“SITOKIN”
Dosen Pengampu :
Ritha Widyapratiwi, S.Si., MARS., Apt
Disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Imunologi
Disusun Oleh :
1. Fitrah Annisa 20334001
2. Nur Muchammad Irianto 20334713
3. Seva Ardiansyah 21334003
4. Fatimah Azzahra 21334007
5. Shafa Kamila Hidayat 21334014
6. Panji Asmoro 21334021
7. Rizky Ramadhan 22334734
8. Lukman Hakim 23334712
Kelas : K
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa juga kami mengucapkan banyak terima kasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan dukungan moril.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, untuk kedepannya kami berharap pembaca dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih atas perhatian, saran, dan kritik yang sangat
membangun bagi kami. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun pengetahuan
bagi pembacanya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
1.3. Tujuan................................................................................................................................. 4
ii
BAB I
PENDAHULUAN
3
menghancurkan kuman patogen secara langsung malalui fagositosis dan komplemen. Bahan
produksi yang dikeluarkan akibat aktivasi dari beberapa sel tersebut dinamakan sitokin.
1.3. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah :
1. Untuk memahami apa itu sitokin.
2. Untuk memahami sifat-sifat dari sitokin.
3. Untuk memahami fungsi dari sitokin.
4. Untuk memahami macam-macam dari sitokin.
5. Untuk memahami penyakit apa saja yang berhubungan dengan sitokin.
6. Untuk memahami bagaimana sitokin dalam pengobatan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTKA
Sedangkan Sitokin yang berefek tidak langsung mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Menginduksi ekspresi reseptor untuk sitokin lain atau bekerja sama dengan sitokin
lain dalam merangsang sel (sinergisme)
2. Mencegah ekspresi reseptor atau produksi sitokin (antagonisme)
1. Sitokin adalah polipeptida yang diproduksi sebagai respons terhadap rangsang mikroba
dan antigen lainnya dan antigen lainnya dan berperan sebagai mediator pada reaksi
imun dan inflamasi.
2. Sekresi sitokin terjadi cepat dan hanya sebentar, tidak disimpan sebagai molekul
preformed. Kerjanya sering pleiotropik (satu sitokin bekerja terhadap berbagai jenis sel
yang menimbulkan berbagai efek) dan redundan (berbagai sitokin menunjukkan
5
efek yang sama). Oleh karena itu, efek antagonis satu sitokin tidak akan menunjukkan
hasil nyata karena ada kompensasi dari sitokin yang lain.
3. Sitokin sering berpengaruh terhadap sintesis dan efek sitokin yang lain.
4. Efek sitokin dapat lokal atau sistemik.
5. Sinyal luar mengatur ekspresi reseptor sitokin atau respons sel terhadap sitokin
6. Efek sitokin terjadi melalui ikatan dengan reseptornya pada membran sel sasaran
7. Respons selular terhadap kebanyakan sitokin terdiri atas perubahan ekpresi gen
terhadap sel sasaran yang menimbulkan ekspresi fungsi baru dan kadang proliferasi sel
sasaran.
Sitokin merupakan protein pembawa pesan kimiawi, atau perantara dalam komunikasi
antarsel yang sangat poten, aktif pada kadar yang sangat rendah (10-10-10-15 mol/l dapat
merangsang sel sasaran). Reseptor yang diekspresikan dan afinitasnya merupakan faktor
kunci respons selular.
2.1.2 Sifat Sitokin
Sitokin memiliki sifat sebagai berikut :
• Pleiomorfik
Artinya sitokin tertentu dapat bekerja pada beberapa sel yang berbeda.
• Redundant (berlebihan)
Sejumlah sitokine mempunyai fungsi yang sama.
• Multifungsi
Artinya sitokine yang sama dapat mengatur beberapa fungsi yang berbeda.
Pada dasarnya sitikin berfungsi sebagai autokrin, namun pada kenyataannya juga
dapaat berfungsi sebagai parakrin ataupun endokrin. Dalam melaksanakan tugasnya,
sitokin dapat juga bekerja sebagai inhibitor ataau antagonis sitokin lain, bahkan dapat
pula menghambat kerja sitokin yang bersangkutan. Diketahui pula bahwa sitokin ikut
berperan dalam sistem imunitas alamiah maupun imunitas dapatan/spesifik.
