Anda di halaman 1dari 152

Pelayanan publik berkualitas adalah hak warga negara

Edisi XXII / Tahun XII / 2017

Penangungjawab: Sutrisnowati, S.H., M.H., M.Psi


Pemimpin Umum: Dr. Nur Wening, S.E., M.Si., CHRA
Pimpinan Redaksi: Evi Nur Akhidhah, S.Sos
Sekretaris Redaksi: Lina Rohani, S.S
Ikhsanudin Muchlis, S.Sos
Bendahara: Hana Amelia Winarno, S.E
Lilis Prihati Ningrum, S.Pd

Tim Redaksi:
Mohammad Saleh Tjan
Hanum Aryani, S.H
Wijaya Kusuma, M.H
Mohammad Imam Santoso, S.IP
Hartoto Adi Mulyo, S.Pi
Dhenok Panuntun Trisuci Asmawati, M.H
Sugeng Raharjo, S.T
Yustina Setiarini, S.Tp
Ary Daniyulianti, S.H
Rr. Anna Sekar Wulanningrum, S.H
Nurul Luthfiana Shinta Arifin Putri, S.IP
Anwar Masduki, M.A

Layout dan Produksi: Juni Triwahyu


Distribusi: Widodo

Diterbitkan Oleh:

Lembaga Ombudsman

Daerah Istimewa Yogyakarta

Jl. Tentara Zeni (Genie) Pelajar No. 1A Pingit Kidul Yogyakarta

Telp. (0274) 554989, Fax. (0274) 556453, SMS. 08112741000

Website: http://www.lo-diy.or.id

Email: ombudsman.jogja@gmail.com
Daftar Isi
Editorial 1
Fokus 1
Kepercayaan Publik Terhadap Lembaga Ombudsman DIY
M. Saleh Tjan 4

Fokus 2
Audit Sosial Sebagai Model Integrasi Peningkatan Pemahaman
dan Sensivitas Kewargaan terhadap Pelayanan Publik; Kasus 24
Pemberdayaan di Desa Siap Bangun Kawasan Kampus
Drs. Idham Ibty, M.AP

Fokus 3
Pelayanan Publik Yang Ramah Anak di Bidang Pendidikan
Sutrisnowati, S.H., M.H., M.Psi 51

Fokus 4
Investasi Bodong: Akar Masalah dan Solusi Pencegahannya
Hanum Aryani, S.H 69

Fokus 5
Realita Program Rumah Murah Bersubsidi
Hartoto Adi Mulyo, S.Pi 85

Fokus 6
Membangun Desa Tanggung Jawab Siapa? (Refleksi catatan
akhir Komisioner LO DIY 2015-2017) 103
Mohammad Imam Santoso, S.IP

Fokus 7
Refleksi Pengelolaan Tenaga Kerja: Antara Profit dan Ethics
Dr. Nur Wening,S.E., M.si., CHRA 125

Biodata 138
Editorial

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarakatuh


Salam sejahtera untuk pembaca,

Pembaca budiman,
Puji dan syukur senantiasa tercurah kepada Alloh Tuhan Yang
Maha Esa Jurnal Lembaga Ombudsman DIY edisi 22 tahun 2017 dapat
kembali hadir dihadapan pembaca sekalian. Jurnal kali ini mengangkat
tema mengenai Refleksi Akhir Tahun Periode IV LO DIY. Perjalanan
Lembaga Ombudsman DIY telah mencapai usianya yang ke 12 tahun,
usia yang cukup panjang dalam perjalanannya mendorong
perwujudan pelayanan publik yang baik dan praktek tata kelola usaha
swasta yang beretika. Pada awal lahirya Lembaga Ombudsman DIY,
lembaga ini terdiri dari dua lembaga yakni LOD dan LOS. Sama-sama
lembaga pengawasan independen yang dibentuk oleh Gubernur DIY
namun memiliki ruang berbeda dalam kewenangannya. LOD memiliki
kewenangan dalam melakukan pengawasan pada pelayanan publik
yang dilakukan oleh pemerintah daerah sementara LOS berada pada
sisi pengawasan praktek tata kelola usaha bidang swasta di DIY. Pada
tahun 2014 melalui Peraturan Gubernur No. 69 Lembaga Ombudsman
Daerah dan Lembaga Ombudsman Swasta digabung menjadi satu
dengan nama Lembaga Ombudsman DIY. Maksud dan tujuan dari
penggabungan tersebut ialah untuk mengefektif-efisienkan masyarakat
dalam melakukan pengaduan baik pada ranah pemerintahan maupun
sektor usaha swasta melalui satu pintu, sementara tujuan disisi lain
tentu saja efektivitas anggaran daerah.

Jurnal Ombudsman - DIY | 1


Editorial

Sejak penggabungan dilakukan LO DIY menerima pengaduan


masyarakat tentang pelayanan publik baik oleh pemerintah daerah
maupun usaha swasta melalui satu pintu. Jumlah pengaduan
masyarakat di LO DIY masih menunjukkan adanya peningkatan dari
tahun ke tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa pelayanan publik di
sektor pemerintahan maupun pelayanan publik sektor swasta belum
dilaksanakan dengan baik dan efektif. Sehingga keberadaan LO DIY
sebagai lembaga pengawas independen masih dibutuhkan dan
diperlukan penguatan di dalamnya, agar fungsi pengawasan berjalan
optimal dengan sekup wilayah yang cukup luas.
Melalui rangkaian tulisan dalam jurnal edisi kali ini, LO DIY
mencoba menyampaikan pengalaman dalam perjalanannya melakukan
tugas dan fungsi pengawasan pelayanan publik bidang pemerintahan
dan bidang tata kelola usaha sektor swasta. Menyampaikan
pengalaman dalam menangani berbagai aduan masyarakat terkait
dengan pelayanan publik dirasa penting sebagai salah satu langkah LO
DIY memberikan informasi kepada masyarakat tentang gambaran isu
pelayanan publik di DIY yang jamak diterima masyarakat luas.
Harapannya sensitivitas masyarakat akan pelayanan publik yang
prima dapat terbangun dan mampu mendorong terwujudnya realitas
pelayanan publik yang berkualitas secara berkelanjutan.
Rangkaian fokus tulisan dalam jurnal Ombudsman edisi 22 kali
ini menyuguhkan analisis secara mendalam sebagai salah satu upaya
kritis dalam mendorong terciptanya pelayanan publik berkualitas
secara luas. Pada awal tulisan Jurnal edisi 22 kali ini menyampaikan
tentang perjalanan Ombudsman DIY dimulai sejak kelahirannya
hingga penggabungan dua lembaga ombudsman menjadi satu. Dalam
mendorong terwujudnya pelayanan publik yang prima diperlukan
sumber daya yang memiliki kapasitas sebagai fasilitator yang mampu
mendorong masyarakat berkesadaran kritis. Selain itu pemberi

2 | Jurnal Ombudsman - DIY


Editorial

pelayanan juga harus mampu mengakomodir kebutuhan masyarakat


termasuk anak yang terkadang terlupakan akan haknya. Sinergisitas
antara berbagai bidang sebagai upaya menjalin kerjasama sangatlah
diperlukan sebagai upaya mendorong terciptanya pelayanan publik
prima baik bidang pemerintahan maupun swasta di DIY. Terutama
pada era modern saat ini dengan kompleksitas permasalahan
pelayanan publik. Masyarakat diharapkan memiliki wawasan luas dan
kritis agar terhindar dari kompleksitas permasalahan pelayanan publik
semisal investasi bodong, rumah murah berkedok FLPP, pelanggaran
dalam ketenagakerjaan dan lainnya. Kesadaran kritis masyarakat
merupakan salah satu hal penting demi terciptanya pelayanan publik
prima. Harapannya pemberi layanan dapat optimal melakukan tugas
dan tanggungjawab pelayanan publik.
Pada akhirnya tulisan ini dapat terangkum dalam sebuah Jurnal
Ombudsman DIY edisi 22 tahun 2017 sebagai catatan kritis terhadap
pelayanan publik di DIY pada dua belas tahun perjalannya mengawal
penyelenggaraan pelayanan publik dan akhir masa jabatan periode ke
empat. Selamat membaca.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarakatuh

Redaksi

Jurnal Ombudsman – DIY | 3


Fokus 1

Kepercayaan Publik Terhadap Lembaga


Ombudsman DIY
Oleh: M. Saleh Tjan1

Abstrak

Tahun 2015, Lembaga Ombudsman DIY telah menerima aduan


serta laporan dari masyarakat sejumlah 251 kasus baru. Hal ini
memperlihatkan peningkatan pada tahun 2016 yang berjumlah 283
laporan aduan. Sedangkan per akhir triwulan III tahun 2017,
aduan masyarakat sudah mencapai 278 laporan dan diprediksikan
akan terus bertambah melebihi 300 laporan pada akhir tahun 2017.
Total laporan aduan yang masuk adalah 812 laporan dari
masyarakat DIY. Hal ini menggambarkan tingkat kenaikan dari
tahun ke tahun serta partisipasi masyarakat yang sangat baik
dalam memberikan kontribusi aduan terhadap permasalahan
pelayanan publik di DIY. Selain itu pencapaian yang sangat baik
juga didasarkan pada kepercayaan yang sangat tinggi dari
masyarakat DIY terhadap lembaga ini. Tingginya aduan
masyarakat bisa diartikan masyarakat DIY mempunyai daya kritis
yang baik terhadap pelayanan publik di DIY. Akan tetapi juga
menjadi catatan bagi Institusi Pemerintah maupun Swasta di DIY

1 Komisioner (Wakil Ketua Bidang Aparatur Pemerintah Daerah) Pemerintahan) Lembaga Ombudsman
DIY

4 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 1: Kepercayaan Publik Terhadap...

untuk berbenah dan melakukan perbaikan tata kelola pemerintahan


serta tata kelola usaha swasta agar supaya menjadi lebih baik ke
depannya.

Kata kunci: Aduan, Kepercayaan, Perbaikan

A. Latar Belakang
Lembaga Ombudsman Daerah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (LOD DIY) Yogyakarta didirikan oleh Pemerintah Provinsi
DIY. Gagasannya diawali oleh Pusat Studi Hak Asasi Manusia
Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII) Yogyakarta didukung oleh
Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia
(Partnership for Governance Reform in Indonesia) Indonesia. Semangat
yang dikembangkan sangatlah sederhana, yaitu bagaimana
membentuk pemerintahan yang bersih dengan kinerja dan watak yang
transparan serta memiliki akuntabilitas publik. Langkah pertama
pengembangan LOD DIY dimulai dimana PUSHAM UII
menyelenggarakan penelitian untuk mengetahui penilaian masyarakat
atas kinerja birokrasi di Yogyakarta. Hasil penelitian dan sosialisasi
mengerucut pada simpulan Ombudsman daerah diperlukan dan
dibutuhkan masyarakat. Untuk mengkristalkan gagasan, pada
September 2003 diselenggarakan workshop yang melibatkan
partisipasi eksekutif daerah, parlemen daerah, pemuka masyarakat,
pemikir/akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat/masyarakat
sipil. Pada tanggal 10 Juni 2004, ditandatangani kesepakatan bersama
antara Pemprov DIY dengan Universitas Islam Indonesia Yogyakarta,
dengan muatan bahwa kedua lembaga sepakat untuk saling
mendukung untuk pelembagaan Ombudsman sektor publik yang
kemudian disebut sebagai Lembaga Ombudsman Daerah, serta
kegiatan lain dalam rangka tata pelayanan publik di bidang hukum,

Jurnal Ombudsman – DIY | 5


Fokus 1: Kepercayaan Publik Terhadap...

pemerintahan, dan kemasyarakatan DIY, dengan melibatkan sebanyak


mungkin stakeholders. Kesepakatan kerjasama ini berlangsung selama 3
tahun sejak ditandatangani2.
Sebagai Ombudsman tingkat regional di Indonesia, Lembaga
Ombudsman DIY merupakan lembaga yang berdiri dan bekerja hanya
di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada awalnya Lembaga Ombudsman
DIY terdiri dari 2 kelembagaan yakni Lembaga Ombudsman Daerah
(LOD) serta Lembaga Ombudsman Swasta (LOS). Awal terbentuknya 2
lembaga ini diawali dengan keluarnya Surat Keputusan Gubernur No.
134/2004 dan juga No. 135/2004, tanggal 30 Juni 2004, tentang
Pembentukan Lembaga Ombudsman Daerah dan Pembentukan
Lembaga Ombudsman Swasta DIY. Kurang lebih 1 tahun kemudian,
tepatnya tanggal 8 juni 2005, Sultan Hamengkubuwono X Gubernur
Daerah Istimewa Yogyakarta mengukuhkan Ombudsman Daerah dan
Ombudsman Swasta DIY. Pada sambutannya disampaikan bahwa
tugas utama dari kedua ombudsman ini adalah untuk melakukan
kontrol terhadap pelayanan publik yang dilakukan aparat pemerintah
maupun swasta. Ditegaskan bahwa Ombudsman DIY bukanlah
lembaga peradilan tambahan dari tingkat pusat (ORI), juga bukan
lembaga pemutus perkara. Komisi ini bertugas untuk melakukan
klarifikasi terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan yang
dilakukan sebuah instansi pemerintah maupun usaha swasta untuk
kemudian dibuatkan rekomendasi. Dalam kapasitas selaku gubernur,
Sultan memberikan jaminan bahwa rekomendasi ini akan
ditindaklanjuti dengan semestinya. Kehadiran Ombudsman di tingkat
daerah tidak akan ada gunanya jika rekomendasi tidak bisa melahirkan
perbaikan pelayanan publik. Peningkatan pelayanan publik sudah
menjadi tekad seluruh jajaran pemerintah DIY3.

2 http://lo-diy.or.id/sejarah-lod-diy/, diunduh tanggal 25 September 2017


3 http://trisihono.staff.uii.ac.id/2012/03/08/sejarah-lod/, diunduh tanggal 25 September 2017

6 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 1: Kepercayaan Publik Terhadap...

Tahun ini Ombudsman sudah memasuki tahun ke tiga (tiga)


periode ke IV (empat) atau juga periode I (pertama) setelah
penggabungan LOD dan LOS menjadi Lembaga Ombudsman DIY (LO
DIY). Penggabungan ini didasarkan pada Pergub No. 69 tahun 2014.
Tahun 2015-2017 total laporan masyarakat sudah mencapai 812 laporan
sampai akhir triwulan III 2017 dan mungkin akan terus bertambah
sampai akhir tahun 2017. Hal ini menggambarkan tingkat kenaikan
dari tahun ke tahun serta kepercayaan masyarakat terhadap lembaga
ini semakin baik.

B. Rumusan Masalah
Aduan serta laporan masyarakat yang begitu banyaknya masuk ke
Lembaga Ombudsman DIY menunjukkan masih perlunya perbaikan
Pemerintah Daerah terutama kabupaten/kota serta institusi swasta
dalam melakukan pelayanan publik kepada masyarakat di DIY. Titik
utama masalahnya adalah tidak ada langkah konkrit dan terpadu
untuk mencegah proses terjadinya maladministrasi serta pelanggaran
etika usaha swasta di masing-masing sektor pelayanan publik di dalam
pemeritahan maupun usaha swasta. Selain itu pemberian sanksi yang
tegas terhadap penyelenggara pelayanan publik yang ketahuan
melakukan maladminstrasi ataupun praktik bisnis yang tidak beretika
sangat diperlukan demi terwujudnya pelayanan publik prima di DIY.

C. Tinjauan Pustaka
Akar sejarah perkembangan Ombudsman modern dapat dilacak
dari istilah “justitie ombudsman” (Ombudsman for justice) di Swedia yang
didirikan pada tahun 1809. Institusi Ombudsman mulai menyebar ke
negara-negara lain pada abad ke dua puluh, yaitu ketika negera-negara
Skandinavia mulai mengadopsinya: Finlandia pada 1919, Denmark
(1955) dan Norwegia (1962). Popularitas institusi Ombudsman

Jurnal Ombudsman – DIY | 7


Fokus 1: Kepercayaan Publik Terhadap...

kemudian meningkat sejak dekade 1960-an, ketika banyak negara-


negara persemakmuran dan negara-negara lain, terutama negara-
negara Eropa mendirikan institusi Ombudsman seperti halnya Selandia
Baru (1962), Inggris (1967), Provinsi-provinsi di Kanada (mulai tahun
1967), Tanzania (1968), Israel (1971), Puerto Rico (1977), Australia (1977
pada tingkat federal, 1972-1979 pada tingkat negara), Perancis (1973),
Portugal (1975), Austria (1977), Spanyol (1981) dan Belanda (1981)4.
Pada tahun 1998, lebih dari 100 negara di seluruh dunia telah
membentuk Lembaga Ombudsman. Di beberapa negara ada
Ombudsman yang eksistensinya berada pada tingkat regional,
provinsi, negara bagian atau pada tingkat distrik (kabupaten/kota).
Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah
Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme telah memerintahkan penyelenggara negara agar segera
membentuk Undang-Undang beserta peraturan pelaksanaannya untuk
pencegahan korupsi yang muatannya meliputi salah satu diantaranya
adalah Komisi Ombudsman. Dengan demikian posisi Komisi
Ombudsman Nasional dalam pemberantasan korupsi sesuai dengan
TAP MPR No. VIII/MPR/2001 berada pada wilayah prevensi.
Pada dasarnya Ombudsman sangat erat hubungannnya dengan
keluhan masyarakat terhadap suatu tindakan dan keputusan dari
pejabat administrasi publik yang dinilai merugikan masyarakat.
Pemilihan anggota Ombudsman dilakukan melalui suatu pemilihan
oleh parlemen dan diangkat oleh kepala negara dalam hal ini presiden
setelah berkonsultasi dengan pihak parlemen. Peranan Ombudsman
adalah untuk melindungi masyarakat terhadap pelanggaran hak,
penyalahgunaan wewenang, kesalahan, kelalaian, keputusan yang
tidak fair dan maladministrasi dalam rangka meningkatkan kualitas

4 https://www.saldiisra.web.id/index.php/21-makalah/makalah1/304-ombudsman-dalam-bingkai-
ketatanegaraan-ri-sejarah-pembentukan-dan-tantangan-kedepan.html, diunduh tanggal 25
september 2017

8 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 1: Kepercayaan Publik Terhadap...

administrasi publik, mendorong tindakan-tindakan pemerintah lebih


terbuka dimana pemerintah serta pegawainya lebih akuntabel terhadap
masyarakat.
Perubahan paradigma pemerintahan era orde baru ke era reformasi
dimana pemerintahan yang sentralistik berubah ke desentralisasi,
pemerintah sebagai penguasa berubah menjadi pemerintah sebagai
pamong/fasilitator. Perubahan paradigma ini menempatkan
masyarakat sebagai penerima layanan publik kedudukannya tidak lagi
sebagai objek melainkan sebagai subjek dalam pelayanan publik
sehingga kepuasan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan publik
menjadi hal yang utama.
Dasar inilah pada tanggal 30 Juni 2004, Gubernur DIY menerbitkan
Keputusan Nomor 134/2004 tentang Pembentukan dan Organisasi
Ombudsman Daerah di Propinsi DIY, dengan tiga pertimbangan.
Pertama, bahwa pelayanan yang sebaik-baiknya kepada setiap
masyarakat berdasarkan asas keadilan dan persamaan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk menciptakan
penyelenggaraan pemerintahan daerah, lembaga-lembaga penegakan
hukum, dan lembaga-lembaga lainnya yang bersih dan bebas dari
korupsi, kolusi, nepotisme, penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan,
dan perbuatan sewenang-wenang. Kedua, bahwa untuk menjamin
pemberian pelayanan kepada setiap anggota masyarakat, maka perlu
pemberdayaan masyarakat melalui peran-serta untuk melakukan
pengawasan terhadap praktek penyelenggaraan pemerintahan daerah
termasuk lembaga-lembaga penegak hukum. Ketiga, bahwa
Ombudsman merupakan salah satu kelembagaan antikorupsi yang
direkomendasikan oleh Ketetapan MPR No. VIII Tahun 2001 tentang
arah kebijakan negara yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Tujuan pembentukan Ombudsman disebutkan sebagai upaya dalam
rangka mendorong dan mewujudkan penyelenggaraan negara dan

Jurnal Ombudsman – DIY | 9


Fokus 1: Kepercayaan Publik Terhadap...

penyelenggaraan pemerintah daerah yang bersih dan bebas KKN,


penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan, dan perbuatan sewenang-
wenang dari aparatur negara dan pemerintah daerah, serta untuk
meningkatkan kualitas pelayanan umum dan perlindungan hukum
kepada masyarakat di daerah.
Dua definisi terpenting pada keputusan ini adalah definisi tentang
“Ombudsman” yang menyebutkan bahwa Ombudsman Daerah adalah
sebuah lembaga yang bersifat mandiri dan diadakan untuk melakukan
pengawasan terhadap penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah,
lembaga penegak hukum, dan lembaga-lembaga negara lainnya dalam
memberikan pelayanan masyarakat. Definisi tentang “Pelayanan
Umum” yang menyebutkan bahwa pelayanan umum adalah
pelayanan yang harus diberikan oleh pemerintah daerah, lembaga
penegak hukum, dan lembaga-lembaga negara lainnya kepada
masyarakat berkaitan dengan fungsi, tugas, dan tanggung jawabnya
sebagai aparatur atau pejabat negara atau pejabat daerah. Definisi
Ombudsman Daerah di sini menunjukkan bahwa peran dari
Ombudsman Daerah DIY melakukan pengawasan juga terhadap
lembaga-lembaga pusat yang melakukan tugas di daerah, yaitu
lembaga yang menjalankan urusan-urusan pusat, urusan politik luar
negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan
agama, yang terjadi di wilayah DIY. Definisi ini dipertegas dengan
pasal tentang kedudukan Ombudsman Daerah yang menyebutkan
bahwa Ombudsman merupakan lembaga non-struktural yang bersifat
mandiri yang tidak memiliki hubungan struktural dengan lembaga-
lembaga negara dan pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan
terhadap penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan
daerah5.

5 http://lo-diy.or.id/sejarah-lod-diy/, diunduh tanggal 25 September 2017

10 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 1: Kepercayaan Publik Terhadap...

Ombudsman DIY ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Dengan


demikian, dapat dikatakan bahwa Ombudsman DIY merupakan
Ombudsman Eksekutif, karena dibentuk oleh eksekutif daerah dan
ditetapkan dengan atau melalui keputusan eksekutif daerah.
Ombudsman DIY juga mempunyai peran hingga pengusulan kepada
DPRD dan Gubernur untuk membentuk atau menyempurnakan
Peraturan Daerah, Keputusan Gubernur, atau Keputusan DPRD.
Ombudsman DIY juga dapat menyampaikan saran kepada gubernur
mengenai perbaikan atau penyempurnaan organisasi pemerintahan
daerah dan tata cara penyelenggaraan pelayanan pemerintahan daerah.
Sebagai Lembaga Ombudsman yang dibentuk oleh Lembaga
Pemerintah Daerah, Ombudsman DIY dibiayai sepenuhnya oleh
anggaran belanja daerah atau APBD.

D. Lembaga Ombudsman DIY


Perjalanan keberadaan LOD dan LOS sampai dengan tahun 2014
diperkuat keberadaanya dengan disahkannya Perda DIY Nomor 5
Tahun 2014 Tentang Pelayanan Publik.
Perda Nomor 5 Tahun 2014 BAB VIII Pengawasan pasal 38 ayat (1)
Pengawasan Penyelenggaraan Pelayanan Publik dilakukan oleh
pengawas internal dan eksternal. Ayat (2) Pengawas internal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh: a. atasan
langsung; dan b. pengawas fungsional. Ayat (3) Pengawas eksternal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh: a. masyarakat; b.
DPRD dan DPRD Kabupaten/Kota; c. Badan Permusyawaratan Desa;
dan d. Ombudsman. Ombudsman yang dimaksud sebagaimana pasal
1 poin 14 dijelaskan bahwa Ombudsman adalah lembaga independen
yang ada di daerah yang berfungsi untuk melaksanakan pengawasan
terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang meliputi

Jurnal Ombudsman – DIY | 11


Fokus 1: Kepercayaan Publik Terhadap...

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan DIY, Ombudsman


Daerah dan Ombudsman Swasta yang dibentuk pemerintah daerah.
Dalam konsideran menimbang Peraturan Daerah DIY Nomor 5
Tahun 2014 menyebutkan bahwa masyarakat memiliki hak yang sama
atas pelayanan publik sesuai amanat UUD NKRI tahun 1945.
Penyelenggara pelayanan publik baik pemerintah maupun swasta
dalam berkewajiban menyelenggarakan pelayanan publik yang
meliputi jenis pelayanan barang publik, pelayanan jasa publik dan
pelayanan administratif dilakukan secara terintegrasi dan
berkesinambungan dalam upaya memenuhi harapan dan tuntutan
masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas.
Untuk memberikan kepastian hukum atas perlindungan
masyarakat mendapatkan hak yang sama, Pemerintah Daerah DIY
merumuskan norma hukum yakni Perda DIY Nomor 5 Tahun 2014
tentang Pelayanan Publik. Peraturan daerah ini juga dimaksudkan
memberikan jaminan kualitas atas pelayanan publik oleh
penyelenggara dan pelaksana bagi masyarakat di wilayah DIY.
LO DIY adalah lembaga independen yang ada di DIY berfungsi
untuk melaksanakan pengawasan terhadap penyelenggaraan
pelayanan publik baik pelayanan publik yang penyelenggranya
dilakukan oleh pemerintah maupun oleh usaha swasta dibentuk oleh
pemerintah DIY melalui Pergub DIY Nomor 69 Tahun 2014 tentang
Organisasi dan Tata Kerja LO DIY, sebagai peraturan turunan dari
Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pelayanan Publik. Dilihat dari
tujuan, fungsi dan tugas LO DIY memiliki kedudukan dan peran yang
sangat strategis untuk menciptakan iklim pelayanan publik yang
berkualitas di DIY utamanya pada sektor pelayanan barang publik
sebagaimana meliputi: a. pengadaan dan penyaluran barang publik
yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota
dan Pemerintah Desa yang sebagian atau seluruh dananya bersumber

12 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 1: Kepercayaan Publik Terhadap...

dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan


dan Belanja Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Kabupaten/Kota dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; b.
pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh badan
usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber
dari kekayaan Daerah, Kabupaten/Kota dan Desa yang dipisahkan5.
Tahun 2017, LO DIY sudah memasuki akhir periode ke IV (empat)
setelah penggabungan LOD dan LOS menjadi LO DIY. Penggabungan
ini didasarkan pada Peraturan Gubernur No. 69 tahun 2014. Tugas dan
wewenang LO DIY berdasarkan Pergub No. 69 tahun 2014 adalah
sebagai berikut6:
Tugas Lembaga Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta
1. Ombudsman Daerah Menyusun program kerja Ombudsman
Daerah.
2. Menyebarluaskan pemahaman mengenai kedudukan, fungsi,
tugas, wewenang, dan program kerja Ombudsman Daerah
kepada seluruh masyarakat di daerah.
3. Melakukan koordinasi dan atau kerjasama dengan berbagai
lembaga baik pemerintah maupun swasta dalam rangka
mendorong dan mewujudkan pemerintahan daerah yang bersih
dan bebas dari korupsi, kolusi, nepotisme, penyalahgunaan
kekuasaan, atau jabatan dan tindakan sewenang-wenang.
4. Menerima pengaduan dari masyarakat atas keputusan, tindakan
dari penyelenggara pemerintahan daerah, dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat yang dirasakan tidak adil,
diskriminatif, tidak patut, merugikan atau bertentangan dengan
hukum.

5 Perda DIY Nomor 5 Tahun 2014


6 Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 69 tahun 2014, Pasal 8 dan Pasal 9

Jurnal Ombudsman – DIY | 13


Fokus 1: Kepercayaan Publik Terhadap...

5. Menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat mengenai


penyimpangan pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
6. Membuat laporan triwulanan dan tahunan kepada gubernur
terhadap pelaksanaan tugas, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan yang berlaku.
Wewenang Lembaga Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta
1. Meminta keterangan secara lisan dan atau tertulis dari pihak
pelapor, terlapor dan atau pihak lain yang terkait dengan
pengaduan yang disampaikan kepada Ombudsman Daerah.
2. Melakukan klarifikasi terhadap pihak pelapor, terlapor dan atau
pihak lain yang terkait untuk mendapatkan kebenaran dari isi
pengaduan.
3. Meminta keterangan secara lisan dan atau tertulis kepada
pemerintahan daerah berkaitan dengan adanya dugaan
pelanggaran terhadap asas-asas pemerintahan daerah yang
bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme,
penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan dan tindakan
sewenang-wenang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dengan memperhatikan asas praduga tak bersalah.
4. Membuat rekomendasi kepada pihak pelapor dan pihak terlapor
dalam rangka penyelesaian masalah antara kedua belah pihak.
5. Memberikan rekomendasi kepada pihak pelapor dan terlapor
serta pihak-pihak lain yang terkait dalam rangka memfasilitasi
penyelesaian masalah
6. Mengumumkan hasil rekomendasi untuk diketahui masyarakat
setelah mendapat kepastian hukum.
7. Mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, DPRD
Kabupaten, DPRD Kota dan atau kepada Gubernur,

14 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 1: Kepercayaan Publik Terhadap...

Bupati/Walikota untuk membentuk atau mengadakan


penyempurnaan terhadap Peraturan Daerah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta, Peraturan Daerah Kabupaten/Peraturan
Daerah Kota, dan Peraturan Gubernur, Peraturan
Bupati/Peraturan Walikota atau Keputusan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta, Keputusan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Keputusan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kota.
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur No. 346/KEP/2014 tentang
Penetapan anggota Lembaga Ombudsman Daerah Istimewa
Yogyakarta Masa Jabatan 2015-2018, menetapkan 7 (tujuh) orang
anggota Lembaga Ombudsman DIY masa jabatan 2015-2018, yakni
diantaranya; Nur Wening, SE., M.Si.; Hanum Aryani, S.H.;
Sutrisnowati, S.H.; Mohamad Imam Santoso, SIP., Hartoto Adi Mulyo,
SPi.; Wijaya Kusuma, S.H. M.H.; serta Moh Saleh Tjan, S.Pd.7

E. Tujuan Kajian
Tujuan kajian yang akan dicapai dalam naskah ini adalah dapat
mengidentifikasi capaian kinerja LO DIY berdasarkan laporan
monitoring dan evaluasi LO DIY akhir periode tahun 2017. Dari
capaian kinerja selama masa jabatan tahun 2015 sampai akhir tahun
2017, dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepercayaan publik
terhadap LO DIY.

F. Manfaat Kajian
Kajian ini dapat digunakan oleh pemerintah daerah beserta semua
stakeholder maupun shareholder di DIY sebagai pertimbangan untuk
perbaikan kebijakan menyangkut pemenuhan hak warga negara
mendapatkan pelayanan publik prima di DIY. Sebagai media

7 Surat Keputusan Gubernur DIY Nomor 346/KEP/2014

Jurnal Ombudsman – DIY | 15


Fokus 1: Kepercayaan Publik Terhadap...

komunikasi publik, kajian ini dapat bermanfaat untuk masyarakat


dalam mengetahui dan memahami tugas dan wewenang LO DIY
beserta capaian kinerjanya pasca penggabungan kedua LOD
(Ombudsman Daerah) dan LOS (Ombudsman Swasta) menjadi satu.

G. Metode
Metode dalam penulisan kajian ini menggunakan analisa deskriptif
serta kajian literatur dan peraturan perundang-undangan yakni
Peraturan Gurbernur. Beberapa dokumen dan data capaian kinerja LO
DIY dijadikan gambaran mengenai kondisi nyata permasalahan
pelayanan publik di DIY dan perkembangannya dari tahun ke tahun.
Paparan dalam literatur dan Peraturan Gubernur dipadu dengan
data empirik laporan monitoring dan evaluasi Lembaga Ombudsman
DIY, kemudian akan dianalisa dan menghasilkan kesimpulan, saran
serta rekomendasi untuk bahan pengambilan kebijakan lebih lanjut
oleh seluruh stakeholder.

H. Isi /Pembahasan
Tahun 2015, LO DIY telah menerima aduan serta laporan dari
masyarakat sejumlah 251 kasus baru. Hal ini memperlihatkan
peningkatan pada tahun 2016 yang berjumlah 283 laporan aduan.
Sedangkan per akhir triwulan III tahun 2017, aduan masyarakat sudah
mencapai 278 laporan dan diprediksikan akan terus bertambah
melebihi 300 laporan pada akhir tahun 2017. Total laporan aduan yang
masuk adalah 812 laporan dari masyarakat DIY. Hal ini
menggambarkan tingkat kenaikan dari tahun ke tahun serta
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga ini semakin baik.
Evaluasi laporan masyarakat dari periode 2015-2017 menunjukkan
kasus di sektor swasta paling dominan diadukan. Bahkan di tahun
2017 jumlahnya melonjak drastis mencapai 63, 67% daripada tahun

16 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 1: Kepercayaan Publik Terhadap...

2015 dan 2016 (48%-49%). Sedangkan kasus sektor BUMN maupun


BUMD mengalami penurunan dari tahun ke tahun.

Tahun 2015, 5 teratas instansi yang dilaporkan meliputi


pemerintah daerah, lembaga pendidikan, perusahaan swasta, BUMN
dan BUMD, serta pengembang properti. Tahun 2016, ada pergesaran di
sektor yang paling banyak dilaporkan. Pertama, perusahaan swasta
menjadi sektor yang paling banyak aduan pelaporan, disusul lembaga
pendidikan masih di peringkat dua, lembaga keuangan dan
pemerintah desa mengalami lonjakan di posisi selanjutnya,
dikarenakan banyak pelaporan bidang keuangan serta seleksi pamong
desa pada tahun ini. Terakhir tahun 2017, posisi pertama masih
perusahaan swasta yang didominasi kasus ketenagakerjaan, sedangkan
lembaga keuangan mengalami kenaikan di posisi kedua menggeser
lembaga pendidikan. Pelaporan pemerintah desa pada kasus seleksi
pamong desa juga masih cukup banyak (peringkat keempat), dan
posisi lima besar terakhir pengembang banyak dilaporkan di kasus
property yang mengalami kenaikan cukup signifikan pada tahun 2017.

