, hemat yang berarti
pengeluaran sesuai dengan kebutuhan. (IKIP Malang, 1983:63).
3. Aksiologi
Aksiologi adalah bidang filsafat yang menyelidiki aspek nilai (value). Nilai tidak akan
timbul karena manusia mempunyai bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-
hari. Jadi, masyarakat menjadi wadah timbulnya nilai. Dikatakan mempunyai nilai,
apabila berguna, benar (logis), bermoral dan etis. Dengan demikian, dapat pula
dibedakan nilai materiil dan spiritual. Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar
negara memiliki nilai-nilai: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan
Keadilan. Nilai ideal, materiil, spiritual dan nilai positif dan juga nilai logis, estetika,
etis, sosial dan religius. Dengan demikian Pancasila syarat akan nilai.

85
Pertanyaan dan Jawaban
1. Apa yang dimaksud dengan pradigma pendidikan masadepan?

Jawab:yaitu suatu proses yand dapat melahirkan individu yang berbekal


pengetahuan,ketrampilan dan nilai yang diperlukan untuk hidup dan berkiprah
dalam era globalisasi.

2. Sebutkan 4 pilar pendidikan yang dibuat oleh UNESCO

Jawab:learning to know,learning to do,learning to live together


3.Apa visi pendidikannasional?

Jawab:terwujudnya sistem pendidikan sebagai perantara memberdayakan


semua warga negara indonesia berkembang manusia yang berkualitas.
4. Apa prinsip pelaksanaan reformasi pendidikan?

Jawab:bahwa pendidikan diselengarakan sebagai proses pembudayaan dan


pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
5. Apa acuan pendidikanteknohumanistik?

Jawab:yaitu model pendidikan yang mampu mentransmormasikan bekal


dengan dasar keadaan yang kokoh.
6. Sebutkan acuanteknohumanistik?

Jawab:acuan nilai kultural,acuan acuan lingkungan,acuan filosofis.


7.Filosofis obyek formal pendidikan adalah?
Jawab:proses permanusian manusia sehingga harus memiliki karakteristik.
8.Acuan pendidikan adalah?

Jawab:pemberdayaan untuk kemandirian dan keungulan.


9.Apa tujuan reformasi lingkungan nasional?
Jawab:yaitu untuk meningkatakan taraf hidup masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari.
10.Apa pentingnya learning to know dalam pendidikan?
Jaewab:yaitu peserta didik belajar tentang pengetahuan yang penting sesuai
derngan jenjang pendidikan yang diikuti.

86
87
BAB VII

SOSIOLOGIS DAN ANTROPOLOGIS

Pembahasan

1.Landasan dalam Pendidikan Sosiologis

Landasan sosiologi mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber


dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami
kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada
pola hubungan antar pribadi dan antar kelompok dalam masyarakat tersebut. Untuk
terciptanya kehidupan masyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai sosial
yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat
kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota
masyarakat (Maryati dan Suryawati,2007)

Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut


oleh pengikutnya, yaitu: (1) paham individualisme, (2) paham kolektivisme, (3)
paham integralistik.

Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan
hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya,
asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain (Usman dan Alfian, 1992:255).

Dampak individualisme menimbulkan cara pandang yang lebih


mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat. Dalam
masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri, antara anggota
masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan
dampak yang kuat.

Paham kolektivisme memberikan kedudukan yang berlebihan kepada


masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah
sebagai alat bagi masyarakatnya(Sastrapratedja, 1992:145).

Sedangkan paham integralistik dilandasi pemahaman bahwa masing-masing


anggota masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara organis
merupakan masyarakat. Masyarakat integralistik menempatkan manusia tidak

88
secara individualis melainkan dalam konteks strukturnya manusia adalah pribadi dan
juga merupakan relasi. Kepentingan masyarakat secara keseluruhan diutamakan
tanpa merugikan kepentingan pribadi (Oesman dan Alfian, 1992).

Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik


yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat: (1) kekeluargaan dan gotong
royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat, (2) kesejahteraan bersama
menjadi tujuan hidup bermasyarakat, (3) negara melindungi warga negaranya, dan
(4) selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban. Oleh karena itu, pendidikan
di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia secara orang per orang tapi
juga meningkatlan kualitas masyarakat umum (Wulansari,2009).

2. Implementasi Landasan PendidikanSosiologis

Masyarakat Indonesia setelah kemerdekaan, utamanya pada zaman


pemerintahan orde baru telah banyak perubahan. Sebagai masyarakat majemuk,
maka komunitas dengan ciri-ciri unik baik secara horizontal maupun vertikal masih
dapat ditemukan. Demikian pula halnya dengan sifat-sifat dasar dari zaman
penjajahan belum terhapus seluruhnya. Namun dengan niat politik yang kuat
menjadi suatu masyarakat bangsa Indonesia serta dengan kemajuan dalam
berbagai bidang pembangunan. Berbagai upaya yang persatuan dan kesatuan yang
kokoh, berbagai upaya tersebut dilaksanakan dengan tidak mengabaikan kenyataan
tentang kemajemukan masyarakat Indonesia. Hal terakhir tersebut kini makin
mendapat perhatian yang semestinya dengan antara lain memasukkannya muatan
lokal di dalam kurikulum sekolah. Muatan lokal yang didasarkan pada kebhinekaan
masyaraka Indonesia. Dengan demikian akan dapat diwujudkan manusia Indonesia
dengan wawasan nusantara dan berjiwa nasional akan tetapi memahami dan
menyatu dengan lingkungan. Berbagai upaya yang dilakukan, baik melalui jalur
sekolah (seperti mata pelajaran PKn, pendidikan sejarah) maupun jalur pendidikan
luar sekolah (seminar, lingkungan) telah mulai menumbuhkan benih-benih persatuan
dan kesatuan yang semakin kokoh. Berbagai upaya tersebut dilaksanakan dengan
tidak mengabaikan kenyataan tentang kemajemukan masyarakatIndonesia.

Seperti halnya dimasukkannya mata pelajaran “muatan lokal“ yang bertujuan


dapat membentuk manusia-manusia lokal, bahkan untuk memperkuat itu,

89
dikukuhkan kedalam UU RI No.2 tahun 1989 Pasal 37 dan Pasal 38, PP RI No. 28
Tahun 1990 Pasal 14 ayat 3 dan 4.

3. Fungsi Kajian Landasan PendidikanSosiologis

Secara umum pendidikan sosiologis bertujuan untuk mengembangkan fungsi-


fungsinya selaku ilmu pengetahuan (pemahaman eksplanasi, prediksi, dan utilisasi)
melalui pengkajian tentang keterkaitan fenomena-fenomena siosial dan pendidikan,
dalam rangka mencari model-model pendidikan yang lebih fungsional dalam
kehidupan masyarakat. Secara khusus, Sosiologi Pendidikan berusaha untuk
menghimpun data dan informasi tentang interaksi sosial di antara orang-orang yang
terlibat dalam institusi pendidikan dan dampaknya bagi peserta didik, tentang
hubungan antara lembaga pendidikan dan komunitas sekitarnya, dan tentang
hubungan antara pendidikan dengan pranata kehidupan lain (Syaifullah, 1981).

4. Landasan dalam PendidikanAntropologis

Antropologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata ”antrophos” berarti
manusia, dan “logos” berarti ilmu. Antropologis mempelajari manusia sebagai
makhluk biologis sekaligus makhluk sosial. Antropologis memiliki dua sisi holistik
dimana meneliti manusia pada tiap waktu dan tiap dimensi kemanusiaannya. Arus
utama inilah yang secara tradisional memisahkan antropologi dari disiplin ilmu
kemanusiaan lainnya yang menekankan pada perbanding atau perbedaan budaya
antar manusia. Walaupun begitu sisi ini banyak diperdebatkan dan manjadi
kontroversi sehingga metode antropologi sekarang sering kali dilakukan pada
pemusatan penelitian pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal
dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama (Keesing, 1999:2).

5. Implementasi Landasan PendidikanAntropologis

Landasan pendidikan antropologis adalah hal yang tak bisa dilewatkan untuk
diimplementasikan dalam masyarakat, terutama bidang pendidikan. Namun, ada
berberapa hal yang harus diperhatikan dalam implementasi landasan antropologi
(Wibisono, 2009).

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam implementasi landasan antropologi


adalah sebagai berikut:

90
Identifikasi kebutuhan belajar masyarakat

Identifikasi kebutuhan masayarakat ini bersumber dari informasi masyarakat


sekitar. Masyarakat tersebut terdiri dari tokoh masyarakat, baik secara formal
maupun informal, tokoh agama, dan perwakilan masyarakat kelas bawah. Hal ini
bertujuan untuk memperoleh informasi dan data yang dijadikan bahan
pengembangan kurikulum. (Murray Printr)

Contohnya adalah melihat keadaan lingkungan masyarakat diterapkan model


pembelajaran berbasis budaya lokal. Model pembelajaran ini diterapkan melalui
muatan lokal. Materi disesuaikan dengan potensi lokal masing-masing daerah di
lingkungan sekolah. Sehingga siswa dapat mengenali potensi budayanya sendiri,
mengembangkan budaya, menumbuhkan cinta tanah air, dan mempromosikan
budaya lokal kepada daerah lain.

Keterlibatan partisipasi masyarakat

Setelah mengidentifikasi kebutuhan belajar, maka masyarakat ikut serta


dalam merancang kurikulum, menyediakan sarana dan prasarana, menentukan nara
sumber sebagai fasilitator, dan ikut menilai hasil belajar (Hasbullah,
2001:199,200,201)

Pemberian pendidikan kecakapan hidup

Pendidikan kecakapan hidup merupakan pendidikan dalam bentuk pemberian


keterampilan dan kemampuan dasar pendukung fungsional, membaca, menulis,
berhitung, memcahkan masalah, mengelola sumber daya, bekerja dalam kelompok,
dan menggunakan teknologi (Dikdasmen 2002, dalam Efendi 2009:153).

6. Manfaat Landasan PendidikanAntropologis

Setiap manusia memiliki perbedaan, oleh karena itu untuk memudahkan


dalam proses belajar mengajar seorang pendidik harus sedikit banyak memahami
latar siswa yakni keluarga, budaya, lingkungan siswa. Itulah sebabnya antropologi

91
dibutuhkan sebagai landasan dalam pendidikan. Landasan pendidikan antropologis
memiliki beberapa manfaat diantaranya:

Dapat mengetahui pola perilaku manusia dalam kehidupan bermasyarakat


secara Universal maupun pola perilaku manusia pada tiap-tiap masyarakat (suku
bangsa).

Dapat mengetahui kedudukan serta peran yang harus kita lakukan sesuai
dengan harapan warga masyarakat dari kedudukan yang kita sandang.

Dengan mempelajari antropologi akan memperluas wawasan kita terhadap


tata pergaulan umat manusia diseluruh dunia khususnya Indonesia yang mempunyai
kekhususan-kekhususan yang sesuai dengan karakteristik daerahnya sehingga
menimbulkan toleransi yang tinggi.

Dapat mengetahui berbagai macam problema dalam masyarakat serta


memiliki kepekaan terhadap kondisi-kondisi dalam masyarakat baik yang
menyenangkan serta mampu mengambil inisiatif terhadap pemecahan
permasalahan yang muncul dalam lingkunganmasyarakatnya.

Dari manfaat diatas dapat disimpulkan bahwa, antropologi dapat menjadikan


bangsa Indonesia menjadi bangsa yang memiliki jiwa nasionalis.

7. Sosialisasi dan Enkulturasi sebagaiPendidikan

Menurut Peter L. Berger “Sosialisasi adalah suatu proses dimana anak


belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalammasyarakat”

Yang dipelajari individu melalui sosialisasi ini adalah peranan-peranan. Dalam


proses sosialisasi individu belajar untuk mengetahui peranan yang harus
dijalankannya serta peranan-peranan yang harus dijalankan orang lain (Kamanto
Sunarto, 1993). Melalui penguasaan peranan-peranan yang ada dalam masyarakat
ini individu akan dapat berinteraksi dengan orang lain. Sedangkan enkulturasi
adalah suatu proses dimana individu belajar cara berpikir, cara bertindak, dan
merasa yang mencerminkan kebudayaan masyarakatnya. Herkovits menyatakan
bahwa sosialisasi menunjukkan proses pengintegrasian individu ke dalam sebuah
kelompok sosial, sedangkan enkulturasi adalah proses perolehan kompetensi
budaya untuk hidup sebagai anggota kelompok (ImranManan,1989).

92
8. Pola Sikap Guru kepada Siswa dan Implikasinya terhadap Fungsi dan Tipe
Guru

Pendidikan sosiologis dan atropologis dapat dikaitkan dengan pola sikap guru
terhadap murid. David Hargreaves (Sudarja Adiwikarta, 1988) mengemukakan tiga
kemungkinan pola sikap guru terhadap muridnya serta implikasinya terhadap fungsi
dan tipe/kategori guru. Pola tersebut yakni:

Pola Pertama: Guru berasumsi bahwa para muridnya belum menguasai


kebudayaan, sedangkan pendidikan diartikan sebagai enkulturasi (pembudayaan).
Implikasinya maka tugas dan fungsi guru adalah menggiring murid-muridnya untuk
mempelajari hal-hal yang dipilihkan oleh guru dengan peretimbangan itulah yang
terbaik bagi mereka. Tipe guru dalam kategori ini dinamakan Hargreaves sebagai
penjinak atau penggembala singa (“lion tamer”).

Pola Kedua: Guru berasumsi bahwa para muridnya mempunyai dorongan


untuk belajar yang harus meghadapi materi pengajaran yang baru baginya, cukup
berat dan kurang menarik. Implikasinya maka tugas guru adalah membuat
pengajaran menjadi menyenangkan, menarik dan mudah bagi para muridnya. Tipe
guru demikian dikategorikan sebagai penghibur atau “entertainer”.

Pola Ketiga: Guru berasumsi bahwa para muridnya mempunyai dorongan


untuk belajar, ditambah dengan harapan bahwa murid harus mampu menggali
sendiri sumber belajar, dan harus mampu mengimbangi dan berperan dalam
kehidupan masyarakat yang terus menerus berubah, bahkan dengan kecepatan
yang semakin meningkat. Implikasinya guru harus memberikan kebebasan yang
cukup luas kepada murid. Baik secara individual maupun kelompok kecil, guru dan
murid bersama-sama menyusun program kurikuler. Hubungan guru-murid didasari
kepercayaan, dan arah belajar-mengajar adalah pengembangan kemampuan dan
kemauan belajar di kalangan murid. Tipe guru demikian dikategorikan oleh
Hargreaves sebagai “guru romantik” (romantic) (David Hargreaves Sudarja
Adiwikarta,1988).

A.Ruang Lingkup Pendidikan Multibudaya

93
Istilah “multibudaya” (multiculture) jika ditelaah asal-usulnya mulai dikenal
sejak tahun 1960-an, setelah adanya gerakan hak-hak sipil sebagai koreksi terhadap
kebijakan asimilasi kelompok minoritas terhadap melting pot yang sudah berjalan
lama tentang.

Antropolog Universitas Pajajaran berpendapat bahwa dalam masyarakat


majemuk (plural society), terdapat dua tradisi dalam sejarah pemikiran sosial
(Yudistira K. Garna (2003; 164).

Pertama; bahwa kemajemukan itu merupakan suatu keadaan yang


memperlihatkan wujud pembagian kekuasaan di antara kelompok-kelompok
masyarakat yang bergabung atau bersatu, dan rasa menyatu itu dibangun melalui
dasar kesetiaan (cross-cutting) kepemilikan nilai-nilai bersama dan perimbangan
kekuasaan.(Peh, 1985: 77-79).

Kedua; dalam masyarakat majemuk dikaitkan dengan relasi antar ras/etnik,


bahwa masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terdiri dari berbagai kelompok
ras/etnik yang berada dalam satu sistem pemerintahan, oleh karena itu sering
mengalami konflik dan paksaan (Garna, 2003: 164-165).

Implikasi dari adanya masyarakat majemuk tersebut juga memiliki berbagai


kelompok budaya yang beragam.Masyarakat yang memiliki budaya beragam ini
maka terminologi multibudaya sering didiskusikan baik sebagai respons menghadapi
tantangan realitas sosial itu, maupun sebagai pengakuan atas diversitas 3 budaya
majemuk tersebut.(Smith,1965)
Pendidikan multibudaya dalam perkembangannya sebagai suatu sikap, praktik
sosial, dan kebijakan pemerintah, yang sekarang ini telah meluas ke arah suatu
keyakinan atau kebijakan politik pemerintah semacam „penanaman dan
pemeliharaanideologi‟dalampengembangankebudayaanmenciptakanmasyarakat
yang sehat. Karyanya Cross-cultural psychology: Research and applications,
menyebutnya multikulturalisme pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan suatu
konteks sosiopolitik yang memungkinkan individu dapat mengembangkan identitas
yang sehat dan secara timbal-balik mengembangkan sikap-sikap positip antar
kelompok. (Berry, Poortinga, dan Segall,1998:577-580).
Ketiga; kebudayaan-kebudayaan etnis masa kini dalam kelompok-kelompok
yangtelahdibahasitu.Halinimerupakandimensiyanglangsungterwujudpadadiri

94
generasi mudanya sebagai anggota kebudayaan tersebut.Kebudayaan etnis masa
kini, mencakup; ritual-ritual etnis keluarga, makanan, kebiasaan-kebiasaan tentang
peran-peran dan interaksi dalam keluarga, nilai-nilai, pilihan musik, falsafah hidup,
dan lainnya (Blum, 2001: 20).

C. Pendidikan Multibudaya Sebagai Keniscayaan dalam Kebijakan Sosial-


Politik

Bangsa Indonesia meupakan bangsa yang pluralis, bahkan mungkin yang


paling pluralis dunia. Bangsa ini terdiri ratusan etnis, agama, budaya, dan adat
istiadat, yang tersebar di sekitar 13.000 pulau besar dan kecil, serta berbicara dalam
ratusan bahasa daerah (Koentjaraningrat, 1970, 21-33; Thohari, 2000: 129).
Pluralisme multidimensional ini telah membentuk mozaik ke-Indonesia-an yang
sangat indah dan mempesona, tetapi sekaligus rawan terhadap
konflik.Ketidakmampuan mengelola pluralisme inilah bisa mendorong terjadinya
gejolak sosial politik yang bernuansa SARA (Suku, Agama, Ras, Antar golongan)
yang terjadi separatis di akhir-akhir ini.
Indonesia bukan satu-satunya bangsa dan negara yang memiliki pluralisme
etnis.Bangsa Amerika contohnya, juga dikenal sebagai bangsa sangat pluralistik
secara etnik.Karena pluralistiknya Amerika menjadikan “E Pluribus Unum” sebagai
jargonnya. Kemudian bangsa Kanada, memiliki kebijakan multikulturalisme dengan
“mozaic-nya”, dengan jargon “unity in diversity” (Marger, 1985: 258, Supardan, 2002:
34), sebuah semboyan yang mirip “Bhinneka Tunggal Ika” yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia. Bangsa Singapura juga menyebut dirinya sebagai bangsa pluralis, meski
etnik Cina memiliki jumlah yang lebih dominan. Demikian juga dengan bangsa-
bangsa lain. Sedikit sekali negara yang dihuni oleh satu etnis saja.Singkatnya,
pluralisme bukanlah eksklusif milik kita saja, melainkan merupakan fenomena umum
yang bisa ditemukan di mana saja.Pendidikan multibudaya sebenarnya merupakan
suatu keharusan kebijakan sosial-politik.Karena fakta pluralitas etnik dan budayanya
tersebut tidak saja dibenarkan secara historis, sosiologis, antopologis, tetapi juga
teologis.Selain itu pluralisme juga merupakan akibat logis dari gelombang urbanisasi
dan globalisasi yang terjadi di dunia.Catatan yang perlu dihindarkan dalam
pendidikan multibudaya ini adalah kecenderungan eksklusifisme dan fanatisme etnis
yang sempit. Pasalnya fanatisme etnis akan menyulut konflik secara potensial
memang selalu ada dan inheren dalam masyarakat yang multietnis baik yang

95
disebabkan oleh stereotipe maupun prasangka-prasang sosial lainnya. Secara
sederhana masalahnya adalah bagaimana agar sesuatu yang potensial dalam arti
negatif, tidak menjadi aktual. Artinya bahwa diperlukan untuk mengatur agar
kebutuhan dan kebenaran pendidikan multibudaya itu menjadi penetapan ideologis
sebagai bangsa Indonesia dari semua etnis, golongan agama, budaya, bahasa yang
beraneka ragam itu merasakan satu bangsa yang benar-benar dihayati, dan
diamalkan, tanpa menghilangkan identitas “primordial” yang kaya dengan perbedaan
itu.
Jawaban yang diajukan untuk menjawab permasalah tersebut juga tidak
mungkin dengan menghilangkan identitas “primordial” itu dengan menindas identitas
yang kaya dengan keragaman sekalipun dengan maksud memperkuat persatuan
nasional. Hal ini sama halnya dengan “mati secara sosial dan budaya” (Magnis-
Soeseno, 2000, 30). Dari atropi (penyusutan) sebuah identitas asli, tidak mungkin
muncul identitas baru.Jadi tidak mungkin tercapai kesatuan bangsa yang terdiri atas
banyak komponen, dengan meniadakan kemajemukan itu.Bangsa Indonesia tidak
mungkin dilarutkan identitasnya sebagai orang Jawa, Sunda, Batak, Minang, Dayak,
Bugis, Ambon, Islam, Hindu, Kristen, Budha, dan seterusnya. Sebab tindakan itu
tidak akan dapat menciptakan identitas Indonesia yang sesungguhnya, melainkan
hanya akan menghancurkan identitas yang sebenarnya. Bangsa Indonesia tidak
mungkin dapat dibangun oleh selain orang Indonesia sendiri.Walaupun ironisnya
banyak pemimpin dan penguasa kita mengambil jalan pintas seperti itu.Persatuan
bangsa yang dicapainyapun hanyalah sebuah persatuan semu yang dibangun oleh
identitas atas ritus-ritus kenegaraan yang kosong. (Piliang, 2001: 227; Magnis-
Suseno, 2000: 31).

Individu maupun kelompok dalam perannya sebagai manusia memiliki


identitas keunikannnya yang tak pernah tergantikan dalam personalitasnya,
walaupun selalu berusaha menserasikan seluruh pengetahuan, persepsi tentang
realitas dalam sosialitasnya. Sebagai bangsa yang pluralis, mestinya dapat
memahami hakikat apa itu primordialisme. Kalau saja seseorang memiliki akar
dalam lingkungan sosialnya yang termasuk primordial, lalu ia bekerja sesuai dengan
bobot dan tanggung jawabnya masing-masing, itu bukan berarti primordialisme.
Karena ketertanaman sosio-kultural, justru merupakan syarat keutuhan personal dan
psikis seseorang. Berbeda dengan suatu keterikatan primordial (yangwajar)

96
kemudian menjadi primordialistik (tidak wajar) yang melampaui lingkaran primordial
dengan kata lain menjadi “eksklusif”, seseorang dengan mengidentifikasikan diri
hanya dengan salah satu unsur primordial saja. Hal itu jelas pada orang tersebut
terjadi desosialisasi, suatu pemiskinan sosial karena tidak mampu lagi merasakan
solidaritas dengan orang lain sebagai manusia dalam kesatuan bangsa. Sikap
semacam ini bahkan dapat menjadi primordialistik fanatik yang sempit apabila salah
satu keterikatan primordial, misalnya pada salah satu suku, maupun agama menjadi
sedemikian dominan. Keluarga dan nilai-nilai dominan umum akhirnya menjadi tidak
lagi dirasakannya.Primordialisme semacam itu dapat dikategorikan “pathologi psikis”
jika menyangkut individu, dan pathologi sosial jika menyangkut kelompok.(Horton &
Hunt, 1999: 195-197).
Kemajemukan etnis dan budaya sebetulnya baik secara historis maupun
antropologis yang ada di Indonesia itu sudah sangat kondusif bagi penerapan
pendekatan pendidikan multibudaya.Indonesia yang memiliki motto kenegaraan
Bhinneka Tunggal Ika, adalah hakiki dan mengungkapkan kebenaran historis yang
tidak dapat disangkal lagi sejak zaman kerajaan dahulu. Kerajaan Majapahit memiliki
politik hubungan antar kerajaan yang terungkap dalam semboyan “mitreka satata”
yang berarti “persahabatan dengan dasar saling menghormati” dengan kerajaan-
kerajaan Asia Tenggara lainnya seperti Champa, Syam, Burma. Pujangga Empu
Tantular pernah melukiskan kehidupan beragama dengan baik sekali dalam
karangannya Sutasoma dengan kalimat “bhinneka tunggal ika tan hana darma
mangrua” yang berarti „walaupun berbeda, satu adanya, tidak ada agama yang
tujuannya berbeda”. (Darmodihardjo,1985: 17).

Secara antropologis, bangsa Indonesia yang kaya akan keragaman etnis,


budaya, agama, bahasa, adat-istiadat yang hidup di tengah masyarakat plural,
semuanya tergantung dari local genius yang bersifat primordial. (Sumardjo, 2002:
23).

Lokal genius yang primordial itu ditentukan oleh genesis infra struktur
penghidupan masyarakatnya.Kalau saja menurut Kluckhohn (1953) terdapat tujuh
unsur kebudayaan itu, baik yang kecil, terisolasi-sederhana, maupun yang besar
kompleks-maju.Ketujuh unsur itu adalah bahasa, sistem teknologi, sistem ekonomi,
organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, dan kesenian.(Koentjaraningrat, 1986:
83).

97
Melalui evolusi dan transformasi yang beratus-ratus bahkan beribu-ributahun
, jika saja kita mau belajar, maka organisasi sosial politik kita dalam berbangsa dan
bernegara, segala kekurangan-kekurangannya akan tampak di hadapan kita. Kalau
ini memang yang sedang terjadi, dapat dibayangkan bahwa kemandekan dalam
kesadaran sejarah tidak bisa dihindarkan, sebab kesadaran relevance, merupakan
awal mutu kehidupan.Dalam profesi dan peran sosial apapun, jika sedang
mengalami “sense of relevance”, kehadirannya bisa menjadi teralienasi dari
keharusan zaman dan tuntutan masyarakat. (Abdullah, 2001: 218,260).

Pendidikan multibudaya sebetulnya sekarang ini sangat memungkinkan untuk


berkembang terutama dengan berlakunya Undang-undang Otonomi Daerah.Sebab
dalam multibudaya, menuntut pengembangan budaya lokal secara wajar serta
tumbuhnya pemikiran yang sangat kaya dengan keunikan masing-masing
budaya.Semua elemen itu tidak mungkin dapat diapresiasi dengan pendekatan
terpusat (top down), melainkan hanya dengan mengembangkan pendekatanbottom
up yang desentralistik.Melalui pengembangan potensi daerah yang desentralistik
tersebut, diharapkan pemikiran pluralistik etnis, budaya, agama, seni, bahasa, dapat
melakukan respons kreatif yang signifikan dengan tuntutan transformasi masyarakat
yang terjadi. (Asy‟ari,2003:234-235).

D. Landasan Teoretik Peranan Pendidikan Multibudaya dalam IntegrasiBangsa

Terminologi “integrasi bangsa” merupakan penyatuan secara terencana dari


berbagai golongan, etnik, agama, bahasa, budaya yang berbeda-beda menjadi
suatu kesatuan yang serasi atau satuan dalam satu kesatuan kehidupan
berbangsa/bernegara (Bachtiar, 2001: 45; Shadily, 1980: 1461).Integrasi bangsa
Indonesia sampai sekarang masih merupakan masalah yang dianggap kompleks,
rumit, dan menuntut kesungguhan penuntasannya.Kompleksitas permasalahan yang
muncul dalam integrasi bangsa tersebut juga bisa terjadi karena upaya pemerintah
sendiri yang kurang serius untuk menangani masalahitu.
Dalam upaya memperkuat integrasi bangsa ini kiranya belum ada rencana
ataupun program yang besar, seperti halnya rencana pembangunan ekonomi yang
dibuat Bappenas.Program integrasi bangsa yang hendak mengusahakan persatuan
dan kesatuan bangsa ini, pada dasarnya bukan tugas perseorangan atau golongan-
golongan tertentu saja, melainkan adalah tugas semua pihak yang menyatukan diri

98
dalam ikatan nasional Indonesia, atau bangsa Indonesia. Paling sedikit masing-
masing orang atau golongan dengan cara masing-masing diharapkan ikut
memperjuangkan integrasi nasional yang merupakan kepentingan kita bersama.
(Bachtiar 2001: 51)

Kondisi ekonomi, politik, sosial, memberikan arti penting untuk menciptakan


susana kondusif bagi persatuan bangsa. Hertzler bahkan selanjutnya berkeyakinan
bahwa faktor bahasa juga memegang peranan penting dalam “kesadaran bersatu”
(consciousness of unity). Oleh karena itu hakekat persamaan bahasa (Bahasa
Indonesia) merupakan contoh potensi sentripetal bahasa yang disadari atau tidak
oleh para pemuda pada tahun 1928 itu telah digunakan sebagai salah satu alat
dalam melahirkan bangsa Indonesia. Kesatuan dan persatuan untuk kasus
Indonesia, menurut Hertzler bisa dicapai lebih mudah karena melalui penguasaan
dan pemahaman satu bahasa (Bahasa Indonesia) yang merupakan bahasa resmi
dan persatuan, akan menjadi katalisator yang memberikan kontribusi dalam integrasi
bangsa, seperti yang dinyatakan. Hertzler (1965: 229).
Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam integrasi bangsa adalah faktor
interaksi antar etnis. Peranan interaksi antar etnis juga merupakan faktor penting
dalam proses integrasi bangsa. Beberapa sosiolog ternama maupun ahli sosiologi-
politik, telah mengingatkan kita bahwa untuk terjadinya suatu bentuk integrasi
bangsa yang optimal, maka faktor “interaksi budaya maupun antar etnis yang
bermakna” merupakan prasyarat dalam membentuk integrasi tersebut (Svalastoga,
1989: 98; Knapp, 1985: 99; Duverger, 1985:354).
Adanya aktivitas interaksi yang efektif dapat mendorong antar anggota untuk
bekerjasama lebih akrab. Kaare Svalastoga, Sosiolog Denmark dalam bukunya
Social Diferentiation, menyatakan bahwa integrasi lebih besar kemungkinannya
ditemukan dalam masyarakat yang perubahannya lambat, ketimbang di dalam
masyarakat yang berubah cepat (Svalastoga, 1989: 99). Harjanto (2001:86-87), Staf
Analis Departemen Politik dan Perubahan Sosial, yang menyoroti hubungan
kebangsaan dan kewarganegaraan, menilai bahwa rapuhnya spirit integrasi bangsa
Indonesia yang telah dibangun sejak abad 20, tampaknya karena lemahnya visi
kebangsaan dan kekaburan mendasar dalam memandang ke-Indonesiaan ini.
Pemahaman kebangsaan selama ini masih merujuk pada terminologi klasik
Renansian, yaitu suatu bangsa adalah a daily plebicite yang tergantung pada

99
kehendak warganya untuk hidup secara bersama dalam identitas kolektif baru yang
melampaui garis-garis primordial – sektarian.Secara normatif, kebangsaan dalam
komunalistik seperti itu memang mungkin dibangunPendekatan fungsionalisme
struktural, seperti yang dikemukakan oleh Parsons terdapat beberapa asumsi,
sebagai berikut:
(1) Masyarakat dilihat sebagai suatu sistem daripada elemen-elemen yang tidak
terintegrasikan.
(2) Dengan demikian hubungan pengaruh mempengaruhi dari elemen tersebut
bersifatganda.
(3) Walaupun integrasi bangsa tidak dapat dicapai dengan sempurna, namun secara
fundamental sistem sosial selalu cenderung bergerak ke arah equilibrium yang
bersifat dinamis. (4) Sekalipun disfungsi, ketegangan-ketegangan, dan
penyimpangan-penyimpangan senantiasa terjadi juga, akan tetapi di dalam jangka
panjang keadaan tersebut pada akhirnya akan teratasi dengan sendirinya melalui
penyesuaian-penyesuaian dan proses instititusionalisasi. Dengan perkataan lain,
sekalipun integrasi sosial pada tingkatnya yang sempurna tidak akan tercapai, akan
tetapi setiap sistem sosial akan mengarah ke prosesitu.

(5) Perubahan dalam sistem sosial pada umumnya terjadi secara gradual, melalui
penyesuaian yang tidakrevolusioner.
(6) Pada dasarnya perubahan sosial itu terjadi melalui tiga hal: penyesuaian dalam
sistem sosial terhadap perubahan dari luar, pertumbuhan proses diferensiasi
struktural fungsional, penemuan baru anggotamasyarakat.
(7) Dalam setiap masyarakat selalu terdapat tujuan-tujuan dan prinsip dasar yang
bersifat mutlak benar. Sistem nilai tersebut disamping merupakan sumber
berkembangnya integrasi sosial, juga sekaligus merupakan unsur yang menstabilisir
sistem sosial budaya itu sendiri. (Nasikun, 2003:11-12).
Karakteristik seperti itu juga serupa dengan kondisi di Indonesia, karena
hampir semuanya terwakili.Mengikuti pandangan demikian, sustu sistem sosial
senantiasa terintegrasi di atas landasan berikut. Pertama, masyarakat akan
terintegrasi di atas tumbuhnya konsesnsus yang dianggap fundamental. Kedua,
setiap konflik yang terjadi diantara suatu kesatuan sosial dengan kesatuan sosial
lainnya, segera akan dinetralisir oleh adanya loyalitas ganda (cross-cuting loyalities)

100
dari para anggotanya terhadap berbagai kesatuan sosial baik yang sifatnya ideologis
maupun politis (Nasikun, 2003: 63).

E. Landasan Empiris Peranan Pendidikan Multibudaya dalam Integrasi


Bangsa: Lintasan Sejarah
Berbeda dengan solidaritas organik, solidaritas itu muncul karena pembagian
kerja yang bertambah besar, sehingga tercipta suatu struktur masyarakat yang
saling memiliki ketergantungan yang tinggi.Saling ketergantungan itu bertambah
sebagai hasil dari bertambahnya spesialisasi dalam pembagian kerja, yang
memungkinkan dan juga semakin menggairahkan perbedaan di kalangan
individu.(Johnson, 1986;184-185).
Solidaritas dengan demikian muncul karena perbedaan-perbedaan di tingkat
individu ini yang merombak kesadaran kolektif tersebut.Solidaritas organik, pada
dasarnya sangat memungkinkan tercapainya solidaritas dan integrasi bangsa karena
adanya tingkat ketergantungan anatar individu maupun etnis itu menjadi semakin
tinggi.Pernyataan tersebut sejalan pula dengan contoh kesadaran masyarakat yang
dibutuhkan di Amerika Serikat yang ditulis oleh. (Bellah ,1985: 117) ,dalam buku
Habits of the Heart: Individualism and Commitment in American Life, bahwa konsep
kita tentang komunitas antar etnis/ras itu sendiri harus memungkinkan bagi adanya
pengakuan tentang perbedaan. Tradisi dalam pemikiran kita yang kuat namun
menyesatkan mengenai komunitas adalah bahwa manusia hanya merasakan
perasaan sebagai komunitas ketika mereka menganggap diri mereka “sama”
dengananggota-anggotalaindarimasyarakatnya.Namundisini-lahBellah(1985:
118) menegaskan bahwa jenis komunitas yang diperlukan di Amerika Serikat adalah
komunitas yang pluralistik, komunitas yang meliputi rasa keterikatan dan hubungan
yang berasal dari aktivitas, keadaan, tugas, lokasi bersama dan sebagainya dan
terutama didasarkan pada pengalaman kemanusiaan bersama namun dengan
mengakui dan menilai perbedaan-perbedaan budaya dan jenis-jenis perbedaan
lainnya juga.
Sosiolog Universitas Indonesia, dalam penelitiannya yang berjudul Integrasi
dan Disintegrasi Nasional, melaporkan bahwa Indonesia akan memasuki masa kritis
(tahap 51-100 tahun) karena semakin hilangnya generasi pertama yang telah
melakukan kesepakatan-kesepakatan (Sumpah Pemuda dan Proklamasi
Kemerdekaan). Sujatmiko berpendapat, generasi pasca 1945 (utamanya kaum

100
intelektual/mahasiswa dan para pemuda golongan menengah lainnya) akan berbeda
dengan sebelumnya karena lebih bersifat rasional, asertif dan mereka tidak
menerima “Integrasi Buta” atau “Integrasi Tanpa Reserve”(Sujatmiko (1999: 3).

