Dosen :
Disusun Oleh :
Rizky A 15334112
Indah P 17334044
Tyas 17334704
FAKULTAS FARMASI
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa juga kami mengucapkan banyak terima kasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan dukungan moril.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, untuk kedepannya kami berharap pembaca dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih atas perhatian, saran, dan kritik yang sangat
membangun bagi kami. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun pengetahuan
bagi pembacanya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
BAB IPENDAHULUAN.................................................................................................................3
1.3. Tujuan...............................................................................................................................4
2.1. Sitokin...............................................................................................................................5
BAB IIIPEMBAHASAN...............................................................................................................19
BAB IVKESIMPULAN................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................23
ii
BAB I
PENDAHULUAN
3
menghancurkan kuman patogen secara langsung malalui fagositosis dan komplemen. Bahan
produksi yang dikeluarkan akibat aktivasi dari beberapa sel tersebut dinamakan sitokin.
1.3. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah :
1. Untuk memahami apa itu sitokin.
2. Untuk memahami sifat-sifat dari sitokin.
3. Untuk memahami fungsi dari sitokin.
4. Untuk memahami macam-macam dari sitokin.
5. Untuk memahami penyakit apa saja yang berhubungan dengan sitokin.
6. Untuk memahami bagaimana sitokin dalam pengobatan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTKA
.1. Sitokin
Istilah limfokin pertama kali digunakan pada tahun 1960 untuk golongan protein yang
diproduksi limfosit B dan T yang diaktifkan. Sel-sel lain seperti makrofag, eosinofil, sel
mast, sel endotel, dan epitel juga memproduksi protein golongan tersebut. Oleh karena itu
istilah yang lebih tepat adalah sitokin. Sitokin merupakan protein sistem imun yang
mengatur interaksi antar sel dan memacu reaktivitas imun, baik pada imunitas nonspesifik
maupun spesifik.
Sitokin adalah golongan protein/glikoprotein/polipeptida yang larut dan diproduksi oleh
sel limfosit dan sel-sel lain seperti makrofag, eusinofil, sel mast dan sel endotel. Sitokin
berfungsi sebagai sinyal intraseluler yang mengatur hampir semua proses bilogis penting
seperti halnya aktivasi, pertumbuhan, proliferasi, diferensiasi, proses inflamasi sel, imunitas,
serta pertahanan jaringan ataupun morfogenesis. Kesemuanya terjadi akibat rangsangan dari
luar. Sitokin mempunyai berat molekul rendah, sekitar 8-40 KD, di samping kadarnya juga
sangat rendah.
Sedangkan Sitokin yang berefek tidak langsung mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Menginduksi ekspresi reseptor untuk sitokin lain atau bekerja sama dengan sitokin
lain dalam merangsang sel (sinergisme)
2. Mencegah ekspresi reseptor atau produksi sitokin (antagonisme)
5
efek yang sama). Oleh karena itu, efek antagonis satu sitokin tidak akan menunjukkan
hasil nyata karena ada kompensasi dari sitokin yang lain.
3. Sitokin sering berpengaruh terhadap sintesis dan efek sitokin yang lain.
4. Efek sitokin dapat lokal atau sistemik.
5. Sinyal luar mengatur ekspresi reseptor sitokin atau respons sel terhadap sitokin
6. Efek sitokin terjadi melalui ikatan dengan reseptornya pada membran sel sasaran
7. Respons selular terhadap kebanyakan sitokin terdiri atas perubahan ekpresi gen
terhadap sel sasaran yang menimbulkan ekspresi fungsi baru dan kadang proliferasi
sel sasaran.
Pada dasarnya sitikin berfungsi sebagai autokrin, namun pada kenyataannya juga
dapaat berfungsi sebagai parakrin ataupun endokrin. Dalam melaksanakan tugasnya,
sitokin dapat juga bekerja sebagai inhibitor ataau antagonis sitokin lain, bahkan dapat
pula menghambat kerja sitokin yang bersangkutan. Diketahui pula bahwa sitokin ikut
berperan dalam sistem imunitas alamiah maupun imunitas dapatan/spesifik.
6
macrophage colony-stimulating factor, interleukin-7 (IL-7), other colony stimulating
factors cytokines.
7
2. sitokin sebagai mediator dan regulator respon imun didapat
3. sitokin sebagai stimulator hematopoiesis.
