Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH OBAT INFLAMASI

MATERI II
MEDIATOR INFLAMASI

Disusun oleh Kelompok 1

Obat Inflamasi - C

Abiyyu Ghulam 1706034155


Dimas Sukma Sajati 1706078586
Emilia Elfa 1706034035
Farah Salsabila 1706974416
Gracia Marisi 1706034060
Jihan Namirah 1706974460
Karina Zulkifli Putri 1706974486
Luciana Fransisca 1706034136
Yumna Nabila Fanani 1706034331

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK, FEBRUARI 2019


ABSTRAK

Respons inflamasi merupakan aspek penting dari respons terhadap jaringan yang
merusak. Respons kompleks ini melibatkan sel-sel leukosit seperti makrofag, neutrofil, dan
limfosit, juga dikenal sebagai sel-sel inflamasi. Menanggapi proses inflamasi, sel-sel ini
melepaskan zat khusus yang termasuk amina dan peptida vasoaktif, eikosanoid, sitokin
proinflamasi, dan protein fase akut, yang memediasi proses inflamasi dengan mencegah
kerusakan jaringan lebih lanjut dan pada akhirnya menghasilkan penyembuhan dan
pemulihan fungsi jaringan. Ulasan ini membahas peran sel-sel inflamasi serta produk
sampingannya dalam mediasi proses inflamasi.

Kata kunci: sitokin, mediator inflamasi, respons inflamasi, mekanisme aksi

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ....................................................................................................... i

Abstrak .................................................................................................................. ii

Daftar Isi ................................................................................................................ iii

Kata Pengantar ....................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 4
2.1 Cell Derived Mediator ................................................................................ 4
2.2 Plasma Derived Mediator ........................................................................... 18

BAB III PENUTUP ............................................................................................... 29


3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 29
3.2 Saran .......................................................................................................... 30

Daftar Pustaka ........................................................................................................ 31

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan dan
mencurahkan berkah serta rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah
ini. Tak sedikit kendala yang kami alami dan hadapi dalam penyelesaian makalah ini, namun
semua itu tidaklah menurunkan niat kami untuk dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa
ucapan terima kasih kami ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam
proses pembuatan hingga penyelesaian makalah ini yakni antara lain:

1. Tuhan Yang Maha Esa,


2. Dr. Anton Bachtiar, S.Si., M.Si. selaku dosen pengajar mata kuliah Obat
Inflamasi paket C, dan
3. Keluarga yang mendukung baik secara materi, maupun non materi.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan dalam penulisan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, Penulis dengan
senang hati menerima segala kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan
dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya.

Depok, 26 Februari 2019

Penulis

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, tubuh kita pasti mengeluarkan respon terhadap suatu
paparan. Jika kita memakan makanan yang mengandung alergen, maka tubuh kita akan
beraksi, seperti kemerahan, gatal, bengkak dan lain-lain atau bila tertusuk paku, maka respon
dari tubuh, yaitu kemerahan dan timbul rasa sakit.

Semua respon tersebut dilakukan oleh tubuh utnuk mengembalikan homeostasis tubuh
yang terganggu akibat adanya intervensi dari luar tubuh. Tetapi, respon tubuh tersebut
terkadang berlebihan atau mengangganggu. Untuk itu, diperlukan beberapa treatment untuk
membantu tubuh mengembalikan homeostasis. Oleh karena itu, kita harus mengetahui
bagaimana proses terjadinya respon agar mengetahui treatment yang tepat untuk mengatasi
respon berlebihan. Respon tersebut yang dimaksud dengan inflamasi.

Selain itu, sebagai mahasiswa farmasi, kita harus mempelajari berbagai macam
golongan obat berdasarkan golongan penyakitnya, salah satunya obat inflamasi. Tujuan
pembelajaran yang harus dicapai dalam mata kuliah obat inflamasi adalah mampu
menjelaskan patofisiologi penyakit yang disebabkan oleh inflamasi, serta mampu
menjelaskan obat dan mekanismenya yang digunakan untuk mengatasi penyakit tersebut.

Oleh karena itu, sebelum mempelajari obat-obat untuk inflamasi beserta


mekanismenya, kita harus memahami terlebih dahulu bagaimana proses inflamasi yang
terjadi dalam tubuh kita. Inflamasi adalah respon perlindungan menggunakan elemen darah,
leukosit, protein atau mediator lain pada jaringan yang terluka. Inflamasi tersebut dimediasi
oleh mediator-mediator tubuh, seperti histamin, serotonin, prostaglandin, leukotrien dan lain-
lain. Hal tersebut perlu dipelajari untuk memahami secara umum proses inflamasi dan
mediator-mediator yang berperan dalam inflamasi.

Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Obat Inflamasi untuk topik
Mediator Inflamasi, sekaligus memberikan ringkasan pelajaran agar mudah dipahami oleh
mahasiswa lain.

1
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :

1. Apakah yang dimaksud dengan mediator inflamasi?

2. Apa saja jenis mediator inflamasi?

3. Bagaimana proses sintesis dan metabolisme histamin?

4. Bagaimana mekanisme kerja histamin sebagai mediator inflamasi?

5. Bagaimana proses sintesis dan metabolisme serotonin?

6. Bagaimana mekanisme kerja serotonin sebagai mediator inflamasi?

7. Bagaimana proses sintesis dan metabolisme leukotrien?

8. Bagaimana mekanisme kerja leukotrien sebagai mediator inflamasi?

9. Bagaimana proses sintesis dan metabolisme prostaglandin?

10. Bagaimana mekanisme kerja prostaglandin sebagai mediator inflamasi?

11. Bagaimana proses sintesis dan metabolisme sitokin?

12. Bagaimana mekanisme kerja sitokin sebagai mediator inflamasi?

13. Bagaimana proses sintesis dan metabolisme sistem komplementer?

14. Bagaimana mekanisme kerja sistem komplementer sebagai mediator inflamasi dan
bagaimana cara pengaktifan sistem komplementer?

15. Bagaimana proses sintesis dan metabolisme sistem kinin?

16. Bagaimana mekanisme kerja sistem kinin sebagai mediator inflamasi?

1.3 Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut.
a. Mengetahui jenis-jenis mediator inflamasi, baik berasal dari sel(amin vasoaktif,
metabolit asam arakidonat, dan sitokin) maupun cairan plasma(komplemen dan
kinin).