6
macrophage colony-stimulating factor, interleukin-7 (IL-7), other colony stimulating
factors cytokines.
7
2. sitokin sebagai mediator dan regulator respon imun didapat
3. sitokin sebagai stimulator hematopoiesis.
Sitokin yang berperan sebagai mediator dan regulator respon imun alami dihasilkan
terutama fagosit mononuklear seperti makrofag dan sel dendrit dan sebagian kecil oleh
limfositT dan sel NK. Sitokin-sitokin tersebut diproduksi sebagai respon terhadap agen
molekul tertentu seperti LPS (Hpopoysaccharide), peptidoglykan monomers, teicoid acid dan
DNA double stranded. Beberapa sitokin yang penting adalah tumor necrosis factor (TNF), IL-
1, interferon gamma (IFN gamma), IL-6, IL-10,1L-12. Sitokin-sitokin yang berfungsi sebagai
mediator dan regulator respon imun didapat terutama diproduksi oleh limfosit T yang telah
mengenal suatu antigen spesifik untuk sel tersebut. Sitokine ini mengatur proliferasi dan
diferensiasi limfosit pada fase pengenalan antigen dan mengaktifkan sel efector. Bakteri atau
antigen yang berbeda akan merangsang sel T helper CD4+ untuk berdeferensiasi menjadi Th-
1 dan Th-2 yang mengahasilkan sitokin yang berbeda pula. Beberapa diantaranyayang penting
adalah : IL- 2, IL-4, IL-5, TGF (tranforming growth factor), IFN gamma, IL-13.Sedangkan
sitokin yang merangsang hematopoiesis yaitu sitokine diperlukan untuk mengatur
hematopoiesis dalam sumsum tulang. Beberapa sitokin yang diproduksi selama respon
imunitas alami dan didapat, merangsang pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel progenitor
sumsum tulang. CSF , IL-3, GM-CSF, G-CSF merupakan beberapa sitokin yang penting untuk
proses hemopoiesis.
Theze pada tahun 1999 menyatakan bahwa fungsi dasar sitokin yang diproduksi akibat
adanya respons terhadap rangsangan yang bersifat imunologik, berperan utama dalam
kelanjutan hidup sel, proliferasi sel, diferensiasi sel dan kematian sel.
Kondisi protektif tersebut tergambar juga pada peran sitokin IL-1β, TNF α , IFN γ
, GM-CSF dan G-CSF yang dapat memperpanjang umur PMN (polimorfonuklear) yang
sudah matang dalam sirkulasi. Oleh karena itu penghambatan proses apoptosismerupakan
fungsi utama yang sangat penting bagi sebagian sitokin, walaupun sampai
8
saat ini mekanisme peran sitokin dalam proses apoptosis belum semuanya jelas. Beberapa
data menyatakan adanya sitokin dalam proses apoptosis yaitu sebagai “anti apoptotic onco
protein” ditemukan dalam Bcl2.
Pengaruh berbagai sitokin atau reseptor sitokin dalam regulasi proliferasi selbanyak
diketahui, namun sampai saat ini mekanisme yang meningkatkan peran sitokin dalam
siklus sel belum diketahui secara jelas. Beberapa penelitian sedang (TNFR, atau p 55),
DR3, DR4, dan DR5. Semua reseptor tersebut membantu intra cytoplasmic death domain
yang memungkinkan terjadinya interaksi dengan death domain yang lain, seperti TRADD
dan FADD/MORT-1 yang akan bersamaan dengan TNFR-1 dan FAS secara berurutan.
TRADD adalah suatu molekul adaptor sebagai penghubung terjadinya interaksi
antara TNFR-1 dan FADD (fas associating death domain), kemudian FADD berinteraksi
melalui DED (death effector domain) yang homolog dengan efektor protease FLICE atau
caspase-8 yang merupakan elemen utama dari kaskade protease untuk terjadinya apoptosis.
