Anda di halaman 1dari 12

PENEGAKAN OTONOMI PASIEN MELALUI PERSETUJUAN

TINDAKAN MEDIS (INFORMED CONSENT)

Dionisius Felenditi

FIP UNIMA/Dosen Luar Biasa Fakultas Kedokteran Unsrat


e-mail: paai_manado@yahoo.com

Abstract: Informed consent is the voluntary consent given by the patient for medical treatment,
after he/she has obtained all the necessary information about the possible risks of the treatment.
Informed consent is done upon the principle of autonomy, beneficence, and nonmaleficence. This
is based on the principle of patient dignity wherein the personal autonomy and integrity of the
patient is protected and respected. If the patient is incompetent, the consent will be given by the
family, the legal proxy, or the guardian. If the family or the guardian is present but they are also
incompetent, then the medical staff themselves must make a decision to determine the
appropriate medical treatment in accordance with the patient’s condition. Informed consent is
especially needed in extraordinary means. Albeit, for a patient in critical condition or in an
emergency wherein the medical treatment must be done immediately as a life-saving procedure,
proxy consent is not needed.
Keywords: informed consent/refusal, autonomy, competence, extraordinary means

Abstrak: Informed consent ialah persetujuan bebas yang diberikan oleh pasien terhadap suatu
tindakan medis, setelah ia memperoleh semua informasi yang penting mengenai sifat serta
konsekuensi tindakan tersebut. Informed consent dibuat berdasarkan prinsip autonomi,
beneficentia dan nonmaleficentia, yang berakar pada martabat manusia di mana otonomi dan
integritas pribadi pasien dilindungi dan dihormati. Jika pasien tidak kompeten, maka persetujuan
diberikan oleh keluarga atau wali sah. Jika keluarga/wali hadir tetapi tidak kompeten juga, maka
tenaga medis harus memutuskan sendiri untuk melakukan tindakan medis tertentu sesuai
keadaan pasien. Informed consent terutama dibutuhkan dalam kasus-kasus luar biasa
(exraordinary means). Namun untuk pasien kritis atau darurat yang harus segera diambil
tindakan medis untuk menyelamatkannya, proxy consent tidak dibutuhkan.
Kata kunci : persetujuan/penolakan, otonomi, kompetensi, sarana luar biasa

The Oxford English Dictionary, men- ngenai sifat serta konsekuensi tindakan
definisikan istilah ”consent” sebagai ”vo- tersebut. Prinsip informed consent berakar
luntary agreement to, or acquiescence in, pada martabat manusia di mana otonomi
what another proposes or desires; com- dan integritas pribadi pasien harus dilin-
pliance, concurrence, permission”.4 De- dungi. Integritas manusia menuntut bahwa
ngan informed consent dimaksudkan perse- setiap orang bertindak menurut apa yang
tujuan bebas yang diberikan oleh pasien diketahuinya dan berdasarkan pilihan
terhadap suatu tindakan medis, setelah ia bebasnya. Pilihan sedemikian secara per-
memperoleh semua informasi penting me- sonal bersumber dari dalam diri sendiri,

29
30 Jurnal Biomedik, Volume 1, Nomor 1, Maret 2009 hlm. 29-40

dan bukan dari dorongan internal buta atau pasiennya. Pihak lain mana pun tidak boleh
karena tekanan eksternal.3, 4 memaksakan kehendak atas diri tenaga
Prinsip informed consent merupakan medis. Tenaga medis dalam banyak hal
hak dan kewajiban setiap individu yang wajib mendengarkan pendapat pihak-pihak
kompeten untuk meningkatkan kehidupan lain, tetapi tidak boleh bertindak semata-
spiritualnya dan kesejahteraan jasmaninya mata karena terpaksa mengikuti pendapat
melalui persetujuan bebasnya, atau dengan lain tersebut. Keputusan terakhir berada
menolak memberi persetujuan atas dalam tanggung jawab dokter. Oleh karena
tindakan medis tertentu berdasarkan otonomi moral yang dimiliki pasien, maka
pengetahuan yang cukup tentang dokter berkewajiban memberikan informasi
keuntungan, kerugian dan resiko yang untuk mendapatkan persetujuan, namun
terkait. Bagi individu yang tidak kompeten, tidak boleh memaksakan persetujuan
hak dan kewajiban ini harus diinterpretasi tersebut. 1,2, 10
oleh penjamin individu tersebut (pasien) ”Otonomi klinis” tidak berarti pula
yang sah sesuai pengetahuannya atau hak untuk bertindak gegabah dan
keinginannya yang rasional. 6 meremehkan pendapat tenaga medis lain
terutama ahli-ahli yang berkompeten.
Informed consent dan prinsip otonomi Kebebasan hati nurani hanya pantas diakui
Walaupun moralitas tindakan dari apabila orang sudah sungguh-sungguh
tenaga medis sangat dipengaruhi oleh etos, berusaha sebaik mungkin untuk mencari
kode-kode etik dan keyakinan agama yang kebenaran. Menurut Immanuel Kant (1724-
dianutnya, namun moralitas tindakannya 1804) dan kaum deontolog, menghormati
terutama ditentukan oleh keputusan hati sesama berarti membiarkannya sebagai
nuraninya. Dengan keputusan hati nurani individu bebas untuk membuat pertimbang-
dimaksudkan keputusan yang bersumber an sendiri dan bertindak sesuai pilihannya
dalam pusat kepribadian yang mewajib- (dalam batas-batas moral tertentu). Hormat
kannya untuk bertindak pada saat itu demi sedemikian dituntut semata-mata demi
kepentingan terbaik pasien. Dalam orang lain sebagai individu yang memiliki
hubungan ini muncul apa yang biasa integritas moral yang dapat menentukan
dikenal dengan ”otonomi moral” dan sikap dan tujuannya sendiri. Hormat ini
”otonomi klinis”. muncul dari kesadaran bahwa semua orang
Etika mengajarkan bahwa setiap memiliki nilai diri yang tak bersyarat dan
pribadi mempunyai ”otonomi moral”, tujuan dalam dirinya sendiri. Intersubyek-
artinya ia mempunyai hak dan kewajiban tivitas harus dijiwai sikap saling menghor-
untuk menentukan sendiri tindakan- mati. Menurut John Stuart Mill (l806-
tindakannya (self-determination) dan mem- 1873), pilihan dan tindakan pelaku otonom
pertanggungjawabkannya. Otonomi mene- tidak boleh dibatasi orang lain selama tidak
kankan kreativitas dan produktivitas, serta merugikan orang lain dan/atau dirinya
menolak konformitas. Otonomi menuntut sendiri. Meskipun demikian prinsip self-
bahwa kita sendiri menentukan siapakah determination ini sering sulit diterapkan
kita ini dan bersedia bertanggung jawab dalam klinik karena problem penyakit dan
atas pilihan itu. Selain itu tenaga medis penderitaan yang sering sudah sangat me-
juga memiliki ”otonomi klinis”, yaitu hak nurunkan kemampuan pasien dan/atau ke-
dan kewajiban tenaga medis untuk bertang- luarganya untuk berpikir dan mengambil
gung jawab dalam pengambilan keputusan keputusan secara rasional. Namun karena
klinis yang mempengaruhi kesehatan seringnya terjadi praktek medis yang
Felenditi, Penegakan Otonomi Pasien Melalui Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) 31