Jurnal Ombudsman – DIY | 17


Fokus 1: Kepercayaan Publik Terhadap...

Grafik Klasifikasi Kasus total yang masuk ke LO DIY tahun 2015,


menunjukkan bidang pendidikan dan bidang pertanahan menduduki
peringkat pertama dan kedua dari jumlah kasus di bidang
pemerintahan. Sedangkan bidang keuangan dan bidang
ketenagakerjaan menduduki peringkat pertama dan kedua dari jumlah
kasus di bidang swasta. Tahun 2016, menunjukkan bidang
pemerintahan mengalami kenaikan jumlah dengan presentase bidang
pendidikan yakni 13%, bidang pertanahan 12%, serta bidang perizinan
naik pesat dari 10 kasus menjadi 21 kasus (7%). Selain menunjukkan
adanya peningkatan peningkatan di beberapa bidang, terdapat anomali
yakni bidang kesehatan yang mengalami penurunan jumlah kasus
yang signifikan pada tahun 2016 ini dari 16 kasus menjadi 10 kasus
saja. Sektor swasta, bidang ketenagakerjaan menggeser bidang
keuangan dan menduduki peringkat pertama dari jumlah kasus di
tahun 2016. Secara kuantitas juga mengalami kenaikan daripada tahun
2015 yakni sebanyak 49 serta 46 kasus. Selain itu pada tahun 2016 ada
jenis kasus yang muncul dan jumlahnya sangat signifikan yakni kasus
bidang administrasi pemerintahan yang berjumlah 10 kasus, yang
kesemuanya didominasi kasus penerimaan/seleksi pamong desa, serta
kasus bidang ESDM dan lingkungan hidup sebanyak 7 kasus. Hal ini

18 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 1: Kepercayaan Publik Terhadap...

menggambarkan dinamika kasus yang berkembang dari tahun ke


tahun.
Sedangkan per akhir triwulan III tahun 2017, capaian bidang
pemerintahan masih didominasi oleh bidang pendidikan (14%), serta
bidang pertanahan (8%). Bidang administrasi pemerintahan mengalami
kenaikan drastis daripada tahun 2016 dengan 17 kasus. Sektor usaha
swasta, bidang keuangan sudah melewati capaian di dua tahun
sebelumnya yakni dengan 63 kasus. Di peringkat kedua masih sama
yakni bidang ketenagakerjaan dengan 52 kasus. Terakhir di tahun 2017
ini terdapat juga lonjakan untuk bidang property dan perhotelan
dengan jumlah aduan yang masuk sebesar 31 kasus (dan masih ada
kemungkinan bertambah sampai akhir tahun 2017).

Jurnal Ombudsman – DIY | 19


Fokus 1: Kepercayaan Publik Terhadap...

Klasifikasi kasus per wilayah aduan dari tahun 2015-2016 tidak


perubahan dan masih didominasi Kota Yogyakarta untuk aduan
terbanyak. Kabupaten Sleman dan Bantul ada di posisi kedua dan
ketiga. Sedangkan sisanya sekitar 10% ada dibagi antara wilayah Kulon
Progo dan Gunungkidul. Hal ini terus menjadi bahan evaluasi serius
LO DIY untuk memperbaiki kinerja sosialisasi dan program lainnya
yang menunjang penyampaian informasi mengenai keberadaan, tugas
dan wewenang LO DIY di kedua wilayah tersebut. Kendala informasi
dan jarak geografis sangat terasa di kedua wilayah tersebut.

Sedangkan untuk keterwakilan perempuan dalam partisipasi


laporan aduan pelayanan publik di LO DIY mengalami kenaikan dari
tahun ke tahun. Tahun 2015 keterwakilan perempuan sejumlah 25%
total laporan masyarakat, tahun 2016 naik menjadi 29%, terakhir tahun
2017 sampai akhir triwulan III 2017 mencapai 36%.

20 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 1: Kepercayaan Publik Terhadap...

Tingkat Pendidikan Menengah (lulusan SMU) serta Pendidikan


Tinggi (S1 serta S2) sangat mendominasi laporan masyarakat yang
masuk ke LO DIY. Lebih dari 90% pelapor ada di pendidikan
menengah maupun pendidikan tinggi. Yang menggembirakan bagi
Lembaga Ombudsman, bahwa tiap tahunnya selalu ada laporan dari
masyarakat berkebutuhan khusus (disabilitas) yang masuk ke lembaga
ini. Hal ini membuktikan tingkat kepercayaan publik terhadap
lembaga ini bisa terwakili oleh semua golongan masyarakat.
Ada 2 mata pencaharian yang sangat dominan dari data pelapor di
Lembaga Ombudsman DIY yakni wiraswasta serta karyawan swasta.
Keduanya total menyumbang sekitar 60% laporan. Sedangkan profesi
lain masing-masing bisa terwakili dan ikut berkontribusi terhadap
laporan yang masuk ke LO DIY. Dari profesi khusus (TNI, Dokter, dll),
Pegawai Negeri Sipil, pedagang, petani dan nelayan,
pelajar/mahasiswa serta ibu rumah tangga yang juga cukup dominan
memberikan kontribusi (di tabel mata pencaharian lainnya yang
mencapai lebih dari 10% tiap tahunnya).

Jurnal Ombudsman – DIY | 21


Fokus 1: Kepercayaan Publik Terhadap...

Terakhir, LO DIY sudah mengeluarkan total 304 produk akhir pada


tahun 2015-akhir periode triwulan III tahun 2017. Rinciannya 103
produk akhir di tahun 2015 dengan indikasi pelanggaran sejumlah
56%, 105 produk akhir di tahun 2016 dengan indikasi pelanggaran
sejumlah 62%, serta 96 produk akhir di akhir triwulan III tahun 2017
dengan indikasi pelanggaran sejumlah 74%.

I. Penutup
Kesimpulan yang dapat diambil dari paparan kajian di atas adalah
masih banyaknya aduan masyarakat terhadap pelayanan publik di DIY
yang mengalami grafik kenaikan dari tahun ke tahun. Hasil monitoring
dan evaluasi LO DIY menunjukkan juga tingkat kepercayaan publik di
DIY terhadap keberadaan lembaga ini sangatlah besar. Dari capaian
kinerja, jumlah kasus yang terus-menerus mengalami kenaikan, serta
dari kontribusi semua golongan, lapisan masyarkat dari berbagai

22 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 1: Kepercayaan Publik Terhadap...

macam tingkat pendidikan maupun berbagai macam pekerjaan,


mempercayakan penanganan aduan pelayanan publik di sektor
pemerintahan maupun swasta ke lembaga ini.
Akan tetapi masih banyak juga masyarakat DIY di pelosok
kabupaten Kulon Progo maupun Gunungkidul yang belum
mengetahui keberadaan lembaga ini. Proses sosialisasi mengenai
lembaga ini masih harus dilakukan lebih gencar dan lebih tepat sasaran
ke berbagai titik yang ada di kedua kabupaten tersebut. LO DIY
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh
masyarakat DIY yang sudah memberikan kontribusi dalam mengawal
pelayanan publik prima di DIY. Tanpa adanya dukungan dan
kepercayaan terhadap lembaga ini, LO DIY tidak akan mampu
berkembang, bertransformasi menjadi lembaga pengawasan yang lebih
baik dan optimal.

Daftar Pustaka
Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2014

Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 69 tahun


2014, Pasal 8 dan Pasal 9, dikeluarkan tanggal 5 September 2014

Surat Keputusan Gubernur DIY Nomor 346/KEP/2014 dikeluarkan


tanggal 29 Desember 2014

https://www.saldiisra.web.id/index.php/21-makalah/makalah1/304-
ombudsman-dalam-bingkai-ketatanegaraan-ri-sejarah-
pembentukan-dan-tantangan-kedepan.html, diunduh tanggal 25
september 2017

http://lo-diy.or.id/sejarah-lod-diy/, diunduh tanggal 25 September 2017

http://trisihono.staff.uii.ac.id/2012/03/08/sejarah-lod/, diunduh tanggal


25 September 2017

Jurnal Ombudsman – DIY | 23


Fokus 2

Audit Sosial Sebagai Model Integrasi


Peningkatan Pemahaman dan Sensivitas
Kewargaan terhadap Pelayanan Publik;
Kasus Pemberdayaan di Desa Siap
Bangun Kawasan Kampus

Oleh: Idham Ibty1

Abstrak

Pelayanan publik merupakan wujud pelaksanaan amanat negara


menciptakan keadilan sosial. Penyelenggaraannya diatur di dalam
UU Pelayanan Publik dan pengelolaan komplainnya ditangani
oleh unit kerja pada satuan kerja pemerintah. Sementara
pengawasannya dilakukan oleh intern lembaga penyelengara
layanan maupun lembaga pengawas pemerintah atau Ombudsman
maupun masyarakat. Upaya peningkatan pelayanan publik telah
ditingkatkan. Kapasitas penyedia layanan merupakan kunci
keberhasilannya. Pelakon perubahannya agar layanan publik
berhasil adalah pengguna layanan dari masyarakat dan swasta,
terutama oleh pimpinan organisasi masyarakat atau tokoh relawan

1 Administrasi Publik FISIPOL UP45

24 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 2: Audit Sosial Sebagai.. …

pengawasan pelayanan publik, pimpinan unit pengelola pelayanan


publik dan para pihak berkepentingan. Upaya itu diperlukan
kapasitas para fasilitator pemberdayaan tersebut agar memberi
manfaat pemberdayaan masyarakat secara efektif.
Adanya laporan masyarakat tentang pengaduan rencana
pembangunan infrastruktur kampus di suatu desa, menunjukkan
ada kebijakan dan pelaksanaan pelayanan publik di sana yang
belum disepahami dengan baik oleh masyarakat di desa tersebut.
Pentingnya kapasitas pemberdayaan perlu ditelaah oleh para pihak.
Oleh karena itu dirumuskan masalah penelitian: “bagaimana
manfaat pelayanan pemberdayaan masyarakat desa yang dapat
dirasakan warga masyarakat dari adanya kapasitas penyedia jasa
layanan berdimensi kewargaan?”
Studi ini bertujuan mengetahui manfaat pelayanan pemberdayaan
masyarakat yang dirasakan di desa yang menjadi lokasi rencana
pembangunan. Penelitian ini merupakan jenis riset aksi, dilakukan
dengan pendekatan kualitatif. Teknik audit sosial digunakan untuk
memperoleh penilaian warga yang mendapatkan pelayanan
pemberdayaan masyarakat maupun para pihak berkepentingan di
lokasi tersebut. Adapun tujuan penulisan naskah ini adalah
memaparkan hasil telaah dan pelajaran dari penggunaan
pendekatan audit sosial. Adapun hasilnya adalah: (1)
Pemberdayaan masyarakat diyakini warga dapat berkontribusi
bagi kesiapan warga masyarakat sebagai pelakon pembangunan
baik sosial, ekonomi, dan lingkungan. Telaah menunjukkan bahwa
hal tersebut merupakan karakteristik desa berkelanjutan di DIY.
(2) Kapasitas pemberdayaan memiliki elemen kelembagaan dan
tata kelola sebagai faktor yang paling berpengaruh terhadap
keberhasilan layanan pemberdayaan. Selain itu, terdapat
kompetensi SDM termasuk sistem reward dan punishment,

Jurnal Ombudsman – DIY | 25


Fokus 2: Audit Sosial Sebagai…..

optimalisasi sumber daya teknis, produk pemberdayaan dengan


fasilitasi dan inovasi dengan konkrit, serta kemitraan, keterbukaan
informasi dan penanganan keluhan masyarakat. Faktor layanan
dengan indikator-indikator legal prosedural, distributif dan
harmoni terhadap keberhakan warga menunjukkan pengaruh
secara bermakna bagi keberhasilan layanan pemberdayaan tersebut.
Hal tersebut bermakna bagi manfaat pemberdayaan yang dapat
dirasakan masyarakat meski pun untuk katagori kepercayaan dan
adanya harmoni keberhakan hanya dinilai cukup baik. (3)
Pemberdayaan bagi pimpinan organisasi warga dusun bersama
fasilitator pemberdayaan, pimpinan pemerintahan desa setempat
dan organisasi sosial terkait sebagai alternatif solusi rencana
tindak untuk membangun kesepahaman pemberdayaan yang
berorientasi kewargaan. Kegiatannya dapat berupa diklat, studi
banding, dan kemitraan untuk inovasi dan adopsi teknologi
dengan universitas dan pihak industri. Sasarannya adalah
kesiapan warga berpartisipasi pada penyusunan rencana detil tata
ruang dan pelaksanaan proyek pembangunan kawasan dan kampus
baru. (4) Audit sosial ini dapat menunjukkan adanya pemahaman
para pihak berkepentingan tentang adanya keberhakan warga
masyarakat yang diperlukan bagi pembentukan kebijakan dan
perencanaan baik rencana detil tata ruang, program dan kegiatan
pemberdayaan masyarakat serta peningkatan kapasitas
pemberdayaan masyarakat. Audit sosial ini memiliki keterbatasan
keterjangkauan dan keterwakilan warga dan dari para pihak.

Kata kunci: audit sosial, kewargaan, kapasitas pemberdayaan, manfaat


pelayanan publik.

26 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 2: Audit Sosial Sebagai.. …

A. Pendahuluan

Beberapa kasus layanan pemberdayaan masyarakat di berbagai


desa di DIY belakangan ini menunjukkan adanya kapasitas
pemberdayaan yang belum sesuai dengan manfaat keberhakan warga
masyarakat. Di desa Guwosari sedang direncanakan sebagai lokasi
pembangunan infrastruktur untuk kampus baru. Ada keluhan warga
terkait dengan rencana pembangunan infrastruktur tersebut. Sehingga
timbul perkiraan yang sering dijadikan bahan rembug warga di RT
sampai pertemuan-pertemuan informal tentang ketidaksiapan warga
desa yang tidak siap bersaing jika tidak dilibatkan pada kegiatan
tersebut. Bahkan mereka berharap dapat memastikan keamanan,
kenyamanan dan keberlanjutan pengelolaan kawasan dengan
keterlibatan komunitas dan sumber daya yang ada diutamakan dari
desa sendiri. Bahkan ditemukenali prakarsa dari pihak swasta dan
difasilitasi untuk percepatan pembangunan destinasi wisata dan
kawasan kepariwisataan di sana. Pada kasus persiapan pembangunan
proyek tersebut berhubungan dengan layanan pemberdayaan
masyarakat dan desa, yang dilakukan pendamping maupun instansi
terkait, dapat berkaitan dengan kesiapan warga masyarakat dan para
pihak berkepentingan dalam pengelolaan peluang maupun risiko
pembangunan secara terkelola (Ibty, I., 2016).
Kecenderungan orientasi pelayanan publik yang belum baik telah
dilaporkan kepada LO DIY. Laporan Lembaga Ombudsman DIY (2016)
maupun ORI (2016) menyebutkan adanya permasalahan pelayanan
publik terkait standar yang dimaktub pada UU Pelayanan Publik dan
UU Ombudsman RI. Terkait otonomi desa yang posisinya sekarang
semakin mantap dengan UU Desa dan UU Pemerintahan Daerah, maka
manfaat pelayanan publik yang sewajarnya diperoleh sering
dipermasalahkan oleh masyarakat. Aspek keteknikan dan prosedur
sebagai ukuran keberhasilan pelaksanaan proyek vital negara dan

Jurnal Ombudsman – DIY | 27


Fokus 2: Audit Sosial Sebagai…..

pelayanan publik dengan mengusahakan sekecil mungkin peran


negara sehingga ketidakefisienan harus disingkirkan, termasuk dipakai
tindakan dan cara yang memungkinkan tercapainya target tersebut.
Hal itu perlu kesepahaman warga dan para pihak berkepentingan.
Sehingga agar dapat membangun kepercayaan publik diperlukan
rekayasa sosial. (Pramusinto, A. 2016). Sedangkan penyediaan layanan
publik di tingkat komunitas berhubungan dengan masalah
penguasaan pemahaman, kapasitas mandiri dalam kelembagaan dan
kemitraan, adanya keterbukaan informasi dan akuntabilitas kinerjanya
(Dwiyanto, 2004). Sementara Werther dan Chandler di dalam Klettner,
A (2007) menyebutkan pentingnya perspektif keberlanjutan
dimasukkan ke dalam proses perencanaan strategis; Tindakan yang
diambil pada keberlanjutan secara langsung berhubungan dengan
kegiatan utama; Perspektif pemangku kepentingan berorientasi pada
isu-isu sosial, ekonomi dan lingkungan; dan adanya fokus kegiatan
untuk kontribusi manfaat sebagai tujuan jangka menengah dan jangka
panjang. Secara empiris dipilih desa Guwosari karena terdapat arena
studi audit sosial yang melibatkan para pihak berkepentingan dari
lokus pelayanan pemberdayaan masyarakat yang dapat memberikan
alternatif solusi untuk peningkatan kapasitas pemberdayaan
masyarakat yang dapat memberikan kepercayaan bagi semua pihak,
utamanya masyarakat untuk siap berkemampuan dalam
pembangunan kawasan kampus di Guwosari.
1. Risiko Pelayanan Publik
Asshiddiqy (2012) merujuk Louis Kelso dan Mortimer Adler,
menyatakan bahwa bangunan keadilan sosial dapat runtuh
apabila tiga prinsip esensial interdependen ada yang tidak
berlangsung dengan baik. Yaitu, partisipasi yg memberikan
masukan (input) dan ada kesempatan yang sama (equal
opportunity) untuk membangun kehidupan bersama; adanya

28 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 2: Audit Sosial Sebagai.. …

distribusi; dan adanya harmoni. Hal itu memerlukan adanya


paradigma tata kelola kepemerintahan berorientasi pada
pemenuhan hak-hak dasar warga negara atau disebut citizen
centric governance (Vigoda-Gadot, A. dan Cohen, A., 2004).
Pelayanan publik juga perlu ditelaah lebih dalam dari sisi
keadilannya. Hal itu dapat dikaji dari sisi manfaat layanan
berbagai praktik pelayanan publik. Pada kasus pemberdayaan
direkomendasikan sebagai studi lebih lanjut (Ibty, I., 2016).
Pelayanan berhasil dan mudah diterima oleh para pihak yang
berkepentingan apabila pimpinan terbuka dan memberi akses
yang luas bagi warga masyarakat. Menurut Hidayat dan Gismar
(2010), ada peran penting dari tokoh masyarakat dalam
penyelenggaraan pemerintahan pada satu sisi dan perubahan
kapasitas pemerintah dalam merespon dan memperjuangkan
kepentingan kolektif masyarakat berdasar institusi yang ada
pada sisi yang lain. Hal itu karena ada risiko dari proses
penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dari patologi
birokrasi seperti korupsi, kolusi, nepotisme, inefisiensi dan lain-
lain sehingga menjadi hambatan pencapaian tujuan pelayanan
publik untuk kesejahteraan rakyat atau pemenuhan keberhakan
warga negara.
Risiko kesenjangan pendapatan dan hasil dari distribusi
ekonomi dan keuangan. Ketika pelayanan publik diperankan
lebih banyak oleh pasar, maka peran negara hanya bertindak
sebagai regulator, diseminasi dan pengendali yang seimbang
dan merata agar pelayanan melalui mekanisme pasar sebagai
pilihan publik (public choice) dapat berfungsi. Warga negara
diperlakukan sebagai konsumen. Hal ini seringkali berdampak
terjadinya kesenjangan sosial ekonomi khususnya bagi
komunitas yang belum beruntung. Juga, kesenjangan

Jurnal Ombudsman – DIY | 29


Fokus 2: Audit Sosial Sebagai…..

lingkungan terjadi akibat kemunduran kualitas dan fisik sumber


daya alam seperti air, tanah, udara, hutan serta sumber daya
mineral dan bahan tambang di berbagai daerah. Pelayanan
publik berhadapan dengan peluang terjadinya risiko akibat
pertambahan dan migrasi penduduk, pencemaran udara dan air,
ekploitasi sumber daya alam tidak terbarukan, menurunnya
keanekaragaman hayati. Peluang kejadian menjadi ancaman
ketika ekonomi lingkungan belum terpadu dengan kepentingan
investasi pembangunan sehingga dapat menimbulkan risiko
kerusakan lingkungan.
Kesenjangan lingkungan tersebut dapat diantisipasi dan
promosikan dengan pemberdayaan modal sosial yang
komprehensif dan kohesif. Meski hal itu sulit diwujudkan
apabila komponen yang membentuknya saling asing dan
dikuasai oleh bagian-bagian yang berbeda-beda dan terpisah-
pisah dalam organisasi (Balian et. al., 2010). Partisipasi
masyarakat dalam prosesi pembentukan kebijakan publik dan
manajemen pelaksanaanya menurut Bessette, J.M.; (2011)
bermakna sebagai rasa pemilikan warga negara dan berjalannya
demokrasi deliberatif atau permusyawaratan yang menjadikan
proses belajar bersama dan menentukan kesepakatan untuk
kepentingan komunitas dan pembangunan wilayahnya.
Pembentukan kebijakan yang berlangsung dari dan oleh
musyawarah warga negara diidealkan sebagai bagian dari
capaian pemberdayaan.
2. Keberhakan Warga Pada Pelayanan Publik
Teori yang berkaitan dengan pengukuran kinerja layanan publik
secara umum mencakup pengukuran efisiensi dan efektifitas
dari Mc Donald dan Lawton (1977); ukuran responsifitas,
responsibilitas, dan akuntabilitas dari Levinne (1990); ukuran

30 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 2: Audit Sosial Sebagai.. …

ketampakan fisik (tangibles), akurasi layanan (reliability), cepat


tanggap (responsiveness), ahli sesuai kompetensi (competence),
kesopanan (courtesy), kepercayaan (credibility), keamanan
(security), keterbukaan informasi dan kesempatan yang sama
(access), komunikasi (communication), perlakuan terhadap
pengguna (emphaty, understanding the costomer) dari Zeithaml,
Parasuraman & Berry (1990), serta dari pengukuran kepuasan
terkait efisiensi, produksi, perkembangan, keadaptasian,
kelangsungan hidup dari Gibson, Ivancevich & Donnelly (1990).
Belum jelasnya ukuran penilaian untuk memastikan keberhakan
warga atas pelayanan publik, selama ini banyak diukur dari
dimensi legal prosedural saja. Sewajarnya keadilan distributif
dan kepuasan atas pemenuhan hak dasar (kesejahteraan) dapat
dikembangkan sebagai ukuran penilaian yang disepahami oleh
para pihak berkepentingan. Oleh karenanya ada kritik atas
konseptualisasi pengukuran pelayanan publik secara
kewargaan.
3. Kerangka Konsep: Integrasi Keberhakan Warga pada Capaian
Pemberdayaan
Rumusan masalah studi adalah “bagaimana dimensi keadilan
sosial dapat dioperasikan bagi manfaat yang dapat dirasakan
warga dari adanya kepercayaan, kemanfatan dan kepuasan
pemenuhan layanan publik dari layanan pemberdayaan
masyarakat di desa Guwosari?”.
Studi ini bertujuan mengetahui manfaat pelayanan pubik
pemberdayaan masyarakat yang dirasakan warga masyarakat di
desa Guwosari. Variabel keberhasilan layanan pemberdayaan
diambil dari indikator capaian dengan indikator kepuasan,
kemanfatan, keadilan dan kepercayaan dari luaran layanan
pemberdayaan masyarakat. Studi merupakan penelitian kaji

Jurnal Ombudsman – DIY | 31


Fokus 2: Audit Sosial Sebagai…..

tindak (action research) dengan pendekatan kualitatif. Penelitian


ini bersifat pragmatis dengan karakteristik: (1) Efek-efek
tindakan; (2) Berpusat pada masalah; (3) Bersifat pluralistik; dan
(4) Berdasar praktik dunia nyata. Creswell (2010). Audit Sosial
digunakan sebagai teknik untuk menilai manfaat dari manfaat
pelayanan pemberdayaan, selain aspek finansial, dari para
pihak berkepentingan (Boyd, 1998) Srimarga, I.C. et.al; 2011).
Penelitian ini dilakukan di suatu desa di Bantul DIY.
Subyek penelitian adalah warga dan para pihak yang
berkepentingan dengan pelayanan pemberdayaan masyarakat
desa, yang mempunyai kasus dan/atau melaporkan kepada
Ombudsman DIY. Subyek penelitian juga ditambah dengan
teknik pilihan narasumber dari rujukan, yang uji sahihnya
dilakukan dengan konfirmasi dan recheck kepada para pihak
yang layak sebagai tokoh publik terkait dengan permasalahan di
atas. Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi dan
wawancara dengan kuesioner langsung kepada responden.
Untuk membantu studi digunakan alat penilaian dengan skala
likert. Wawancara mendalam kepada responden dengan
pendekatan pilihan warga (convenience sampling) yang sudah
mendapat manfaat atau telah mengurus kepentingannya dari
layanan publik maupun induksi kegiatan/program
pemberdayaan. Selain itu juga dilakukan kepada pihak terkait
yang menjabat dan atau mengetahui permasalahannya.
Untuk membantu analisa, dilakukan analisis regresi berganda
dengan formula X1,X2,X3,X4,X5,X6Y1Y2. Formula dengan
variabel dan indikatornya tersebut divalidasi dalam diskusi
terfokus. Kemudian dilakukan pengumpulan data yang hasilnya
merupakan gambaran umum kapasitas penyediaan
pemberdayaan. Selanjutnya dilakukan analisa dan formulasi

32 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 2: Audit Sosial Sebagai.. …

strategi peningkatan kapasitas penyedia pemberdayaan


masyarakat yang juga divalidasi melalui diskusi-diskusi,
termasuk perumusan strategi dilakukan yang dilakukan dengan
analisa faktor pendukung dan penghambat keberhasilan
pemberdayaan di lokasi. Sebagai hasil akhir dilakukan FGD lagi
dan penyempurnaan laporan sebagai akhir studi.

B. Hasil dan Pembahasan


1. Penilaian Kinerja Pelayanan Publik
Penilaian kinerja secara umum dijalankan oleh berbagai
organisasi dengan dasar konsep value for money. Hal itu
merupakan perluasan lingkup audit finansial. Indikator
pengukuran kinerjanya terdiri dari ekonomis, efisiensi,
efektivitas. Pengukuran kinerja ekonomi berkaitan dengan
pengukuran seberapa hemat pengeluaran dilakukan dengan
cara membandingkan realisasi pengeluaran dengan
anggarannya. Efisiensi berhubungan pengukuran seberapa besar
daya guna anggaran dengan cara membandingkan realisasi
pengeluaran untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi
pendapatan. Sedangkan efektifitas berkaitan dengan seberapa
tepat dalam pencapaian target dengan membandingkan outcome
dengan output.
Tujuan pengukuran kinerja pada sektor publik pada umumnya
adalah: (1) Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi;
(2). Menyediakan sarana pembelajaran pegawai; (3).
Memperbaiki kinerja periode-periode berikutnya; (4).
Memberikan pertimbangan yang sitematik dalam pembuatan
keputusan pemberian penghargaan dan hukuman. (5).
Memotivasi pegawai; (6). Menciptakan akuntabilitas publik.
Berbeda lagi tentang penilaian kinerja pemerintah Indonesia

Jurnal Ombudsman – DIY | 33


Fokus 2: Audit Sosial Sebagai…..

yang menggunakan LAKIP. Hal itu untuk menunjukkan


seberapa besar kinerja manajerial dicapai sebagai dasar
penilaian akuntabilitas. Kinerja tersebut diukur dan dilaporkan
dalam bentuk laporan sebagai bahan untuk mengevaluasi
kinerja organisasi dan berguna bagi pihak internal maupun
eksternal organisasi.
Harper, T.L., and Stein, S.M. (1996) mengusulkan suatu alternatif
proses pemenuhan konsensus di antara masyarakat dan para
pihak berkepentingan untuk kepentingan identifikasi
permasalahan, pembahasan secara deliberatif, penilaian dan
penetapan alternatif solusi dengan pendekatan, yang validitas
utamanya dimulai dari kehendak komunitas pemilik program
sendiri. Dari semua suara subyek perubahan tersebut, perencana
dapat melakukan pemberdayaan terhadap mereka. Pada situasi
dan kondisi yang lain, perencanaan kawasan juga memerlukan
kehati-hatian dan keterpaduan karena semakin kompleks dan
rumit. Terlebih pada situasi dan kondisi suatu desa yang mulai
proses pembangunan infrastruktur kawasan kampus. Oleh
karena itu dibangun konstruk studi untuk penilaian capaian
pemberdayaan masyarakat adalah sbb.:

Kecenderungan Risiko
Pemberdayaan

Risiko Pemberdayaan dari Integrasi Kewargaan Layanan + Manfaat


sisi layanan pada Pemberdayaan Pemberdayaan berbasis
Kewargaan

Kebijkan/Program Pemberdayaan
Pemberdayaan

Mencermati kerangka kerja tersebut, aspek pengelolaan risiko


pada perencanaan kawasan keberlanjutan yang memiliki

34 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 2: Audit Sosial Sebagai.. …

tantangan semakin kompleks dalam perencanaan kawasan


tersebut, maka diperlukan tokoh dan kearifan lokal. Ini sejalan
dengan kecenderungan pendekatan perencanaan sebagaimana
perspektif demokrasi deliberatif dari Habermas, seorang
ilmuwan sosial kritis. Ia mengemukakan bahwa pembentukan
kebijakan dipengaruhi oleh diskursus-diskursus yang terjadi
dalam masyarakat. Di samping kekuasaan administratif (negara)
dan kekuasaan ekonomis (kapital) terbentuk suatu kekuasaan
komunikatif melalui jaring-jaring komunikasi publik masyarakat
sipil. Dinyatakannya sebagai sesuatu yang berbahaya jika negara
termasuk pemerintahan daerah dalam merumuskan hukum dan
kebijakan-kebijakan penting lainnya bersikap otoritarian dan
eksklusif. Dalam kompleksitas masyarakat dewasa ini, menurut
Habermas (di dalam Suseno, 2004) rakyat berdaulat jika negara,
yakni lembaga-lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif,
tersambung secara diskursif. Hal ini sejalan dengan pemikiran
Bessette, J.M. (2011); Coleman J., dan Putnam, R (2006); Gadot V.
Cohen, A. (2004), De Tocqueville (2001). Oleh karena itu
kewargaan sebagai orientasi menjadi penting dalam menilai
capaian hasil pemberdayaan masyarakat.
2. Desa Keberlanjutan dan Pemberdayaan
Desa lokasi studi pada saat ini dikenal sebagai desa kuliner
ingkung ayam. Selain itu sedang dipromosikan pengembangan
destinasi wisata religi dan budaya dengan wahana wisata
artefak peninggalan sejarah Pangeran Diponegoro dan Goa
Selarong. Desa ini terletak di perbukitan dengan lahan kritis dan
ada tanaman keras seperti Jati dan mahoni. Desa ini memiliki 35
dusun. Kondisi kesejahteraan masyarakat pada umumnya
belum baik. Kawasan pembangunan infrastruktur kampus
dengan luas areal direncanakan mencapai luasan 200 ha dari

Jurnal Ombudsman – DIY | 35


Fokus 2: Audit Sosial Sebagai…..

beberapa kampus yang akan dibangun di sana. Salah satunya


direncanakan luasan 100 ha untuk satu universitas negeri. Mata
pencaharian warga desa kebanyakan adalah buruh tani dan
buruh bangunan sekitar 1.000 orang. Selain itu terdapat petani,
pedagang, karyawan swasta, pegawai negeri sipil dan militer
serta wirausaha. Jenis usahanya antara lain kios di rumah/pasar,
pembuatan kue jajan/tempe, warung makan, kerajinan batik
maupun aneka kerajinan lain, serta usaha jasa seperti servis
motor, sewa mobil, jasa lainnya.
Kebanyakan warga di situ belum siap mengelola kekayaan yang
dimiliki dari hasil penjualan tanah yang dibebaskan. Karena
literasi keuangan yang belum siap, banyak warga yang telah
belanja untuk haji, perbaikan rumah dan fasilitasnya secara
konsumtif, dan sebagian kecil warga menginvestasikan lagi
dengan membeli tanah di lokasi lain. Selain itu telah terjadi
risiko kerawanan sosial dan keamanan. Juga ada kejadian
kesakitan sebuah kepala keluarga yang stress berat. Secara
umum, diperkirakan dalam jangka waktu 5 tahun, hal seperti itu
dapat terjadi pada kebanyakan warga lainnya yang rentan dan
kondisinya dapat menjadi lebih miskin karena belum siap
dengan perubahan yang terjadi. Pada situasi dan kondisi lainnya
juga terjadi kerawanan jual jasa sebagai makelar tanah atau
perizinan diantara warga maupun dengan warga dari luar
daerah yang bermaksud mencari lahan yang tepat di kawasan
paling menguntungkan.
Dari aspek kekayaan sumber daya yang masih dirawat warga,
seperti mata air bersih yang sekarang dimanfaatkan sebagai
sumber air bersih dua RT dan PAM Desa mulai dikhawatirkan
apabila mereka tidak dapat memanfaatkannya lagi. Bentuk
kekhawatiran lainnya adalah sanitasi lingkungan dan sampah