Sitokin yang berperan sebagai mediator dan regulator respon imun alami dihasilkan
terutama fagosit mononuklear seperti makrofag dan sel dendrit dan sebagian kecil oleh
limfositT dan sel NK. Sitokin-sitokin tersebut diproduksi sebagai respon terhadap agen
molekul tertentu seperti LPS (Hpopoysaccharide), peptidoglykan monomers, teicoid acid dan
DNA double stranded. Beberapa sitokin yang penting adalah tumor necrosis factor (TNF),
IL-1, interferon gamma (IFN gamma), IL-6, IL-10,1L-12. Sitokin-sitokin yang berfungsi
sebagai mediator dan regulator respon imun didapat terutama diproduksi oleh limfosit T yang
telah mengenal suatu antigen spesifik untuk sel tersebut. Sitokine ini mengatur proliferasi
dan diferensiasi limfosit pada fase pengenalan antigen dan mengaktifkan sel efector. Bakteri
atau antigen yang berbeda akan merangsang sel T helper CD4+ untuk berdeferensiasi
menjadi Th-1 dan Th-2 yang mengahasilkan sitokin yang berbeda pula. Beberapa diantaranya
yang penting adalah : IL- 2, IL-4, IL-5, TGF (tranforming growth factor), IFN gamma, IL-13.
Sedangkan sitokin yang merangsang hematopoiesis yaitu sitokine diperlukan untuk mengatur
hematopoiesis dalam sumsum tulang. Beberapa sitokin yang diproduksi selama respon
imunitas alami dan didapat, merangsang pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel progenitor
sumsum tulang. CSF , IL-3, GM-CSF, G-CSF merupakan beberapa sitokin yang penting
untuk proses hemopoiesis.
Theze pada tahun 1999 menyatakan bahwa fungsi dasar sitokin yang diproduksi akibat
adanya respons terhadap rangsangan yang bersifat imunologik, berperan utama dalam
kelanjutan hidup sel, proliferasi sel, diferensiasi sel dan kematian sel.
Kondisi protektif tersebut tergambar juga pada peran sitokin IL-1β, TNF α, IFN γ
, GM-CSF dan G-CSF yang dapat memperpanjang umur PMN (polimorfonuklear) yang
sudah matang dalam sirkulasi. Oleh karena itu penghambatan proses apoptosis
merupakan fungsi utama yang sangat penting bagi sebagian sitokin, walaupun sampai
8
saat ini mekanisme peran sitokin dalam proses apoptosis belum semuanya jelas. Beberapa
data menyatakan adanya sitokin dalam proses apoptosis yaitu sebagai “anti apoptotic
onco protein” ditemukan dalam Bcl2.
Pengaruh berbagai sitokin atau reseptor sitokin dalam regulasi proliferasi sel
banyak diketahui, namun sampai saat ini mekanisme yang meningkatkan peran sitokin
dalam siklus sel belum diketahui secara jelas. Beberapa penelitian sedang (TNFR, atau p
55), DR3, DR4, dan DR5. Semua reseptor tersebut membantu intra cytoplasmic death
domain yang memungkinkan terjadinya interaksi dengan death domain yang lain, seperti
TRADD dan FADD/MORT-1 yang akan bersamaan dengan TNFR-1 dan FAS secara
berurutan.
TRADD adalah suatu molekul adaptor sebagai penghubung terjadinya interaksi
antara TNFR-1 dan FADD (fas associating death domain), kemudian FADD berinteraksi
melalui DED (death effector domain) yang homolog dengan efektor protease FLICE atau
caspase-8 yang merupakan elemen utama dari kaskade protease untuk terjadinya
apoptosis.
Ini kelengkapan apoptosis terletak dalam ruang sitoplasma sel. Semua aktivasi
tergantung pada mekanisme yang rumit terutama rangsangan translokasi protein. Dasar
terjadinya apoptosis adalah keluarga cystein protease yang dinamakan caspases, dimana
kesemuanya bertanggung jawa pada pemecahan protein. Disini mitokondria sangat
berperan dalam aktivasi caspase dengan mengeluarkan cytochrome-c, akibat adanya
rangsang ke arah sitosol yang merupakan ko-faktor dari adaptor molekul APAF-1
(apoptotic protease activating factor-1). Selanjutnya keadaan ini dapat menimbulkan
aktivasi dari kaskade caspase, dengan akibat terjadinya kematian sel.