melanggar prinsip ini, maka kode etik sikap mawas diri dari tim medis, mening-
profesi mengungkapkan pentingnya hormat katkan pengambilan keputusan rasional,
akan otonomi ini.2 dan melibatkan publik dalam pengembang-
Dalam Kode Nuremberg dikata- an otonomi sebagai nilai sosial dan kontrol
kan:”This voluntary consent of the human terhadap penelitian biomedis.1,10
subject is absolutely essential. This means Fungsi-fungsi ini dibuat berdasarkan
that the person involved should have the beberapa prinsip moral, yaitu prinsip auto-
legal capacity to give consent; should be nomi, beneficentia, nonmaleficentia, dan
so situated as to be able to exercise free utilitas. Prinsip autonomi adalah melin-
power of choice, without the intervention of dungi dan meningkatkan otonomi individu.
any element of force, fraud, deceit, duress, Hubungan baik antara dokter dan pasien
over-reaching, or other ulterior form of akan mencegah terjadinya ketidaktahuan
constraint or coercion; and should have yang justru menghambat otonomi pasien
sufficient knowledge and comprehension of dan/atau keluarga untuk memutuskan,
the subject matter involved as to enable ketidaktahuan mana dapat berasal dari
him to make an understanding and enlight- kekurangan informasi atau karena kurang
ened decision. This later element requires paham. Prinsip beneficentia adalah melin-
that before the acceptance of an affirmative dungi pasien serta subyek peserta peneliti-
decision by the experimental subject there an, sedangkan prinsip nonmaleficentia
should be made known to him the nature, mencegah timbulnya kerugian atas pasien,
duration, and purpose of the experiment; terutama pasien tidak sadar, anak-anak,
the methods and means by which it is to be mental terbelakang, dan sebagainya. Dalam
conducted; all inconveniences and hazards hal ini, orang tua atau keluarga pasien atau
reasonably to be expected; and the effects orang lain yang secara legal dapat diterima
upon his health or person which may untuk mewakili pasien, dapat memberi
possibly come from his participation in the persetujuan. Prinsip utilitas adalah mening-
experiment” (Nuremberg Code, Rule 1).1 katkan sikap mawas diri tim medis dalam
Bagian akhir kode ini mengungkapkan melakukan tindakan yang menguntungkan
keharusan untuk memperoleh informed setiap orang dalam masyarakat, termasuk
consent dari setiap orang yang mau diikut- tenaga kesehatan sendiri, pasien-pasien dan
sertakan dalam sebuah eksperimen. Dalam para peneliti sehingga dapat tetap terbina
hukum Anglo-Amerika misalnya, ajaran sikap saling percaya. 1,10
tentang ”informed consent” ini lambat laun
muncul akibat praktek medis menyangkut Informed consent dan extraordinary means
campur tangan dokter atas tubuh pasien Informed consent harus diperoleh
tanpa persetujuannya. Dewasa ini semua dari pasien dengan kasus medis berat dan
kode etik medis dan penelitian, mengharus- beresiko, dimana bila dilakukan prosedur
kan dokter untuk memperoleh informed medis tertentu tidak dapat dipastikan akan
consent dari pasien-pasiennya sebelum me- memberikan hasil positif. Dengan kata lain
lakukan tindakan medis atau prosedur pe- informed consent harus diperoleh dari
meriksaan tertentu. 1,10 pasien bila ditempuh tindakan medis
Fungsi-fungsi informed consent a- sebagai extraordinary means. Menurut
dalah melindungi dan meningkatkan oto- etika-moral extraordinary means yaitu
nomi pasien, melindungi pasien dan subyek semua tindakan yang mengakibatkan
peserta penelitian, mencegah tindakan ma- penderitaan atau pembiayaan yang melam-
nipulatif dan pemaksaan, meningkatkan paui batas normal dalam situasi lingkungan
32 Jurnal Biomedik, Volume 1, Nomor 1, Maret 2009 hlm. 29-40