F. Pendidikan Multibudaya danGlobalisasi


Kesadaran sejarah, merupakan suatu refleksi kontinu tentang kompleksitas
perubahan-perubahan yang ditimbulkan oleh interaksi dialektis masyarakat yang
ingin melepaskan diri dari genggaman realitas yang ada. Kesadaran sejarah juga
membantu untuk waspada terhadap pemikiran-pemikiran yang terlalu sederhana,
analogi yang dangkal, serta penerimaan-penerimaan pola hukum yang terlalu
mudah mengarahkan jalannya sejarah ataupun berada dalam cengkraman
determinisme sejarah (Soedjatmoko, 1976: 14; Supardan, 2000:4).
Sebagaimana sebelumnya telah diungkapkan, bahwa menurut Jandt (1998: 419)
sebanyak 95 % negara di dunia pada dasarnya adalah multibudaya karena secara
etnis dan budaya bersifat heterogen.Ia selanjutnya memberikan contoh-contohnya
bahwa, Amerika Serikat, India, RRC, Indonesia, adalah negara-negara berpenduduk
banyak yang memiliki diversitas etnik dan budaya yang heterogen serta luas
wilayahnya. Keragaman etnik/budaya itu dalam kenyataannya tidak selalu diterima
oleh kelompok mayoritas atau pemerintah yang berkuasa sebagai realitas sosial
yang perlu dipelihara. Bias sosial inilah yang perlu diluruskan bahwa dalam
pengertian yang kedua; pendidikan multibudaya berarti keyakinan atau kebijakan
yang menghargai pluralisme budaya sebagai khasanah kebudayaan yang diakui dan
dihormati keberadaannya (Suparlan, 2003: 31; Bennet, 1995: 115).

101
BAB VIII
Politik, Ideologi, Teologis, Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi
A. Pengertian Pedagogik Transformatif
Menurut seorang ahli fisika tamatan Masschussetts Institute of Technology
yang menjadi ekonomi melihat perubahan global tersebut menuntut dalam tiga
hal yang diperlukan terutama segi ekonomi global (Kenichi Ohmae, 2005). Ketiga
hal itu sebagaiberikut:

• Perubahanteknologi
• Perubahan pribadi dalam menghadapi perubahan teknologitersebut
• Perubahan di dalamorganisasi
Pedagogik sebagai suatu bidang ilmu sosial tentunya tidak dapat menutup
mata terhadap perubahan global yang terjadi. Oleh karena pendidikan
merupakan aspek kebudayaan yang mengalami perubahan di dalam era
globalisasi. Maka proses pendidikan tidak luput dari perubahan-perubahan di
dalam masyarakat. Bahkan pendidikan yang berkenan dengan pembinaan
pribadi manusia seharusnya berfungsi sebagai agen perubahan itusendiri.
Arus globalisasi membawa banyak unsur, baik positif maupun yang
negatif. Oleh sebab itu, seorang pribadi harus mengadakan pilihan yang
intelegen. Dasar dari proses pemilihan tersebut yaitu pengetahuan, tindakan,
kebiasaan yang diperoleh dari habitus seseorang dimana ia dibesarkan. Unsur
penting dari suatu habitus ialah kebudayaan yang dimiliki seseorang sejak
lahirnya.
Proses pemilihan arah merupakan hasil tempaan dalam kehidupan
seseorang. Oleh sebab itu, proses belajar mengajar tidak terbatas kepada hasil
akhir tetapi terutama kepada proses dalam mencapai hasil tersebut. Pedagogik
transformatif merupakan suatu proses yang mentransformasikan kehidupan ke
arah yang lebih baik. Inilah yang disebut visi pendidikan pedagogik transformatif.
Pedagogik transformatif bukan hanya terfokus kepada peserta didik tetapi
kepada peserta didik dalam habitus budayanya yang “terus menerus menjadi”.
Peserta didik dan budayanya akan berkembang dan terarah pada kehidupan
bersama yang penuh tantangan karena terus-menerus berubah dengan cepat.
Pedagogik tradisional seperti di dalam gerakan pendidikan progresif di arahkan
kepada kebutuhan peserta didik (child centered education), dapat pula berupa
society centered education. Kedua approach tersebut tidak memadai di dalam
pedagogik transformatif. Child Centered Education mengasingkan peserta didik
dari masyarakat dan kebudayaannya, sedangkan Society Centered Education
mengabaikan kemerdekaan peserta didik karena tunduk kepada kebutuhan
masyarakat yang didominasi oleh struktur kekuasaan tertentu. Hal ini
menghilangkan hakikat manusia yang paling asasi ialah kemerdekaannya.
Demikianlah pedagogik transformatif yang dinamis yang terus menerus
mengantisipasi perubahan yang akan datang.

102
1. Strategi Pedagogik Transformatif menghadapiPerubahannya
Seperti yang di kemukakan Kenichi Ohmae bahwa di dalam di dalam
bidang ekonomi perlu disusun dan direncanakan secara strategis untuk
menghadapi perubahan yang cepat tersebut. Dalam bidang pendidikan,
strategi yang sama dapat dan perlu dikembangkan (Kenichi Ohmae, 2005).

2. RevolusiTeknologi
Menghadapi perubahan yang besar yang diakibatkan oleh
perkembangan yang sangat cepat dalam teknologi informasi, proses
pendidikan perlu memanfaatkan kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh
teknologi informasi di dalam pengembangan individu maupun organisasi
pendidikan. Di dalam memanfaatkan revolusi teknologi informasi yang penting
adalah kita perlu menjaga agar tidak jatuh kepada proses robotisasi
pendidikan. Teknologi adalah sekedar alat untuk komunikasi bukan
sebaliknya. Kita jangan melupakan bahwa manusia bukanlah robot karena
manusia adalah makhluk yang dikaruniai Sang Pencipta dengan
kemerdekaan dan dayaciptanya.
Hal ini berarti kreativitas tetap mengatasi kemampuan teknologi. Jadi
teknologi informasi menjadi sarana untuk manusia dalam mengembangkan
dirinya untuk menghadapi perubahan-perubahan secara cepat. Bukan
sebaliknya, manusia sebagai alat dari teknologi komunikasi sehingga
manusia itu sekedar menjadi pelaksana dari teknologi itusendiri.
Revolusi teknologi dengan demikian tidak membawa manusia hidup
dalam suatu dunia yang digambarkan oleh George Orwell (1984) dimana
kebebasan individu menghilang di bawah kontrol “the big brother” yang
memata-matai gerak-gerak manusia yang tidak mengenal lagi dunia privat
(George Orwell,1984).

3. PerubahanPribadi
Apabila lingkungan kita berubah dengan cepat meminta yang sama
dari sikap pribadi yang hidup dalam lingkungan tersebut. Kontradiksi sikap
yang timbul akan mengantar manusia yang tidak kreatif dan kontraproduktif
bisa berakhir perusakan likungan. Menghadapi perubahan lingkungan yang
cepat diperlukan pribadi yang proaktif.
Kemampuan adaptif berarti kemampuan memilih atau selektif terhadap
hal yang positif maupun negatif pada habitat seseorang. Sikap adaptif yang
selektif terhadap perubahan berarti pula kemampuan berpartisipasi di dalam
perubahan yang terjadi. Manusia di era globalisasi bukanlah manusia yang
bertindak kontemplatif tetapi “Man of Action”, manusia yang bertindak.
Di dalam sikap partisipatif yang positif itu jelas proses pendidikan,
bukanlah merupakan suatu proses pengisian botol kosong atau yang seperti
dikemukakan oleh Paulo Freire sebagai proses seperti dalam sistem
perbankan (banking system) dalam arti penguasaan subject matter sebanyak-
banyaknya.

103
Pendidikan bukan merupakan suatu proses yang menyuguhkan
kompetensi-kompetensi tertentu yang belum tentu dapat dimanfaatkan dalam
memecahkan masalah kehidupan. Yang benar adalah lembaga pendidikan
yang bertujuan mempersiapkan pribadi-pribadi yang siap belajar dengan
partisipasi di dalam kehidupan dan juga merupakan proses yang
berkesinambungan atau Long Lifes Education.
4. Perubahan di dalamOrganisasi
Lembaga pendidikan atau sekolah merupakan suatu lembaga sosial
formal dimana terjadi proses pendidikan. Sekolah merupakan suatu
organisasi. Setiap organisasi atau lembaga sosial mempunyai struktur
organisasi, fungsi, dan kepemimpinan sendiri. Secara keseluruhan suatu
organisasi sosial hanya dapat berfungsi apabila dia menjawab kebutuhan
yang diharapkan oleh masyarakat dari lembaga sosial itu berada.
Sekolah biasanya merupakan suatu culture lag di dalam masyarakat.
Hal ini disebabkan karena sekolah dianggap sebagai lembaga dimana terjadi
transfer kubudayaan dari satu generasi ke generasi sesudahnya, dengan kata
lain sekolah merupakan sarana kesinambungan suatu masyarakat.
Menghadapi perubahan, sekolah harus membuka diri dari perubahan-
perubahan yang terjadi bahkan lembaga tersebut harus menjadi pelopor
perubahan itu sendiri. Ini diperlukan agar terjadi akselerasi perubahan yang
antisipatif dan pro aktif.
Lembaga pendidikan yang adaptif terhadap perubahan masyarakat
pertama haruslah berada di dalam arus perubahan masyarakat itu sendiri.
Lembaga sekolah bukannya menjadi penghalang, tetapi merupakan
laboratorium perubahan itu sendiri. Peserta didik yang ada di dalamnya mesti
ekuivalen dengan perubahan sekolah dan masyarakat sehingga perlu
ditanamkan sikap yang kreatif dan transformatif di dalam masa
pengembangannya.
Inilah lembaga pendidikan yang progresif yang bukan menantang
globalisasi tetapi menerima secara refleksif perubahan dalam masyarakat dan
mengarahkannya demi meningkatkan taraf hidup anggota masyarakatnya.
Lembaga pendidikan yang demikian berarti milik masyarakat yang dinamis.
Masyarakat yang berubah memiliki atau menjadi shareholder dari lembaga
pendidikannya dan terciptalah kondisi pengembangan kreativitas serta kerja
sama positif peserta didik di dalam mengembangkan berbagai kompetensi
yang diantisipasikan dituntut di dalam perubahan masyarakat masa depan.
( sumber: hepimakassar/tinjauankritisperspektifpedagogiktranformatif)

5. Pedagogi Kritis
Pedagogi kritis (critical pedagogy) merupakan pendekatan
pembelajaran yang berupaya membantu murid mempertanyakan dan
menantang dominasi serta keyakinan dan praktek-praktek yang mendominasi
(wikipedia). Pedagogi kritis (critical pedagogy) dapat dimaknai sebagai
pendidikan kritis yaitu pendidikan yang selalu mempertanyakan mengkritisi
pendidikan itu sendiri dalam hal-hal fundamental tentang pendidikanbaik

104
dalam tataran filosofis, teori, sistem, kebijakan maupun implementasi
implementasi.
Pedagogi kritis mempunyai akar/ dimensi ideologi politik dalam konteks
perjuangan sosial/tranformasi kondisi sosial politik dari kekuasaan yang
opresif untuk mencapai tatanan sosial politik yang adil dan egaliter, dimensi
filosofis berkaitan dengan makna dan tujuan pendidikan terkait dengan
pendidikan sebagai praktek pembebasan dan dimensi praktis pemberdayaan
manusia/ individu/ peserta didik melalui konsep Conscientization (pewujudan
kesadaran kritis(the coming to critical consciousness). Konsentisasi akan
membawa pada pendidikan yang membebaskan yang berfokus pada
pengembangan kesadaran kritis melalui pemahaman hubungan antara
masalah individu dan pengalaman dengan konteks sosial dimana individu itu
berada, untuk itu langkah praxis penting untuk dilakukan sebagai pendekatan
reflektif atas tindakan yang melibatkan siklus teori, aplikasi, evaluasi, refleksi
dan kemudian kembali lagi pada teori.

( sumber : Dr.Uhar Suharsaputra / KAHMI/ Kuningan / 2010)


B. PengertianTeologi
Istilah Teologi berasal dari Bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata,
yaitu theos yang artinya Allahatau Tuhandan logia yang artinya kata-kata,
ucapan atau wacana. Jadi, teologi adalah wacanayang berdasarkan nalar
mengenai agama, spiritualitasdan Tuhan. Atau dengan kata lain, teologi adalah
ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan
beragama.
C. Pengertian Karakter danMoral
Secara etimologis, kata karakter (Inggris: character) berasal dari bahasa
Yunani (Greek), yaitu charassein yang berarti “to engrave”. Kata “to engrave”
bisa diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia kata “karakter” diartikan dengan tabiat, sifat-
sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan
yanglain.
Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku,
bersifat, bertabiat, atau berwatak. Dengan makna seperti itu berarti karakter
identik dengan kepribadian atau akhlak. Seiring dengan pengertian ini, ada
sekelompok orang yang berpendapat bahwa baik buruknya karakter manusia
sudah menjadi bawaan dari lahir. Jiwa bawaannya baik, maka manusia itu akan
berkarakter baik, dan sebaliknya jika bawaannya jelek, maka manusia itu akan
berkarakter jelek. Jika pendapat ini benar, maka pendidikan karakter tidak ada
gunanya, karena tidak akan mungkin merubah karakter orang yang sudah taken
for granted. Sementara itu sekelompok orang yang lain berpendapat berbeda,
yakni bahwa karakter bisa dibentuk dan diupayakan, sehingga pendidikan
karakter menjadi sangat bermakna untuk membawa manusia dapat berkarakter
yangbaik.
Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan
proses sosialisasiindividu, tanpa moral manusia tidak bisamelakukan

105
proses sosialisasi. Moral dalam zamansekarang memiliki nilai implisit karena
banyak orang yang memiliki moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang
yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan
manusia harus memiliki moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya.
Moral adalah perbuatan/ tingkah laku/ ucapan seseorang dalam berinteraksi
dengan manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa
yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan
lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik,
begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya danAgama.
Tahap-tahap perkembangan moral menurut John Dewey, yaitu :
1) Tahap pramoral, ditandai bahwa anak belum menyadari keterikatannya
padaaturan
2) Tahap konvensional, ditandai dengan berkembangnya kesadaran akan
ketaatan padakekuasaan
3) Tahap otonom, ditandai dengan berkembangnya keterikatan pada
aturan yang didasarkan padaresiprositas

D. Pengertian Pendidikan Karakter danMoral


Secara sederhana, pendidikan karakterdapat didefinisikan sebagai segala
usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa. Lickona
menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja
untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan
melakukan nilai-nilai etika yanginti.
Pendidikan karakter menurut Lickona mengandung tiga unsur pokok,
yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (desiring the
good), dan melakukan kebaikan (doing the good). Frye mendefinisikan
pendidikan karakter sebagai, “A national movement creating schools that foster
ethical, responsible, and caring young people by modeling and teaching good
character through an emphasis on universal values that we all share”. Jadi,
pendidikan karakter harus menjadi gerakan nasional yang menjadikan sekolah
sebagai agen untuk membangun karakter siswa melalui pembelajaran dan
pemodelan. Melalui pendidikan karakter, sekolah harus berpretensi untuk
membawa peserta didik memiliki nilai-nilai karakter mulia seperti hormat dan
peduli pada orang lain, tanggung jawab, memiliki integritas, dan disiplin. Di sisi
lain pendidikan karakter juga harus mampu menjauhkan peserta didik dari sikap
dan perilaku yang tercela dandilarang.
E. Tujuan Pendidikan Karakter dan Moral:

Tujuan pendidikan karakter adalah penanaman nilai dalam diri siswa dan
pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu.
Tujuan jangka panjangnya tidak lain adalah mendasarkan diri pada tanggapan
aktif kontekstual individu atas impuls natural sosial yang diterimanya, yang pada
gilirannya semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses
pembentukan diri secara terus-menerus.
Pendidikan karakter juga bertujuan meningkatkan mutu penyelenggaraan
dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan

106
karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang
sesuai dengan standar kompetensi kelulusan. Melalui pendidikan karakter,
diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan
menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta
mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam
perilaku sehari-hari.
Tujuan mulia pendidikan karakter ini akan berdampak langsung pada
prestasi anak didik. Menurut Suyanto, ada beberapa penelitian yang
menjelaskan dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilanakademik.
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang
tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong,
berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha
Esa berdasarkan Pancasila.

F. Visi dan Misi PendidikanKarakter


Visi: Menanamkan pentingnya pendidikan berkarakter
Misi:
1) Menerangkan pengertian pendidikankarakter
2) Menjelaskan pentingnya pendidikan yangberkarakter
3) Menjelaskan manfaat pendidikanberkarakter

1. Pilar-Pilar PendidikanKarakter
Pendidikan karakter didasarkan pada enam nilai-nilai etis bahwa setiap
orang dapat menyetujui nilai-nilai yang tidak mengandung politis, religius,
atau bias budaya. Beberapa hal di bawah ini yang dapat kita jelaskan untuk
membantu siswa memahami Enam Pilar Pendidikan Berkarakter, yaitu
sebagaiberikut:
2. Trustworthiness(Kepercayaan)

Jujur, jangan menipu, menjiplak atau mencuri, jadilah handal


melakukan apa yang anda katakan anda akan melakukannya, minta
keberanian untuk melakukan hal yang benar, bangun reputasi yang baik,
patuh, berdiri dengan keluarga, teman dan negara.
3. Respect(Respek)
Bersikap toleran terhadap perbedaan, gunakan sopan santun, bukan
bahasa yang buruk, pertimbangkan perasaan orang lain, jangan mengancam,
memukul atau menyakiti orang lain, damailah dengan kemarahan, hinaan dan
perselisihan.

4. Responsibility(Tanggungjawab)
Selalu lakukan yang terbaik, gunakan kontrol diri, disiplin, berpikirlah
sebelum bertindak, mempertimbangkan konsekuensi, bertanggung jawab
atas pilihananda.

107
5. Fairness(Keadilan)
Bermain sesuai aturan, ambil seperlunya dan berbagi, berpikiran
terbuka, mendengarkan orang lain, jangan mengambil keuntungan dari orang
lain, jangan menyalahkan orang lain sembarangan.

6. Caring(Peduli)
Bersikaplah penuh kasih sayang dan menunjukkan anda peduli,
ungkapkan rasa syukur, maafkan orang lain, membantu orang yang
membutuhkan.
7. Citizenship(Kewarganegaraan)
Menjadikan sekolah dan masyarakat menjadi lebih baik, bekerja sama,
melibatkan diri dalam urusan masyarakat, menjadi tetangga yang baik,
mentaati hukum dan aturan, menghormati otoritas, melindungi lingkungan
hidup.
G. Fungsi dan Media PendidikanKarakter
Pendidikan karakter berfungsi untuk:

• Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan


berperilakubaik
• Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yangmultikultur
• Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulandunia
• Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup
keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik,
pemerintah, dunia usaha, dan mediamassa

H. Nilai-nilai PembentukKarakter
Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan
melaksanakan nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional satuan
pendidikan masing-masing. Hal ini merupakan prakondisi pendidikan karakter
pada satuan pendidikan yang untuk selanjutnya pada saat ini diperkuat dengan
18 nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi (the existing values)
yang dimaksud antara lain takwa, bersih, rapih, nyaman, dan santun. Dalam
rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi
18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan
nasional,yaitu:
1) Jujur 11)Menghargai Prestasi
2) Toleransi 12)Bersahabat/Komunikatif
3) Disiplin 13)Cinta Damai
4) Kerjakeras 14)Gemar Membaca
5) Kreatif 15)Peduli Lingkungan
6) Mandiri 16)Peduli Sosial
7) Demokratis 17)Tanggung Jawab
8) Rasa InginTahu 18)Religius
9) Semangat Kebangsaan
10)Cinta TanahAir

108
I. Pentingnya Pendidikan Karakter danMoral
Pendidikan karakter penting artinya sebagai penyeimbang kecakapan kognitif.
Ada sebuah kata bijak mengatakan “ ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa
ilmu adalah lumpuh”. Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif
tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan,
berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan menggunakan
tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebaliknya,
pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh sehingga
mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan oranglain.
Empat ciri dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh seorang
pencetus pendidikan karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster:
1) Pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai
normatif. Anak didik menghormati norma-norma yang ada dan berpedoman
pada normatersebut.
2) Adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian,
dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak
mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi
situasibaru.
3) Adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari
luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik
mampu mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari
pihakluar.
4) Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam
mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar
penghormatan atas komitmen yangdipilih.
Pendidikan karakter penting bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan
karakter akan menjadi dasar dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa,
yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan,
kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati, dan sebagainya.
Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki
kemampuan kognitif saja namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan
kesuksesan.
1. Proses Pembentukan Karakter Pada Anak
Seringkali orangtua dan guru lupa akan hal ini. Bisa saja mereka tidak
mau repot, atau kasihan pada anak. Kadangkala Good Intention atau niat baik
kita belum tentu menghasilkan sesuatu yang baik. Sama seperti pada saat
kita mengajar anak kita. Kadangkala kita sering membantu mereka karena
kasihan atau rasa sayang, tapi sebenarnya malah membuat mereka tidak
mandiri.
Sama halnya bagi pembentukan karakter seorang anak, memang
butuh waktu dan komitmen dari orangtua dan sekolah atau guru untuk
mendidik anak menjadi pribadi yang berkarakter. Butuh upaya, waktu dan
cinta dari lingkungan yang merupakan tempat dia bertumbuh, cinta disini
jangan disalah artikan memanjakan. Jika kita taat dengan proses ini maka
dampaknya bukan ke anak kita, kepada kitapun berdampak positif,paling

109
tidak karakter sabar, toleransi, mampu memahami masalah dari sudut
pandang yang berbeda, disiplin dan memiliki integritas terpancar di diri kita
sebagai orangtua ataupun guru.
Thomas Lickona mengatakan “ seorang anak hanyalah wadah di mana
seorang dewasa yang bertanggung jawab dapat diciptakan”. Karenanya,
mempersiapkan anak adalah sebuah strategi investasi manusia yang sangat
tepat.
Sangatlah wajar jika kita mengharapkan keluarga sebagai pelaku
utama dalam mendidik dasar–dasar moral pada anak. Akan tetapi banyak
anak, terutama anak-anak yang tinggal di daerah miskin, tidak memperoleh
pendidikan moral dari orang tua mereka.
Kondisi sosial-ekonomi yang rendah berkaitan dengan berbagai
permasalahan, seperti kemiskinan, pengangguran, tingkat pendidikan rendah,
kehidupan bersosial yang rendah, biasanya berkaitan juga dengan tingkat
stres yang tinggi dan lebih jauh lagi berpengaruh terhadap pola asuhnya.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang tinggal di daerah
miskin 11 kali lebih tinggi dalam menerima perilaku negatif (seperti kekerasan
fisik dan mental, dan ditelantarkan) daripada anak-anak dari keluarga yang
berpendapatan lebih tinggi.
Hal ini akan membahayakan, karena mereka belum siap secara mental
dan psikologis, sehingga dapat membuat mereka merasa tidak mampu,
rendah diri, dan dapat membunuh kecintaan mereka untuk belajar. Dengan
demikian sebuah program penanganan masalah ini dibutuhkan untuk
mempersiapkan anak dengan berbagai pengalaman penting dalam
pendidikanprasekolah.
J. Penyaluran PendidikanKarakter
1. Penyaluran Pendidikan Karakter di LingkunganSekolah
Sekolah adalah tempat yang strategis untuk pendidikan karakter
karena anak-anak dari semua lapisan akan mengenyam pendidikan di
sekolah. Selain itu anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya di
sekolah, sehingga apa yang didapatkannya di sekolah akan mempengaruhi
pembentukan karakternya. Dukungan saran dan prasarana sekolah,
hubungan antar murid, serta tingkat kesadaran kepala sekolah dan guru juga
turut menyumbang bagi keberhasilan pendidikan karakter ini, disamping
kemampuan diri sendiri (melalui motivasi, kreatifitas dan kepemimpinannya)
yang mampu menyampaikan konsep karakter pada anak didiknya dengan
baik.
Kemendiknas menyebutkan beberapa prinsip pengembangan
pendidikan karakter dan budaya bangsa di sekolah,yaitu:
1) Keberlanjutan : yaitu bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter
dan budaya bangsa dimualai dari awal peserta didik masuk hingga
selesai dari satuanpendidikan.
2) Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri dan budaya
sekolah.

110
3) Nilai-nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan: yaitu bahwa nilai-nilai
karakter bukan merupakan pokok bahasan yang harus diajarkan,
sebaliknya mata pelajaran dijadikan sebagai bahan atau media
mengembangkan nilai-nilaikarakter.
4) Proses pendidikan karakter dilakukan oleh peserta didik secara aktif
danmenyenangkan.
Dengan demikian pengembangan pendidikan karakter dapat melalui
mata pelajaran (terintegrasi), kegiatan pengembangan diri dan budaya
sekolah.
Selain itu dalam pengembangan karakter peserta didik di sekolah, guru
memiliki posisi yang strategis sebagai pelaku utama. Guru merupakan sosok
yang bisa ditiru atau menjadi idola bagi peserta didik. Guru bisa menjadi
sumber inpirasi dan motivasi peserta didiknya. Sikap dan prilaku seorang
guru sangat membekas dalam diri siswa, sehingga ucapan, karakter dan
kepribadian guru menjadi cermin siswa. Dengan demikian guru memiliki
tanggung jawab besar dalam menghasilkan generasi yang berkarakter,
berbudaya, danbermoral.
Ada beberapa strategi yang dapat memberikan peluang dan
kesempatan bagi guru untuk memainkan peranannya secara optimal dalam
hal pengembangan pendidikan karakter peserta didik di sekolah, sebagai
berikut :
1) Optimalisasi peran guru dalam prosespembelajaran.
2) Integrasi materi pendidikan karakter ke dalam matapelajaran.
3) Para guru (pembina program) melalui program pembiasaan diri lebih
mengedepankan atau menekankan kepada kegiatan-kegiatan
pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia yangkontekstual
4) Penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif untuk tumbuh dan
berkembangnya karakter pesertadidik.
5) Menjalin kerjasama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam
pengembangan pendidikan karakter.
6) Menjadi figur teladan bagi pesertadidik.

2. Penyaluran Pendidikan Karakter di SekolahDasar


Pendidikan karakter di nilai sangat penting untuk di mulai pada anak
usia dini karena pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang ditujukan
untuk mengembangkan nilai, sikap, dan perilaku yang memancarkan akhlak
mulia atau budi pekerti luhur.
Penerapan pendidikan karakter di sekolah dasar dilakukan pada ranah
pembelajaran (kegiatan pembelajaran), pengembangan budaya sekolah dan
pusat kegiatan belajar, kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan
ekstrakurikuler, dan kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat. Adapun
penjelasan masing-masing ranah tersebut adalah sebagaiberikut.
3. Kegiatanpembelajaran

111
Penerapan pendidikan karakter pada pelaksanaan pembelajaran
dilaksanakan dengan menggunakan strategi yang tepat. Strategi yang tepat
adalah strategi yang menggunakan pendekatan kontekstual. Alasan
penggunaan strategi kontekstual adalah bahwa strategi tersebut dapat
mengajak siswa menghubungkan atau mengaitkan materi yang dipelajari
dengan dunia nyata.Dengan dapat mengajak menghubungkan materi yang
dipelajari dengan dunia nyata, berati siswa diharapkan dapat mencari
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan
pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun beberapa strategi pembelajaran kontekstual antara lain:
a) pembelajaran berbasismasalah
b) pembelajaran kooperatif
c) pembelajaran berbasisproyek
d) pembelajaran pelayanan
e) pembelajaran berbasiskerja

4. Pengembangan Budaya Sekolah dan Pusat KegiatanBelajar


Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan
melalui kegiatan pengembangan diri, yaitu kegiatan rutin, kegiatan spontan,
keteladanan, dan, pengkondisian.Adapun hal-hal tersebut adalah sebagai
berikut.
5. KegiatanRutin
Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang rutin atau ajeg dilakukan
setiap saat. Kegiatan rutin dapat juga berarti kegiatan yang dilakukan siswa
secara terus menerus dan konsisten setiap saat (Puskur, 2011: 8). Beberapa
contoh kegiatan rutin antara lain kegiatan upacara hari Senin, upacara besar
kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan, piket kelas, shalat berjamaah,
berbaris ketika masuk kelas, berdoa sebelum pelajaran dimulai dan diakhiri,
dan mengucapkan salam apabila bertemu guru, tenaga pendidik, dan teman.

6. KegiatanSpontan
Kegiatan spontan dapat juga disebut kegiatan insidental.Kegiatan ini
dilakukan secara spontan tanpa perencanaan terlebih dahulu.Contoh
kegiatan ini adalah mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang
terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat ketika terjadibencana.
7. Keteladanan

Keteladanan merupakan sikap “menjadi contoh”.Sikap menjadi contoh


merupakan perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan dan siswa
dalam memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga
diharapkan menjadi panutan bagi siswa lain (Puskur, 2011: 8).Contoh
kegiatan ini misalnya guru menjadi contoh pribadi yang bersih, rapi, ramah,
dansupel.
8. Pengkondisian

112
Pengkondisian berkaitan dengan upaya sekolah untuk menata
lingkungan fisik maupun nonfisik demi terciptanya suasana mendukung
terlaksananya pendidikan karakter.Kegiatan menata lingkungan fisik misalnya
adalah mengkondisikan toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang
hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak yang dipajang di lorong
sekolah dan di dalam kelas (Puskur, 2011: 8).Sedangkan pengkondisian
lingkungan nonfisik misalnya mengelola konflik antar guru supaya tidak
menjurus kepada perpecahan, atau bahkan menghilangkan konflik tersebut.
9. Kegiatan Ko-Kurikuler dan atau KegiatanEkstrakurikuler
Kegiatan ko dan ekstra kurikuler merupakan kegiatan-kegiatan di luar
kegiatan pembelajaran. Meskipun di luar kegiatan pembelajaran, guru dapat
juga mengintegrasikannya dalam pembelajaran.

10. Penyaluran Pendidikan Karakter di PergruanTinggi


Pendidikan karakter di lingkup satuan pendidikan perguruan tinggi
dilaksanakan melalui tridharma perguruan tinggi, budaya organisasi, kegiatan
kemahasiswaan, dan kegiatan keseharian (Tim Pendidikan Karakter Ditjen
Dikti, 2010). Penjelasan dari setiap aspek pendidikan sebagai berikut:

• Tridharma Perguruan Tinggi: Pengintegrasian nilai-nilai utama ke dalam


kegiatan pendidikan, penelitian serta publikasi ilmiah, dan pengabdian
kepadamasyarakat;
• Budaya organisasi: pembiasaan dalam kepemimpinan dan pengelolaan
perguruantinggi;
• Kegiatan kemahassiwaan: pengintegrasian pendidikan karakter ke dalam
kegiatan kemahasiswaan, antara lain: Pramuka, Olahraga, Karya Tulis,
Seni;
• Kegiatan keseharian: Penerapan pembiasaan dalam kehidupan sehari-
hari di lingkungan kampus, asrama/pondokan/keluarga, danmasyarakat.
Langkah-langkah pengembangan budaya Perguruan Tinggi (Naskah
Akademik Peraturan Universitas Negeri Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pengembangan Kultur Universitas) adalah sebagai berikut:
1) Menganalisis budaya yang telah ada untuk menentukan kesenjangannya
dengan budaya yangdiinginkan
2) Merumuskan target mutu yang akandicapai
3) Menganalisis kepemimpinanan di setiap unitkerja
4) Mengidentifikasi faktor pendukung danpenghambat
5) Menerapkan strategi mewujudkan budaya, termasuk membangun
kesinergisan internal dan kemitraan eksternal, pengembangan kapasistas,
pemberdayaan system informasi,dsb
6) Melakukan evaluasi secara terus menerus dengan tolok ukur yang jelas
dan memanfaatkannya untuk merancang tulang program pengembangan
budaya PerguruanTinggi.
( sumber: cecep kustandi, mei 12, 2012 )
K. Ilmu Pengetahuan danTeknologi

113
1. Pengertian ilmu pengetahuan danteknologi
Ilmu pengetahuan, teknologi adalah studi tentang bagaimana nilai-nilai
sosial, politik, dan budaya mempengaruhi penelitian ilmiah dan inovasi
teknologi, dan bagaimana, pada gilirannya, mempengaruhi masyarakat, politik
dan budaya. Perkembangan dunia iptek yang demikian pesatnya telah
membawa manfaat luar biasa bagi kemajuan peradaban umat manusia.
Jenis-jenis pekerjaan yang sebelumnya menuntut kemampuan fisik cukup
besar, kini relatif sudah bisa digantikan oleh perangkat mesin-mesin otomatis.
Kemajuan iptek yang telah kita capai sekarang benar-benar telah
diakui dan dirasakan memberikan banyak kemudahan dan kenyamanan bagi
kehidupan umat manusia. Bagi masyarakat sekarang, iptek sudah merupakan
suatu religion. Pengembangan iptek dianggap sebagai solusi dari
permasalahan yang ada. Sementara orang bahkan memuja iptek sebagai
liberator yang akan membebaskan mereka dari kungkungan kefanaan dunia.
Namun manusia tidak bisa pula menipu diri akan kenyataan bahwa iptek
mendatangkan malapetaka dan kesengsaraan bagi manusia. Dalam
peradaban modern yang muda, terlalu sering manusia terhenyak oleh disilusi
dari dampak negatif iptek terhadap kehidupan umatmanusia.