36 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 2: Audit Sosial Sebagai.. …

yang berdasar pengalaman Perum Perumnas yang sudah


terbangun di sana per hari mencapai 1 ton dari sekitar 300 KK
dan belum dapat dikelola. Juga adanya penggunaan air sungai
maupun sumber air lain, selain penggunaan sumur artesis.
Kekhawatiran lainnya adalah kondisi situs sejarah perjuangan
seorang Pangeran Diponegoro beserta tradisi budaya selamatan
tahunannya yang sampai saat ini tetap dilestarikembangkan.
Pembangunan kawasan tersebut diperkirakan menimbulkan
adanya dampak perubahan tatanan sosial, ekonomi dan
lingkungan. Proses sosialisasi kebijakan sudah dilakukan oleh
Para Pihak bersama Pimpinan Universitas di tingkat Provinsi
DIY, dan Kabupaten Bantul. Namun masyarakat belum
mengetahui secara jelas rencana detil pembangunan tersebut.
Pada aspek kebijakan terdapat UU Keistimewaan Yogyakarta
yang dapat dijadikan dasar pelaksanaan pembangunan
infrastruktur sampai di perdesaan. Pilihan pendekatan restoratif,
transformatif, demokratis, fasilitatif sampai dengan deliberatif
dan terpadunya pimpinan dengan rakyat juga sudah menjadi
prinsip Keistimewaan tersebut. Instrumen kebudayaan dapat
dipakai untuk pelaksanaan program dan pencapaian maksud
dan tujuan program, serta tujuan jangka panjangnya. Orientasi
hasil rencana pembangunan pada umumnyanya sudah jelas
untuk keadilan sosial ekonomi. Hal ini sejalan dengan
kepentingan pemberdayaan masyarakat di desa tersebut.
Pengembangan desa-desa di DIY menjadi desa yang
berkelanjutan adalah prioritas kebijakan dan program
Pemerintah DIY, yang dilakukan secara berkesinambungan
dengan sumber daya desa sendiri, supra desa dari
kabupaten/kota dan Propinsi DIY, serta pemerintah nasional.
Strategi pembangunannya secara terpadu masih terus

Jurnal Ombudsman – DIY | 37


Fokus 2: Audit Sosial Sebagai…..

diupayakan agar dapat mencapai tujuan secara optimal. Hal ini


sesuai dengan arah kebijakan strategis yang dipaparkan oleh
Sultan Hamengku Buwana X tentang Visi Misi Gubernur DIY
2013-2017.
Pada aspek UU Desa No. 6 Tahun 2014, terdapat penegaan
adanya otonomi dan desentralisasi fiskal di desa. Selain itu, ada
dua azas penting yang menjadi dasar keberlanjutan desa, yaitu
azas rekognisi mengenai pengakuan negara atas hak asal usul
desa; azas subsidiaritas terkait penetapan kewenangan berskala
lokal dan pengambilan keputusan sesuai kepentingan
masyarakat desa. Desa ini telah menjalankan kewenangan untuk
program dan penganggaran. Fokus pencapaian tujuan UU Desa
mencakup pemerintahan, pemberdayaan, kemasyarakatan.
Bidang pemberdayaan, untuk mencapai masyarakat yang
berkesadaran, memiliki kapasitas dan prakarsa lokal. Sedangkan
di bidang kemasyarakatan, untuk mendinamisir kerukunan,
kegotongroyongan, solidaritas, swadaya dan kebersamaan.
Konsepsi desa berkelanjutan diidealkan oleh para pihak
berkepentingan desa untuk dikembangkan sejalan dengan
adanya lingkungan internal, eksternal dan lingkungan strategis
yang berubah. Pengertiannya dibangun sebagai konstruk
budaya dan tata ruang sebagai penerapan UU Keistimewaan
DIY. Desa berkelanjutan dari sisi kebijakan diatur sesuai UU
Desa yang berada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta,
mengarusutamakan nilai dasar tata ruang keistimewaan DIY
yang termaktub pada Perda Istimewa DIY No. 1 Tahun 2013
tentang Kewenangan dalam Urusan Keistimewaan beserta isi
UU No. 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY beserta
peraturan perundangan lain yang berlaku.
3. Persepsi terhadap Capaian Layanan Pemberdayaan Kewargaan

38 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 2: Audit Sosial Sebagai.. …

Hasil kajian menunjukkan capaian layanan pemberdayaan


beorientasi kewargaan (Y2) terbagi dua. Pertama, kategori baik
adalah kepuasan layanan dan manfaat pelayanan. Artinya
warga penilai menyatakan adanya manfaat legal prosedural dan
manfaat distributif dari layanan yang diselenggarakan. Kedua,
cukup baik untuk kepercayaan terhadap layanan dan keadilan
yang dirasakan. Adapun indikator pembentuk penilaian
tersebut dari keberhasilan layanan pemberdayaan yang berjalan
(Y1) dapat dipaparkan sbb.: Katagori baik hanya pada indikator
layanan: (1) Tanggung jawab petugas dalam memberikan
pelayanan; (2) Kemampuan; (3) Kesopanan dan keramahan; dan
(4) Keamanan unit kerja pemberdayaan. Sedangkan kategori
cukup baik, meliputi: (1) Kemudahan prosedur; (2) Kesesuaian
persyaratan pelayanan dengan jenis risikonya; (3) Kejelasan dan
kepastian; (4) Kedisiplinan; (6) Kecepatan pelayanan; (7)
Kewajaran biaya; (8) Kesesuaian antara biaya yang dibayarkan
dengan biaya yang telah ditetapkan; (9) Ketepatan pelaksanaan
terhadap jadwal waktu; (10) Kenyamanan di lingkungan unit
pelayanan.
4. Persepsi terhadap Faktor yang Berpengaruh terhadap Layanan
yang Berjalan Baik.
Hasil kajian tentang faktor yang paling bermakna
mempengaruhi pelayanan pemberdayaan adalah kelembagaan
dan tata kelolanya (X1). Indikator dengan nilai baik hanya
pengembangan kepemimpinan; Lainnya adalah cukup baik
dengan urutan sbb. (i) berjalannya organisasi dengan
kewenangan dengan fungsi yang jelas; (ii) dilaksanakannya
sosialisasi dan keaktifan berpartisipasi; (iii) membangun visi
kepemimpinan; (iv) hubungan sosial dengan para pihak; (v)
pengembangan relasi kemasyarakatan; (vi) mengupayakan

Jurnal Ombudsman – DIY | 39


Fokus 2: Audit Sosial Sebagai…..

kesepahaman bersama untuk pengesahan rencana program


kepada para pihak berkepentingan; dan (vii) kejelasan tugas
bagi setiap pelaksana pemberdayaan.
Selain itu faktor yang berpengaruh cukup baik adalah
kompetensi SDM Fasilitator dan staf pemberdayaan (X2);
Optimalisasi pemanfaatan sumber daya teknis (X3);
Penganggaran dan pelaksanaan sistem reward dan punishment
(X4); Produk pemberdayaan yang jelas seperti pengembangan
kapasitas, kawal posisi tawar masyarakat, rancangan kebijakan
dan perubahan berkemajuan, dan pengembangan inovasi (ide,
metode, produk baru) dan pengembangan sosial/resolusi konflik
(X5); dan Kemitraan, komunikasi, diseminasi, keterbukaan
informasi dan penanganan pengaduan masyarakat (X6).
5. Peran Para Pihak Berkepentingan dan
Hambatan/Dukungannya dalam Pemberdayaan
Para pihak berkepentingan di lingkungan kawasan
pemberdayaan antara lain pemilik pekerjaan proyek negara,
meskipun dalam pelaksanaannya dilaksanakan oleh kontraktor
pelaksana yang memiliki banyak mira kerja. Adapun mitra
potensial yang ada di kawasan adalah lembaga pendidikan di
lingkungan terdekat yang dapat diajak serta untuk
menunjukkan pengaruh yang bermakna positif bagi
pemberdayaan seperti UMY dan UP45. Pemerintah pusat
sampai desa juga dinilai sangat penting karena memberikan
anggaran, sebagai pemilik proyek dan menilai keberhasilan
pekerjaan. Dalam hal ini adalah Kementerian Agama;
Kementerian PUPR, Pemerintah DIY dan khususnya Kabupaten
Bantul terkait pemberdayaan masyarakat dan desa sampai
pemerintah desa. Selain itu media massa dianggap penting oleh
masyarakat. Harapannya dapat memberikan informasi yang

40 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 2: Audit Sosial Sebagai.. …

seimbang, dan berpihak kondisi masyarakat yang belum


berdaya.
Bentuk dukungan pemberdayaan antara lain: (1) adanya
RPJMDesa dan APBDesa sebagai turunan dari implementasi UU
Desa dan pemerintahan daerah serta kebijakan yang terkait.
Kebijakan tersebut menegaskan pentingnya kinerja
penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat desa dengan
melaksanakan program-program peningkatan kapasitas
organisasi warga untuk keberhasilan layanan publik terbaik dan
pencapaian kesejahteraan masyarakat. Sementara jika
mencermati penyebab situasi kondisi kategori cukup baiknya
mutu pemberdayaan, antara lain adalah fasilitator desa yang
sedikit jumlahnya dan belum bersertifikat. Selain keterbatasan
informasi pemberdayaan dan produk inovasi yang
dikembangkan. Sejumlah kendala pelaksanaan program
peningkatan kapasitas dapat diidentifikasi. Ketersediaan
kebutuhan pembinaan juga masih terkendala jumlah dana
pengembangan kemampuan pendamping yang ada, serta
adanya kebutuhan kader berdasar permintaan pelaksanaan
proyek yang sesuai kebutuhan peningkatan kapasitas yang
terintegrasi. Selain itu terdapat kendala kapasitas pemerintahan
desa dan yang terkait, meliputi:
a. Pemerintah berdasarkan kinerja melakukan pembinaan dan
fasilitasi dalam rangka peningkatan kinerja pemerintahan
daerah dan desa melalui program pengembangan kapasitas
pemberdayaan masyarakat di desa. Dari pelaksanaannya
pemerintah desa merasa belum cukup dibekali program
pengembangan kompetensi misalnya pendidikan dan latihan
untuk sertifikasi dengan anggaran daerah.

Jurnal Ombudsman – DIY | 41


Fokus 2: Audit Sosial Sebagai…..

b. Penyusunan program pengembangan kapasitas berpedoman


pada kerangka nasional pengembangan kapasitas
penyediaan pembinaan konstruksi sebagai arah rencana
strategis pembinaan konstruksi secara nasional maupun
Perda DIY tentang penyelenggaraan jasa konstruksi di DIY
c. Penyusnan RDTR (Rencana Detil Tata Ruang) atau
penyesuaian perubahan tata ruang. Hal ini dirasakan belum
melibatkan tokoh masyarakat formal maupun kalangan
tokoh non formal dan pemuda seperti Pengurus Karang
Taruna. Organisasi ini terbukti telah berkemampuan
bermitra dengan pihak swasta dan Yayasan Badan Dana
sehingga mampu memiliki program kesiapsiagaan bencana,
pertolongan cepat bagi PPPK dan persalinan ibu melahirkan,
pengelolaan perpustakaan dan layanan daring yang terakses
ke Unit Pelayanan Satu Pintu Desa dan Kecamatan untuk
layanan kependudukan dan SKCK, serta aktif sebagai alumni
diklat Relawan Pemantau Pelayanan Publik yang
diselenggarakan LOD DIY.
d. Peranan media massa, khususnya melalui televisi dan sosial
media, yang dapat mendorong perubahan cara pikir
pragmatis, perilaku dan gaya hidup pop, cenderung instan
dan kosumtif, terpinggirnya berbagai budaya dan kesenian
tradisional, termasuk bahasa ibu. Sementara ini, peran
pemerintah desa dan fasilitator pemberdayaan dirasakan
belum mampu untuk mengimbanginya meski telah digelar
berbagai ragam budaya asli.
Kesenjangan yang kuat menghendaki adanya arah pergeseran
kehendak pola percepatan pembangunan di desa ini, sesuai
yang diidealkan oleh warga. Hal ini perlu menjadi perhatian
dalam membuat prioritas dalam penyelenggaraan pelayanan

42 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 2: Audit Sosial Sebagai.. …

publik dan pengawasannya. Keharusan taat terhadap prinsip


akses dan konstrol warga masyarakat dalam pelayanan publik
maupun pemberdayaan masyarakat untuk aktif pada proyek
konstruksi serta ramah cagar budaya, dan situs sejarah.
Seharusnya pendekatan rekayasa sosial dapat digunakan
membangun kepercayaan publik, paradigma, akses dan kontrol
publik sehingga bermakna bagi keberhasilan pelayanan publik.
Di sini pemberdayaan sangat diperlukan.
Solusi alternatif pemberdayaan ada indikasi terbukti di desa
karena pengaruh kelembagaan. Peran aktor utama dalam
membangun paradigma, mengurai kompleksitas kebijakan dan
birokrasi dengan budaya kerja yang belum melayani dalam
suatu skema pembentukan kebijakan yang bisa diterima warga
masyarakat, dan pentingnya dorongan kuat dari para pihak
berkepentingan untuk memperbaiki dan memperkuat akses dan
kontrol tokoh warga. Termasuk lembaga pengawasan pelayanan
publik yang perlu diperbaiki kapasitasnya. Selama ini tokoh
peran tokoh masyarakat berjalan baik, termasuk peran pengurus
Karang Taruna. Demikian halnya, cara pandang tentang desa
keberlanjutan juga menjadi tema bahasan penting untuk proses
pemberdayaan. Perspektif pemangku kepentingan berorientasi
pada isu-isu sosial, ekonomi dan lingkungan sebagai satu
keterpaduan menjadi fokus kegiatan untuk kontribusi manfaat
pemenuhan hak-hak dasar warga dalam berpartisipasi mulai
pada perencanaan detil tata ruang sampai rencana
pembangunan dan pelaksanaan proyek-proyek fisik maupun
sosial ekonomi dan lingkungan.
Hal itu sesuai dengan kebijakan Sultan Hamengku Buwana X
(2012) bahwa kesejahteraan rakyat secara konseptual bagi warga
DIY sebagai masyarakat yang maju merupakan warga

Jurnal Ombudsman – DIY | 43


Fokus 2: Audit Sosial Sebagai…..

masyarakat yang derajat kesejahterannya tinggi, tingkat


pendapatan perkapita setara nasional, memiliki keunggulan dan
daya saing, kesehatannya bagus dengan laju pertumbuhahan
penduduk di DIY dalam sekala kecil, angka harapan hidup yang
tinggi dan kualitas pelayanan sosial terus lebih baik. Di samping
itu, memiliki sistem dan kelembagaan politik dan hukum yang
mantap, terjamin hak-haknya, terjamin keamanan dan
ketenteramannya, juga merupakan masyarakat yang peran
sertanya dalam pembangunan di segala bidang nyata dan
efektif. Selain hal-hal tersebut, masyarakat yang maju adalah
masyarakat kehidupannya didukung oleh infrastruktur yang
baik, lengkap dan memadai.
Dalam kaitan itu posisi warga berdaulat tetap dapat menjadi
arus utama dalam berpartisipasi, adanya keterbukaan informasi
dan pertanggungjawaban maupun pemenuhan tanggunggugat
dalam proses penyelenggaraan layanan publik, yang
menempatkan pemerintahan desa termasuk di dalamnya warga
masyarakat sebagai subjek. Jadi, antara negara, Pemerintah DIY,
kabupaten dan desa dan warganya memiliki otoritas masing-
masing sesuai tingkatan dan posisinya. Dalam prinsip
pemerintahan yang baik terdapat prinsip kesetaraan sesuai
tataran posisi masing-masing. Kebijakan politis yang diambil
pun melalui tindakan komunikatif antar para pihak. Habermas
dalam teori diskursusnya, yang mengandaikan bahwa
kebijakan-kebijakan politis harus dilandasi dengan tindakan
komunikatif. Deliberasi Habermas di sini menjadikan
rasionalitas publik terjadi, di dalam kemajemukan dan beragam
kepentingan komunitas sehingga tetap kondusif terbangun
integrasi sosialnya.

44 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 2: Audit Sosial Sebagai.. …

Kewargaan sebagai cara pandang pemberdayaan menjadi


kebutuhan. Kewarganegaraan merupakan seperangkat praktik
atau tindakan yang mencakup yudisial, politik, ekonomi dan
budaya yang dapat menentukan seseorang sebagai anggota
masyarakat yang kompeten. Sebagai konsekuensinya
membentuk aliran sumber daya kepada orang-orang dan
kelompok-kelompok sosial. Demikian halnya pada sasaran
manfaat dari pelaksanaan kebijakan yaitu kesejahteraan bagi
masyarakat. Memperhatikan tantangan peningkatan kualitas
pelayanan publik makin komplek karena karakteristik warga
masyarakat yang bertambah kritis dan meningkat jumlah kelas
menengahnya. Daya kritis ini dipicu oleh kuantitas warga yang
berpendidikan semakin banyak. Sementara itu kemakmuran
status ekonomi sebagian warga juga menjadikan makin lebarnya
kesenjangan sosial ekonomi dengan warga yang masih miskin.
Hukum sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
sangat jelas (pasal 1 dan pasal 27 UUD45). Pasal tersebut
menyatakan bahwa semua pihak berada dalam kesetaraan.
Platform perubahan tersebut di UU Keistimewaan juga jelas
yakni Tahta Untuk Rakyat. Suatu kehendak perubahan besar
yang kemudian dikukuhkan dengan Undang-Undang
Keistimewaan Yogyakarta. Sewajarnya apabila platform tersebut
menjadi arah cara pandang semua pihak dalam pemerintahan,
termasuk pembentukan model desa dan kelurahan
berkelanjutan yang berkemampuan mempercepat pencapaian
tingkat kesejahteraan bagi rakyat, khususnya melalui
pemberdayaan berorientasi kewargaan di desa ini.

Jurnal Ombudsman – DIY | 45


Fokus 2: Audit Sosial Sebagai…..

C. Penutup
Konsepsi pengukuran keberhasilan layanan pemberdayaan melalui
pendekatan audit sosial dapat dilakukan untuk mengevaluasi beberapa
layanan pemberdayaan Sosial, Ekonomi dan Lingkungan. Audit sosial
dapat memperlihatkan hasil tentang manfaat dari keberhasilan satuan
kerja layanan, lembaga/dinas atau kegiatan/program terhadap respon
yang muncul sebagai akibat pencapaian tujuan pelayanan lembaga
tersebut. Hal itu bisa menjadi alat penilaian secara terpadu berdasar
pandangan para pihak berkepentingan. Audit sosial dapat menjadi
alternatif upaya menjawab keterbukaan, partisipasi dan akuntabilitas
publik berdasar kepuasan stake holder dan staf, sekaligus mempelajari
persoalan yang sebenarnya dan alternatif solusinya sehingga menjadi
rekomendasi perbaikan bagi para pihak terkait. Hal ini juga sekaligus
dapat menjadi alat efektif bagi Ombudsman DIY untuk
mengembangkan lebih lanjut baik program, maupun penggunaan alat
audit sosial ini untuk kasus-kasus pengaduan terhadap layanan publik
lainnya.
Apabila mencermati hasil telaah ini, maka kritik terhadap penilaian
pelayanan publik dengan audit sosial ini menunjukkan adanya
kesenjangan yang ada pada pendekatannya dengan kehendak warga.
Kesan terlalu rumit dan lama prosesnya perlu dicarikan solusi
tersendiri. Hal itu dikarenakan dapat menjadi telaah mendalam yang
menyertakan bahasan faktor-faktor penentu untuk mengurangi
ketidakadilan dalam kinerja pelayanan publik sesuai kebutuhan para
pihak berkepentingan, terutama dengan dasar keberhakan warga. Pada
sisi lain, solusi untuk mencegah terjadinya beragam permasalahan
kecurangan sampai korupsi, timbulnya kerugian harta benda maupun
korban meninggal, malpraktik atau maladministrasi sebagai bobot
risiko yang tinggi perlu telaah sistem mitigasi risiko yang belum ada
modelnya.

46 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 2: Audit Sosial Sebagai.. …

Catatan adanya limitasi penggunaan cara audit sosial perlu


disepahami bersama, terutama untuk mengukur kapasitas pelayanan,
capaian layanan dan manfaatnya secara bersama-sama. Kriteria
evaluasi alat ini diantaranya adalah adanya keterlibatan para pihak
berkepentingan, spesifikasi tujuan yang dikehendaki, penilaian
validitas, reliabilitas dan ukuran-ukuran terhadap indikator, serta
ukuran kriteria yang bervariasi. Penelitian lanjutan diperlukan untuk
lanjutan kegiatan mitigasi risiko pada RDTR maupun rencana
pembangunan dan manajemen proyek dengan tetap berorientasi pada
isu pemberdayaan maupun kasus lainnya, sampai dengan kemitraan
berorientasi pada kesiapsiagaan warga dan kepuasan para pihak
berkepentingan.

Daftar Pustaka
1. Buku dan Jurnal
Asshiddiqie, J. 2011; Pesan Konstitusional Keadilan Sosial; Makalah
disampaikan pada Seminar Nasional di Universitas
Brawijaya. Malang, 12 April, 2011

Bessette, J.M. 2011. American Government and Politics, Deliberation,


Democracy and Citizenship. Boston: Suzanne Jeans.

Chapra, U.M.; 2001. The Future of Economics: An Islamic


Perspective, Landscape Baru Perekonomian Masa Depan.
Terjemahan Amdiar Amir, et al. Jakarta: Shari'ah
Economics and Banking Institute.

Covey, Stephen R. (1995), “Competitive Adventage.”


ExecutiveExcellence, September, h. 3-4.

Creswell, John W. 2010. Research Design; Pendekatan Kualitatif,


Kuantitatif, dan Mixed. Edisi Ketiga. Diterjemahkan oleh
Achmad Fawaid. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Jurnal Ombudsman – DIY | 47


Fokus 2: Audit Sosial Sebagai…..

Dwiyanto, A. (2004); Mewujudkan Good Governance melalui


Pelayanan Publik; Yogyakarta Gama Press.

Fukuyama, F.; (1999). Social Capital And Civil Society. The Institute
Of Public Policy George Mason University. October 1, 1999.
Prepared For Delivery At The IMF Conference On Second
Generation Reforms. Diunduh dari James S. Coleman.
Social Capital In The Creation Of Human Capital. The
America Journal Of Sociology, Vol. 94. Suplement:
Organization And Institutions: Sociological And
Economic Approaches To The Analysis Of Social
Structure.

Geertz, Clifford (1973), The Interpretation of Cultures. New York:


Basic Bojonegorooks, Inc., Publishers.

Harper, T.L., and Stein, S.M. (1996). Postmodernist planning theory:


The incommensurability premise. In Explorations in Planning
Theory. Seymour J. Mandelbaum, Luigi Mazza, and
Robert W. Burchell (Eds.). Rutgers: Center for Urban
Policy Research.

Henry, N., (1975); Paradigm of Public Administration; Source: Public


Adminstration Review, Vol 35, No.4 (July – Augt, 1975) pp
378-386. Published by: Blackwell Publishing on behalf of
American Society for Public Administration;
http://www.jstor.org/stable/974540 .

Hidayat, S., & Gismar, A.M. (2010), “Good Governance Vs Shadow


State dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah” Jurnal
Penelitian Politik, LIPI Volume 7, No.1

Ibty, I. (2016), Keadilan sebagai Konstruk Mitigasi Risiko Pelayanan


Publik. Laporan Perkembangan Riset Mahasiswa S3 Prodi
MKP Fisipol UGM.

Korten, D. C. (1983), “People-Centered Development: Reflections on


Development Theory and Method” Manila: Mimeograph.

48 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 2: Audit Sosial Sebagai.. …

ÖSTERLE, O. 2002; Evaluating Equity in Social Policy; A Framework


for Comparative Analysis; Vienna University of Economics
and Business Administration, Austria-SAGE Publications
(London, Thousand Oaks and New Delhi)

Pramusinto, A. (2016); Mendorong Perubahan Dari Luar: Ke Arah


Birokrasi Indonesia Yang Demokratis dan Melayani; Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Ilmu Administrasi
Negara Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada pada Rapat Terbuka Dewan
Guru Besar Universitas Gadjah Mada pada tanggal 1
Maret 2016 di Yogyakarta

Purwanto, E.A (2004); Revitalisasi Studi Implementasi Kebijakan


Publik; Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik 2004,
VIII(2). http://iib.ugm.ac.id.ezproxy.ugm.ac.id/jurnal/
detail.php.

Srimarga, I.C., Fahazza, M., Heriyanto, W., 2011; Audit Sosial


Multi Stake Holder: Membangun Suara Masyarakat Berbasis
Bukti; Pattiro, Jakarta.

Sunartiningsih (Ed). (2004). Strategi Penguatan Institusi Lokal


Pedesaan. Pemberdayaan Masyarakat Desa Melalui Institusi
Lokal. Aditya Media Yogyakarta.

Tarigan, R. (2002), Perencanaan Pembangunan Wilayah: Pendekatan


Ekonomi dan Ruang. Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Medan.

Vigoda-Gadot, A. dan Cohen, A. (2004). Citizenship and


Management in Public Administration. Cheltenham UK:
Edward Elgar

2. Dokumen Publik
UUD 1945

UU RI No. 23 Tahun 2009 tentang Keterbukaan Informasi Publik

Jurnal Ombudsman – DIY | 49


Fokus 2: Audit Sosial Sebagai…..

UU RI No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik

Perpres RI No. 59 Tahun 2012 tentang Kerangka Nasional


Pengembangan Kapasitas Daerah

PP RI No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan


Lingkungan Perseroan

Bappenas. (2010), Rencana Pembangunan Nasional Jangka


Panjang 2010-2025.

50 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 3

Pelayanan Publik Yang Ramah Anak di


Bidang Pendidikan
Oleh: Sutrisnowati, S.H., M.H., M.Psi1

Abstraksi

Pelayanan Publik Berkualitas adalah Hak Warga Negara, tak


terkecuali anak. Anak merupakan generasi penerus dan potensi
bangsa, untuk itu perlu dilindungi dan dipenuhi hak-haknya agar
dapat hidup, tumbuh dan berkembang dalam suatu lingkungan
yang layak. Lingkungan yang layak ini berupa lingkungan publik
(dimasyarakat), lingkungan privat (keluarga) maupun lingkungan
sekolah yang ramah anak sehingga anak dapat tumbuh dan
berkembang optimal. Ada banyak faktor mengapa pelayanan publik
belum ramah anak, salah satu faktor yang menjadi penyebab
lambatnya proses optimalisasi pelayanan publik adalah kurangnya
kesadaran pemberi pelayanan terhadap tugas sejatinya sebagai
pelayan masyarakat. Pemberi pelayanan acapkali melupakan
hakikat keberadaannya untuk memberikan pelayanan prima bagi
masyarakat (anak) yang merupakan perwujudan kewajibannya
sebagai pemberi layanan kepada masyarakat. Undang-Undang No.
23 Tahun 2002 jo Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang

1 Ketua Lembaga Ombudsman DIY Periode 2015-2018

Jurnal Ombudsman – DIY | 51


Fokus 3: Pelayanan Publik Yang…

Perlindungan Anak, yang menyatakan “Anak di dalam dan di


lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang
dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temanya di
dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan
lainnya.” Hal ini penting mengingat delapan jam dalam sehari
atau satu per tiga waktu anak berada di sekolah sehingga menjaga
melindungi anak selama waktu itu harus menjadi hal yang
prioritas dan dilakukan bersama-sama oleh semua unsur yang ada
di sekolah. Harapannya melalui konsep sekolah ramah anak dan
pendekatan tata kelola sekolah yang ramah anak akan terwujud
pelayanan publik yang ramah anak di bidang pendidikan.

Kata Kunci: Pelayanan Publik, Ramah Anak, Pendidikan

A. Pendahuluan
Pelayanan publik menurut Agung Kurniawan (2005) adalah
pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang lain atau masyarakat
yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan
aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sementara Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik,
mendefinisikan pelayanan publik sebagai kegiatan atau rangkaian
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan
penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang
disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Pelayanan publik
berkualitas adalah hak warga negara, tak terkecuali anak. Anak
merupakan generasi penerus dan potensi bangsa, untuk itu perlu
dilindungi dan dipenuhi hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan
berkembang dalam suatu lingkungan yang layak. Lingkungan yang
layak ini berupa lingkungan publik (dimasyarakat), lingkungan privat

52 | Jurnal Ombudsman DIY


Fokus 3: Pelayanan Publik Yang…

(keluarga) maupun lingkungan sekolah yang ramah anak sehingga


anak dapat tumbuh dan berkembang optimal. Sebagai pemangku
utama penyedia lingkungan publik yang ramah anak ini adalah orang
dewasa, terutama dalam hal ini adalah pemerintah.
Lembaga Ombudsman DIY (LO DIY) selaku pengawas pelayanan
publik baik yang diselenggarakan oleh pemerintahan dan
diselenggarakan oleh usaha swasta mencatat bahwa kesadaran para
pemberi pelayanan masih rendah untuk mengembangkan pelayanan
publik yang ramah anak. Pada tahun 2015 LO DIY menangani kasus
sejumlah 251 pengaduan maupun konsultasi, pada tahun 2016
menangani kasus sejumlah 282 kasus pengaduan maupun konsultasi
masyarakat sehubungan dengan penyelenggaraan pelayanan publik.
Pengaduan maupun konsultasi tahun 2016 paling tinggi dalam
penyelenggaraan sektor pemerintah bidang pendidikan (13,07%),
pertanahan (12,01%), perizinan (7,42%), Bantuan Sosial dan
Kesejahteraan (4,95%), Administrasi Pemerintahan (3,53%), Kesehatan
(3,53%), Penegakan hukum dan Kebijakan (2,83%), ESDM dan
Lingkungan Hidup (2,47%), Perpajakan dan Retribusi (1,77%),
Kependudukan (1,77%), Transportasi (0,72%) sedangkan dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dalam sektor usaha swasta yang
paling tinggi bidang Ketenagakerjaan (17,31%), Keuangan (16,25%),
Properti & perhotelan (6,01%), Bisnis dan Perdagangan (4,59%),
Tehnologi & Komunikasi (1,77%). Lebih jelas terdapat pada tabel
dibawah ini.
Tabel Jumlah Kasus yang Ditangani LO DIY Tahun 20162
No Bidang Jumlah Presentase
1 Pendidikan (pemerintahan) 37 13.07%
2 Pertanahan (pemerintahan) 34 12.01%
3 Perizinan (pemerintahan) 21 7.42%
4 Sosial Politik Budaya (pemerintahan) 14 4.95%
5 Administrasi Pemerintahan (pemerintahan) 10 3.53%

2 Laporan Tahunan LO DIY Tahun 2016

Jurnal Ombudsman – DIY | 53


Fokus 3: Pelayanan Publik Yang…

No Bidang Jumlah Presentase


6 Kesehatan (pemerintahan) 10 3.53%
7 Penegakan Hukum (pemerintahan) 8 2.83%
8 ESDM & Lingkungan Hidup (pemerintahan) 7 2.47%
9 Perpajakan & Retribusi (pemerintahan) 5 1.77%
10 Kependudukan (pemerintahan) 5 1.77%
11 Transportasi (pemerintahan) 2 0.71%
12 Keuangan (swasta) 46 16.25%
13 Tenagakerja & Kepegawaian (swasta) 49 17.31%
14 Properti – Perhotelan (swasta) 17 6.01%
15 Bisnis & Perdagangan (swasta) 13 4.59%
16 Teknologi & Komunikasi (swasta) 5 1.77%
Jumlah 282 100.00%

Diantara jumlah aduan yang masuk tersebut kurang lebih 30%


adalah konsultasi dan aduan tentang penyelenggaraan pelayanan
publik yang belum ramah anak terutama pada bidang pendidikan,
bidang kesehatan, bidang bansos dan kesejahteraan, dan bidang
kependudukan. Adapun muatan konsultasi ataupun aduan atas
pelayanan publik yang belum ramah anak bidang pendidikan meliputi:
pungutan di sekolah, penerimaan peserta didik baru (PPDB),
penahanan ijazah oleh sekolah, siswa dikembalikan ke orang tua oleh
sekolah, terancam tidak mengikuti ujian nasional. Bidang Kesehatan
meliputi: Pembiayaan bayi baru lahir, tumbuh kembang dan akses
anak terhadap badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS). Bidang
kependudukan tentang identitas meliputi: surat keterangan lahir, akte
lahir, Kartu Identitas Anak/Kartu Tanda Penduduk (KIA/ KTP). Bidang
bantuan sosial dan kesejahtaraan meliputi: anak disabilitas, Kartu
Menuju Sejahtera/Kartu Indonesia Pintar/Kartu (KMS/KIP/ KPS) dan
bantuan lainnya
Khusus pada pada bidang pendidikan, materi konsultasi dan
aduan di LO DIY yang lebih rinci meliputi: pungutan di sekolah,
penahanan ijazah oleh sekolah, siswa dikembalikan ke orang tua oleh
sekolah, regrouping sekolah, kegiatan masa orientasi sekolah (MOS) di

54 | Jurnal Ombudsman DIY


Fokus 3: Pelayanan Publik Yang…

sekolah yang memberatkan, pemotongan uang penghargaan untuk


siswa yang memenangkan sebuah perlombaan. Adapun secara detail
permasalahan perilaku anak yang mengakibatkan anak dikembalikan
oleh sekolah ke orangtuanya adalah terlibat sebagai ketua/anggota
geng, terlibat tawuran, melakukan perbuatan kriminalitas, minum-
minuman keras, merokok, membolos, pergaulan bebas yang
mengakibatkan kehamilan tidak dikehendaki (KTD), nakal, membolos,
pemalas, melanggar aturan lainnya dan lain-lain.

B. Permasalahan
LO DIY sebagai lembaga pengawas independen yang dibentuk
berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 69 Tahun 2014, menerima
berbagai kasus sehubungan penyelenggaraan pelayanan pendidikan.
Kasus yang diterima LO DIY selanjutnya dilakukan serangkaian tindak
lanjut berupa klarifikasi, koordinasi, investigasi, pencermatan dan
pengkajian secara mendalam holistik dan berkelanjutan sehingga
memunculkan rekomendasi-rekomendasi agar pelayanan publik
berkualitas ramah terhadap anak khususnya dibidang pendidikan
benar-benar menjadi hak warga negara (anak). Sehingga pertanyaan
yang akan dibahas pada tulisan ini adalah: “Bagaimana upaya
mewujudkan pelayanan publik yang ramah di bidang pendidikan?”

C. Pembahasan
Ada banyak faktor mengapa pelayanan publik belum ramah anak,
salah satu faktor yang menjadi penyebab lambatnya proses
optimalisasi pelayanan publik adalah kurangnya kesadaran pemberi
pelayanan terhadap tugas sejatinya sebagai pelayan masyarakat.
Pemberi pelayanan acapkali melupakan hakikat keberadaannya untuk
memberikan pelayanan prima bagi masyarakat (anak) yang merupakan
perwujudan kewajiban sebagai pemberi layanan kepada masyarakat.