Ini kelengkapan apoptosis terletak dalam ruang sitoplasma sel. Semua aktivasi
tergantung pada mekanisme yang rumit terutama rangsangan translokasi protein. Dasar
terjadinya apoptosis adalah keluarga cystein protease yang dinamakan caspases, dimana
kesemuanya bertanggung jawa pada pemecahan protein. Disini mitokondria sangat
berperan dalam aktivasi caspase dengan mengeluarkan cytochrome-c, akibat adanya
rangsang ke arah sitosol yang merupakan ko-faktor dari adaptor molekul APAF-1
(apoptotic protease activating factor-1). Selanjutnya keadaan ini dapat menimbulkan
aktivasi dari kaskade caspase, dengan akibat terjadinya kematian sel.
Pada golongan mamalia telah ditemukan sebanyak 14 caspase yang dapat dibagi
dalam 2 kelompok fungsi, yaitu: kelompok caspase sebagai inisiator, mis.APAF-1,
caspase-8, caspase-9, 10, kelompok caspase sebagai eksekutor/efektor, mis caspase-3,6
dan 7.
p53 adalah suatu protein yang berfungsi menghambat pertumbuhan sel tumor.
Hilangnya pelindung terhadap suatu gen, merupakan hal yang dianggap sangat penting
dalam timbulnya proses kasinogenesis. Protein p53 merupakan salah satu protein yang
dapat menghentikan untuk sementara proses pembelahan sel. Oleh karena itu diharapkan
sel masih dapat memperbaikinya dengan cara merubah DNA yaitu ke arah kelangsungan
hidup terus atau diarahkan ke-kematian sel secara apoptosis.
Pemilihan peran p53 dalam menentukan kearah perbaikan atau kematian sel,
mungkin dapat dilaksanakan dengan menentukan nilai ambang kerusakan sel, yang
merupakan nilai ambang untuk menentukan arah yang lebih efisien, antara kematian atau
perbaikan. Nilai ambang kerusakan, memang berbeda pada setiap sel atau tergantung
dimana stadium siklus sel tersebut terjadi kerusakan. p53 sangat penting pada kerusakan
9
DNA yang terjadi pada siklus G1 berhenti yang dimediatori oleh p21. p53 juga cukup
berperan dalam penghentian siklus G2 , namun tidak merupakan komponen penting.
Jika ditemukan p53 yang berkurang, maka sel tumor tidak akan mengalamai
apoptosis, sehingga keluar dari kendali, dan berkembang terus. Mutasi terbesar pada p53
yang terjadi pada tumor manusia terjadi pada DNA binding domain. Sehingga diduga
bahwa p53 dapat sebagai mediator yang kuat dalam menekan efek pertumbuhan melalui
mekanisme transkripsi.
TNF merupakan mediator utama pada respons terhadap bakteri gram negatif dan
berperan dalam respons imun bawaan terhadap berbagai mikroorganisme penyebab infeksi
yang lain, serta bertanggung jawab atas banyaknya komplikasi sistemik yang disebabkan
oleh infeksi berat. Semula TNF diidentifikasi sebagai mediator untuk nekrosis tumor yang
terdapat dalam serum hewan percobaan yang diberi lipo- polisakarida.
Ada dua bentuk TNF, yaitu TNF-α dan TNF-β. TNF-α diproduksi oleh berbagai
jenis sel termasuk makrofag, sel T, sel B dan sel NK. Pembentukannya terjadi akibat
respons terhadap rangsangan bakteri, virus dan sitokin lain, misalnya GM-CSF, IL-1, IL-
2, dan IFN-γ , kompleks imun, dan komponen komplemen. Sebaliknya, TNF- β disekresi
oleh sel T, sel B yang teraktivasi. TNF- β berada pada permukaan sel bila terikat pada
protein transmembran LT-β.