2. Hubungan Ilmu Pengetahuan danTeknologi


Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan mengenai sesuatu
yang telah disistematisasi dan memberikan penjelasan yang dapat
dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan sebab-sebab hal itu. Jadi
berarti ada metode, ada sistem, ada satu pandangan yang dipersatukan
(memberi sintesis), dan yang dicari ialah sebab-sebabnya. Menurut
Cambridge-Dictionary 1995, Ilmu Pengetahuan adalah kumpulan
pengetahuan yang benar, mempunyai objek dan tujuan tertentu dengan
sistem, metode untuk berkembang serta berlaku universal yang dapat diuji
kebenarannya (Cambridge-Dictionary,1995).
(sumber: andi asrul zani, 2013)

114
SOAL

1. Di antara teori belajar, manakah yang paling mungkin diterapkan untuk PT?
Uraikan pilihan dan alasanSaudara?

2. Anda mengenal berbagai model pembelajaran secara umum. Pilih salah satu
model yang enurut Anda sesuaiuntuk PT. Sebutkan alasan mengapa model
tersebut yang Anda pilih, apa kesesuaiannya dengan PT? Buatlah garis besar
program pembelajaran untuk modelAnda?

3. Ada berapakah strategi pembelajaran kontekstual yang anda ketahui!


Sebutkan?

4. Sebutkan dan jelaskan aspek-aspek pendidikan di perguruantinggi?

5. Coba jelaskan Ilmu pengetahuan MenurutCambridge-Dictionary?

6. Sebutkan fungsi media pendidikankarakter?

7. Sebutkan ilmu politik internasional yang terlahir sebagai suatu cabang ilmu
pengetahuan yang membahas semua aspek Negara dalampemerintahan?

8. Sebutkan strategi pembelajarankontekstual?

9. Apa saja tahap-tahap perkembangan moral menurut JohnDewey?

10. Sebutkan dan jelaskan enam pilar untuk membantu siswa memahami
pendidikanberkarakter?

JAWABAN
1. Dalam dunia pendidikan dikenal ada beberapa teori belajar. Di antaranya
adalah teori behavioristik, kognitivistik, konstruktivistik, dan humanistik. Dari
keempat teori belajar tersebut yang dimungkinkan dapat diterapkan dalam PT
hanya tiga, yaitu teori kognitivivtik, konstruktivistik, danhumanistik.

115
Sementara itu, teori behavioristik dipandang tidak relevan atau tidak cocok
untuk diterapkan dalam PT. Mengingat banyak dijumpai pemikiran dalam teori
tersebut yang berseberangan dengan konsep-konsep yang ada dalam PT.
Berbeda dengan teori kognitivistik, konstruktivistik dan humanistik, tampaknya
pemikiran PT sangat relevan dengan pemikiran ketiga teori tersebut.
Misalnya, antara PT dengan teori konstruktivistik memiliki kesamaan
pemikiran. Kesesuaian tersebut seperti berikut ini. a. Dilihat dari proses
belajar yang berorientasi pada konstruktivesme, tampak adanya persamaan
dengan pedagogik transformastif. Dalam konstruktifisme tampak adanya 1)
belajar merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman
sehingga pengetahuan berubah. 2) Hasil belajar dipengaruhi oleh
pengalaman dengan dunia fisik dan lingkungan (kontekstual) 3) Pengetahuan
adalah kegiatan aktif peserta didik yang berinteraksi dengan lingkungan. b.
Kegiatan bukanlah mentransfer pengetahuan dari guru melainkan kegiatan
yang memungkinkan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya. c.
Pembelajaran berarti partisipasi guru dan siswa dalam membentuk
pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan
mengadakan justifikasi. d. Guru dalam proses pem,belajaran berfungsi
sebagai mediator dan fasilitator agar siswa mampu mengekspresikan
gagasannya. e. Peserta didik dianggap sebagai pemikir yang mampu
menghasilkan teori-teori tentang dunia dan kehidupan. Berdasarkan ciri-ciri
yang ada pada pedagogic transformative,ternyata tertuang semua pada teori
belajar konstruktivisme. Teori berlajar inilah yang akan melahirkan
pendekatan-pendekatan pembelajaran yang inovatif seperti Contektual
Teaching and Learning (CTL), Quantum Teaching, Quantum Learning,
Coopertive Learning. Demikian juga untuk teori humanistik dan kognivistik
tampaknya juga memiliki kesamaan pemikiran dengan PT. PT sebagai
paradigma baru pendidikan memang sangat humanis. Peserta didik diberikan
kemerdekaan untuk mengaktualisasikan dirinya sesuaidengan bakat dan
minat yang dimiliki. Hal tersebut juga termasuk pemikiran dalam teori
humanistik.

2. Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dalam


Pedagogik Transformatif Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan
konsep PT adalah contextual Teaching and Learning (CTL). Model
pembelajaran ini diilhami oleh teori konstruktivisme. Tujuh pilar dalam CTL
yang merupakan “ciri khas” dari model ini sangat relevan dengan PT.
Beberapa kesamaan pemikiran tersebut misalnya: keduanya menghargai
adanya perbedaan kemampuan intelegensi siswa (multiple intelllegensi),
pendidikan tidak terpisah dengan konteks sosial budaya, melatih siswa
berpikir kritis, menemukan sendiri, membngun diri dengan pertanyaan, dan
sebagainya. Itu semua dapat diterapkan dalam praktik pembelajaran. Berikut
ini akan disajikan salah satu contoh garis besar program pembelajaran
bahasa Indonesia yang menggunakan model CTL. Garis Besar Program
Pembelajaran Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas / semester : VII / 1
Standar Kompetensi : Menulis 7. Menulis laporan Hasil Pengamatan
Kompetensi Dasar : 7.1 Menuliskan hasil pengamatan dalam bentuk laporan
Indikator :1. mampu menentukan pokok-pokok laporan 2. mampu menyusun
pokok-pokok laporan menjadi leporan yang utuh 3. mampu menceritakan
kembaliisilaporandidepankelasWaktu:4x40menitPendekatanBelajar:

116
Contextual Teaching and Learning (CTL) Model Pembelajaran : Contextual
Teaching and Learning (CTL) dengan kooperatif Materi Pelajaran : 1. Pokok-
pokok laporan 2. cara pembuatan laporan hasilpengamatan 3. menceritakan
kembali isi laporan dengan bahasa sendiri Strategi pembelajaran :
Penjelasan, kerja kelompok, diskusi, dan penugasan Langkah-langkah
kegiatan I. kegiatan awal a. apersepsi tentang jenis-jenislaporan. b. motivasi
tentang kebermanfaatan membuat laporan II. Kegiatan Inti a. penjelasan
tentang pokok-pokok laporan. b. Tanya jawab seputar pokok-pokok laporan c.
Pelaksanaan pembelajaran • Guru membagi siswa dalam kelompok yang
bervariasi antara 4 – 5 anak. Guru menjelaskan tugas mengamati suatu
objek di luar kelas Siswa mendiskusikan pokok-pokok yang akan diamati
Guru menugasi kelompok untuk melakukan pengamatan sesuai dengan objek
pengamatan yang dipilih Siswa siswa secara berkelompok melakukan
pengamatan di objek masing-masing Setiap siswa memberikan kontribusi
hasil pengamatan kepada kelompok dan mendiskusikannya Setiap kelompok
membuat laporan hasil pengamatan Setiap kelompok mempresentasikan
hasil pengamatannya di depan kelas, kelompok lain menanggapi. Siswa atas
nama kelompok menceritakan isi laporan dengan kata-kata sendiri III.
Kegiatan Akhir a. Guru dan siswa merefleksikan proses pengamatan b. Guru
dan siswa merefleksi hasil pengamatan. c. Guru merefleksi laporan hasil
pengamatan d. Pemberian penghargaan bagi timterbaik.

3. Strategi pembelajarankontekstual:
a) pembelajaran berbasismasalah
b) pembelajaran kooperatif
c) pembelajaran berbasisproyek
d) pembelajaranpelayanan
e) pembelajaran berbasiskerja

4. Aspek-aspek pendidikan di perguruantinggi:


a) Tridharma Perguruan Tinggi: Pengintegrasian nilai-nilai utama ke dalam
kegiatan pendidikan, penelitian serta publikasi ilmiah, dan pengabdian
kepadamasyarakat
b) Budaya organisasi: pembiasaan dalam kepemimpinan dan pengelolaan
perguruantinggi
c) Kegiatan kemahassiwaan: pengintegrasian pendidikan karakter ke dalam
kegiatankemahasiswaan,antaralain:Pramuka,Olahraga,KaryaTulis,
Seni
d) Kegiatan keseharian: Penerapan pembiasaan dalam kehidupan sehari-
hari di lingkungan kampus, asrama/pondokan/keluarga, danmasyarakat

5. Ilmu Pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang benar, mempunyai


objek dan tujuan tertentu dengan sistem, metode untuk berkembang serta
berlaku universal yang dapat diujikebenarannya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990 : 1158) Teknologi adalah ; 1)
Metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis ilmu pengetahuan terapan 2)
Keseluruhan sarana untuk menyediakan barang- barang yang diperlukan bagi
kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Menurut Wikipedia, Teknologi
adalah pengembangan dan aplikasi dari alat,mesin, material dan

117
proses yang menolong manusia menyelesaikan masalahnya.
Sebagaiaktivitas manusia, teknologi mulai sebelum sains dan teknik.

6. Fungsi media pendidikan karakter:


a) Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan
berperilakubaik
b) Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yangmultikultur
c) Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulandunia
.
7. Ilmu politik internasional yang terlahir sebagai suatu cabang ilmu
pengetahuan yang membahas semua aspek Negara dalampemerintahan:
a) Fungsi Dalam Negeri, mencakup apresiasi, hukum Negara, teori-teori
politik.
b) Fungsi Luar Negeri, mencakup Hukum Internasional, Politik Internasional,
Organisasi Internasional , Administrasi Internasional, Politik Internasional,
Diplomasi, propaganda, konflik-konflik antarNegara).
c) Hubungan Geografi, mencakup Pemerintahan nasional, pusat dandaerah

Selain dari itu ia juga merupakan study politik, ada banyak hubungan
Internasional selain dari politik , juga bersifat ekonomi, namun dalam
politik nasional banyak pengaruhnya terhadap kehidupan manusia
ataupun perilaku manusia, pemerintahan dan Negara dimana banyak
melibatkan politik, ekonomi dansebagainya.

8. Strategi pembelajarankontekstual:
a) pembelajaran berbasismasalah
b) pembelajaran kooperatif
c) pembelajaran berbasisproyek
d) pembelajaranpelayanan
e) pembelajaran berbasiskerja.

9. Tahap-tahap perkembangan moral menurut JohnDewey:


1) Tahap pramoral, ditandai bahwa anak belum menyadari keterikatannya
padaaturan
2) Tahap konvensional, ditandai dengan berkembangnya kesadaran akan
ketaatan padakekuasaan
3) Tahap otonom, ditandai dengan berkembangnya keterikatan pada aturan
yang didasarkan padaresiprositas.

10. Enam pilar untuk membantu siswa memahami pendidikanberkarakter:


a) Trustworthiness(Kepercayaan)
Jujur, jangan menipu, menjiplak atau mencuri, jadilah handal
melakukan apa yang anda katakan anda akan melakukannya, minta
keberanian untuk melakukan hal yang benar, bangun reputasi yang baik,
patuh, berdiri dengan keluarga, teman dan negara.
b) Respect(Respek)

Bersikap toleran terhadap perbedaan, gunakan sopan santun, bukan


bahasa yang buruk, pertimbangkan perasaan orang lain, jangan mengancam,

118
memukul atau menyakiti orang lain, damailah dengan kemarahan, hinaan dan
perselisihan.
c) Responsibility(Tanggungjawab)
Selalu lakukan yang terbaik, gunakan kontrol diri, disiplin, berpikirlah
sebelum bertindak, mempertimbangkan konsekuensi, bertanggung jawab
atas pilihananda.
d) Fairness(Keadilan)
Bermain sesuai aturan, ambil seperlunya dan berbagi, berpikiran
terbuka, mendengarkan orang lain, jangan mengambil keuntungan dari orang
lain, jangan menyalahkan orang lain sembarangan.

e) Caring(Peduli)
Bersikaplah penuh kasih sayang dan menunjukkan anda peduli,
ungkapkan rasa syukur, maafkan orang lain, membantu orang yang
membutuhkan.
f) Citizenship(Kewarganegaraan)
Menjadikan sekolah dan masyarakat menjadi lebih baik, bekerja sama,
melibatkan diri dalam urusan masyarakat, menjadi tetangga yang baik,
mentaati hukum dan aturan, menghormati otoritas, melindungi lingkungan
hidup.

119
BAB IX
KEADILAN DAN KESEJAHTERAAN (PENDIDIKAN INKLUSIF, PENDIDIKAN
ALTERNATIF, EDUCATION FOR ALL, LIFE LONG LEARNING)

A. PENDIDIKANINKLUSIF

1. PENGERTIAN PENDIDIKANINKLUSIF
Pendidikan inklusif adalah pendidikan reguler yang disesuaikan
dengan kebutuhan peserta didik yang memiliki kelainan dan/atau memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa pada sekolah regular dalam satu
kesatuan yang sistemik. Menurut Stubbs, Pendidikan inklusif merupakan
suatu strategi untuk mempromosikan pendidikan universal yang efektif
karena dapat menciptakan sekolah yang responsif terhadap keberagaman
karakteristik dan kebutuhan anak. Di samping itu, pendidikan inklusif
didasarkan pada hak asasi, model sosial, dan sistem yang disesuaikan pada
anak dan bukan anak yang menyesuaikan pada sistem. Selanjutnya,
pendidikan inklusif dapat dipandang sebagai pergerakan yang menjunjung
tinggi nilai-nilai, keyakinan, dan prinsip-prinsip utama yang berkaitan dengan
anak, pendidikan, keberagaman, dan diskriminasi, proses partisipasi dan
sumber-sumber yang tersedia (Stubbs, 2002). Jadi, Pendidikan inklusif
bukan sekedar metode atau pendekatan pendidikan melainkan suatu bentuk
implementasi filosofi yang mengakui kebhinekaan antar manusia yang
mengemban misi tunggal untuk membangun kehidupan bersama yang lebih
baik dalam rangka meningkatkan kualitas pengabdian kepada Tuhan Yang
MahaEsa.

2. PERBEDAAN PENDIDIKAN INKLUSIF, PENDIDIKAN REGULER, DAN


PENDIDIKANTERPADU
a) Perbedaan Pendidikan Inklusif Dengan PendidikanReguler
Pada umumnya peserta didik dalam pendidikan umum/pendidikan
reguler adalah peserta didik normal, sehingga kurikulum, tenaga guru,
sarana dan prasarana, lingkungan belajar dan proses pembelajarannya
dirancang untuk anak normal. Hal ini karena asumsi yang melandasi
adalah bahwa peserta didik memiliki kemampuan yang homogin.
Sebaliknya pada pendidikan inklusif peserta didiknya adalah peserta
didik yang memiliki kelainan dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa yang ada di sekolah reguler. Sehingga kurikulum,
tenaga guru, sarana dan prasarana, lingkungan belajar dan proses
pembelajarannya harus dirancang sedemikian rupa untuk
memungkinkan semua peserta didik dapat mengembangkan
potensinya.

b) Perbedaan Pendidikan Inklusif Dengan PendidikanTerpadu


Pendidikan terpadu merupakan pendidikan yang memberi
kesempatan kepada peserta didik yang memiliki kelainan dan/atau
memiliki kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti
pendidikan di sekolah reguler. Perbedaan yang menonjol antara
pendidikan terpadu dengan pendidikan inklusif terletak pada sistem
pendidikan yang ada di sekolah tersebut. Sekolah terpadu, peserta
didiknya mengikuti sistem yang ada di sekolah reguler. Sedangkan

120
pendidikan inklusif, sistem pendidikan yang digunakan menyesuaikan
dengan kebutuhan peserta didiknya (Direktorat PLB, 2007).

3. CIRI-CIRI PENDIDIKANINKLUSIF
Menurut Prof Dr. Mulyono Abdur Rohman, ciri-ciri pendidikan inklusif
adalah sebagai berikut:
3. Siswa yang berusia sama duduk dalam kelas ygsama
4. Siswa saling bekerja sama dgnsesamanya
5. Siswa merasa kelas sebagai milikbersama
6. Siswa memiliki pengalamanberhasil
7. Siswa belajar mengembangkan sikaptoleransi
8. Siswa belajar mengembangkan sikapempati
9. Guru menerima perbedaansiswa
10. Guru mengembangkan dialog dgnsiswa
11. Guru mendorong terjadinya interaksi promotif antarsiswa
12. Guru menjadikan sekolah menarik bagisiswa
13. Guru membuat siswa aktif Guru mempertimbangkan perbedaan antar
siswa dlm kelasnya
14. Guru menyiapkan tugas-tugas yg berbeda untuk siswa-siswanya
15. Guru fleksibel dan kreatif
Jenis-jenis pendidikan inklusi berdasarkan obyek diantaranya:
12. Inklusi tunanetra adalah pendidikan inklusi bagi anak yang mengalami
gangguan penglihatan atau rusak penglihatannya (buta total) .
pendidikan inklusi tunanetra ini peserta didik diberi alat bantu software
JOS yang di install pada PC atau laptop, sehingga semua tulisan dapat
diubah menjadi bunyi oleh softwaretersebut
13. Inklusi tunarungu adalah pendidikan inklusi untuk anak yang
kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga
mengalami gangguan berkomunikasi secara verbal. Untuk alat bantu
yang digunakan adalah menggunakan bahasa mimik atau bahasa
isyarat
14. Inklusi tunadiaksa adalah pendidikan inklusi untuk anak yang
mengalami cacat fisik berupa tidak memiliki anggota tubuh ( tangan
dan kaki ) ataupun jika punya kaki maupun tangannya tidak dapat
berfungsi secara baik (Mulyono Abdur Rahman,2006).

4. KLASIFIKASI ANAK BERKEBUTUHANKHUSUS


Pengelompokan anak berkebutuhan khusus dan jenis pelayanannya,
sesuai dengan Program Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Tahun
2006 dan Pembinaan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan
Menengah Departemen Pendidikan Nasional Pendidikan adalah sebagai
berikut:
a) TunaNetra
b) TunaRungu
c) Tuna Grahita: (a.l. Down Syndrome)
d) Tuna Grahita Ringan (IQ =50-70)
e) Tuna Grahita Sedang (IQ =25-50)
f) Tuna Grahita Berat (IQ 125 ) J. Talented : Potensi bakat istimewa
(Multiple Intelligences : Language, Logico mathematic,Visuo-spatial,

121
Bodily-kinesthetic, Musical, Interpersonal, Intrapersonal, Natural,
Spiritual).
g) Kesulitan Belajar (a.l. Hyperaktif, ADD/ADHD, Dyslexia/Baca,
Dysgraphia/Tulis, Dyscalculia/Hitung, Dysphasia/Bicara, Dyspraxia/
Motorik)
h) Lambat Belajar ( IQ = 70 –90)
i) Autis
j) Korban PenyalahgunaanNarkoba
k) Indigo (Permendiknas Nomor 70 tahun 2009 pasal2)

5. TUJUAN PENDIDIKANINKLUSI
Tujuan dari pendidikan inklusi adalah untuk mendorongnya partisipasi
penuh difabel dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, tujuan dari
pendidikan inklusi adalah untuk menghilangkan hambatan-hambatan yang
dapat menghalangi siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan.
Yang mana hambatan-hambatan tersebut terkait dengan etnik, gender,
status sosial, ekonomi dan lain-lain (Direktorat PLB,2007)

6. MANFAAT PENDIDIKANINKLUSI
Beberapa manfaat yang diperoleh dari pelaksaan pendidikan inklusi
diantaranya:
l. Bagisiswa
1) Sejak dini siswa memiliki pemahaman yang baik terhadap
perbedaan dankeberagaman
2) Munculnya sikap empati pada siswa secaraalamiah
3) Munculnya budaya saling menghargai dan menghormati antar
siswa
4) Menurunkan terjadinya stigma dan labeling kepada semua anak,
khusunya pada anak berkebutuhan khusus dan penyandangcacat
5) Timbulnya budaya kooperatif dan kolaboratif pada siswa sehingga
memungkinkan adanya saling bantu antar satu dengan yang
lainnya
b) Bagiguru
1) Lebih tertantang untuk mengembangkan berbagai metode
pembelajaran.
2) Bertambahnya kemampuan dan pengetahuan guru tentang
keberagaman siswa termasuk keunikan, karakteristik, dan
sekaliguskebutuhannya
3) Terjalinnya komunikasi dan kerja sama dalam kemitraan antar
guru dan guru ahli bidanglain
4) Menumbuh kembangkan sikap empati guru terhadao siswa
termasuk siswa penyandang cacat / siswa berkebutuhankhusus
c) Bagisekolah
1) Memberikan kontribusi yang sangat besar bagi program wajib
belajar
2) Memberikan peluang terjadinya pemerataan pendidikan bagi
semua
d) Kelompokmasyarakat
1) Menggunakan biaya yang relatif lebihefisien
2) Mengakomodasi kebutuhanmasyarakat

122
3) Meningkatkan kualitas layanan pendidikan (Choiri,2009)

7. LANDASAN PENDIDIKANINKLUSIF
Menurut Prof Dr. Mulyono Abdur Rahman, landasan-landasan
pendidikan Inklusifdiantaranya:
7. Filosofis
Bhinneka tunggal ika : pengakuan kebhinekaan antar manusia yang
mengemban misi tunggal sebagai khilafah Tuhan di muka bumi untuk
mebangun kehidupan bersama yang lebih baik dalam rangka
meningkatkan kualitas pengabdian manusia kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
8. Religi
a) Manusia sebagai khalifah di mukabumi.
b) Manusia diciptakan sebagai makhluk yg individual differences agar
dapat saling berhubungan dlm rangka salingmembutuhkan
9. Keilmuan
• Psikologi
• Sosiologi
• Antropologi
• Biologi
• Neuroscience
• Ekonomi
10. Politik
6) Yuridis
7) Declaration of human rights(1948)
8) Convention of Human Rights The Child(1989)
9) Life Long Education > Education for All (Bangkok1991)
10) Kesepakatan UNESCO di Salamanca tentang Inclusive
Education(1994)
11) DekkarStatement
12) UUD1945
13) UU Nomor 20 tahun 2003 ttg system pendidikan Nasional
Berdasarkanlandasanyuridismenunjukkanbahwapendidikan
inklusi perlu diselenggarakan yang implemetasinya memerlukan
kesungguhan dan komitmen dari berbagai pihak (Mulyono Abdur
Rahman,2006).

8. KONSEP PENDIDIKANINKLUSIF
Pendidikan inklusif merupakan perkembangan terkini dari model
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang secara normal kemudian
ditegaskan dalam Salamanca pada Konferensi Dunia tentang Pendidikan
Berkelainan Bulan Juni 1994 bahwa prinsip mendasar dari pendidikan
inklusif adalah selama memungkinkan semua anak seyogyanya belajar
bersama-sama tanpa memandang kesulitan atau perbedaan yang mungkin
ada padamereka
Model pendidikan khusus tertua adalah model segregasi yang
menempatkan anak berkelainan di sekolah-sekolah khusus terpisah dari
teman sebayanya. Sekolah-sekolah ini memiliki kurikulum, metode
mengajar, sarana pembelajaran system evaluasi, guru khusus. Namun
demikian dari sudut pandang peserta didik, model segregasimerugikan.

123
Model ini tidak menjamin kesempatan anak berkebutuhan khusus
mengembangkan potensi secara optimal karena kurikulum dirancang
berbeda dengan kurikulum sekolah biasa. Selain itu, secara filosofis model
ini tidaklah logis karena menyiapkan peserta didik untuk kelak dapat
berinteraksi denagn masyarakat normal tetapi mereka dipisahkan dengan
masyarakat normal. Kelemahan lainnya yang tidak kalah penting adalah
bahwamodel ini relativemahal
Model yang muncul pada pertengahan abad XX adalah model
mainstreaming. Belajar dari kelemahan model segregatif, model ini
memungkinkan berbagai alternative penempatan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus. Alternatif yg tersedia mulai dari yang sangat bebas
(kelas biasa penuh) sampai yang paling terbatas (sekolah khusus sepanjang
hari) oleh karena itu model ini juga dikenal dengan model tidak terbatas (the
least restrictive environment) artinya seorang anak berkebutuhan khusus
harus ditempatkan pada lingkungan yang tidak terbatas menurut potensinya
(Sunaryo,2009).

9. MODEL-MODEL PENDIDIKAN INKLUSIF MENURUT PENDAPAT PARA


AHLI
Perkembangan pendidikan inklusif mempunyai pengertian yang
beragam, diantaranya:
a) Staub dan Peck (1995) mengemukakan bahwa pendidikan inklusif
adalah penempatan anak berkebutuhan khusus tingkat ringan, sedang,
dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa
kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak
berkebutuhan khusus, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun
gradasinya (Sunardi,2002).
b) Sapon-Shevin menyatakan bahwa pendidikan inklusif sebagai system
layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak
berkebutuhan khusus dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas
reguler bersama-sama teman seusianya. Konsekuensinya antara lain
ditekankan adanya restrukturisasi sekolah, sehingga menjadi komunitas
yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, artinya
kaya dalam sumber belajar dan mendapat dukungan dari semua pihak,
yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya (Sunardi,
2002).
Benang merah yang dapat ditarik dari adanya variasi pendapat para
ahli diantaranya adalah bahwa melalui pendidikan inklusif, anak
berkebutuhan khusus dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk
mengaktualisasikan potensi yang dimiliki.

10. TAHAPAN PENYELENGGARAKAN PENDIDIKANINKLUSI


Adapun tahap-tahap yang harus dilakukkan oleh sekolah dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusi, adalah :
a) Sebelum menerapkan inklusi, sebaiknya sekolah sudah penerapan
terlebih dahulu prisip-prisip MBS dengan tiga pilar utama: menagemen
sekolah yg tranparan, akuntable dan demokarif, PAKEM dan
optimalisasi peran sertamasyarakat.
b) Kepala sekolah,guru,komite, dan orangtua mendapatkan pemahaman
apa, bagaimana, mengapa konsep inklusi perlu diterapkan.

124
c) Kepala sekolah dan guru (yang nantinya akan menjadi GPK=GURU
pembibing Khusus) harus mendapatkan pelatihan bagaimana
menjalankan sekolahinklusi.
d) GPK mendapatkan pelatihan teknis memfasilitasi anakABK.
e) Asesmen di sekolah dilakukan untuk mengatahui anakABK.
f) Sekolah melakukan motivasi dan penjaringan di masyarakat agar anak
ABK yang belum masik sekolah mendapatkan pendidikan secara
seimbang dengan memasukannnya ke sekolahinklusi.
g) Pengadaan aksesiblilitas (sarana dan prasarana bagi ABK) sesuai
kemampuansekolah.
h) Menyelenggarakan pembelajaraaninklusi.
i) Mengadakan Bimbingsn khusus atas kesepahaman dan kesepatan
dengan orangtua ABK (Iswari, Mega, Kecakapan Hidup Bbagi Anak
Berkebutuhan Khusus, Padang: UNP Press,2008).
Adapun hal-hal yang sangat penting dan harus diperhatikan oleh
sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi, adalah :
a) Sekolah harus menyediakan kondisi kelas yg hangat, ramah menerima
keanekeragaman menghargaiperbedaan.
b) Sekolah harus siap mengelola kelas yg heterogen dengan menerapan
kurikulum dan pembelajaran yg bersifatindividual
c) Guru harus menerapkan pembelajaran yginteratif
d) Guru dituntut melakukan kolaborasi denganprofisiatau sumberdaya
lain dalam perecanaan, pelaksanaan danevaluasi
e) Guru dituntut melibatkan orangtua secara bermakna dalam proses
pendidikan (Sunaryo, Manajemen Pendidikan Inklusi, Bandung: FIP UPI,
2009).

11. ALASAN PERLUNYA PENDIDIKANINKLUSIF


Menurut Prof Dr. Mulyono Abdur Rahman, alasan perluya di adakan
pendidikan Inklusif adalah:
a) Sesuai dengan filosofi bhinneka tunggal ika dan ajaranagama.
b) Sekolah segregratif menghambat anak yang membutuhkan pendidikan
khusus dalam melakukan penyesuaiansocial.
c) Menjamin terbentuknya masyarakat yangdemokratis
d) Sesuai dengan nilai-nilaikemanuisaan
e) Menghindarkan siswa dari rendah diri danarogansi
f) Membiasakan siswa menghargaipluraritas
g) Memudahkan siswa melakukan penyesuaiansocial
h) Guru dapat saling belajar tentang siswa (Mulyono AbdurRahman,2006)

B. PENDIDIKANALTERNATIF

9. PENGERTIAN PENDIDIKANALTERNATIF
Pendidikan alternative adalah meliputi sejumlah besar cara
pemberdayaan peserta didik yang dilakukan berbeda dengan cara yang
konvensional. Meskipun caranya berbeda, namun semua pola pendidikan
alternative memiliki tiga kesamaan yaitu:
a) Pendekatannya lebih bersifatindividual.
b) Memberikan perhatian lebih kepada peserta didik, orang tua dan para
pendidik

125
c) Dikembangkan berdasarkan kebutuhan dan kondisi lingkungan.
(Akhmad Muhaimin Azzet, Pendidikan yang membebaskan (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media,2011), hal9)
Lahirnya pendidikan alternative karena ketidakpuasan akan sistem
pendidikan konvesional yang dilaksanakan di sekolah. Beragam fakta
menunjukan bahwa di segala jenjang dan bidang kehidupan di negeri ini
mengalami krisis filosofi hidup. Mereka yang terdidik justru menjadi koruptor
sedangkan mereka yang tidak terdidik malah menjadi maling (Ahmad Makki
Hasan, 2009). Istilah pendidikan alternatif merupakan istilah generik dari
berbagai program pendidikan yang dilakukan dengan cara berbeda dari cara
tradisional. Secara umum pendidikan alternatif memiliki persamaan, yaitu;
a) Pendekatannya berisfatindividual
b) Memberi perhatian besar kepada peserta didik, orang tua/keluarga, dan
pendidik
c) Dikembangkan berdasarkan minat danpengalaman.
Ilmu pendidikan secara alternative adalah system pendidikan yang
tidak selalu identik dengan sekolah atau jalur pendidikan diluar pendidikan
formal yang dapat dilaksanakan secara struktur dan berjenjang. Pendidikan
alternative berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan
penekanan dengan penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional
serta pengembangan sikap dan kepribadian fungsional. Menurut Nunuk
Murniati, pendidikan seharusnya bersifat kontekstual, harus disesuaikan
dengan lingkungan. Pendidikan untuk kaum marjinal pun demikian, dimana
konsep link and macth yang digembar-gemborkan oleh pemerintah orde
baru dalam pendidikan hanya menghasilkan sekrup-sekrup kapitalis yang
dibuat hanya untuk menyesuaikan dengan kebutuhan tenaga kerja dalam
mesinindustri.
Menurut Jery Mintz (1994) pendidikan alternatif dapat dikategorikan
dalam empat bentuk pengorganisasian, yaitu:
a) Sekolah Publik Pilihan (PublicChoice)
Lembaga pendidikan dengan biaya negara (dalam pengertian
sehari-hari disebut sekolah negeri yang menyelenggarakan program
belajar dan pembelajaran yang berbeda dengan dengan program
regular/konvensional, namun mengikuti sejumlah aturan baku yang telah
ditentukan. Contoh sekolah publik pilihan adalah sekolah terbuka /
korespondeni (jarak jauh) seperti, SMP Terbuka, SMU Terbuka,
Universitas Terbuka, sekolah magnet (sekolah yang menawarkan
program unggulan seperti dalam hal olahraga, atau seni), dan sekolah
bibit (sekolah yang menghasilkan siswa-siswa yang mempunyai
keunggulan dalam program yang ditekuni).
b) Sekolah/Lembaga Pendidikan Publik untuk Siswa Bermasalah (student
atrisk)
Pengertian dari “siswa bermasalah” di sini adalah meliputi mereka
yang:
1) Tinggal kelas karena lambatbelajar,
2) Nakal atau mengganggu lingkungan (termasuk lembaga
permasyarakatananak),
3) Korban penyalahgunaannarkoba,

126
4) Korban trauma dalam keluarga karena perceraian orang tua,
ekonomi, etnis/budaya (termasuk bagi anak suku terasing dan
anak jalanan dangelandangan),
5) Putus sekolah karena berbagaisebab,
6) Belum pernah mengikuti program sebelumnya, namun tidak
termasuk di dalamnya sekolah luar biasa yang dibangun untuk
penyandang kelainan fisik dan/atau kelainan mental seperti
tunarungu, tuna netra, tuda daksa,dsb.
c) Sekolah/Lembaga Pendidikan Swasta(independent)
Jenis, bentuk dan program sekolah/lembaga pendidikan swasta
sangat beragam seperti pesantren (program pendidikan bercirikan
agama), sekolah Minggu, kursus/magang (lembaga pendidikan
bercirikan keterampilan fungsional), serta lembaga pendidikan dengan
program perawatan atau pendidikan usia dini (penitipan anak, kelompok
bermain dan tamankanak-kanak).
d) Pendidikan di Rumah (home-basedschooling).
Pendidikan ini diselenggarakan sendiri oleh orangtua/keluarga
dengan berbagai pertimbangan, seperti: menjaga anak-anak dari
kontaminasi aliran atau falsafah hidup yang bertentangan dengan tradisi
keluarga (misalnya pendidikan yang diberikan keluarga yang menganut
fundalisme agama atau kepercayaan tertentu); menjaga anak-anak agar
selamat/aman dari pengaruh negatif lingkungan; menyelamatkan anak-
anak secara fisik maupun mental dari kelompok sebayanya; menghemat
biaya pendidikan; dan berbagai alasan lainnya (Yusuf Hardi,1999).

C. EDUCATION FORALL
1. HAKEKAT EDUCATION FORALL
Hakekat dari “Education for All” pada intinya adalah mengupayakan
agar setiap warga negara dapat memenuhi haknya, yaitu layanan
pendidikan. Pendidikan untuk semua telah menjadi komitmen global untuk
menyediakan pendidikan dasar yang berkualitas bagi semua anak muda,
anak-anak, maupun orang dewasa. Pendidikan untuk Semua atau Education
for All (EFA) adalah gerakan global yang dipimpin oleh UNESCO, yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan belajar semua anak, remaja dan
orang dewasa pada tahun 2015. UNESCO telah diamanatkan untuk
memimpin gerakan dan mengkoordinasikan upaya-upaya internasional
untuk mencapai tujuan EFA. Untuk dapat mewujudkan EFA, semua
komponen bangsa, baik pemerintah, swasta, lembaga-lembaga sosial
kemasyarakatan, maupun warga negara secara individual, secara bersama-
sama atau sendiri-sendiri, berkomitmen untuk berpartisipasi aktif dalam
menyukseskannya sesuai dengan potensi dan kapasitas masing-masing
(Jordan bourugs2007).

2. SEJARAH TERBENTUKNYA EDUCATION FOR ALL(EFA)


Semua negara di dunia merasa perlu untuk menjamin
terselenggaranya Education for All bagi setiap warga negaranya. Pendidikan
merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Latar belakang sejarah
terbentuknya EFA adalah:
a) Sekitar 40 tahun yang lalu bangsa-bangsa di dunia membicarakan
deklarasiuniversalHakAsasiManusiayangmenegaskan“setiaporang

127
memiliki hak untuk pendidikan”. Namun dalam menjamin hal tersebut
masih banyak kendalanya.
b) Pada 5-9 Maret 1990 di Jomtien, Thailand 115 negara dan 150
organisasi mengadakan konferensi dunia membahas Education for All
(EFA).
c) Masyarakat Internasional menegaskan kembali komitmennya terkait
Education for All (EFA) di Dakar, Senegal pada 26-28 April 2000. Pada
pertemuan terakhir 189 negara membicarakan tujuan pendidikan yang
dikenal dengan Milenium Development Goals mengenai pendidikan
dasar universal (MDG2) dan kesetaraan gender (MDG3) pada
pendidikan2015.