Pada golongan mamalia telah ditemukan sebanyak 14 caspase yang dapat dibagi
dalam 2 kelompok fungsi, yaitu: kelompok caspase sebagai inisiator, mis.APAF-1,
caspase-8, caspase-9, 10, kelompok caspase sebagai eksekutor/efektor, mis caspase-3,6
dan 7.
p53 adalah suatu protein yang berfungsi menghambat pertumbuhan sel tumor.
Hilangnya pelindung terhadap suatu gen, merupakan hal yang dianggap sangat penting
dalam timbulnya proses kasinogenesis. Protein p53 merupakan salah satu protein yang
dapat menghentikan untuk sementara proses pembelahan sel. Oleh karena itu diharapkan
sel masih dapat memperbaikinya dengan cara merubah DNA yaitu ke arah kelangsungan
hidup terus atau diarahkan ke-kematian sel secara apoptosis.
Pemilihan peran p53 dalam menentukan kearah perbaikan atau kematian sel,
mungkin dapat dilaksanakan dengan menentukan nilai ambang kerusakan sel, yang
merupakan nilai ambang untuk menentukan arah yang lebih efisien, antara kematian atau
perbaikan. Nilai ambang kerusakan, memang berbeda pada setiap sel atau tergantung
dimana stadium siklus sel tersebut terjadi kerusakan. p53 sangat penting pada kerusakan
9
DNA yang terjadi pada siklus G1 berhenti yang dimediatori oleh p21. p53 juga cukup
berperan dalam penghentian siklus G2 , namun tidak merupakan komponen penting.
Jika ditemukan p53 yang berkurang, maka sel tumor tidak akan mengalamai
apoptosis, sehingga keluar dari kendali, dan berkembang terus. Mutasi terbesar pada p53
yang terjadi pada tumor manusia terjadi pada DNA binding domain. Sehingga diduga
bahwa p53 dapat sebagai mediator yang kuat dalam menekan efek pertumbuhan melalui
mekanisme transkripsi.
TNF merupakan mediator utama pada respons terhadap bakteri gram negatif dan
berperan dalam respons imun bawaan terhadap berbagai mikroorganisme penyebab
infeksi yang lain, serta bertanggung jawab atas banyaknya komplikasi sistemik yang
disebabkan oleh infeksi berat. Semula TNF diidentifikasi sebagai mediator untuk
nekrosis tumor yang terdapat dalam serum hewan percobaan yang diberi lipo-
polisakarida.
Ada dua bentuk TNF, yaitu TNF-α dan TNF-β. TNF-α diproduksi oleh berbagai
jenis sel termasuk makrofag, sel T, sel B dan sel NK. Pembentukannya terjadi akibat
respons terhadap rangsangan bakteri, virus dan sitokin lain, misalnya GM-CSF, IL-1, IL-
2, dan IFN-γ , kompleks imun, dan komponen komplemen. Sebaliknya, TNF- β disekresi
oleh sel T, sel B yang teraktivasi. TNF-β berada pada permukaan sel bila terikat pada
protein transmembran LT-β.
Selain itu TNF dapat berfungsi sebagai faktor angiogenesis dengan membentuk
pembuluh darah baru, serta dapat berfungsi sebagai faktor pertumbuhan fibroblast
(fibroblast growth factor, FGF), yang mengakibatkan pembentukan jaringan ikat. Jika
produksi TNF tetap berlanjut, jaringan-jaringan tersebut dapat merupakan jaringan
lomfoid baru tempat berkumpulnya sel limfosit B dan limfosit T. Beberapa efek yang
dapat terjadi pada TNF ligand dan reseptornya adalah efek aktivasi serta membantu
proses mitogenik sel terutama dalam sistem hematopoetik yaitu menginduksi terjadinya
kematian sel, menginduksi respons imun bawaan terutama dalam proses inflamasi,
berperan dalam respons imun dan proses organogenesis.
10
TNF-α mempunyai beberapa fungsi dalam proses inflamasi sebagai berikut:
meningkatkan peran pro trombotik dan merangsang molekul adhesi dari sel leukosit serta
menginduksi sel endotel, berperan dalam mengatur aktivasi makrofag dan respons imun
dalam jaringan, yaitu merangsang faktor pertumbuhan dan sitokin lain, berfungsi sebagai
regulator dari hematopoetik serta komitogen untuk sel T dan sel B serta aktivasi sel
neutrofil dan makrofag.