2
b. Memahami sumber, reseptor, macam, dan mekanisme kerja histamin dan
serotonin sebagai mediator inflamasi amin vasoaktif
c. Memahami sumber, reseptor, macam, dan mekanisme kerja leukotrien dan
prostaglandin sebagai mediator amin inflamasi metabolit asam arakidonat
d. Memahami sumber, reseptor, macam, dan mekanisme kerja interleukin dan TNF-
α sebagai mediator inflamasi sitokin
e. Memahami sumber, reseptor, macam, dan mekanisme kerja sistem komplemen
dan sistem kini sebagai mediator yang berasal dari cairan plasma.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Cell Derived Mediator

Inflamasi atau peradangan adalah respons perlindungan menggunakan elemen darah,


leukosit, protein atau mediator lain pada jaringan yang terluka. Sedangkan, infeksi
merupakan penyakit yang disebabkan karena adanya mikroba patogen. Infeksi dan inflamasi
adalah dua hal yang berbeda, tetapi saling berkaitan. Ketika seseorang mengalami infeksi,
dapat dikatakan orang tersebut mengalami inflamasi. Namun, berbeda ketika seseorang
mengalami inflamasi, belum tentu orang tersebut terkena infeksi. Contohnya, seseorang yang
tertusuk paku bersih hanya akan mengalami inflamasi. Jika orang tersebut tertusuk paku yang
berkarat dan kotor, kemungkinan ia terkena infeksi akan lebih besar. Pada paku berkarat,
terdapat bakteri, salah satunya adalah bakteri Clostridium tetani yang dapat menyebabkan
penyakit tetanus apabila lukanya tidak dibersihkan dengan segera.

Inflamasi terjadi ketika jaringan rusak dan teriritasi. Akibatnya, mediator inflamasi
akan dilepas, sehingga menghasilkan berbagai efek pada tubuh, seperti kemerahan, rasa
panas, pembengkakan, dan rasa sakit.

Mediator inflamasi terbagi menjadi dua, yaitu cell derived (berasal dari sel) dan
plasma-protein derived (berasal dari protein plasma). Mediator inflamasi yang bersal dari sel
terbagi menjadi amin vasoaktif yang terdiri dari histamin dan serotin, metabolit asam
arakidonat yang terbagi menjadi leukotrien dan prostalandin, dan sitokin yang terdiri dari
interleukin dan TNF-alfa. Sedangkan, mediator yang berasal dari plasma protein terbagi
menjadi sisttem komplemen dan sistem kinin.

Masing-masing mediator memiliki peranan yang berbeda. Contohnya, ketika sel


tertusuk paku, membran sel akan rusak dan menyebabkan fosfolipid terbuka. Kemudian,
fosfolipase a2 aktif yang mengubah fosfolipid menjadi asam arakidonat. Asam arakidonat
berikatan dengan enzim oksigenase membentuk prostaglandin serta berikatan dengan enzim
lipooksigenase membentuk leukotrien. Metabolisme arakidonat tersebut bertujuan untuk
mencegah agregasi platelet supaya tidak terjadi penyumbatan. Mekanisme dari prostaglandin
dan leukotrien akan dibahas secara detail dalam penjelasan berikut ini beserta penjelasan
mediator inflamasi lainnya.

4
2.1.1 Metabolit asam arakhidonat

Asam arakhidonat merupakan asam lemak tak jenuh ganda C-20 yang
menghasilkan eicosanoid (metabolit) berupa prostaglandin, tromboksan, leukotriene,
dan lipoksin. Asam Arakidonat adalah salah satu mediator dalam inflamasi
(peradangan) yang kerjanya secara local. Asam Arakidonat dan metabolitnya dapat
memediasi hampir setiap langkah peradangan seperti tabel di bawah ini:

Asam arakidonat dihasilkan dari diet linoleate asam dan hadir dalam tubuh
terutam dalam bentuk esterifikasi sebagai komponen fosfolipid membran sel. Ketika
kulit terluka, terdapat stimulus yang akan mengaktivasi fosfolipase A2 untuk
mengubah fosfolipid yang ada pada membrane menjadi Asam Arakidonat. Bentuknya
dilepaskan dari fosfolipid melalui aksi fosfolipase seluler yang telah diaktifkan oleh
rangsangan mekanis, kimia, atau fisik, atau dengan mediator peradangan seperti C5a.
Metabolisme asam arakidonat dapat melalui dua jalur, sikloogsigenase dan
lipoksigenase. Keduanya di katalisis oleh enzim siklooksigenase atau lipoksigenase
yang nantinya akan berikatan dengan Asam Arakidonat. Jika enzim yang teraktivasi
adalah siklooksigenase, asam arakidonat akan diubah menjadi metabolitnya seperti
prostaglandin dan tromboksan. Jika enzim yang teraktivasi adalah lipoksigenase,
asam arakidonat akan diubah menjadi metabolitnya berupa leukotriene dan lipoksin.

5
2.1.2.1 Prostaglandin

Membran sel yang rusak dapat mengaktifkan enzim phospholipase


yang membuat membrane sel tersebut berubah menjadi asam arakhidonat.
Asam arakhidonat ini akan melewati siklus oksigenase akan menghasilkan
prostaglandin. Asam arakhidonat dengan bantuan enzim COX1 dan COX2
akan drubah menjadi PGG2. PGG2 dengan bantuan hidroperoksidase
menghasilkan PGH2. PGH2 dengan banuan enzim TXA sintase diubah
menjadi TXA2. PGH2 dengan bantuan enzim mPGE sintase dan cPGE sintase
diubah menjadi PGE2. PGH2 dengan bantuan enzim PGF sintase diubah
menjadi PGF2. PGH2 dengan bantuan enzim L-PGD sinase dan H-PGD
sintase diubah menjadi PGD2. PGH2 dengan bantuan PGI sintase diubah
PGI2.

6
7
TXA2 merupakan produk yang dihasilkan paling awal jika
terjadi inflamasi khususnya saat dinding pembuluh darah terluka.
TXA2 berfungsi sebagai agregat plateletaggregasi dan vasokonstriktor.
Setelah dinding sel yang terluka kembali normal, PG1,PGD2, dan
PGE2 akan membuat pembuluh darah yang tadinya dalam keadaan
vasokontriksi berubah menjadi vasodilatasi dan meningkatkan
permeabilias vaskuler. PGI2 juga berfungsi untuk menginhibisi
agregasi platelet.

8
Reseptor Prostaglandin

Derivat prostaglandin memiliki reseptor-reseptorr yang khusus


untuk dirinya sendiri. Reseptor-reseptor tersebut ada beberapa efeknya
yang sama ada juga yang menimbulkan efek yang berbeda. Reseptor
yang berpengaruh pada proses inflamasi adalah resepor DP1, EP2,
EP4, dan IP. Apabila prostaglandin menempel pada reseptor-reseptor
tersebut akan membuat otot polos pada pembuluh darah berdilatasi.
Hal ini terjadi karena adanya peningkatan cAMP pada otot polos yang
akan membuat otot polos tersebut berdilatasi. Apabila otot polos pada
pembuluh darah berdilatasi, hal itu akan membuat pembuluh darah
melebar. Apabila pembuluh darah melebar, hal itu dapat menyebabkan
peningkatan permeabilitas vascular dan juga edema karena volume
dalam pembuluh darah bertambah banyak.