3. KENDALA PENERAPAN EDUCATION FOR ALL(EFA)


Semua bangsa di dunia berupaya untuk menjamin pendidikan untuk
semua bagi setiap warganya. Meskipun negara-negara tersebut terus
mengupayakan untuk menjamin pendidikan untuk semua, tetapi masih saja
ditemukan kendala. Beberapa kendala tersebut antara lain :
a) Lebih dari 100 juta anak-anak, termasuk setidaknya 60 juta anak-anak,
tidak memiliki akses terhadap pendidikan dasar (syenderman2008).
b) Lebih dari 960 juta orang dewasa, dua pertiga di antaranya adalah
perempuan yang buta huruf, dan buta huruf adalah masalah yang
signifikan di semua negara, termasuk di negara industri dan
berkembang (syenderman2008).
c) Lebih dari sepertiga orang dewasa di dunia tidak mendapatkan
pengetahuan tertulis, keterampilan, dan teknologi baru yang dapat
meningkatkan kualitas hidup mereka dan membantu mereka dalam
beradaptasi menghadapi perubahan sosial dan budaya (syenderman
2008).
d) Lebih dari 100 juta anak-anak dan orang dewasa yang tak terhitung,
gagal untuk menyelesaikan program pendidikan dasar (syenderman
2008).
e) Jutaan orang telah memenuhi persyaratan untuk memperoleh
pendidikan, namun mereka tidak memperoleh pengetahuan dan
keterampilan esensial (syenderman2008).

4. KOMITMEN EDUCATION FOR ALL(EFA)

Dalam rangka memenuhi education for all, EFA memiliki beberapa


komitmen yang ingin dicapai dalam jangka waktu tertendtu, diantaranya :
a) Memperluas dan meningkatkan perawatan anak usia dini yang
komprehensif dalampendidikan.
b) Memastikan bahwa pada 2015 semua anak di dunia tanpa terkecuali
memiliki akses lengkap dan bebas ke wajib pendidikan dasar yang
berkualitasbaik.
c) Memastikan bahwa kebutuhan belajar semua pemuda dan dewasa
dipenuhi melalui akses yang adil untuk pembelajaran yang tepat dan
program ketrampilan hidup.
d) Mencapai 50% peningkatan dalam keaksaraan orang dewasa pada
tahun 2015, khususnya bagi perempuan, dan akses ke pendidikan dasar
dan pendidikan berkelanjutan bagi semua orang dewasa secaraadil.

128
e) Menghilangkan perbedaan gender pada pendidikan dasar dan
menengah pada tahun 2005, dan mencapai kesetaraan gender dalam
pendidikan dengan tahun 2015, dengan fokus pada perempuan bahwa
mereka dipastikan mendapat akses penuh dan sama ke dalam
pendidikan dasar dengan kualitas yangbaik.
f) Meningkatkan semua aspek kualitas pendidikan dan menjamin
keunggulan semua sehingga diakui dan diukur hasil pembelajaran yang
dicapai oleh semua, khususnya dalam keaksaraan, berhitung dan
kecakapan hidup yangesensial.

5. UPAYA MENCAPAI EDUCATION FOR ALL (EFA)

Untuk mencapai komitmen Education for All (EFA) seperti yang


diharapkan maka diperlukan upaya-upaya antara lain sebagai berikut :
3. Menyediakan dan menambah dana pendidikan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan dan menyekolahkan anak-anak di dunia (M.ali2000)
4. Meningkatkan kualitas pendidikan dengan pelatihan dan perekrutan guru
profesional antara sekarang dan 2015, sehingga semua anak memiliki
kesempatan untuk belajar di kelas(M.ali2000)
5. Mendorong pemerintah untuk mendefinisikan dan mengukur standar
minimal pembelajaran, sebagai tonggak utama terhadap peningkatan
hasil pembelajaran dan strategi yang lebih luas untuk menjamin kualitas
pendidikan di sekolah-sekolah, sehingga peserta didik terus
mengembangkan keahlian yang dibutuhkan untuk pekerjaan dan
kontribusi untuk ekonomi produktif(M.ali2000)
6. Menjangkau semua anak dengan mengembangkan strategi-strategi baru
untuk mencapai sulit dijangkau anak-anak dalam konflik, di daerah
terpencil, dan dari kelompok-kelompok didiskriminasi(M.ali2000)
7. Memperluas kesempatan pendidikan pada semua tingkatan, termasuk
perawatan anak usia dini dan pengembangan, pendidikan menengah
dan penyediaan kesempatan kedua belajar bagi mereka melalui
pendidikan non-formal dan program keaksaraan orang dewasa(M.ali
2000)
8. Menjamin bahwa anak-anak memiliki cukup untuk makan dan untuk
belajar mengembangkan kesehatan melalui penyediaan makanan
sekolah(M.ali2000)
9. Mendorong pemerintah nasional untuk mempersembahkan paling sedikit
20% dari anggaran nasional untuk pendidikan dan untuk menghapuskan
biaya yang mencegah begitu banyak anak-anak dari pergi ke
sekolah(M.ali2000)

6. EDUCATION FOR ALL DIINDONESIA


Indonesia tetap belum berhasil memberikan jaminan hak atas
pendidikan bagi semua anak. Masih banyak masalah yang harus dihadapi,
yaitu :
• Masih banyaknya anak putussekolah.
• Kualifikasi dan kompetensi tenaga pengajar masihkurang.
• Metode pengajaran yang tidak efektif yang masih berorientasi kepada
guru dan anak didik tidak diberi kesempatan memahamisendiri.
• Manajemen sekolah yang buruk dan minimnya keterlibatanmasyarakat.

129
• Kurangnya akses pengembangan dan pembelajaran usia dini bagi
sebagian anak-anak yang tinggal di pedalaman danpedesaan.
• Biaya pendidikan yang tinggi disertai alokasi anggaran dari pemerintah
daerah dan pusat yang tidakmemadai.
Untuk mencapai tujuan Education for All, pemerintah Indonesia dibantu
oleh UNICEF dan UNESCO melakukan kegiatan-kegiatan antara lain:
a) Sistem Informasi Pendidikan BerbasisMasyarakat
b) Program Wajib Belajar 9tahun
c) Program Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan Anak(CLCC).
Sementara kondisi yang terjadi di lapangan tak sepenuhnya sesuai
dengan yang diharapkan dimana masyarakat justru dirugikan dengan
adanya Education for All (EFA). Beberapa kondisi yang terjadi antara lain:
f) Biaya pendidikan yang semakin mahal dari tahun ke tahun. Anak-anak
yang tidak bisa melanjutkan pendidikan ini kemungkinan besar akan
menjadi buruh, atau hanya menambah jumlahpenganggur.
g) Mereka yang mengecap pendidikan dijadikan sebagai sekrup mesin
kolonialisme.
h) Pendidikan telah berada di bawah kepentingan politik dan bisnis
(ekonomi).
i) Dunia pendidikan dikendalikan oleh selera penguasa dan pemilik modal
demi kepentingansesaat.

7. SASARANEFA
Enam sasaran EFA yang telah disepakati bersama yang akan dicapai
pada tahun 2015 adalah sebagai berikut:
10. Memperluas dan meningkatkan perawatan dan pendidikan yang
komprehensif bagi anak usia dini (PAUD), terutama bagi anak-anak
yang paling rentan dan kurangberuntung.
11. Memastikan bahwa pada tahun 2015 semua anak, khususnya anak
perempuan, anak-anak dalam keadaan sulit dan mereka yang termasuk
etnis minoritas, memiliki akses untuk mengikuti dan menamatkan
pendidikan dasar, gratis dan wajib dengan kualitas yangbaik.
12. Memastikan bahwa kebutuhan belajar semua anak muda dan orang
dewasa terpenuhi melalui akses yang adil terhadap pembelajaran yang
tepat dan dengan program kecakapan hidup (lifeskill).
13. Mencapai perbaikan 50 persen di tingkat buta aksara pada tahun 2015,
terutama bagi perempuan, dan akses yang adil pada pendidikan dasar
dan berkelanjutan bagi semua orangdewasa.
14. Menghapus disparitas gender dalam pendidikan dasar dan menengah
pada tahun 2005, dan mencapai kesetaraan gender dalam pendidikan
pada tahun 2015, dengan fokus untuk menjamin akses perempuan
penuh dan sama untuk prestasi dalam pendidikan dasar dengan kualitas
yangbaik.
15. Meningkatkan semua aspek kualitas pendidikan dan menjamin
keunggulan semua sehingga diakui dan hasil pembelajaran yang terukur
yang dicapai oleh semua, terutama dalam bidang terutama dalam
bidang keaksaraan, berhitung dan kecakapan hidup yangesensial.

8. KOMITMEN INDONESIA

130
Kemajuan dalam pencapaian sasaran EFA maupun MDGs tentu saja
akan ditentukan oleh komitmen semua pihak dalam ikut bersama-sama dan
bekerja sama untuk melaksanakan program dan kegiatan yang telah
dirumuskan bersama secara demokratis, transparan, dan akuntabel. Dalam
hal ini Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah juga harus memiliki komitmen
dalam pelaksanaan peran dan fungsinya secara optimal. Dewan Pendidikan
dan Komite Sekolah secara sinergis untuk meningkatkan mutu pelayanan
pendidikanmelalui pelaksanaan empat peran/fungsinya ( iqbal kurniawan
2001).
Dalam dokumen EFA dan MDGs ditegaskan bahwa “Education for All
can only be achieved through broad partnerships between governments,
bilateral agencies, civil society groups and the private sector”. Dengan kata
lain, “Sasaran EFA hanya capat dicapa melalui kerja sama secara luas
antara pemerintah, lembaga bilateral, kelompok masyarakan sivil dan sektor
swasta”. Tidak ada satu pihak pun yang secara egoistis yang dapat
mencapai sasaran tersebut sendirian. Semua pihak harus dapat dilibatkan
dalam upaya pencapaian sasaran EFA maupun MDGs, termasuk
masyarakat yang diwadahi dalam Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah,
melalui program-program inovatif (iqbal kurniawan2001).

9. PROGRAM INOVATIF DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITESEKOLAH


Dewasa ini, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah harus mampu
mengembangkan program inovatif dalam rangka peningkatan mutu layanan
pendidikan di daerah dan di satuan pendidikannya masing-masing. Program
kemitraan dengan institusi terkait harus menjadi program inovatif Dewan
Pendidikan. Sebagai contoh, Dewan Pendidikan Kabupaten Lampung
Selatan mulai mencoba dengan program “Dompet Pendidikan” untuk
membantu para mahasiswa yang berprestasi yang berasal dari keluarga
yang kurang mampu.
Dewan Pendidikan Kota Bandung telah memperoleh amanah untuk
menyalurkan Bantuan Walikota Bandung untuk peserta didik yang berasal
dari keluarga kurang mampu agar tidak sampai putus sekolah pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah(papang ramadhani 2005).

10. REFLEKSI
EFA dan MDGs telah menunjukkan berbagai masalah dan tantangan
dalam bidang pendidikan yang menghadang kita di hadapan. Untuk
memecahkan masalah dan mencari jalan keluar untuk menghadapi
tantangan tersebut, yang diperlukan adalah kerjasama antara semua pihak.
Tidak ada satu pihak pun yang dapat secara egoistis untuk dapat berjalan
sendiri dalam memecahkan masalah dan tantangan tersebut. Untuk ini,
antara pemerintah dam masyarakat (yang diwadahi dalam Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah) harus dapat bekerja sama secara sinergis
untuk meningkatkan mutu pelayanan pendidikan bagi anak-anak bangsa di
negeri tercinta Indonesia (Dodid widodo 2003).

D. LIFE LONGLEARNING

1. KONSEP DASAR PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP

131
Pembahasan tentang konsep pendidikan atau belajar seumur hidup (
lifelong learning ) ini akan diuraikan dalam dua bagian yaitu ditinjau dari
dasar teoritis/ religios dan dasar yuriditisnya.
a) Dasar Teoritis ( religious)
Konsep pendidikan seumur hidup ini pada mulanya dikemukakan
oleh filosof dan pendidik Amerika yang sangat terkenal yaitu John
Dewey. Kemudian dipopulerkan oleh Paul Langrend melalui bukunya :
An Introduction to Life Long Education. Menurut John Dewey,
pendidikan itu menyatu dengan hidup. Oleh karena itu pendidikan terus
berlangsung sepanjang hidup sehingga pendidikan itu tidak pernah
berakhir.
b) DasarYuridis
Konsep pendidikan seumur hidup di Indonesia mulai
dimasyarakatkan melalui kebijakan negara yaitu melalui :
2) Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 JO TAP. NO.IV/MPR/1978.
3) UU No. 2 Tahun 1989 Pasal4.
4) Di dalam UU Nomor 2 Tahun1989.
Adapun dasar pemikiran yang menyatakan bahwa lifelong learning
adalah sangat penting. Dasar pemikiran tersebut ditinjau dari berbagai
aspek, diantaranya adalah sebagai berikut:
a) TinjauanIdeologis
Pendidikan seumur hidup atau lifelong learning akan
memungkingkan seseorang mengembangkan potensi-potensinya sesuai
dengan kebutuhan hidupnya, sebab pada dasarnya semua manusia
dilahirkan ke dunia mempunyai hak sama, khususnya untuk
mendapatkan pendidikan dan peningkatan pengetahuan dan
keterampilannya (skill).

b) TinjauanEkonomis
Melalui pendidikan, merupakan cara paling efektif untuk keluar dari
suatu lingkaran yang menyeret kepada kebodohan dan kemelaratan.
c) TinjauanSosiologis
Pada umumnya di negara-negara sedang berkembang ditemukan
masih banyaknya para orang tua yang kurang menyadari akan
pentingnya pendidikan formal bagi anak-anaknya. Oleh karena itu,
banyak anak-anak mereka yang kurang mendapatkan pendidikan
formal, putus sekolah atau tidak bersekolah sama sekali. Dengan
demikian pendidikan seumur hidup kepada orang akan merupakan
solusi dari masalahtersebut.
d) TujuanFilosofis
Di negara demokrasi, menginginkan seluruh rakyat menyadari
pentingnya hak memilih dan memahami fungsi pemerintah, DPR, MPR
dan sebagainya.
e) TinjauanTeknologis
Di era globalisasi seperti sekarang ini, tampaknya dunia dilanda
oleh eksplosi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dengan berbagai
produk yang dihasilkannya. Semua orang, tak terkecuali para pendidik,
sarjana, pemimpin dan sebagainya dituntut selalu memperbaharui
pengetahuan dan keterampilannya seperti apa yang terjadi di negara
maju.

132
f) Tinjauan Psikologis danPaedagogis
Perkembangan IPTEK sangat pesat mempunyai dampak dan
pengaruh besar terhadap berbagai konsep, teknik dan metode
pendidikan.Disamping itu, perkembangan tersebut juga makin luas,
dalam dan kompleks, yang menyebabkan ilmu pengetahuan tidak
mungkin lagi diajarkan seluruhnya kepada anak didik di sekolah.

2. TUJUAN BELAJAR SEPANJANG HAYAT


Inti belajar sepanjang hayat adalah bahwa seluruh individu harus
berkembang sesuai dengan potensinya secara optimal.Oleh karena itu,
pendidikan sepanjang hayat harus dipandang secara holistik mulai dalam
buaian, sampai dengan akhir kehidupan.Dalam kerangka ini pendidikan
dipandang sebagai pelayanan untuk membantu pengembangan personal
sepanjang hayat, dalam istilah yang lebih luas yaitu “development” (Andrias
Harefa,2000).
Dalam perspektif yang lain disebutkan bahwa sedikitnya ada dua
tujuan dari belajar sepanjang hayat termasuk didalamnya tujuan belajar
mandiri atau self-learning yaitu untuk menyesuaikan diri dengan perubahan
positif yang terus menerus berubah dan berkembang dalam sepanjang
kehidupan manusia dan masyarakat, dan untuk menyiapkan diri guna
mencapai kehidupan yang lebih baik dimasa yang akandatang.
Belajar sepanjang hayat merupakan landasan yang kuat bagi program-
program pendidikan non formal yang mengarah pada upaya untuk
menumbuhkan masyarakat gemar belajar.Masyarakat gemar belajar dapat
terwujud apabila setiap warga masyarakat selalu mencari dan menemukan
sesuatu yang baru dan bermakna, meningkatkan belajar.Kegiatan belajar
yang dilakkukan oleh setiap warga masyarakat tidak terbatas hanya untuk
mengetahui atau belajar sesuatu (learning how to learn), tidak pula belajar
hanya untuk memecahkan masalah yang timbul dalam kehidupan (learning
how to solve problems).Kegiatan belajar yang mereka lakukan terarah untuk
kepentingan dan kemajuan kehidupannya (learning how to be), belajar untuk
melakukan sesuatu (learning how to do), dan belajar untuk hidup bersama
(learning how to live together).(Faure, 1972)
Masyarakat gemar belajar (learning society) atau masyarakat
berencana (planning society) atay disebut juga sebagai masyarakat inovatif
(innovative society) adalah suatu masyarakat yang memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
a) Sebagian besar atau bahkan seluruh warga masyarakat aktif dan
mencari informasi yang berhubungan dengan kepentingan dan
kebutuhanhidupnya.
b) Menemukan informasi baru melalui kegiatan membaca berbagai sumber
informasi seperti buku, jurnal, surat kabar, majalah dan lainsebagainya.
c) Mampu dan bisa menulis dan menyebarluaskaninformasi.
d) Melakukan kegiatan belajar secara sadar danberkelanjutan.
e) Sadar dan percaya bahwa belajar adalah kebutuhan dan bagian yang
tidak terpisahkan dalam memelihara dan mengembangkan kehidupan ke
arah yang lebihbaik.

133
BAB X

ASAS PENDIDIKAN, EKONOMI, PENDIDKAN DALAM EKONOMI, DAN PERAN


EKONOMI DALAM PENDIDIKAN

PEMBAHASAN

Kemajuan Ilmu dan teknologi, terutama teknologi informasi menyebabkan arus


komunikasi menjadi cepat dan tanpa batas. Hal ini berdampak lagsung pada bidang
Norma kehidupan dan ekonomi, seperti tersingkirnya tenaga kerja yang kurang
berpendidikan dan kurang trampil, terkikisnya budaya lokal karena cepatnya arus
informasi dan budaya global, serta menurunnya norma-norma masyarakat kita yang
bersifat pluralistik sehingga rawan terhadap timbulnya gejolak sosial dan disintegrasi
bangsa. Adanya pasar bebas, kemampuan bersaing, penguasaan pengetahuan dan
teknologi, menjadi semakin penting untuk kemajuan suatu bangsa. Ukuran
kesejahteraan suatu bangsa telah bergeser dari modal fisik atau sumber daya alam
ke modal intelektual, pengetahuan, sosial, dan kepercayaan (sulipan,2008).
Hal ini membutuhkan pendidikan yang memberikan kecakapan hidup (Life Skill ),
yaitu yang memberikan keterampilan, kemahiran, dan keahlian dengan kompetensi
tinggi pada peserta didik sehingga selalu mampu bertahan dalam suasana yang
selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif dalam kehidupannya. Kecakapan ini
sebenarnya telah diperoleh siswa sejak dini mulai pendidikan formal di sekolah
maupun yang bersifat informal, yang akan membuatnya menjadi masyrakat
berpengetahuan yang belajar sepanjang hayat (Life Long Learning) (Yulio
Yandi,2009).
A.Pengertian Asas Pendidikan
Asas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan
berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan. Khusus di
Indonesia, terdapat sejumlah asas yang memberi arah dalam merancang dan
melaksanakan pendidikan itu. Asas-asas tersebut antara lain:
1. Asas Tut wuriHandayani
Asas tut wuri handayani, yang kini menjadi semboyan Diknas pada awalnya
merupakan salah satu dari asas 1922 yakni : tujuh buah asas dari Perguruan
Nasional Taman Siswa (didirikan 3 Juli 1922). Asas atau semboyan ini
dikumandangkan oleh Ki Hadjar Dewantara. dan mendapat dukungan dari positif
dari menambahkan dua semboyan yaitu : Ing Ngarso Sung Tuladha dan Ing Madya
Mangun Karsa. Ketiga semboyan itu telah menyatu menjadi satu kesatuanasas.
Asas tut wuri handayani merupakan inti dari asas 1922 yang menegaskan bahwa
setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya dengan mengingat tertibnya
persatuan dalam peri kehidupan umum (Karya Ki Hajar Dewantara, 1962:59).
2. Asas Belajar sepanjanghayat
Istilah belajar sepanjang hayat erat kaitannya dengan istilah “pendidikan seumur
hidup” (Gordon, 1975: Ch. I).

134
Ada 2 misi yang diemban dalam proses belajar mengajar berdasarkan latar
pendidikan seumur hidup yaitu : membelajarkan peserta didik dengan efisien dan
efektif dan serentak dengan itu, meningkatkan kemauan dan kemampuan belajar
mandiri sebagai basis belajar sepanjang hayat (Soedomo,2007).
3. Azas Kemandirian dalamBelajar
Asas ini tidak dapat dipisahkan dari 2 asas tut wuri handayani dan belajar sepanjang
hayat. Implikasi dari asas ini adalah pendidik harus menjalankan peran komunikator,
fasiltator, organisator, dsb. Pendidik diharapkan dapat menyediakan dan mengatur
berbagai sumber belajar sedemikian rupa sehingga memudahkan peserta didik
berinteraksi dengan sumber belajar tersebut ( M.J. Langeveld ,1995).
B. Penerapan asas-asas Pendidikan (di sekolah dan di luarsekolah)

1. Keadaan yang ditemui


Dalam kaitan penerapan asas Tut Wuri Handayani, dapat dikemukakan beberapa
keadaan yang ditemui sekarang, yakni :
1) Peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan dan keterampilan
yang diminatinya di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan yang disediakan oleh
pemerintah sesuai peran dan profesinya dalam masyarakat. Peserta didik
bertanggung jawab atas pendidikannyasendiri
2) Peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan kejuruan yang
diminatinya agar dapat mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja bidang
tertentu yangdiinginkannya
3) Peserta didik memiliki kecerdasan yang luar biasa diberikan kesempatan untuk
memasuki program pendidikan dan ketrampilan sesuai dengan gaya dan irama
belajarnya
4) Peserta didik yang memiliki kelainan atau cacat fisik atau mental memperoleh
kesempatan untuk memilih pendidikan dan ketrampilan sesuai dengan cacat yang
disandang agar dapat bertumbuh menjadi manusia yangmandiri
5) Peserta didik di daerah terpencil mendapat kesempatan untuk memperoleh
pendidikan dan ketrampilan agar dapat berkembang menjadi manusia yang memiliki
kemampuan dasar yang memadai sebagai manusia yang mandiri, yang beragam
dari potensi dibawah normal sampai jauh diatas normal (JurnalPendidikan,1989).
Dalam kaitan asas belajar sepanjang hayat, dapat dikemukakan beberapa keadaan
yang ditemui sekarang, yaitu :
1) Usaha pemerintah memperluas kesempatan belajar telah mengalami
peningkatan. Terbukti dengan semakin banyaknya peserta didik dari tahun ke tahun
yang dapat ditampung baik dalam lembaga pendidikan formal, non formal, dan
informal; berbagai jenis pendidikan; dan berbagai jenjang pendidikan dari TK sampai
perguruantinggi
2) Usaha pemerintah dalam pengadaan dan pembinaan guru dan tenaga
kependidikan pada semua jalur, jenis, dan jenjang agar mereka dapat melaksanakan
tugsnya secara proporsional. Dan pada gilirannya dapat meningkatkan kualitashasil

135
pendidikan di seluruh tanah air. Pembinaan guru dan tenaga guru dilaksanakan baik
didalam negeri maupun diluar negeri
3) Usaha pembaharuan kurikulum dan pengembangan kurikulum dan isi pendidikan
agar mampu memenuhi tantangan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya
yang berkualitas melaluipendidikan
4) Usaha pengadaan dan pengembangan sarana dan prasarana yang semakin
meningkat: ruang belajar, perpustakaan, media pengajaran, bengkel kerja, sarana
pelatihan dan ketrampilan, sarana pendidikanjasmani
5) Pengadaan buku ajar yang diperuntukan bagi berbagai program pendidikan
masyarakat yang bertujuanuntuk:
a) Meningkatkan sumber penghasilan keluarga secara layak dan hidup
bermasyarakat secara berbudaya melalui berbagai carabelajar

b) Menunjang tercapainya tujuan pendidikan manusiaseutuhnya


6) Usaha pengadaan berbagai program pembinaan generasi muda: kepemimpinan
dan ketrampilan, kesegaran jasmani dan daya kreasi, sikap patriotisme dan
idealisme, kesadaran berbangsa dan bernegara, kepribadian dan budiluhur
7) Usaha pengadaan berbagai program pembinaan keolahragaan dengan
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anggota masyarakat untuk
melakukan berbagai macam kegiatanolahraga untuk meningkatkan kesehatan dan
kebugaran serta prestasi di bidangolahraga
8) Usaha pengadaan berbagai program peningkatan peran wanita dengan
memberikan kesempatan seluas-luasnya dalam upaya mewujudkan keluarga sehat,
sejahtera dan bahagia; peningkatan ilmu pngetahuan dan teknologi, ketrampilan
serta ketahananmental.

2. Permasalahan yangdihadapi
a. Masalah Peningkatan MutuPendidikan
Pemerintah mengusahakan berbagai cara dalam upaya peningkatan mutu
pendidikan, antara lain: (1) Pembinaan guru dan tenaga pendidikan di semua jalur,
jenis, dan jenjang pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan, (2)
Pengembangan sarana dan prasarana sesuai dengan perkembangan ilmu dan
teknologi, (3) Pengembangan kurikulum dan isi pendidikan sesuai dengan
perkembangan ilmu dan teknologi serta pengembangan nilai-nilai budaya bangsa,
(4) Pengembangan buku ajar sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta perkembangan budaya bangsa (drs RMP
Sosrokartono, 1992).
b. Masalah Peningkatan RelevansiPendidikan

Pemerintah telah dan sedang mengusahakan peningkatan relevansi


penyelenggaraan pendidikan yang efektif dan efisien (1) meningkatkan kemudahan
dalam komunikasi informasi antara pusat–daerah, daerah–daerah, agar arus
komunikasi informasi pembaharuan pendidikan berjalan lancar, (2) desiminasi–
inovasi pendidikan: kelembagaan‟sumber daya manusia, sarana dan prasarana,

136
proses belajar mengajar yang dilaksanakan secara terpadu, dan (3) peningkatan
kegiatan penelitian untuk memberi masukan dalam upaya meningkatkan relevansi
pendidikan (Depdikbud, 1983).
c. Masalah pendekatan komunikasi olehguru
Sekarang masih terdapat kecendrungan bahwa peserta didik terikat oleh
penggunaan komunikasi satu arah dalam kegiatan pembelajaran dengan
mengandalkan metode ceramah. Dalam komunikasi demikian, pendididk
menempatkan dirinya dalam kedudukan yang lebih tinggi dari peserta didik. Tidak
jarang, peserta didik dijadikan objek komunikasi oleh seorang guru. Dengan
rendahnya umpan balik dari peserta didik, dan cenderung hanya menghasilkan
perubahan pengetahuan memberikan implikasi yang negatif terhadap out put
pendidikan, yakni membuat peserta didik tidak terdorong untuk belajar mandiri,
mereka lebih bergantung kepada informasi yang diberikan pendidik (Rogers dan
Schoemaker, 1981).
d. Masalah perananpendidik
Metode pembelejaran yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik, yakni
metode ceramah dimana pendidik melakukan komunikasi satu arah, pendidik sering
menempatkan dirinya sebagai orang yang paling dominan. Tidak jarang, pendidik,
dosen atau guru menempatkan dirinya sebagai orang yang paling dan serba tahu
dalam segala hal pada waktu kegiatan belajar berlangsung. Tugas seorang pendidik
sebenarnya mendorong peserta didik untuk mencari informasi sendiri yang
dikatakan sebagai upaya belajar mandiri (Ernest E. Bayles,1974).
e. Masalah tujuanbelajar
Learning to know dan learning to do belum cukup untuk dijadikan tujuan belajar.
Oleh karena kemajuan teknologi terutama kemajuan transpotasi dan komunikasi
membuat dunia semakin sempit, sehingga intensitas interaksi manusia semakin
tinggi tanpa dibatasi oleh perbedaan suku, agama, ras, dan asal-usul. Oleh karena
itu, tujuan belajar diperluas dengan learning to life together dan learnign to be ( M.J.
Langeveld,1995).
3. Pengembangan penerapan asas-asaspendidikan
Sehubungan dengan permasalah yang dihadapi dalam penerapan asas-asas
pendidikan, maka perlu diadakannya upaya pengembangan penerapan asas-asas
pendidikan dengan tujuan untuk membantu mengatasi permasalahan yang telah
dijelaskan sebelumnya.

a. Meningkatkan mutupendidikan
Dalam menghadapi masalah peningkatan sumber daya manusia sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pemerintah telah dan sedang
mengupayakan peningkatan: mutu guru dan tenaga kependidikan, mutu sarana dan
prasarana pendidikan, mutu kurikulum dan isi kurikulum sesuai perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta perkembangan nilai-nilai budaya bangsa
(rustamalis,2015).
b. Meningkatkan relevansipendidikan

137
Dalam upaya meningkatkan relevansi pendidikan, pemerintah melakukan berbagai
upaya (1) usaha menemukan cara baru dan pemanfaatan teknologi pendidikan
untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang beragam, (2) usaha pemanfaatan
hasil penelitian pendidikan bagi peningkatan kualitas kegiatan pembelajaran sesuai
dengan kebutuhan peserta didik, dan (3) usaha pengadaan ruang belajar, ruang
khusus (bengkel kerja, konseling, pertemuan, dan sebagainya) yang menunjang
kegiatanpembelajaran.
c. Mengembangkan komunikasi duaarah
Dalam meningkatkan umpan balik dari siswa, seorang guru harus mengembangkan
komunikasi dua arah. Siswa tidak hanya mendengarkan namun juga memberikan
respon dalam setiap permasalahan yang diberikan seorang pendidik. Dengan
demikian, peserta didik akan terdorong untuk belajar mandiri, tidak tergantung
kepada pendidik saja.
d. Menggeser peranan pendidik menjadi fasilitator, informator, motivator, dan
organisator.
Fasilitator sebagai penyedia layanan misalnya memberikan kasus yang harus
dipecahkan atau didiskusikan. Informator sebagai pemberi informasi terkini yang
berkaitan dengan tujuan pembelajaran. Motivator sebagai pemberi motivasi kepada
peserta didik. Organisator yang membimbing peserta didik menyelesaikan tahap-
tahap pembelajaran yang telah ada.
Asas pendidikan memiliki arti hukum atau kaidah yang menjadi acuan dalam
melaksanakan kegiatan pendidikan. Asas pendidikan juga diartikan sebagai sesuatu
kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan
maupun pelaksanaan pendidikan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah bahwa
manusia itu dapat dididik dan dapat mendidik diri sendiri. Seperti diketahui, manusia
yang dilahirkan hamper tanpa daya dan sangat tergantung pada orang lain (orang
tuanya, utamanya ibu) namun memiliki potensi yang hampir tanpa batas untuk
dikembangkan.
Khusus untuk pendidikan di Indonesia, terdapat sejumlah asas yang member arah
dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu. Asas-asas tersebut bersumber
baik dari kecenderungan umum pendidikan di dunia maupun yang bersumber dari
pemikiran dan pengalaman sepanjang sejarah upaya pendidikan di Indonesia. Di
antara berbagai asas tersebut, tiga buah asas akan dikaji lebih lanjut dalam makalah
ini. Ketiga asas itu adalah asas tut wuri handayani, asas belajar sepanjang hayat,
dan asas kemandirian dalam belajar. Ketiga asas itu dipandang sangat relevan
dengan upaya pendidikan, baik masa kini maupun masa depan. Oleh karena itu,
setiap tenaga kependidikan harus memahami dengan tepat ketiga asas tersebut
agar dapat menerapkannya dengan semestinya dalam penyelenggaraan pendidikan
sehari-har
ASAS-ASAS POKOK PENDIDIKAN

Asas Tut Wuri Handayani


Asas Tut Wuri Handayani merupakan gagasan yang mula-mula dikemukakan oleh
Ki Hajar Dewantara seorang perintis kemerdekaan dan pendidikan nasional. Tut
WuriHandayanimengandungartipendidikdengankewibawaanyangdimiliki

138
mengikuti dari belakang dan memberi pengaruh, tidak menarik-narik dari depan,
membiarkan anak mencari jalan sendiri, dan bila anak melakukan kesalahan baru
pendidik membantunya. Asas ataupun semboyan tut wuri handayani yang
dikumandangkan oleh Ki Hadjar Dewantara itu mendapat tanggapan positif dari Drs.
R.M.P Sostrokartono (filsuf dan ahli bahasa) dengan menambahkan dua semboyan
untuk melengkapinya, yakni Ing Ngarso Sung Tulodho dan Ing Madya Mangun
Karsa (Wawasan Kependidikan Guru dalam Tirtarahardja,2005:118).
Kini ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas, yakni:
g) Ing ngarsa sung tuladha (jika didepan member contoh),
• Ing madya mangun karsa (jika ditengah-tengah, membangkitkan kehendak,
hasrat atau motivasi),dan
5) Tut wuri handayani (jika dibelakang, mengikuti dengan awas).
Asas Tut Wuri Handayani memberi kesempatan anak didik untuk melakukan usaha
sendiri, dan ada kemungkinan mengalami berbuat kesalahan, tanpa ada tindakan
(hukuman) pendidik. Hal itu tidak menjadikan masalah, karena menurut Ki Hajar
Dewantara, setiap kesalahan yang dilakukan anak didik akan membawa pidananya
sendiri, kalau tidak ada pendidik sebagai pemimpin yang mendorong datangnya
hukuman tersebut. Dengan demikian, setiap kesalahan yang dialami anak tersebut
bersifat mendidik. Menurut asas tut wuri handayani (1) pendidikan dilaksanakan
tidak menggunakan syarat paksaan, (2) pendidikan adalah penggulowenthah yang
mengandung makna: momong, among, ngemong (Karya Ki Hajar Dewantara, hal.
13). Among mengandung arti mengembangkan kodrat alam anak dengan tuntutan
agar anak didik dapat mengembangkan hidup batin menjadi subur dan selamat.
Momong mempunyai arti mengamat-amati anak agar dapat tumbuh menurut
kodratnya. Ngemong berarti kita harus mengikuti apa yang ingin diusahakan anak
sendiri dan memberi bantuan pada saat anak membutuhkan, (3) pendidikan
menciptakan tertib dan damai (orde en vrede), (4) pendidikan tidak ngujo
(memanjakan anak), dan (5) pendidikan menciptakan iklim, tidak terperintah,
memerintah diri sendiri dan berdiri di atas kaki sendiri (mandiri dalam diri anak didik
(Karya Ki Hajar Dewantara,1962:59).
Azas pendidikan merupakan suatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan
berpikir, baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan pendidikan.
Pandangan tentang hakekat manusia merupakan tumpuan berpikir utama yang
sangat penting dalam pendidikan. Salah satu dasar pendidikan adalah bahwa
manusia itu dapat dididik dan dapat mendidik diri sendiri (Brodjonagoro,1966:35).
Azas Belajar Sepanjang Hayat
Pada dasarnya manusia adalah makhluk “menjadi” yakni makhluk yang tidak pernah
sempurna, dia selalu berkembang mengikuti perkembangan yang terjadi di
lingkungan hidupnya. Asas belajar sepajang hayat (life long learning) merupakan
sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education)
UNESCO Institute for Education (UIE Hamburg) menetapkan bahwa pendidikan
seumur hidup adalah pendidikan yang harus :

a. Meliputi seluruh hidupindividu.