tertentu. Yang termasuk di sini adalah nunjukkan setiap tindakan yang membatasi
tindakan-tindakan yang mungkin mengu- kebebasan seseorang tanpa persetujuannya
bah kepribadian, menghalangi hubungan dengan maksud atau mencegah kerugian
pasien dengan sanak keluarganya, mengu- bagi dia atau melakukan sesuatu yang baik,
rangi daya manusiawi, atau tidak memberi yang tidak dapat diperolehnya dengan cara
harapan besar akan manfaatnya. Pasien ti- lain. Memang sikap paternalistis tidak se-
dak harus meminta, juga dokter tidak harus lalu salah karena sikap ini juga berdasar
menyediakan perawatan seperti itu, kecuali pada prinsip beneficentia. Namun sikap ini
dalam keadaan tertentu, misalnya pasien salah jika dokter berhadapan dengan pasien
masih membutuhkan waktu lebih banyak yang otonom yang berhak memperoleh
untuk menyelesaikan suatu tugas sosial, informasi yang benar dan jelas mengenai
atau demi persiapan rohani dan keagamaan keadaan penyakitnya serta tindakan medis
menjelang kematiannya. Drew dan Ford yang akan dijalani. 1, 3.
berpendapat bahwa extraordinary means Terhadap tindakan medis yang dikategori-
adalah obat-obatan, perawatan, dan operasi kan extraordinary means, pasien tidak di-
yang tidak dapat diperoleh, digunakan, atau haruskan untuk memberi persetujuan. Bila
dilakukan tanpa berefek seperti penderitaan persetujuan diberikan atas dasar ”doctor
atau gangguan lainnya Dan bila diterapkan, knows the best”, yang berarti persetujuan
tidak akan memberikan harapan wajar akan pasien merupakan ungkapan serah diri
kesembuhan. Dalam bidang medis, tindak- secara total kepada dokter atas dasar ke-
an extraordinary means meliputi penelitian percayaan bahwa dokter mengetahui yang
dan percobaan yang efektivitasnya belum terbaik, maka persetujuan pasien tersebut
jelas atau bahkan mempunyai angka mor- tidak sah. Dan sehubungan dengan tindakan
talitas tinggi. Juga tindakan yang mengan- medis tambahan atau lanjutan yang terma-
dung ketidakseimbangan antara kesakitan, suk extraordinary, pasien dan/atau keluarga
kerusakan anggota badan, atau kerugian harus dimintakan persetujuan atas tindakan
psikologis, dengan manfaat yang dapat di- tersebut, baik yang dapat membantu proses
perkirakan, baik dalam jangka pendek mau- penyembuhan atau hanya merupakan tin-
pun panjang, atau dengan biaya yang ter- dakan medis yang tidak bermanfaat. Bila
lampau tinggi. 5, 9 merupakan tindakan medis yang tidak ber-
Berkenaan dengan tindakan medis manfaat, maka tidak perlu dilakukan, dan
yang dipandang sebagai extraordinary bila sudah dilakukan tidak perlu dilan-
means, dokter berkewajiban untuk memberi jutkan. Dalam ”Deklarasi tentang Euthana-
informasi dan meminta persetujuan dari pa- sia” (1980) dikatakan: ”If other remedies
sien dan/atau keluarga sambil memperhati- are lacking, it is permissible with the con-
kan kompetensinya. Sikap yang mengabai- sent of the sick person, to use the most re-
kan prinsip informed consent ini berlatar cent medical techniques, even if there are
belakang pada sikap paternalistis dokter not yet fully tested and are not free of risk.
yang dewasa ini semakin dipersoalkan ka- The sick person who agrees to them can
rena semakin berkembangnya kesadaran a- even give an example thereby, of generous
kan otonomi pasien dan/atau keluarga yang service to the human race”. Dalam hal ini
harus dihormati. Yang dimaksud dengan tindakan medis yang agresif harus dibeda-
paternalisme yaitu setiap tingkah laku yang kan dari tindakan yang tidak dibutuhkan
memperlakukan seseorang seolah-olah dia (unnecessary). Bila beban dari tindakan
seorang anak. Dalam konteks etika, kata pertahanan kehidupan seperti penggunaan
paternalisme biasanya dipakai untuk me- respirator, pemberian oksigen, kemoterapi
Felenditi, Penegakan Otonomi Pasien Melalui Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) 33