Jurnal Ombudsman – DIY | 55


Fokus 3: Pelayanan Publik Yang…

Pelayanan yang berkualitas bergantung pada tiga aspek, yaitu: Pertama,


bagaimana pengembangan kebijakan dan strateginya. Kedua,
bagaimana pola penyelenggaraan atau tata laksana. Ketiga, dukungan
sumber daya manusia dan kelembagaan. Permasalahan yang selama
ini mengganjal dalam meningkatkan pelayanan publik adalah terletak
pada pengembangan kebijakan dan strategi yang mengalami
overlapping pada aspek kebijakan publik. Selain itu, sumber daya
manusia menjadi kelemahan utama kaitannya dengan profesionalisme,
kompetensi, empati dan etika. Dari sisi kelembagaan kelemahan utama
terletak pada desain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam
rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, inovasi
pelayanan publik yang selama ini dapat diwujudkan tidak didukung
dengan proses pelembagaan yang baik dari sisi desain kelembagaan
maupun payung hukum terhadap inovasi pelayanan publik tersebut.
Menurut Hamka (2005) dalam Perubahan yang terkait dengan
pelayanan publik, erat hubungannya dengan organisasi pemerintah,
dimana yang paling sederhana ditemukan pada perubahan organisasi
pemerintahan di daerah. Perubahan jumlah unit dan struktur
organisasi bukan merupakan persoalan yang sederhana bagi sebuah
orgonisasi. Perubahan tersebut memberi efek yang besar terhadap
berbagai dimensi kelembagaan pemerintah di daerah. Reorganisasi
terjadi dengan dua bentuk (model) yaitu penggabungan dua atau lebih
instansi dan perubahan dalam instansi (organisasi) itu sendiri.
Beberapa konsep yang terkait dengan reorganisasi adalah merger,
akuisisi, revitalisasi, dan restrukturisasi. Implementasi restrukturisasi
organisasi memberi efek pada dimensi-dimensi utama dalam
orgonisasi, yaitu: (1) manajemen sumber daya manusia (kepegawaian);
(2) perubahan manajemen keuangan; (3) perubahan struktur
organisasi; (4) perubahan manajemen (tatalaksana organisasi); (5)
penguatan budaya organisasi; dan (6) kualitas pelayanan publik.

56 | Jurnal Ombudsman DIY


Fokus 3: Pelayanan Publik Yang…

Menurut Panduan Sekolah Ramah Anak yang diterbitkan oleh


Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Tahun 2015 bahwa adanya fakta proses pendidikan yang masih
menjadikan anak sebagai obyek dan guru sebagai pihak yang selalu
benar, mudah menimbulkan kejadian bullying di sekolah/madrasah.
Data Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Tahun 2014-2015
tentang Kasus Kekerasan (Kekerasan Fisik, Psikis, Seksual dan
Penelantaran Terhadap Anak), sebanyak 10% dilakukan oleh guru.
Bentuk-bentuk kekerasan yang banyak ditemukan berupa pelecehan
(bullying), serta bentuk-bentuk hukuman yang tidak mendidik bagi
peserta didik, seperti mencubit (504 kasus), membentak dengan suara
keras (357 kasus) dan menjewer (379 kasus). Kekhawatiran orang tua
dan masyarakat akan maraknya kasus-kasus kekerasan, keracunan
pada anak sekolah yang disebabkan jajanan yang tercemar zat-zat yang
membahayakan juga kasus anak yang menjadi korban karena sarana
prasarana yang tidak kokoh dan banyak anak yang merasakan bahwa
bersekolah tidak selalu menjadi pengalaman yang menyenangkan bagi
anak. Sampai saat ini masih dijumpai anak bersekolah di bangunan
yang tidak layak, sarana prasarana tidak memenuhi standar,
kehujanan, kebanjiran, bahkan kelaparan, selain ancaman mengalami
bullying dan kekerasan yang dilakukan oleh guru maupun teman
sebaya. Selain itu kekerasan pada anak juga rawan terjadi karena 55%
orang tua memberikan akses kepada anak terhadap kepemilikan
handphone dan internet tetapi 63% orang tua menyatakan bahwa tidak
melakukan pengawasan terhadap konten yang diakses oleh anak-anak
(KPAI, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan publik di
sekolah masih belum ramah anak.
Apabila hal ini dibiarkan terus kedepan pelayanan publik yang
belum ramah anak berakibat tidak optimalnya tumbuh kembang anak,
yang berarti ancaman terhadap generasi penerus bangsa yang sehat,

Jurnal Ombudsman – DIY | 57


Fokus 3: Pelayanan Publik Yang…

cerdas dan cemerlang. Disatu sisi telah muncul berbagai regulasi yang
menjamin terpenuhinya hak-hak anak, salah satunya adalah hak atas
pelayanan publik ini. Akan tetapi pada tataran implementasi, masih
dibutuhkan langkah/keberpihakan yang tegas, konkrit, terstruktur dan
berkesinambungan demi terwujudnya lingkungan yang ramah anak
baik di lingkungan masyarakat, sekolah maupun keluarga. Lingkungan
yang ramah anak sama dengan pelayanan publik yang ramah anak.
Oleh karena itu dibutuhkan langkah-langkah konkrit, terstruktur dan
berkelanjutan dari semua pihak terutama adalah pemerintah untuk
mewujudkan lingkungan pendidikan yang ramah anak ini.

D. Langkah-langkah Perbaikan Pelayanan Publik yang Ramah Anak


Layanan dasar publik dapat dipahami sebagai kewajiban
pemerintah pusat hingga kabupaten/kota dan swasta untuk menjamin
hak dan kebutuhan warga negara. Kata kuncinya ialah publik. Artinya,
pelayanan dasar publik diberikan oleh badan publik dan bisa diakses
oleh seluruh lapisan masyarakat. Badan publik disini termasuk adalah
sekolah-sekolah yang menyelenggarakan pelayanan publik. Pasal 28B
(2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa “Setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Hal ini
dipertegas dalam Pasal 54 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 jo
Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, yang
menyatakan “Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib
dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru,
pengelola sekolah atau teman-temanya di dalam sekolah yang
bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya”. Pasal 70 ayat (2)
menyebutkan “Setiap orang dilarang memperlakukan anak dengan
mengabaikan pandangan mereka secara diskriminatif, termasuk
labelisasi dan penyetaraan dalam pendidikan bagi anak-anak yang

58 | Jurnal Ombudsman DIY


Fokus 3: Pelayanan Publik Yang…

menyandang cacat”. Konvensi tentang Hak-Hak Anak juga


mengamanatkan kepada negara-negara peserta atau yang telah
meratifikasinya, tentang pentingnya pendidikan, penegakan disiplin,
pengembangan kapasitas, pengembangan keterampilan, pembelajaran,
kemampuan lainnya, martabat, harga diri, kepercayaan diri,
pengembangan kepribadian, bakat, kemampuan untuk hidup dalam
kehidupan di masyarakat, hak terhadap akses dan konten pendidikan,
dan hak untuk pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya bagi
anak.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa
Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan
terencana terutama dalam mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran yang efektif dan efisien sehingga peserta didik dalam hal
ini anak-anak khususnya dapat secara aktif mengembangkan potensi
dirinya yang nantinya diharapkan dapat mewujudkan dalam dirinya
kekuatan spiritual keagamaan yang tinggi, kecerdasan, pengendalian
diri, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan yang akan berguna
baik bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, upaya pencapaian
proses belajar ini tentunya harus didukung oleh semua pihak, terutama
adalah pihak sekolah agar dapat mewujudkan suatu kondisi sekolah
atau lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, sehat, ramah dan
menyenangkan bagi anak atau dengan kata lain anak-anak yang ada di
sekolah dapat terpenuhi haknya sebagai upaya pelayanan publik yang
ramah anak. Hal ini penting mengingat delapan jam dalam sehari atau
satu per tiga waktu anak berada di sekolah sehingga menjaga
melindungi anak selama waktu itu harus menjadi hal yang prioritas
dan dilakukan bersama-sama oleh semua unsur yang ada di sekolah
mulai dari kepala sekolah, guru, guru bimbingan konseling, penjaga
sekolah dll, bahkan sangat perlu adanya kerjasama yang baik dan

Jurnal Ombudsman – DIY | 59


Fokus 3: Pelayanan Publik Yang…

terarah antara sekolah dengan orang tua, lembaga masyarakat, dunia


usaha maupun alumni untuk mendukungnya. Harapannya terwujud
layanan publik yang ramah anak di bidang pendidikan melalui
penerapan sekolah ramah anak. Konsep Sekolah Ramah Anak
didefinisikan sebagai program untuk mewujudkan kondisi aman,
bersih, sehat, peduli, dan berbudaya lingkungan hidup, yang mampu
menjamin pemenuhan hak dan perlindungan anak dari kekerasan,
diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya, selama anak berada di
satuan pendidikan, serta mendukung partisipasi anak terutama dalam
perencanaan, kebijakan, pembelajaran dan pengawasan. Sekolah
Ramah Anak bukanlah membangun sekolah baru, namun
mengkondisikan sebuah sekolah menjadi nyaman bagi anak serta
memastikan sekolah memenuhi hak anak dan melindunginya. Karena
sekolah menjadi rumah kedua bagi anak, setelah rumahnya sendiri.
Adapun ruang lingkup Sekolah Ramah Anak (SRA) adalah sebagai
berikut:
No Ruang Lingkup Uraian
1 Keluarga a. Sebagai pusat pendidikan utama dan pertama bagi anak
b. Sebagai fungsi proteksi ekonomi, sekaligus memberikan
ruang berekspresi dan berekreasi
2 Sekolah a. Melayani kebutuhan anak didik khususnya yang
termarginal dalam pendidikan
b. Peduli keadaan anak sebelum dan sesudah belajar
c. Peduli kesehatan, gizi dan membantu belajar hidup sehat
d. Menghargai hak-hak anak dan kesetaraan gender
e. Sebagai motivator, fasilitator sekaligus sahabat bagi anak
3 Masyarakat Sebagai komunitas dan tempat pendidikan setelah keluarga

Penerapan Sekolah Ramah Anak (SRA) dilaksanakan dengan


merujuk pada 6 (enam) komponen penting di bawah ini:
1. Adanya komitmen tertulis yang dapat dianggap kebijakan
tentang SRA;
2. Pelaksanaan proses pembelajaran yang ramah anak;
3. Pendidik dan tenaga kependidikan terlatih hak-hak anak;

60 | Jurnal Ombudsman DIY


Fokus 3: Pelayanan Publik Yang…

4. Sarana dan prasarana yang ramah anak;


5. Partisipasi anak;
6. Partisipasi orang tua, lembaga masyarakat, dunia usaha,
pemangku kepentingan lainnya, dan alumni.

Gambar Tahapan penerapan Sekolah Ramah Anak

Selain melalui konsep Sekolah Ramah Anak (SRA), upaya untuk


mewujudkan layanan publik yang ramah anak dibidang pendidikan
maka perlunya dikembangkan konsep dan pendekatan tata kelola
lingkungan pendidikan yang ramah anak. Menurut USAID dan Kinerja
dalam Policy Brief Pelayanan Publik Sektor Pendidikan Tahun 2015
bahwa pelayanan publik bidang pendidikan akan tercapai apabila ada
konsep dan pendekatan tata kelola sekolah yang dilaksanakan melalui
tiga pilar, yakni:
1. Membangun komitmen pemerintah (policy advocacy);
2. Memperkuat penyedia layanan (supply side);
3. Memperkuat penerima layanan (demand side).

Jurnal Ombudsman – DIY | 61


Fokus 3: Pelayanan Publik Yang…

Membangun komitmen pemerintah merupakan upaya pertama


agar pelayanan publik dapat menjadi kebijakan pemerintah secara
berkelanjutan, baik pusat maupun daerah. Kebijakan ini sebaiknya
dituangkan ke dalam peraturan perundangan, perencanaan, dan
penganggaran. Di era otonomi daerah sekarang ini, komitmen
pemerintah daerah menjadi sangat penting karena pemerintah daerah
merupakan ujung tombak pelayanan publik sehingga pemerintah
daerah mempunyai mandat untuk merumuskan dan melaksanakan
kebijakan pelayanan publik yang prima. Peraturan Daerah dan
Peraturan Bupati/Walikota menjadi instrumen yang efektif untuk
menunjukkan bahwa pemerintah daerah mempunyai komitmen dalam
peningkatan pelayanan publik. Komitmen dan kebijakan ini akan
menjadi jelas ketika pemerintah daerah memasukkan program-
program peningkatan pelayanan publik ke dalam perencanaan, baik
jangka menengah (RPJMD, Renstra SKPD) maupun tahunan (Renja,
RKA SKPD). Hal yang paling penting adalah implementasi,
monitoring, dan tindak lanjut laporan hasil monitoring.
Penguatan pemberi pelayanan. Hal ini dibutuhkan untuk
menjamin pelayanan pendidikan kepada masyarakat, orang tua, dan
murid disediakan sesuai kebutuhan dan standar pelayanan tertentu
yang diatur dalam peraturan. Dengan menyediakan guru yang
mempunyai kompetensi dan anggaran yang cukup untuk setiap unit
pelayanan pendidikan (sekolah). Tanpa guru yang cukup dan
kompetensi yang memadai, pelayanan pendidikan bermutu sesuai
standar, khususnya dalam proses pembelajaran, tidak pernah akan
terwujud. Tanpa anggaran yang cukup, sekolah tidak akan mampu
menyelenggarakan program dan kegiatan sekolah sehingga
penyediaan pelayanan pendidikan menjadi tidak sesuai dengan
standar pelayanan minimal dan tidak akan pernah mencapai standar
nasional pendidikan.

62 | Jurnal Ombudsman DIY


Fokus 3: Pelayanan Publik Yang…

Penguatan pengguna pelayanan. Hal ini perlu untuk diperkuat


sehingga dapat mendorong penyedia pelayanan menyediakan
pelayanan sesuai dengan standar pelayanan. Pengguna layanan
mempunyai hak untuk memperoleh informasi yang benar tentang data
dan kegiatan yang diselenggarakan oleh penyedia pelayanan.
Pengguna layanan juga berhak atas kesempatan untuk berpartisipasi
dalam penyelenggaraan program dan kegiatan di semua tahapan:
perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi. Oleh karenanya
program penguatan forum multi stakeholder melalui pelatihan,
pendampingan, dan mendorong terjadinya kerjasama antara forum
dan pemerintah yang berkaitan dengan program distribusi guru
proporsional (DGP), bantuan operasional sekolah pendidikan (BOSP),
dan manajemen berbasis sekolah (MBS).

Tata Kelola Distribusi Guru Proporsional (DGP) menjadi isu


penting dalam upaya pemerataan akses dan mutu pendidikan di tanah
air sehingga pemerintah pusat mengeluarkan Surat Keputusan
Bersama 5 Menteri Tahun 2011 tentang Penataan dan Pemeraaan Guru
Pegawai Negeri Sipil. Hal ini bertujuan untuk memberi masukan

Jurnal Ombudsman – DIY | 63


Fokus 3: Pelayanan Publik Yang…

kepada pengambil keputusan, khususnya pemerintah kabupaten/kota


untuk menerapkan kebijakan yang dapat memecahkan masalah
ketimpangan distribusi guru antar sekolah dan wilayah, karena
kebijakan distribusi guru yang proporsional akan berkontribusi pada
pelayanan publik bidang pendidikan menjadi lebih merata dan
meningkat mutunya.
Selain itu melalui tata kelola bantuan operasional sekolah
pendidikan (BOSP) diharapkan mampu mewujudkan pelayanan
publik sektor pendidikan lebih ramah anak. BOSP harus dihitung dan
dikelola secara rinci, cermat, efektif dan efisien. Manfaat penghitungan
BOSP yang rinci bagi masyarakat/orang tua adalah sebagai informasi
yang transparan dan mudah dimengerti tentang (1) biaya operasional
yang harus dikeluarkan oleh sekolah agar dapat memberikan
pelayanan pendidikan yang bermutu (sesuai standar), dan (2) besarnya
dana tambahan yang masih dibutuhkan sekolah untuk menutupi biaya
operasionalnya, jika pendapatan sekolah dari pemerintah dan sumber-
sumber lain belum mencukupi. Penghitungan BOSP yang rinci,
transparan, dan mudah dimengerti akan lebih mudah mendorong
partisipasi masyarakat, pemerintah, DPRD dalam hal pendanaan untuk
sekolah. Selain itu masyarakat dapat memperoleh gambaran tentang
alokasi penggunaan dana operasional di sekolah, sehingga memberi
peluang untuk ikut mengawasi penggunaan dana di sekolah. Bagi
pemerintah, penghitungan BOSP sebagai dasar untuk menghitung
kebutuhan pendanaan untuk biaya operasional sekolah dan dapat
dijadikan acuan untuk:
1. Mengalokasikan dana ke sekolah, misalnya sebagai dana
pendamping BOS bilamana masih ada kesenjangan antara BOS
dan dana yang dibutuhkan sekolah.
2. Melakukan negosiasi guna mendapatkan tambahan dana
pendamping BOS pusat dari pemerintah provinsi.

64 | Jurnal Ombudsman DIY


Fokus 3: Pelayanan Publik Yang…

3. Menetapkan kebijakan tentang pendanaan pendidikan, misalnya


kebijakan diperbolehkan atau tidaknya penarikan dana dari
orang tua murid jika nilai BOSP lebih tinggi daripada nilai dana
BOS pusat ditambah dana pendamping BOS dari APBD
Kabupaten/Kota dan APBD Provinsi. Kebijakan “Sekolah
Gratis” tanpa pendanaan yang cukup bagi sekolah akan
memaksa sekolah memberikan pelayanan pendidikan yang
tidak bermutu.
Hasil penghitungan BOSP juga bermanfaat bagi DPRD. Secara
struktural DPRD merupakan lembaga yang bertugas melakukan
pengawasan terhadap kinerja pemerintah kabupaten/kota.

Dalam kaitannya dengan tugas tersebut, DPRD melakukan


pengawasan dan pemantauan terhadap kegiatan pemerintah
kabupaten secara keseluruhan mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
sampai akhir kegiatan. DPRD juga berperan aktif dalam pembahasan
Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang APBD dan sangat
menentukan dalam persetujuan usulan anggaran baru dari pemerintah
daerah setiap tahunnya, meskipun Permendagri Nomor 13 Tahun 2006
memberi peluang pemerintah daerah untuk menetapkan Rancangan
Peraturan Bupati tentang APBD. Jika DPRD tidak menyetujuinya,

Jurnal Ombudsman – DIY | 65


Fokus 3: Pelayanan Publik Yang…

maka nilai anggaran maksimalnya adalah sejumlah tahun anggaran


sebelumnya. Selain menjadi salah satu bentuk sanksi bagi pemerintah
daerah, mekanisme tersebut memberi peluang bagi anggota DPRD
untuk memainkan perannya dalam mendorong pelaksanaan anggaran
berbasis kinerja. Dengan demikian, bagi DPRD hasil penghitungan
BOSP dapat dijadikan acuan dalam penganggaran dan pengawasan
penggunaan anggaran untuk biaya operasional pendidikan.
Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik. Di
Indonesia, konsep manajemen berbasis sekolah (MBS) telah
diperkenalkan dan dilaksanakan sejak tahun 1997/1998. MBS
merupakan wujud otonomi sekolah sejalan dengan kebijakan
desentralisasi kewenangan pendidikan dan dimaksudkan agar sekolah
mempunyai otonomi yang lebih besar untuk menyelenggarakan
program dan kegiatannya dengan mendorong peran serta masyarakat
melalui komite sekolah. Dalam konteks otonomi, sekolah diberi
kewenangan untuk mengatur dirinya dan warga sekolah menurut
prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan
peraturan perundangan. Sekolah diberi wewenang untuk mengelola
dan memanfaatkan sumber daya sekolah semaksimal mungkin untuk
meningkatkan mutu proses dan output pembelajaran. Namun, pada
praktiknya pelaksanan MBS perlu lebih ditingkatkan. Sebagian besar
sekolah melaksanakan MBS apa adanya, belum dilaksanakan secara
maksimal, dan belum mengarah pada perbaikan mutu pelayanan. Di
sebagian besar sekolah, pengelolaan masih belum transparan dan
akuntabel serta tidak partisipatif, apalagi responsif. Oleh karena itu
diperlukan upaya mendampingi sekolah dan komite sekolah untuk
meningkatkan kapasitas pengelolaan sekolah dan mutu pelayanan
sekolah.

66 | Jurnal Ombudsman DIY


Fokus 3: Pelayanan Publik Yang…

E. Penutup
Penyelenggaraan pelayanan publik yang ramah anak bidang
pendidikan adalah manifestasi pelaksanaan kewajiban penyelenggara
pemerintahan dalam upaya pemenuhan hak-hak anak. LO DIY sebagai
pengawas independen kinerja pelayanan publik baik yang
diselenggarakan pemerintah maupun usaha swasta merupakan bentuk
kehadiran pemerintah terhadap warganya yang sedang punya
masalah. Oleh karena itu kehadiran LO DIY merupakan
kontrol/penyeimbang antara pemberi pelayanan dan penerima
pelayanan dalam rangka perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik
dan bersih serta tata kelola usaha swasta yang beretika dan
bekelanjutan. Harapannya melalui berbagai proses perbaikan terhadap
pelayanan dasar bidang pendidikan ini pelayanan publik berkualitas
yang ramah anak benar-benar menjadi hak warga negara (dalam hal ini
adalah anak).

Daftar Pustaka
Hamka. 2005. Manajemen Stratejik dan Manajemen Kinerja Pada Sektor
Publik. Jurnal Administrasi Publik 1(4): 175-187.

Kurniawan, Agung. 2005. Transformasi Pelayanan Publik. Yogyakarta:


Pembaruan.

Laporan Tahunan Lembaga Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta


(LO DIY) Tahun 2016.

Laporan Tahunan Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Tahun


2013, 2014-2015.

Panduan Sekolah Ramah Anak yang diterbitkan oleh Kementerian


Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Tahun 2015.

USAID dan Kinerja dalam Policy Brief Pelayanan Publik Sektor


Pendidikan Tahun 2015.

Jurnal Ombudsman – DIY | 67


Fokus 3: Pelayanan Publik Yang…

Peraturan
Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 jo Undang-Undang No. 35 Tahun


2014 Tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan


Nasioal.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Peraturan Gubernur No. 69 Tahun 2014 Tentang Organisasi dan Tata


Kerja Lembaga Ombudsman DIY.

68 | Jurnal Ombudsman DIY


Fokus 4

Investasi Bodong: Akar Masalah dan


Solusi Pencegahannya
Oleh: Hanum Aryani, S.H.1

Abstraksi

Investasi bodong masih menjadi persoalan yang masif, mengingat


kemunculannya yang secara terus menerus di tengah masyarakat.
Yang paling banyak dirugikan tentu saja adalah para investor
yang menjadi korban, seperti rugi waktu, harta benda, rasa malu
dan bahkan kredit macet bertumpuk-tumpuk menjadi penderitaan
yang mesti diterima oleh para investor tersebut. Pada sisi lain,
usaha pemerintah untuk menanggulangi hal tersebut juga tidak
kurang-kurang. Salah satunya adalah adanya pembentukan Satgas
Waspada Investasi sebagai sebuah badan lintas
kementerian/lembaga yang konsen dengan isu investasi bodong.
Sayangnya, sampai sekarang masih sering dijumpai adanya
praktik-praktik investasi tidak jelas dan masyarakat pun masih
sering menjadi korban. Oleh karena itu, melalui kajian deskriptif
analisis, makalah ini mencoba memaparkan fenomena investasi
bodong dengan berangkat dari kenyataan bahwa segencar apapun
usaha pemerintah dalam menanggulangi, ternyata masyarakat

1 Komisioner Lembaga Ombudsman DIY (Ketua Bidang Pelayanan dan Investigasi) Periode 2015-2018

Jurnal Ombudsman – DIY | 69


Fokus 4: Investasi Bodang: Akar..…

masih sering menjadi korban. Hal ini mengindikasikan bahwa


perilaku masyarakat masih memberi peluang munculnya investasi
bodong tersebut dan kesigapan pemerintah yang masih belum
memadai dalam memberikan pendidikan keuangan kepada
masyarakat. Oleh karena itu, tulisan ini merekomendasikan untuk
menggiatkan pendidikan keuangan ditengah-tengah masyarakat
agar kasus-kasus investasi bodong tidak lagi marak terjadi.

Kata kunci: Investasi bodong, Satgas Waspada Investasi, Perilaku


Masyarakat, Pendidikan Keuangan

A. Pendahuluan
Belum tuntas segala urusan dengan First Travel, pada bulan
Agustus 2017 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Satuan Tugas
Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang
Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi (Satgas
Waspada Investasi) memerintahkan UN Swissindo untuk mengakhiri
kegiatannya karena dianggap sebagai salah satu kegiatan fiktif. 2 Jika
First Travel mengiming-imingi masyarakat dengan biaya umroh yang
sangat murah, UN Swissindo menawarkan bantuan kepada
masyarakat untuk membayarkan hutang mereka dengan memberikan
cek yang mereka klaim bisa dicairkan ke Bank Mandiri. 3 Lebih jauh,
jika korban First Travel kebanyakan adalah individu, korban dari UN
Swissindo adalah lembaga keuangan semacam BPR/KPR yang

2Dipna Videlia Putsanra, UN Swissindo dihentikan karena tidak berizin, www.tirto.id, tanggal 24 Agustus
2017, link: https://tirto.id/un-swissindo-dihentikan-karena-tak-berizin-cvhC, diakses pada 17
September 2017. Lihat juga siaran pers dari OJK yang berjudul Satgas Waspada Investasi Hentikan
Kegiatan UN Swissindo, www.ojk.go.id, tanggal 24 Agustus 2017, link:
http://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/siaran-pers/Pages/Siaran-Pers-Satgas-Waspada-
Investasi-Hentikan-Kegiatan-UN-Swissindo.aspx,diakses pada 17 September 2017.
3Yantina Debora, Mengapa Penipuan First Travel dan UN Swissindo BisaTerjadi? www.tirto.id, tanggal 28

Agustus 2017, diakses pada 17 September 2017, link: https://tirto.id/mengapa-penipuan-first-travel-


dan-un-swissindo-bisa-terjadi-cvmt.

70 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 4: Investasi Bodong: Akar..…

mengelola dana masyarakat. Sebagai akibat, jika korban First Travel


rugi waktu, biaya dan rasa malu, korban UN Swissindo mengalami
kredit macet yang sangat parah karena terlanjur percaya dengan
propagandanya.
Investasi bodong (investment scam/fraud) menjadi pekerjaan rumah
yang sepertinya masih sulit untuk ditanggulangi. Bahkan, Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) pada Juli 2017 menyatakan bahwa Satgas Waspada
Investasi sampai harus menutup 11 pengelola bisnis investasi yang
dianggap menyalahi hukum.4 Selain itu, Satgas sendiri
mengidentifikasi sedikitnya ada 4 modus terbaru untuk melakukan
usaha bodong atau illegal tersebut, yakni dengan modus investasi
uang, emas, properti dan kloning laman web.5 Penutupan dan
ditemukannya modus-modus baru tersebut memberi bukti bahwa
masyarakat Indonesia harus lebih berhati-hati lagi dalam menanamkan
uangnya, agar tidak menjadi korban kesekian kalinya.
Sementara itu, data yang tercatat pada LO DIY dari tahun 2014-2017
terkait investasi bodong tidak begitu banyak, hanya berjumlah total 4
konsultasi/aduan.6 Meskipun begitu, pada salah satu kasus, nominal
uang yang diinvestasikan ada yang mencapai 2 miliar rupiah. Jumlah
sebesar itu tentu tidak boleh disepelekan, mengingat sang pengadu
sendiri mengakui kalau dirinya sampai harus menjual tanah warisan
keluarganya. Selain itu, pengadu juga mengakui adanya
ketidakharmonisan dalam keluarganya akibat nasib dari investasi yang
tidak jelas tersebut.

4Rizki Caturini, Satgas OJK Setop 11 Aktivitas Investasi Ilegal, www.kontan.co.id, link:
http://nasional.kontan.co.id/news/satgas-ojk-setop-11-aktivitas-investasi-ilegal, diakses pada 17
September 2017.
5 Galvan Yudistira, Ini Empat Modus Baru Investasi Bodong Temuan OJK, www.kontan.co.id, tanggal 09

September 2017, link: http://investasi.kontan.co.id/news/ini-empat-modus-baru-investasi-bodong-


temuan-ojk, diakses pada 17 September 2017.
6Hanum Aryani, Bisnis Abal-Abal: Mewaspadai Maraknya Penghimpunan Dana Masyarakat, materi presentasi

dalam Workshop ”Etika Bisnis Dilanggar, Investor Terkapar: Studi Kasus Maraknya Bisnis Abal-
Abal Penghimpun Dana Masyarakat, LO DIY, 31 Agustus 2017.

Jurnal Ombudsman DIY | 71


Fokus 4: Investasi Bodang: Akar..…

Selain adanya pengelola investasi yang tidak taat hukum dan


memang mempunyai niat busuk untuk mengelabuhi masyarakat,
maraknya investasi bodong juga tidak bisa dilepaskan dari perilaku
masyarakat yang cenderung kurang paham atau memang tidak ingin
tahu lebih dalam dengan kebodongan investasi tersebut. Hal ini
menjadi penting untuk dikaji mengingat sebaik dan semenggiurkan
apapun sebuah investasi yang ilegal/bodong, masyarakat yang cerdas
dan mawas diri tentu tidak akan sudi untuk menanamkan uangnya
disana. Oleh karena itu, kajian terhadap perilaku masyarakat dalam
investasi merupakan hal yang tidak bisa dihindari, mengingat hal ini
memberikan basis empiris-teoritis yang pastinya akan sangat berguna
untuk menganalisis maraknya investasi bodong di khalayak ramai
dewasa ini.
Fenomena sekaligus persoalan di atas merupakan hal yang tidak
bisa dibiarkan terjadi terus-menerus. Tulisan ini berusaha menjawab
dua pertanyaan yang diajukan, yakni (1) faktor apa saja yang membuat
investasi bodong masih terus terjadi ditengah-tengah masyarakat dan
sulit untuk diberantas, dan (2) solusi apa saja yang bisa diajukan agar
fenomena merugikan ini bisa diberantas secara efektif. Dengan begitu,
semoga tulisan ini bisa menjadi sumbangan yang signifikan terkait
pencegahan maupun penanganan terhadap munculnya investasi
bodong pada masa yang akan datang.

B. Pembahasan
1. Investasi Bodong dan Teori Perilaku Konsumen
Investasi bodong, secara sederhana, adalah investasi yang tidak
mematuhi aturan hukum yang berlaku, atau menyalahgunakan
wewenangnya untuk mengumpulkan dana dengan
membelanjakannya pada hal lain yang jauh dari tujuan

72 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 4: Investasi Bodong: Akar..…

pengumpulan dana tersebut.7 Investasi bodong bisa terjadi pada


apapun usaha yang sifatnya adalah pengumpulan uang, dalam
skala kecil maupun besar, bersifat duniawi ataupun ukhrowi.
Contoh yang paling kentara adalah kasus First Travel yang
menggelapkan dana iuran umroh anggotanya, sehingga tidak
tersisa dana yang cukup untuk memberangkatkan jemaah yang
sudah kadung menyetorkan uangnya dan menunggu tanpa
ketidakpastian dalam jangka waktu yang lama.
Daniel Szabo8 menyatakan bahwa investasi bodong bisa
berbentuk dalam 12 jenis investasi. Kedua belas jenis itu adalah
skema Ponzi, bisnis afinitas (kepercayaan), skema Piramida,
investasi Bank, setoran dana awal yang murah, janji-janji
selangit, komoditas fiktif, trading saham, benda berharga,
manipulasi pasar, broker trading, dan promo gila-gilaan
menjelang akhir penutupan. Mengutip Badriyah, Lubis, Sadalia,
Fachrudin9 menyatakan bahwa terdapat 6 ciri khas daripada
investasi bodong, yakni imbal hasil yang tinggi, bebas risiko,
penyalahgunaan testimoni tokoh, bonus besar, kemudahan
menarik asset dan jaminan pembelian ulang. Hal ini
mengindikasikan begitu luasnya cakupan dan jenis dari
investasi bodong. Pendek kata, segala hal yang terkait investasi
mempunyai resiko untuk menjadi investasi bodong.
Kajian terdahulu terkait investasi bodong sudah banyak
ditemui. Dwita Ariani10 menyatakan bahwa investasi yang
terlihat sangat bagus prospeknya adalah investasi yang paling

7 Lihat Nando Mantulangi, Kajian Hukum Investasi Dan Perlindungan Terhadap Korban Investasi Bodong, Jurnal
Lex Administratum, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017, h. 108-115
8 Daniel Szabo, 2017, Fraud Smarts: Fraud Prevention Handbook, 2 nd Printing, Southbury CT: eFraud

Prevention, LLC
9 Arlina Nurbaity Lubis, Isfenti Sadalia dan Khaira Amalia Fachrudin, Model Perilaku Investor Kota Medan

Berdasarkan Strategi Pemasaran, Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan, Volume 17, Nomor 4,
Desember 2013, h. 413 – 429
10 Dwita Ariani, 2015, Your Money Your Attitude, Jakarta: Transmedia Pustaka

Jurnal Ombudsman DIY | 73


Fokus 4: Investasi Bodang: Akar..…

dekat dengan peluang untuk menjadi investasi bodong. Selain


itu, Ariani juga menyatakan bahwa investasi bodong melibatkan
dua jenis manusia, yakni si bodoh dan si bohong, dimana yang
pertama jelas-jelas adalah investor yang tertipu dan yang kedua
adalah penipu yang mengambil keuntungan dengan sekian
promosi abal-abalnya. Menurut pendapatnya, kecerdasan
finansial menjadi kunci agar seseorang tidak terjerumus dalam
investasi bodong. Namun sayangnya, Ariani tidak memperinci
bagaimana seseorang bisa menjadi cerdas secara finansial.
Hampir mirip, kajian dari Soegiono, Haryani dan Pranoto 11
menyatakan bahwa penyebab utama persoalan investasi bodong
adalah bahwa para investor tidak memahami prinsip investasi
dan produk atau asset yang menjadi investasi tersebut. Oleh
karena itu, ketiganya menyarankan bahwa pendidikan investasi
yang baik menjadi penting sekali bagi seseorang yang ingin
berinvestasi. Pendidikan itu berguna untuk memahamkan calon
investor tersebut, mulai dari mengumpulkan informasi yang
kaya dan valid sampai pada pengambilan keputusan yang
mantap untuk berinvestasi.
Dua kajian di atas menunjukkan pentingnya posisi masyarakat
sebagai investor sehingga pengkajian terhadap perilaku mereka
menjadi mendesak untuk dilakukan. Dalam hal ini, teori
perilaku konsumen menjadi salah satu alat penting untuk
mengidentifikasi apa saja motif, aksi dan alasan rasional yang
mendasari seseorang untuk membeli atau menginvestasikan
uangnya. Kajian ini memandang bahwa dengan memahami
kesemua itu akan bisa memberikan gambaran yang lebih

11 Like Soegiono, Endang Haryani dan Titin Pranoto, 2011, Investment Scam in Indonesia (Case Study: Erni
Fashion), Researchers World-Journal of Arts Science and Commerce, Vol. -I, Issue -1, January 2011.