139
b. Mengarah kepada pembentukan, pembaruan, peningkatan, dan
penyempurnaan secara sistematis pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
dapat meningkatkan kondisihidupnya.
c. Tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri setiapindividu.
d. Mengakui kontriobusi dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin terjadi,
termasuk yang formal, non-formal daninformal.
Kurikulum yang dapat mendukung terwujudnya belajar sepanjang hayat harus
dirancang dan diimplementasi dengan memperhatikan dua dimensi (Hameyer,
1979: 67-81, Sulo Lipu Lasulo, 1990:28-30).
a. Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah, antara lain pengkajian tentang:
1) Keterkaitan antara kurikulum dengan masa depan pesertadidik.

2) Kurikulum dan perubahansosial-kebudayaan.


3) “The forecasting curriculum” yakni perancangan kurikulum berdasarkan suatu
prognosis, baik tentang perilaku peserta didik pada saat menamatkansekolah.
4) Keterpaduan bahan ajaran dan pengorganisasianpengetahuan.
5) Penyiapan untuk memikul tanggung jawab, baik tentang diri sendiri maupun
dalam bidangsosial.
6) Pengintegrasian dengan pengalaman yang telah dimiliki pesertadidik.
7) Untuk mempertahankan motivasi belajar secara permanen peserta didik harus
dapat melihat kemanfaatan yang akan didapatkannya dengan tetap mengikuti
pendidikanitu.
b. Dimensi horizontal dari kurikulum sekolah yakni keterkaitan antara
pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luarsekolah.
1) Kurikulum sekolah merefleksi kehidupan di luarsekolah.
2) Memperluas kegiatan belajar ke luarsekolah.
3) Melibatkan orang tua dan masyarakat dalam kegiatan belajarmengajar.
Implikasi dari kemampuan ilmu dan teknologi yang amat pesat tersebut ialah
seseorang dituntut untuk mau dan mampu belajar sepanjang hayat. Dengan
kemauan dan kemampuan untuk dapat belajar sepanjang hayat, maka konsep
belajar tidak lagi sekedar belajar untuk tahu (learning to know) dan mampu (learning
todo) akan tetapi belajar sepanjang hayat yang menuntut kemauan dan kemampuan
seseorang guna belajar untuk menjadi (learning tobe).
Kemandirian Dalam Belajar
Baik asas tutwuri handayani maupun belajar sepanjang hayat secara langsung erat
kaitannya dengan asas kemandirian daam belajar. dalam kegiatan belajar-mengajar,
sedini mungkin dikembangkan kemandirian dalam belajar dengan menghindari
campur tangan guru, namun guru selalu siap untuk ulur tangan apabila diperlukan.

140
Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalam peran
utama sebagai fasilitator dan motivator disamping peran-peran lain, informator,
organisator dan sebagainya.
a. Guru sebagai fasilitator diharapkan menyediakan dan mengatur berbagai
sumber belajar, sedemikian rupa sehingga memudahkan peserta didik berinteraksi
dengan sumber-sumbertersebut.

b. Guru sebagai motivator mengupayakan timbulnya prakarsa untuk memanfaatkan


sumberbelajar.
Hal tersebut berarti bahwa pendidik perlu memberikan dan bahkan merangsang
peserta didik untuk memburu informasi selain dari dirinya sendiri.
B. Penerapan Asas Pendidikan (Disekolah dan Luar Sekolah) Dewasaini
Dalam hal penerapan asas-asas pendidikan dalam kegiatan pembelajaran,
setidaknya terdapat tiga masalah yang perlu mendapat perhatian yakni masalah
cara berkomunikasi dan peranan guru dalam pembelajaran serta tujuan
pembelajaran.
1. Keadaan yangditemui
Dalam kaitan asas belajar sepanjang hayat, dapat dikemukakan beberapa keadaan
yang ditemui sekarang.
a) Usaha pemerintah memperluas kesempatan belajar telah mengalami
peningkatan. Terbukti dengan semakin banyaknya peserta didik dari tahun ke tahun
yang dapat ditampung baik dalam lembaga pendidikan formal, non formal dan
informal, berbagai jenis pendidikan dan berbagai jenjang pendidikan dari TK sampai
PerguruanTinggi.
b) Usaha pemerintah dalam pengadaan dan pembinaan guru dan tenaga
kependidikan pada semua jalur, jenis dan jenjang agar mereka dapat melaksanakan
tugasnya secara profesional. Serta dapat meningkatkan kualitas hasil pendidikan
diseluruh tanah air. Pembinaan guru dan tenaga guru dilaksanakan baik didalam
negeri maupun luarnegeri.
c) Usaha pembaruan kurikulum dan pengembangan kurikulum dan isi pendidikan
agar mampu memenuhi tantangan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya
yang berkualitas melaluipendidikan.
d) Usaha pengadaan dan pengembangan sarana dan prasarana yang semakin
meningkat, ruang belajar, perpustakaan, media pengajaran, sarana pelatihan dan
keterampilan. Sarana pendidikanjasmani.

e) Pengadaan buku ajar yang diperuntukkan bagi berbagai program pendidikan


masyarakat yang bertujuan:
- Meningkatkan sumberpenghasilan
- Menunjang tercapainya tujuan pendidikan manusiaseutuhnya.

141
f) Usaha pengadaan berbagai program pembinaan generasi mudah kepemimpinan
dan keterampilan, kesegaran, jasmani dan daya kreasi kesadaran berbangsa dan
bernegara, kepribadian dan budi luhur.
g) Usaha mengadakan berbagai program peningkatan peran wanita dengan
memberikan kesempatan seluas-luasnya dalam mewujudkan keluarga sehat,
peningkatan IPTEK, keterampilan serta ketahananmental.
Pemerintah telah mengupayakan usaha-usaha untuk menjawab tantangan asas
pendidikan sepanjang hayat dengan cara pengadaan sarana dan prasarana,
kesempatan serta sumber daya manusia yangmenunjang.
Dalam penerapan asas tut wuri handayani dapat dikemukakan beberapa keadaan
yang ditemui sekarang yakni :
- Peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan dan keterampilan
yang diminatinya disemua jenis, jalur dan jenjang pendidikan yang disediakan oleh
pemerintah.
- Peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan kejuruan yang
diminati agar dapat mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja dibidang
tertentu yangdiinginkan.
- Peserta didik yang memiliki kemampuan yang luar biasa diberikan kesempatan
untuk memasuki program pendidikan dan keterampilan sesuai dengan gaya dan
iramabelajarnya.
- Peserta didik yang memiliki kelainan atau cacat fisik memperoleh kesempatan
untuk memilih pendidikan dan keterampilan sesuai dengan cacat yang disandang
agar dapat tumbuh menjadi manusia yangmandiri.
- Peserta didik di daerah terpencil mendapat kesempatan untuk memperoleh
pendidikan dan keterampilan agar dapat berkembang menjadi manusia yang
memiliki kemampuan dasar yang memadai sebagai manusia yangmandiri.
Permasalahan Yang Dihadapi
a. Masalah Peningkatan MutuPendidikan
Kebijakan peningkatan mutu pendidikan tidak harus dipertimbangkan dengan
kebijaksanaan pemerataan pendidikan. Karena peningkatan kualitas pendidikan
harus diimbangi dengan peningkatan kualitas pendidikan.

Pemerintah mengusahakan berbagai cara dalam upaya peningkatan mutu


pendidikan antara lain :
- Pembinaan guru dan tenaga pendidikan disemua jalur, jenis dan jenjang
pendidikan yang menyelenggarakanpendidikan.
- Pengembangan sarana dan prasarana sesuai dengan perkembangan ilmu dan
teknologi.
- Pengembangan kurikulum dan isi pendidikan sesuai dengan perkembangan nilai-
nilai budayabangsa.

142
- Pengembangan buku ajar sesuai dengan tuntutan perkembangan IPTEK serta
perkembangan budayabangsa.
b. Masalah Peningkatan RelevansiPendidikan
Kebijaksanaan peningkatan relevansi pendidikan mengacu pada keterkaitannya
dengan ke-bhineka tunggal ika-an masyarakat, letak geografis Indonesia yang luas
dan pembangunan manusia Indonesia yang multidimensional.
Pemerintah telah dan sedang mengusahakan peningkatan relevansi
penyelenggaraan pendidikan yang efektif danefisien.
1) Meningkatkan kemudahan dalam komunikasi informasi antarapusat-daerah.
2) Inovasi pendidikan, kelembagaan, sumber daya manusia, sarana dan
prasarana, proses belajar mengajar yang dilaksanakan secaraterpadu.
3) Peningkatan kegiatan penelitian untuk memberi masukkan dalam upaya
peningkatan relevansipendidikan.
Dalam upaya meningkatkan relevansi pendidikan, pemerintah melakukan berbagai
upaya :
1) Usaha menemukan cara baru dan pemanfaatan teknologi pendidikan untuk
memenuhi kebutuhan pesert didik yangberagam.
2) Usaha pemanfaatan ruang belajar, ruang khusus yang menunjang kegiatan
pembelajaran.

3.) Pengembangan Penerapan Asas-AsasPendidikan


Dalam penerapan asas-asas pendidikan ada 3 masalah yang perlu mendapat
perhatian antara lain sebagai berikut :
a. Pendekatan Komunikasi olehGuru
Dewasa ini masih terdapat kecendrungan bahwa pendidik masih terikat oleh
penggunaan komunikasi satu arah dalam kegiatan pembelajaran dalam
mengadakan metode ceramah. Dalam komunikasi yang demikian, pendidik
menempatkan dirinya dalam kedudukan yang lebih tinggi dari peserta didik.
Akibatnya rendah kemungkinan umpan balik dari peserta didik, dan cendrung hanya
menghasilkan perubahan pengetahuan. Komunikasi yang demikian memberi
implikasi yang negatif terhadap out-put pendidikan, yakni membuat peserta didik
tidak terdorong untuk belajar mandiri (Rogers dan Schoemaker, 1981; Depdikbud,
1983).
b. PerananPendidik
Peranan Pendidik amatlah penting untuk mendorong peserta didik guna berupaya
mencari informasi sendiri yang dapat dikatakan sebagai upaya belajar mandiri
(Driyarkara,1980).

PENDIDIKAN DALAM EKONOMI

143
Pendidikan merupakan suatu proses pemberdayaan untuk mengungkapkan
potensi yang ada pada manusia sebagai individu, yang selanjutnya dapat
memberikan sumbangan kepada masayarakat lokal, kepada masayarakat
bangsanya, dan kemudian kepada masayarakat global. Dengan demikian, fungsi
pendidikan bukan hanya menggali potensi-potensi yang ada di dalam diri manusia,
tetapi juga bagaimana manusia ini dapat mengontrol potensi yang telah
dikembangkannya itu agar dapat bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup
manusia itu sendiri.
“Pengembangan sumber daya manusia untuk pembangunan menempatkan
manusia sebagai pusat perhatian dalam proses pembangunan sebagai produsen
dan konsumen” (Raharto, 1998). Artinya, dari sisi konsumen manusia ditempatkan
sebagai pemanfaat akhir dari hasil pembangunan, dan dari sisi produsen sebagai
faktor input yang penting dalam prosesproduksi.
Proses pendidikan menjadi bagian yang tidak terpisahkan atau bagian
integral dari pengembangan SDM sebagai subjek sekaligus objek pembangu- nan.
Dengan demikian, pendidikan harus mampu melahirkan SDM yang berkualitas dan
bukan menjadi beban pembangunan dan masyarakat, yaitu SDM yang menjadi
sumber kekuatan atau sumber penggerak (driving forces) bagi seluruh proses
pembangunan dan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan mesti
berhubungan secara timbal balik dengan pembangunan di berbagai bidang
kehidupan (politik, ekonomi, sosial, budaya). Sehingga, pendidikan akan dapat
dimaknai sebagai suatu bentuk investasi SDM untuk menciptakan iklim yang
memungkinkan semua penduduk atau warga negara turut andil dalam
pembangunan dan mengembangkan diri mereka agar menjadi warga negara yang
produktif.
Tujuan pembangunan nasional adalah terwujudnya masyarakat Indonesia
yang damai, demokratis, berkeadilan dan berdaya saing maju dan sejahtera dalam
wadah negara kesatuan republik indonesia yang didukung oleh manusia yang sehat,
mandiri dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
Dari tujuan tersebut tercermin bahwa sebagai titik sentral pembangunan
adalah pemberdayaan sumber daya manusia, baik sebagai sasaran pembangunan
maupun sebagai pelaku pembangunan. Dengan demikian, pembangunan
pendidikan merupakan salah satu aspek pendukung keberhasilan pembangunan
nasional.
BerorientasipadapeningkatankualitassumberdayamanusiaIndonesia,makaperan
an pendidikan dalam pembangunan dapat dirumuskan sebagaiberikut:
Dalam meningkatkan manusia sebagai makhluk individuyangberpotensilahir
dan batin, dilaksanakan dengan pemberian pengetahuan,keterampilan,nilaidan
sikap. Pembentukan nilai adalah nilai-nilai budaya bangsa danjuganilai-
nilaikeagamaan sesuai dengan agama masing-masing
dalamrangkameningkatkankeimanandanketaqwaanterhadapTuhanYangMahaEsa.Pr
osestransformasitersebut berlangsung dalam jalur pendidikan baik itu formal,
maupun non-formal.
Dalam menghadapi perubahan masyarakat yang terus menerus dan berjalan
secara cepat manusia dituntut untuk selalu belajar dan adaptasi dengan
perkembangan masyarakat sesuai dengan zamannya. Dengan perkataan lain
manusia akan menjadi ”pelajar seumur hidup”. Untuk itu lembaga pendidikan
144
berperan untuk mepersiapkan peserta didiknya menjadi pelajar seumur hidup yang
mampu belajar secara mandiri dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar baik
yang ada di sekolah maupun di luar sekolah. Menurut Moedjiono dalam buku Dasar-
dasar Kependidikan (1986), mengemukakan bahwa aktivitas belajar dalam rangka
menghadapi perubahan-perubahan yang cepat di dalam masyarakatmenghendaki:
(1)kemampuanuntukmendapatkaninformasi,(2)keterampilankognitifyangtinggi,
(3) kemampuan menggunakan strategi dalam memecahkan masalah, (4)
kemampuan menentukan tujuan yang ingin dicapai, (5) mengevaluasi hasil belajar
sendiri, (6) adanya motivasi untuk belajar, dan (7) adanya pemahaman diri sendiri.
Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi utama dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Artinya, setiap pengeluaran yang
dipergunakan untuk pendidikan dianggap sebagai pengeluaran yang hasilnya bukan
untuk dinikmati sekarang tetapi pada masa yang akan datang. Sebagai investasi,
pembangunan pendidikan sudah selayaknya mendapatkan porsi anggaran yang
signifikan dalam rangka meningkatkan kualitas SDM penduduk Indonesia sesuai
dengan potensi alam sekitar agar dapat menghasilkan produk dan jasa layanan
yang sangat kompetitif pasarglobal.
Dengan demikian, jumlah penduduk yang besar dan tersebar ini dapat
dipetakan dan kemudian dikembangkan melalui strategi dan kebijakan pendidikan
yang memperhatikan aspek-aspek penting di luar pendidikan, baik ekonomi, politik,
sosial, dan budaya bangsa Indonesia sehingga peringkat HDI Indonesia dapat terus
meningkat ke arah yang lebih baik
Kita tidak bisa memungkirinya bahwa sumbangan pendidikan pada
pembangunan sangatlah besar, meskipun hasilnya tidak bisa kita lihat dengan
segera. Tapi ada jarak penantian yang cukup lama antara proses dimulainya usaha
dengan hasil yang ingin dicapai (Shiddiq, 2009).

EKONOMI DALAM PENDIDIKAN


Peranan ekonomi dalam dunia pendidikan cukup menentukan. Pendidikan
menjadi sumber daya manusia lebih cepat mengerti dan siap dalam menghadapi
perubahan di lingkungan kerja. Oleh karena itu, tidaklah heran apabila negara yang
memiliki penduduk dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan mempengaruhi
tingkat pertumbuhan ekonomi yang pesat. Pendidikan sebagai hak asasi individu
anak bangsa telah diakui dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 10 yang menyebutkan
bahwa “ Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan. Sedangkan ayat 3
menyatakan bawa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dalam undang-
undang. Oleh sebab itu, seluruh komponen bangsa baik orang tua, masyarakat,
maupun pemerintah bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa melalui
pendidikan (UU RI No. 2 Tahun 2003: 37).

Ekonomi sebagai sumber pembiayaan pendidikan sangat penting karena hal


ini akan mendorong, memicu dan memacu etos bangsa menuju kualitas yang baik.
Ekonomi implikasi yang cukup menentukan keberhasilan pendidikan. Dengan
ekonomi yang kuat maka sarana, prasarana, media, alat belajar dan sebagainya
dapat dipenuhi. Proses belajar mengajar lebih intensif, motivasi dan kegairahan
kerja personalia pendidikan akanmeningkat.

145
Ekonomi sangat berperan penting dalam pendidikan. Bagaimana tidak, jika ekonomi
tidak mencukupi dalam satu keluarga dalam memenuhi biaya pendidikan anaknya
maka banyak anak yang tidak merasakan pendidikan. Namun dalam pemerintahan
Jokowi, masyarakat sedikit lega dalam hal pendidikan. Sebelumnya, dalam
kampanye, Jokowi berjanji akan memberlakukan program Kartu Indonesia Pintar
dalam konsep pendidikan. Program itu hasil pengembangan Kartu Jakarta Pintar
yang berfungsi meringankan biaya pendidikan masyarakat. Kartu Indonesia Pintar
adalah program bantuan dana yang diberikan Kementrian Pendidikan berupa buku
tabungan dan nomor rekening untuk menyalurkan dana bantuan itu kepada
masyarakat. Semoga program pemerintahan Jokowi dapat dikembangkan dan tepat
pada sasarannya.

soal dan jawaban

1. Apa-apa saja kebijakan ekonomi yang ada di Indonesia dan bagaimana


penerapannya? Apakah menurut kalian kebijakan-kebijakan tersebut sudah
mendukung pembangunan Indonesia? Kalau belum, apakah yang menjadi
penyebabnya?

Jawab :

Kebijakan ekonomi :

Kebijakan fiskal, moneter dan perdagangan luar negeri. Dimana penerapan dari
kebijakan di atas akan dikenakan pajak dan diberikan subsidi oleh pemerintah dan
menciptakan penyusunan anggarn yang transparan dan akuntabel. Dari kebijakan
tersebut sudah medukung pembangunan ekonomi Indonesia dari penerapan
kebijakan tersebut akan dapat meningkatkan pendapatan perkapita.

2. Bagaimana strategi upaya minimum didalam perekonomian, sehingga dapat


menigkatkan pembangunan ekonomi? dan bagaimana pembangunan seimbang
dan pembangunan tidak seimbang? cobajelaskan!

Jawab :

Startegi upaya minimum di dalam perekonomian sehingga dapat meningkatkan


pembangunan ekonomi ini adaalah dengan melakukan suatu upaya minimum kritis

146
tertentu yang akan menaikkan pendapatan perkapita pada tinhkat dimana
pembangunan yang berkesinmabungan akan terjadi. Kemudian pembangunan
seimbang adalah pembangunan berbagai jenis industri secara bersamaan sehingga
industri saling menciptakan pasar bagi yang lain atau bisa juga disebut dengan
keseimbangan pembangunan di berbagai sektor, mialnya antara sektor pertanian,
domestik, luar ngeri dan lain-lain. Sedangkan pembangunan tak seimbang akan
menimbulkan kemacetan atau gangguan dalam [roses pembangunan tetapi akan
mendorong pembangunan selanjutnya.

3. Saya ingin bertanya, pada tahun1997/1998 negara kita indonesia kan pernah di
juluki sebaga negara calon macan asia dan sekarang indonesia akan mengikuti
ekonomi asean, jadi yang mau saya tanyakan, menurut kelompojk anda negarakita
ini dapat di golongkan kedalam tahap apa kalau dilihat dari konseprostow?

Jawab :

Menurut pendapat kelompok kami, kan pada tahun 1997/1998 negara kita yg pernah
dijuluki sebagai negara calon macan asia yg berarti dapat dikatakan bahwa
indonesia telah mengalami suatu proses pertumbuhan ekonomi yang spektakuler,
paling tidak pada tingkat makro (agregat). maka jika dilihat dari konsep Rostow,
maka negara kita ini dapat digolongkan ke dalam tahap 'lepas landas' dimana, asa
berlangsungnya perubahan yg sangat drastis dalam masyarakat terutama dalam
terciptanya kemajuan yg pesat dalam inovasi atau berupa terbukanya pasar2 baru.
dengan perubahan ini secara teratur, maka akan tercipta pembaruan2 dalam
peningkatan penanaman modal.

4. Strategi pertumbuhan yang seperti apa yang cocok untuk pembangunan


ekonomi di indonesia, dan apa yg menjadi kendala dalam menjalankanstrategi
tersebut??

Jawab :

Strategi pembangunan dngan pemerataan. dimana : diletakanya peningkatan


pembangunan melalui teknik sosial engeineering, spt halnya melalui penyusunan

147
perencanaan induk , dan paket program terpadu. - strategi ketergantungan. dimana :
kemiskinan di indonesia lebih disebabkan karna adanya ketergantungan dari pihak
masyarakat luar yg lain. - strategi pendekatan kebutuhan pokok. dimana :
menanggulangi kemiskinan secara massal. kendalanya : sumber daya manusia.
dimana sumber daya manusia masih sangat minimum atau sangat berkurang,
sehingga ini salah satu kendala dalam menjalankan strategi ekonomi di negara kita,
yaitu termasuk tadi pemerataan serta pendekatan untuk kebutuhan pokok. maka
dalam hal ini, diperlukan sumber daya manusia yg maksimum, agar pertumbuhan
ekonomi indonesia berjalan dengan baik.

5. Dari beberapa teori pertumbuhan ekonomi dikatakan bahwa, ciri-ciri


pembangunan negara maju itu bahwa perpindahan masyarakt petani dari pedesaan
ke sektor industri di perkotaan. Pertanyaan : Apakah suatu negara tidak dapat
menjadinegaramaju apabila negara tersebut merupakan negara agraris?adakah
teori pembangunan ekonomi yang membahas mengenai permasalahan ini? Dan
menurut kalian, sektor apa yang cocok dikembangkan oleh pemerintah Indonesia
agar pembangunan di Indonesia dapatmaksimal?

Jawab :

Menurut kelompok kami sebuah negara dapat menjadi negara maju dengan menjadi
negara agragris hanya bila penghasilan agraris di negaranya lebih dari 70%. Karena
dengan nilai demikian maka bukan hanya mampu memenuhi kebutuhan masyarakat
negaranya namun juga dapat mengekspor ke negara lain.

Dengan demikian pembuatan rencana, apapun namanya, pasti akan terus


dilakukan. Masalahnya adalah siapa yang harus membuatnya, dan apa dasar
pemikirannya, legitimasinya dituangkan dalam bentuk apa?. Lebih jauh lagi tahapan
perencanaannya dan akuntabilitas dari perencanaan tersebut. Dengan demikian
„rencana“ untuk menjalankan pemerintahan dalam rangka mewujudkan cita-cita
bangsa mutlak diperlukan untuk mengawasi dan mengukur kinerja pemerintahan.

148
6. Menurut tahap tahap pertumbuhan ekonomi rostow, ditahap yangmanakah
pertumbuhan ekonomi Indonesia pada saat ini? apa alasan atauindikatornya.

kemudian apa upaya yang dapat dilakukan oleh indonesia supaya bisa maju ke
tahap pertumbuhan ekonomi selanjutnya?

Jawab :

Menurut kelompok kami, indonesia berada pada tahap lepas landas. dimana ciri-ciri
tahap lepas landas adalah:

Terwujudnya kenaikan dalam penanaman modal yang produktif dari lebih 5%


menjadi 10% dari prouk nasional bruto. Terjadinya peningkatan satu atau beberapa
sektor industri dengan tingkat laju perkembangan yang tinggi. Adanya suatu
platform politik, sosial, dan institusional baru yang akan menjamin berlangsungnya
segala tuntutan perluasan di sektor modern, dan potensi ekonomi ekstern yang di
timbulkan oleh kegiatan lepas lamdas, sehingga perumbuhan dapat terus-menerus
berjalan. ciri- ciri ini sudah dimiliki indonesia. kemudian untuk upaya yang dilakukan
indonesia supaya bisa maju ke tahap selanjtnya. kita tau bahwa indonesia,
intervensi pemerintah cukup besar untuk mengatur, menetapkan berbagaikebijakan.
dan kebijakan itu sendirilah yang dijalankan. tetapi dalam kenyataanya pelaksanaan
kebijakan masih kurang. sehingga masih banyak hambatan-hambatan yang
dihadapi oleh indonesia. dengan adanya hambatan ini maka indonesia masih tetap
berada pada tahap lepas landas dan belum memasuki tahapselanjutnya.

7. Menurut Schumpeter, faktor utama dalam perkembangan ekonomi adalah


proses inovasi. Apa yang dimaksud dengan inovasi dan apa pengaruh nya terhadap
pembangunan?

Jawab :

Menurut schumpeter pertumbuhan ekonomi ialah peningkatan output masyarakat yg


disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah faktor produksi yg digunakan dalam
proses produksi masyarakat tanpa adanya perubahan "teknologi" itu sendiri.
Misalnya kenaikan output yang disebabkan oleh pertumbuhan stok modal tanpa
perubahan teknologi produksi yang lama.

149
Pengaruhnya terhadap pembangunan :

1. Diperkenalkannya teknologibaru

2. Menimbulkan keuntungan yang lebih sebagai sumber dana pentingbagi


akumulasi terhadapmodal

3. Inovasi akan diikuti oleh timbulnya proses peniruan yaitu adanya pengusaha-
pengusaha lain yang meniru teknologi barutersebut.

8. Menurut teori rostow terdapat 5 tahap dalam peroses perkembanganekonomi


yaitu salah satunya tahap lepas landas

yang mau saya tanyakan : Coba anda jelaskan faktor-faktor apa sajakah yang
diperluhkan untuk mewujudkan tahap lepas landas tersebut ?

jawab :

faktor-faktornya yaitu :

1. Terwujudnya kenaikan dalam penanaman modal yang produktif dari lebih5%


menjadi 10% dari prouk nasionalbruto.

2. Terjadinya peningkatan satu atau beberapa sektor industri dengan tingkat laju
perkembangan yangtinggi.

3. Adanya suatu platform politik, sosial, dan institusional baru yang akan
menjamin berlangsungnya segala tuntutan perluasan di sektor modern, danpotensi
ekonomi ekstern yang di timbulkan oleh kegiatan lepas lamdas, sehingga
perumbuhan dapat terus-menerusberjalan.

9. Teori Klasik itu terjadi ketika Revolusi Industri. Yang saya tanyakan, Bagaimana
revolusi industri itu ? dan apa yang menyebabkan terjadinya revolusi industri itu
sehingga muncul teoriklasik

Jawaban :

Seperti yang kita ketahui, revolusi industri yang terjadi pada abad ke 18 dimana
tenaga manusia digantikan oleh tenaga mesin. terjadinya revolusi industri sehingga

150
muncul aliran klasik, dimana dengan adanya kemajuan teklnologi ( penggunaan
mesin) dan juga pertumbuhan penduduk. perkembangan teknologi itu akan
mempengaruhi penggunaan kapital. kecepatan pertumbuhan kapital tergantung
pada tinggi rendahnya keuntungan, sedangkan tingkat keuntungan tergantung

10. Bagaimana perbedaan antara pertumbuhan dan pembangunan ekonomi danhal


apa yang masing-masing di cakup pembangunan danpertumbuhan.

Perbedaan antara pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi


di tandai dengan peningkatan tingkat output hasil produksi barang dan jasa,
peningkatan GNP tidak memperhatikan kenaikannya lebih besar atau lebih kecil
daripada kenaikan jumlah penduduk, perubahan ekonomi tidak disertai perubahan
struktur ekonomi dan peningkatan GNP tidak disertai peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan pemerataan pendapatan. Sedangkan pembangunan ekonomi, tidak
hanya peningkatan output hasil produksi, tetapi peningkatan kualitas hasil produksi,
kenaikan GNP lebih besar daripada kenaikan jumlah penduduk, peningkatan GNP
dari tahun ketahun secara kontiniu dan disertai perubahan struktur ekonomi dan
perkembangan IPTEK dan kenaikan GNP disertai dengan peningkatan
kesejahteraan masyarakat serta pemerataan pendapatan. Hal-hal yang dicakup
pada pertumbuhan ekonomi sama juga dengan pembangunan ekonomi dimana
indikatornya adalah peningkatan PNB atau GNP, tingkat pendapatn perkapita.
Pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif dan untuk
pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif.

Bagaimana strategi pemerintah untuk pembangunan dan pertumbuhan ekonomi


indonesia.

Untuk negara kita indonesia, yang mana campur tangan pemerintah sangat besar
dalam perekonomian indonesai karena fungsi pemerintah itu untuk mengatur dan
stabilisasi. Untuk pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, pemerintah tidak lepas
dari berbagai kebijakan. Kebijakan yang dilakukan pemerintah sebagai strateegi
untuk pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan diversisifikasi kegiatan
ekonomi, mengembangkan berbagai kegiatan ekonomi. Sehingga indonesia mampu
menghasilkan berbagai produk dan memenuhi kebutuhan dalam negeri yang akan
mengurangi ketergantungan kita terhadap negara lain. Untuk mencapai hal ini, tentu
dibutuhkan tenaga kerja yang memilki produktivitas yang tinggi. Untuk itu

151
memerlukan pendidikan. Perkembangan sistem pendidkan dan penguasaan dalam
teknologi sangat menyumbangkan untuk pembangunan. Untuk mencapai
pembangunan ekonomi pemerintah juga harus mengembangkan infrastruktur.
Dengan tersedianya infrastruktur maka kegiatan ekonomi dapat berjalan lancar.
Kemudian menggalakkan investasi dengan menarik investor menanamkan
modalnya di indonesia dalam bentuk PMA yang dapat memberikan sumbangan
dalam pembangunan seperti: meningkatkan penggunaan teknologi sehingga
penguasaan teknologi semakin meningkat, dengan adanya PMA maka akan
membuka kesempatan kerja. Apalagi saat ini indonesia, tingkat pengangguran
sangat tinggi. Pemerintah juga harus menjaga kestabilan politik dan ekonomi.
Kebijakan ekonomi secara makro yaitu: kebijakan fiskal dimana pemerintah
mengatur penerimaan dan pengeluaarannya untuk perekonomian indonesia yanng
lebih baik. Kebijakan moneter untuk mengarahkan dan mengendalikan
perekonomian indonesai untuk mencapai kondisi yang lebih baik dengan mengatur
jumlah uang yang beredar. Dan juga kebijakan perdagangan luar negeri yang akan
melindungi industri di dalam negeri,menjaga bagaimana keseimbangan neraca
perdagangan dan melindungi kepentingan nasional seperti: dampak inflasi dari luar
negeri terhadap inflasi dalam negeri melalui impor.

152
BAB XI
SEJARAH PENDIDIKAN
PEMBAHASAN

A. Sejarah PendidikanDunia
Sejarah pendidikan dunia telah berlangsung lama sekitar 150 tahun sebelum
Masehi akan tetapi pendidikan pada zaman ini belum memberikan kontribusi pada
pendidikan saat ini (Pidarta, 2007). Yang akan kita bahas pada sejarah
pendidikan didunia antaralain:
1. ZamanRealisme
Realisme menghendaki pemikiran yang praktis (Pidarta, 2007) menurut
aliran ini pengetahuan diperoleh tidak hanya melalui penginderaan semata
tetapi juga melalui persepsi penginderaan (Mudyahardjo, 2008). Tokoh –
tokoh pendidikan pada masa ini diantarannya adalah: Francis Bacon dan
Johan AmosCornelius.
Prinsip-prinsip pendidikan yang dikembangkan antara lain:
a. Pendidikan lebih dihargai daripengajaran
b. Pendidikan harus menekankan aktifitassendiri
c. Penanaman pengertian lebih penting dari padahafalan
d. Pelajaran disesuaikan dengan pengembangan anak, diawali dengan
bahasaibu
e. Pelajaran harus diajarkan satu persatu, diawali dengan yang mudah
bisa dibantu dengan gambar-gambar
f. Pendidikan dimulai dari metode induktif, yaitu mulai dari menemukan
fakta- fakta khusus kemudian dianalisis sehingga menimbulkan suatu
kesimpulan
g. Anak- anak belajar darialam

2. ZamanRasionalisme
Aliran ini memberi kekuasaan pada manusia untuk berfikir sendiri dan
bertindak untuk dirinya, karena itu latihan sangat diperlukan pengetahuannya
sendiri dan mampu untuk bertindak sendiri. Aliran ini mulai muncul disaat
masyarakat mampu menumbangkan kekuasaan absolute Raja Perancis
dengan menggunakan kekuatan akan pikirannya.
Tokoh pendidikan pada masa ini adalah John Locke yang terkenal dengan
teori Leon Tabularasa atau a blank sheet of paper, yakni mendidik seperti
menulis di atas kertas putih dengan kebebasan dan kekuatan akal yang
dimilikinya manusia digunakan untuk membentuk pengetahuannya sendiri.
Proses belajar menurut John Locke yaitu:
a. Mengamati hal – hal yang ada diluar dirimanusia
b. Mengamati apa yang telah diamati dandihafalkan
c. Berpikir yaitu mengolah bahan – bahan yang tekah diperoleh tadi,
ditimbang- timbang untuk dirinyasendiri

153
3. ZamanNaturalisme
Naturalisme menyatakan bahwa manusia didorong oleh kebutuhan-
kebutuhannya dapat menemukan jalan kebenaran didalam dirinya sendiri
(Mudyoharjo, 2008). Aliran ini muncul pada abad ke 18 dan merupakan reaksi
atas aliran rasionalisme dan menentang kehidupan yang tidak wajar akibat
dari rasionalisme seperti korupsi, gaya hidup yang dibuat- buat dan
sebagainya. Tokoh aliran Naturalisme adalah J.J Rousseau yang menyatakan
ada tiga asas mengajar:
a. Asas pertumbuhan, bahwa pengajar harus memberi kesempatan
anak- anak bertumbuh secara wajar dengan cara memperkerjakan
mereka sesuai kebutuhan – kebutuhannya
b. Asas aktivitas, bahwa dengan bekerja anak- anak menjadi aktif yang
akan memberikan pengalaman yang kemudian akan menjadi
pengetahuanmereka
c. Asas individualis maksudnya dengan cara meyuapkan pendidikan
sesuai dengan individukualitis masing – masing anak sehingga
mereka berkembang menurut alamnyasendiri.