dan lain-lain jauh dari harapan sembuh, an bebas pasien. Oleh karena itu sebelum
maka tidak ada kewajiban untuk melanjut- melakukan tindakan medis tertentu, tim
kannya. 6, 9 medis harus memeriksa apakah pasien
tersebut kompeten atau tidak kompeten
Unsur-Unsur yang tercakup dalam in- untuk dimintakan persetujuan-nya. Pasien
formed consent kompeten adalah pasien dewasa yang
Kode etik kedokteran dan penelitian mampu memahami keadaan penyakitnya,
menekankan bahwa persetujuan harus resiko dan alternatif tindakan medis, dan
muncul dari kemauan bebas (voluntarium) mampu menerima informasi serta memilih
pasien, dan harus merupakan jawaban atas dengan bebas tindakan medis yang
informasi yang sesuai dengan keadaan se- ditawarkan. Bila pasien tidak kompeten,
benarnya. Informed consent ini harus be- maka persetujuan dapat diminta dari
nar dan sesuai dengan pemahaman pasien keluarga/wali. Bila keluarga/wali tidak ada,
dan petugas medis. Persetujuan ini harus atau bila hadir tetapi tidak kompeten, maka
muncul dari keputusan bebas orang yang tim medis harus memutuskan sendiri
kompeten. Unsur-unsur informed consent apakah dapat dilakukan tindakan/terapi
yang dimaksud yaitu : kompetensi, pe- tersebut sesuai situasi pasien. Terdapat tiga
nyampaian informasi, pemahaman inform- standar kompetensi pasien dan/atau
asi, dan kebebasan serta persetujuan.1,8 keluarga untuk mengambil keputusan: 1)
Kompetensi (competence to con- Kemampuan untuk mengambil keputusan
sent, competentia = wewenang, kecakapan, atas dasar pertimbangan rasional (rational
kesanggupan) mungkin lebih cocok dise- reason). Bila dihadapkan pada beberapa
butkan sebagai presuposisi daripada seba- pilihan, orang tersebut harus dapat memilih
gai unsur informed consent. Dalam kon- suatu alternatif. 2) Kemampuan untuk
teks ini, kompetensi mengacu ke suatu pre- memberi alasan bagi pilihannya. 3) Pilihan
kondisi untuk bertindak secara sukarela itu harus logik. Dengan kata lain, kom-
karena memahami pentingnya informasi. petensi adalah kemampuan mencapai hasil
Kompetensi ialah kesanggupan pasien un- yang dapat dipertanggungjawabkan melalui
tuk mengambil keputusan tentang pengo- suatu keputusan. Dalam konteks biomedik,
batan dengan mempertimbangkan semua standar-standar ini mengandung pengertian
faktor yang relevan. Seorang pasien adalah bahwa seorang pasien dan/atau keluarganya
kompeten jika bisa mengambil keputusan harus mampu memahami suatu terapi/
atas dasar alasan rasional. Ia harus dapat tindakan medis atau prosedur medis terten-
memahami prosedur, mem-pertimbangkan tu, serta harus mampu mempertimbangkan
resiko dan manfaat, serta dapat mengambil resiko dan keuntungan yang dapat dicapai.
keputusan sesuai dengan pengetahuannya Berdasarkan pemahaman ini pasien
dan nilai-nilai serta tujuan yang hendak dan/atau keluarga dapat menyatakan pese-
dicapai.Sebaliknya tidak kompeten (incom- tujuannya atau menolak. 1,8
petent) yaitu bila tidak dapat memahami Dalam hal penyampaian informasi
prosedur dan tindakan medis. Umumnya (disclosure of information), dibutuhkan
yang tidak kompeten adalah anak-anak, kondisi yang memungkinkan agar sese-
pengidap penyakit jiwa atau depresi, dan orang dapat memperoleh informasi yang
pasien yang tak sadar, bingung, atau cukup untuk mengambil keputusan (in-
panik.1,10 formed choice). Hal-hal yang perlu di-
Terdapat banyak kondisi eksternal ketahui oleh pasien dan/atau keluarganya
dan internal yang dapat membatasi tindak- adalah tindakan medis yang hendak dilaku-
34 Jurnal Biomedik, Volume 1, Nomor 1, Maret 2009 hlm. 29-40

kan, tindakan medis lain yang tersedia, pasien dengan memberikan informasi
antisipasi resiko dan efek positifnya.1,10 tentang keadaan penyakitnya sehingga
Standar penyampaian informasi da- pasien tersebut telah dipersiapkan dengan
pat berupa standar praktek profesi medis, baik untuk memberikan pernyataan persetu-
standar rata-rata yang ingin diketahui oleh juannya. Karena kesulitan ini maka standar
pasien berakal sehat, dan standar subyektif. pemberian informasi yang cocok adalah
Dalam standar praktek profesi medis (the moralitas yang berdasar pada hormat akan
professional practice standard) penyam- otonomi pasien sambil tetap memperhati-
paian informasi yang tepat ditentukan oleh kan situasi khusus pasien. Keputusan ter-
praktek medis yang sudah biasa dilakukan. baik harus merupakan gabungan ketiga
Berdasarkan standar rata-rata yang ingin standar di atas dengan prinsip: ”Semua
diketahui oleh pasien berakal sehat (the yang dibutuhkan oleh pribadi berakal sehat
reasonable person standard) untuk me- untuk mengambil keputusan harus disam-
nyampaikan informasi harus diperhatikan paikan, dan bersedia memberi jawaban
apakah pasien dapat memahami informasi yang benar atas setiap pertanyaan pasien.
tersebut. Ketepatan menerima informasi da- Namun tidaklah benar mempertahankan
pat diukur dengan kemampuan pasien dan/ otonomi pasien bila ada kriteria yang kuat
atau keluarga untuk dapat memahami juga untuk melanggarnya. Bila pasien dan/atau
efek negatif dari keputusannya bila meng- keluarga tidak memiliki pengertian yang
ikuti prosedur medis tertentu. Untuk itu tepat dan benar untuk mengambil keputus-
dibutuhkan kondisi tertentu yang dapat an, maka tidak diperlukan informed con-
membantu mengetahui kompetensi di atas sent. Informed consent juga tidak dibutuh-
yaitu: semua materi yang penting untuk kan pada keadaan pasien kritis atau darurat
mengambil keputusan harus disampaikan, yang membutuhkan tindakan medis secara
pengetahuan tentang efek negatif misalnya cepat dan tepat sesuai kemampuan tenaga
cacat tubuh dan kematian, mampu me- medis dan peralatan medis yang tersedia.
mahami dan menentukan sikap, dan pe- Dalam situasi seperti ini dokter memutus-
nyampaian informasi didasarkan pada relasi kan sendiri untuk melakukan yang terbaik
kepercayaan. Walaupun demikian masih demi kepentingan terbaik pasien, dan hal
terdapat kesulitan lain lagi, yaitu bagai- ini dilakukan atas dasar prinsip
1, 6
mana memahami keinginan pasien yang beneficentia.
tidak kompeten di mana persetujuan diberi-
kan oleh keluarga/wali yang ber-tanggung- Pemahaman informasi (comprehension of
jawab atas namanya. Selain itu apakah in- information)
formasi yang diperoleh benar-benar diguna- Bila pemberian informasi tidak lengkap,
kan sebagai dasar untuk mengambil kepu- maka akan terdapat banyak kondisi yang
tusan. Dewasa ini dalam yurisprudensi dapat membatasi pengertian pasien untuk
pengadilan di Amerika Serikat lebih ba- menyatakan persetujuannya. Keadaan ini
nyak menggunakan standar di atas. 1,10 bisa disebabkan baik oleh pihak informan
Standar subyektif (the subjective standard) yang tidak memberi informasi yang jelas,
memperhatikan kebutuhan khusus pasien atau pihak penerima informasi yang tidak
dengan penyakit tertentu. Dalam hal ini memahami bahasa dokter. Penerimaan in-
dokter harus menganalisis latar belakang formasi dari pihak pasien juga dipengaruhi
penyakit yang ingin diketahui pasien. oleh kesediaan menerima kebenaran
Yang menjadi masalah apakah mungkin informasi atau tidak. Tugas tenaga medis
bagi seorang dokter untuk melayani setiap tidak hanya memahami, tetapi juga meng-
Felenditi, Penegakan Otonomi Pasien Melalui Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) 35