74 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 4: Investasi Bodong: Akar..…

komprehensif terkait silang sengkarut persoalan investasi


bodong yang senantiasa muncul di tengah-tengah masyarakat.
Dengan mengutip Engel dkk, Husain Umar12 menyatakan
bahwa perilaku konsumen adalah kegiatan konsumen untuk
mencari, memperoleh dan menghabiskan barang atau jasa yang
diinginkan, disertai dengan sekian pra-konsepsi yang
melatarinya. Umar kemudian membagi kegiatan tersebut dalam
dua hal, yang tampak (meliputi jumlah, waktu, aktor) dan yang
tersembunyi (persepsi, simpanan informasi dan rasa
kepemilikan).13 Selain itu, Umar juga menyatakan bahwa
terdapat dua faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen,
yakni sosial budaya dan psikologis.14 Kedua faktor ini
memainkan peranan penting dalam proses mulai dari awal
sampai akhir, dimana konsumen memutuskan untuk membeli
dan memperoleh kepuasan atau kekecewaan dari keputusannya
tersebut.
Sumarwan15 menyatakan bahwa selain faktor psikologis dan
sosial budaya, proses komunikasi konsumen juga memperoleh
tempat yang sentral dalam perilaku konsumen. Hal ini
berangkat dari pemahaman bahwa konsumen juga merasa perlu
untuk membagikan perasaan, meminta pendapat dan juga
mengamati apa pendapat dan tindakan orang lain terhadap
suatu produk. Dalam perspektif berbeda, konsumen
membutuhkan referensi entah itu dari nilai-nilai maupun
personal yang dia anggap mempunyai kapabilitas untuk

12 Husain Umar, Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen, Jakarta: Gramedia dan JBRC, h. 49-50.
13 Ibid, h. 50
14 Ibid

15 Ujang Sumarwan, 2011, Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya Dalam Pemasaran, Jakarta: PT. Ghalia

Indonesia. Lihat juga Luthfi Asshiddieqy, Tinjauan Hukum Tentang Perlindungan Konsumen Dalam
Perjanjian Pembiayaan Konsumen Setelah Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jurnal Ilmu
Hukum Legal Opinion, Edisi 5, Volume 2, Tahun 2014.

Jurnal Ombudsman DIY | 75


Fokus 4: Investasi Bodang: Akar..…

dipercaya. Akan tetapi, hal ini juga menjadi titik lemah dari
perilaku konsumen yang cenderung tidak independen dan
mendasarkan diri, biasanya secara membabi buta pada
pandangan orang yang ia anggap kapabel. Kasus terkait
investasi gagal Ustad Yusuf Mansur16, contohnya, menjadi
pelajaran penting bahwa konsumen perlu bersikap kritis
terhadap pandangan orang lain sehingga tidak berbuntut
pidana.
Selain itu, Al-Tamimi17 juga mengemukanan bahwa faktor-
faktor yang paling berperan dalam mendorong seseorang untuk
berinvestasi adalah berjumlah 6. Keenamnya adalah adanya
keinginan untuk memperoleh pendapatan, ingin cepat kaya,
pemasaran saham, performa terkini dari perusahan pialang,
perusahaan pemerintah dan struktur pasar yang rapi. Hal ini
mengindikasikan bahwa faktor berinvestasi juga
mempertimbangkan trend dan kondisi terkini yang mustahil
untuk tidak dipertimbangkan.
2. Peran OJK dan PR Besar Pemerintah
Dalam konteks keindonesiaan, peran penting pemerintah dapat
dikaji dari eksistensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai satu-
satunya lembaga negara berwenang yang konsen dengan isu
jasa keuangan. Otoritas Jasa Keuangan berfungsi untuk
menjamin kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat
terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel, mampu
mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil.18

16 Dian Kurniawan, Kasus Dugaan Penipuan Investasi Yusuf Mansur Masuk Penyidikan, 9 September 2017,
www.liputan6.com, link: http://regional.liputan6.com/read/3087840/kasus-dugaan-penipuan-
investasi-yusuf-mansur-masuk-penyidikan , diakses pada 18 September 2017.
17 Hussein A. Hassan Al-Tamimi, 2006, Factors Influencing Individual Investor Behavior: An Empirical study of

the UAE Financial Markets, The Business Review 5(2).


18 Adrian Sutedi, 2014, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta: Raih Asa Sukses

76 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 4: Investasi Bodong: Akar..…

OJK hadir dalam kerangka tersedianya jaminan yang kuat


terhadap konsumen dalam bisnis jasa keuangan. Samsul
menulis bahwa pembentukan OJK dengan payung hukum
Undang-Undang (UU) No. 21 Tahun 2011 merupakan pelengkap
sekaligus penguat bagi UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Akan tetapi, kajian terhadap
Peraturan OJK No. 1 Tahun 2013 masih memberikan celah
hukum dan membutuhkan pengaturan lebih jelas terhadap isu
pembelaan hukum terhadap konsumen. Hal ini penting sekali
untuk disampaikan mengingat korban yang paling menderita
nantinya adalah konsumen itu sendiri, utamanya dalam kasus
investasi bodong.
Dalam kerangka pembelaan dan perlindungan hukum pula,
Fadlia dan Yunanto19 menyatakan bahwa OJK perlu bersikap
preventif dan represif ketika menyikapi kasus investasi bodong.
Sikap preventif diperlukan untuk meminimalisir sekaligus
mencegah agar kasus merugikan tersebut tidak boleh terulang di
masa depan. Sementara itu, sikap represif diperlukan untuk
menegakkan aturan terhadap para pelanggar sehingga mereka
tidak akan mengulangi dan memberi efek jera kepada yang lain.
Selain itu, fungsi pengawasan yang melekat pada OJK
semsetinya mempunyai kewenangan yang seharusnya bisa
dioptimalkan sehingga memberi efek preventif yang nyata.
Sayangnya, Fajri20 menulis bahwa fungsi pengawasan OJK
dalam perbankan syariah masih jauh dari ideal dikarenakan
adanya keterbatasan internal OJK terkait manajemen dan sistem
operasionalnya. Hal itu mungkin masih bisa dipahami

19 Dian Husna Fadlia dan Yunanto, Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dalam Perlindungan Hukum Bagi
Investor Atas Dugaan Investasi Fiktif, Jurnal Law Reform, Volume 11, Nomor 2, Tahun 2015, h.
207-215
20 Ikhsan Fajri, Sistem Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pembiayaan Bank Syariah Dalam

Penerapan Prinsip Prudential Standard, Jurnal Akad, Vol 1, No 1 (2016) h. 120-142

Jurnal Ombudsman DIY | 77


Fokus 4: Investasi Bodang: Akar..…

mengingat OJK masih menjadi lembaga yang baru, sementara


bidang yang diawasinya sungguh luas. Akan tetapi, hal itu juga
menunjukkan bahwa pemerintah yang diwakili OJK masih
memiliki PR (pekerjaan rumah) besar untuk diselesaikan,
utamanya dalam penegakan hukum dan pencegahan kasus
investasi bodong yang terus berulang.
Secara kasat mata, PR besar yang tidak pernah terselesaikan
akibat mandulnya peran OJK ini memberikan dampak
signifikan terhadap kepastian nasib daripada para investor
tersebut di satu sisi, dan pada sisi yang lain jelas-jelas
menunjukan lemahnya kredibilitas pemerintah dalam
memberantas kejahatan itu. Hal ini tentu saja tidak boleh
dibiarkan, mengingat negara memainkan peranan penting
dalam menjamin keberlangsungan hidup dan kenyamanan
warga negara secara penuh.
3. Pendidikan Keuangan: Sebuah Solusi
Jika pemerintah sudah sedemikian rupa untuk menanggulangi
kasus investasi bodong dan mencegahnya agar tidak terulang di
masa yang akan datang, maka pertanyaan yang kemudian
mengemuka adalah bagaimana usaha pemerintah tersebut bisa
efektif dan berjalan sesuai yang telah diprogramkan. Pertanyaan
ini kemudian menemui titik finalnya pada peran serta
masyarakat agar terlibat secara aktif dan konstruktif dalam
skema baik pencegahan maupun penanganan kasus yang
terjadi. Sebagai sebuah titik final, keterlibatan masyarakat yang
aktif konstruktif tersebut bisa menjadi salah satu keping solusi,
jika bukan satu-satunya, yang paling menentukan sukses
tidaknya pencegahan dan penanggulangan investasi bodong di
tengah-tengah masyarakat, utamanya agar tidak terulang
kembali di masa depan.

78 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 4: Investasi Bodong: Akar..…

Salah satunya adalah dengan apa yang disebut dengan


masyarakat yang melek atau paham dengan kondisi keuangan
(financial literacy). Secara sederhana, financial literacy bisa
didefinisikan sebagai pemahaman dan keahlian seseorang
terhadap kondisi keuangannya sehingga bisa menggunakan
uangnya dengan baik.21 Masyarakat yang sudah melek
keuangan seperti ini sedikitnya mempunyai dua modal dasar,
yakni pemahaman yang komprehensif dan keahlian atau skill
yang membuatnya cerdas untuk membelanjakan keuangannya.
Literasi finansial bisa diukur dengan menggunakan 3 hal,
menurut Hastings, dkk22. Pertama dengan menggunakan
metode tes yang dikenal dengan nama Big Three Questions (3
pertanyaan utama)23. Ketiganya meliputi isu tentang
pemahaman terhadap suku bunga, inflasi dan diversifikasi
risiko. Pada tahun 2009, ketiga pertanyaan ini ditambah dua
yakni tentang jaminan dan obligasi, sehingga total ada lima
pertanyaan untuk mengukur kemampuan literasi finansial
seseorang.
Secara sederhana, kemampuan literasi finansial seseorang akan
terlihat sangat baik jika dia bisa menjawab semua lima
pertanyaan di atas dengan benar. Semakin tidak bisa
menjawabnya, semakin buruklah tingkat kecerdasan
finansialnya. Akibatnya, semakin cerdas seseorang, peluang dia
untuk tidak terjerumus dalam investasi bodong juga semakin
besar, dan sebaliknya, semakin tidak paham seseorang terhadap
5 isu tersebut, semakin besar peluangya untuk terjerumus.

21 Financial literacy tepatnya diartikan sebagai “the ability to use knowledge and skills to manage one’s
financial resources effectively for lifetime financial security.” Lihat Justine S. Hastings, Brigitte C.
Madrian dan William L. Skimmyhorn, Financial Literacy, Financial Education, and Economic
Outcomes, The Annual Review of Economics, 2013, vol. 5, h. 349
22 Hastings, Madrian dan Skimmyhorn, h. 351-357.

23 Ibid

Jurnal Ombudsman DIY | 79


Fokus 4: Investasi Bodang: Akar..…

Selain lewat tes di atas, yang kedua adalah metode self-


assessment24 atau penilaian diri. Metode melihat bahwa semakin
seseorang mengerti kondisi keuangannya, semakin berhati-
hatilah dia untuk menginvestasikan dana. Bisa dikatakan,
kemampuan penilaian diri ini terkait dengan tingkat konfidensi
seseorang untuk membelanjakan uangnya. Pemahaman dan
kepercayaan diri yang baik ini menjadi prasyarat bagus dan
tidaknya investasi yang dia akan atau sedang jalankan. Semakin
bagus kepercayaan diri dan pemahamannya, maka semakin
baguslah prospek investasi yang dia lakukan, demikian juga
sebaliknya.
Yang ketiga disebut dengan metode berbasis pendapatan/hasil
(outcomes-based approach)25. Metode ini mensyaratkan adanya
data lumayan banyak yang cukup rumit untuk menemukan
korelasi yang kuat antara perilaku seseorang untuk berinvestasi
yang dikombinasikan dengan alasan-alasan yang dia gunakan
berdasarkan pembacaannya terhadap kondisi eksternal. Hasil
perhitungan data melimpah itu dimaksudkan untuk
menghitung apakah investasi tersebut bisa menghasilkan
pendapatan yang menguntungkan. Jikalau menguntungkan,
maka individu tersebut tentu tidak ragu untuk berinvestasi,
sebaliknya jika hasilnya dianggap merugikan, maka dengan
sendirinya dia tidak akan mau berinvestasi.
Akan tetapi, tidak semua manusia dikaruniai kemampuan dan
skill yang mumpuni untuk mengelola keuangannya. Berbagai
studi menunjukkan bahwa orang cenderung salah dalam
membelanjakan uangnya jika dia tidak mempunyai kemampuan
melek keuangan yang baik.26 Kesalahan tersebut biasanya

24 Hastings, Madrian dan Skimmyhorn, h. 357


25 Ibid
26 Hastings, Madrian dan Skimmyhorn, h. 350-351.

80 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 4: Investasi Bodong: Akar..…

termanifestasi dalam ketidakmampuan seseorang dalam


menggunakan kekayaannya, entah itu dengan menabung atau
ikut investasi berjangka, sehingga dia mengalami kerugian yang
bisa membahayakan kehidupan diri dan masyarakat
sekitarnya.27Oleh karena itu, pendidikan keuangan (financial
education) menjadi hal yang sangat urgent untuk menciptakan
manusia-manusia yang paham dan punya keahlian dalam
mengelola kekayaannya. Walaupun hal ini belum menjamin
terciptanya masyarakat yang melek finansial, setidaknya ia bisa
menjadi pintu utama bagi seseorang untuk paham penghasilan
yang muncul (financial outcomes) dari keuangan yang ia kelola.
Mengutip Hastings dkk28, pendidikan keuangan masih
dipertanyakan efektifitasnya dan belum ada study yang bisa
menjelaskan secara meyakinkan hubungan positif yang muncul
dari kaitan antara pendidikan finansial dengan literasi finansial,
meski disana-sini masih ditemukan study minor yang memberi
kesan positif antara korelasi finansial literasi dengan pendidikan
finansial.

C. Penutup
Berbicara tentang investasi bodong, kita tidak bisa meninggalkan
pemahaman bahwa persoalan itu terjadi dikarenakan adanya
kebohongan yang didengungkan oleh pihak pengelola serta sikap para
investor itu sendiri yang cenderung kurang memahami secara
komprehensif terkait investasi yang mereka lakukan. Kebohongan para
investor sebenarnya bisa diminimalisir melalui peran aktif pemerintah
melalui lembaga yang konsen, salah satunya adalah OJK (Otoritas Jasa
Keuangan). OJK mempunyai fungsi preventif dan represif dengan

27 Ibid
28 Hastings, Madrian dan Skimmyhorn, h. 359-361

Jurnal Ombudsman DIY | 81


Fokus 4: Investasi Bodang: Akar..…

berbasis pada pengawasan yang menyeluruh sehingga mampu


memonitor seluruh gerak dan dinamika investasi di negara ini.
Akan tetapi, hanya menyerahkan persoalan ini ke OJK adalah
sebuah tindakan yang kurang bijaksana. Berbagai kajian di depan
menyebutkan bahwa karakter dari para investor tersebut turut menjadi
penyebab maraknya kasus investasi bodong. Karakter itu yang kita
sebut finansial literasi, dimana banyak masyarakat masih mempunyai
pemahaman yang kurang memadai dalam pengelolaan keuangannya.
Oleh karena itu, pendidikan keuangan menjadi salah satu solusi yang
bisa diajukan untuk meng-up grade rendahnya pemahaman tersebut.
Meskipun berbagai studi menunjukkan bahwa belum ada korelasi
yang cukup meyakinkan antara pendidikan finansial dengan literasi
finansial, namun disepakati bersama bahwa pendidikan finansial
tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil atau
pendapatan keuangan dari para peserta pendidikan tersebut.

Daftar Pustaka
Al-Tamimi, Hussein A. Hassan, 2006, Factors Influencing Individual
Investor Behavior: An Empirical study of the UAE Financial Markets,
The Business Review 5(2).

Ariani, Dwita, 2015, Your Money Your Attitude, Jakarta: Transmedia


Pustaka

Aryani, Hanum, Bisnis Abal-Abal: Mewaspadai Maraknya Penghimpunan


Dana Masyarakat, materi presentasi dalam Workshop ”Etika Bisnis
Dilanggar, Investor Terkapar: Studi Kasus Maraknya Bisnis Abal-
Abal Penghimpun Dana Masyarakat, LO DIY, 31 Agustus 2017.

Asshiddieqy, Luthfi, Tinjauan Hukum Tentang Perlindungan Konsumen


Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Setelah Terbentuknya
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion,
Edisi 5, Volume 2, Tahun 2014.

82 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 4: Investasi Bodong: Akar..…

Caturini, Rizki, Satgas OJK Setop 11 Aktivitas Investasi Ilegal,


www.kontan.co.id, link:
http://nasional.kontan.co.id/news/satgas-ojk-setop-11-aktivitas-
investasi-ilegal, diakses pada 17 September 2017.

Debora, Yantina, Mengapa Penipuan First Travel dan UN Swissindo


BisaTerjadi? www.tirto.id, tanggal 28 Agustus 2017, diakses pada
17 September 2017, link: https://tirto.id/mengapa-penipuan-first-
travel-dan-un-swissindo-bisa-terjadi-cvmt.

Fadlia, Dian Husna dan Yunanto, Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Dalam Perlindungan Hukum Bagi Investor Atas Dugaan Investasi
Fiktif, Jurnal Law Reform, Volume 11, Nomor 2, Tahun 2015, h.
207-215

Fajri, Ikhsan, Sistem Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap


Pembiayaan Bank Syariah Dalam Penerapan Prinsip Prudential
Standard, Jurnal Akad, Vol 1, No 1 (2016)

Hastings, Justine S., Brigitte C. Madrian dan William L. Skimmyhorn,


Financial Literacy, Financial Education, and Economic Outcomes, The
Annual Review of Economics, 2013, vol. 5

Kurniawan, Dian, Kasus Dugaan Penipuan Investasi Yusuf Mansur Masuk


Penyidikan, 9 September 2017, www.liputan6.com, link:
http://regional.liputan6.com/read/3087840/kasus-dugaan-
penipuan-investasi-yusuf-mansur-masuk-penyidikan , diakses
pada 18 September 2017.

Lubis, Arlina Nurbaity, Isfenti Sadalia dan Khaira Amalia Fachrudin,


Model Perilaku Investor Kota Medan Berdasarkan Strategi Pemasaran,
Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan, Volume 17, Nomor 4,
Desember 2013

Mantulangi, Nando, Kajian Hukum Investasi dan Perlindungan Terhadap


Korban Investasi Bodong, Jurnal Lex Administratum, Vol. V/No.
1/Jan-Feb/2017, h. 108-115

Jurnal Ombudsman DIY | 83


Fokus 4: Investasi Bodang: Akar..…

Putsanra, Dipna Videlia, UN Swissindo dihentikan karena tidak berizin,


www.tirto.id, tanggal 24 Agustus 2017, link: https://tirto.id/un-
swissindo-dihentikan-karena-tak-berizin-cvhC, diakses pada 17
September 2017. Lihat juga siaran pers dari OJK yang berjudul
Satgas Waspada Investasi Hentikan Kegiatan UN Swissindo,
www.ojk.go.id, tanggal 24 Agustus 2017, link:
http://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/siaran-
pers/Pages/Siaran-Pers-Satgas-Waspada-Investasi-Hentikan-
Kegiatan-UN-Swissindo.aspx,diakses pada 17 September 2017.

Soegiono, Like, Endang Haryani dan Titin Pranoto, 2011, Investment


Scam in Indonesia (Case Study: Erni Fashion), Researchers World-
Journal of Arts Science and Commerce, Vol. -I, Issue -1, January
2011.

Sumarwan, Ujang 2011, Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya


Dalam Pemasaran, Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.

Sutedi, Adrian, 2014, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta: Raih
Asa Sukses

Szabo, Daniel, 2017, Fraud Smarts: Fraud Prevention Handbook, 2nd


Printing, Southbury CT: eFraud Prevention, LLC

Umar, Husain, Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen, Jakarta:


Gramedia dan JBRC

Yudistira, Galvan, Ini Empat Modus Baru Investasi Bodong Temuan OJK,
www.kontan.co.id, tanggal 09 September 2017, link:
http://investasi.kontan.co.id/news/ini-empat-modus-baru-
investasi-bodong-temuan-ojk, diakses pada 17 September 2017.

84 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 5

Realita Program Rumah Murah


Bersubsidi di DIY
Oleh: Hartoto Adi Mulyo, S.Pi.1

Abstrak

Begitu banyak kemudahan diberikan oleh pemerintah untuk


program perumahan rakyat yang dikenal sebagai rumah bersubsidi
yang dibiayai dengan skim FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan
Perumahan). Dengan sarat DP mulai 1%, bunga 5% berlaku
tetap, dan tenor kredit bisa sampai dengan 25 tahun, adalah impian
buat Masyarakat Berpenghasilan Rendah atau disingkat MBR
untuk memiliki rumah sendiri di DIY. Apalagi sebelumnya sudah
berlaku ketentuan PPH nya cuma 1% dan PPN nya ditanggung
negara alias free PPN. Ini sungguh sebuah opportunity bagi MBR
di DIY untuk mempunyai rumah di tengah kesulitan semakin
mahalnya harga hunian maupun harga tanah yang tidak mungkin
terjangkau lagi buat MBR. Ironisnya dengan berbagai kemudahan
tersebut, selalu muncul sisi buruk dengan menjamurnya
pengembang abal-abal yang tidak punya legalitas bahkan menabrak
aturan yang memanfaatkan kondisi tersebut. Oknum-oknum
tersebut memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat mengenai

1 Komisioner Lembaga Ombudsman DIY (Ketua Bidang Monitoring dan Evaluasi) Periode 2015-2018

Jurnal Ombudsman - DIY | 85


Fokus 5: Realita Program Rumah…..

informasi legalitas persyaratan perumahan bersubsidi, yang


didukung dengan promosi yang masif mengenai fasilitas
perumahan bersubsidi yang ditawarkannya baik melalui brosur
maupun media sosial. Hampir tidak ada perlindungan bagi
masyarakat untuk menghadapi oknum pengembang abal-abal
tersebut.

Kata kunci: Perumahan, Pembiayaan, Subsidi

A. Latar Belakang
Presiden Joko Widodo mencanangkan program sejuta rumah di
seluruh wilayah Indonesia. Hingga saat ini program tersebut masih
berjalan. Dalam kunjungannya ke Balikpapan, Kalimantan Timur,
Kamis 13 Juli 2017, Presiden meninjau proyek rumah murah dengan
DP 1 persen yang berlokasi di Kecamatan Balikpapan Utara,
Balikpapan, Kalimantan Timur. Menurut Presiden, sebanyak 500 unit
rumah tapak telah dibangun diproyek perumahan bernama Pesona
Bukit Batuah ini dari total target 4000 unit rumah. Presiden
menekankan, program serupa juga ada dan akan dilaksanakan di
berbagai kota di Indonesia. Sementara itu, untuk mengurangi adanya
penyimpangan, Presiden menegaskan bahwa akan dilakukan
pengecekan yang menyeluruh kepada pembeli proyek rumah murah
tersebut agar penerimanya merupakan masyarakat yang memang
membutuhkan. Terkait kualitas rumah yang dipertanyakan, Presiden
Jokowi memastikan bahwa setiap unit yang dibangun layak huni.
Dalam proyek pengadaan rumah murah ini, pemerintah bekerja sama
dengan Bank Tabungan Negara (BTN) sebagai Bank BUMN yang
khusus bergerak di bidang kredit kepemilikan rumah. Untuk
menyukseskan Program Sejuta Rumah yang diusung Pemerintah sejak
bulan April 2015, hingga Juni 2017, Bank BTN telah menyalurkan

86 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 5: Realita Program Rumah..…

kredit perumahan untuk sekitar 1,44 juta unit dengan nilai total Rp156
triliun2. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 64
Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Masyarakat
Berpenghasilan Rendah yang telah ditandatangani pada tanggal 29
Desember 2016 oleh Presiden Joko Widodo.
Tahun 2015, LO DIY telah menerima aduan masyarakat sejumlah
251 kasus baru. Hal ini memperlihatkan peningkatan pada tahun 2016
yang berjumlah 283 kasus aduan baru. Sedangkan per akhir bulan
Agustus tahun 2017, aduan masyarakat sudah mencapai 230 kasus. Hal
ini menggambarkan tingkat kenaikan dari tahun ke tahun serta
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga ini semakin baik. Dari
jumlah total aduan di tahun 2015-2016, pelanggaran etika bidang usaha
swasta menduduki peringkat pertama dengan presentase 48% di tahun
2015 serta 49% di tahun 2016 (peringkat kedua bidang pemerintahan
dan peringkat ketiga sektor BUMN maupun BUMD). Tingginya
pelanggaran etika usaha oleh perusahaan maupun instansi swasta
disebabkan kurangnya pemahaman tentang prinsip-prinsip etika bisnis
yang baik dan berkelanjutan. Pada tahun 2017 ini, terjadi lonjakan
kasus yang cukup drastis dari tahun-tahun sebelumnya (tahun 2015
sebanyak 18 kasus, tahun 2016 ada 17 kasus saja) untuk bidang
properti/perumahan dengan jumlah aduan yang masuk sebesar 27
kasus (dan masih ada kemungkinan bertambah sampai akhir tahun
2017). Pelaporan kasus dibidang properti didominasi oleh penawaran
program rumah murah bersubsidi di berbagai tempat di DIY, dari
daerah Godean, Sleman, Bangunjiwo dan Piyungan Bantul, sampai
dengan Wonosari Gunungkidul. Beberapa aduan sudah ditindaklanjuti
dengan melakukan klarifikasi dan investigasi. Beberapa ditemukan
pengembang yang tidak mempunyai legalitas dan baru mengurus

2 http://ksp.go.id/presiden-jokowi-resmikan-proyek-rumah-dp-1-persen-di-kalimantan-timur/, diunduh
tanggal 13 September 2017

Jurnal Ombudsman - DIY | 87


Fokus 5: Realita Program Rumah…..

perizinan di kabupaten setempat. Dari beberapa penyimpangan


tersebut, ada modus yang sama yakni hampir semua mencatut
program pemberian subsidi FLPP (fasilitas likuiditas pembiayaan
perumahan) dari pemerintah untuk masyarakat berpenghasilan rendah
(MBR).
LO DIY telah melakukan investigasi di beberapa tempat di atas
mengenai aktifitas dan keberadaan pengembang abal-abal ini.
Ditemukan banyak penyimpangan terkait legalitas perusahaan yang
baru dalam tahap pengurusan (izin SIUPP dan Badan Hukumnya), ada
yang masih mengurus perizinan ke Dinas Agraria dan Tata Ruang
untuk izin penetapan lokasi, akan tetapi sudah menyebarkan brosur
promosi dan menjual produk fasilitas perumahan bersubsidi tersebut.
Masyarakat DIY diharuskan mewaspadai dan berhati-hati terhadap
iklan/promosi rumah murah bersubsidi, jangan sampai tergiur akan hal
tersebut. Selain harus berbadan hukum, pengembang wajib mengikuti
aturan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Permukiman (UU PKP) yang mengatur harus ada
kejelasan soal status tanah, izin penetapan lokasi dari instansi terkait
(sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang/RDTR), harus ada IMB,
serta syarat-syarat lain sesuai aturan yang berlaku di pusat maupun
daerah.
Fungsi pengawasan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
bahwa pembinaan dan pengawasan ada pada tingkat Kabupaten/Kota.
Pengawasan tersebut dilakukan oleh Bupati/Walikota setempat,
sehingga Kepala Daerah beserta instansi dan jajarannya dapat
melakukan pengawasan dan pengendalian secara langsung kepada
pelaku pembangunan di daerah masing-masing, sehingga jikalau
ditemukan adanya pelanggaran dapat memberikan teguran sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu sosialisasi

88 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 5: Realita Program Rumah..…

mengenai daftar pengembang resmi yang mengajukan izin untuk


pembangunan perumahan bersubsidi yang disertai penetapan lokasi
yang sudah disahkan pemerintah daerah, sangatlah dibutuhkan
masyarakat untuk melindungi dari informasi sesat dan salah yang
sering diberikan oleh pengembang abal-abal.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana penyimpangan dan indikasi penipuan terhadap iklan
serta promosi penjualan rumah murah bersubsidi yang banyak
ditemukan di DIY berkembang dengan mengambil celah terhadap
kebijakan dan regulasi yang kurang dipahami, serta ketidaktegasan
Pemerintah Pusat serta Pemerintah Daerah terutama Kabupaten/Kota
menyingkapi praktik-praktik bisnis yang tidak beretika tersebut. Titik
utama masalahnya adalah tidak ada langkah konkrit untuk mencegah
praktik-praktik penyimpangan tersebut serta pemberian sanksi yang
tegas terhadap oknum pengembang yang melakukan praktik bisnis
yang tidak beretika dengan mencatut program subsidi rumah murah
dari pemerintah yang diperuntukan untuk masyarakat berpenghasilan
rendah (MBR).

C. Tinjauan Pustaka
Rumah merupakan kebutuhan primer atau mendasar selain pangan
(makan) dan sandang (pakaian). Selain itu rumah dapat memberikan
rasa aman dan memberikan perlindungan bagi penghuninya dari
gangguan lingkungan sekitar. Menurut Yuwono (2009)3, rumah
memberikan rasa aman dan memberi perlindungan dari lingkungan
sekitar. Selain memastikan bahwa penghuninya tetap sehat dan
produktif, sebuah rumah yang baik berkontribusi terhadap
keberlangsungan sebuah rumah tangga serta pembangunan ekonomi

3 Yuwono, Budi. 2009. Perumahan bagi Kaum Miskin di Kota-Kota Asia, UNESCAP

Jurnal Ombudsman - DIY | 89


Fokus 5: Realita Program Rumah…..

dan sosial sebuah negara. Rumah juga merupakan investasi yang baik,
dan pemilik rumah dapat menggunakan aset tersebut sebagai bentuk
tabungan. Rumah adalah aset penting bagi pemiliknya, karena dapat
digunakan sebagai alat untuk menghasilkan pendapatan di dalam
sebuah industri rumah tangga dan juga sebagai jaminan untuk
peminjaman uang.
Hak untuk bertempat tinggal juga telah dicantumkan di beberapa
deklarasi internasional penting, seperti Deklarasi Vancouver 1976
tentang Permukiman Penduduk menyatakan bahwa “tempat tinggal
dan pelayanan yang layak adalah hak dasar manusia, sehingga
merupakan kewajiban pemerintah untuk memastikan ketersediaan
kedua hal tersebut bagi setiap warganya melalui pendampingan
langsung, ataupun program berbasis komunitas atau aksi swadaya
yang lebih terarah”. Sedangkan Pasal 25 dari Deklarasi Universal Hak-
Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa: “setiap orang berhak atas taraf
hidup yang menjamin kesehatan dan kesejahteraan atas dirinya dan
keluarganya, termasuk pangan, pakaian, perumahan”. Sedangkan di
Indonesia peraturan hukum terkait kewajiban pemerintah dalam
penyediaan prasarana, sarana dan utilitas umum rumah umum dan
rumah komersil terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Peraturan Menteri
Perumahan Rakyat RI No. 3 Tahun 2014 tentang Fasilitas Likuiditas
Pembiayaan Perumahan, Peraturan Menteri Perumahan Rakyat RI No.
4 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Fasilitas Likuiditas
Pembiayaan Perumahan, Peraturan Menteri Perumahan Rakyat RI No.
5 Tahun 2014 tentang Proporsi Pendanaan Kredit Pembiayaan
Pemilikan Rumah Sejahtera, dan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun
2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman
serta peran yang dilakukan oleh Pemerintah Perumahan dalam
penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum. Jadi merupakan

90 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 5: Realita Program Rumah..…

kewajiban pemerintah untuk menjamin dan memudahkan warganya


mendapatkan tempat tinggal, melindungi dan meningkatkan kualitas
sosial ekonomi masyarakat dan lingkungannya serta tempat
tinggalnya.
Berawal dari amanah Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat
(1) bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat”, kemudian amanah tersebut diemban oleh UU No. 1 tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan UU No. 20 Tahun
2011 tentang Rumah Susun yang memperjelas bahwa negara
bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi setiap
orang terutama MBR. Namun, berdasarkan data BPS tahun 2010 masih
terdapat backlog kebutuhan rumah sebesar 13, 5 juta unit rumah. Untuk
itu dalam kedua UU tersebut telah pula diamanatkan bahwa
pemerintah atau pemerintah daerah dapat memenuhi kebutuhan
rumah tersebut melalui pemberian bantuan dan kemudahan. Sebagai
tindak lanjut, Menteri Perumahan Suharso Monoarfa meluncurkan
program bantuan dan kemudahan dari pemerintah berupa Subsidi
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan menggunakan skema Fasilitas
Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang kemudian populer
dengan sebutan KPR FLPP. Gagasan tersebut disambut baik oleh
Menteri Keuangan, Agus Martowardojo dengan ditetapkannya
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 290/KMK.05/2010 tanggal 15 Juli
2010 tentang Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Pembiayaan
Perumahan (PPP). Sejalan dengan penggabungan antara Kementerian
Pekerjaan Umum dan Kementerian Perumahan Rakyat,
maka berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 15 Tahun 2015, pada tanggal 21 April 2015
dibentuklah Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP)
yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Pekerjaan Umum

Jurnal Ombudsman - DIY | 91


Fokus 5: Realita Program Rumah…..

dan Perumahan Rakyat melalui Sekretaris Jenderal Kementerian


Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Selanjutnya melalui
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 112/KMK.05/2016 tanggal 19
Februari 2016 maka PPDPP ditetapkan sebagai Instansi Pemerintah
yang menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Sebagai Satuan Kerja dibawah naungan Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat, PPDPP memiliki tugas utama untuk
menyalurkan dan mengelola dana investasi pemerintah untuk
pembiayaan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
(MBR) yang dialokasikan dari dana APBN yang bersumber dari Bagian
Anggaran Bendahara Umum Negara.4
Tabel Realisasi Penyaluran Dana FLPP Tahun 2010-2017 (Bulan Berjalan)
No Tahun Total Realisasi FLPP (Rp) Realisasi (unit)
1 2010 242.656.944.516 7.959
2 2011 3.688.272.535.411 109.592
3 2012 2.587.256.538.729 64.785
4 2013 5.363.161.269.150 102.714
5 2014 4.655.625.834.824 76.057
6 2015 6.055.243.293.208 76.489
7 2016 5.627.538.999.307 58.469
8 2017 915.478.148.665 8.014
Total 29.135.233.563.810 504.079
Sumber: Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) 20175

Menurut Tabel Realisasi Penyaluran Dana FLPP Tahun 2010-2017


(Bulan Berjalan), saat ini sudah terbangun 504.079 unit perumahan
murah bersubsidi KPR FLPP dengan total penyerapan anggaran
kurang lebih 29,13 triliun rupiah. Dari total realisasi, jumlah paling
tinggi ada di Provinsi Jawa Barat dengan presentase 37,33% atau
188.102 unit, jauh meninggalkan provinsi lainnya. 5 besar berikutnya
tersebar merata di Provinsi Jawa Timur (6,55% atau 33.996 unit),
Kalimantan Selatan (6,55% atau 33.996 unit), Jawa Tengah (5,39% atau
33.996 unit), serta Riau (4,40% atau 22.160 unit). Sedangkan di Provinsi

4 http://ppdpp.id/profil-p2dpp/, diunduh tanggal 13 September 2017


5 http://ppdpp.id/kinerja-penyaluran-dana-flpp-2/, diunduh tanggal 13 September 2017

92 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 5: Realita Program Rumah..…

lainnya dari keseluruhan provinsi di Indonesia, tingkat presentase


realisasi masih di bawah 2%.