TNF-α dahulu dikenal dengan berbagai nama, yaitu cachectin, necrosin, macrofag
sitotoksin atau faktor sitotoksik. Bersama-sama dengan IFN-γ , TNF-α bersifat sitotoksik
bagi berbagai sel tumor. TNF-α juga terbukti merupakan modulator respons imun yang
kuat dalam menginduksi molekul adhesi, sitokin lain dan aktivasi neutrofil. TNF yang
diproduksi dalam jangka panjang/kronik, dengan konsentrasi rendah, dapat menimbulkan
tissue remodeling.
Selain itu TNF dapat berfungsi sebagai faktor angiogenesis dengan membentuk
pembuluh darah baru, serta dapat berfungsi sebagai faktor pertumbuhan fibroblast
(fibroblast growth factor, FGF), yang mengakibatkan pembentukan jaringan ikat. Jika
produksi TNF tetap berlanjut, jaringan-jaringan tersebut dapat merupakan jaringan lomfoid
baru tempat berkumpulnya sel limfosit B dan limfosit T. Beberapa efek yang dapat terjadi
pada TNF ligand dan reseptornya adalah efek aktivasi serta membantu proses mitogenik
sel terutama dalam sistem hematopoetik yaitu menginduksi terjadinya kematian sel,
menginduksi respons imun bawaan terutama dalam proses inflamasi, berperan dalam
respons imun dan proses organogenesis.
10
TNF-α mempunyai beberapa fungsi dalam proses inflamasi sebagai berikut:
meningkatkan peran pro trombotik dan merangsang molekul adhesi dari sel leukosit serta
menginduksi sel endotel, berperan dalam mengatur aktivasi makrofag dan respons imun
dalam jaringan, yaitu merangsang faktor pertumbuhan dan sitokin lain, berfungsi sebagai
regulator dari hematopoetik serta komitogen untuk sel T dan sel B serta aktivasi sel
neutrofil dan makrofag.
Oppenheim pada tahun 2001, menyatakan bahwa sintesa TNF-α berasal dari
propeptida dan kemudian diproses intraseluler, dan karena pengaruh TNF-α converting
enzyme (TACE) menjadi matang dan kemudian disekresikan.
Seperti halnya sitokin lain, dalam waktu yang sama terbentuk 2-3 ikatan TNF- yang
aktif dengan reseptornya, sebagai akibat adanya cross link dari reseptornya, yang kemudian
mengirim isyarat/sinyal ke dalam sel.
Terdapat dua reseptor TNF α yang telah terindentifikasi, yaitu TNFRI, dan TNFRII.
Pada TNFRI, setiap reseptornya mempunyai cytoplasmic domain yang besar danluas, serta
dapat mengirim isyarat melalui jalur NFkB yang sangat berperan dalam bidangimunologi.
Karena itulah TNFRI merupakan mediator utama dari aktivitas TNF, sedangkan TNFRII
hanya sebagai pelengkap.
Selain itu pada TNFRI, bagian sitoplasmiknya mempunyai rangkaian yang terdiri
dari 80 asam amino yang disebut dengan death domain, yang juga terdapat dalam FAS
protein (merupakan reseptor dari FASL). Death domain dan TNFRI serta FAS akan
berikatan dengan ligand masing-masing. Kejadian apoptosis yang akan terjadi akibat
ikatan antara TNF dan TNFRI serta FAS dengan FASL juga dapat terjadi akibat aktivasi
caspase-8 dengan semua kaskade caspase nya.
TNF α akan mengalami endositosis setelah berikatan dengan ligand. TNFRII akan
berikatan dengan TNF- α dengan kemampuan 10 kali lipat dibanding dengan reseptor
TNFRI. Reseptor TNFRI dan TNFRII ekspresinya dapat ditingkatkan melalui rangsangan
terhadap IL-2, sedangkan IFNγ akan merangsang TNFRII secara selektif. Adanya aktivasi
terhadap sel akan menyebabkan sel segera melepaskan reseptor TNF- α nya untuk
berikatan dengan TNF- α selama merespons inflamasi.
2.3.2 Interleukin 10
11
5. Hampir pada sebagian besar proses inflamasi, golongan sel monosit merupakan sumber
terbesar dari IL-10.