4. ZamanDevelopmentalisme
Developmentalisme mulai berkembang pada abad ke 19. Aliran ini
beranggapan bahwa pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa,
sehingga aliran ini sering disebut gerakan Psikologis dalam pendidikan.
Tokoh- tokoh aliran ini adalah: Petalozzi, Johann Fredrich Herart, Friedrich
Willhelm Fröbel di Jerman dan Stankey Hall di Amerika Serikat.
Intisari konsep pendidikan yang dikemangkan oleh aliran ini adalah:
a. Mengaktualisasikan semua potensi anak yang masih laten
membentuk watak susila dan kepribadian yang harmonis serta
meningkatkan derajat socialmanusia
b. Pengembangan ini sejalan dengan tingkat- tingkat perkembangan
anak yang melalui observasi daneksperimen.
c. Pendidika adalah pengembangkan pembawaan (nature) yang disertai
asuhan yang baik(Martune)
d. Pengembangan pendidikan mengutamakan perbaikan pendidikan
dasar dan pendidikanuniversal

5. ZamanNasionalisme
Aliran ini muncul pada abad ke 19 dan merupakan upaya dalam
membentuk patriot- patriot bangsa dan mempertahankan kaum imperalis
Tokohnya adalah La Chatolais (perancis) Fchte (Jerman) dan Jefferson
(Amerika Serikat).
Konsep pendidikan yang ingin dikemukakan oleh aliran ini adalah :
a. Menjaga, memperkuat dan dan mempertinggi kedudukannegara
b. Mengutamakan pendidikan sekuler, jasmani dankejuruan
Materi pengajarannya meliputi : Bahasa dan kesastraan nasional , pendidikan
kewarganegaraan, lagu – lagu kebangsaan, sejarah dan geografi negara dan
juga pendidikan jasmani.

154
Dampak negative dari pendidikan ini adalah munculnya chaufiisme di
Jermanyaitu kegilaan atau kecintaan terhadap tanah air yang berlebihan di
beberapa negara seperti: Jerman sehingga timbul perang dunia ke I (Pidarta,
2007)

6. Zaman Liberalisme, Positivisme danIndividualisme


Zaman ini lahir pada abad ke 19. Liberalisme berpendapat bahwa
pendidikan adalah alat untuk memperkuat kedudukan penguasa/ pemerintah
yang dipelopori oleh bidang ekonomi oleh Adam Smith. Pada masa ini siapa
yang banyak pengetahuanlah yang paling berkuasa sehingga kemudian
mengarah pada individualisme. Sedangkan positivisme percaya pada
kebenaran yang dapat diamati oleh panca indra sehingga kepercayaan
terhadap agama semakin lemah. Tokoh aliran positivisme adalah August
Comte.

7. ZamanSosialisme
Aliran ini muncul pada abad ke 20 sebagai reaksi terhadap dampak
aliran liberalisme, positivisme dan indualisme. Tokoh- tokohnya adalah Paul
Natrop, George Kerchensteiner dan John Dewey. Aliran ini berpendapat
bahwa masyarakat memiliki arti yang paling penting dari pada individu. Ibarat
atom, individu tidak ada artinya bila terwujud benda. Oleh karena itu,
pendidikan harus diabdikan untuk tujuan – tujuan tertentu.

B. Sejarah Pendidikan DiIndonesia

1. Landasan Historis Pendidikan Di Indonesia


Landasan Historis Pendidikan Nasional Indonesia tidak terlepas dari
sejarah bangsa Indonesia itu sendiri. Bangsa Indonesia terbentuk sendiri
melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang sejak zaman kerajaan
kutai , sriwijaya, majapahit sampai datangnnya bangsa lain yang menjajah
serta menguasai Indonesia. Beratus- ratus tahun bangsa Indonesia dalam
perjalanan hidupnya berjuang untuk menemukan jati diri sebagai suatu
bangsa yang merdeka, mandiri serta memiliki satu prinsip yang tersimpul
dalam pandangan hidup serta filsafat hidup bangsa. Pada akhirnya
bangsa Indonesia menemukan jati dirinya yang tersimpul ciri khas, sifat
dan karakter bangsa yang berbada dengan bangsa lain. Pada pendiri
negara kita merumuskan negara kita dalam suatu rumusan yang
sederhana namun mendalam. Yang meliputi 5 prinsip (lima sila) yang
kemudian yang diberi namaPancasila
Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila
sebelum dirumuskan dan di sahkan sebagai dasar negara Indonesia
secara objektif historis telah dimiliki oleh negara Indonesia sendiri.
Sehingga asal nilai- nilai Pancasila tidak lain adalah dari bangsa Indonesia
sendiri. Konsenkuesinya, Pancasila berkedudukan sebagai suatu dasar
filsafat negara serta ideology bangsa dan negara, bukan suatu ideology
yang menguasai bangsa, namun justru nilai- nilai dari sila-sila Pancasila
itu melekat dan berasal dari bansa Indonesia itu sendiri. Dengan kata lain,
tinjauan landasan sejarah atau histori Pendidikan Nasional Indonesia
merupakan pandangan ke masa lalu atau pandangan retrospektif.
Pandanganini,melahirkanstudistudihistoristentangprosesperjalanan
155
pendidikan nasional Indonesia yang terjadi pada periode tertentu dimasa
lampau.
Setiap bidang yang ingin dicapai manusia untuk maju, pada umumnya
dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa yang
lampau (Pidarta, 2007:110). Demikian juga haknya dengan pendidikan,
sejarah pendidikan merupakan bahan pembanding untuk memajukan
pendidikan suatu bangsa. Sejarah telah memberi penerangan, contoh,
teladan bagi manusia dan diharapkan akan dapat meningkatkan
peradaban manusia itu sendiri dimasa kini dan dimasa yang akan datang.

2. Sejarah Pendidikan DiIndonesia


Perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia sangat panjang bahkan
semenjak jauh sebelum Indonesia merdeka tahun 1945 sampai akhirnya
sekarang 69 Indonesia merdeka yang mewujudkan pola pendidikan
nasional seperti sekarang. Dengan demikian setiap bidang kegiatan yang
ingin dicapai manusia untuk maju, pada umumnya dikaitkan dengan
bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa lampau (Pidarta,2007).
Begitu juga dengan bidang Pendidikan itu sendiri. Sejarah pendidikan
dapat dijadikan bahan pembanding untuk memajukan pendidikan itu
sendiri. Sejarah pendidikan Indonesia dimulai pada zaman kuno/
tradisional yang dimulai dengan pengaruh Hindu dan Budha, zaman
pengaruh islam, zaman penjajahan, sampai saat ini. Berikut ini adalah
uraian dan rincian perjalanan sejarah pendidikan Indonesia.

a. Zaman pengaruh Hindu dan Budha(purba)


Hinduisme dan Budhaisme datang ke Indonesia sekitar abad
ke- 5. Hinduisme dan Budhaisme merupakan dua agama yang
berbeda namun di Indonesia keduannya memiliki kecendrungan
sinkretisme yaitu keyakinan memersatukan figure Syiwa dengan
Budha sebagai satu sumber Yang Maha Tinngi. Motto pada lambang
negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika secara etimologi berasal
dari keyakinan tersebut (Mudyahardjo,2008:215).
Bila mengamati sejarah tentang Borobudur merupakan warisan
sejarah yang dapat digunakan sebagai perbandingan perkembangan
pendidikan pada masa itu dengan sekarang. Borobudur adalah candi
Budha terbesar pada abad ke 9 yang berukuran 123 x 123 meter serta
terdiri dari 1.460 relief dan 504 stupa. Borobudur telah dibangun 3
abad sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral
Agung di Eropaini.
Berdasarkan keterangan diatas Borobudur merupaka tongkak
sejarah terbesar Indonesia, karena pada saat itu abad 9 bisa dikatakan
bangsa Indonesia menjadi bangsa yang nomor satu, jika ditinjau dari
pembuatannya maka akan muncul asumsi tentang jumlah tenaga yang
digunakan (berhubungan dengan management) dan arsiteknya. Pada
masa itu sumber belajarnya hanya berupa orang, tidak seperti
sekarang yang sumber belajarnya tidak hanya berupa orang tetapi
buku, TV, radio,HP dan lain-lain.

156
b. Zaman pengaruh Islam(Tradisional)
Agama islam yang dibawa oleh pedagang dari Persia dan
Gujarat ke Indonesia, agama islam mudah tersebar karena agama
islam dapat bersatu dengan kebudayaan Indonesia. Keduanya dapat
saling membantu dan saling mempengaruhi. Agama islam sangat
besar sekali pengaruhnya didalam mendidik raktyat jelata, berbeda
dengan agama Hindhu dan Budha, agama islam menyiarkan
agamanya mulai dari bawah / rakyat biasa. Para ulama sangat dekat
dengan rakyart biasa meraka bisa hidup bersama dengan rakyat biasa.
Bentuk pendidikan islam ada 3 yaitu di Langgar, Pesantren dan
Madrasah bentuk itulah sebernya awal terbentuknya pembelajaran
klasikal maupun individual diIndonesia.
1) Langgar : merupakan tempat pendidikan agama islam permulaan.
Yang dipentingkan ialah membaca dan menulis huruf arab.
Pengajar berlangsung secara individual artinya seorang guru
mengajar satuanak
2) Pendidikan pesantren : tempat pengajaran agama islam yang
lebih lanjut dan lebih mendalam ada di pesantren,pengetahuan
yang diberikan ada 3 bidang yaitu: agama, ilmu pengetahuan dan
keterampilan
3) Pendidika Mandrasah: Pada madrasah guru- guru diperkenankan
meneriman balasan jaya atau berupa bentuk gaji. Pendidikan ini
lebih menekankan pada pemberian ilmu pengetahuan umum,
disamping ajaran agama islam. Pendidikan madrasah diatur
berjenjang sejajar dengan pendidikan dasar dan menengah
seperti sekarang ini. Jenjangnyaadalah:
Tingkat TK: Bustanul
Tingkat SD: Ibtidaiyah
Tingkat SMP: Tsanawiyah
Tingkat SMA: Aliyah

c. Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik danKristen)


Bangsa Portugis pada abad ke 16 bercita- cita menguasai
perdagangan dan perniagaan Timur- Barat dengan cara menekan jalan
laut menuju dunia Timur serta menguasai bandar- bandar dan daerah-
daerah strategis yang menjadi mata rantai perdagangan dan
perniagaan (Mudyahardjo, 2008:242). Disamping mencari kejayaan
(glorious) dan kekayaan (gold) bangsa portugis datang ke timur
termasuk Indonesia bermaksud menyebarkan agama yang mereka
anut, yakni khatolik (gospel)
Pada akhirnya pedagang portugis menetap dibagian timur
Indonesia tempat rempah- rempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan
portugis melemah akibat peperangan dengan raja – raja Indonesia dan
akhirnya dilenyapkan oleh belanda pada tahun 1605
(Nasution,2008:4). Dalam setiap operasi perdagangan mereka
menyertakan paderi misionaris paderi yang terkenal di Maluku sebagai
salah satu pijakan portugis dalam menjalankan misinya, adalah
Franciscus Xaverius dari orde Jesuit. Orde ini didirikan oleh Ignatius
Loyola(1491-1556)danmemilikitujuanyaitusegalasesuatuuntuk

157
keagungan yang lebih besar dari Tuhan (Mudyahardjo, 2008:243) yang
dicapai dengan 3 cara : memberi khotbah, memberi pelajaran dan
pengakuan. Orde ini juga mempunyai organisasi pendidikan yang
seragam sama dimana pun dan bebas untuk semua. Xaveriuos
memandang sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran agama
(Nasution dalam Rohmawati, 2008)
Sedangkan pengaruh kristen berasal dari orang –orang Belanda
yang datang pertama kali tahun 1596 dibawah pimpinan Cornelis de
Houtman dengan tujuan untuk mencari rempah- rempah. Untuk
menghindari persaingan diantara mereka pemerintah belanda
mendirikan suatu kongsi dagang yang disebut VOC (Vreenigds Oost
Indiche Compagnie) atau Persekutuan perdagangan Hindian belanda
tahun 1602 (Mudyahardjo ,2008: 245)
Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membubarkan
terselanggaranya pendidika Tradisional di Nusantara, mendukung
diselenggarakannya sekolah –sekolah yang bertujuan disebarkannya
agama krisren. Kegiatan pendidikan oleh VOC terutama dipusatkan
dibagian Timur Indonesia dimana Katholik telah berakar dan di Batavia
(Jakarta) pusat administrasi colonial. Tujuannya untuk melenyapkan
agama khatolik dengan meyebarkan agaman Kristen protestan,
Calvinisme (Nasution, 2008:4-5)

d. Zaman KolonialBelanda
Tujuan bangsa Belanda juga sama dengan bangsa spanyol dan
portugis. Belanda mendirikan sekolah- sekolah yang tidak hanya
mengajarkan agama saja tetapi juga mengajarkan pengetahuan umum.
Sekolah- sekolah anyak didirikan di pulau Ambon, Ternate dan Bacam
(Maluku). Bahasa pengantar yang digunakan adalah Bahasa Melayu
dan Belanda. Selain itu mereka juga mendirikan sekolah untuk calon
pegawai VOC. Sekolah ini didirikan di ambon dan di Jakarta (Rizal,
2008)
Secara umum system pendidikan di Indonesia digambarkan
sebagai berikut:
1) Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar bahasa
Belanda untuk anak Belanda, Indonesia dan Cina. Sekolah dengan
pengantar Bahasa daerah dan sekolahperalihan
2) Pendidikan lanjutan merupakan pendidikan umum dan pendidikan
kejuruan
Menurut Nasution ada 6 prinsip politik pendidikan colonial Belanda
di Indonesia :
1) Dualisme dalam pendidikan dengan adanya sekolah anak belanda
dan untuk anak pribumi, untuk anak yang berada dan anak yang
tidakberada.
2) Gradualisme yang ekstrim yang mengusahakan pendidikan rendah
yang sederhana mungkin bagi anakIndonesia.
3) Prinsip konkordasi yang memaksa semua sekolah berorientasi
barat mengikuti model sekolah di Netherland dan menghalangi
penyesuaian dengan keadaan diIndonesia.

158
4) Control sentral yangketat
5) Tidak adanya perencanaan pendidikan yangsistematis
6) Pendidikan pegawai sebagai tujuan utama sekolah
(Nasution,1993)
Meskipun sekolah- sekolah telah banyak berdiri tetapi secara
formal, sekolah itu tidak didirikan atas nama VOC tetapi didirikan oleh
orang- orang dari kalangan agama yaitu : agama Kristen Protestan.
Keuntungan besar dari sekolah ini adalah setelah kita mencapai
kemerdekaan dimana kebutuhan pendidikan akan sangat dibutuhkan.
Sebagian besar penduduk Indonesia bagian timur sudah tidak
mengalami tuna aksara. Ini telah lama penduduk Indonesia dibagian
timur telah mengenal pendidikan/ sekolah (Rizal,2008)
Sejak dijalankannya politik etis ini tampak kemajuan yang lebih
pesat dalam bidang pendidikan selama beberapa decade. Pendidikan
yang berorientasi barat ini meskipun masih sangat terbatas untuk
bebeapa golongan saja, antara lain anak- anak Indonesia yang orang
tuannya adalah pegawai pemerintah belanda, telah menimbulkan elite
intelektual baru (Rohmawati,2008). Golongan baru inilah yang
kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan.
Perjuangan yang masih besifat kedaerahan berubah menjadi
perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan
semakin meningkat dengan lahirnya sumpah pemudah tahun 1928
(Rohmawati, 2008) setelah itu tokoh- tokoh pendidik mulai muncul
tokoh yang berjuang dibidang pendidikan , antara lain:
1) Mohammad Syafei dengan mendirikan INS (Indonesisch
Nederlandse school) di Sumatra barat pada tahun 1929.
Pendidika ini bertujuan untuk membina anak- anak hidup yang
merdeka melalui pendidikan hidup mandiri. Model sekolahnya
berbentukasrama
2) Ki Hajar Dewantara yang merupakan pendiri Taman Siswa apada
3 juli 1922 Semboyan Ki Hajar Dewantara yang sangat terkenal
adalah Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut
Wuri Handayani yang artinya kurang lebih adalah yang didepan
memberi contoh dan memimpin, yang ditengah membangun
semangat dan bekerja keras dan yang dibelakang mengikuti dan
memberidorongan.
3) Kyai Haji Ahmad Dahlan yaitu pendiri organisasi islam bernama
Muhammadiyah yang berdiri pada tahun 1912. Pendidikan
Muhammadiyah oleh KHA Dahlan mempunyai tujuan yaitu
lahirnya manusia- manusia baru yang mampu tampil sebagai
“ulama-ulama intelek” yang seorang muslim memiliki keteguhan
iman dan ilmu yang luas serta sehat jasmani danrohani

e. Zaman KolonialJepang
Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan jepang
tetap berlanjut sampai cita- cita untuk merdeka tercapai. Walaupun
bangsa jepang mengurus habis- habisan kekayaan alam Indonesia,
bangsa Indonesia tidak pantang menyerah dan terus mengorbankan
semangat dihati mereka (Rohmawati,2008).

159
Meskipun demikian, ada beberapa positif dari penjajahan
Jepang di Indonesia. Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus
dualisme pendidikan dari penjajahan belanda dan menggantikannya
dengan pendidikan yang sama bagi semua orang. Selain itu,
pemakaian Bahasa Indonesia secara luas diintruksikan oleh jepang
untuk dipakai di lembaga- lembaga pendidikan, di kantor- kantor dan
didalam pergaulan sehari- hari. Hal ini mempermudah bangsa
Indonesia merealisasikan bangsa Indonesia merdeka. Pada tangga 17
Agustus 1945 cita- cita bangsa Indonesia menjadi kenyataan ketika
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan kepada dunia ( Romawati,
2008)
Sistem pendidikan pada masa penjajahan jepang dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1) Pendidikan/ sekolah rakyat, lama studi 6 tahun termaksud SR
adalah seolah pertama yang merupakan konversi dari sekolah
Dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi pada masaBelanda
2) Pendidikan Lanjutan, terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah
Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu
Gakko (Sekolah Menengah Tinngi) juga dengan lama studi 3
tahun
3) Sekolah guru, ada macam sekolahguru:
a) Sekolah guru 2 tahun = Sjootoo SihanGakoo
b) Sekolah Guru menengah 4 tahun = Guutoo SihanGakko
c) Sekolah guru tinggi 6 tahun = Kooto SihanGakko

f. Zaman Kemerdekaan(Awal)
Setelah Indonesia merdeka, perjuangan bangsa Indonesia tidak
berhenti sampai disini karena gangguan- gangguan dari para penjajah
yang ingin kembali menguasai Indonesia yang datang silih berganti
sehingga bidang pendidikan saat itu bukanlah prioritas utama. Hal
tersebut terjadi karena konsentrasi bangsa Indonesia adalah
bagaimana mempertaruhkan kemerdekaan yang sudah diraih dengan
perjuangan yang amat berat.
Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undang-
undang yang mengatur pendidikan. System persekolahan yang telah
dipersatukan oleh penjajah Jepang terus disempurnakan. Namun
dalam pelaksanaannya belum tercapai sesuai dengan yang diharapkan
bahkan banyak pendidikan di daerah- daerah tidak dapat dilaksanakan
karena faktor keamanan para palajarannya. Di samping itu banyak
pelajar yang ikut serta berjuang mempertahankan kemerdekaan
sehingga tidak dapatbersekolah.
g. Zaman “OrdeLama”
Saat gangguan-gangguan itu mereda pembangunan untuk mengisi
kemerdekaan mulai digerakkan. Pembangunan dilaksanakan serentak
diberbagai bidang, baik spiritual maupun material (Rohmawati,2008).
Setelah diadakan konsolidasi yang intensif, system pendidikan
Indonesia terdiri atas:

160
1) Pendidikan Rendah
2) Pendidikan Menengah
3) PendidikanTinggi
Dan pendidikan harus membimbing para siswanya agar menjadi warga
negara yang bertanggun jawab, sesuai dengan dasar keadilan sosial,
sekolah harus terbuka untuk tiap –tiap penduduk negara
(Rohmawati,2008).
Pendidikan zaman “orde lama” adalah pendidikan yang
diharapkan dapat membangun bangsa yang mandiri sehingga dapat
menyelesaikan revolusinya baik yang didalam maupun yang diluar,
pendidikan yang secara spiritual membina bangsa yang ber- Pancasila
dan melaksanakan UUD 1945, Sosialisme Indonesia,Demokrasi,
Terpimpin, Kepribadian Indonesia dengan Monopoli yaitu :
1) Membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berwilayah
dari Sabang sampaiMarauke
2) Menyelenggarakan Masyarakat Sosialis Indonesia yang adil dan
makmur lahir- batin, melenyapkankolonialisme
3) Mengusahakan dunia baru, tanpa penjajahan, penindasan dan
penghisaban, kearah perdamaian persahabatan nasional yang
sejati dan abadi (Mudyahardjo,2008:403)

h. Zaman “OrdeBaru”
Orde baru dimulai setelah penumpasan G-30SPKI pada tahun
1965 dan ditandai oleh upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni
dan konsekuen. Haluan penyelenggaraan pendidikan dikoreksi dari
penyimpangan- penyimpangan yang dilakukan oleh orde lama yaitu
dengan menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran dari
sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi, disamping itu
dikembangkan kebijakan Link And Match di bidang pendidikan. Konsep
keterkaitan dan kepandanan ini dijadikan strategi operasional dalam
meningkatkan revelensi pendidikan dengan kebutuhan pasar (Pidarta,
2008:137-138). Inovasi- inovasi pendidikan juga dilakukan untuk
mencapai sarana pendidikan yang diinginkan system pendidikannya
adalah sentralisasi dengan berpusat dengan pemerintah pusat.
Namun demikian, dalam dunia pendidikan pada masa ini masih
memiliki kesenjangan. Beberapa kesenjangan yaitu :
1) Kesenjangan Okupasional (antara pendidikan dan duniakerja)
2) Kesenjangan akademik (pengetahuan yang diperoleh disekolah
kurang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari)
3) Kesenjangan kultural (pendidikan masih banyak yang menekankan
pada pengetahuan klasik dan humaniora yang tidak bersumber dari
kemajuan ilmu danteknologi)
4) Kesenjangan Temporal (kesenjangan antara wawasan yang dimiliki
dengan wawasan duniaterkini)
Namun demikian keberhasilan pembangunan yang menonjol pada
masa orde ini adalah:
1) Kesadaran dalam beragama dan kebangsaan meningkat dengan
pesat

161
2) Persatuan dan kesatuan bangsa tetap terkendali , pertumbuhan
ekonomi Indonesia juga meningkat (Pidarta,2008:141)

i. Zaman Reformasi
Selama orde baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat
leluasa melakukan hal- hal yang meraka inginkan tanpa ada yang
berani melakukan pertentangan dan perlawana, rezim ini juga memiliki
motor politik yang sangat kuat yaitu partai Golkar yang merupakan
partai terbesar saat itu. Hampir tidak ada kebebasan bagi masyarakat
pada saat itu untuk melakukan sesuatu, termasuk kebebasan
berbicara dan menyampaikan pendapatnya (Ibid:143). Begitu orde
baru jatuh pada tahun 1998 masyarakat merasa bebas. Reformasi ini
pada awalnya lebih banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa
program yangjelas.
Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk,
pengangguran bertambah banyak, demikian juga halnya dengan
penduduk miskin. Korupsi semakin hebat dan semakin sulit diberantas.
Namun demikian, dalam bidang pendidikan ada perubahan- perubahan
dengan munculnya undang- undang pendidikan yang baru dan
mengubah system pendidikan setralisasi menjadi desentralisasi,
disamping itu kesejahteraan kependidikan perlahan –lahan meningkat.
Hal ini memicu peningkatan kualitas professional mereka. Instrument-
instrument untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga
diupayakan, misalnya KBK (Kurikulum Berbasis Kopentensi), MBS
(Management Berbasis Sekolah), Life Skill (Lima keterampilan Hidup),
TQM (Total quality Management), KTSP (Kurukulum Sayuan
Pendidikan)
Sekarang sudah ada Undang- udang yang mengatur tentang
system pendidikan di Indonesia yaitu UU RI No.20 Th. 2003, Bab.VI.
secara undang- undang pemerintah telah berusaha menyelenggarakan
pendidikan dengan sebaik- baiknnya, setiap tahun dan setiap
pergantian pemimpinnya selalu berupaya utuk menyempurnakan
kurikulum, pola dan strategi pembelajaran penyempurnaan terarah
pada pembinaan pada dan strategi pembelajaran dan peningkatan
mutu pendidikan.

162
Soal dan Jawaban

1. Sebutkan prinsip pendidikan yang dikemukakan oleh Francis Bacon dan


Johan Amos Cornelius?
Jawab:
Prinsipi- prinsip pendidikan yang dikembangkan antara lain:
1. Pendidikan lebih dihargai daripengajaran
2. Pendidikan harus menekannkan aktifitassendiri
3. Penanaman pengertian lebih penting dari padahafalan
4. Pelajaran disesuaikan dengan pengembangan anak,diawali dengan
bahsaibu
5. Pelajaran harus diajarkan satu persatu, diawali dengan yang mudah
bisa dibantu dengan gambar-gambar
6. Pendidikan dimulai dari metode induktif, yaitu mulai dari menemukan
fakta- fakta khusus kemudian dianalisis sehingga menimbulkan suatu
kesimoulan
7. Anak- anak belajar darialam

2. Sebutkan proses belajar yang dikemukakan oleh JohnLocke?


Jawab:
Proses belajar menurut John Locke yaitu :
d. Mengamati hal – hal yang ada diluar dirimanusia
e. Mengamati apa yang telah diamati dandihafalkan
f. Berpikir yaitu mengolah bahan – bahan yang tekah diperoleh tadi, ditimbang-
timbang untuk dirinyasendiri

3. Sebutkan asas yang dikemukakan oleh J.J Rousseau?


Jawab;

J.J Rousseau yang menyatakan ada tiga asas mengajar :

o Asas pertumbuhan, bahwa pengajar harus memberi kesempatan anak-


anak bertumbuhsecara wajar dengan cara memperkerjakan mereka
sesuai kebutuhan –kebutuhannya

163
o Asas aktivitas, bahwa dengan bekerja anak- anak menjadi aktif yang
akan memberikan pengalaman yang kemudian akan menjadi
pengetahuanmereka
o Asas individualis maksudnya dengan cara meyuapkan pendidikan
sesuai dengan indivudukualitis masing – masing anak sehingga
mereka berkembang menurut alamnyasendiri.

4. Sebutkan konsep pendidikan dari nasionalisme ?


Jawab:
Konsep pendidikan yang ingin dikemukakan oleh aliran ini adalah :
c. Menjaga, memperkuat dan dan mempertinggi kedudukannegara
d. Mengutamakan pendidikan sekuler, jasmani dankejuruan

5. Apa yang dimaksud pendidikan pesantren?


Jawab:

Pendidika pesantren : tempat pengajaran agama islam yang lebih


lanjut dan lebih mendalam ada di pesantren,pengetahuan yang
dibetikan ada 3 bidang yaitu : agama, ilmu pengetahuan dan
keterampilan

6. Apa yang dimaksud dengan Langgar ?


Jawab:

Langgar : merupakan tempat pendidikan agama islam permulaan. Yang


dipentingkan ialah membaca dan menulis huruf arab. Pengajar
berlangsung secara individual artinya seorang guru mengajar satu anak

7. Apa yang dimaksud dengan Madrasah ?


Jawab:

Pendidika Mandrasah : Pada madrasah guru- guru diperkenankan


meneriman balasan jaya atau berupa bentuk gaji. Pendidikan ini lebih
menekankan pada pemberian ilmu pengetahuan umum, disamping ajaran

164
agama islam. Pendidikan madrasah diatur berjenjang sejajar dengan
pendidikan dasar dan menengah seperti sekarang ini. Jenjangnya adalah :

Tingkat TK : Bustanul

Tingkat SD : Ibtidaiyah

Tingkat SMP : Tsanawiyah

Tingkat SMA : Aliyah

8. Sebutkan Sitem Pendidika Jepang ?


Jawab:
1. Pendidikan/ sekolah rakyat, lama studi 6 tahun termaksud SR
adalah seolah pertama yang merupakan konversi dari sekolah
Dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi pada masaBelanda
2. Pendidikan Lanjutan, erdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah
Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu
Gakko (Sekolah Menengah Tinngi) juga dengan lama studi 3tahun
3. Sekolah guru, ada macam sekolah guru :

Sekolah guru 2 tahun = Sjootoo SihanGakoo

Sekolah Guru menengah 4 tahun = Guutoo Sihan Gakko

Sekolah guru tinggi 6 tahun = Kooto Sihan Gakko

9. Berapa tahunkan system pendidikan di jepang pada saat sekolah Dsar?


Jawab:
sekolah Dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi pada masa Belanda

10. Sebutkan sekolah guru dalam pendidikan jepang ?


Jawab:

Sekolah guru 2 tahun = Sjootoo Sihan Gakoo

Sekolah Guru menengah 4 tahun = Guutoo Sihan Gakko

Sekolah guru tinggi 6 tahun = Kooto Sihan Gakko

165
BAB XII

PERMASALAHAN PENDIDIKAN DALAM PRAKTEK PENDIDIKAN

PEMBAHASAN

A. Masalah pemerataanpendidikan
Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana sistem
pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada
seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu
menjadi wahana bagi pembangunan sumber daya manusia untuk menunjang
pembangunan. Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak
warga negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat di tampung
dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilitas pendidikan
yang tersedia (Anonim, 2014).
(Anonim. 2014. Pemerataan Pendidikan.)
Pada masa awalnya, Undang-Undang No 4 tahun 1950 dijadikan sebagai
dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pada Bab XI pasal 17
berbunyi:„‟Tiap-tiapwargaNegaraRepublikIndonesiamempunyaihakyang sama
diterima menjadi murid suatu sekolah jika syarat-syarat yang ditetapkan untuk
pendidikan dan pengajaran pada sekolah itu dipenuhi‟‟.Selanjutnya dalam
kaitannya dengan wajib belajar Bab VI pasal 10 ayat 1 menyatakan: ”Semua
anak yang berumur 6 tahun berhak dan yang sudah berumur 8 tahun
diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun “ ayat 2 menyatakan:
“Belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari menteri
agamayangdianggaptelahmemenuhikewajibanbelajar.‟‟Landasanyuridispemerat
aan pendidikan tersebut penting sekali artinya, sebagai landasan
pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan guna mewujudkan cita-cita
bangsa (Anonim, 2014. PemerataanPendidikan.)

166
Perkembangan upaya pemerataan pendidikan berlangsung terus menerus
dari pelita ke pelita. Didalam Undang-Undang No.2 tahun 1989 tentang
sistem pendidikan nasional III tentang hak warga Negara untuk memperoleh
pendidikan, pasal 5 menyatakan: ”setiap warga Negara mempunyai hak yang
sama untuk memperoleh pendidikan”. Bahkan dalam pasal 7 mengenai hak
telah di tegaskan sebagai berikut: “Penerimaan seorang peserta didik dalam
suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis
kelamin, agama, suku, ras, kedudukan sosial, dan tingkat kemampuan
ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan
yangbersangkutan.‟‟ (Anonim,2010.ProblematikaPendidikandiIndonesia.)
Di Indonesia, yang paling memerlukan pendidikan adalah mereka yang
berada di daerah miskin dan terpencil. Mayoritas kaum miskin di Indonesia
tinggal di tempat-tempat jauh yang terpencil. Mereka praktis kekurangan
segalanya; fasilitas, alat-alat transportasi dan komunikasi di samping
rendahnya pengetahuan mereka terhadap teknologi. Bila pendidikan ingin
menjangkau mereka yang kurang beruntung ini kondisi yang proporsional
harus diciptakan dengan memobilisasi sumber-sumber lokal dan nasional.
Ketimpangan pemerataan pendidikan juga terjadi antarwilayah geografis yaitu
antara perkotaan dan perdesaan, serta antara kawasan timur Indonesia (KTI)
dan kawasan barat Indonesia (KBI), dan antartingkat pendapatan penduduk
ataupun antargender (Anonim, 2010. Problematika Pendidikan diIndonesia.)
Permasalahan pemerataan pendidikan dapat ditanggulangi dengan
menyediakan fasilitas dan sarana belajar bagi setiap lapisan masyarakat yang
wajib mendapatkan pendidikan. Pemberian sarana dan prasarana pendidikan
hendaknya setransparansi mungkin melalu koordinasi yang baik antara
pemerintah pusat dan daerah dan melalui pengawalan yang ketat sehingga
tidak ada oknum yang mencoba memanfaatkan program pemerataan
pendidikan ini untuk kepentingan pribadi.
(Shidiq Al-Jawi, Muhammad. Pendidikan di Indonesia, masalah, dan
solusinya.)

Terlihat bahwa faktor biaya juga menjadikan pendidikan masyarakat


miskin menjadi lebih rendah dibandingkan masyarakat kota. Akses tempat
tinggal pun dapat menjadi faktor rendahnya pendidikan masyarakatmiskin.

167
Masyarakat miskin yang biasanya bertempat tinggal di desa-desa memiliki
akses jalan yang sulit dijangkau. Sehingga pendidikan yang masuk ke dalam
masyarakt miskinpun menjadi minim, padahal desa dapat membantu
perekonomian menjadi lebih baik. Disini terlihat dari Sumber Daya Alam
(SDA) yang melimpah namun Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang
memiliki pendidikan, sehingga SDA yang melimpah kurang dimanfaatkan
sebaik mungkin. Tidak hanya ditekankan pendidikan formal saja untuk dapat
mengelola SDA, bisa saja pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan
pemerintah untuk warga miskin agar dapat memanfaatkan SDA sebaik
mungkin sehingga dapat memajukan dan membangun perekonomian.
(Aprilia, Asti. 2014. Kurangnya Pemerataan PendidikanIndonesia.)

Fenomena yang ada di Indonesia cukup ironis. Banyaknya lulusan


sekolah tingkat menengah dan perguruan tinggi setiap tahunnya, ternyata
tidak sebanding dengan lowongan pekerjaan yang disediakan. Hal itu jelas
menambah jumlah pengangguran di Indonesia. Bahkan angka pengangguran
mencapai 9,5% per tahun. Untuk menuju pemerataan pendidikan yang efektif
dan menyeluruh, kita perlu mengetahui beberapa permasalahan mendasar
yang dihadapi sektor pendidikan kita. Permasalahan itu antara lain mengenai
keterbatasan daya tampung, kerusakan sarana prasarana, kurangnya tenaga
pengajar, proses pembelajaran yang konvensional, dan keterbatasan
anggaran. Hal inipun menjadi faktor pengaruh pendidikan masyarakat miskin
menjadirendah.
(P. Todaro, Michael, Stephen C. Smith. Pembangunan Ekonomi Edisi
Kesembilan. Erlangga: United Kingdom.)

1. Pemerataan PendidikanFormal
Pada jenjang pendidikan formal, secara umum perluasan akses dan
peningkatan pemerataan pendidikan masih menjadi masalah utama,
terutama bagi masyarakat miskin maupun masyarakat di daerah terpencil.
Pemerataan pendidikan formal terdiri dari pemerataan pendidikan di
tingkat prasekolah, sekolah dasar, menengah, perguruan tinggi.
Pendidikan prasekolah merupakan pendidikan pada anak usiadini.