hargai sikap pasiennya, karena pasien yang tidak kompeten. Sejauh mana kompetensi
telah memahami informasi dokter tidak pasien untuk mengambil keputusan tergan-
selalu mau memberikan persetujuannya. tung pada pemahamannya akan informasi
Bila dijumpai orang yang tidak dapat ber- dan komunikasi antara pasien dan dokter.
tanggung jawab, maka perawatan dapat saja Kunci hubungan yang paling efektif antara
dilaksanakan sekalipun mungkin tidak se- pasien dan dokter adalah komunikasi yang
suai dengan keinginan pasien.1,6 baik. 1,6,10

Kebebasan dan persetujuan (voluntary Penolakan Tindakan Medis (Informed


consent). refusal)
Kebebasan di sini berarti bahwa Selain memberi persetujuan, pasien
seseorang dapat mengambil keputusan juga berhak menolak tindakan medis
tanpa paksaan atau pengaruh lain yang tertentu sebagai individu yang kompeten,
menekan, baik berupa kekerasan, ancaman, informed, dan bebas. Atas penolakan itu
atau manipulasi. Dokter yang mengancam dapat diajukan pertanyaan kritis, ”apakah
akan menghentikan pengobatan bila pasien ada implikasi dan batas-batas dari prinsip
tidak menuruti nasihatnya berarti dokter otonomi”? Dalam The Patient’s Bill of
tersebut menjalankan paksaan dan meng- Rights dikatakan: ”The patient has the right
abaikan kebebasan pasien. Narapidana to refuse treatment to the extent permitted
yang dijanjikan remisi bila bersedia by law, and to be informed of the medical
menyumbangkan sebuah ginjalnya kepada consequences of his actions”. Penolakan itu
yang membutuhkan transplantasi berarti dibuat atas dasar hak untuk menentukan
tawaran ini juga mengurangi kebebasan diri sendiri. Masalah akan muncul bila
narapidana tersebut. Walaupun demikian pasien menolak tindakan medis tertentu
absensi pengaruh luar saja tidak berarti yang justru sangat penting untuk memper-
bahwa pasien dapat mengambil keputusan tahankan hidupnya. Sebagai contoh, peno-
dengan kebebasan penuh. Begitu pula lakan transfusi darah, amputasi, atau me-
sebaliknya informasi yang diberikan tidak anjutkan dialisis ginjal. Begitu pula muncul
berarti bahwa dokter memaksakan kehen- masalah sehubungan dengan penolakan
daknya kepada pasien atau keluarganya. pihak kedua (keluarga misalnya) dalam
Perlu disadari bahwa bebas murni dari kasus anak-anak dan pasien-pasien yang
pengaruh luar merupakan hal yang ideal tidak kompeten. Pengadilan misalnya tidak
tetapi sekaligus mustahil, karena fakta dapat memaksakan persetujuan dari pasien
menunjukkan jarang sekali kita bisa bebas kompeten yang menolak diberi transfusi
seutuhnya dari pelbagai tekanan dan sangat darah atas dasar keyakinan religiusnya
sulit untuk membuat putusan yang sungguh (Saksi Yehova). Tetapi pihak pengadilan
bebas.1,6 tidak dapat menerima penolakan transfusi
Bila pasien itu bebas, berarti ia juga darah orang tua Saksi Yehova atas nama
berhak untuk menolak pengobatan. Situasi anak mereka yang baru lahir yang justru tak
ini bisa menimbulkan konflik antara prinsip kompeten. 1
autonomi dan prinsip beneficentia. Dalam Penolakan pengobatan dalam situasi
hal ini perlu dipertimbangkan kompetensi perpanjangan hidup dengan sarana arti-
walaupun dapat juga terjadi bahwa kom- fisial, tidak dapat dikatakan sebagai upaya
petensi dikurangi karena ketakutan atau “bunuh diri”. Penolakan tindakan medis
keadaan emosi pasien. Dalam hal ini dokter yang tidak bermanfaat tidak dapat disama-
jangan terlalu cepat menganggap pasien kan dengan bunuh diri. Lebih tepat
36 Jurnal Biomedik, Volume 1, Nomor 1, Maret 2009 hlm. 29-40