IL-10 dapat diinduksi seperti oleh kuman-kuman patogen yang akan mengaktivasi
monosit ataupun makrofag, seperti halnya komponen dinding bakteri, parasit intra seluler,
jamur, imunodefisiensi pada manusia dan EBV, kondisi stress seluler (hipoksia).
Dikatakan pula oleh Petrolani pada tahun 1999, bahwa sebenarnya TNF- α , IL-6,
IL-12, IFN, glukokortikoid, adrenalin, prostaglandin E dapat meningkatkan regulasi
sintesa IL-10 dari sel makrofag dan sel T.
Contohnya pada hipoksia, yang merupakan suatu stress seluler bersama dengan
sintesa IL-10, karena pada saat ini akan terjadi penambahan produksi adenosine-purine
nukleotida dan oksigen reaktif, yaitu H2O2, dimana akan terjadi peningkatan ekspresi IL-
10. Selain itu hal-hal lain yang dapat merangsang ekspresi IL-10 adalah cahaya ultra violet,
dimana akan terjadi akumulasi IL-10 di dalam keratinosit dansel makrofag. Di samping itu
ada beberapa obat yang meningkatkan prosuksi IL-10, seperti glukokortikoid, siklosporin,
anti psikosis serta anti depresan.
Di lain pihak, obat anti tumor/tellurium akan menghambat regulasi IL-10. IL-10
juga berpengaruh secara langsung terhadap de-aktivasi sel T, dengan cara mencegah
keluarnya IL-2, IL-5 dan IL-6 dari sel limfosit T. Selain itu adanya aktivasi yang kronis
dari klon sel T, maka IL-10 akan meningkatkan klon dari antigen yang spesifik dengan
kapasitas proliferasi yang rendah serta akan memproduksi IL-10 dan TGF γ yang tinggi.
IL-10 juga menunjukkan aktivitas imunostimulator, dimulai sejak IL-10
meningkatkan proliferasi dan aktivitas sitosolik sel limfosit T, serta merangsang
kemoatraktan. Secara bersamaan dikatakan, bahwa IL-10 dapat merangsang aktivasi sel
NK, dan meningkatkan rangsangan IL-2 terhadap proliferasi sel NK, serta sitotoksisitas
dan pengeluaran sitokin lain. Akhirnya IL-10 merupakan sitokin yang potensial terhadap
proliferasi dan faktor diferemsiasi terhadap sel limfosit B dalam mempromosikan sintesa
dari IgM, IgG dan IgA. Semua peran tersebut merupakan tugas IL-10 dalammeningkatkan
regulasi reseptor ekspresi dalam monosit, di samping mempertinggi antibody mediated
cellur cytotoxicity.
Il-10 juga diduga berfungsu sebagai pengontrol proses inflamasi, proses alergi.
Dugaan ini berdasarkan observasi yang menunjukkan bahwa IL-10 dapat menurunkan
regulasi produksi IL-5 oleh sel T. Sementara itu, IL-5 merupakan sitokin yang berperan
dalam diferensiasi dan aktivasi fungsi eosinofil, yaitu dengan mengontrol akumulasi
eosinofil dalam jaringan yang meradang. Saat ini dinyatakan bahwa eosinofil
mengekspresi fungsional CD40 pada permukaannya mengikatnya dengan antibodi yang
spesifik (natural ligand), untuk memperpanjang kehidupannya.
Dalam konsentrasi yang rendah aktivasi IL-10 hampir sama dengan glukokortikoid,
dengan menurunkan ekspresi CD40 dan mempercepat kematian sel eosinofil, keadaan ini
menambahkan peran IL-10 pada resolusi dari inflamasi eosinofilik. Seperti halnya
eosinofil, maka sel mast juga sangat berperan sebagai sel efektor pada respons alergi.
Keadaan ini terjadi akibat kemampuannya meningkatkan beberapa sitokin dalam
pengerahan sel eosinofil dan aktivasi jaringan target, terutama IL-3, IL-4, IL-5,
12
GM-CSF dan TNF- α . secara langsung maupun tidak langsung. Walaupun sampai sekarang
efek IL-10 terhadap terjadinya apoptosis masih kontroversial, namun menurut Petrolani,
IL-10 dapat memperbesar harapan hidup sel dengan cara meningkatkan protein anti
apoptosis Bcl2.