2.1.2.2 Leukotrien

Prekursor biosintesis leukotrien adalah asam arakidonat yang


dilepaskan dari fosfolipid oleh aksi fosfolipase A2, dan ini ditindaklanjuti oleh

9
enzim yang terletak di retikulum endoplasma (ER) atau membran nuklear,
masing-masing memiliki stereospesifitas tinggi, dimulai dengan 5-
lipoksigenase (5-LOX). Leukotrien seri 3 dan 5 kurang diteliti dan memiliki
asam 5,8,11-eicosatrienoic dan 5,8,11,14,17-eicosapentaenoic, masing-
masing, sebagai prekursor. Pada manusia, 5-LOX diekspresikan terutama
dalam sel-sel asal myeloid (neutrofil, eosinofil, monosit-makrofag, dan sel
mast) dan dalam sel foam jaringan aterosklerotik (pada sel lain, sintesis
dihambat oleh metilasi DNA). Dalam sel yang beristirahat, 5-LOX terjadi baik
dalam sitosol atau dalam nukleus sebagai enzim yang larut, tergantung pada
jenis sel, tetapi sebagai respons terhadap aktivasi sel, ia bermigrasi dengan
fosfolipase A2 ke retikulum endoplasma dan membran perinuklear di mana
yang terakhir membebaskan asam arakidonat dari fosfolipid untuk
metabolisme. Ini diaktifkan oleh fosforilasi di berbagai situs. 5-LOX memiliki
struktur yang mirip dengan lipoksigenase lain dan mengandung domain
katalitik α-heliks yang mengandung besi non-heme dan domain N-terminal
yang berikatan dengan kalsium dan fosfatidilkolin zwitterionik dalam
membran (tetapi bukan fosfolipid kationik). Berbeda dengan prostaglandin,
peningkatan asam arakidonat saja tidak cukup untuk menginduksi sintesis
leukotrien. Sintesis leukotrien kecil terjadi pada sel-sel yang beristirahat, tetapi
ia dirangsang oleh peristiwa seluler yang meningkatkan kadar ion kalsium,
dan aktivitas enzim juga diatur oleh fosforilasi pada tiga residu serin oleh
kinase spesifik. Enzim diregenerasi setelah setiap siklus katalitik baik oleh
mono-oksigenase atau mekanisme sintase LTA4.

Biosintesis Leukotriene

Pada langkah pertama dari reaksi bersama dua tahap dalam biosintesis
leukotrien, 5-LOX yang tertanam dalam membran menghasilkan asam 5-
HPETE dengan reaksi dioksigenasi, yaitu penggabungan satu molekul oksigen
pada posisi C-5. Agar berfungsi dengan baik pada langkah kedua, 5-LOX
membutuhkan kehadiran dua protein tambahan yang juga tertanam di dalam
membran FLAP (five-lipoxygenase activating protein) dan CLP (coactosin-
like protein). Diyakini bahwa FLAP ada sebagai trimer, yang mengandung

10
kantong pengikat untuk asam arakidonat, dari mana yang terakhir dapat
berinteraksi dengan domain katalitik 5-LOX dan memungkinkan transfer ke
situs aktifnya. FLAP juga dapat mempromosikan penggabungan fungsional
fosfolipase A2 (cPLA2) ke 5-LOX pada membran (baik cPLA2 dan 5-LOX
bergantung pada Ca2+).

5-HPETE dapat dilepaskan seperti itu dan direduksi menjadi asam 5S-
hydroxy-eicosatetraenoic (5-HETE), tetapi dengan bantuan FLAP dan CLP, 5-
LOX mampu mengkatalisasi transformasi 5-HPETE menjadi leukotriene A4
(LTA4), yang merupakan leukotrien pertama. Meskipun LTA4 sangat tidak
stabil dengan waktu paruh hanya beberapa detik pada pH 7,4 in vitro, ia stabil
sampai batas tertentu dalam sel dengan mengikat albumin atau protein lain
yang menghilangkan air dari lingkungan terdekat dari struktur epoksida.
Meskipun tampaknya tidak memiliki fungsi biologis sendiri, itu adalah
perantara penting dalam sintesis leukotrien lain dan lipoksin.

Reaksi enzimatik yang mengarah ke asam dihidroksi LTB4 dan


peptida-leukotrien, terutama LTC4, jauh lebih penting dari sudut pandang
biologis dan sintesisnya dikendalikan oleh lokasi enzim untuk setiap produk
dalam jenis sel tertentu pada manusia. Hidrolisis LTA4 dikatalisis oleh LTA4
hidrolase (LTA4H), sebuah protein metalo yang bergantung pada seng, yang
memiliki aktivitas ganda sebagai aminopeptidase dan terletak terutama dalam
neutrofil. Tidak seperti kebanyakan enzim lain yang terlibat dalam 'leukotriene
cascade', ia hadir dalam sitosol sel sehingga harus ada beberapa mekanisme
untuk memastikan bahwa itu dekat dengan membran nuclear di mana langkah-
langkah lain dalam proses terjadi. Produk ini adalah LTB4. LTA4H memiliki
spesifisitas tinggi untuk substratnya LTA4, dan mengalami inaktivasi bunuh
diri selama katalisis. Belum ditentukan bagaimana molekul labil seperti LTA4
ditransfer dari 5-LOX ke LTA4H dan bagaimana produk LTB4 diangkut ke
membran plasma untuk diekspor.

Lintasan kedua untuk metabolisme LTA4 menonjol pada sel yang


mengekspresikan enzim LTC4 synthase atau glutathione-S-transferase, yang
ditemukan pada sel nuklear dan menambahkan tripeptide glutathione (γ-
glutamyl-cysteinyl glycine) ke karbon-6 hingga menghasilkan peptido-

11
leukotrien C4, 'cysteinyl leukotriene'; FLAP sekali lagi penting untuk reaksi.
Enzim ini ditemukan terutama dalam sel-sel kekebalan tubuh, seperti sel mast,
eosinofil dan monosit, tetapi juga terdapat dalam trombosit dan sel epitel.
Reaksi selanjutnya dengan γ-glutamyl-transpeptidase dalam sitosol
dihilangkan residu asam glutamat untuk menghasilkan LTD4, yang
ditindaklanjuti oleh dipeptidase untuk menghasilkan LTE4.