Oppenheim pada tahun 2001, menyatakan bahwa sintesa TNF-α berasal dari
propeptida dan kemudian diproses intraseluler, dan karena pengaruh TNF-α converting
enzyme (TACE) menjadi matang dan kemudian disekresikan.
Seperti halnya sitokin lain, dalam waktu yang sama terbentuk 2-3 ikatan TNF-
yang aktif dengan reseptornya, sebagai akibat adanya cross link dari reseptornya, yang
kemudian mengirim isyarat/sinyal ke dalam sel.
Terdapat dua reseptor TNF α yang telah terindentifikasi, yaitu TNFRI, dan
TNFRII. Pada TNFRI, setiap reseptornya mempunyai cytoplasmic domain yang besar dan
luas, serta dapat mengirim isyarat melalui jalur NFkB yang sangat berperan dalam bidang
imunologi. Karena itulah TNFRI merupakan mediator utama dari aktivitas TNF,
sedangkan TNFRII hanya sebagai pelengkap.
Selain itu pada TNFRI, bagian sitoplasmiknya mempunyai rangkaian yang terdiri
dari 80 asam amino yang disebut dengan death domain, yang juga terdapat dalam FAS
protein (merupakan reseptor dari FASL). Death domain dan TNFRI serta FAS akan
berikatan dengan ligand masing-masing. Kejadian apoptosis yang akan terjadi akibat
ikatan antara TNF dan TNFRI serta FAS dengan FASL juga dapat terjadi akibat aktivasi
caspase-8 dengan semua kaskade caspase nya.
TNF α akan mengalami endositosis setelah berikatan dengan ligand. TNFR II akan
berikatan dengan TNF- α dengan kemampuan 10 kali lipat dibanding dengan reseptor
TNFRI. Reseptor TNFRI dan TNFRII ekspresinya dapat ditingkatkan melalui rangsangan
terhadap IL-2, sedangkan IFNγ akan merangsang TNFRII secara selektif. Adanya aktivasi
terhadap sel akan menyebabkan sel segera melepaskan reseptor TNF- α nya untuk
berikatan dengan TNF- α selama merespons inflamasi.
.3.2. Interleukin 10
11
5. Hampir pada sebagian besar proses inflamasi, golongan sel monosit merupakan
sumber terbesar dari IL-10.
IL-10 dapat diinduksi seperti oleh kuman-kuman patogen yang akan mengaktivasi
monosit ataupun makrofag, seperti halnya komponen dinding bakteri, parasit intra
seluler, jamur, imunodefisiensi pada manusia dan EBV, kondisi stress seluler (hipoksia).
Dikatakan pula oleh Petrolani pada tahun 1999, bahwa sebenarnya TNF- α, IL-6,
IL-12, IFN, glukokortikoid, adrenalin, prostaglandin E dapat meningkatkan regulasi
sintesa IL-10 dari sel makrofag dan sel T.
Contohnya pada hipoksia, yang merupakan suatu stress seluler bersama dengan
sintesa IL-10, karena pada saat ini akan terjadi penambahan produksi adenosine-purine
nukleotida dan oksigen reaktif, yaitu H2O2, dimana akan terjadi peningkatan ekspresi IL-
10. Selain itu hal-hal lain yang dapat merangsang ekspresi IL-10 adalah cahaya ultra
violet, dimana akan terjadi akumulasi IL-10 di dalam keratinosit dansel makrofag. Di
samping itu ada beberapa obat yang meningkatkan prosuksi IL-10, seperti
glukokortikoid, siklosporin, anti psikosis serta anti depresan.
Di lain pihak, obat anti tumor/tellurium akan menghambat regulasi IL-10. IL-10
juga berpengaruh secara langsung terhadap de-aktivasi sel T, dengan cara mencegah
keluarnya IL-2, IL-5 dan IL-6 dari sel limfosit T. Selain itu adanya aktivasi yang kronis
dari klon sel T, maka IL-10 akan meningkatkan klon dari antigen yang spesifik dengan
kapasitas proliferasi yang rendah serta akan memproduksi IL-10 dan TGF γ yang tinggi.