13
Respoms imun nonspesifik dini yang penting terhadap virus dan bakteri berupa sekresi
sitokin yang diperlukan untuk fungsi banyak sel efektor. Interaksi antigen dan makrofag dan
yang menimbulkan aktivasi Th menimbulkan pelepasan sejumlah sitokin dan menimbulkan
jaring interaksi kompleks dalam respons imun.
14
1. IL-2
IL-2 adalah faktor pertumbuhan untuk sel T yang dirangsang dan berperan pada
ekspansi klon sel T setelah antigen dikenal. IL-2 meningkatkan proliferasi dan
diferensiasi sel imun lain (sel NK, sel B). IL-2 meningkatkan kematian apoptosis sel T
yang diaktifkan antigen melalui Fas. Fas adalah golongan reseptor TNF yang
diekspresikan pada permukaan sel T.
IL-2 merangsang proliferasi dan diferensiasi sel T, sel B dan NK. IL-2 juga
mencegah respons imun terhadap antigen sendiri melalui peningkatan apoptosis sel T
melalui Fas dan merangsang aktivitas sel T regulatori.
2. IL-4
IL-4 merupakan stimulus utama produksi IgE dan perkembangan Th2 dari sel CD4+
naif. IL-4 merupakan sitokin petanda sel Th2. IL-4 merangsang sel B meningkatkan
produksi IgG dan IgE dan ekspresi MHC-II. IL-4 merangsang isotipe sel B dalam
pengalihan IgE, diferensiasi sel T naif ke subset Th2. IL-4 mencegah aktivasi makrofag
yang diinduksi IFN-γ dan merupakan GF untuk sel mast terutama dalamkombinasi dengan
IL-3.
3. IL-5
IL-5 merupakan aktivator pematangan dan diferensiasi eosinofil utama dan
berperan dalam hubungan antara aktivasi sel T dan inflamasi eosinofil. IL-5 diproduksi
subset sel Th2 (CD4+) dan sel mast yang diaktifkan. IL-5 mengaktifkan eosinofil.
4. IFN-γ
IFN-γ yang diproduksi berbagai sel sistem imun merupakan sitokin utama MAC
dan berperan terutama dalam imunitas nonspesifik dan spesifik selular. IFN-γ adalah
sitokin yang mengaktifkan makrofag untuk membunuh fagosit. IFN-γ merangsang ekspresi
MHC-I dan MHC-II dan kostimulator APC. IFN-γ meningkatkan diferensiasi selCD4+ naif
ke subset sel Th1 dan mencegah proliferasi sel Th2.
5. TGF-β
Efek utama TGF-β adalah mencegah proliferasi dan aktivasi limfosit dan leukosit
lain. TGF-β merangsang produksi IgA melalui induksi dan pengalihan sel B.
6. Limfotoksin
LT diproduksi sel T yang diaktifkan dan sel lain. LT mengaktifkan sel endotel dan
neutrofil, merupakan mediator pada inflamasi akut dan menghubungkan sel T dengan
inflamasi. Efek ini sama dengan TNF.
7. IL-13
IL-13 memiliki struktur homolog dengan IL-4 yang diproduksi sel CD4+ Th2. IL-
13-R ditemukan terutama pada sel nonlimfoid seperti makrofag. Efek utamanya adalah
mencegah aktivasi dan sebagai antagonis IFN-γ. IL-13 merangsang produksi mukus oleh
sel epitel paru dan berperan pada asma.
8. IL-16
IL-16 diproduksi sel T yang berperan sebagai kemoatraktan spesifik eosinofil.
9. IL-17
15
IL-17 diproduksi sel T memori yang diaktifkan dan menginduksi produksi sitokin
proinflamasi lain seperti TNF, IL-1 dan kemokin.
10. IL-25
IL-25 memiliki struktur seperti IL-17, disekresi sel Th2 dan merangsang produksi
sitokin Th2 lainnya seperti IL-4, IL-5 dan IL-13. IL-17 dan IL-25 diduga berperan dalam
meningkatkan reaksi inflamasi yang sel T dependen bentuk lain.