D. Tujuan Kajian
Tujuan kajian yang akan dicapai dalam naskah ini adalah dapat
mengidentifikasi penyimpangan dan indikasi penipuan terhadap
penawaran penjualan rumah murah bersubsidi yang ditemukan di DIY
berdasarkan aturan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (UU PKP) yang
mengatur harus tentang syarat-syarat pembangunan perumahan,
diantaranya: legalitas pengembang, kejelasan soal status tanah, izin
penetapan lokasi dari instansi terkait (sesuai dengan Rencana Detail
Tata Ruang / RDTR), harus ada IMB, serta sarat-sarat lain sesuai aturan
yang berlaku di Pusat maupun daerah. Terakhir, kajian ini diharapkan
dapat menilai kontribusi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
terhadap amanah dan penegakan konstitusi Undang-Undang Dasar
1945 pasal 28 H ayat (1) yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat”.

E. Manfaat Kajian
Kajian ini dapat digunakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah
daerah sebagai pertimbangan untuk perbaikan kebijakan menyangkut
pemenuhan hak warga negara mendapatkan tempat tinggal dan
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Sebagai media komunikasi
publik, kajian ini dapat bermanfaat untuk masyarakat dalam
mengetahui dan memahami penyimpangan dan indikasi penipuan
terhadap penawaran penjualan rumah murah bersubsidi yang ada di
DIY. Secara strategis, kajian ini diharapkan menjadi awal dari
perbaikan dan perubahan kebijakan terhadap pemenuhan kebutuhan

Jurnal Ombudsman - DIY | 93


Fokus 5: Realita Program Rumah…..

perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), yang


menjadi tanggung jawab penuh pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.

F. Metode
Metode dalam penulisan kajian ini menggunakan analisa deskriptif
serta kajian literatur dan peraturan perundang-undangan. Beberapa
dokumen dan data pemerintah dijadikan gambaran mengenai kondisi
nyata kebutuhan hunian/pemukiman dan perkembangannya dari
tahun ke tahun.
Paparan dalam literatur dan peraturan perundang-undangan
dipadu dengan data empirik laporan investigasi lembaga Ombudsman
DIY, kemudian akan dianalisa dan menghasilkan kesimpulan, saran
serta rekomendasi untuk bahan pengambilan kebijakan lebih lanjut
oleh seluruh stakeholder.

G. Isi/Pembahasan
Tahun 2017 ini, LO DIY menerima banyak aduan masyarakat untuk
bidang properti/perumahan dengan jumlah aduan yang masuk sebesar
27 kasus (dan masih ada kemungkinan bertambah sampai akhir tahun
2017). Jumlah ini melonjak drastis dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya (tahun 2015 sebanyak 18 kasus, tahun 2016 ada 17 kasus
saja). Pelaporan kasus di bidang properti didominasi oleh penawaran
program rumah murah bersubsidi di berbagai tempat di DIY, dari
daerah Godean, Sleman, Bangunjiwo dan Piyungan Bantul, sampai
dengan Wonosari Gunungkidul. Beberapa aduan sudah ditindaklanjuti
dengan melakukan klarifikasi dan investigasi. Beberapa ditemukan
pengembang yang tidak mempunyai legalitas dan baru mengurus
perizinan di kabupaten setempat. Dari beberapa penyimpangan
tersebut, ada modus yang sama yakni hampir semua mencatut

94 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 5: Realita Program Rumah..…

program pemberian subsidi FLPP (fasilitas likuiditas pembiayaan


perumahan) dari pemerintah untuk masyarakat berpenghasilan rendah
(MBR).
Bulan Mei 2017, LO DIY bekerjasama dengan BLU PPDPP pusat
yang diwakili langsung oleh Direktur Utama Bapak Budi Hartono, SE.
MM dan Direktur Operasi Bapak Nostra Tarigan, ST. MM. beserta
jajarannya melakukan monitoring dan kunjungan lapangan terhadap
penyediaan perumahan bersubsidi KPR FLPP di daerah Godean
Sleman serta Bangunjiwo Bantul. Dari hasil pemantauan bisa terlihat
untuk kawasan Bangunjiwo, belum ada pembangunan sama sekali
serta keberadaan pengembang diragukan legalitasnya dalam
menyalurkan KPR FLPP. Pengembang disinyalir hanya memanfaatkan
promosi KPR FLPP untuk perumahan bersubsidi dari pemerintah
untuk kepentingan bisnisnya. Sedangkan di daerah Sleman, tepatnya
di salah satu bukit di daerah Godean, LO DIY beserta tim dari BLU
PPDPP Pusat menemukan kejanggalan pada proses pengerukan bukit
yang akan dijadikan lahan area perumahan. Saat peninjauan lapangan
didapatkan bukti bahwa pengembang tidak mendapatkan izin
lingkungan (AMDAL) dari BLH Sleman. Bahkan Bupati Sleman sudah
mengeluarkan surat pemberitahuan penghentian sementara
operasional pembangunan perumahan selama perizinan belum
diselesaikan.
Berdasarkan amanah PERGUB No. 69 Tahun 2014 tentang
organisasi dan tata kerja LO DIY yang didalamnya terdapat tugas dan
fungsi LO DIY. Dalam menjalankan tugas LO DIY untuk mengawasi
tata kelola usaha bidang swasta terdapat 8 prinsip etika bisnis yang
harus ditaati oleh pengusaha sektor swasta dalam hal ini pengembang
perumahan6. Prinsip Etika Bisnis ini juga sebagai tolok ukur dalam
pemberian rekomendasi kasus di sektor swasta:

6 Lembaga Ombudsman Swasta. 2013. Pedoman Tata Kelola Usaha Beretika, LOS DIY

Jurnal Ombudsman - DIY | 95


Fokus 5: Realita Program Rumah…..

1. Prinsip Kepatuhan terhadap Aturan dan Hukum


Prinsip kepatuhan terhadap hukum adalah ketaatan
penyelenggaraan usaha atau bisnis terhadap hukum yang
berlaku. Secara tertulis hukum itu dapat berupa undang-undang
dan peraturan pemerintah, atau kesepakatan tertulis antara dua
orang atau lebih. Berdasarkan aturan pada Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman (UU PKP) pasal 42 mengatur tentang syarat-syarat
pembangunan perumahan, yang harus dipenuhi oleh
pengembang, diantaranya: legalitas pengembang, kejelasan soal
status tanah, izin penetapan lokasi dari instansi terkait (sesuai
dengan RTRW kabupaten setempat), harus ada IMB,
ketersediaan prasarana, sarana dan utilitas umum serta
keterbangunan perumahan paling sedikit 20%.
Hasil temuan LO DIY, hampir semua melanggar prinsip
ketaatan hukum, ada ditemukan pengembang yang tidak
mempunyai legalitas, status tanah masih dalam proses jual beli
(belum dibebaskan) yang secara otomatis izin penetapan lokasi
belum ada, IMB belum ada. Padahal menurut keterangan Bapak
Budi Hartono selaku Direktur Utama BLU PPDPP, masih ada
kewajiban pengembang untuk menyiapkan prasarana, sarana
dan utilitas umum (air, listrik, jalan, fasum-fasos) serta
keterbangunan perumahan paling sedikit 20% sesuai pasal 42
tersebut di atas, yang nantinya akan diverifikasi untuk menjadi
bahan pertimbangan diperbolehkannya menjadi mitra
pemerintah selaku pengembang rumah bersubsidi KPR FLPP.
2. Prinsip Transparansi atau Keterbukaan
Prinsip transparansi adalah prinsip untuk bersedia melakukan
keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan
keputusan dan mengemukakan informasi materiil yang relevan

96 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 5: Realita Program Rumah..…

mengenai jasa, produk, dan kebijakan dari institusi atau


perusahaan kepada stakeholder dan shareholder, baik yang
berhubungan dengan internal maupun eksternal. Setiap pelaku
usaha wajib memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur.
Sedangkan dari hasil temuan investigasi LO DIY, banyak
pengembang rumah murah bersubsidi di DIY yang tidak
terbuka dan jujur dengan informasi lokasi tanah, status tanah,
spesifikasi rumah yang tidak jelas, serta izin-izin proses
pengurusan legalitas dan progress pembangunan rumah yang
tidak terbuka.
3. Prinsip Akuntabilitas/Tanggung Gugat (accountability)
Prinsip akuntabilitas atau tanggung gugat adalah prinsip bisnis
beretika berkelanjutan yang berkaitan dengan kejelasan fungsi,
pelaksanaan dan pertanggungjawaban manajemen perusahaan
atau institusi sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana
secara efektif dan efesien. Setiap pelaku usaha wajib memiliki
aturan baku/SOP pembagian tugas dan wewenang tiap-tiap
karyawan, atau aturan baku tentang hak dan kewajiban bagi
pekerja maupun sesama pelaku usaha sebagai tolok ukur tingkat
akuntabilitas. Pengembang rumah murah bersubsidi di DIY juga
tidak bisa mempertanggungjawabkan sisi akuntabilitas
perusahaannya. Dari telaah dokumen surat perizinan yang
masuk di salah satu kelurahan di Godean, Sleman, tidak jelas
posisi penanggung jawab permohonan izin, apakah selaku
konsultan, marketing atau pengembang langsung.
4. Prinsip Pertanggungjawaban (responsibility)
Prinsip pertanggungjawaban adalah prinsip kesesuaian dalam
pengelolaan perusahaan atau institusi terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat. Selain itu prinsip ini juga bermakna

Jurnal Ombudsman - DIY | 97


Fokus 5: Realita Program Rumah…..

pemenuhan kewajiban institusi atau perusahaan kepada semua


pemangku kepentingan baik di internal maupun eksternal yang
menjadi hak mereka. Termasuk tanggung jawab suatu
perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Dalam kasus pembangunan perumahan bersubsidi di Bukit
Godean, tidak ada pertanggungjawaban pengembang terhadap
dampak lingkungan yang menimpa warga sekitar. Baru setelah
warga mengadu ke LO DIY dan dimediasi oleh LO DIY,
pengembang tersebut mau menandatangani kompensasi
dampak lingkungan atas pembangunan perumahan. Selain itu
untuk kasus pengembang yang lain, ada pengembang yang
tidak bisa memenuhi kewajiban yang dijanjikan untuk
pembangunan rumah bersubsidi yang sudah dijanjikan selesai
pada batas waktu yang disepakati.
5. Prinsip Kewajaran (fairness)
Prinsip kewajaran adalah prinsip pengelolaan perusahaan atau
institusi yang didasarkan pada keadilan dan kesetaraan di
dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan
perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Setiap pelaku usaha harus bertindak patut dan wajar dalam
proses penyelenggaraan usaha, misal dalam penentuan harga
barang, ketentuan dan persyaratan yang berlaku dalam bisnis.
Pelanggaran dalam prinsip ini mengacu pada temuan, harga
dan spesifikasi yang tidak wajar, yang ditawarkan kepada
masyarakat DIY untuk memiliki rumah murah bersubsidi.
Konsumen juga dibebani biaya tambahan untuk dalih
mempercepat pembangunan rumah murah bersubsidi.
6. Prinsip Kejujuran (honesty)
Prinsip kejujuran adalah prinsip kesesuaian antara perkataan,
perbuatan dengan kondisi sebenarnya dan atau aturan yang ada

98 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 5: Realita Program Rumah..…

menyangkut materi atau informasi yang relevan dalam kegiatan,


praktek atau pengelolaan perusahaan atau institusi. Tidak boleh
ada kebohongan antara perusahaan dengan
semua stakeholder dan shareholder menyangkut materi dan
informasi yang relevan bagi mereka. Pelaku usaha wajib
memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur atas kondisi
dan keadaan barang dan atau jasa yang diperdagangkan. Selain
itu juga dilarang melakukan promosi yang menyesatkan. Hal ini
sangat disayangkan karena berdasarkan temuan LO DIY,
pengembang rumah murah bersubsidi di DIY banyak
melakukan promosi yang tidak jujur dan menyesatkan. Hal ini
diperparah dengan berani mencantumkan program KPR FLPP
dalam brosur promosinya
7. Prinsip Empati (compassion)
Prinsip empati adalah prinsip perlakuan kepada stakeholder dan
shareholder oleh sebuah perusahaan atau institusi sebagaimana
mereka sendiri ingin diperlakukan dalam pengelolaan bisnis
atau usaha. Prinsip ini mengedepankan rasa atau nurani dalam
melakukan tindakan sehingga mendorong suatu usaha lebih
humanis. Dari temuan LO DIY, menggambarkan banyak
pengembang yang juga mengabaikan dan melanggar prinsip ini.
Pengembang rumah murah bersubsidi memberikan harapan
yang tidak jelas terwujudnya dan iming-iming akan kepemilikan
rumah murah terhadap masyarakat berpenghasilan rendah
(MBR) di DIY.
8. Prinsip Kemandirian (independence)
Prinsip kemandirian adalah pengelolaan perusahaan atau
institusi secara profesional tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-

Jurnal Ombudsman - DIY | 99


Fokus 5: Realita Program Rumah…..

prinsip korporasi yang sehat. Kemandirian merupakan modal


bagi pelaku usaha untuk dapat menghasilkan produk yang baik
dan dapat dipertanggung jawabkan. Keberadaan dan
kedudukan yang tidak jelas dari pengembang yang dilaporkan
ke LO DIY, juga melanggar prinsip ini. Pada saat klarifikasi
pemilik perusahaan mengaku sebagai pengembang, tetapi
setelah diketahui pada saat perizinan masuk di Kabupaten
Bantul memakai nama pengembang lain, akhirnya berubah
keterangannya hanya selaku marketing atau pemasaran rumah
murah bersubsidi. Terlihat jelas tidak ada kemandirian dan
konsistensi dalam menjalankan bisnis perusahaan.

F. Penutup
Kesimpulan yang dapat diambil dari paparan kajian di atas adalah
masih adanya kelemahan dalam pengawasan dan penindakan yang
memberi kesempatan kepada oknum pengembang abal-abal
melakukan penyimpangan dan indikasi penipuan terhadap penjualan
rumah murah bersubsidi yang ditemukan di DIY. Hasil investigasi LO
DIY mungkin hanyalah satu dari sekian banyak permasalahan
perumahan bersubsidi di Indonesia, yang tidak tuntas karena kurang
tegasnya pemerintah dalam menegakkan aturan dan sanksi bagi
siapapun penyelenggara perumahan yang melakukan pelanggaran
maupun penyimpangan.
Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui informasi
tentang rumah subsidi. Padahal, Program Sejuta Rumah sudah
memfasilitasi masyarakat agar bisa memiliki hunian pribadi dengan
harga terjangkau dan proses mudah. Namun, tampaknya proses
sosialisasi mengenai rumah murah harus dilakukan lebih gencar lagi
agar lebih tepat sasaran. LO DIY memberikan saran dan rekomendasi
kepada masyarakat DIY untuk melakukan langkah-langkah berikut

100 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 5: Realita Program Rumah..…

dalam mendapatkan informasi yang benar terhadap rumah murah


bersubsidi yang dijamin oleh pemerintah:
1. Mencari Informasi Pengembang Properti
Ada banyak pengembang properti yang turut mendukung
Program Sejuta Rumah. Seperti Perumnas, sejumlah
pengembang besar juga turut berpartisipasi dalam hal ini.
Informasi dari pengembang properti terpercaya akan membuat
masyarakat memiliki gambaran tentang rumah subsidi yang
hendak dimiliki.
2. Memantau Media Sosial
Media sosial kini tak sekadar untuk bersenang-senang. Mulai
banyak yang menggunakan media sosial untuk kepentingan
bisnis. Tidak mengherankan jika semakin banyak pengembang
properti yang memberikan informasi penjualan rumah melalui
akun media sosialnya.
Masyarakat hanya perlu mencari dan mengikuti akun media
sosial para pengembang properti resmi yang menjalin kerjasama
dengan bank penyalur KPR yang ditunjuk pemerintah. Dengan
begitu, masyarakat tidak akan ketinggalan informasi terbaru
tentang rumah-rumah murah serta tidak akan tertipu oleh
promosi menggiurkan dari pengembang yang tidak benar.
3. Informasi Properti dari Bank
Selain pihak pengembang properti, pihak bank juga bisa
memberikan informasi tentang properti, khususnya rumah
murah bersubsidi. Bank-bank yang sudah bekerja sama dengan
pengembang properti umumnya dapat memberikan referensi
tentang proses KPR yang dibutuhkan masyarakat.
4. Langsung Mendatangi Dinas Perizinan dan Dinas Perumahan
Setempat

Jurnal Ombudsman - DIY | 101


Fokus 5: Realita Program Rumah…..

Jika masyarakat memiliki akses yang mudah untuk mendatangi


dinas perizinan dan dinas perumahan setempat, tak ada
salahnya untuk mencoba mendatanginya untuk dapat
memperoleh informasi terbaru yang valid tentang legalitas
pengembang dan program resmi rumah murah bersubsidi yang
telah disahkan perizinanannya oleh pemerintah daerah
setempat.

Daftar Pustaka
http://ksp.go.id/presiden-jokowi-resmikan-proyek-rumah-dp-1-persen-
di-kalimantan-timur/, diunduh tanggal 13 September 2017

http://ppdpp.id/kinerja-penyaluran-dana-flpp-2/, diunduh tanggal 13


September 2017

http://ppdpp.id/profil-p2dpp/, diunduh tanggal 13 September 2017

Lembaga Ombudsman Swasta. 2013. Pedoman Tata Kelola Usaha Beretika,


LOS DIY

Yuwono, Budi. 2009. Perumahan bagi Kaum Miskin di Kota-Kota Asia,


UNESCAP

102 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 6

Membangun Desa Tanggung Jawab


Siapa? (Refleksi catatan akhir
Komisioner LO DIY 2015-2017)
Oleh: M. Imam Santoso, S.IP.1

A. Pendahuluan
Kemiskinan sudah sejak lama menjadi permasalahan bagi negara-
negara di dunia, baik negara maju maupun negara yang sedang
berkembang. Seperti halnya negara berkembang lainnya, Indonesia
meletakkan kemiskinan sebagai persoalan yang perlu penanganan
komprehensif bagi pembangunan nasional. Diberlakukannya kebijakan
otonomi daerah yang sifatnya desentralisasi tahun 2001 lalu melalui
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan kemudian direvisi menjadi
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, pemerintah daerah telah memiliki
kewenangan lebih luas untuk mengendalikan pembangunan di
daerahnya masing-masing. Pendekatan pembangunan yang dipakai
kemudian berubah, yang awalnya meletakkan masyarakat sebagai
obyek pembangunan sekarang berubah menjadi subjek sekaligus obyek
dari pembangunan. Untuk itu, berbagai kebijakan pengentasan
kemiskinan dilaksanakan dengan prinsip desentralisasi, yaitu
kebijakan pengentasan kemiskinan yang memberikan kepercayaan

1 Komisioner Lembaga Ombudsman DIY (Ketua Bidang Sosialisasi, Kerjasama dan Pengutan Jaringan)
Periode 2015-2018

Jurnal Ombudsman – DIY |103


Fokus 6: Membangun Desa Tanggung…..

kepada masyarakat, keluarga dan kelompok masyarakat miskin,


lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha dan masyarakat luas.
Bicara kemiskinan, ada sebuah pendekatan yang memandang bahwa
kemiskinan itu relatif. Dimana hal ini sangat berhubungan dengan
tempat atau individu bertempat tinggal. Desa sebagai unit strategis
dalam pembangunan makin penting untuk menjadi fokus
pembangunan.
Pasca Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa
diberlakukan memberikan peluang yang sangat besar bagi desa untuk
mendorong pembangunan dan ditujukan untuk pemberdayaan potensi
desa. Alokasi dana desa telah ditetapkan dan telah disalurkan kepada
seluruh daerah di Indonesia melalui kabupaten/kota di Indonesia,
setelah penyaluran dana desa tersebut muncul beberapa catatan kritis
dimana dana desa tersebut masih mencari bentuk pengelolaan yang
dapat memberikan kontribusi terhadap percepatan pemerataan
pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pelaksanaan
Undang-Undang Desa dengan konsekuensi dana desa yang cukup
besar yaitu Rp 20, 7 triliun, dan pada tahun 2016 anggaran dana desa
dinaikkan menjadi Rp 46, 9 triliun. Dari dana desa tahun 2015 menurut
Menteri Keuangan masih ada 12 triliun dana desa yang belum terserap
dan masih mengendap di kas kabupaten. Belum terserapnya dana desa
tersebut disebabkan berbagai alasan yang berasal dari ketidaksiapan
pemerintah pusat maupun daerah, ketidaksiapan desa dan masyarakat
sebagai subyek. Salah satu alasan di tingkat desa yaitu terkait dengan
ketidaksiapan dan kemampuan sumber daya manusia (SDM),
kemampuan pengelolaan administrasi dalam pengelolaan dana desa,
kebijakan desa, potensi desa, dan inovasi desa. Permasalahan tersebut
mungkin menjadi kendala desa dalam melakukan penyerapan dana
desa.

104 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 6: Membangun Desa Tanggung…..

Salah satu permasalahan SDM menjadi hal yang dianggap krusial


dimana hal tersebut berkaitan dengan kemampuan dalam rangka
pelaksanaan pengelolaan dana desa. Pendamping Desa dan
Pendamping Local Desa sudah menjadi upaya untuk mengakselerasi
kebutuhan SDM walaupun masih ada peluang dan harapan peran
pendamping desa agar bisa menjawab kebutuhan dalam rangka
pengelolaan dana desa secara efektif dan tepat sasaran. Dalam rangka
mendorong terwujudnya kesejahteraan masyarakat sebagai bentuk
realisasi atas hak publik, LO DIY mendorong partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan dana desa untuk terwujudnya pengelolaan dana
desa yang transparansi dan akuntabel. Kemiskinan di desa pun disulut
oleh banyaknya penduduk desa yang produktif “hijrah” ke kota besar,
pastilah dengan harapan dapat hidup lebih baik. Namun hal ini justru
melahirkan melambatnya desa dalam melakukan pembangunan, maka
pada masa pemerintahan saat ini menjalankan pola anggaran langsung
ke desa dengan dana desanya, dimana diharapkan desa dapat
membuat sistem perencanaan terintegrasi dengan pembangunan dan
penanggulangan kemiskinan di desa.
Komitmen tersebut kemudian diamanatkan dalam bentuk Undang-
Undang (UU), yaitu UU RI Nomor 6/2014 tentang Desa, yang
menempatkan desa tidak lagi menjadi objek pasif, namun menjadi
pusat dari proses pembangunan yang menjadi tonggak kemajuan
Indonesia.

B. Persoalan
Pandangan umum tentang desa saat ini adalah sebuah wilayah
yang berada di pinggiran atau pedalaman, jauh dari fasilitas umum,
kumuh, miskin, dan tertinggal. Sebagian anggapan itu bisa dibenarkan.
Data buku indeks pembangunan desa (IPD) 2014 yang diprakarsai oleh
Kementerian Perencanaan Pembanguna Nasional dan Badan Pusat

Jurnal Ombudsman – DIY | 105


Fokus 6: Membangun Desa Tanggung…..

Statistik (BPS) menyebutkan bahwa ada 74.093 desa yang masuk


kategori tertinggal. Jika dipresentase, maka jumlah desa tertinggal
diperkirakan pada sekitar 27,22 persen. Meskipun dana untuk
pembangunan desa sudah tersedia, bukan berarti desa-desa tidak
mengalami kendala dalam mengeluarkan dirinya sebagai desa
tertinggal. Justru, persoalan klasik di lapangan masih menjadi kendala
akan kemajuan sebuah desa. Beberapa catatan: Pertama, SDM rendah.
Ini banyak terjadi khususnya desa di Jawa sebagian dan hampir semua
desa di luar Jawa. Dapat dilihat dari SDM (Sumber Daya Manusia)
perangkat desa sudah berumur dan tidak terlalu paham teknologi dan
standar pelayanan minimal, apalagi pelayanan masyarakat dalam
sistem birokrasi dan administrasi yang matang dan terarah serta
terencana. Kita ketahui bahwa hampir seluruh orang yang mengemban
amanat sebagai kepala desa adalah orang-orang yang mengenyam
pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah
atas (SMA). Kondisi ini sangat mempengaruhi pola pembangunan
apalagi perencanaannya yang katanya partisipatif masyarakat. Semoga
beberapa tahun ini situasinya berubah, seiring dengan banyaknya
pelamar kerja sebagai perangkat desa dari kalangan terdidik yang
ingin mengabdi dan membangun desa, semoga juga diikuti
kedewasaan pemilih untuk dapat “menambatkan” pilihannya kepada
kepala desa yang baik, amanah, jujur serta yang tidak kalah penting
berkemampuan membangun desa.
Kedua, konflik horisontal antara masyarakat yang tak kunjung reda.
Ada konflik akut dan sulit dicairkan dimasyarakat yang masih fanatik
terhadap kelompok tertentu. Masyarakat jadi sulit untuk bergerak
bersama, terpadu, dan terarah dalam upaya memajukan sebuah desa.
Hal ini biasanya terjadi disebabkan pemilihan kepala desa yang syarat
politik praktis kemudian terjadi gesekan sampai berkembang dan
menciptakan permusuhan “abadi”. Ini mempengaruhi jalannya

106 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 6: Membangun Desa Tanggung…..

pemerintahan desa bila pemenang kontestasi tidak mampu memimpin


dengan baik dan menjaga amanah sebagai kades. Ketiga, pemuda
enggan tinggal di desa. Pemuda, terutama yang mengenyam
pendidikan tinggi, setelah lulus atau wisuda enggan tinggal dan
membangun desa. Hal ini terlihat dari angka urbanisasi yang besar
sekali. Alhasil, desa kehilangan kader muda potensial yang seharusnya
dapat diandalkan untuk menjadi penarik gerbong otomotif kemajuan
desa. Ada yang mengatakan bahwa pada 2025 diprediksi laju
urbanisasi bakal mencapai 68 persen. Padahal, pemuda yang sudah
sekian lama merantau untuk mengenyam pendidikan dan pengalaman,
yang memiliki kapasitas inovatif, leadership, dan manajemen inilah
yang dapat diandalkan menjadi lokomotif desa-desa dan semoga
analisa tersebut tidak terbukti.
1. Persatuan
Dalam membangun desa saat ini pendekatan top down tidak lagi
cocok digunakan, pendekatan yang lebih cocok ialah bottom up
atau saling memberi masukan. Jargon pembangunan
berkelanjutan yaitu pembangunan partisipatif, dimana seluruh
komponen desa bersatu secara lahir batin berpartisipasi
membangun desa, sehingga mempercepat visi dan misi
kemajuan desa. Bila seorang diri tidak banyak hal yang bisa
dikerjakan, tapi bila dikerjakan bersama-sama akan ada banyak
yang bisa dikerjakan dan dicapai serta semua tampak ringan
dan penuh kesan. Bertolak dari beberapa persoalan di atas dapat
ditarik sebuah solusi sebagai berikut. Pertama, meningkatkan
kualitas SDM. Harus diakui bahwa kualitas SDM yang baik
dapat membawa kemajuan. Maksudnya menjaga kualitas SDM
pemimpin dan perangkat desa dalam proses seleksi bentuk
apapun menjadi penting dan perlu diawasi. Sehingga SDM yang
mumpuni dapat menciptakan sebuah gebrakan melalui

Jurnal Ombudsman – DIY | 107


Fokus 6: Membangun Desa Tanggung…..

perencanaan program pemberdayaan, sehingga anggaran desa


atau dana desa digunakan untuk sesuatu yang tepat sasaran,
produktif, tidak konsumtif apalagi koruptif. Sehingga cita-cita
sejati untuk kesejahteraan masyarakat yang dapat dirasakan
secara riil, bukan sekedar mengajak bermimpi, melainkan turut
bertanggung jawab merealisasikannya. Kedua, mengakhiri
konflik dalam masyarakat yang diawal sudah kami sampaikan
berdasar pengalaman pilkades, pilkada dan pilihan politik
lainnya. Apalagi persoalan ideologi dan persoalan sensitif
lainnya. Seluruh masyarakat desa harus berpartisipatif dan
bersatu mensukseskan sekaligus menjalankan satu visi dan misi,
yakni bersama-sama memajukan cita-cita kesejahteraan
masyarakat desa melalui pimpinan/kepala desa terpilih.
Ketiga, Bali Ndeso Mbangun Ndeso bukan Ninggalke Ndeso
Mbangun Kutho. Mentalitas pemuda desa saat ini (masih)
menganggap bahwa desa tidak cocok untuk mengembangkan
kariernya. Sehingga kebanyakan pemuda desa merantau ke kota
dan tak jarang yang pulang ke desa hanya pada momentum
lebaran saja. Akibatnya, desa defisit pemuda handal. Akhirnya
desa dipegang oleh mereka yang sudah tua dan tidak begitu
kompeten mengelola desa karena kebanyakan dari mereka
bermodal materi/'uang'. Lupa bahwa membangun desa bukan
hanya bicara angka tapi entitas asli yang harus dijaga,
dikembangkan yang ujungnya tidak kalah dengan kota. Dalam
tataran inilah, pemuda harus sadar bahwa desa membutuhkan
kader muda yang kompeten dan memiliki integritas tinggi
tentunya. Jadi, mindset yang harus dibangun pemuda saat ini
adalah hijrah ke kota (guna menempuh ilmu, misalnya) untuk
kembali (lagi) ke desa. Terakhir, meningkatkan etos kerja.
Masyarakat Indonesia pada umumnya (masih) terjangkit

108 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 6: Membangun Desa Tanggung…..

penyakit, dalam istilah Nurcholish Madjid, "mentalitas


pedalaman". Yakni sebuah mentalitas yang mencerminkan sikap
tertutup, membatasi informasi, malas, dan tidak kreatif serta
inovatif. Dalam bahasa kasarnya, rela menjadi kuli hingga akhir
nanti, tanpa ada usaha keras dan terarah serta membebaskan
dari mental-mental yang demikian ini. Dalam bingkai itu,
memaksimalkan kader lokal potensial untuk menjadi lokomotif
pembangunan desa, dukungan dari seluruh ormas agama tanpa
memandang golongan, dan didukung oleh seluruh masyarakat
dalam membangun etos desa berkemajuan merupakan modal
besar dalam upaya memajukan desa-desa. Sehingga,
pembangunan tidak tersentral di kota-kota besar saja.
2. Masalah Desa dan Peran Pelaku
Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan desa
umumnya berada pada masalah sturktural dan sosial budaya.
Adapun masalah yang dihadapi dalam upaya pembangunan di
desa yaitu:
a. Masalah Sosial Budaya
1) Rendahnya tingkat pendidikan
Fasilitas sarana prasarana pendidikan desa cenderung
terbatas dan pendidikan masyarakat desa umumnya
hanya SD, SMP dan SMA. Persoaalan ini diperparah
dengan saat menginjak remaja, mereka para orang tua
kebanyakan menikahkan anaknya padahal masih dalam
usia sekolah. Sangat disayangkan karena proses
pendidikan yang “turun temurun” membuat penduduk
di desa kurang memahami pentingnya pendidikan,
khususnya dalam membangun peran masyarakat untuk
membangun desa.
2) Minimnya sarana dan prasarana di pedesaan

Jurnal Ombudsman – DIY | 109


Fokus 6: Membangun Desa Tanggung…..