IL-10 juga menunjukkan aktivitas imunostimulator, dimulai sejak IL-10
meningkatkan proliferasi dan aktivitas sitosolik sel limfosit T, serta merangsang
kemoatraktan. Secara bersamaan dikatakan, bahwa IL-10 dapat merangsang aktivasi sel
NK, dan meningkatkan rangsangan IL-2 terhadap proliferasi sel NK, serta sitotoksisitas
dan pengeluaran sitokin lain. Akhirnya IL-10 merupakan sitokin yang potensial terhadap
proliferasi dan faktor diferemsiasi terhadap sel limfosit B dalam mempromosikan sintesa
dari IgM, IgG dan IgA. Semua peran tersebut merupakan tugas IL-10 dalam
meningkatkan regulasi reseptor ekspresi dalam monosit, di samping mempertinggi
antibody mediated cellur cytotoxicity.
Il-10 juga diduga berfungsu sebagai pengontrol proses inflamasi, proses alergi.
Dugaan ini berdasarkan observasi yang menunjukkan bahwa IL-10 dapat menurunkan
regulasi produksi IL-5 oleh sel T. Sementara itu, IL-5 merupakan sitokin yang berperan
dalam diferensiasi dan aktivasi fungsi eosinofil, yaitu dengan mengontrol akumulasi
eosinofil dalam jaringan yang meradang. Saat ini dinyatakan bahwa eosinofil
mengekspresi fungsional CD40 pada permukaannya mengikatnya dengan antibodi yang
spesifik (natural ligand), untuk memperpanjang kehidupannya.
Dalam konsentrasi yang rendah aktivasi IL-10 hampir sama dengan
glukokortikoid, dengan menurunkan ekspresi CD40 dan mempercepat kematian sel
eosinofil, keadaan ini menambahkan peran IL-10 pada resolusi dari inflamasi eosinofilik.
Seperti halnya eosinofil, maka sel mast juga sangat berperan sebagai sel efektor pada
respons alergi. Keadaan ini terjadi akibat kemampuannya meningkatkan beberapa sitokin
dalam pengerahan sel eosinofil dan aktivasi jaringan target, terutama IL-3, IL-4, IL-5,
12
GM-CSF dan TNF- α. secara langsung maupun tidak langsung. Walaupun sampai
sekarang efek IL-10 terhadap terjadinya apoptosis masih kontroversial, namun menurut
Petrolani, IL-10 dapat memperbesar harapan hidup sel dengan cara meningkatkan protein
anti apoptosis Bcl2.
14
1. IL-2
IL-2 adalah faktor pertumbuhan untuk sel T yang dirangsang dan berperan pada
ekspansi klon sel T setelah antigen dikenal. IL-2 meningkatkan proliferasi dan
diferensiasi sel imun lain (sel NK, sel B). IL-2 meningkatkan kematian apoptosis sel T
yang diaktifkan antigen melalui Fas. Fas adalah golongan reseptor TNF yang
diekspresikan pada permukaan sel T.
IL-2 merangsang proliferasi dan diferensiasi sel T, sel B dan NK. IL-2 juga
mencegah respons imun terhadap antigen sendiri melalui peningkatan apoptosis sel T
melalui Fas dan merangsang aktivitas sel T regulatori.
2. IL-4
IL-4 merupakan stimulus utama produksi IgE dan perkembangan Th2 dari sel
CD4+ naif. IL-4 merupakan sitokin petanda sel Th2. IL-4 merangsang sel B
meningkatkan produksi IgG dan IgE dan ekspresi MHC-II. IL-4 merangsang isotipe sel B
dalam pengalihan IgE, diferensiasi sel T naif ke subset Th2. IL-4 mencegah aktivasi
makrofag yang diinduksi IFN-γ dan merupakan GF untuk sel mast terutama dalam
kombinasi dengan IL-3.
3. IL-5
IL-5 merupakan aktivator pematangan dan diferensiasi eosinofil utama dan
berperan dalam hubungan antara aktivasi sel T dan inflamasi eosinofil. IL-5 diproduksi
subset sel Th2 (CD4+) dan sel mast yang diaktifkan. IL-5 mengaktifkan eosinofil.
4. IFN-γ
IFN-γ yang diproduksi berbagai sel sistem imun merupakan sitokin utama MAC
dan berperan terutama dalam imunitas nonspesifik dan spesifik selular. IFN-γ adalah
sitokin yang mengaktifkan makrofag untuk membunuh fagosit. IFN-γ merangsang
ekspresi MHC-I dan MHC-II dan kostimulator APC. IFN-γ meningkatkan diferensiasi sel
CD4+ naif ke subset sel Th1 dan mencegah proliferasi sel Th2.