2.1.2 Amin vasoaktif

2.1.1.1 Serotonin

Serotonin atau 5-hidroksitriptamin adalah suatu molekul


neurotransmitter dan hormon yang mengatur berbagai macam fungsi
fisiologis dalam tubuh pada sistem saraf pusat dan sitem organ masing-
masing. Periferal 5-HT sebagian besar diproduksi oleh sel enterochromaffin
(EC) saluran gastrointestinal (GI). Sel-sel ini menghasilkan jauh lebih banyak
5-HT daripada sel-sel saraf dan sel-sel lainnya, sehingga membuat sel EC
sebagai sumber utama amina biogenik ini dalam tubuh manusia. Periferal 5-
HT juga merupakan modulator imun yang kuat dan memengaruhi berbagai
sel imun melalui reseptornya dan melalui proses serotonylation yang baru-
baru ini diidentifikasi (M. S. Shajib dan W. I. Khan 2014).

12
Biosintesis dan Metabolisme

Biosintesis

5-hidroksitriptamin atau serotonin merupakan senyawa indolamin [3-


(β-aminoetil)-5-hydroksiindol] yang diproduksi dari senyawa prekusor asam
amino triptopan. Biosintesis 5-HT dari triptofan terjadi dalam dua langkah
enzimatik. Pada langkah pertama, triptopan dihidroksilasi oleh enzim
triptopan hidroksilase (TPH) untuk menghasilkan 5-hidroksitriptopan (5-
HTP). Pada langkah kedua, 5-HTP yang baru terbentuk didekarboksilasi oleh
asam amino dekarboksilase aromatik (AADC) menghasilkan 5-HT.

Metabolisme
5-HT adalah molekul yang memiliki umur yang sangat pendek,
karena akan langsung dimetabolisme setelah fungsinya tercapai. Sebagian
besar 5-HT dimetabolisme oleh enzim monoamin oksidase (MAO). MAO
melalui deaminasi oksidatif memetabolisme 5-HT menghasilkan 5-
hidroksiindoleasetaldehid dan produk akhir dari proses ini adalah asam 5-
hidroksiindolasetat (5-HIAA) yang dioksidasi oleh enzim dehidrodenase atau
hasil akhir berupa 5-hidroksitriptopol. sebagian besar metabolit berupa 5-
hidroksiindolasetat yang diekskresikan terutama dalam urin.

Reseptor Serotonin
Reseptor serotonin merupakan reseptor membran plasma yang
dapat berupa kanal ion (ionotropik) atau berupa reseptor terkait

13
protein G (metabotropik). Berdasarkan jalur transduksi sinyal
interseluler yang diaktivasi, reseptor serotonin diklasifikasikan ke dalam
tujuh kelompok (seperti tertera pada Tabel 1) dan hampir semua jenis
reseptor ini diekspresikan pada sistem saraf pusat, terutama bagian dentate
gyrus (DG) hipokampus (Smith, 2002; Djavadian, 2004).

Reseptor 5-HT1A, 5-HT4, dan 5-HT6 diekspresikan di berbagai


daerah otak yang diinervasi oleh neuron serotonergik yang berasal dari raphe
nukleiserta berasosiasi dengan pembelajaran dan memori (King dkk, 2008).
Reseptor 5-HT1A memengaruhi aktivitas neuron glutamatergik, kolinergik,
dan mungkin GABAergik pada korteks serebral, hipokampus, dan proyeksi
septohippocampal yang berperan dalam pembentukan memori baik deklaratif
maupun nondeklaratif (Orgen dkk, 2008).
Aktivasi reseptor 5-HT2A pada terminal akson kolinergik dan
glutamatergik dapat meningkatkan penglepasan neurotransmiter asetilkolin
dan glutamat. Peningkatan kadar kedua neurotransmiter ini sangat berperan
dalam pembentukan memori, proses LTP, serta proses pembelajaran
(Harvey, 2003).
Serotonin yang terikat pada reseptor 5-HT3 akan berperan sebagai
ligan terhadap kanal ion Na+dan Ca2+sehingga menginduksi bukaan ion dan
influks kedua ion tersebut (Harrell dan Andrea, 2003). Karena
karakteristiknya tersebut, reseptor ini sangat berperan dalam menyebabkan
depolarisasi pada neuron pascasinaps. Peningkatan bukaan kanal ion
Ca2+oleh aktivasi reseptor ini juga dapat meningkatkan penglepasan
neurotransmiter dari vesikel sinaps, terutama neurotransmiter eksitatorik,
enkefalin, dan gamma-aminobutyric acid (GABA) (Fukushima dkk, 2009).

14
Sementara itu, aktivasi reseptor 5-HT4 akan meningkatkan produksi
cAMP dan protein kinase A (PKA) serta mengaktivasi jalur extracellular
signal-regulated kinases (ERK) untuk mengontrol proses pembentukan
memori (Barthet dkk, 2007).
Kelompok reseptor serotonin yang lain, 5-HT6, dapat
memengaruhitransmisi beberapa macam nuerotransmiter yang berperan
penting dalam memori ketika teraktivasi, di antaranya memengaruhi
transmisi asetilkolin, glutamat, GABA, epinefrin, dan norepinefrin (Mitchell,
2005).

Mekanisme Kerja Serotonin

Ketika endothelium di pembuluh darah mengalami kerusakan. Akan


terjadi agregasi platelet sebagai bentuk tubuh dalam melakukan
homeostatisnya.
Maka akan terjadi pelepasan 5-HT sebagai respon dari adanya cedera
mekanik pada pembuluh darah. 5-HT memiliki 3 tindakan lokal, bergantung
pada reseptornya. 5-HT berinteraksi dengan reseptor 5-HT 2A, yang terjadi:
1. Umpan balik pada trombosit (perubahan bentuk/ percepatan agregasi),
membentuk trombus dan terjadi homeostasis.
2. Vasokonstriksi : 5-HT mengikat reseptor 5-HT2A platelet dan
memunculkan respons agregasi lemah yang ditandai dengan jelas dengan
adanya kolagen. Jika pembuluh darah rusak terluka ke kedalaman di
mana otot polos vaskular terkena, 5-HT memberikan efek
vasokonstriktor langsung, sehingga berkontribusi terhadap hemostasis.

15
3. 5-HT berinteraksi dengan reseptor 5-HT1. Terjadi vasodilatasi:
merangsang endotelium untuk memproduksi NO & melawan tindakan
vasokonstriktornya

2.1.1.2 Histamin

Histamin adalah suatu molekul hidrofilik yang mengandung cincin


imidazol dan gugus amin. Histamin merupakan suatu molekul signaling
untuk proses inflamasi. Umumnya histamin berada di sel mast yang banyak
terdaat di jaringan ikat di bawah kulit, bronchial mucosa dan intestinal
mucosa. Selain terdapat di sel mast, histamin juga terdapat sel basophil dan
sel platelet.