penolakan itu dipandang sebagai peneri- terjadi malpraktek. Dalam kasus dugaan
maan kondisi manusiawi yang terbatas atau malpraktek, unsur yang umumnya diperiksa
keinginan untuk menghindari penggunaan adalah informed consent dan standar
teknologi medis mutakhir yang tak se- praktek profesi medis yang dipakai dokter.
1, 7
imbang dengan hasil positif yang hendak
dicapai, atau keinginan pasien untuk tidak Informed consent sangat dibutuhkan
memberi beban berat bagi keluarga atau dalam tindakan medis terutama yang
masyarakat. Bila seseorang menderita dikategorikan sebagai extraordinary means,
penyakit terminal dan membiarkan ke- karena memiliki dimensi hukumnya. Dalam
matian terjadi atas dirinya, hal ini tidak Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
dapat dikatakan sebagai bunuh diri. Tetapi terdapat beberapa pasal yang mengatur
bila seorang pasien dengan penyakit penghapusan hukuman terhadap pelaku-
terminal mengakhiri hidupnya secara aktif, pelaku pidana seperti pasal 44 (sakit jiwa),
misalnya dengan menembakkan pistol pada pasal 48 (unsur paksaan), pasal 49
dirinya, maka umumnya kita menyebut (membela diri karena terpaksa), pasal 50
tindakan itu sebagai “bunuh diri”. Banyak (melaksanakan ketentuan undang-undang)
orang mengakhiri hidup mereka dengan bu- dan pasal 51 ( melaksanakan perintah
nuh diri secara berencana. Namun tidak jabatan sah). Hukum yang berlaku umum
semua tindakan itu dilakukan dengan sikap ini tetap berlaku juga bagi profesi
otonom. Pada umumnya kematian dianggap kedokteran. Namun masih terdapat faktor-
”bunuh diri” bila muncul dari suatu usaha fakor khusus yang berlaku untuk profesi
sendiri (self-destruction), dan bukan dise- medis yang tidak dijumpai dalam hukum
babkan oleh tindakan orang lain. Disebut yang berlaku umum, seperti :
Tindakan ”bunuh diri” bila seseorang
mengakhiri hidupnya sendiri sebelum 1) Risk of treatment : resiko inheren,
waktunya. 1, 6 reaksi alergi, komplikasi dalam tubuh
pasien. Dalam tindakan medis tertentu
Informed Consent dan hukum yuridis (operasi, pemberian obat) selalu ada
resiko melekat (inherent risk of
Dalam praktek kedokteran, prinsip
treatment). Dokter sudah bertindak
informed consent ini, dan standar praktek
hati-hati dan memenuhi standr praktek
profesi medis (the professional practice
standard) berkaitan dengan malpraktek. profesi medis dan informed consent,
namun efek samping (risiko) tetap
Valentin V mendefinisikan malpraktek se-
terjadi. Dalam situasi ini dokter tidak
bagai ”Kelalaian dari seorang dokter atau
dipersalahkan. Sama halnya dengan bila
perawat untuk mempergunakan tingkat
terjadi reaksi alergi yang tidak dapat
kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam
diperkirakan sebelumnya.
mengobati dan merawat pasien yang lazim
dipergunakan terhadap pasien atau orang 2) Medical accident or misadventure
yang terluka menurut ukuran di lingkungan (kecelakaan tindakan medis) yang sama
yang sama”. Dokter yang karena profe- sekali tidak dapat diduga dan bukan
sionalismenya dan terdorong untuk berbuat merupakan tujuan tindakan.
yang terbaik bagi pasiennya (prinsip 3) Non-negligent error of judgment
beneficentia) tanpa informed consent segera (kekeliruan penilaian klinik). Dalam
bertindak dan ternyata menimbulkan keru- situasi ini selalu berlaku adagium dalam
gian bagi pasien, maka dokter harus ber- ilmu hukum yaitu errare humanum est
tanggung jawab atas dugaan umum telah (Latin), artinya kesalahan itu manusia-
Felenditi, Penegakan Otonomi Pasien Melalui Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) 37

wi. Dan doktrin lain yang berlaku juga profesi medis adalah dari orang yang
dalam ilmu kedokteran yaitu respect- berpendidikan dalam profesinya yang biasa
able minority rule, artinya seorang dok- (wajar), dan bukan ukuran dari seorang ahli
ter tidak dianggap melakukan kelalaian yang terpandai. Dinyatakan cukup bila ia
jika ia memilih salah satu (dari sekian telah menjalankan ilmunya menurut orang
banyak) metode/cara pengobatan yang berpendidikan yang setingkat dan wajar.
lazim/diakui dalam dunia kedokteran. Dengan kata lain, mengikuti standar medik
4) Volenti non fit inura. Doktrin ini berda- yang umum dipergunakan oleh teman
sarkan pandangan bahwa bila seseorang sejawat lainnya di dalam keadaan yang
telah mengetahui bahwa ada resiko dan sama. Apabila kedua syarat ini tidak dipe-
secara suka rela bersedia menanggung nuhi oleh dokter maka dapat dikatakan bah-
resiko tersebut, jika kemudian resiko itu wa dokter telah melakukan tindak kelalaian
benar terjadi, ia tidak lagi dapat menun- atau kesalahan medis. Untuk itulah diperlu-
tut (he who willingly undertakes a risk kan suatu proses peradilan karena hakim
cannot afterwards complains). Contoh akan memutuskan apakah suatu peniadaan/
di bidang olah raga yang tergolong ke- penghapusan hukuman dapat diberlakukan
ras seperti tinju, bela diri, terjun pa- atau tidak. Dan yang memberi penilaian
yung, dan sebagainya. Dalam dunia ialah profesi yang bersangkutan. Untuk itu
kedokteran seperti beberapa operasi dibutuhkan saksi ahli agar tujuan meme-
yang mengandung resiko yang sangat nuhi rasa keadilan dapat dicapai. 8
tinggi yaitu cangkok ginjal dari donor
hidup. Resiko ini melekat pada donor Informed consent dalam praktek medis
dan resipiens, dan bila resiko ini terjadi Dewasa ini informed consent telah di-
dokter tidak mungkin dituntut. terima sebagai prinsip dasar dalam pelayan-
5) Contributory negligence, yaitu sikap an kesehatan, walaupun dengan konteks
tindak yang tidak wajar dari pihak yang sering berbeda. Sebagai contoh, prin-
pasien, yang mengakibatkan kerugian sip yang berlaku di Amerika Serikat yaitu
atau cidera pada dirinya, tanpa meman- setiap manusia adalah otonom, sehingga ia
dang apakah pada pihak dokter terdapat sendiri harus diikutsertakan dalam semua
pula kelalaian atau tidak. Doktrin ini tindakan yang menyangkut dirinya. Dengan
juga tidak memandang apakah sikap demikian paternalisme yang memperlaku-
tindak pasien itu sengaja atau tidak, dan kan seseorang dengan melewati kebebasan-
ini menjadi dasar peniadaan/penghapus- nya ditolak dengan tegas. Informed consent
an hukuman pada pihak dokter. Misal- mengandalkan otonomi dan individualitas
nya pasien berkeras pulang ke rumah manusia. Berbeda halnya dengan suasana
setelah operasi padahal belum diizinkan kebudayaan di Indonesia (dan Asia pada
oleh dokter. Kelalaian dari pihak pasien umumnya) yang lebih menekankan sosial-
seberapa kecilpun, dapat menjadi alasan itasnya, yaitu keterikatan seseorang dengan
penghapusan/peniadaan hukuman pada keluarga dan masyarakat di sekitarnya.3
pihak dokter. Di Indonesia bila diperlukan tindakan
operasi atau tindakan medis lainnya di ru-
Jelaslah bahwa syarat utama pem- mah sakit, maka yang diminta menanda-
berlakuan doktrin-doktrin ini ialah bahwa tangani surat izin adalah keluarga, dan bu-
dokter memenuhi standar praktek profesi kan pasien itu sendiri. Juga di bidang
medis dan informed consent. Menurut Chin proses pengobatan dan prospek penyem-
Keow V (1967) ukuran standar praktek buhan, para dokter umumnya berkomunika-
38 Jurnal Biomedik, Volume 1, Nomor 1, Maret 2009 hlm. 29-40