Salah satu keterbelakangan yang dialami daerah


pedesaan di Indonesia dapat dilihat dari aspek
pembangunan sarana dan prasarana. Beberapa sarana
dan prasarana pokok dan penting di daerah pedesaan,
antara lain:
a) Prasarana dan sarana transportasi
Fasilitas prasarana transportasi (misalnya: jalan raya,
jembatan, prasarana transportasi laut, danau, sungai
dan udara), dan sarana transportasi (seperti mobil,
sepeda motor, kapal laut, perahu mesin, pesawat
udara dan sebagainya) masih cukup dominan belum
lengkap di desa-desa. Ketersediaan prasarana dan
sarana transportasi yang memadai akan mendukung
arus orang dan barang yang keluar dan masuk ke
daerah pedesaan. Untuk mendorong peningkatan
dinamika masyarakat daerah pedesaan akan arus
transportasi orang maupun barang keluar masuk dari
dan ke daerah pedesaan, diperlukan prasarana sarana
transportasi yang memadai.
Inilah penyebab desa tampaknya “terisolir”,
minimnya prasarana dan sarana transportasi yang
membuka akses daerah pedesaan dengan daerah
lainnya. Kondisi prasarana dan sarana transportasi
yang minim berkontribusi terhadap keterbelakangan
ekonomi daerah pedesaan. Secara umum, masyarakat
daerah pedesaan menghasilkan jenis produk yang
relatif sama, sehingga transaksi jual beli barang atau
produk antar sesama penduduk di suatu desa relatif
kecil. Dalam kondisi prasarana dan sarana
transportasi yang minim, produk yang dihasilkan

110 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 6: Membangun Desa Tanggung…..

masyarakat daerah pedesaan sulit untuk diangkut dan


dipasarkan ke daerah lain. Jika dalam kondisi seperti
itu, masyarakat daerah pedesaan menghasilkan
produk pertanian dan non pertanian dalam skala
besar, maka produk tersebut tidak dapat diangkut dan
dipasarkan ke luar desa dan akan menumpuk di desa.
Penumpukan dalam waktu yang lama akan
menimbulkan kerusakan dan kerugian. Kondisi
seperti ini sangat tidak menguntungkan bagi warga
masyarakat di daerah pedesaan. Sebaliknya, hal
tersebut akan mendorong sebagian warga masyarakat
di daerah pedesaan untuk merantau atau berpindah
ke daerah lain terutama daerah perkotaan yang
dianggap lebih menawarkan masa depan yang lebih
baik.
b) Prasarana dan sarana pendidikan yang kurang
memadai
Sebagian dari masyarakat di daerah pedesaan telah
memiliki kesadaran untuk mendidik anak-anaknya ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Keadaan
prasarana pendidikan seperti lembaga pendidikan
dan gedung sekolah di daerah pedesaan relatif
terbatas. Ketersediaan prasarana pendidikan di daerah
pedesaan yang masih kurang memadai dapat terlihat
dari terbatasnya jumlah lembaga pendidikan serta
kondisi fisik bangunan sekolah yang kurang
representatif (rusak, tidak terawat dengan baik,
kekurangan jumlah ruang kelas dan sebagainya).
Selain itu, sarana pendidikan di daerah pedesaan juga
sangat terbatas seperti kurangnya ketersediaan buku-

Jurnal Ombudsman – DIY | 111


Fokus 6: Membangun Desa Tanggung…..

buku ajar, kondisi kursi dan meja belajar yang


seadanya, tidak tersedianya sarana belajar elektronik,
tidak tersedianya alat peraga dan sebagainya.
Keterbatasan prasarana dan sarana pendidikan di
daerah pedesaan mendorong sebagian masyarakat
daerah pedesaan untuk menyekolahkan anak-anaknya
ke luar desa terutama ke daerah perkotaan. Hal ini
turut mendorong laju migrasi penduduk dari daerah
pedesaan ke daerah perkotaan.
3) Terbatasnya lapangan pekerjaan di pedesaan
Indonesia sebagai negara agraris sampai saat ini dapat
dilihat dari besarnya jumlah penduduk yang masih
mengandalkan penghasilannya serta menggantungkan
harapan hidupnya pada sektor pertanian. Dominasi
sektor pertanian sebagai mata pencaharian penduduk
dapat terlihat nyata di daerah pedesaan. Sampai saat ini
lapangan kerja yang tersedia di daerah pedesaan masih
didominasi oleh sektor usaha bidang pertanian. Kegiatan
usaha ekonomi produktif di daerah pedesaan masih
sangat terbatas ragam dan jumlahnya, yang cenderung
terpaku pada bidang pertanian (agribisnis). Aktivitas
usaha dan mata pencaharian utama masyarakat di daerah
pedesaan adalah usaha pengelolaan/pemanfaatan sumber
daya alam yang secara langsung atau tidak langsung ada
kaitannya dengan pertanian. Bukan berarti bahwa
lapangan kerja di luar sektor pertanian tidak ada, akan
tetapi masih sangat terbatas. Peluang usaha di sektor non-
pertanian belum mendapat sentuhan yang memadai dan
belum berkembang dengan baik. Kondisi ini mendorong
sebagian penduduk di daerah pedesaan untuk mencari

112 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 6: Membangun Desa Tanggung…..

usaha lain di luar desanya, sehingga mendorong mereka


untuk berhijrah/migrasi dari daerah pedesaan menuju
daerah lain terutama daerah perkotaan. Daerah perkotaan
dianggap memiliki lebih banyak pilihan dan peluang
untuk bekerja dan berusaha.
Dalam rangka mendorong dan melepaskan daerah
pedesaan dari berbagai ketertinggalan atau
keterbelakangan, maka pembangunan desa pada aspek
fisik perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah
dan komponen masyarakat lainnya. pembangunan desa
dalam aspek fisik, selanjutnya dalam tulisan ini disebut
pembangunan desa. Merupakan upaya pembangunan
sarana, prasarana dan manusia di daerah pedesaan yang
merupakan kebutuhan masyarakat daerah pedesaan
dalam mendukung aktivitas dan kehidupan masyarakat
pedesaan. Sebaliknya, jika suatu proyek pembangunan
prasarana dan sarana yang muncul dari masyarakat
daerah pedesaan, direncanakan, dan dilaksanakan secara
bersama oleh masyarakat daerah pedesaan, maka
kepedulian dan rasa memiliki dari masyarakat sangat
tinggi. Masyarakat secara sadar dan tanpa pamrih turut
berpartisipasi aktif untuk mensukseskan pembangunan
tersebut. Hal ini berdampak pula pada munculnya rasa
tanggung jawab yang tinggi untuk menjaga
keberlangsungan pembangunan dan hasil
pembangunannya.
Oleh karena itu, perlu diingat bahwa pembangunan desa
dalam aspek pembangunan fisik, pembangunan
prasarana dan sarana di daerah pedesaan semestinya
menempatkan penduduk atau masyarakat desa sebagai

Jurnal Ombudsman – DIY | 113


Fokus 6: Membangun Desa Tanggung…..

subjek pembangunan. Sebagai subjek pembangunan


menunjukkan bahwa masyarakat daerah pedesaan
berperan sebagai pelaku pembangunan. Sudah
semestinya masyarakat sebagai pelaku pembangunan
mengambil posisi untuk berperan secara aktif dalam
proses pembangunan. Peran aktif masyarakat dapat
diwujudkan dalam berbagai bentuk keterlibatan atau
pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan,
apakah pada tahap pengkajian, perencanaan,
pelaksanaan, pemeliharaan atau pada semua tahap proses
pembangunan tersebut. Di masa mendatang pola
pembangunan yang mengedepankan peran masyarakat
lebih didorong untuk menjadi ujung tombak dalam
pembangunan desa. Pola bottom-up planning mungkin
menjadi salah satu alternatif yang perlu dikedepankan.
Pemerintah menempatkan diri sebagai motivator dan
fasilitator aktif (tentunya tidak berpangku tangan hanya
menunggu dari masyarakat). Pemerintah memotivasi
masyarakat untuk membangun daerahnya seraya
menyiapkan bantuan prasarana, sarana dan dana yang
dibutuhkan. Pemerintah juga dapat melemparkan ide-ide
pembangunan desa kepada masyarakat. Namun dalam
tahap berikutnya masyarakat dilibatkan dalam
menentukan keputusan mengenai apa yang akan
dibangun. Membuat dan menyusun rencana
pembangunan dalam pelaksanaan pembangunan sampai
pada pemeliharaan hasil pembangunan, lembaga dan
kebijaksanaan yang diperlukan untuk mencapai
perkembangan daya cipta dalam pembangunan
masyarakat. Bahwasanya untuk lebih menggerakkan dan

114 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 6: Membangun Desa Tanggung…..

memacu pembangunan desa secara lebih berdaya guna


dan berhasil guna, maka yang pertama dan utama perlu
dibangun adalah manusia sebagai pelaku dan calon
pelaku pembangunan itu sendiri. Kritik bagi model
pembangunan kita selama ini adalah bangsa kita lebih
cenderung mengedepankan pembangunan fisik daripada
pembangunan manusianya.
4) Rendahnya Kesadaran Petani terhadap adopsi inovasi
pertanian
Karena minimnya pendidikan masyarakat hal ini
menyebabkan penduduk desa hampir 95% penduduk
bermata pencaharian sebagai petani. Selain itu masalah
rendahnya pendidikan juga menjadikan kendala dalam
penerapan inovasi yang dilakukan dalam penyuluhan.
Dalam mengelola pertanian mereka hanya menggunakan
cara-cara yang mereka terapkan selama ini secara turun
temurun tanpa ada pembaharuan atau inovasi yang
dilakukan untuk meningkatkan hasil tani mereka.
b. Masalah ekonomi
1) Keterbelakangan perekonomian
Jika di daerah perkotaan geliat perekonomian begitu
fenomenal dan fantastis. Sebaliknya, hal yang berbeda
terjadi di daerah pedesaan, dimana geliat perekonomian
berjalan lamban dan hampir tidak menggairahkan. Roda
perekonomian di daerah pedesaan didominasi oleh
aktivitas produksi. Aktivitas produksi yang relatif kurang
beragam dan cenderung monoton pada sektor pertanian
(dalam arti luas: perkebunan, perikanan, pertanian
tanaman pangan dan hortikultura, peternakan,
kehutanan, dan produk turunannya). Kalaupun ada

Jurnal Ombudsman – DIY | 115


Fokus 6: Membangun Desa Tanggung…..

aktivitas di luar sektor pertanian jumlah dan ragamnya


masih relatif sangat terbatas.
Aktivitas perekonomian yang ditekuni masyarakat di
daerah pedesaan tersebut sangat rentan terhadap
terjadinya instabilitas harga. Pada waktu dan musim
tertentu produk (terutama produk pertanian) yang
berasal dari daerah pedesaan dapat mencapai harga yang
begitu tinggi dan fantastik. Namun pada waktu dan
musim yang lain, harga produk pertanian yang berasal
dari daerah pedesaan dapat anjlok ke level harga yang
sangat rendah. Begitu rendahnya harga produk pertanian
menyebabkan para petani di daerah pedesaan enggan
untuk memanen hasil pertaniannya, karena biaya panen
lebih besar dibandingkan dengan harga jual produknya.
Kondisi seperti ini menimbulkan kerugian yang luar
biasa bagi petani. Kondisi seperti ini hampir selalu terjadi
sampai saat ini. Namun demikian, suatu ironi bagi
pemerintah, karena belum dapat memberikan solusi
tepat. Masih segar dalam ingatan kita, pada tahun 2010,
cabai mencapai harga di atas Rp 100.000,00 per kilogram
dan merupakan harga tertinggi sepanjang sejarah.
Kondisi berbalik terjadi pada bulan-bulan di awal tahun
2011, dimana harga cabai mengalami penurunan secara
drastis. Beberapa daerah harga cabai mencapai di bawah
Rp 10.000,00 per kilogram. Kasus yang mirip terjadi
beberapa tahun sebelumnya, petani tomat mengalami
masa-masa pahit. Harga buah tomat sangat rendah,
sehingga biaya produksi jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan harga jual hasil panen tomat. Petani enggan
memanen tomatnya dan lebih memilih untuk

116 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 6: Membangun Desa Tanggung…..

membiarkan buah tomat membusuk di kebun atau


melakukan pemusnahan tanaman tomat dan
menggantikan dengan tanaman lain yang berbeda.
Kejadian serupa pada produk pertanian lainnya
seringkali terjadi dan menerpa kehidupan para petani di
daerah pedesaan.
Meskipun penduduk di daerah pedesaan mayoritas
bermatapencaharian sebagai petani, namun tidak semua
petani di daerah pedesaan memiliki lahan pertanian yang
memadai. Banyak diantara mereka memiliki lahan
pertanian kurang dari 0, 5 hektar yang disebut dengan
istilah petani gurem. Lebih ironis lagi, sebagian dari
penduduk di daerah pedesaan yang malah tidak memiliki
lahan pertanian garapan sendiri. Mereka berstatus
sebagai petani penyewa, penggarap atau sebagai buruh
tani. Petani penyewa adalah para petani yang tidak
memiliki lahan pertanian garapan milik sendiri
melainkan menyewa lahan pertanian milik orang lain.
Petani penggarap adalah para petani yang tidak memiliki
lahan pertanian garapan milik sendiri melainkan
menggarap lahan pertanian milik orang lain dengan
sistem bagi hasil atau lainnya. Buruh tani adalah petani
yang tidak memiliki lahan pertanian garapan milik
sendiri melainkan bekerja sebagai buruh yang menggarap
lahan pertanian milik orang lain dengan memperoleh
upah atas pekerjaannya.
2) Tidak tersedianya permodalan untuk petani dan Harga
pupuk yang lumayan tinggi
Permodalan untuk kelompok tani Karya Baru belum
mendapatkan dana bantuan Pengembangan Usaha

Jurnal Ombudsman – DIY | 117


Fokus 6: Membangun Desa Tanggung…..

Agribisnis Pedesaan (PUAP) Sebagai contoh penyuluhan


yang dilakukan adalah penerapan pemupukan yang
berimbang terhadap tanaman padi. Petani umumnya
ingin menerapkan pemupukan yang berimbang tersebut
namun petani terkendala permodalan sehingga dalam
mengadopsi suatu inovasi petani mengalami kesulitan
karena harga pupuk mahal. Namun menyikapi hal
tersebut pemerintah menjalankan pupuk bersubsidi
untuk anggota kelompok tani. Walaupun pupuk dari
pemerintah telah disubsidi namun tetap saja mereka
terkadang ada yang tidak sanggup membeli pupuk
bersubsidi tersebut. Pembelian pupuk bersubsidi oleh
anggota kelompok tani tidak dikenakan batasan jadi
petani dapat membeli pupuk berdasarkan kemampuan
petani dalam membeli pupuk tersebut. Hendaknya
pupuk dapat diberikan kredit kepada petani berupa dana
bantuan seperti program PUAP agar mereka dapat
membeli pupuk sehingga petani dapat melakukan
pemupukan yang berimbang pada tanaman padi mereka.
Selain itu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri (PNPM Mandiri) berupa pembuatan jalan usaha
tani. Pembuatan jalan usaha tani ini ditujukan untuk
memudahkan petani menuju lahan tani mereka serta jalan
ini memudahkan pengangkutan hasil panen para petani
sehingga lebih mudah untuk sampai ke rumah
masyarakat. Dalam semua jenis pembangunan yang
dilaksanakan di pedesaan yang pelu diingat dan digaris
bawahi yaitu pemerintah seharusnya tidak hanya
membantu permodalan namun juga memberdayakan

118 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 6: Membangun Desa Tanggung…..

masyarakat agar dapat membantu masyarakat untuk


mengelola sumberdaya yang ada secara optimum.
c. Masalah Geografis
Prediksi terhadap iklim yang sulit
Varietas tanaman padi yang ditanam merupakan jenis
varietas lokal walaupun kadang bisa juga membudidayakan
padi unggul namun bila musim memungkinkan. Masalah
geografi yang terjadi seperti air, banyak para petani yang
mengeluh dengan adanya banjir kiriman dari daerah
pegunungan yang menyebabkan petani gagal panen. Banjir
yang datang umumnya menggenangi tanaman padi yang
hanya berumur masih muda sehingga tanaman padi muda
ini tidak dapat bertahan sehingga busuk dan mati. Dari hal
tersebut bahwa petani terus mengalami kerugian karena
banyaknya bibit tanaman yang terbuang padahal untuk
dapat menanam padi petani harus menyemai benih padi
yang sudah direndam selama 20 hari barulah bibit dapat
ditanam. Namun apabila banjir kiriman yang terjadi
menggenangi tanaman yang sudah berumur cukup lama
umumnya tanaman padi masih bisa bertahan hidup karena
tanaman padi sudah mempunyai anakan yang cukup banyak
serta tanaman padi tersebut sudah cukup tinggi. Pada sawah
yang lebih tinggi umumnya tanaman padi bisa bertahan
hidup bila dibandingkan dengan tanaman padi di daerah
sawah bawahan. Solusi untuk permasalah banjir ini yaitu
seperti pembuatan irigasi agar dapat menyalurkan air dari
sungai agar tidak meluap langsung ke areal persawahan.
Namun walaupun rencana ini pernah di ajukan dalam
musrembang rencana ini belum dapat dilaksanakan karena
memakan biaya yang jumlahnya sangat fantastis sehingga

Jurnal Ombudsman – DIY | 119


Fokus 6: Membangun Desa Tanggung…..

pemerintah kabupaten belum sanggup membangunkan


irigasi yang dikehandaki oleh masyarakat. Namun selain
pembuatan irigasi solusi yang lain adalah pembersihan areal
sungai-sungai yang mengalami pendangkalan akibat
sampah. Dengan membersihkan areal sungai yang
mengalami pendangkalan maka diharapkan laju jalannya air
tidak meluap ke areal persawahan. Pindahnya penduduk
daerah pedesaan ke daerah perkotaan didorong oleh kondisi
ketertinggalan daerah pedesaan dalam berbagai aspek
kehidupan. Berbagai faktor internal daerah pedesaan yang
mendorong penduduk dari daerah pedesaan untuk berhijrah
atau pindah ke daerah perkotaan, antara lain.
1) Keadaan tanah
Di Indonesia mempunyai tingkat kesuburan tanah yang
berbeda di setiap wilayah. Tingkat kesuburan tanah juga
sangat berpengaruh dalam pembangunan desa, desa
yang mempunyai keadaan tanah yang subur cenderung
akan mempengaruhi hasil tani yang akan dihasilkan.
Semakin baik dan banyak hasil tani yang dihasilkan oleh
desa tersebut maka akan sangat mempengaruhi dari
pendapatan masayarakat itu sendiri. Semakin besar
pendapatan masyarakat maka pertumbuhan ekonomi di
desa tersebut akan semakin baik.
2) Letak wilayah
Letak wilayah desa juga sangat mempengaruhi
pembangunan desa itu sendiri. Desa yang yang letak
wilayahnya lebih strategis dalam hal ini dekat dengan
peradaban kota akan berbeda dengan desa yang letaknya
sulit dijangkau. Desa yang letaknya sulit dijangkau akan
cenderung akan mengalami pembangunan ekonomi yang

120 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 6: Membangun Desa Tanggung…..

lambat. Hal ini disebabkan karena sulitnya akses


pemerintah dan dunia luar untuk menjangkaunya. Jadi
letak desa yang strategis juga sangat berpengaruh dalam
pembangunan desa itu sendiri.

C. Pengalaman Pendampingan dan program Pemberdayaan Desa


Cara berpikir pemerintah dalam pembangunan desa di Indonesia
telah berubah. Masa Presiden ke-6 Bapak Susilo Bambang Yudhoyono
paradigma pembangunan desa adalah “mbangun ndeso” yang berarti
pemerintah mengalokasikan dana desa serta menjalankan program
pembangunan desa, melalui PNPM Mandiri selama 2 priode. Masa
pemerintahan presiden ke-7 Bapak Joko Widodo, paradigma tersebut
diubah menjadi “desa membangun” yang berarti pemerintah hanya
mengalokasikan dana desa, sedangkan program pembangunan desa
direncanakan, dilaksanakan dan diawasi masyarakat desa dengan
tanggungjawab kepala desa. Produk hukum pelaksanaan dana desa
sudah dibuat saat pemerintahan Bapak SBY dengan UU nomor 6 tahun
2014 tentang Desa. UU Desa ini menegaskan bahwa pembangunan
desa merupakan tanggung jawab desa itu sendiri. Di bab I, pasal 4,
poin i menyatakan bahwa desa adalah subjek pembangunan. Selain itu,
di pasal 18 terdapat kewenangan desa meliputi pelaksanaan
pembangunan desa. Hal ini juga teruwujud dalam kewenangan kepala
desa dalam mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif,
transparan dan akuntabel.
Tidak dapat dibandingkan antara dua pimpinan negara ini,
keduanya sudah menitipkan pondasi pembangunan desa dengan
caranya masing-masing dan diharapkan mensejahterakan masyarakat.
Hanya perbedaannya sekarang desa sebagai pemerintahan terendah
memiliki kewenangan penuh menganggarkan, melaksanakan, pun
mengawasi pelaksanaan program desa melalui dana desa.

Jurnal Ombudsman – DIY | 121


Fokus 6: Membangun Desa Tanggung…..

Setiap tahun dana desa ditingkatkan dengan harapan


memepercepat pembangunan desa dan memunculkan kecintaan
terhadap desa oleh masyarakatnya. Hal ini dapat dilihat dari grafik
alokasi dana. Selain itu, Presiden Jokowi memprioritaskan
pembangunan desa dalam rencana pembangunannya. Pada akhir
periode pemerintahan sebelumnya, Mantan Presiden SBY
mengalokasikan dana desa sebanyak 9 triliun rupiah. Pada era
pemerintahan Jokowi, terjadi peningkatan alokasi dana desa sebanyak
lebih dari 11 triliun rupiah, menjadi 20,7 triliun rupiah pada tahun
2015. Pada tahun 2016, alokasi dana desa naik lebih dari dua kali lipat
dari periode sebelumnya mencapai angka 46, 9 triliun rupiah.
Perubahan pola pikir pembangunan desa memiliki tujuan-tujuan,
antara lain: Pertama, pengalihan dana dari pusat untuk langsung ke
desa mengarahkan agar seluruh perencanaan, pemanfaatan dan
pertangungjawaban ada di desa dengan tetap menjaga transparansi
dan akuntabilitas. Namun yang tidak boleh lupa juga prosesnya harus
partisipatif dengan melibatkan masyarakat karena yang harus
disejahterakan adalah masyarakat, itulah esensi tanggung jawab dan
peran masyarakat. Kedua, desa belajar mengatur uang dan tanggung
jawab yang tidak dapat dianggap mudah, ketika proses partisipasi
masyarakat lemah. Termasuk membuat produk hukum desa yang
mendukungnya agar berkenlanjutan bukan hanya administrativ tapi

122 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 6: Membangun Desa Tanggung…..

ada aturan yang jelas dan tidak bertentangan dengan hukum yang
berlaku. Ketiga, masyarakat mulai harus pintar memilih pemimpin
yang akan memandu mereka menuju kesejahteraan sesuai amanah
dana desa ini lahir. Keempat, wajib meningkatnya sumber daya manusia
yang “menjabat” di desa, dengan kemampuan, pengalaman dan jiwa
“muda” dari para pamong desa yang berjiwa pamomong, bukan bersifat
memerintah dan dominan “ otoriter “.

D. Penutup
Pola pembangunan desa yang awalnya dijalankan sepenuhnya oleh
pemerintah, diubah menjadi pembangunan yang digagas desa itu
sendiri. Dengan diubahnya peranan desa serta ditingkatkannya alokasi
dana desa, diharapkan kesenjangan desa kota akan semakin berkurang
dan desa akan semakin mandiri dalam pembangunannya.
Lahirnya dana desa melalui UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
mengoptimalkan paradigma baru tentang pembangunan desa secara
mandiri, partisipatif, transparan dan akuntabel. Tapi jangan lupa
pembangunan desa bukan hanya tanggungjawab para pamong di balai
desa, namun tangung jawab semua warga desa. Selain itu BPD harus
optimal bersama LKD (Lembaga Keswadayaan Desa ) lainnya.
Sehingga irama pembangunan dapat terjaga dan tetap amanah,
ditambah lagi tidak ada berita pemuda desa harus keluar dari desa,
malah kedepan membangun desa dan berkarya di desa, karena negeri
ini lahir dari Desa…..Merdeka!

Daftar Pustaka
Kementerian Keuangan RI | Ministry of Finance of Republic of
Indonesia. http://www.kemenkeu.go.id/Page2/rincian-dana-
transfer-ke-daerah-dan-dana-desa-apbn-p-tahun-anggaran-2015.
Accessed 22 April, 2016.

Jurnal Ombudsman – DIY | 123


Fokus 6: Membangun Desa Tanggung…..

Mulai 2015, Pemerintah Rencanakan Dana Desa Rp 20 Triliun –


Kompas.com.
http://nasional.kompas.com/read/2014/12/24/21053411/Mulai.201
5.Pemerintah.Rencanakan.Dana.Desa.Rp.20.Triliun. Accessed 22
April, 2016.

Pemerintah Gandakan Dana Desa 2016 jadi Rp 46, 9 Triliun.


http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150925153551-78-
80965/pemerintah-gandakan-dana-desa-2016-jadi-rp-469-triliun/.
Accessed 23 April, 2016.

Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang no. 6 Tahun 2014 tentang


Desa. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.

Rincian Dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa APBN-P Tahun


Anggaran 2015.

124 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 7

Refleksi Pengelolaan Tenaga Kerja:


Antara Profit vs Ethics
Oleh: Dr. Nur Wening, SE., M.Si., CHRA1

Abstrak

Etika memiliki peranan yang sangat penting ketika keuntungan


bukan lagi menjadi satu-satunya tujuan organisasi. Etika
merupakan prinsip-prinsip moral dan nilai-nilai yang mengatur
tindakan dan keputusan dari seorang individu atau kelompok.
Kasus pelanggaran etika yang masuk dalam aduan Lembaga
Ombudsman DIY sejak 2014-2017 tercatat sejumlah 60 aduan.
Jenis aduan didominasi oleh kesewenang-wenangan dan
pelanggaran hak karyawan sisanya lebih pada hak pada
lingkungan. Diperlukan upaya penerapan praktik bisnis yang etis
di Indonesia melalui berbagai cara yang elegan antara lain: (a)
mengembangkan lingkungan usaha yang etis; (b) menciptakan
kredo perusahaan yang etis dan moralis; dan (c) mengembangkan
etika melalui pendidikan manajemen. Pemerintah sudah membuat
payung hukum etika dalam UU No.13 tahun 2003 namun
diperlukan turunan-turunan regulasi yang lebih praktis.

1 Komisioner LO DIY periode 2014-2018; Dosen Tetap FEB Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY)

Jurnal Ombudsman - DIY | 125


Fokus 7: Refleksi Pengelolaan Tenaga…..

Diperlukan lembaga independen yang menangani permasalahan


perilaku un-etis pengusaha baik swasta ataupun pemerintah.

Kata Kunci: Etika, Pengelolaan, Tenaga Kerja

A. Pengantar
Berbisnis secara etis sekaligus mencari profit maksimal dapat
dilakukan dengan melalui berbagai proses yang bukan instan. Oleh
karenanya banyak pelaku bisnis yang meninggalkan etika bahkan
moral dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari
nilai dan norma moral yang diterima umum dalam masyarakat bahkan
lebih cenderung memikirkan bisnis daripada etis untuk memperoleh
keuntungan maksimal. Etika terhadap karyawan, terhadap
masyarakat, terhadap pemerintah bahkan terhadap diri sendiri.
Padahal sebenarnya penggunaan etika bisnis mampu memberi
orientasi bagaimana perusahaan dan manajemen bertindak secara tepat
dalam menjalankan usaha dalam rangka memenuhi kebutuhan
masyarakat sekaligus memperoleh keuntungan yang wajar. Misi bisnis
yang berorientasi etika adalah meningkatkan standar hidup
masyarakat, dan membuat hidup manusia menjadi lebih manusiawi
melalui pemenuhan kebutuhan secara etis. Disisi lain pengusaha
berorientasi pada profit tanpa melakukan etika, hal ini keliru sebab
kedua hal tersebut bukan sebuah pilihan namun justru orientasinya
non mutually exclusive bukan mutually exclusive artinya tidak saling
menghilangkan bahkan ada kesejalanan satu dengan lain antara etika
dan profit. Seringkali profit memiliki kecenderungan dipahami bahwa
pengusaha harus menghasilkannya melalui cara apapun. Akhirnya
timbul sikap menghalalkan segala cara untuk menghasilkan profit.

126 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 7: Refleksi Pengelolaan Tenaga…..

B. Etika, Prinsip Etis dan Profit


Etika merupakan persoalan yang penting dalam aktifitas bisnis saat
ini, bahkan etika menjadi pusat sorotan bisnis kontemporer (Caza,
Barker, dan Cameron, 2004). Menurut Crane dan Matten, etika bisnis
saat ini menjadi topik bisnis yang sangat penting untuk diperdebatkan
dan menimbulkan dilema di sekitarnya. Etika bisnis cenderung untuk
menarik sejumlah besar perhatian dari berbagai pihak (dalam
Indounas, 2008). Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan
mengenai moral yang benar dan salah, yang berkonsentrasi pada
standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan
perilaku bisnis (Velasques, 2005). Dalam dunia bisnis etika memiliki
peranan yang sangat penting ketika keuntungan bukan lagi menjadi
satu-satunya tujuan organisasi. Menurut Kerin et al. (dalam Story &
Hess, 2010) etika adalah prinsip-prinsip moral dan nilai-nilai yang
mengatur tindakan dan keputusan dari seorang individu atau
kelompok. Perilaku yang tidak etis seperti tidak adanya kesejahteraan
karyawan dalam organisasi, perlakuan tidak adil terhadap karyawan,
tidak etis saat menjalin kerjasama dengan sesama rekan bisnis, tidak
adanya tanggung jawab sosial dan lingkungan, serta berbagai
pelanggaraan etika lainnya.
Etika bisnis memiliki lima prinsip yaitu prinsip otonomi, keadilan,
kejujuran, saling menguntungkan dan integritas moral (Keraf dalam
Sutrisna, 2010). Keraf (1998) mengemukakan bahwa prinsip otonomi,
merupakan kemampuan seseorang bertindak berdasarkan kesadaran
dirinya sendiri tanpa adanya pengaruh dari pihak lain. Sedangkan
prinsip kejujuran, adalah sifat terbuka dan memenuhi syarat-syarat
dalam sebuah perjanjian kontrak bisnis. Prinsip keadilan, menurut
Keraf seseorang dituntut untuk bersikap sama secara objektif, rasional,
dan dapat dipertanggungjawabkan. Prinsip-prinsip etika bisnis
menurut Keraf (1998) di perkuat dengan pendapat menurut Gundlach

Jurnal Ombudsman - DIY | 127


Fokus 7: Refleksi Pengelolaan Tenaga…..

dan Murphy, bahwa dasar-dasar etika terdiri dari kesetaraan (saling


menguntungan), promise principle (tugas untuk menjaga
janji/komitmen), dan moralitas terhadap tugas dan tanggung jawab
(mengikuti aturan yang berlaku dan tidak secara sadar melakukan
tindakan yang merugikan satu sama lain) (dalam Piercy & Lane, 2007).
Banyak sebab yang menjadikan perilaku yang tidak etis yang muncul.
Ini bukan hanya terkait pada individu saja, tetapi juga menyangkut
keseluruhan proses dalam organisasi. Manajemen merupakan
pendorong organisasi agar mempunyai etika bisnis yang sesuai dengan
organisasi, sehingga tindakan kurang etis dapat di cegah.
Perubahan yang cepat pada era globalisasi saat ini, menimbulkan
masalah-masalah yang berkaitan dengan etika dalam berbisnis dan
mengundang pro dan kontra dengan berbagai alasan. Dengan
demikian, dapat diketahui bahwa manfaat etika bisnis menurut
Sutrisna (2010) adalah sebagai berikut:
1. Sebagai moralitas, etika bisnis membimbing tingkah laku
manusia agar dapat mengelola kehidupan dan bisnis menjadi
lebih baik.
2. Dapat mendorong dan mengajak orang untuk bersikap kritis
dan rasional dalam mengambil keputusan berdasarkan
pendapatnya sendiri, yang dapat dipertanggungjawabkannya.
3. Dapat mengarahkan masyarakat untuk berkembang menjadi
masyarakat yang tertib, teratur, damai, dan sejahtera dengan
menaati norma-norma yang berlaku demi mencapai ketertiban
dan kesejahteraan sosial.
4. Sebagai ilmu pengetahuan, etika bisnis memberikan pemenuhan
terhadap keingintahuan dan menuntut manusia untuk dapat
berperilaku moral secara kritis dan rasional.
Terdapat dua macam etika, yaitu etika deskriptif dan etika
normatif. Etika deskriptif berusaha mengakaji secara kritis dan rasional

128 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 7: Refleksi Pengelolaan Tenaga…..

sikap dan perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam
hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai etika deskriptif dan berbicara
mengenai fakta seperti apa adanya. Artinya ada kemampuan
mengenali nilai dan pola perilaku manusia sebagai suatu fakta yang
terkait dengan situasi dan realitas konkret yang membudaya. Etika
deskriptif lebih banyak membahas mengenai kenyataan penghayatan
nilai, tanpa menilai tentang sikap orang dalam menghadapi hidup ini,
dan tentang kondisi-kondisi yang memungkinkan manusia bertindak
secara etis.
Sedangkan etika normatif berusaha menetapkan berbagai sikap
dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia, dan
tindakan apa yang harus diambil untuk mencapai apa yang bernilai
dalam hidup ini. Etika normatif lebih banyak membahas mengenai
norma-norma yang menuntun tingkah laku manusia serta memberi
penilaian dan himbauan kepada manusia untuk bertindak
sebagaimana seharusnya menurut norma-norma. Etika ini lebih
menghimbau manusia untuk bertindak yang baik dan menghindari
yang jelek. Namun secara umum, kedua jenis etika ini pada akhirnya
menuntun manusia untuk mengambil sikap dalam hidup ini. Bedanya,
etika deskriptif memberi fakta sebagai dasar untuk mengambil
keputusan tentang atau sikap yang akan diambil, sedangkan etika
normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar
dan kerangka tindakan yang seharusnya diambil.
Rusaknya sebuah citra bisnis justru lebih diakibatkan adanya
pandangan yang salah yaitu pandangan praktis dan bukan pandangan
ideal. Pandangan praktis melihat bisnis sebagai suatu kegiatan profit
making semata, bahkan laba dianggap sebagai satu-satunya tujuan
pokok bisnis. Lain halnya dengan pandangan ideal, yaitu melakukan
kegiatan bisnis karena dilatarbelakangi oleh idealisme yang luhur.
Menurut pandangan ini bisnis adalah suatu kegiatan di antara manusia

Jurnal Ombudsman - DIY | 129


Fokus 7: Refleksi Pengelolaan Tenaga…..

yang menyangkut memproduksi, menjual dan membeli barang dan


jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dasar pemikiran mereka
adalah pertukaran timbal balik secara fair antara pihak-pihak yang
terlibat. Maka yang ingin ditegakkan adalah keadilan kumulatif dan
keadilan tukar-menukar yang sebanding. Pandangan bisnis ideal
menyatakan bahwa bisnis yang baik selalu memiliki misi tertentu yang
luhur dan tidak sekedar mencari profit (keuntungan).
Untuk memahami apakah etika sebaiknya perlu terlebih dahulu
membedakannya dengan moralitas. Moralitas adalah sistem nilai
tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia.
Sistem nilai terkandung dalam ajaran yang berbentuk petuah-petuah,
nasihat, wejangan, peraturan dan perintah yang diwariskan secara
turun temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang
bagaimana manusia harus hidup dengan baik agar mereka benar-benar
menjadi manusia yang baik. Moralitas merupakan tradisi kepercayaan,
dalam agama atau kebudayaan tentang yang baik atau yang buruk.
Moralitas memberi manusia petunjuk konkret tentang bagaimana ia
harus hidup, bagaimana ia harus bertindak, dalam hidup ini sebagai
manusia yang baik dan bagaimana menghindari perilaku-perilaku
yang buruk.
Bisnis memiliki arti yang luas sehingga meliputi kegiatan ekonomis
seperti pertukaran atau barter. Bisnis merupakan perdagangan yang
bertujuan khusus memperoleh profit atau keuntungan finansial. Robert
Solomon menekankan bahwa profit merupakan hasil suatu transaksi
moneter. Profit diperoleh tidak kebetulan tapi berkat upaya khusus
dari orang yang melakukan kegiatan bisnis. Adanya keterikatan
dengan profit merupakan suatu alasan khusus mengapa bisnis selalu
ekstra rawan dari sudut pandang etika.
Pandangan pebisnis sering dihadapkan pada suatu dilema antara
pilihan berbisnis dengan orientasi profit atau etis. Sedangkan pilihan

130 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 7: Refleksi Pengelolaan Tenaga…..

lain yaitu bisnis yang berorientasi profit sekaligus etis, yang selama ini
sepertinya sulit dilakukan, sebab kedua hal tersebut lebih sebagai
pilihan orientasi yang mutually exclusive atau saling menghilangkan
dan tidak sejalan satu dengan lainnya. Penelitian yang dilakukan
Caccese (1997) menyebutkan beberapa alasan mengapa banyak
perusahaan yang memiliki orientasi laba (profit driven companies) juga
memiliki perhatian besar terhadap etika bisnis yaitu: (1) adanya
tekanan dari konsumen, (2) kompetisi yang ketat sehingga being ethical
is a clever marketing strategy, (3) perubahan nilai sosial yang lebih
mengutamakan orang baru kemudian keuntungan. Caccese (1997)
mengemukakan bahwa beberapa kasus runtuhnya reputasi perusahaan
karena tindak tidak etis akhirnya mengakibatkan sejumlah kerugian
finansial yang amat besar. Penelitian hampir sama dilakukan oleh Lee
dan Yoshihara (1997) tentang Business ethics of Korea and Japanese
Manager menemukan gambaran yang sangat jelas pandangan pebisnis
tentang pentingnya etika dalam dunia usaha. Artinya sebenarnya
antara profit dengan etik justru harus berjalan bersama-sama.