Histamin disintesis dari asam amino histidin dengan reaksi


dekarboksilasi oleh enzim L-Histidine Dekarboksilase. Proses sintesis
histamin tersebut terjadi di retikulum endoplasma sel mast dan bersama
dengan mediator lain akan disimpan dalam suatu vesicle yang dibuat oleh
badan golgi sel mast.

16
Proses pelepasan histamin dari sel mast distimulasi, oleh IgE dan
antigen, sistem komplemen, neuropeptida, microbial products, cytokin, serta
kemokin. Cytokin dan kemokin yang dihasilkan oleh sel makrofag dapat
menstimulasi pelepasan histamin. Selain itu, stiuli pelepasan histamin juga
berasal dari kontak antara sel mast dengan sel OX40/OX40L, sel
CD40/CD40L dan sel TCR/MHCII.

Umumnya, IgE dan antigen yang menstimulasi pelepasan histamin.


IgE yang dilepaskan oleh sel B monosit akan terikat pada permukaan sel
mast via Fc reseptor yang memiliki afinitas tinggi.

Antigen berikatan dengan IgE yang telah terikat pada permukaan sel
mast mengaktivasi signaling pathway. Signaling pathway sel mast
melibatkan tyrosin kinase dan fosforilasi protein, serta Fosfolipase C
(PLC)ɣ1 dan PLCɣ2. Protein terfosforilasi yang penting adaah subunit ß dan
ɣ dari reseptor Fc. Fosforilasi protein dan fosfolipase C (PLC)ɣ1 dan PLCɣ2
mengakibatkan produksi dari Inositol Triphosphate (IP 3) dan mobilisasi Ca+
dari retikulum endoplasma.. Peristiwa tersebut memicu eksositosis dari
vesikel.

Setelah proses plepasan histamin, histamin akan terikat pada reseptor


sel target dan menimbulkan suatu efek. Berikut adalah reseptor-reseptor
histamin.

17
Reseptor yang berbeda untuk sinyal yang sama biasanya diekspresikan dalam
jenis sel yang berbeda dan memberikan respon yang berbeda. Histamin
sebagai mediator inflamasi menimbulkan efek vasodilatasi sehingga reseptor
yang berperan dalam hal ini adalah reseptor H1 yang termasuk reseptor famili
GPCR.

2.1.3 Sitokin

Sitokin adalah protein yang disekresikan oleh banyak jenis sel (terutama limfosit
teraktivasi, makrofag, dan sel dendritik, tetapi juga endotel, epitel, dan sel jaringan
ikat) yang berfungsi sebagai mediator reaksi peradangan (inflamasi) dan respon
kekebalan (imun). Beberapa sitokin yang berperan sebagai mediator dalam reaksi
inflamasi yaitu:

 Tumor Necrosis Factor (TNF)

Sitokin utama yang berperan penting dalam respon inflamasi akut adalah
TNF-α. TNF-α bersama dengan IL memiliki peran penting dalam perekrutan leukosit
dengan mendorong adhesi leukosit ke endothelium dan memigrasi mereka melalui
pembuluh. TNF-α juga bertanggung jawab terhadap banyaknya komplikasi sistemik
yang disebabkan oleh infeksi berat.

TNF-α diproduksi oleh makrofag, monosit, netrofil teraktivasi, sel NK dan


mastosit. Produksi TNF dapat diinduksi oleh sinyal melalui Toll-Like Receptor (suatu
kelas protein yang berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh bawaan) dan juga
sensor mikroba. TLR dapat mengenali pola spesifik dari komponen mikroba serta
dapat membedakannya dengan mikroba komensal ataupun antigen self. Selama

18
mengenali struktur mikroba, sinyal TLR akan menyebabkan pelekatan ligan pada
permukaan sel. Hal ini akan menimbulkan reaksi cytoplasmic signaling molecule
yang akan mengaktivasi molekul-molekul signaling seperti MyD88, TRAF6, IRAK,
serta faktor transkripsi seperti NF-κB. NF-κB inilah yang jika diaktivasi dan
ditranslokasi di nukleus akan menstimulasi produksi sitokin (TNF-α).

 Interleukin (IL)
IL dapat dihasilkan oleh makrofag dan sel dendritik. IL juga dapat diproduksi
oleh beberapa sel epitel. IL dapat dirangsang oleh benda-benda asing yang masuk ke
dalam tubuh, sel nekrotik, produk mikroba, serta sinyal yang sama dengan TNF
namun generasi dari bentuk aktif biologis dari sitokin ini tergantung pada
inflamasinya.
 Kemokin
Kemokin merupakan keluarga dari protein kecil (8-10kD) yang bertindak
sebagai kemoatraktan untuk jenis leukosit tertentu. Kemokin diinduksi oleh sel
mikroba. Kemokin memiliki fungsi untuk membimbing leukosit ke situs infeksi serta
mengatur berbagai jenis sel pada berbagai wilayah anatomi dari jaringan. Berdasarkan
pengaturan residu sistein (C) dalam protein, kemokin dapat diklasifikasikan menjadi:
- Kemokin C-X-C
o Memiliki satu residu asam amino yang memisahkan dua dari empat sistein
yang terkonservasi.
o Berperan terutama pada neutrofil.
o Disekresikan oleh makrofag teraktivasi, sel endotel, dan sel lain yang
menyebabkan aktivasi dan kemotaksis neutrophil.
o Diinduksi oleh produk mikroba dan sitokin, seperti IL-1 dan TNF.
- Kemokin C-C
o Memiliki dua sistein.
o Berperan sebagai kemoatraktan untuk monosit, eosinophil, basophil, dan
limfosit.
- Kemokin C
o Bekerja spesifik untuk limfosit.
- Kemokin CX3C
o Memiliki tiga asam amino diantara dua sistein pertama.
o Berperan sebagai kemoatraktan yang kuat untuk sel yang sama.