5. TGF-β
Efek utama TGF-β adalah mencegah proliferasi dan aktivasi limfosit dan leukosit
lain. TGF-β merangsang produksi IgA melalui induksi dan pengalihan sel B.
6. Limfotoksin
LT diproduksi sel T yang diaktifkan dan sel lain. LT mengaktifkan sel endotel dan
neutrofil, merupakan mediator pada inflamasi akut dan menghubungkan sel T dengan
inflamasi. Efek ini sama dengan TNF.
7. IL-13
IL-13 memiliki struktur homolog dengan IL-4 yang diproduksi sel CD4 + Th2. IL-
13-R ditemukan terutama pada sel nonlimfoid seperti makrofag. Efek utamanya adalah
mencegah aktivasi dan sebagai antagonis IFN-γ. IL-13 merangsang produksi mukus oleh
sel epitel paru dan berperan pada asma.
8. IL-16
IL-16 diproduksi sel T yang berperan sebagai kemoatraktan spesifik eosinofil.
9. IL-17
15
IL-17 diproduksi sel T memori yang diaktifkan dan menginduksi produksi sitokin
proinflamasi lain seperti TNF, IL-1 dan kemokin.
10. IL-25
IL-25 memiliki struktur seperti IL-17, disekresi sel Th2 dan merangsang produksi
sitokin Th2 lainnya seperti IL-4, IL-5 dan IL-13. IL-17 dan IL-25 diduga berperan dalam
meningkatkan reaksi inflamasi yang sel T dependen bentuk lain.
16
Jalur jak – STAT Reseptor sitokin tipe I dan Ikatan famili protein
II adaptor TRAF aktivasi
faktor transkripsi
17
.9. Sitokin Dalam Pengobatan
Dengan teknik rekombinan DNA, sitokin dapat diproduksi dalam jumlah besar. Sitokin
dapat digunakan sebagai pengganti komponen sistem imun yang imunokompromais atau
untuk mengerahkan sel-sel yang diperlukan dalam menanggulangi defisiensi imun primer
atau sekunder, merangsang sel sistem imun dalam respons terhadap tumor, infeksi bakteri
atau virus yang berlebihan. Rekombinan anti-sitokin telah diproduksi dan digunakan untuk
mengontrol penyakit autoimun dan keadaan dengan sistem imun yang terlalu aktif/patologik
seperti alergi.
Sitokin dapat digunakan bersamaan dengan imunoterapi. Limfosit dari penderita dengan
tumor dapat dibiakkan dalam lingkungan IL-2 untuk mengaktifkan LAK yang sitotoksik
terutama sel NK. Kemudian sel tersebut diinfuskan kembali ke penderita dengan tumor tadi.
18
BAB III
PEMBAHASAN
Sitokin merupakan protein atau glikoprotein yang diproduksi oleh leukosit dan sel-sel
berinti lainnya. Bekerja sebagai penghubung kimia antar sel dan tidak bertindak sebagai molekul
efektor. Sitokin mempunyai berbagai macam fungsi, namun pada umumnya sitokin bertindak
sebagai pengatur pertahanan tubuh untuk melawan hal-hal yang bersifat patogen dan
menimbulkan respons inflamasi. Hampir seluruh sitokin akan disekresi dan sebagian dapat
ditemukan pada membran sel, sisanya disimpan dalam matriks ekstraseluler.3 Sitokin dibagi
menjadi beberapa famili menurut reseptornya, yaitu famili IL-2/IL-4,- IL-6/IL-12, Interferon,
TNF, IL-l, Transformatisasi factor pertumbuhan (TGF) dan Kemokin. Pada umumnya sitokin
merupakan faktor pembantu pertumbuhan dan diferensiasi. Sebagian besar sitokin bekerja pada
selsel dalam sistim Hemapoitik.
1. Pleiotrophy, mempunyai fungsi lebih dari satu. Contohnya : fungsi IL-6 adalah merangsang
hepatosit untuk memproduksi protein fase akut dan juga bertindak sebagai faktor
pertumbuhan untuk sel B.
2. Redundancy, yaitu persamaan efek imunologis dari berbagai sitokin. Contohnya, IL-2 dan
IL-5 dapat merangsang proliferasi limfosit T.