168
Seperti playgroup, tk, dan lain-lain. Hal ini sangat berbeda antara warga di
wilayah perkotaan dan pedesaan.
Di perkotaan hampir semua anak-anak usia 3-5 tahun telah menerima
pendidikan prasekolah, lain halnya dengan anak-anak di pedesaan. Di
desa atau wilayah terpencil masih sangat jarang sekolah-sekolah untuk
anak dibawah usia 7 tahun. Sehingga pendidikan prasekolah belum
merata di Indonesia. Pendidikan sekolah dasar memang sudah cukup
dirasakan pemerataannya di berbagai daerah, hal ini sejalan dengan
program wajib belajar 9 tahun. Namun wajib belajar 9 tahun pun dirasa
belum cukup untuk anak-anak saat ini mengingat kebutuhan pendidikan
yang tinggi untuk anak-anak di masa ini. Pada pendidikan menengah, saat
ini banyak bermunculan sekolah-sekolah unggul. Dalam pelaksanaannya
model sekolah ini hanya diperuntukkan untuk kalangan elit, dan berduit
yang ingin mempertahankan eksistensinya sebagai kalangan atas.
Pendidikan tinggi persoalannya menyangkut pemerataan kesempatan
dalam memperoleh pendidikan tinggi bagi warga negara dalam kelompok
usia 19-24 tahun. Biaya yang diperlukan untuk menempuh pendidikan di
perguruan tinggi memang sangat besar, sehingga hanya anak-anak yang
berasal dari keluarga mampu saja yang memperoleh kesempatan
mengenyam pendidikan tinggi.

2. Pemerataan PendidikanNonformal
Di samping menghadapi permasalahan dalam meningkatkan akses
dan pemerataan pendidikan di jalur formal, pembangunan pendidikan juga
menghadapi permasalahan dalam peningkatan akses dan pemerataan
pendidikan non formal. Pada jalur pendidikan non formal juga menghadapi
permasalahan dalam hal perluasan dan pemerataan akses pendidikan
bagi setiap wargamasyarakat.
Sampai dengan tahun 2011, pendidikan non formal yang berfungsi
baik sebagai transisi dari dunia sekolah ke dunia kerja maupun sebagai
bentuk pendidikan sepanjang hayat belum dapat diakses secara luas oleh
masyarakat. Apalagi pendidikan non formal, pada umumnya
membutuhkan biaya yang cukup mahal sehingga tidak dapat terangkau
oleh masyarakat menengah kebawah.

169
(Eka, R. 2007. Kondisi Pemerataan Pendidikan di Indonesia)

Upaya Pemerataan Akses Pendidikan bagi Rakyat


.
Pemerataan dan perluasan pendidikan merupakan suatu kebijakan
publik yang dilaksanakan oleh pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah. Dalam mengimplementasikan suatu kebijakan publik,
maka harus dilaksanakan dengan perencanaan yang matang (planning).
Dalam membicarakan planning (perencanaan) pembangunan, maka setidak-
tidaknya ada dua pendekatan yang harus dipergunakan sebagai metode
pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan secara administrasi negara (publicadministration)
b. Pendekatan secara manajerial (managementapproach)
(M. Solly Lubis, Dimensi-Dimensi Manajemen Pembangunan, Mandar Maju,
Bandung, 1996)

Berkaitan dengan persoalan perluasan dan pemerataan pendidikan, maka


pelaksanaan perluasan dan pemerataan pendidikan merupakan suatu
kebijakan publik yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah
secara komprehensif guna mewujudkan cita-cita dari UUD 1945 yakni
“…mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Diketahui bahwa anak merupakan generasi penerus bangsa, sehingga
jaminan pendidikan terhadap anak haruslah menjadi perhatian pemerintah,
baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Nasib anak tergantung
dari berbagai faktor, baik yang makro maupun mikro, yang langsung maupun
tidak langsung. Kemiskinan, perencanaan kota dan segala penggusuran,
sistem pendidikan yang menekankan hafalan dan bahan-bahan yang tidak
relevan, komunitas yang penuh dengan ketidakadilan, dan sebagainya tidak
dapat ditangani oleh sektor, terlebih keluarga atau anak itu sendiri.
Perlindungan terhadap anak adalah perjuangan yang membutuhkan
sumbangan semua orang disemua tingkatan.

170
(Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan,
Refika Aditama, Jakarta, 2012, hlm.72.)
Faktor yang paling dominan terjadinya anak putus sekolah adalah karena faktor
ekonomi. Pendidikan merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh manusia
sebagai subjeknya untuk meningkatkan kesejahteraannya. Karenanya, pendidikan
dipandang sebagai bagian dari usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan
atau sebagai bagian dari pembangunan nasional. Pandangan ini dikuatkan dengan
pendapat yang mengatakan bahwa pendidikan mempunyai peranan dalam
pembangunan nasional dan pembangunan ekonomi khususnya. Demikian
sebaliknya, ekonomi menganggap bahwa manusia merupakan salah satu produksi.
(Revrisond Baswir. 2003. Pembangunan Tanpa Perasaan, Evaluasi
Pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, ELSAM,Jakarta.)

Dewasa ini pendidikan nasional telah merupakan subordinasi dari


kekuatan-kekuatan politik praktis. Hal ini berarti pendidikan telah dimasukkan
di dalam kancah perebutan kekuasaan oleh partai-partai politik. Pendidikan
bukan lagi bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, tetapi
untuk membangung kekuatan dari politik praktis tertentu untuk kepentingan
golongan atau pun kelompoknya sendiri. Di dalam pandangan ini politik
ditentukan oleh dua paradigma, yaitu paradigma teknologi dan paradigma
ekonomi.
(Tilaar, H.A.R. (2). 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan
Kritis, Rineka Cipta, Jakarta, 2006.)

Saat ini juga telah dirintis Televisi Edukasi (TV-E)Media elektronik untuk
pendidikan itu dirintis oleh Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi
Pendidikan (Pustekkom), lembaga yang berada di bawah Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas). Ini untuk memberikan layanan siaran
pendidikan berkualitas yang dapat menunjang tujuan pendidikan nasional.
Tugasnya mengkaji, merancang, mengembangkan, menyebarluaskan,
mengevaluasi, dan membina kegiatan pendayagunaan teknologi informasi
dan komunikasi untuk pendidikan jarak jauh/terbuka. Ini dalam rangka
peningkatan kualitas dan pemerataan pendidikan di semua jalur, jenis, dan

171
jenjang pendidikan sesuai dengan prinsip teknologi pendidikan berdasarkan
kebijakan yang ditetapkan Menteri Pendidikan Nasional.
Siaran Radio Pendidikan untuk Murid Sekolah Dasar (SRPM-SD) adalah
suatu sistem atau model pemanfaatan program media audio interaktif untuk
siswa SD yang dikembangkan oleh Pustekkom sejak tahun 1991/1992.
SRPM-SD lahir dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar.
Produk media audio lain yang dihasilkan oleh Pustekkom antara lain Radio
Pelangi, audio integrated, dan audio SLTP Terbuka. Tentu saja, itu tadi,
termasuk TV-E yang akan berfungsi sebagai media pembelajaran bagi
peserta didik, termasuk mereka yang tinggal di daerah terpencil dalam
rangka pemerataan kesempatan dan peningkatan mutupendidikan.
(Usman, Moh. Uzer., Drs. & Setiawati, Lilis. 2000. Upaya Optimalisasi
Kegiatan Belajar Mengajar. P.T. Remaja Rosdakarya, Bandung.)

B. Masalah MutuPendidikan

Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf


seperti yang diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh
lembaga penghasil sebagai produsen tenagan terhadap calon luaran, dengan sistem
sertifikasi. Selanjutnya jika luaran tesebut terjun kelapangan kerja penilaian
dilakukan oleh lembaga pemakai sebagai konsumen tenaga dengan sistem tes
unjuk kerja. Lazimnya masih dilakukan pelatihan dan pemagangan bagi calon untuk
penyesuaian dengan tuntutan persyaratan kerja dilapangan, dan berkarya. (Idris,
Zahara dan Jamal, Lisma.1992.)

Jadi mutu pendidikan pada akhirnya dilihat pada kualitas keluaranya. Jika tujuan
pendidikan nasioanl dijadikan kriteria, maka pertanyaanya adalah: apakah keluaran
dari sistem pendidikan menjadikan pribadi yang bertakwa, mandiri, anggota
masyarakat yang sosial yang bertanggung jawab. Dengan kata lain keluaran ini
mewujudkan diri sebagai manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun
dirinya dan membangun lingkungannya. Kualitas luaran seperti tersebut adalah
nurturant effect. Meskipun disadari bahwa hakikatnya produk dengan ciri-ciri seperti
itu tidak semata-mata hasil dari sistem pendidikan itu sendiri. Yang menjadi
persoalan ialah bahwa cara pengukuran mutu produk tersebut tidak mudah. Dan

172
pada umumnya hanya dengan mengasosiasikan dengan hasil belajar yang sering
dikenal dengan EBTA atau hasil sipenmaru. (Sardjan Kadir dan Umar Ma’sum.
1982).

Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemerataan mutu, didalam Tap
MPR RI tentang GBHN dinyatakan bahwa titik berat pembanguan pendidikan
diletakkan pada peningkatan mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan, dan dalam
rangka peningkatan mutu pendidikan khususnya untuk memacu untuk penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi perlu lebih disempurnakan dan ditingkatkan
pengajaran ilmu pengetahuan alam dan matematika. Umumnya pendidikan di
seluruh tanah air pada umumnya menunjukkan daerah pedesaan lebih rendah dari
daerah perkotaan. (Ibid,233-234)

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini semakin lama semakin memprihatinkan. Ini
terbukti bahwa indeks pengembangan manusia di Indonesia makin menurun.
Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan
mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai
jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang
menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber
daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi
pembangunan bangsa di berbagai bidang. Banyak sekali faktor-faktor yg dapat
menyebabkan rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah
efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi
masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun masalah-masalah khusus
yg menjadi penyebab permasalahan pendidikan di indonesia saat ini, antara lain :
Rendahnya sarana fisik, Rendahnya kualitas guru, Rendahnya kesejahteraan guru,
Rendahnya prestasi siswa, Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,dan
Mahalnya biaya pendidikan. (Sardjan Kadir dan Umar Ma’sum.1982)

Masalah ini sangat benar-benar memprihatinkan. Dan buat saya pemerintah


indonesia harus segera bertindak dan menyelesaikan serta menuntaskan segala hal
yg menjadi pokok permasalahan yang di alami indonesia saat ini khusus nya dalam
tingkat kualitas pendidikan di indonesia. Kalau saja pemerintah indonesia tidak
segera bertindak,, maka lama kelamaan tingkat kualitas pendidikan di indonesia
akansemakinmenurundanakanterusmenurun.Jadidisinisayamenyimpulkan

173
bahwa tingkat kualitas pendidikan di indonesia masih jauh-jauh dari sempurna.
Masih banyak yang harus di perhatikan oleh pemerintah indonesia khusus nya soal
mahal nya biaya untuk mendapat kan pendidikan di Indonesia. (Syaifuddin, M, dkk.
2008)

Peningkatan Mutu Pendidikan

Rendahnya mutu pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang


terpenting yang mempengaruhi adalah mutu proses pembelajaran yang belum
mampu menciptakan proses pembelajaran yang berkualitas. Padahal hasil belajar
yang bermutu hanya mungkin dicapai melalui proses belajar yang bermutu. Jika
proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang
bermutu. Jika terjadi belajar yang tidak optimal mengahsilkan skor hasil ujian yang
baik maka hampir dapat dipastikan bahwa hasil belajar tersebut adalah semu. Ini
berarti bahwa pokok permasalahan mutu pendidikan lebih terletak pada masalah
pemerosesan pendidikan. (Zamroni. 2007. Meningkatkan Mutu Sekolah)

Selain itu, kurikulum menjadi faktor terpenting dalam proses pendidikan bagi setiap
lembaga pendidikan. Hal ini menunjukkan, kurikulum merupakan perangkat yang
berkaitan dengan tujuan pendidikan dan sekaligus merupakan pedoman dalam
pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan. Alasannya,
karena di dalam kurikulum tidak hanya dijabarkan serangkaian ilmu pengetahuan
yang harus diajarkan, apa yang harus dipelajari, akan tetapi juga mencakup segala
kegiatan yang bersifat kependidikan yang dipandang perlu, serta hal-hal yang dinilai
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kpribadian peserta didik dalam
rangka mecapai tujuan pendidikan. Untuk itu dalam melaksanakan kurikulum
sekolah harus mampu menjadikan proses belajar yang menarik dan mampu
memupuk kreativitas peserta didik dengan efektif. Dalam hal ini, guru maupun dosen
pun harus melakukan pembelajaran atau pengelolaan belajar lebih inovatif. (Rivai, V
& Murni, S.2010)

[Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemerataan mutu. Di dalam Tap
MPR. RI 1988 tentang GBHN dinyatakan bahwa titik berat pada peningkatan mutu

174
setiap jenjang dan jenis pendidikan dan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan
khususnya untuk memacu penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu lebih
disempurnakan dan ditingkatkan pengajaran ilmu pengetahuan alam dan
matematika. Umumnya kondisi mutu pendidikan di seluruh tanah air menunjukkan
bahwa di daerah pedesaan utamanya di daerah terpencil lebih rendah dari pada di
daerah perkotaan. (Depdiknas. 2003)

Kegiatan pengendalian mutu yang berupa kegiatan-kegiatan:

1) Laporan penyelenggaraan pendidikan oleh semua lembagapendidikan.

2) Supervisi dan monitoring pendidikan oleh penilik danpengawas.

3) Sistem ujian nasional/negara seperti Ebtanas,Sipenmaru/UMPTN.

4) Akreditasi terhadap lembaga pendidikan untuk menetapkan status suatu


lembaga.

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 pasal 3

Visi: terselenggaranya layanan prima pendidikan nsional untuk membentuk insan


indonesia cerdas komprehensif.

Misi: meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan, memperluas keterjangkauan


layanan pendidikan, meningkatkan kualitas/mutu dan relevansi layanan pendidikan,
mewujudkan kesetaraan dalam memperoleh pendidikan, menjamin kepastian
memperoleh layanan pendidikan. (Mulyasa, E. 2003)

C.P ermasalahan Efisiensi Pendidikan

Beberapa masalah efisiensi pengajaran di Indonesia adalah mahalnya biaya


pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan
banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di
Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia
Indonesia yang lebih baik.

175
Masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sudah menjadi rahasia umum bagi
kita. Sebenarnya harga pendidikan di Indonesia relatif lebih randah jika kita
bandingkan dengan Negara lain yang tidak mengambil sistem free cost education.
Namun mengapa kita menganggap pendidikan di Indonesia cukup mahal? Hal itu
tidak kami kemukakan di sini jika penghasilan rakyat Indonesia cukup tinggi dan
sepadan untuk biaya pendidikan.

Suatu program pendidikan yang efisien ialah yang mampu menciptakan


keseimbangan antara sumber-sumber yang di butuhkan dan yang ada atau tersedia
guna mengurangi hambatan-hambatan dalam mencapai tujuan pendidikan. Oleh
karena itu, mutu pendidikan dapat dipahami sebagai kemampuan dari suatu sistem
pendidikan untuk mengalokasikan sumber-sumber pendidikan secara adil sehingga
setiap peserta didik memperoleh kesempatan yang sama untuk mendayagunakan
sumber-sumber pendidikan tersebut dan mencapai hasil yang optimal.

1. EfisiensiInternal
Dalam sistem pendidikan apabila memiliki efisiensi internal akan
menghasilkan output yang diharapkan dengan biaya minimum. Dengan input
tertentu dapat memaksimalkan output yang diharapkan. Beberapa cara yang
dapat dilakukan untuk mengukur efisiensi internal adalah sebagai berikut:
a. Rata-rata lama belajar, seorang lulusan menggunakan waktu belajar
dapat dilakukan dengan metode mencari statistik kohort (kelompok
belajar). Hal tersebut dapat dihitung dengan cara jumlah waktu yang
dihabiskan lulusan dalam suatu kohort dibagi dengan jumlah lulusan
dalam kohort tersebut.
b. Input-Output Ratio, adalah perbandingan antara murid yang lulus
dengan murid yang masuk dengan memperhatikan waktu yang
seharusnya ditentukan untuk lulus, artinya dibandingkan antara tingkat
masukan dengan tingkatkeluaran.
2. EfisiensiEksternal
Efisiensi eksternal sering dihubungkan dengan metode cost benefit
analysis, yaitu rasio antara keuntungan finansial sebagai hasil pendidikan
dengan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan. Analisis efisiensi
ekternal berguna untuk menentukan kebijakan dalam pengalokasian biaya

176
pendidikan, juga merupakan pengakuan sosial terhadap lulusan atau hasil
pendidikan.
Secara konseptual efisiensi eksternal dikaitkan dengan analisis
keuntungan atas investasi pendidikan dari pembentukan kemampuan, sikap,
keterampilan. Dalam memeprhitungkan investasi tersebut ada dua hal yang
penting, yaitu menghasilkan kemampuan yang memiliki nilai ekonomi dan
nilai guna darikemampuan.
(Fattah, Nanang. Ekonomi & Pembiayaan Pendidikan. Remaja Rosdakarya.
Bandung. 2009)

Jika peserta didik sebenarnya memiliki potensi yang memadai tetapi


mereka tidak naik kelas, putus sekolah, tidak lulus berarti ada masalah dalam
efisiensi pendidikan. Masalah efisiensi pendidikan juga terjadi di perguruan
tinggi. Masalah tersebut dapat diketahui dari adanya para mahasiswa yang
sebenarnya potensial tetapi putus kuliah dan gagal menyelesaikan
pendidikannya pada waktu yang tepat.
(Joni, T. Raka. (2005) Resureksi Pendidikan Profesional Guru. Malang: LP3
UM-Cakrawala Indonesia. )

Masalah pengembanagan tenaga kependidikan di lapangan biasanya


terlambat, khususnya pada saat menyongsong hadirnya kurikulum baru.
Setiap pembaruan kurikulum menuntut adanya penyesuaian dari para
pelaksana lapangan. Dapat dikatakan umumnya penanganan pengembanagn
tenaga pelaksana di lapangan sangat lambat. Padahal proses pembekalan
untuk dapat siap melaksanakan kurikulum baru sangat memakan waktu.
Akibatnya terjadi kesenjangan antara saat di rencanakan berlakunya
kurikulum dengan saat mulai dilaksanakandan pendidikan berlangsung
kurang efisien dan efektif. (Umar, Tirtarahardja dan S.L La Sulo. 2005.
Pengantar Pendidikan. Jakarta: RinekaCipta.)

Permasalahan efisiensi pendidikan ini seharusnya menjadi perhatian


lebih bagi pemerintah karena ketidak efektifan pendidikan tidak akan
menghasilkan lulusan yang bermutu. Keadaan seperti ini justru mengancam
untuk kemajuan ekonomi karena ketidak efisienan pendidikan akan mencetak

177
banyak pengangguran akibat Sumberdaya manusia yang rendah tidak
memiliki keahlian dan keterampilan.

(Suradi Hp. 1986. Sejarah Pemikiran Pendidikan dan Kebudayaan)

Faktor penyebab terjadinya masalah pendidikan di Indonesia

Masalah efisiensi pendidikan dapat terjadi karena berbagai faktor, yaitu


tenaga kependidikan, peserta didik, kurikulum, program belajar dan
pembelajaran, sarana/prasarana pendidikan, dan suasana sosial budaya.
Demikian pula masalah efektivitas pendidikan juga dapat terjadi karena faktor
tenaga kependidikan, peserta didik, kurukulum, program belajar dan
pembelajaran, serta sarana/prasarana pendidikan.
(Redja Mudyahardjo. (2001) Pengantar Pendidikan : Sebuah Studi Awal
tentang Dasar-dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di
Indonesia. Jakarta : Raja GrafindoPerkasa.)

Solusi yang dapat diberikan untuk permasalahan efisiensi pendidikan di


Indonesia

1. Tenaga Kependidikan sebagai figur utama prosespendidikan


Masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan merupakan masalah
yang sangat mendesak untuk mendapatkan pemecahan. Sebab jika
masalah tersebut dibiarkan agar lahir generasi-genarasi penerus yang
yang tidak bisa diandalkan untuk menghadapi kompetisi global. Jika hal
demikian betul-betul terjadi maka bangsa Indonesia akan semakin
terpuruk.
Kenyataan sebagaimana tersebut di atas juga dipertegas dengan
adanya fakta bahwa untuk menilai tingkat kelayakan atau kualitas institusi
pendidikan salah satu komponen penting yang dijadikan sasaran adalah
komponen tenaga kependidikan baik dari segi kuantitas dan terutama dari
segi kualitas.
2. Tenaga kependidikan sebagai manajerpendidikan
Tenaga kependidikan, terutama kepala sekolah atau pimpinan institusi
pendidikan merupakan manajer-manajer pendidikan. Sebagai manajer
pendidikan tugas utama mereka adalah mengupayakan agar kegiatan

178
pendidikan dapat menghasilkan tujuan-tujuan pendidikan secara efektif
dan efisien, melalui proses yaitu manajemen pendidikan.
Menurut Terry (Ngalim Purwanto, 2006: 7), manajemen adalah suatu
proses tertentu yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan, dan pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan dan
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dengan menggunakan
manusia dan sumber daya lainnya. Jika proses tersebut dilakukan dalam
bidang pendidikan dan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan maka
disebut sebagai manajemen pendidikan.
Manajemen merupakan inti dari administrasi (Ngalim Purwanto, 2006:
8). Sedangkan administrasi pendidikan adalah proses pengerahan dan
pengintegrasian segala sesuatu, baik personil, spiritual, maupun matrial,
yang bersangkut paut dengan pencapaian tujuan pendidikan (Ngalim
Purwanto, 2006: 3). Dengan demikian setiap tenaga kependidikan
berperanan sebagai administrator. Dan sebagai administrator dirinya
harus mampu berperan sebagai manajerpendidikan.
Dari perspektif manajemen pendidikan, masalah-masalah pendidikan
dapat terjadi jika tenaga kependidikan tidak mampu menjalankan
perannya dengan baik sebagai manajerpendidikan.
3. Masalah pendidikan dan kualitas manajemenpendidikan
Dari perspektif manajemen pendidikan, masalah pendidikan dapat
terjadi jika kepala sekolah dan juga para guru tidak mampu menjadi
manajer-manajer pendidikan yang baik. Masalah tersebut bisa saja terjadi
karena : a. dirinya tidak memiliki pengetahuan yang memadai mengenai
konsep-konsep manajemen pendidikan, b.dirinya kurang memahami
konsep-konsep dasar pendidikan, dan c. dirinya tidak atau kurang memiliki
kemampuan dan karakteristik sebagai manajer pendidikan, sehingga tidak
mampu menjalankan peran sesuai dengan statusnya. Masalah kualitas
manajer pendidikan seperti itu bisa terjadi karena kesalahan dalam
penempatan. Seorang yang sebenarnya belum atau tidak siap untuk
menjadi pemimpin karena faktor tertentu dia diangkat menjadi kepala
sekolah.
Masalah-masalah pendidikan juga dapat terjadi jika para pemimpin
institusi pendidikan lebih banyak menempatkan dirinya sebagai kepala

179
dan bukan sebagai pemimpin. Sebagai kepala mereka bertindak sebagai
penguasa, hanya bertanggung jawab pada pihak atasan, dan melakukan
tugas-tugas karena perimintaan atasan. Jika kepala sekolah lebih banyak
bertindak sebagai kepala maka dirinya akan kesulitan memberdayakan
semua personal yang ada agar tujuan pendidikan tercapai.
4. Solusi terhadap masalah pendidikan dengan manajemen kinerjaguru
Jika masalah-masalah pendidikan disebabkan oleh faktor manajemen
maka upaya yang paling tepat untuk mencegah dan mengatasi adalah
dengan meningkatkan kualitas manajemen pendidikan. Kualitas
manajemen dapat meningkat jika para manajer-manajer pendidikan
berusaha untuk meningkatkan kemampuannya.
Seringkali terlontar pernyataan bahwa kualitas pendidikan sulit untuk
ditingkatkan karena kurangnya dukungan dana. Namun ada fakta yang
menunjukkan bahwa dana yang cukup bahkan lebih ternyata tidak
berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan. Hal demikian dapat
terjadi karena kepala sekolah tidak atau kurang mampu memberdayakan
semua sumber yang ada, khusunya sumber daya manusia. Demikian juga
halnya dengan peranan guru di sekolah sebagai manajer pendidikan,
hambatan yang terjadi adalah kurangnya kemampuan untuk
memberdayakan semua sumber belajar yang ada agar tujuan pendidikan
dapat tercapai.
Untuk mengatasi masalah di atas salah satu upaya yang dapat
ditempuh adalah melalui peningkatan manajemen kinerja kepala sekolah
dan guru. Dalam perspektif manajemen, agar kinerja guru dapat selalu
ditingkatkan dan mencapai standar tertentu, maka dibutuhkan suatu
manajemen kinerja (performance management) yang baik.
(Ngalim Purwanto. (2006) Administrasi dan Supervisi Pendidikan.
Bandung : PT RemajaRosdakarya.)

Maka dengan adanya solusi-solusi tersebut diharapkan pendidikan di


Indonesia dapat bangkit dari keterpurukannya, sehingga dapat menciptakan
generasi-generasi baru yang berSDM tinggi, berkepribadian pancasila dan
bermartabat.

180
(Pidarta, Prof. Dr. Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta:
PT Rineka Cipta.)

D. Masalah Relevansi Pendidikan

Masalah relevansi terlihat dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan


tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan
ke satuan pendidikan di atasnya. Masalah relevansi juga dapat diketahui dari
banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan
pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja. Wahjoetomo.
1993

Pentingnya pendidikan sebagai kegiatan yang menentukan kualitas hidup


seseorang atau bangsa sudah menjadi kebutuhan mutlak. Karena itu pendidikan
harus dilakukan secara sadar melalui sebuah kesengajaan yang terencana dan
terorganisir dengan baik. Semua demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
Begitu juga dengan sasaran lain meliputi obyek peserta, sarana dan prasarana
penunjang pendidikan yang lain. (T. Raka Joni, 2005).

Keutuhan pendidikan juga terlihat dari kecerdasan sosial yang dimiliki


seseorang. Kecerdasan ini menunjukkan pada kita seberapa besar, nilai-nilai sosial
diajarkan dalam sebuah pendidikan. Dan bagaimana prakteknya di lapangan saat
seseorang terjun langsung dalam masyarakat. Untuk melihat kecerdasan ini dimiliki
seseorang biasanya ditandai dengan keikhlasannya untuk berusaha memberikan
yang terbaik bagi kepentingan masyarakat. Mampu berempati pada kesulitan orang
lain. Rela berkorban untuk kepentingan bersama, tidak mementingkan golongan,
tapi kepentingan bersama yang lebih besar. Jika orang itu menjadi leader atau
pemimpin, maka karyawan yang dipimpinnya merasa terayomi dan nyaman.
(Ngalim Purwanto, 2006:7)

Pendidikan di Indonesia

Di Indonesia, pendidikan diarahkan untuk melahirkan manusia-manusia yang


cerdas, bertanggung jawab, bermoral, berkepribadian luhur, bertaqwa, dan memiliki
keterampilan. Dengan anggaran 20 % dari APBN. Maka tujuan ini bukanlah hal yang

181
mustahil. Sudah banyak bukti yang mendukung adanya peningkatan pendidikan ini.
Prestasi anak-anak bangsa juga banyak mengharumkan bangsa di berbagai kancah
internasional. (Ngalim Purwanto, 2006: 3).

Namun kita tidak boleh lengah, masih banyak pendidikan yang belum mencapai
tujuannya. Ini diindikasikan dengan banyaknya kerusakan moral di kalangan pelajar,
seperti beredarnya video-video porno yang bisa diakses melalui ponsel. Ini akibat
dari bebasnya pengawasan dan akses informasi yang masuk kepada masyarakat,
tanpa ada kontrol dari pihak yang terkait. Korupsi dan kolusi serta nepotisme masih
banyak kita temui dalam birokrasi pendidikan, sehingga menimbulkan konflik
dikalangan internal dan berpotensi untuk menimbulkan konflik perpecahan.
Pendidikan juga masih banyak yang kita lihat belum berpihak pada rakyat umum. Di
kalangan masyarakat mahalnya pendidikan membuat mereka lebih memilih untuk
memenuhi kebutuhan dasar, seperti makan, sandang dan papan. Belum tercapainya
tujuan pendidikan diakibatkan oleh:

1. Belum terintegrasinya pendidikan moral (agama) dengan pendidikan lainnya. Ada


sebagian anggapan bahwa pendidikan agama hanya dilakukan di pesantren,
padahal di sekolah umum pendidikan agama juga diajarkan hanya saja porsinya
masih sedikit, sehingga belummaksimal.

2. Pendidikan etika hanya terbatas padapengetahuan.

3. Minimnyaketeladanan.

4. Sikap hidup yang semakin materialis danhedonis

Untuk meminimalisasi hal ini, maka ada upaya yang bisa dilakukan, antara
lain, perbaikan kurikulum pendidikan secara menyeluruh, misalnya dengan
melakukan pendidikan alternatif tambahan diluar kurikulum. Perbaikan sistem
pengajaran dan pendidikan, penguatan keteladanan, penguatan nilai agama dalam
kehidupan. (Ngalim Purwanto, 2006: 8)

Faktor Penyebab Tidak Relevannya Pendidikan

1. Lembagapendidikan

182
Lembaga pendidikan di Indonesia kualitasnya bermacam-macam, lebih tepatnya
tidak merata. Ketimpangan kualitas pendidikan antar desa dan kota, antar Jawa dan
luar Jawa mengakibatkan mutu pendidikan yang kurang berkualitas bagi daerah-
daerah terluar dan terdepan.

2. Sistempendidikan

Di indonesia yang ada ialah siap kembang. Indonesia memiliki mutu pendidikan
yang rendah, kurangnya kualitas pendidikan di tanah air karena pembelajaran hanya
pada buku paket kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang berlaku di Indonesia
yang kini berubah menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan(KTSP).

3. Prosespendidikan

Kurikulum sekolah yang terstruktur dan sarat dengan beban menjadikan proses
belajar menjadi kaku dan tidak menarik. Pelaksanaan pendidikan seperti ini tidak
mampu memupuk kreatifitas siswa untuk belajar secara efektif. Sistem yang berlaku
pada saat sekarang ini juga tidak mampu membawa guru dan dosen untuk
melakukan pembelajaran serta pengelolaan belajar menjadi lebih inovatif. Suparian
Suhartono. 2008.

4. Hasilpendidikan

Didikan yang dihasilkan dari sistem ini kurang inovatif pola pikirnya.
Keterampilannya kurang berkualitas. Sehingga tidak siap untuk mengikuti
perkembangan zaman dan memenuhi kebutuhanpembangunan.

Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja


ini disebabkan Kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan
yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja. Rendahnya mutu dan
relevansi pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktordiantaranya:

1. Proses pembelajaran yang belum mampu menciptakan proses pembelajaran


yang berkualitas proses pelaksanaan pendidikan baik serta nyaman untukpelajar.

2. Sarana dan prasarana dalampendidikan.

3. Anggaran - anggaran yang digunakan untuk menjalankan pendidikantersebut.

183
4. Belum didukungnya Hasil-hasil pendidikan oleh sistem pengujian dan penilaian
yang melembaga dan independen sehingga mutu pendidikan tidak dapat dimonitor
secara ojektif danteratur.

5. Kurikulum sekolah yang terstruktur dan sarat dengan beban menjadikan proses
belajar menjadi kaku dan tidakmenarik.

6. Sistem yang berlaku pada saat sekarang ini juga tidak mampu membawa guru
dan dosen untuk melakukan pembelajaran serta pengelolaan belajar menjadi lebih
inovatif.

7. Tenaga pengajar yang kurang handal, bila dibandingkan dengan tenaga


pengajar negaralain.

8. Tenaga Kependidikan sebagai figur utama prosespendidikan.

9. Tenaga kependidikan sebagai manajerpendidikan.

10. Masalah pendidikan dan kualitas manajemenpendidikan.

11. Manajemen kinerjaguru.

Tingkat Relevansi Pendidikan Di Indonesia

Rendahnya Relevansi Pendidikan Di Indonesia dapat dilihat dari banyaknya


lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun
1990 menunjukkan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU
sebesar 24,75 %, Diploma/S1 27.5%, dan PT sebesar 36.6 %, sedangkan pada
periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-
masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data
Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan
tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan
tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia
kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap
keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja. (Sarwoto,
1998:47)

Masalah pendidikan di Indonesia merupakan masalah yang serius. Bukti


untuk hal itu dapat disimak dari peringkat Human Development Index (HDI) yang

184
dipantau oleh UNDP yang menunjukkan kualitas pendidikan di Indonesia dari tahun
1996 bearada pada eringkat 102 dari 174 negara, tahun 1999 peringkat 105 dari 174
negara, dan tahun 2000 peringkat 109 dari 174 negara dan dalam prestasi belajar
yang dipantau oleh IAEA (International Association for the Evaluation of Educational
Achievement) di bidang kemampuan membaca siswa SD, Indonesia berada pada
urutan ke-26 dari 27 negara; kemampuan matematika siswa SLTP berada di urutan
34 dari 38 negara; kemampuan bidang IPA siswa SLTP berada pada urutan ke 32
dari 38 negara (T. Raka Joni, 2005).

Dampak dari Tidak Relevannya Pendidikan Di Indonesia

Relevansi Pendidikan yaitu masalah yang berhubungan dengan relevansi


(kesesuaian) pemilikan pengetahuan, keterampilan dan sikap lulusan suatu sekolah
dengan kebutuhan masyarakat (kebutuhan tenaga kerja). Jika hal ini tidak terjadi
maka hal inilah yang menimbulkan dampak yang di sebut dampak tidak relevannya
pendidikan, yaitu:

1. Bagi perusahaan-perusahaan yang masih harus mengeluarkan dana untuk


pendidikan atau pelatihan bagi calon karyawannya, karena mereka dinilai belum
memiliki keterampilan kerja seperti yangdiharapkan.

2. Banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara
kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di
atasnya.

3. Banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan
pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untukbekerja.

4. Jumlah angka pengangguran yang semakin meningkat di Indonesia.


Wahjoetomo. 1993

Upaya Meningkatkan/Memperkuat Relevansi Pendidikan

Menciptakan lapangan kerja baik untuk para pengangguran maupun lulusan-


lulusan baru yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Membuka pelatihan-pelatihan
baik pelatihan keterampilan maupun kursus bagi pengangguran agar mereka dapat
melakukan kegiatan. Bagi pemerintah sebaiknya menentukan kembali kurikulum
berdasarkan kebutuhan manusia ketika akan memasuli dunia kerja. Memperluas

185
dunia kerja dari berbagai aspek kehidupan yang menjadi kebutuhan manusia. Dapat
di rinci penanggulangan relevansi pendidikan ini antara lain:

1. Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar artinya semua warga


negara yang butuh pendidikan dapat ditampung dalam suatu satuanpendidikan.