19
Sitokin merupakan salah satu komponen yang berperan dalam respon inflamasi,
baik inflamasi akut maupun inflamasi kronis. Peran dan agen penghasil dari beberapa
sitokin dijelaskan dalam tabel berikut:

Sitokin Penghasil Fungsi


Dalam Inflamasi Akut
Menstimulasi ekspresi dari molekul
Makrofag, Sel Mast, adhesi endotel; efek sistemik (infeksi
TNF
Limfosit T yang berat dapat memicu produksi TNF
dalam jumlah besar)
Makrofag, Sel Endotel, Sama seperti TNF; memberikan peran
IL-1
beberapa sel epitel yang lebih baik dalam kondisi demam
IL-6 Makrofag, sel-sel lain Efek sistemik (fase respon akut)
Makrofag, Sel Endotel, Merekrut leukosit ke tempat inflamasi;
Kemokin
Limfosit T, Sel Mast, migrasi sel di jaringan normal
IL-17 Limfosit T Merekrut neutrophil dan monosit
Dalam Inflamasi Kronis
Sel Dendritik,
IL-12 Meningkatkan produksi IFN-γ
Makrofag
Aktivasi makrofag (meningkatkan
IFN-γ Limfosit T, Sel NK kemampuan untuk membunuh mikroba
dan sel tumor)
IL-17 Limfosit T Merekrut neutrophil dan monosit

Peran penting sitokin dalam inflamasi yaitu:

20
1. Aktivasi Endotel
TNF dan IL-1 berkontribusi pada sel endothelium untuk menginduksi aktivasi
endotel dengan meningkatkan ekspresi molekul adhesi endotel.
2. Aktivasi Leukosit dan Sel Lainnya
- TNF menambah respon neutrophil terhadap rangsangan lain seperti bakteri
endotoksin dan juga merangsang aktivitas mikrobisidal makrofag
- IL-1 mengaktifkan fibroblast untuk mensintesis kolagen dan merangsang
poliferasi sel synovial dan sel mesenkimal.
- IL 1 dan IL-6 juga merangsang pembentukan subset T helper CD4+ yang juga
disebut sebagai sel TH 17  untuk melindungi tubuh terhadap infeksi dan kanker
3. Respon Fase Akut Sistemik
IL-1 dan TNF dapat menginduksi respon fase akut sistemik yang terkait dengan
infeksi atau cedera, termasuk demam. Otak akan mengenali benda asing yang
terdapat dalam tubuh, dan menimbulkan efek demam sebagai respon sistem imun.
4. TNF mengatur keseimbangan energi dengan mempromosikan lipid dan
katabolisme protein serta dengan menekan nafsu makan. Oleh karena itu, produksi
TNF yang berkelanjutan akan berpengaruh terhadap cachexia, keadaan patologis
yang ditandai dengan penurunan berat badan, atrofi otot, dan anorexia.

21
2.2 Plasma derived mediator

Plasma derived mediator terdiri dari protein yang bersikulasi dari tiga sistem saling
terkait, yaitu sistem komplemen, kinin, dan koagulasi. Ketiga sistem tersebut terlibat dalam
beberapa aspek reaksi inflamasi. Protein dalam plasma derived mediator beredar dalam
bentuk tidak aktif.

2.2.1 Complement system

Sistem komplemen terdiri dari protein plasma yang berperan penting dalam
pertahanan inang (imunitas) dan peradangan. Pada saat aktivasi, protein pelengkap
yang berbeda melapisi (mengopsonisasi) partikel-partikel, seperti mikroba,
memfagosit dan melakukan penghancuran, serta berkontribusi pada respon inflamasi
dengan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan kemotaksis leukosit. Pada
tahap akhir, aktivasi komplementer menghasilkan Membrane Attack Complex (MAC)
yang melubangi membran mikroba penyerang Sistem komplemen harus diaktivasi
karena beberapa komponen komplemen merupakan proenzim yang harus diaktifkan
agar menjadi enzim aktif.

Sistem komplemen diaktifkan melalui 3 jalur, yaitu jalur klasik, jalur alternatif,
dan jalur lectin. Jalur klasik diawali dengan mengaktivasi C1q melalui pengikatan
C1q specific reseptor pada wilayah FC dengan 2 molekul IgG atau satu molekul IgM
dengan membutuhkan ion Kalsium. C1q yang telah diaktifkan akan mengaktifkan C1r
dan C1s. C1 yang teraktivasi memiliki sifat esterolitik dan proteolitik yang membagi
C4 menjadi dua fragmen, yaitu C4a dan C4b serta membagi C2 menjadi C2a dan C2b.
C2a berikatan dengan C4b menciptakan kompleks yang sangat aktif, yaitu C3
convertase (C4b2a) yang membelah ratusan molekul C3 menjadi C3a dan C3b.
Kemudian, beberapa molekul dari C3b mengikat C4b2a (C3 convertase) membentuk
C4b2a3b (C5 convertase). C5 convertase akan membelah C5 menjadi C5a dan C5b.
C9 akan membentuk saluran bersama dengan C5b, C6, C7, dan C8 untuk membentuk
Membrane Attack Complex (MAC).

22
23
Jalur alternatif diaktivasi ketika C3b berikatan dengan dinding sel dan
permukaan komponen lain pada mikroba. Kemudian, Faktor B bergabung dengan C3b
yang terikat sel membentuk C3bB. Faktor D kemudian memecah ikatan Faktor B
menjadi Bb dan Ba dan membentuk C3bBb. Setelah itu, sebuah protein serum disebut
properdin akan mengikat Bb untuk membentuk C3bBbP. C3bBbP berfungsi sebagai
C3 convertase yang secara enzimatik dapat membelah ratusan molekul C3 menjadi
C3a dan C3b. Setelah itu, C3b mengikat ke beberapa C3bBb membentuk C3bBb3b (
C5 Convertase). C5 convertase membelah molekul C5 menjadi C5a dan C5b. C9 akan
membentuk saluran bersama dengan C5b, C6, C7, dan C8 untuk membentuk
Membrane Attack Complex (MAC). MAC membuat lubang / “pore” pada membran
sel menyebabkan rusaknya fosfolipid sehingga air dan ion Natrium masuk ke dalam
sel yang dapat menyebabkan sel lisis.

24
Jalur Lectin dimulai ketika Mannan-Binding Protein (MBP) berikatan dengan
kelompok mannose dari karbohidrat mikroorganisme. Kemudian, MASP1 dan
MASP2 berikatan dengan MBP menghasilkan enzim yang mampu memotong C4 dan
C2 dan membentuk C4bC2a (C3 convertase). C3 convertase membelah ratusan
molekul C3 menjadi C3a dan C3b. . Kemudian, beberapa molekul dari C3b mengikat
C4b2a (C3 convertase) membentuk C4b2a3b (C5 convertase). C5 convertase akan
membelah C5 menjadi C5a dan C5b. C9 akan membentuk saluran bersama dengan
C5b,C6, C7, dan C8 untuk membentuk Membrane Attack Complex (MAC).

Sistem komplemen memiliki beberapa fungsi, yaitu:

 Sitolisis

Membrane Attack Complex (MAC) membuat lubang / “pore” pada


membran sel  merusak lapisan lipid dan fosfolipid  cairan masuk ke
25
dalam sel  sel lisis. MAC dapat menghancurkan bakteri gram negatif dan
sel manusia yang terdapat antigen asing (sel yang terinfeksi virus, sel
tumor), merusak envelope virus yang diselimuti.