si dengan keluarga, dan jarang langsung Dokter Indonesia (IDI). Yang pertama ten-
dengan pasien sendiri. Keadaan itu diterima tang informed consent dan kedua tentang
oleh pasien maupun keluarga sebagai hal medical record (rekam medis). Dalam per-
yang biasa. Di sini tampak jelas pengaruh nyataan pertama dikatakan bahwa dokter
faktor budaya. Selama tidak ada keberatan, tidak berhak melakukan tindakan medis
dokter melanjutkan kebiasaan untuk berko- yang bertentangan dengan kemauan pasien,
munikasi dengan keluarga saja, dan inform- walaupun untuk kepentingan pasien itu sen-
ed consent tidak perlu dipaksakan. Keadaan diri. Setiap tindakan medis yang mengan-
akan menjadi berbeda bila pasien menuntut dung risiko cukup besar hanya dapat dila-
haknya dan mengemukakan keinginannya kukan setelah adanya persetujuan tertulis
agar dokter langsung memberi informasi yang ditandatangani oleh pasien. Sebelum-
kepadanya.3 nya pasien harus diberikan informasi yang
Ketergantungan pasien pada dokter dan adekuat tentang perlunya tindakan medis
keluarga termasuk tradisi budaya Asia pada serta risiko yang berkaitan dengannya.
umumnya. Berkaitan dengan hal ini, Jepang Batas usia pasien yang bisa menanda-
merupakan contoh yang sangat menarik. tangani sendiri persetujuan tindakan medis
Jepang merupakan negara Asia yang paling seperti operasi adalah 18 tahun. Bila usia-
maju dalam bidang teknologi serta nya kurang dari 18 tahun harus mendapat
pelayanan medis, tetapi di situ juga nilai- persetujuan orang tua atau wali. Dalam
nilai tradisional masih tetap dipertahankan pernyataan kedua ditegaskan bahwa rekam
dengan kuat. Tak dapat disangkal kenya- medis harus dibuat dengan teliti. Pasien
taan bahwa kini di Jepang pun sedang berhak meminta dan memiliki semua
berlangsung perubahan kultural. Otonomi catatan medis tentang dirinya, sedangkan
pasien dan hak-hak pasien semakin men- dokter serta rumah sakit bertanggungjawab
dapat perhatian. Rihito Kimura, staf untuk menyimpannya.3
Kennedy Institute of Ethics di Washington Bila dilaksanakan dengan konsekuen
dan menjabat direktur Asia Bioethics kedua pernyataan IDI ini, maka derajat etis
Program di sana menulis mengenai per- pelayanan kesehatan di Indonesia tidak
kembangan masyarakat di Jepang. Dalam akan kalah dengan negara-negara maju
konferensi nasional pertama tentang hak- dalam bidang hak-hak pasien. Kenyataan-
hak pasien yang berlangsung di Tokyo nya sampai sekarang praktek masih ber-
Desember 1984, ditekankan hak-hak pasien beda jauh dengan yang dianjurkan IDI itu,
untuk mengambil keputusan berdasarkan terutama karena faktor budaya. Terlebih
nilai-nilai moralnya sendiri. Namun demi- lagi pernyataan IDI sampai saat ini belum
kian, otonomi yang semata-mata indivi- cukup dijadikan dasar hukum untuk dunia
dualistis – salah satu prinsip fundamental kedokteran. Akhirnya dapat ditambahkan
dalam bioetika Barat – merupakan penger- bahwa walaupun di tahun-tahun terakhir
tian yang tidak cocok untuk diterapkan terdapat banyak perhatian dalam media
pada pola sosio-budaya Jepang. Hal ini di- massa untuk kasus-kasus malpraktek di
sebabkan terutama karena tradisi pengam- bidang kedokteran, hal itu tidak perlu
bilan keputusan oleh keluarga dalam kon- ditafsirkan sebagai tanda merosotnya moral
teks pelayanan medis yang paternalistis.3 para dokter. (sulit sekali membuktikan hal
Perkembangan yang sama mulai ini secara empiris). Gejala itu lebih baik
terlihat juga dalam masyarakat Indonesia. diinterpretasikan sebagai tanda yang me-
Hal ini tampak dalam dua pernyataan yang nunjukkan bahwa masyarakat (khususnya
dikeluarkan oleh Pengurus Besar Ikatan pasien) menjadi lebih sadar akan haknya,
Felenditi, Penegakan Otonomi Pasien Melalui Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) 39

jadi merupakan tanda terjadinya suatu peru- belaka.