3. Potency, Umumnya sitokin bekerja dalam kisaran monomolar sampai fentomolar.
4. Cascade, dilepaskan secara berurutan dan sinergis, tetapi aksinya dapat dihambat oleh sitokin
lainnya.
Ada dua macam respon imun yang terjadi apabila ada mikroba yang masuk ke dalam
tubuh, yaitu innate dan adaptif respon. Sel yang berperan dalam innate respon adalah sel fagosit
(netropil, monosit dan makrofag). Sel yang melepaskan mediator inflamasi (basofil, sel mast dan
eosinofil) serta sel natural killer. Komponel lain dalam innate response ini adalah komplemen,
acutephase protein dan sitokin soperti interferon4. Respons meliputi proliferasi antigen-specifik
sel T dan sel B, yang terjadi apabila reseptor permukaan sel ini berikatan dengan antigen. Sel
khusus yang disebut dengan antigen-presenting cells (APC) mempresentasikan antigen pada
19
MHC dan berikatan dengan reseptor limfosit. Sel B akan memproduksi imunoglobulin, yang
merupakan antibodi yang spesifik terhadap antigen yang dipresentasikan oleh sel APC.
Sedangkan sel T dapat melakukan eradikasi mikroba intraseluler dan membantu sel B
untuk memproduksi antibody17, Sel T CD4 merupakan cytokine-secreting helper cells,
sedangkan sel T CD8 merupakan cytotoxic killer cells. Sel T CD4 secaca umum dibagi menjadi
dua golongan yaitu T helper tipe 1 (Th-1) dan T helper tipe 2 (Th-2). Sitokin yang disekresi oleh
Th-1 adalah IL-2 dan IFN-y sedangkan sitokin yang disekresi Th-2 adalah IL-4, IL-5, IL-6 dan
IL-10. Sitokin-sitokin ini juga mempunyai peranan dalam sistem kontrol. Sekresi IFN-g akan
menghambat sel Th-2 sedangkan sekresi IL-10 akan menghambat sel Th-1, 17,18 Sitokin
mempunyai peranan yang penting untuk menentukan tipe respon imunitas tubuh yang efektil
untuk melawan agent infeksius. Sekresi IL-12 oleh APC akan menyebabkan sekresi IFN- dari
Th-1. Sitokin akan mengaktivasi makrofag dengan efisien untuk membunuh kuman intraseluler,
Secara sederhada digambarkan bahwa produksi sitokin oleh Th-1 memfasilitasi CMI termasuk
aktivasi makrofag dan T-cell-mediated cytotoxicity17.
Ada tiga kategori fungsi sitokin dalam system imun yaitu sitokin sebagai mediator dan
regulator respon imun alami, sitokin sebagai mediator dan regulator respon imun didapat, sitokin
sebagai stimulator hematopoiesis.
Sitokin yang berperan sebagai mediator dan regulator respon imun alami dihasilkan terutama
fagosit mononuklear seperti makrofag dan sel dendrit dan sebagian kecil oleh limfositT dan sel
NK. Sitokin-sitokin tersebut diproduksi sebagai respon terhadap agen molekul tertentu seperti
LPS (Hpopoysaccharide), peptidoglykan monomers, teicoid acid dan DNA double stranded.
Beberapa sitokin yang penting adalah tumor necrosis factor (TNF), IL-1, interferon gamma (IFN
gamma), IL-6, IL-10,1L-12.
Sitokin-sitokin yang berfungsi sebagai mediator dan regulator respon imun didapat terutama
diproduksi oleh limfosit T yang telah mengenal suatu antigen spesifik untuk sel tersebut.
Sitokine ini mengatur proliferasi dan diferensiasi limfosit pada fase pengenalan antigen dan
mengaktifkan sel efector.
Sedangkan sitokin yang merangsang hematopoiesis yaitu sitokine diperlukan untuk mengatur
hematopoiesis dalam sumsum tulang. Beberapa sitokin yang diproduksi selama respon imunitas
alami dan didapat, merangsang pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel progenitor sumsum tulang.
CSF , IL-3, GM-CSF, G-CSF merupakan beberapa sitokin yang penting untuk proses
hemopoiesis.