 Anaphylatoxins

C5a, C3a, dan C4a (C5a  reseptor yang paling potent pada sel mast dan
basofil).

Merangsang pelepasan histamin dari sel mast yang meningkatkan


permeabilitas pembuluh darah selama inflamasi dan menyebabkan
vasodilatasi.

 Chemotaxis

Fagosit akan bergerak menuju peningkatan konsentrasi C5a dan melekat


pada molekul C3b yang terdapat antigen (situs infeksi)  melalui reseptor
CR1.

 Opsonisasi

C3b sebagai opsonin dapat menempel pada fagosit. Satu bagian dari C3b
berikatan dengan protein dan polisakarida pada permukaan mikroba, bagian
lain menempel ke reseptor CR1 pada fagosit, limfosit B, dan sel dendritik.
Hal tersebut dapat meningkatkan fagositosis.

Fungsi protein-ptotein yang terdapat dalam sistem komplemen, meliputi:

26
Aktivasi komplemen harus dikontrol oleh protein regulator dalam membran sel
untuk melindungi sel normal dari kerusakan selama reaksi perlindungan terhadap
mikroba. Berikut ini adalah jenis-jenis protein regulator beserta peranannya.

27
2.2.2 Kinin system

Sistem kinin mediator inflamasi yang berasal dari protein turunan plasma yang
disintesisis oleh hati dimana mediator ini beredar dalam bentuk tidak aktif dan akan
berubah ke bentuk aktifnya ketika terjadi inflamasi. Kinin berasal dari kininogen
dengan aksi dari protease spesifik yang disebut kallikrein. Enzim kallikrein ini
membelah prekursor glikoprotein plasma yaitu HMWK (High molecular-weight
kininogen) untuk memproduksi bradykinin. Sistem ini diawali oleh 3 protein yaitu:

a. Faktor XII (Faktor Hageman)


Merupakan protein yang disintesis oleh hati yang beredar dalam bentuk tidak aktif
sampai protein tersebut bertemu kolagen, membrane basal, atau platelet yang telah
aktif. Faktor Hageman yang telah aktif (Faktor XIIa) akan menginisiasi 4 sistem
yang dapat berkontribusi terhadap respons inflamasi, diantaranya yaitu kinin
system, clotting system, fibrinolytic system, dan complement system.
b. HMWK (High Molecular-Weight Kininogen)
c. Prekallikrein

28
Bradykinin dapat membuat dilatasi arteriol, meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah, dan kontraksi otot polos. Aksi dari bradykinin berumur pendek
karena bradykinin cepat diinaktivasi oleh enzim bernama kininase. Berikut adalah
mekanisme pembentukan bradykinin:
Ketika terjadi luka faktor XII atau faktor Hageman diaktifkan menjadi faktor
XIIa, dimana faktor XIIa ini mengubah prekallikrein menjadi kallikrein.
Kallikrein selanjutnya akan mengubah HMWK (high molecular-weight
kininogen) menjadi bradykinin.

Sintesis dan Interaksi Reseptor Kinin

Bradykinin berasal dari aksi plasma kallikrein terhadap HMW (High Molecular-
Weight) Kininogen sedangkan kallidin berasal dari hidrolisis LMW (Low Molecular-
Weight) Kininogen oleh jaringan kallikrein. Bradykinin dan kallidin adalah ligan
alami dari reseptor B2 tetapi bradykinin dan kallidin dapat diubah menjadi agonis
reseptor B1 dengan cara menghilangkan C-terminal dari Arg oleh enzim kininase I

29
(CPM/CPN). Kallidin dapat diubah menjadi bradykinin atau [des-Arg10]-kallidin
dapat diubah menjadi [des-Arg9]-bradykinin oleh bantuan enzim aminopeptidase.

Bradikynin merupakan vasodilator yang menstimulasi ekskresi Na + dengan


mengaktivasi reseptor B2. Reseptor B2 memediasi efek Bradykinin dalam keadaan
inflamasi akut, sedangkan sintesis reseptor B1 diinduksi dari mediator inflamasi pada
keadaan inflamasi kronis.

30
Mekanisme Kerja Bradykinin

Ketika terjadi luka, misalnya tertusuk paku yang berkarat, maka makrofag yang
menghancurkan bakteri yang dibawa oleh paku akan menghasilkan sitokin dan HMWK
akan diubah menjadi bradykinin dan bradykinin akan menempel di sel endotel dimana
bradykinin akan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah yang selanjutnya dapat
membuat sel endotel berkontraksi yang kemudian akan membuat tight junction diantara
sel endotel melonggar sehingga leukosit, dalam hal ini neutrofil, dapat berdiapedesis
dan menghancurkan bakteri dan mikroba lainnya yang berasal dari paku.

Neutrofil berdiapedesis ke tempat dimana adanya patogen yang menginfeksi


atau ke jaringan yang rusak. Proses keluarnya neutrofil menuju tempat yang mengalami
luka terdiri atas beberapa tahap diantaranya neutrofil akan bergulir dan melekat secara
longgar di sel endotel setelah berjalan dari pembuluh kapiler ke postkapiler yang
dimediasi oleh selektin. Kemudian, neutrofil akan melekat secara kuat pada sel endotel
yang dimediasi oleh integrin dan keluar atau berdiapedesis lewat tight junction antar sel
endotel yang telah melonggar. Sitokin mendorong ekspresi dari ligan selektin dan
integrin pada endothelium (TNF, IL-1) yang dapat meningkatkan aviditas dari integrin
untuk ligannya (kemokin) dan mendorong migrasi dari neutrofil.

31
Bradykinin juga dapat berikatan dengan sel mast agar sel mast dapat
menghasilkan histamin yang selanjutnya histamin tersebut dapat membantu
melonggarkan tight junction antara sel endotel yang membuat plasma darah keluar ke
jaringan. Bradykinin juga kemudian dapat menginduksi prostaglandin untuk
menstimulasi ujung saraf telanjang agar menghasilkan rasa sakit sehingga kita dapat
merasakan sakit dan menyadari bahwa ada bagian dari tubuh kita yang terkena paku.