16
Jalur jak – STAT Reseptor sitokin tipe I dan Ikatan famili proteinadaptor
II TRAF aktivasi faktor
transkripsi
17
2.9. Sitokin Dalam Pengobatan
Dengan teknik rekombinan DNA, sitokin dapat diproduksi dalam jumlah besar. Sitokin
dapat digunakan sebagai pengganti komponen sistem imun yang imunokompromais atau untuk
mengerahkan sel-sel yang diperlukan dalam menanggulangi defisiensi imun primer atau
sekunder, merangsang sel sistem imun dalam respons terhadap tumor, infeksi bakteri atau virus
yang berlebihan. Rekombinan anti-sitokin telah diproduksi dan digunakan untuk mengontrol
penyakit autoimun dan keadaan dengan sistem imun yang terlalu aktif/patologik seperti alergi.
Sitokin dapat digunakan bersamaan dengan imunoterapi. Limfosit dari penderita dengan
tumor dapat dibiakkan dalam lingkungan IL-2 untuk mengaktifkan LAK yang sitotoksik
terutama sel NK. Kemudian sel tersebut diinfuskan kembali ke penderita dengan tumor tadi.
18
BAB III
KESIMPULAN
3.1 KESIMPULAN
Sitokin adalah keluarga protein sebagai mediator dan regulator respon imun alami dan
didapat. Sitokin bekerja saling berinteraksi satu sama lain sehingga membentuk konsep "network".
Sitokin yang sama diproduksi oleh banyak sel. Dan sitokin tertentu bisa bekerja pada banyak sel.
Sitokine diproduksi sebagai respon terhadap inflamasi dan antigen, pada umumnya bekerja seperti
autokrin, parakrin dengan mengikat reseptor yang mempunyai affinitas tinggi pada sel
target.Sitokin memiliki beberapa fungsi diantaranya adalah mempunyai fungsi lebih dari satu
(Pleiotrophy), persamaan efek imunologis dari berbagai sitokin (Redundancy), sitokin bekerja
dalam kisaran monomolar sampai fentomolar (Potency), dilepaskan secara berurutan dan sinergis,
tetapi aksinya dapat dihambat oleh sitokin lainnya (Cascade).
Ada beberapa macam sitokin, diantaranya adalah Tumor Necrosis Factor (TNF),
Interleukin 10 dan Transforming Growth Factor (TGF-).Ada beberapa penyakit yang berkaitan
dengan sitokin diaranya adalah Penyakit keseimbangan Th1-Th2, syok septik dan sitokin pada
kanker limfoid dan myeloid. Rekombinan anti-sitokin telah diproduksi dan digunakan untuk
mengontrol penyakitautoimun dan keadaan dengan sistem imun yang terlalu aktif/patologik seperti
alergi. Sitokin dapat digunakan bersamaan dengan imunoterapi.
19
DAFTAR PUSTAKA
Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS (1994), Cytokines in Cellular and Molecular Immunology,
Internasional edition, WB Sounders Co, Philladelphia, London, Toronto, Monreal, Sydney,
Tokyo, p.240-260.
Handoyo I (2003), Pengantar imunoasai dasar, cetakan pertama, Airlangga University Press,
Surabaya, Indonesia.
Kresno SB (2001), Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium, edisi IV, Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia.
Roitt l, Brostoff J, Male D (2001), Cytokines and aytokines receptors in Immunology sixth edition
Billiere Tindal, Churchill. Livingstone. Mosby WB Saunders,p.119-129.
Theze J (1999), The Cytokine Network and Immune Functions, Oxford University Press, New
York
Wallach D, Bigda J, Engelman H(1999), Tumor Necrosis Factor (TNF) Family and Related
Mollecules in The Cytokine network And Immune Functions by Theze. J. Oxford
University Press, New York. P. 51-84.
Wyllie et al (1999), Apoptosis and Carcinogenesis, Br J Cancer, July : 80 Suppl 1.
20