Selain itu sitokin juga memiliki fungsi untuk berperan utama dalam kelanjutan hidup sel,
proliferasi sel, diferensiasi sel dan kematian sel. Sebagaimana diketahui bahwa kelangsungan
hidup sel darah/hematopoetik sangat tergantung pada lingkungan atau sitokin seperti halnya
hematopoetik growth factors (misalnya IL3, GMCSF atau GCSF). Bilamana ada beberapa faktor
sitokin pertumbuhan tersebut tidak ada, maka sel perintis hematopoetik akan segera mati melalui
mekanisme apoptosis.
20
Ada Beberapa Macam Sitokin diantaranya adalah :
TNF merupakan mediator utama pada respons terhadap bakteri gram negatif dan
berperan dalam respons imun bawaan terhadap berbagai mikroorganisme penyebab infeksi
yang lain, serta bertanggung jawab atas banyaknya komplikasi sistemik yang disebabkan
oleh infeksi berat.
2. Interleukin 10
Interleukin 10 atau cytokines synthesis inhibitory factor, merupakan protein yang larut
dan terdiri dari 160 asam amino dengan berat molekul sekitar 18 kD.
Pada awalnya, TGF β ditemukan sama halnya dengan faktor pertumbuhan lain, seperti
fibroblast yang berperan dalam aktivitas penyembuhan luka. Akan tetapi TGF β selain
berperan pada penyembuhan luka, dapat juga berperan sebagai anti poliferasi. Keadaan ini
dapat dilihat saat TGF- β berperan dalam penurunan regulasi imunitas, yang dikatakan
sebagai negative feed-back regulator.
Ada beberapa penyakit yang berkaitan dengan sitokin diaranya adalah Penyakit
keseimbangan Th1-Th2, syok septik dan sitokin pada kanker limfoid dan myeloid. Ketiga
penyakit tersebut diakibatkan oleh adanya reaksi silang sitokin, gangguan dalam jaringan
regulator kompleks yang mengatur ekskresi sitokin, dan adanya kelainan pada produksi
sitokin.
21
BAB IV
KESIMPULAN
Sitokin adalah keluarga protein sebagai mediator dan regulator respon imun alami dan
didapat. Sitokin bekerja saling berinteraksi satu sama lain sehingga membentuk konsep
"network". Sitokin yang sama diproduksi oleh banyak sel. Dan sitokin tertentu bisa bekerja pada
banyak sel. Sitokine diproduksi sebagai respon terhadap inflamasi dan antigen, pada umumnya
bekerja seperti autokrin, parakrin dengan mengikat reseptor yang mempunyai affinitas tinggi
pada sel target.
Sitokin memiliki beberapa fungsi diantaranya adalah mempunyai fungsi lebih dari satu
(Pleiotrophy), persamaan efek imunologis dari berbagai sitokin (Redundancy), sitokin bekerja
dalam kisaran monomolar sampai fentomolar (Potency), dilepaskan secara berurutan dan
sinergis, tetapi aksinya dapat dihambat oleh sitokin lainnya (Cascade).
Ada beberapa macam sitokin, diantaranya adalah Tumor Necrosis Factor (TNF),
Interleukin 10 dan Transforming Growth Factor (TGF-).
Ada beberapa penyakit yang berkaitan dengan sitokin diaranya adalah Penyakit
keseimbangan Th1-Th2, syok septik dan sitokin pada kanker limfoid dan myeloid.
22
DAFTAR PUSTAKA
Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS (1994), Cytokines in Cellular and Molecular Immunology,
Internasional edition, WB Sounders Co, Philladelphia, London, Toronto, Monreal,
Sydney, Tokyo, p.240-260.
Handoyo I (2003), Pengantar imunoasai dasar, cetakan pertama, Airlangga University Press,
Surabaya, Indonesia.
Kresno SB (2001), Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium, edisi IV, Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia.
Roitt l, Brostoff J, Male D (2001), Cytokines and aytokines receptors in Immunology sixth
edition Billiere Tindal, Churchill. Livingstone. Mosby WB Saunders,p.119-129.
Theze J (1999), The Cytokine Network and Immune Functions, Oxford University Press, New
York.
Wallach D, Bigda J, Engelman H(1999), Tumor Necrosis Factor (TNF) Family and Related
Mollecules in The Cytokine network And Immune Functions by Theze. J. Oxford
University Press, New York. P. 51-84.
23
Wyllie et al (1999), Apoptosis and Carcinogenesis, Br J Cancer, July : 80 Suppl 1, p.34-7
24