Degradasi Bradykinin
Bradykinin harus didegradasi karena jika bradykinin terlalu banyak dikeluarkan
maka akan menyebabkan hipotensi karena efek yang dihasilkan bradykinin adalah
vasodilatasi. Degradasi bradykinin dilakukan oleh enzim yang disebut dengan kininase.
Bradykinin dan kallidin di-inaktivasi in vivo terutama oleh enzim kininase II
[angiotensin converting enzyme (ACE)]. Aminopeptidase-P mampu menginaktivasi
bradykinin dengan menghidrolisis ikatan N-terminal Arg1-Pro2 sehingga bradykinin
menjadi mudah untuk didegradasi selanjutnya oleh dipeptidyl peptidase IV. Bradykinin
dan kallidin dapat pula dikonversi menjadi respective metabolit-nya yaitu des-Arg9 atau
des-Arg10 oleh enzim kininase tipe I karbopeptidase M dan N.

32
Bradykinin akan diubah menjadi bentuk tidak aktifnya oleh enzim ACE atau
kininase II bersamaan dengan diubahnya angiotensin I menjadi angiotensin II juga oleh
emzim ACE atau kininase II. Angiotensin II akan menyebabkan vasokontriksi sehingga
dapat mencegah terjadinya hipotensi.

33
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Inflamasi adalah respons perlindungan menggunakan elemen darah, leukosit, protein


atau mediator lain pada jaringan yang terluka. Mediator inflamasi terbagi menjadi dua, yaitu
cell derived dan plasma-protein derived. Mediator inflamasi yang berasal dari sel terbagi
menjadi amin vasoaktif yang terdiri dari histamin dan serotonin, metabolit asam arakidonat
yang terbagi menjadi leukotriene dan prostaglandin, dan sitokin yang terdiri dari interleukin
dan TNF-alfa. Sedangkan mediator yang berasal dari plasma protein terbagi menjadi sistem
komplemen dan sistem kinin.

Histamin dikeluarkan oleh sel mast. Histamin berfungsi untuk vasodilatasi pembuluh
kapiler pada daerah yang mengalami peradangan. Dalam pengeluaran histamin, diperlukan
reseptor histamin agar histamin dapat teraktivasi, yaitu reseptor H1, H2, H3, dan H4.
Serotonin di sintesis di sistem saraf pusat tepatnya di neuron serotonergis dan sel
enteromakrofin di saluran pencernaan. Serotonin berfungsi untuk mengeluarkan bahan
vasokontriktor berupa ADP pada respon inflamasi untuk mengaktifkan sirkulasi terdekat
lainnya dari trombosit dan menyebabkan permukaannya lebih lengket sehingga dapat
menempel pada lapisan pertama trombosit agregat.

Metabolit asam arakidonat berfungsi untuk vasodilatasi, menghambat agregasi


platelet, dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Prostaglandin berkontribusi pada
demam dan sakit yang biasanya seiring dengan terjadinya inflamasi. Prostaglandin dan
leukotriene merupakan metabolit asam arakidonat jalur lipoxygenase. Leukotrien terbagi
menjadi LTA4, LTB4, LTC4, LTD4, dan LTE4. Sitokin terdapat pada berbagai macam sel di
dalam tubuh, contohnya seperti sel makrofag yang teraktivasi. Sitokin dapat bekerja secara
parakrin atau autokrin. Sitokin memiliki tujuan utama yaitu sebagai perantara masuknya sel
efektor ke pusat terjadinya inflamasi. Sitokin dibagi menjadi 3 golongan utama, yaitu famili
hematopoietin, famili TNF-alfa, dan famili kemokin.

Sistem komplemen berkontribusi pada respon inflamasi dengan meningkatkan


permeabilitas vaskuler dan kemotaksis leukosit. Aktivasi sistem komplemen akan
menghasilkan kompleks serangan yaitu MAC yang menusuk lubang di membrane mikroba
yang menyerang. Sistem kinin merupakan sistem diawali oleh protein faktor XII,

34
prekallikrein, dan HMWK. HMWK selanjutnya akan berubah menjadi bradykinin, dimana
bradykinin merupakan ligan alami dari reseptor B2 yang dapat memberikan efek vasodilatasi
dan meningkatkan permeabilitas vaskuler pada keadaan inflamasi akut. Bradykinin juga
dapat diubah menjadi agonis reseptor B1 yang akan memediasi pada keadaan inflamasi
kronis.

3.2 Saran
1. Sebaiknya dilakukan kajian literatur lebih banyak dan mendalam agar dapat
memahami materi mediator inflamasi dengan lebih baik.
2. Sebaiknya lebih diulas kembali materi farmakologi mengenai reseptor serta imunitas
agar lebih mudah memahami materi dengan baik.

35
DAFTAR PUSTAKA

Goodman, & Gillman. (2007). Universal Free E-Book Store Universal Free E-Book Store.

Goodman & Gilman’s. (2011). The parmacology basis of therapeutics 12th ed. New York:
The McGraw-Hill Companies.

Kalalo, L. P. (2015). Kadar TLR-2 solubel, TNF-alpha, Il-6, Il-10, rasio kadar TNF-alpha/Il-
10, Il-6/Il-10 dan absorbance unit Igg anti streptokokus grup B pada wanita hamil
dengan kolonisasi streptokokus grup B. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Retrieved from
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail
&act=view&typ=html&buku_id=87823&obyek_id=4

Kumar, V., Abbas, A.K., Aster, J. C., & Robbins, S. L. (2013). Robbins basic pathology 9th
ed. Philadelphia, PA: Saunders/Elsevier.

Kumar, V., Abbas, A. K., Aster, J. C., & Robbins, S. L. (2018). Robbins basic pathology 10th
ed. Philadelphia, PA: Saunders/Elsevier.

Nguyen, D. M., Julien, J., Rivest, S. (2002). The family of and pro-inflammtory signal-
transduction pathways that recruit NFκB. Nature Reviews Neuroscience, 3, 216-227.

Parron, K.T., Thibodeau, G. A. (2018). The Human Body in Health & Disease 7th ed.
Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=JtDwDQAAQBAJ&pg=PA752&dq=2013.+Basic
+Pathology.+Ed+9&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiUg_OOrsXgAhWRA3IKHfGyAp
AQ6AEIKjAA#v=onepage&q&f=false

The basic inflammatory response. Retrieved from


https://www.youtube.com/watch?v=iVCXRa8FdP0&feature=youtu.be

Ricciotti, E., & Fitzgerald, G. A. (2011). Prostaglandins and inflammation. Arteriosclerosis,


Thrombosis, and Vascular Biology, 31(5), 986–1000.
https://doi.org/10.1161/ATVBAHA.110.207449

36
Robbins. (2015). Student Consult. https://doi.org/10.1016/j.genhosppsych.2013.05.007

Tanya, T., & Msw, B. (2016). https://doi.org/10.1001/jamapediatrics.2016.1546. Retrieved


from http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87823/potongan/S3-2015-286462-
tableofcontent.pdf

37

Anda mungkin juga menyukai