bahan sosio-budaya. 3 4. Informed consent tidak dibutuhkan da-
Akhirnya perlu ditegaskan bahwa dasar lam kasus darurat (emergency) atau kri-
pemenuhan informed consent dan standar tis di mana tindakan medis harus segera
praktek profesi medis adalah landasan diambil demi keselamatan pasien. Tin-
etika-moral dan bukan landasan hukum yu- dakan ini diambil atas dasar prinsip
ridis. Bila ada dugaan bahwa tindakan me- beneficentia.
dis tertentu telah melanggar prinsip-prinsip 5. Informed consent dan the professional
etika moral yang mengakibatkan kerugian practice standard sangat penting diper-
bagi pasien, yakni tidak memenuhi prinsip hatikan, karena setiap kelalaian atau ke-
informed consent, berada di bawah standar salahan tindakan medis akan membawa
praktek profesi medis, melakukan kelalaian konsekuensi hukum yuridis.
(negligence) atau kesalahan, maka dapat di- 6. Dalam pelayanan kesehatan di Indo-
kenakan sanksi yuridis. Penghapusan akan nesia untuk dilakukannya suatu operasi
diberikan bila ternyata terbukti tidak mela- misalnya, informasi disampaikan kepa-
kukan kelalaian atau kesalahan. da keluarga dan keluarga yang menan-
datangani surat persetujuan, bukan oleh
pasien sendiri walaupun ia kompeten,
KESIMPULAN maka hal ini hanya merupakan perbeda-
an budaya saja yang umum berlaku di
1. Informed consent mutlak diperoleh ter-
Asia.
utama dalam tindakan medis yang dika-
tegorikan sebagai extraordinary means,
sebagai ungkapan hormat akan otonomi SARAN
dan integritas pribadi pasien. Pemahaman mengenai informed consent
2. Informed consent diperoleh dari pasien perlu ditanamkan kepada para dokter, te-
sendiri, tetapi bila pasien tidak kom- naga medis maupun mahasiswa kedokteran
peten, maka dapat diperoleh dari ke- sedini mungkin untuk terciptanya komu-
luarga atau wali sah yang mampu mem- nikasi yang baik dengan pasien, keluarga,
berikan persetujuan rasional. Jika kelu- dan masyarakat. Sangat diharapkan bahwa
arga dan/atau wali hadir namun tidak hal ini dapat mengurangi atau bahkan men-
kompeten juga, maka tenaga medis da- cegah terjadinya malpraktek beserta segala
pat memutuskan sendiri untuk bertindak konsekwensinya.
sesuai kondisi pasien demi kepentingan
terbaik pasien (prinsip beneficentia).
3. Berdasarkan informasi yang diberikan DAFTAR PUSTAKA
tenaga medis, pasien dan atau keluarga
dapat saja menolak memberikan per- 1. Beauchamp T/J. Childres. Principles of
setujuan atas tindakan medis tertentu Biomedical Ethics, New York/Oxford:
(informed refusal). Menghadapi hal se- Oxford University Press, 1983; p. 59-
102, 222-225.
demikian tenaga medis harus bersikap
2. Beauchamp T/J. Childres. Philosophical
rasional sebagai seorang medikus seka- Ethics, An Introduction to Moral
ligus etikus-moralis, dengan memper- Philosophy, New York/ Oxford: Oxford
timbangkan kompetensi penolakan ter- University Press, 1982; p. 117-130.
sebut dan kondisi pasien yakni entah 3. Bertens K. Mencari Tema-Tema Bioetika
tindakan medis masih bermanfaat bagi- dalam Konteks Indonesia, dalam
nya ataukah sudah menjadi sia-sia Bioetika, Refleksi Atas Masalah Etika
40 Jurnal Biomedik, Volume 1, Nomor 1, Maret 2009 hlm. 29-40

Biomedis, Seri Filsafat Atmajaya: 12. 186, Forbes Road, Braintree, 02184,
Jakarta: PT. Gramedia, 1990; p. 84-88. USA,1987; p. 155-163
4. Duncan AS, Dunstan GR. Welbourn RB, 7. Gunawan J. Malpraktek medik. Jakarta:
editors. Dictionary of Medical Ethics Balai Penerbit FKUI, 1983; p. 3.
(2nd ed). London: Darton, Longman & 8. Gunawan J. Kelalaian medik (Medical
Todd, 1981; p.113-250. negligence). Jakarta: FKUI, 1994; p.
5. Gerald K. Medico-Moral Problems. New 85-93.
York: The Catholic Association of the 9. Heuken SJ, et al. Ensiklopedi Etika Medis.
United States and Canada, 1959; p. Jakarta: Yayasan CLC, 1979; p. 298-
128-129. 300.
6. Griese Orville N. Catholic Identity in 10.Shannon Thomas A. Pengantar Bioetika,
Health Care: Principles and Practice, Seri Filsafat Atmajaya: 16,. Jakarta:
Massachusetts: The Pope John Center, Gramedia, 1995; p. 20-33.

Anda mungkin juga menyukai