C. Regulasi Etika Ketenagakerjaan


Meskipun etika ini lebih pada moralitas namun etika akan
membimbing tingkah laku untuk dapat mengelola kehidupan dan
bisnis menjadi lebih baik. Secara regulasi pemerintah Indonesia sudah
menyiapkan payung hukum atas etika pengusaha tersebut. Etika
ketenagakerjaan diatur dalam UU No.13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan Pasal 59 (1) yang menjelaskan bahwa perjanjian kerja
untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan yang
menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam
waktu tertentu, yaitu:
1. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

Jurnal Ombudsman - DIY | 131


Fokus 7: Refleksi Pengelolaan Tenaga…..

2. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu


yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
3. Pekerjaan yang bersifat musiman, atau
4. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan
baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau
penjajakan.
Pernyataan yang ada dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang No.
13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa tenaga
kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di
dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan barang
atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.
Bentuk perlindungan tenaga kerja di Indonesia yang wajib
dilaksanakan oleh setiap pengusaha atau perusahaan yang
mempekerjakan orang untuk bekerja pada perusahaan tersebut harus
sangat diperhatikan, yaitu mengenai pemeliharaan dan peningkatan
kesejahteraan dimaksud diselenggarakan dalam bentuk jaminan sosial
tenaga kerja yang bersifat umum untuk dilaksanakan atau bersifat
dasar, dengan berasaskan usaha bersama, kekeluargaan dan
kegotongroyongan sebagai mana yang tercantum dalam jiwa dan
semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

D. Aduan Etika Ketenagakerjaan di LO DIY


Kasus pelanggaran etika ketenagakerjaan yang menjadi aduan di
Lembaga Ombudsman (LO) DIY periode 2014- Agustus 2017 sejumlah
kurang lebih 60 aduan dengan jenis aduan atau kasus yang beragam.
Pihak pengadu lebih banyak bahkan mayoritas adalah indivu (95%)
dengan pihak teradu berasal dari institusi swasta (90%) dan sisanya
adalah pemerintah atau lembaga publik.

132 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 7: Refleksi Pengelolaan Tenaga…..

Tabel Ringkasan Aduan Ketenagakerjaan2


No. Topik Aduan Pengadu Teradu Keterangan
1 Kesewenang- Individu (95%) Pemerintah Rincian aduan:
wenangan (18%) (10%) Penahanan ijazah;
2 Pelanggaran Hak Kelompok (5%) Swasta (90%) Hak pegawai yang
(50%) dilanggar dan tidak
3 Keterbukaan, - - sesuai perjanjian awal;
lain-lain (32%) Human value yang
rendah;
Kurangnya keterbukaan
informasi.

Tabel Ringkasan Aduan Ketenagakerjaan menunjukkan secara jelas bahwa


ranah aduan mayoritas dilakukan oleh individual dengan teradu
mayoritas pada sektor swasta sedangkan sektor pemerintah, aduan
lebih mengarah pada persoalan pelanggaran hak sepihak (50%).
Apakah kondisi ini menunjukkan bahwa sektor swasta memiliki
banyak kesempatan untuk melakukan tindakan un-etis untuk sekedar
mencari profit?.
Setiap perusahaan (organisasi) baik berupa perusahaan swasta
maupun publik (pemerintah) mempunyai tanggung jawab legal, moral
dan sosial yang sama. Hal ini disebakan karena sebagai badan hukum
perusahaan memiliki status legal. Karena perusahaan merupakan
badan hukum maka perusahaan mempunyai banyak hak dan
kewajiban legal yang dimiliki juga oleh manusia perorangan dewasa.
Seperti menuntut di pengadilan, dituntut di pengadilan, mempunyai
milik, mengadakan kontrak dan lain-lain. Supaya mempunyai
tanggung jawab moral perusahaan perlu berstatus moral atau dengan
kata lain memiliki perilaku moral.
Perilaku moral (moral agent) dilakukan dengan memilih antara
melakukan perbuatan etis dan tidak etis. Menurut pendapat Milton
Friedman tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab
perusahaan terhadap masyarakat. Tanggung jawab moral perusahaan

2 Lembaga Ombudsman DIY (2017), diolah

Jurnal Ombudsman - DIY | 133


Fokus 7: Refleksi Pengelolaan Tenaga…..

bisa dalam bentuk: tanggung jawab kepada dirinya sendiri, tanggung


jawab kepada karyawan, kepada perusahaan lain, dll. Tanggung jawab
ini ada di tangan manager dengan pelaksanaan sesuai dengan aturan-
aturan yang berlaku dalam masyarakat dan negara, baik dari segi
hukum dan kebiasaan etis. Tanggung jawab ekonomis secara positif,
perusahaan bisa melakukan kegiatan yang tidak membawa
keuntungan ekonomis semata-mata tapi dilakukan demi kesejahteraan
masyarakat dengan kegiatan pelatihan ketrampilan untuk
pengangguran tujuannya semata-mata sosial sama sekali tidak ada
maksud ekonomis. Sedangkan secara negatif perusahaan bisa menahan
diri untuk untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan tertentu yang
sebenarnya menguntungkan dari segi bisnis tetapi merugikan
masyarakat, misalnya pembuangan limbah dengan membuang di
sungai, melakukan penahanan ijazah karyawan atau tidak memberikan
hak sebagaimana yang dijanjikan. Tindakan-tindakan ini secara sekilas
menguntungkan perusahaan karena dengan membuang ke sungai
akan menekan pengeluaran dan meningkatkan laba namun disisi lain
masyarakat banyak yang dirugikan. Selain itu secara jangka panjang
justru akan merugikan perusahaan sendiri karena masyarakat akan
menilai konditenya. Bisnis memikul tanggung jawab dalam arti negatif
karena tidak boleh melakukan kegiatan yang merugikan masyarakat,
ada tanggung jawab sosial perusahaan yaitu ekonomi dan sosial
dengan catatan hal ini tidak hanya berlaku untuk sektor swasta dalam
sektor BUMN/milik pemerintah pun tanggung jawab tersebut tidak
dapat dipisahkan.

E. Penutup
Sebaiknya dilakukan regulasi yang mengatur adanya unsur yang
menjamin kode etik dilakukan di perusahaan. Beberapa hal yang dapat
dilakukan antara lain:

134 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 7: Refleksi Pengelolaan Tenaga…..

1. kode etik sebaiknya dirumuskan berdasarkan masukan semua


karyawan sehingga mencerminkan kesepakatan semua pihak
didalamnya;
2. harus dipertimbangkan dengan teliti bidang-bidang apa dan
topik-topik mana sebaiknya yang harus tercakup oleh kode etik
perusahaan.
3. kode etik perusahaan sewaktu-waktu harus dilakukan
penyesuaian dan direvisi disesuaikan dengan perkembangan
internal maupun eksternal
4. kode etik perusahaan ditegakkan secara konsekuen dengan
menerapkan sanksi, baik sanksi untuk perusahaan dan
karyawan.
Secara umum memang praktik etika bisnis di Indonesia masih
kurang bagus. Hal tersebut bertolak belakang dengan falsafah jawa
“Tuno Sathak Bathi Sanak”. Citra tersebut disebabkan oleh pandangan
pertama yang melihat bisnis hanya sebagai sekedar mencari profit.
Tentu saja mencari keuntungan sebagaimana dikatakan tidak salah
hanya saja sikap yang timbul dari kesadaran bahwa bisnis hanya
mencari keuntungan telah mengakibatkan perilaku yang menjurus
menghalalkan segala cara demi mencari keuntungan yang sebesar-
besarnya tanpa mengindahkan nilai-nilai manusiawi lain. Tindakan
seperti persaingan tidak sehat, monopoli, kecurangan, pemalsuan,
eksploitasi karyawan dan tidak memberikan hak karyawan.
Upaya yang dapat dilakukan dalam rangka mengembangkan
praktik bisnis etis di Indonesia dapat dilakukan melalui berbagai cara
yang elegan. Cara-cara tersebut antara lain meliputi:
1. Mengembangkan lingkungan usaha yang etis. Menurut hasil
penelitian di Korea dan Jepang, praktik bisnis yang etis sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan keluarga. Pengusaha yang
berasal dari lingkungan keluarga yang tidak etis akan

Jurnal Ombudsman - DIY | 135


Fokus 7: Refleksi Pengelolaan Tenaga…..

menghasilkan usahawan yang tidak etis pula. Etika seseorang


sangat ditentukan oleh lingkungan kelauarga orang tersebut.
Usahawan dari lingkungan keluarga yang baik dan moralis akan
menjadi usahawan etis. Intinya diharapkan dapat menyebar
kepada usahawan lain. Pemerintah dan asosiasi pengusaha
dapat membantu menciptakan lingkungan usaha yang kondusif
menuju peningkatan etika dan moral usaha di Indonesia.
2. Menciptakan kredo perusahaan yang etis dan moralis. Peranan kredo
perusahaan yang diwujudkan dalam bentuk corporate value,
nilai-nilai falsafah perusahaan yang tercermin dalam visi dan
misi bisnis dimaksudkan untuk selalu mengingatkan pimpinan
perusahaan dan seluruh staf terhadap etika dan moral dalam
bisnisnya.
3. Mengembangkan etika melalui pendidikan manajemen. Pendidikan
dan latihan manajemen dapat menjadi sarana yang baik dalam
peningkatan etika usaha di perusahaan. Di sini perlu ditekankan
bahwa justru pengusaha yang etis dan moralis akan dapat
langgeng dalam jangka panjang.

Daftar Pustaka
Caccese, Michael,S. (1997). Ethics and Financial Analyst. Journal of
Financial Analysis, Januari/February

Caza, A., Barker, B. A., & Cameron, K. S. (2004). Ethics and ethos: The
buffering and amplifying effects of ethical behavior and virtuousness.
Journal of Business Ethics, 52(2), 169-178.

Keraf, A.S. (1998). Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta:


Kanisius.

Lee, Chong Yeong dan Yoshihara, Heideki, (1997). Business Ethics of


Korea and Japanese Manager. Journal of Business Ethics16: 7-21

136 | Jurnal Ombudsman - DIY


Fokus 7: Refleksi Pengelolaan Tenaga…..

Lembaga Ombusdman DIY (2017), Laporan Monitoring dan Evaluasi


Aduan LO DIY 2014. 2017, Yogyakarta.

Lennick, D., & Keil, F. (2005). Moral Intelligence: Enhanching Business


Performance and Leadership Success. Philadelphia: The Wharton
School and Pearson Education.

Piercy, N. F., & Lane, N. (2007). Ethical and moral dilemmas associated with
strategic relationships between business-to-business buyers and sellers.
Journal of Business Ethics, 72(1), 87-102. Retrieved May 14, 2014,
from doi:http://dx.doi.org/10.1007/s10551-006-9158-6.

Sutrisna, D. (2010). Etika Bisnis: Konsep Dasar Implementasi dan Kasus.


Bali: Udayana University Press.

Svensson, G., & Wood, G. (2011). A Conceptual Framework of Corporate


and Business Ethics Across Organizations. The Learning
Organization, 18(1), 21-35.

Undang-Undang No. 13 tahun 2003.

Jurnal Ombudsman - DIY | 137


Biodata

Anggota, Asisten dan Staf LO DIY


1. Wijaya Kusuma, MH.
Kelahiran Palembang pada 02 November 1974 merupakan
alumni dari Fakultas Hukum UAD (S1) dan Program Pasca
Sarjana Fakultas Hukum UII (S2). Pengalaman organisasi pernah
menjabat sebagai Direktur FKPHI (Forum Kajian Politik dan
Hukum Indonesia), Anggota HMI, Banom Jatman Syu’biyah
Kota Yogyakarta. Pengalaman kerja sebagai advokat sampai
sekarang dan Kabid HUMAS PKBH UAD. Menjabat komisioner
Lembaga Ombudsman DIY (LO DIY) periode tahun 2015-2018
sebagai Wakil Ketua Bidang Pembinaan dan Pengembangan
Usaha Swasta.
2. Dhenok Panuntun TA., M.H
Lahir di Lampung Selatan tanggal 21 Januari 1987. Di Lembaga
Ombudsman Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai
Asisten Kelompok Kerja Bidang Penanganan Laporan sejak
tahun 2010 hingga tahun 2015. Alumni S-1 Ilmu Hukum
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan sudah selesai
menempuh pendidikan S-2 Ilmu Hukum di Universitas Islam
Indonesia (UII). Saat ini di Lembaga Ombudsman Daerah
Istimewa Yogyakarta (LO DIY) sebagai Asisten Bidang
Penelitian, Pengembangan dan Hubungan Kelembagaan.
3. Sugeng Raharjo, ST.
Lahir di Yogyakarta pada 28 Juni 1980. Menempuh pendidikan
dasar hingga pendidikan tinggi di Yogyakarta. Studi terakhir
yang ditempuh di S1 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik

138 | Jurnal Ombudsman - DIY


Biodata

Universitas Gadjah Mada. Semenjak menempuh studi di bangku


kuliah, sudah menaruh perhatian dan ketertariakan lebih pada
entrepreneurship dan etika bisnis. Bergabung di Lembaga
Ombudsman Swasta Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun
2010 dan saat ini di Lembaga Ombudsman Daerah Istimewa
Yogyakarta (LO DIY) bertugas sebagai Asisten Bidang
Penanganan Laporan.
4. Yustina Setiarini, S.Tp
Akrab dipanggil Rini lahir di Magelang 5 September 1985. Ibu
satu orang anak ini, menyelesaiakan pendidikan S1 di Fakultas
Teknologi pangan UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG.
Sejak mahasiswa aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa
Universitas, dan menjadi salah satu mahasiswa berprestasi pada
tahun 2008 di UNIKA Soegijapranata. Pernah bekerja sebagai
quality control di pabrik kecap, saus dan sirup Sukasari,
Manager MUP Sports Café dan bagiaan SWK PT. Tata Lestari
Rimba Buana. Bergabung dengan Lembaga Ombudsman Swasta
(LOS) DIY pada tahun 2012. Saat ini, di Lembaga Ombudsman
Daerah Istimewa Yogyakarta (LO DIY) bertugas sebagai Asisten
Bidang Sosialiasi, Kerjasama dan Penguatan Jaringan.
5. Ary Daniyuliati, S.H.
Lahir di Kulon Progo tanggal 11 Juli 1985. Pada saat di Lembaga
Ombudsman Daerah DI Yogyakarta (LOD DIY) sebagai Asisten
Bidang Sosialisasi dan Penguatan Jaringan Periode 2012-2015.
Lulusan S-1 Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah. Sebelum di LOD DIY riwayat pekerjaan
adalah sebagai pengelola Jurnal Media Hukum UMY (2008-2012)
dan Asisten Dosen Diklat LAB Hukum FH UMY, saat ini di
Lembaga Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta (LO DIY)
sebagai Asisten Bidang Monitoring dan Evaluasi.

Jurnal Ombudsman - DIY | 139


Biodata

6. Rr. Anna Sekar W., S.H.


Lahir di Sleman, 21 Januari 1985. Pada saat bergabung di
Lembaga Ombudsman Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta
(LOD DIY) sebagai asisten kelompok kerja bidang penanganan
laporan. Lulusan S1 Fakultas Hukum UGM dan masih
menempuh Pendidikan S2 Magister Ilmu Hukum UGM, saat ini
di Lembaga Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta (LO
DIY) sebagai Asisten Pelayanan dan Investigasi.
7. Nurul Luthfiana Shinta Arifin Putri, S.IP.
Ibu satu anak yang biasa dipanggil Shinta ini lahir di Sleman 19
Mei 1989, dan merupakan lulusan S1 Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik Jurusan Hubungan Internasional di UPN Veteran
Yogyakarta. Sebelum bergabung di Lembaga Ombudsman DIY
pernah bergabung dengan Kementrian Pekerjaan Umum Daerah
Istimewa Yogyakarta sebagai pegawai kontrak dari tahun 2012 –
2015, dan juga bergabung di Konsultan Pajak di Yogyakarta dari
tahun 2014 – 2016. Mulai bulan Agustus 2016 bertugas sebagai
Asisten Bidang Sosialisasi, Kerjasama dan Penguatan Jaringan.
8. Hana Amelia Winarno, S.E.
Lahir di Kota Gudeg Yogyakarta pada tanggal 24 September
1991. Bergabung dengan Lembaga Ombudsman DIY pada April
2015 sampai sekarang sebagai Staf Keuangan berhubungan
dengan keterampilannya sebagai lulusan Ekonomi Jurusan
Akuntansi di Akademi Akuntansi (D3) pada tahun 2013
kemudian melanjutkan/ekstensi di Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi YKPN (S1). Sebelum bergabung dengan Lembaga
Ombudsman DIY pernah menjadi Asisten Dosen Perpajakan di
Akademi Akuntansi YKPN dari tahun 2013 sampai dengan
tahun 2015.

140 | Jurnal Ombudsman - DIY


Biodata

9. Lilis Prihati Ningrum, S.Pd


Lilis Prihati Ningrum, S. Pd. Lahir di Sleman tanggal 12 Januari
1993 adalah alumnus Universitas Negeri Yogyakarta Jurusan
Pendidikan Akuntansi lulusan tahun 2014. Bergabung dengan
Lembaga Ombudsman DIY pada November 2015 sampai
sekarang sebagai staff keuangan. Sebelum bergabung di
Lembaga Ombudsman DIY pernah bekrja sebagai staff
keuangan di PT. K24 Indonesia pada tahun 2014-2015.
10. Lina Rohani, S.S
Lahir di Gunungkidul pada 01 Februari 1989 dan merupakan
lulusan S1 Sastra Indonesia Universitas Negeri Yogyakarta.
Mulai bergabung di Lembaga Ombudsman DIY sejak Oktober
2015 sebagai staf sekretaris.
11. Ikhsanudin Muchlis, S.Sos
Lahir di Wonogiri, 30 Juni 1995 dan merupakan lulusan S1 Ilmu
Administrasi Negara, Universitas Negeri Yogyakarta pada
tahun 2017. Mulai bergabung di Lembaga Ombudsman DIY
sejak bulan April tahun 2017 sebagai staf administrasi dan
umum. Sebelum bergabung di Lembaga Ombudsman DIY telah
aktif di beberapa organisasi nirlaba.
12. Anwar Masduki, M.A
Lahir di Cilacap, 30 April 1986, adalah Asisten LOD DIY bidang
Penelitian dan Pengembangan (Litbang). Lulusan S1 Jurusan
Sosiologi/Sosiatri di FISIPOL Universitas Darul Ulum Jombang
tahun 2008 ini baru saja menyelesaikan studi masternya pada
bulan April 2014 di Center for Religious and Cross-cultural
Studies (CRCS), Sekolah Pascasarjana UGM. Sebelum bergabung
di LOD DIY, pernah menjadi Asisten Riset bidang media massa
di CRCS UGM 2011-2013 dan staf pengajar di Pesantren Aswaja
Nusantara, Mlangi, Sleman dan pernah menjadi researcher

Jurnal Ombudsman - DIY | 141


Biodata

fellow selama 2,5 bulan di Asia Research Institute (ARI),


National University of Singapore (NUS) tahun 2013. Di Lembaga
Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta (LO DIY) bertugas
sebagai Staf Penanganan Aduan.
13. Juni Triwahyu.
Lahir di Sleman 2 Juni 1987. Posisinya sebagai Staff
Administrasi Lembaga Ombudsman Daerah DIY (LOD DIY)
berhubungan dengan keterampilannya sebagai lulusan Teknik
Informatika Universitas Teknologi Yogyakarta. Pria yang juga
lulusan Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan Prodi
Kebijakan Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta ini penah
bergabung di LIMUNY (Layanan Internet Mahasiswa UNY)
sebelum akhirnya bekerja di LOD DIY (periode 2012-2015). Saat
ini, di Lembaga Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta
bertugas sebagai Staf IT.

Penulis
1. Mohammad Saleh Tjan.
Lahir di Tobelo tanggal 20 Februari 1969. Memiliki pengalaman
pekerjaan di berbagai tempat antara lain sebagai Direktur
Cabang PT Ikhlas BS dan Direktur CV Adhi Putra. Pengalaman
organisasi sebagai Ketua PW Pemuda Muhamadiyah DIY, Ketua
LHSK PW Muhamadiyah DIY dan Wakil Ketua DPD KNPI DIY.
Alumni dari Universitas Ahmad Dahlan Fakultas Pendidikan
dan Fakultas Hukum. Menjabat Komisioner Lembaga
Ombudsman DIY (LO DIY) periode tahun 2015-2018 sebagai
Wakil Ketua Bidang Aparatur Pemerintah Daerah.
2. Drs. Idham Ibty, M.AP
Lahir di Jepara pada 19 September 1964. Alamat Jl. Wonotawang
RT 09 DK II Ngentak Bangunjiwo Kasihan Bantul Yogyakarta.

142 | Jurnal Ombudsman - DIY


Biodata

Penulis menempuh pendidikan Strata 1 pada Jurusan Adab


(Sastera & Sejarah Kebudayaan Islam) IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta lulus pada tahun 1989. Penulis melanjutkan jenjang
pendidikan Strata 2 Magister Administrasi Publik di UGM lulus
pada tahun 2004. Penulis kembali mendalami bidang
administrasi negara dengan kembali mengambil jenjang
pendidikan Strata 1 Jurusan Administrasi Negara di Universitas
Widya Mataram lulus pada tahun 2010. Sampai dengan saat ini
Penulis tengah menempuh jenjan pendidikan Strata 3 Jurusan
Manajemen & Kebijakan Publik UGM. Selain jenjang pendidikan
formal Penulis juga mengikuti berbagai pelatihan maupun
kursus. Pada tahun 1986 mengikuti Kursus Manajemen
Konsultan Pengembang Usaha Kecil Menengah Indonesia.
Tahun 1998 mengikuti Seminar-Workshop and Field Training on
Small Medium Enterprise Development in Taiwan for ASEAN
Contries. Tahun 1999 mengikuti Training and Workshop on
Human Security & Regional Development. Pada tahun 2002
mengikuti Training for Completed Facilitator on Toolkits of
Organizational Capacity Assessment. 2004 mengikuti Workshop
on practitioner knowledge sharing and learning for value chain
of business development services. Masih di tahun yang sama
Penulis mengikuti Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat
Pedesaan. Pada 2005,2007 mengikuti workshop on public service
and bureaucracy reform Program Cycle Management. Tahun
2009 mengikuti Training & Workshop on Regulatory Mapping
and Regulatory Impact Assessment. Tahun 2010 mengikuti
Workshop on Lesson learnt & best practices of UPIK
(Yogyakarta Local Government Office for Information and
Public Complaint Services) and Local Ombudsman in Yogya
Special Region. Pada 2012 mengikuti Global Enterpreneurship

Jurnal Ombudsman - DIY | 143


Biodata

program for Indonesia: Seminar-trainingworkshop-Leadership


Forum. Pada 2014 Project Management Professional Course.
Penulis memiliki riwayat pekerjaan sebagai konsultan Bantuan
teknis pengembangan kapasitas UPIK (Unit Pelayanan Informasi
dan Keluhan Masyarakat Kota Yogyakarta), sebagai konsultan
Regulatory Impact Assessment untuk perizinan di Kota
Yogyakarta, dan Semarang di The Asia Foundation-PKPEK,
sebagai program manager Consultant for governing local sector
law & policy di ADB/IRM, sebagai Program Manager Integrated
Civil Service Reform di UNDP/Partnership for Governance
Refortm in Indonesia, sebagai Regional Manager of PGR
Partnership for Governance Reform in Indonesia di
UNDP/Partnership for Governance Reform in Indonesia, sebagai
konsultan Performance Evaluation on Public Services in
Yogyakarta Special Region pada DPM-Men PAN, sebagai Wakil
Rektor UP45 pada Agustus 2013-Juli 2015, sebagai Dekan
Fakultas Isipol UP45 pada June 2013-Juli 2017. Penulis juga aktif
dalam berbagai organisasi, pada tahun 1999-2002 sebagai Ketua
Komite Eksekutif Yayasan PKPEK-Perkumpulan Kajian dan
Pengembangan Ekonomi Kerakyatan, pada tahun 2001-2004
sebagai Sekretaris Badan Pengurus Forum LSM se-DIY, pada
periode tahun 2009-2013-2017 sebagai Ketua Dewan Penyantun
Yayasan Bangunjiwa, pada periode tahun 2013-2017 sebagai
KetuA Badan Pengawas Yayasan PKPEK-Perkumpulan Kajian
dan Pengembangan Ekonomi Kerakyatan, pada periode tahun
2014-2018 sebagai Ketua Badan Pengawas Yayasan PADI-
Partnership and Alliance for Development in Indonesia.
3. Sutrisnowati, S.H., M.H., M.Psi
Lahir di Boyolali, 18 Juni 1976 dan merupakan alumni Fakultas
Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta (S1), dan

144 | Jurnal Ombudsman - DIY


Biodata

Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum UII (S2) serta Program


Pasca Sarjana Fakultas Psikologi UAD (S2). Sejak mahasiswa
aktif berorganisasi dan memiliki pengalaman panjang
berkecimpung pada isu-isu perempuan dan Anak di LSPPA
Yogyakarta. Sebagai salah satu bentuk komitmen pada isue
perlindungan perempuan dan anak, 2 (dua) buah tesis magister
mengambil tema perlindungan perempuan korban kekerasan.
Aktivitas sebagai pegiat perlindungan perempuan dan anak
dilakoninya dengan menjadi pendamping, narasumber,
fasilitator, konsultan, dan tim drafter kebijakan hingga saat ini.
Selain sebagai pegiat perempuan dan anak, juga sebagai
pengajar di beberapa universitas swasta di Yogyakarta.
Menjabat Komisioner Lembaga Ombudsman DIY (LO DIY)
periode 2015-2018 sebagai Ketua.
4. Hanum Aryani, S.H
Lahir di Temanggung pada 24 Januaru 1977. Merupakan alumni
dari D3 Fakultas Ekonomi UGM yang kemudian dilanjutkan
mengambil S1 di Fakultas Hukum UGM. Saat ini sedang
menempuh S2 Hukum Kenotariatan di Universitas Islam
Indonesia. Memiliki pengalaman kerja di Lembaga Ombudsman
sejak awal menjadi Asisten di Lembaga Ombudsman Swasta
DIY, kemudian terpilih menjadi Komisioner di Lembaga
Ombudsman DIY periode 2015-2018 dan menjabat sebagai Ketua
Bidang Pelayanan dan Investigasi.
5. Hartoto Adi Mulyo, S.Pi.
Lahir di Magelang 03 Juni 1984 merupakan alumni Fakultas
Pertanian Jurusan Perikanan UGM. Pengalaman pekerjaan
sebagai Officer Staf Techcomindo (2007-2009), Admin di PT.
Mega Auto Central Finance Head Office Operational
Administration Control (2009-2010), Micro Credit Officer pada

Jurnal Ombudsman - DIY | 145


Biodata

Bank Mandiri Magelang, Kepala Logistik dan Administrasi CV.


Pasific Harvest, Patnership in Production with PT Heinz ABC
and PT Jakaranatama, Koordinator dan Konsultan PT Berkah
Mulia Mandiri Export. Selain itu memiliki pengalaman
organisasi sebagai anggota KIR dan UKM KMIP. Sebagai
koordinator Pekan Olahraga Asosiasi Perusahaan Pembiayaan
Indonesia tahun 2010, sebagai Koordinator PT Mega Auto
Central Finance (Head Office) dan Coordinator of PARA
MERDEKA CT Corp PT Mega Auto Central Finance. Alamat
email: hartoto.adi@gmail.com. Menjabat Komisioner Lembaga
Ombudsman DIY (LO DIY) periode tahun 2015-2018 sebagai
Ketua Bidang Monitoring dan Evaluasi.
6. Mohammad Imam Santoso, S.IP
Kelahiran Jakarta pada 15 Oktober 1977 dan merupakan alumni
dari Fakultas Fisipol UNDIP Semarang. Pengalaman pekerjaan
pernah menjabat sebagai Koordinator Area PNPM Mandiri
tahun 2001-2014. Aktif berorganisasi di HMJ Ilmu Pemerintahan
Fakultas Fisipol UNDIP, menjadai anggota SEMA Fisip UNDIP
dan sebagai Dewan Sekolah SD Samawi di Bantul. Menjabat
sebagai komisioner Lembaga Ombudsman DIY (LO DIY)
periode tahun 2015-2018.
7. Dr. Nur Wening, S.E., M.Si., CHRA
Lahir di Bantul tangga 25 Juli 1971. Saat ini menjadi tenaga
pengajar di Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY).
Sebelumnya Penulis menjadi pengajar di STIE Widya Wiwaha
Yogyakarta. Beliau alumnus Program Doktor Ilmu Ekonomi FE
Universitas Sebelas Maret (UNS) dengan judul disertasi “Aplikasi
Knowledge Sharing pengaruhnya pada individual performance dalam
perusahaan”. CHRA didapat dari Certified Human Resource
Analysis from American Academy of Project Management

146 | Jurnal Ombudsman - DIY


Biodata

(AAPM). Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia


Jurusan Manajemen Perusahaan dan magister FE Universitas
Gadjah Mada Program Magister Sains (MSi) Konsentrasi MSDM
ini aktif melakukan penelitian. Di antaranya berjudul Analisis
Kualitas Produk (Skripsi), Impact Of Restructuring To Job
Satisfaction, Organization Commitment, and Turnover Intention
(Tesis).
Hasil penelitiannya di antaranya Persepsi Konsumen Terhadap
Rumah Sakit Swasta di Yogyakarta (2004), Analisis Posisioning
Koran Kedaulatan Rakyat diantara Koran Harian di DIY dan
Jawa Tengah (2004), Analisis Brand Awareness Produk (2005),
Dampak Restrukturisasi, Job Insecurity, Kepuasan Kerja,
Komitmen Organisasi terhadap Intensi Turnover (2005),
Pengaruh Relijiusitas terhadap Komitmen Organisasi, Kepuasan
Kerja dan Produktivitas (2006), Konflik Antara Pekerjaan Dan
Rumah Tangga Pada Wanita Bekerja (2007), Analisis Adopsi
Calon Pemilih Partai Politik di Kab Bantul (2010), Perilaku
Knowledge Sharing Pada Dosen Perguruan Tinggi Di
Lingkungan Kopertis V Yogyakarta (2013), Peran Knowledge
Sharing Pada Perusahaan Keluarga: Pengaruh Distributive
Justice Pada Kinerja Individual (2013), Aplikasi Knowledge
Sharing pada Bisnis Keluarga (2014). Menjabat Komisioner
Lembaga Ombudsman DIY (LO DIY) sebagai Ketua Bidang
Penelitian, Pengembangan dan Hubungan Kelembagaan.

Jurnal Ombudsman - DIY | 147

Anda mungkin juga menyukai