2. Dapat mencapai hasil yang bermutu artinya: perencanaan, pemrosesan


pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telahdirumuskan.

3. Pendidikan efektif perlu ditingkatkan secaraterprogram.

4. Pelaksanaan kegaitan kurikuler dan ekstrakurikuler dilakukan dengan penuh


kesungguhan dan diperhitungkan dalam penentuan nilai akhir ataupunkelulusa.

5. Melakukan penyusunan yang mantap terhadap potensi siswa melalui keragaman


jenis program studi

6. Memberiperhatianterhadaptenagakependidikan(prajabatandanjabatan).
Suhartono, Suparian. 2008

Solusi agar terwujudnya relevansi pendidikan

1. Meningkatkan kualitas tenaga pendidik. Diperlukan proses seleksi yang ketat dan
tepat agar memperoleh tenaga pendidik yang benar-benar berkualitas tinggi.
Pendidik yang berkualitas tinggi membantu tercetaknya peserta didik yang
berkualitaspula.

2. Sarana dan prasarana pendidikan yang cukup. Semua lembaga pendidikan harus
dicukupi sarana dan prasarananya agar proses pendidikan berjalan dengan lancar
danbaik.

3. Sistem pendidikan yang tepat. Kurikulum 2013 yang sedang berlangsung di


beberapa sekolah harus dilanjutkan dan dikembangkan lagi. Seluruh sekolah di
Indonesia harus menggunakan kurikulum 2013 karena di kurikulum 2013 antara
kognitif dan afektif diseimbangkan. Hal ini akan membantu meningkatkan kualitas
pesertadidik.

186
4. Tujuan dari pendidikan yaitu menghasilkan lulusan yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat diganti dengan menghasilkan lulusan yang sesuai dengan
perkembangan zaman danpembangunan.

5. Agar semua solusi ini dapat terwujud, tentunya diperlukan pertolongan dari Tuhan
Yang Maha Esa, jangan lupa berdo‟a. Juga bantuan dari pemerintah yang nyata. Dan
kontribusi dari seluruh masyarakat Indonesia. Mahardika, Timur.2001

SOAL DAN KUNCI JAWABAN

1. Apa pengertian pendidikan menurut TodaroSmith?


Jawab : Pendidikan memainkan peran utama dalam membentuk
kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap teknologi modern
dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta
pembangunan yangberkelanjutan.

2. Apa sajakah program utama pengembangan pendidikan di Indonesia yang


tercantum dalam TAP MPR RI No. II/MPR/1993?
Jawab :
a. Perluasan dan pemerataan kesempatan mengikutipendidikan
b. Peningkatan mutupendidikan
c. Peningkatan relevansipendidikan
d. Peningkatan Efisiensi dan efektifitaspendidikan
e. Pengembangankebudayaan
f. Pembinaan generasimuda

3. Apa sajakah masalah yang dipandang rumit di dalam dunia pendidikan ?


Jawab :
a. Pemerataan
b. Mutu dan Relevansi
c. Efisiensi danefektivitas

4. Apa sajakah faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya masalah di


dunia pendidikan?

187
Jawab :
a. Ilmu Pengeahuan dan Teknologi(IPTEK)
b. Laju Pertumbuhanpenduduk
c. Kelemahan guru/dosen (tenaga pengajar) dalam menangani tugas yang
dihadapinya, dan ketidakfokusan peserta didik dalam menjalani proses
pendidikan (PermasalahanPembelajaran).

5. Apa pengertian dari masalah pemerataanpendidikan?


Jawab : Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana
sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga
pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan sumber daya manusia
untuk menunjangpembangunan

6. Apa yang menyebabkan masalah pemerataan pendidikanterjadi?


Jawab : Permasalahan pemerataan pendidikan dapat terjadi karena
kurang terorganisasinya koordinasi antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah, lebih-lebih dengan daerahterpencil.

7. Sebutkan penyebab rendahnya mutu pendidikan diIndonesia!


Jawab :
a. EfektifitasPendidikan DiIndonesia
b. EfisiensiPengajaran DiIndonesia
c. StandarisasiPendidikan DiIndonesia

8. Sebutkan langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka


meningkatkan kualitas pendidikan diIndonesia!
Jawab :
a. Meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk dapat menikmati
pendidikanIndonesia
b. Menghilangkan ketidakmerataan dalam aksespendidikan
c. Meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru
dandosen

188
d. Menambah jumlah jenis pendidikan dibidangkompetensi
e. Pemerintah berencana membangun infrastruktur seperti : menambah
jumlah komputer dan perpustakaandisekolah
f. Meningkatkan anggaranpendidikan
g. Penggunaan teknologi informasi dalam aplikasipendidikan.

9. Apa sajakah masalah yang ada dalam efisiensi pendidikan?


Jawab :
1. Masalahpengangkatan
2. Penempatan
3. Masalahpengembangan
4. Penggunaan sarana dan prasarana yang tidakefisien

10. Apa penyebab dari masalah relevansipendidikan?


Jawab : Masalah relevansi terlihat dari banyaknya lulusan dari satuan
pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal
untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya. Masalah relevansi juga
dapat diketahui dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu
sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap
untukbekerja.

189
DAFTAR PUSTAKA

Sumber: Wikipedia dan http://metakalasari.wordpress.com/2010/06/09/pengertian-ideologi-2/

➢ (Sugandi, Achmad. 2005. Teori Pembelajaran. Semarang : UNNESPress.)


➢ (Aida Mj, Ilmu Pendidikan, (Semarang:PutraSanjaya,2005)
➢ (Abdul Kadir, Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group,
2012),hal.143)
➢ (Hasbullah.2011.Dasar-dasar Ilmu pendidikan.Jakarta: Raja GrafindoPersada)
➢ (Siddik,Dja‟far.KonsepDasarIlmuPendidikanIslam,Bandung:CitaPustak
Media,2006.)
➢ (Joesoef, Soelaiman. Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, Jakarta:
Bumi Aksara,1992.)
➢ (Abdul Kadir, Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group,
2012),hal.143)
➢ (Abdul Kadir, Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group,
2012),hal.144
➢ Muthia, Hetiny.(2011).Makalah Pengertian dan LandasanPendidikan.[Online].
➢ Rasyidin, Waini,dkk.(2013).Landasan Pendidikan.Bandung:UPIPress.
➢ Robandi, Babang.(2005).Landasan Pendidikan.Bandung:UPIPress.
➢ Syaripudin, Tatang.(2009).Landasan Pendidikan.Jakarta:DirektoratJenderal
Pendidikan Islam Kementerian Agama RepublikIndonesia.
➢ Harold H Titus, Marilyn S. Smith, dan Richard T. Nolan, Persoalan-Persoalan
Filsafat, terj. M. Rosjidi, Bulan Buntang, Jakarta, 1984, h.384
➢ Abidin, Zainal. 2009. Filsafat Manusia: Memahami Manusia Melalui
Filsafat.Bandung: PT. RemajaRosdakarya.
➢ Hidayat. 2011. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sejarah danPemikirannya.
➢ Sardman.2011. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta:
➢ RajagrafindoPersada.
➢ Slameto.2010.Belajar dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya.
Jakarta: Rineka Cipta.
➢ Sugandi,Achmad.2006.Teori Pembelajaran. Semarang: UniversitasNegeri
SemarangPress.
➢ Hakim, Lukmanul. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: CVWacana
Prima.

190
➢ Hamalik, Oemar. 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: SinarGrafika.
➢ Hamdani.2011 Strategi Belajar Mengajar. Bandung: PustakaSetia.
➢ Sabri, Alisuf. Psikologi Pendidikan. CV. Pedoman IlmuJaya.
➢ (Fattah, Nanang.1996. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya)
➢ (Mudyahardjo, Redja, (1998), Filsafat Ilmu Pendidikan dan Pengembangan
Fakultas Ilmu Pendidikan: Sebuah Studi Filosofis tentang Pendidikan dan
Ilmu Pendidikan, Jurusan FSP FIP IKIP Bandung.)
➢ UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional(SISDIKNAS)
➢ Sunaryo. 2009. “Manajemen Pendidikan Inklusif Konsep, Kebijakan, dan
Implementasinya dalam Perspektif Pendidikan Luar Biasa.” Dalam Makalah
Jurusan PLB FIP UPI – Februari 2009 Pendidikan UntukSemua.
➢ ( Djiwandon, W. Esti, Sri : psikologi pendidikanrev-2)
➢ Mugiarso, Heru. 2004. Bimbingan dan Konseling. Semarang :UnnesPress.
➢ (Tarmasyah, 2007; Marthan, 2007; Loiacono danValenti,2010).
➢ IG. A.K. Wardani. 2009. Pengantar Pendidikan Luar Biasa.Jakarta: Universitas
Terbuka
➢ (Wahyu Sri Ambar Arum. 2005. Perspektif Pendidikan Luar Biasa dan
Implemntasinya Bagi Penyiapan Tenaga Pendidikan. Jakarta: Depdiknas. H.
109)
➢ (UUD 1945 pasal 31 setelahamandemen)
➢ UU No. 32 Tahun 2013 Tentang Standar NasionalPendidikan
➢ UU No. 12 Tahun 2012 Tentang PendidikanTinggi
➢ http://teoribagus.com/filsafat-pendidikan-pancasila-dan-masa-depannya
➢ Koenjaraningrat. 1982 . Sejarah Teori Antropologi .Jakarta
➢ Koentjaraningrat .2009 . Pengantar: Ilmu Antroplogi .Jakarta
➢ Manan,Imanan;1989;Antropologi Pendidikan;http://id.shvoong.com/social-
sciences/1827094-asik-nya-belajar-antropologi/;Jakarta
➢ Gunawan Ary H. 1995. Kebijakan- Kebijakan Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Bertrand,
➢ Alvin. 1967. Basic Sosiology: An Introduction to Theory and Method. New York:
Appleton- Century- Croftd. Bouwman, P.J,
➢ Sugito Suyitno. 1971. Sosiologi Pengertian dan Masalah. Yogyakarta: Kanisius.
Polak,

191
➢ Mayor. 1976. Sosiologi Suatu Buku Pengantar Ringkas. Jakarta: Inchtiar Baru.
Gunawan, ARY H. SOSIOLOGI PENDIDIKAN Suatu analisis sosiologi
tentangberbagai problem pendidikan, Jakarta: PT RinekaCipta,
➢ Damsar. 2012. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada
MediaGroup
➢ Ishomuddin. 1997. Sosiologi Perspektif Islam. Malang: UMMPress
➢ Bahrein T. Sgihen. 1996.Sosiologi Pedesaan, suatu Pengantar. Jakarta: Raja
GrafindoPersada.
➢ Ibrahim Saad. 1982. Isu Pendidikan di Malaysia. Kuala Lumpur,( Dewan Bahasa
danPustaka.
➢ Rama Yulis. 1989. ilmu pendidikan islam. Jakarta: kalammulia.
➢ Moh. Padil triyo supriyatno. 2010. sosiologi pendidikan,cet.II,(Malang:UIN-Maliki
Press.
➢ Kurniasih,(2010).LandasanPendidikan.Bandung:PercikanIlmu.

➢ Abu Hanifah.1950.RintisanFilsafat,FilsafatBarat Ditilik dengan Jiwa Timur, JilidI


➢ Jakarta: BalaiPustaaka.
➢ Conny Seniawan, et. al. 1951. Pendekatan Keterampilan Proses,Bagaimana
Mengaktifkan
➢ Siswa dalam Belajar. Jakarta:Gramedia.
➢ Prof. Dr. Umar Tirtarahardja, dkk. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Asdi
Mahasatya.
➢ Meilanie,Sri Martini.2009.Pengantar Ilmu Pendidikan.Jakarta : UniversitasNegeri
Jakarta.
➢ http://www.pendidikanuntuksemua.wordpress.com/.../pendidikan-seumur-hidup/
➢ Pidarta, Dr. Made. 2000. Landasan Kependidikan.RinekaCipta.Jakarta
➢ https://fatamorghana.wordpress.com/2008/07/12/bab-iii-landasan-dan-asas-asas-
pendidikan-serta-penerapannya/
➢ Abu Hanifah. 1950. Rintisan Filsafat barat Ditilitik dengan Jiwa Timur, JilidI.
Jakarta: BalaiPustaka
➢ Bp-7 pusat. 1990. Bahan penataran, Buku I Pedoman Penghayatandan
Pengamalan Pancasila. Jakarta: BP-7 Pusat.
➢ Beerling, R.F.1951. Filsafat Dewasa ini, Jilid I. Jakarta: BalaiPustaka.

192
➢ Abu Hanifah. 1950. Rintisan Filsafat, Filsafat Barat Ditilik dengan Jiwa Timur, Jilid
I.Jakarta: BalaiPustaaka.
➢ Conny Seniawan, et. al. 1951. Pendekatan Keterampilan Proses, Bagaimana
MengaktifkanSiswa dalam Belajar. Jakarta:Gramedia.
➢ Prof. Dr. Umar Tirtarahardja, dkk. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Asdi
Mahasatya
➢ Balitbang Depdiknas:http://ww.depdiknas.go.id
➢ Biro Pusat Statistik: http://www. bps.go.id
➢ Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan (Stimulus Ilmu Pendidikan
Bercorak Indonesia). Jakarta: PT. RinekaCipta
➢ Satmoko, Retno Sriningsih. 1999. Landasan Kependidikan (Pengantar ke arah
Ilmu Pendidikan Pancasila). Semarang: CV. IKIP SemarangPress.
➢ http://lela68.wordpress.com/2009/05/24/bab-7-landasan-
ekonomi/accesed03/10/2009
➢ Tirtarahadja, Umar dan Sulo La, S.L. 2005. Pengantar pendidikan. Jakarta:PT
RINEKA CIPTA.masadepan.
➢ Mudyahardjo,Redja.2008. Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal Tentang
Dasar- dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia,
Jakarta:PT.RajaGrafindoPersada.
➢ Pidarta,Made.2007. Landasan Pendidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak
Indonesia. Jakarta:PT. RinekaCipta.
➢ P. Todaro, Michael, Stephen C. Smith. Pembangunan Ekonomi Edisi
Kesembilan. Erlangga: UnitedKingdom.
➢ UU RI No 20/2003 (Bab II pasal3)
➢ Jalaluddin, H dan Idi, Abdullah, 1997, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Gaya Media
Pratama.
➢ Mulyasa. (2002) Kurikulum Berbasis Kompetensi : Konsep, Karakteristik, dan
Implementasi. Bandung: PT RemajaRosdakarya.
➢ Notonagoro. 1973. Filsafat Pendidikan Nasional Pancasila. Yogyakarta. F18 IKIP
Yogyakarta
➢ Anonim. 2014. PemerataanPendidikan.
➢ Undang-Undang No 4 tahun1950
➢ Anonim, 2010. Problematika Pendidikan diIndonesia.
➢ Shidiq Al-Jawi, Muhammad. Pendidikan di Indonesia, masalah, dansolusinya.

193
➢ Tirtarahardja, Umar dan La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT
RinekaCipta.
➢ Fuady, NaufalAmmar. 2012. MasalahPendidikan di Indonesia:
SebuahTinjauanAwal
➢ Pidarta, Prof. Dr. Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT
RinekaCipta
➢ Umar,Tirtarahardja. (2010). Pengantar Pendidikan.Jakarta ;PT RINEKACIPTA.
➢ Joni, T. Raka. (2005) Resureksi Pendidikan Profesional Guru. Malang: LP3 UM-
CakrawalaIndonesia.
➢ Ngalim Purwanto. (2006) Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung : PT
RemajaRosdakarya.
➢ Dr. Zamroni. Paradigma pendidikan masadepan.
➢ https://husnulkhu.wordpress.com/paradigma-pendidikan-masa-depan/
➢ Dr. Zamroni. Paradigma pendidikan masadepan.
➢ Dr Zamroni. Paradigma Pendidikan masa depan. Pakguru online babI.
➢ https://id.wikipedia.org/wiki/Paradigma
➢ http://dokumen.tips/documents/paradigma-pendidikan-masa-depan.html
➢ https://tiestrysna.wordpress.com/2014/09/10/paradigma-pendidikan-masa-
depan-3/
➢ https://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan
➢ (Abdul Kadir, Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group,
2012),hal.143)
➢ (Abdul Kadir, Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group,
2012),hal.143)
➢ (Abdul Kadir, Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group,
2012),hal.144
➢ (Aida Mj, Ilmu Pendidikan, (Semarang:PutraSanjaya,2005)
➢ (Hasbullah.2011.Dasar-dasar Ilmu pendidikan.Jakarta: Raja GrafindoPersada)
➢ (Joesoef, Soelaiman. Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, Jakarta: Bumi
Aksara,1992.)
➢ (Siddik, Dja‟far. Konsep Dasar Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Cita Pustak
Media,2006.)
➢ (Sugandi, Achmad. 2005. Teori Pembelajaran. Semarang : UNNESPress.)

194
➢ Alvin. 1967. Basic Sosiology: An Introduction to Theory and Method. New York:
Appleton- Century- Croftd. Bouwman, P.J,
➢ Bahrein T. Sgihen. 1996.Sosiologi Pedesaan, suatu Pengantar. Jakarta: Raja
GrafindoPersada.
➢ Damsar. 2012. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada
MediaGroup
➢ Gunawan Ary H. 1995. Kebijakan- Kebijakan Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Bertrand,
➢ Ibrahim .2007 . Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan
.http://id.wikipedia.org/wiki/Antropologi;Bandung.
➢ Ibrahim Saad. 1982. Isu Pendidikan di Malaysia. Kuala Lumpur,( Dewan Bahasa
danPustaka.
➢ Ishomuddin. 1997. Sosiologi Perspektif Islam. Malang: UMMPress
➢ Koenjaraningrat. 1982 . Sejarah Teori Antropologi .Jakarta
➢ Koentjaraningrat .2009 . Pengantar: Ilmu Antroplogi .Jakarta
➢ Manan, Imanan;1989;Antropologi Pendidikan;http://id.shvoong.com/social-
sciences/1827094-asik-nya-belajar-antropologi/;Jakarta
➢ Mayor. 1976. Sosiologi Suatu Buku Pengantar Ringkas. Jakarta: Inchtiar Baru.
Gunawan, ARY H. SOSIOLOGI PENDIDIKAN Suatu analisis sosiologi
tentangberbagai problem pendidikan, Jakarta: PT RinekaCipta,
➢ Moh. Padil triyo supriyatno. 2010. sosiologi pendidikan,cet.II,(Malang:UIN-Maliki
Press.
➢ Rama Yulis. 1989. ilmu pendidikan islam. Jakarta: kalammulia.
➢ Sugito Suyitno. 1971. Sosiologi Pengertian dan Masalah. Yogyakarta: Kanisius.
Polak,

195
GLOSARIUM

Akomodatif : bersifat dapat menyesuaikan diri

Akses :jalanmasuk

Alokasi : penentuan banyaknya barang yang disediakan untuk suatu tempat


(pembeli dansebagainya)

Adikodrati : melebihi atau di luar kodrat alam; supernatural

Asas : Batasan ukuran dalam keputusantertenru

Asset : semua hak yang dapat digunakan dalam operasi perusahaan

Asas : Batasan ukuran dalam keputusantertenru

Apresiasi : setiap penilaianbaik/penghargaan

Akumulatif :berkenaan dengan sesuatu yang terkumpul, tertimbun, terhimpun

Alternatif : pilihan di antara dua atau beberapakemungkinan

Bangsa :kelompok yang di


angapnasionalmemilikiidentitasbersamadanmempunyaikesamaanbahasa , agama ,
idelogi,budayadansejarah

Babad : kisahan berbahasa Jawa, Sunda, Bali, Sasak, dan Madura yang
berisi peristiwasejarah

Difabel : bersifat fisik, kognitif, mental, sensorik, emosional, perkembangan


atau beberapa kombinasi dariini

Disepakati :menyetujui

Didiskriminasi :pembedaan prilaku terhadap sesama Negara

Depelopmentalisme : pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa,

196
Doktrin : pendirian segolongan ahli ilmu pengetahuan, keagamaan,
ketatanegaraan) secara bersistem, khususnya dalam penyusunan kebijakannegara

Depelopmentalisme : pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa

Derap : tiruan bunyi kaki orang berjalancepat

Demokratis :semua warga negera dapat pengambilan keputusan yang dapat


mengubah hidupmereka

Dimensi :ukuran (panjang, tinggi, luas,dsb)

Demografis : bersifat (secara, menurut, berdasarkan) demografi

Eksternal :bagian luar

Elemen :bagian(yang penting, yang dibutuhkan)

Esensial :mendasar;hakiki

Evaluasi :penilaian

Etnik : suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya


mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis
keturunan yang dianggapsama.

Esinsial :yaitu suatu yangkebetulan

Efektivitas :suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target


(kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target
yang dicapai, makin tinggiefektifitasnya

efektif : ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya)

Elemen : bagian (yang penting) dari keseluruhan yang lebihbesar

Efisien : tepat atau sesuai untuk mengerjakan (menghasilkan)sesuatu


(dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, biaya)

197
Fleksibel : mudahdibengkokkan

Fungsi :sekelompokaktifitas yang tergolongpadajenisyang


samaberdasarkansifatataupelaksanaannya

perspektif : sudut pandang;pandangan

Fleksibilitas : Kelentukan merupakan efektivitas seseorang dalam menyesuaikan


diri untuk segala aktivitas dengan penguluran tubuh pada bidan sendi yangluas.

Falsafah : satu disiplin ilmiah yang mengusahakan kebenaranyang umum dan


asas.

Global :memberikanpenjelasan

Geographis : ilmu yang mempelajari tentang lokasi serta persamaan, dan


perbedaan (variasi) keruangan atas fenomena fisik, dan manusia di atas permukaan
bumi.

Globalisme : konsep yang sering di gunakan untuk menyebut berbagai ideologi


globalisasi

Geografis : bersangkut-paut dengan geografi

Homogin : terdiri atas jenis, macam, sifat, watak, dan sebagainya yang sama

Historis : sejarah dialami pada masalalu

Hayat : sampai diahidup

Historis : sejarah dialami pada masa lalu

Hayat : sampai diahidup

Historis : sejarah

hikayat : karya sastra lama Melayu berbentuk prosa yang berisi cerita, undang-
undang, dan silsilah bersifat rekaan, keagamaan, historis, biografis, atau gabungan
sifat-sifat itu

198
I

Intelektual : kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas


mental -berpikir, menalar, dan memecahkanmasalah

Individualisme : berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain

Ideologi : pemahaman- pemahaman yanglain

Inovatif :bersifat memperkenalkan yang baru atau pembaharuan

Intelegensi :pengujian tingkat kecerdasan seorang, terlepas daripendidikannya

Implementasi: suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah
disusun secara matang dan terperinci.

individualis : keadaan atau sifat khusus sebagai individu

Ironis : bersifatkenyataan

Investasi : suatu istilah dengan beberapa pengertian yang berhubungandengan


keuangan dan ekonomi. Istilah tersebut berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk
aktiva dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan pada masa depan

Individualisme : berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain

Ideologi : pemahaman- pemahaman yang lain

Informal : tidakresmi

Implikasi : keterlibatan atau keadaanterlibat

Individual :merupakan unit terkecil pembentukmasyarakat

Individualistic: satu filsafat yang memiliki pandangan moral, politik atau sosial yang
menekankan kemerdekaan manusia serta kepentingan bertanggung jawab dan
kebebasan sendiri

Interaktif : dialog yang dilakukan di televisi atau radio yang dapat melibatkan
pemirsa dan pendengar melaluitelepon

199
K

Keaksaran :merupakan kemampuan

Kondisi :keadaan

Kolonialisme :pengembangan kekuasan sebuah Negara atas wilayah dan manusia


di luarbatas Negara nya

Keemasan :masakejayaan yang di alaminsuataubangsaatau Negara

Kualitas :tingkat baik buruk nyasesuatu

Konsep : kesimpulan yang diambil dari penjelasan

Kontribusi : Bentuk bantuan berupaapapun

Kolonial : kelompokbelanda

Kompetitif : berhubungan dengan kompetisi (persaingan)

Kurikulum : perangkat mata pelajaran yang diajarkan pada lembaga pendidikan

Kronologis : penyusunan sejumlah kejadian atauperistiwa

Konseptual : berhubungan dengan (berciri seperti) konsep

komprehensif: bersifat mampu menangkap (menerima) denganbaik

Kognitif : aktivitas mental (persepsi, memori, atensi, dll) dan juga dapat
diartikan sebagai sebuah pendekatanpsikologi.

Koalisi : kerjasama antara beberapa partai untuk memperoleh kelebihan suara


dalam parlemen

Komposisi : susunan

Konsekuensi : akibat dariperbuatan

Konsepsional: berdasarkan pikiran, dan cita-cita

Konvensional: berdasarkan kesepakatan umum

Kualitas :tingkat baik buruknya sesuatu

Kopratif :bersifat bekerjasama

200
Kecepatan : besaran vektor yang menunjukan seberapa cepat bendaberpindah

Kompetensi : merupakan seperangkat pengetahuan guru dalam melaksanakan


tugaskeprofesionalan

Kelancaran : berjalannya suatu tujuan

Kerjasama : suatu kelompok yang menjalankan tujuanbersama

Kepribadian : keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan


individu lain

Konvensional : berdasarkan konvensi (kesepakatan) umum (seperti adat, kebiasaan,


kelaziman)

Konsekuensi : akibat (dari suatu perbuatan, pendirian, dan sebagainya)

Kualifikasi : pendidikan khusus untuk memperoleh suatukeahlian

Klasik : suatu hal yang mempunyai nilai tinggi,unggul,dan dibutuhkan


pengakuan seluruhdunia

Konsumtif : bersifat konsumsi (hanya memakai, tidak menghasilkansendiri)

Linguistic : tergantung pada sudut pandang, dan pendekatan seorang peneliti,


linguistika seringkali digolongkan ke dalam ilmu kognitif, psikologi, danantropologi

Liberalisme : kelompok pemikiran- pemikiran yangbaru

Lazim : sudah biasa; sudah menjadi kebiasaan; sudah umum (terdapat,


terjadi, dilakukan, dansebagainya)

Makro : bagian dari ilmu ekonomi yang mengkhususkan mempelajari


mekanisme bekerjanya perekonomian secarakeseluruhan.

Mikro : cabang dari ilmu ekonomi yang mempelajari perilaku konsumen dan
perusahaan serta penentuan harga-harga pasar dan kuantitas faktor input, barang,
dan jasa yangdiperjualbelikan.

201
Moral : hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa
moral manusia tidak bisa melakukan prosessosialisasi

moral : baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap,


kewajiban, dansebagainya

Mutlak : mengenai segenapnya (segalanya);seutuhnya

Monopolitik : salah satu bentuk pasar di mana terdapat banyak produsen yang
menghasilkan barang serupa tetapi memiliki perbedaan dalam beberapaaspek.

Mentalitas : keadaan dan aktivitas jiwa (batin)

Mengenyam :merasai

Materialistic : paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang dapat
dikatakan benar-benar ada adalah materi

Mutlak : mengenai segenapnya (segalanya)

Naturalisme : Bersifat alami tidak dibuat- buat

nepotisme : perilaku yang memperlihatkan kesukaan yang berlebihan kepada


kerabatdekat

Orientasi :peninjauan mentukansikap

Orde : proses waktu untuk tujuan yang sedang dicapai

Optimal : proses waktu untuk tujuan yang sedang dicapai

Promotif : suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan


yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosikesehatan.

Partisipasi :kegiatan yang di ikutsertakan

Produktif :perbandinganantara output daninput

202
Pemimpin : yang teratas

Perubahan : transformasi keadaan

Proses : urutanpelaksanaan

Peningkatan :lapisandarisesuatu yangkemudianmembentuksusunan

Prestasi :hasilusaha yang di capaidariapah yang dikerjakan

Produktif : suatu kegiatan yang menghasilkan sesuatu, berupa hal baru yang
didapat dari membaca, benda, tulisan, dan hal baik lainnya. Untuk menemukan hal
yang lebih baik, kadang hal baik pun perludikorbankan.

Proyeksi : gambar suatu benda yang dibuat rata (mendatar) atau berupa garis
pada bidangdatar

Perspektif : sudutpandang

Potensial : energi yang memperngaruhi benda karena posisi (ketinggian) benda


tersebut yang mana kecenderungan tersebut menuju tak terhingga dengan arah dari
gaya yang ditimbulkan dari energi potensial tersebut.

Pondasi : suatu bagian dari konstruksi bangunan yang berfungsi untuk


menempatkan bangunan dan meneruskan beban yang disalurkan dari struktur atas
ke tanah dasar pondasi yang cukup kuat menahannya tanpa terjadinya differential
settlement pada sistemstrukturnya.

Persepsi : tanggapan langsung dari sesuatu

Proporsional :seimbang

Pelaksanaan : suatu tindakan

Profesional : istilah seseorang yang menawarkan jasa ataulayanan

Pluralistic : ebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok


yang menunjukkan rasa saling menghormat dan toleransi satu samalain

Rentan :mudah merasa

203
Regular : mengikutiperaturan

Rasio : pemikiran menurut akal sehat; akal budi; nalar

Relatif : tidakmutlak

Relevansi : hubungan;kaitan

Ranah : Istilah linguistik lingkungan yang memungkinkan terjadinya


percakapan, merupakan kombinasi antara partisipan, topik, dan tempat (msl
keluarga, pendidikan, tempat kerja, keagamaan, dansebagainya)

Sinergis : saling mengisi dan melengkapi perbedaan untuk mencapai Hasil


Lebih Besar daripada Jumlah bagian perbagian

Segregasi : pemisahan (suatu golongan dari golonganlainnya)

Survival : suatu tindakan yang paling awal yang dilakukan oleh setiap makhluk
yang hidup untuk mempertahankan hidupnya dari berbagaiancaman.

Spiritual : kecerdasan jiwa yang membantu seseorang untuk mengembangkan


diri nya secara utuh melalui penciptaan kemungkina untuk menerapkan nilai-nilai
positif.

Sasaran :sesuatu yang akan di capai

Sepadan : mempunyai nilai yangsama

Spiritual : berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan

Sektor : lingkungan suatuusaha

Subordinasi : kedudukan bawahan

Seyogyanya : sepantasnya

Sample : contph pada suatu objek

Sudut :penjuru ataupojok

Semangat : seseorang yang gigih menjalani tujuan

204
Subtansi : watak yang sebenarnya dari sesuatu; isi; pokok; inti

Teoritis : pikiran atau pola pikir yang mendasarkan semuanya dari teori-teori
yang ada sebagai landasantindakannya.

Teknikal : suatu teknik analisis yang dikenal dalam dunia keuangan yang
digunakan untuk memprediksi trend suatu harga saham dengan cara mempelajari
data pasar yang lampau, terutama pergerakan harga danvolume

Tersirat : terkandung/ tersembunyi (didalamnya)

tambo : uraian sejarah suatu daerah yang sering kali bercampur dengan
dongeng

Transformasi : perubahan rupa

Transparansi : nyata, jelas

Watak : sifat batin yang memengaruhi segenap pikiran, perilaku, budi pekerti,
dan tabiat yang dimiliki manusia atau makhluk hiduplainnya.

205
INDEKS

Akomodatif 24,45

Akses 71,90,112

Alokasi 77

Adikodrati 33,77

Asas 84,131

Asset 144

Asas 37,260,319

Apresiasi 327

Akumulatif 52,324,255

Alternatif 42,34,112

Bangsa 56,144,235

Babad 24

Difabel 45

Disepakati 355,145

Didiskriminasi 352

Depelopmentalisme 323

Doktrin 43,63,259

Depelopmentalisme 54,89

Derap 322,232

206
Demokratis 28,97,176

Dimensi 65,87,24

Demografis 87,48,66

Eksternal 71,96,378

Elemen 70

Esensial 355

Evaluasi 84,281

Etnik 34,273

Esinsial 59

Efektivitas 94,62

Efektif 25,47,76,90

Elemen 64,36.,98,111

Efisien 60,54,255

Fleksibel 81,264

Fungsi 75,76,89,97,110

perspektif 342.93,90,21

Fleksibilitas 46,122,309

Falsafah . 237,53

Global 23,67

Geographis 36,32,54,165

207
Globalisme 53,54,77,215

Geografis 34,278

Homogin 56,177

Historis 78,261

Hayat 59

Historis 69,369

Hayat 76,281,92

Historis 91,101

Hikayat 51

Intelektual 40,37,90,119

Individualisme 28,59,282

Ideologi 31

Inovatif 231,282

Intelegensi 112,192,101

Implementasi 324

individualis 204,131,232

Ironis 36,125,166,322

Investasi 353,212,332

Individualisme 232

Ideologi 34

Informal 46,253

208
Implikasi 357,116,90

Individual 332,333

Individualistic 47,112

Interaktif 332,183

Keaksaran 56,234

Kondisi 232,124

Kolonialisme 379,266

Keemasan 75,124

Kualitas 237,64

Konsep 89,234

Kontribusi 48,113

Kolonial 231,232

Kompetitif 287,235,221

Kurikulum 64,324,36

Kronologis 75,73,228

Konseptual 59,44,63

komprehensif 76,64,28

Kognitif 71,32,44

Koalisi 80,47,62

Komposisi 55,66,254

Konsekuensi 222,64,24

Konsepsional 298,365,353

Konvensional 398,68,34

209
Kualitas 399,211,115

Kopratif 96,23,74

Kecepatan 268,28,72

Kompetensi 354,7,54

Kelancaran 276,32,211

Kerjasama 24,68,55

Kepribadian 203,58,63

Konvensional 84,43,33

Konsekuensi 264,34,346

Kualifikasi 97,44,46

Klasik 173,24,41

Konsumtif 193,24,133

Linguistic 15,23,65

Liberalisme 44,54,76,390

Lazim 147

Makro 103,255

Mikro 377

Moral 274,31,217

moral 94,67,46

Mutlak 293,145,212

Monopolitik 84,32,65

210
Mentalitas 237,155,65

Mengenyam 250,43,88

Materialistic 137,67

Mutlak 109

Naturalisme 166,42,98

nepotisme 139,134

Orientasi 304

Orde 24,98,76,134

Optimal 242,311

Promotif 127

Partisipasi 338,245,242

Produktif 93,134,224

Pemimpin 332,356

Perubahan 98,44,166,253

Proses 73,136,256

Peningkatan 84,143

Prestasi 228

Produktif 309,146

Proyeksi 42,134

Perspektif 43,22,46

Potensial 65,234,89

211
Pondasi 34,90,128

Persepsi 76

Proporsional 52,74,198

Pelaksanaan 356

Profesional 226,212

Pluralistic 285,24,254,43

Rentan 333

Regular 114,90,93

Rasio 175

Relatif 27,64,144,232

Relevansi 54,68,231

Ranah 21,347,378

Sinergis 282,133

Segregasi 242,164,186

Survival 215,275,316

Spiritual 329,267

Sasaran 147,54,65

Sepadan 193.43,123

Spiritual 111.321

Sektor 134,220

Subordinasi 140,231,255

212
Seyogyanya 131

Sample 130,111

Sudut 134,252,323

Semangat 122,21,169,278

Subtansi 225,204,164

Teoritis 230,356,378

Teknikal 47,67,121,324

Tersirat 332,389

tambo 38,580,222

Transformasi 96,399

Transparansi 76,54,332

Watak 54,90

213
214

Anda mungkin juga menyukai