SKRIPSI
“Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”
Oleh :
NIM S10048
SURAKARTA
2014
i
ii
SURAT PERNYATAAN
S10048
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan
penulis mendapat bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta
4. Ibu Ns. Maria Wisnu Kanita S. Kep selaku pembimbing pendampingyang telah
5. Seluruh staf pengajar dan akademik Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma
6. Bapak Zaimin dan ibu Puji, orang tua penulis yang selalu memberikan dukungan
dan doa kepada penulis serta selalu memberikan motivasi kepada penulis.
iv
7. Keluarga besar yang selalu menyayangi dan mempercayai penulis, serta selalu
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu dalam penyusunan skripsi
ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan dan
kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan dari berbagai
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
vi
2. Tujuan dan Fungsi Komunikasi ....................................... 11
1. Pengertian ......................................................................... 21
1. Pengertian ......................................................................... 31
4. Penatalaksanaan ................................................................ 33
vii
3.5 Teknik PengumpulanData ............................................................... 37
viii
5.1.2 Efek Komunikasi Terapeutik ................................................ 86
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
DAFTAR SINGKATAN
xiii
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2014
xiv
BACHELOR DEGREE PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA SCHOOL OF HEALTH OF SURAKARTA
2014
ABSTRACT
Intensive Care Unit is equipped with special equipment for observation, care,
and therapy of clients suffering from acute diseases, injuries, and difficulties that
threaten their life or are potential to threaten their life with prognosis dubia. Intensive
Care Unit is an independent part of hospital with special and reversible staffs. One of
its functions is for cardiovascular disease clients. Nurses in caring clients shall use
therapeutic communication. The objective of this research is to investigate the role of
therapeutic communication for the cardiovascular disease clients at Intensive Care
Unit.
This research used the descriptive qualitative method with the case study
design. The samples of the research were cardiovascular clients at the Intensive Care
Unit of Dr. Soehardi Prijonegoro Local General Hospital of Sragen.
The result of the research shows that the nurses use therapeutic
communication and interact with the clients. From the communication and
interaction, it is known that the therapeutic communication help the process of non-
medical recovery of the cardiovascular disease clients at the unit.
Thus, it can be concluded that the nurses and the sub-unit of therapeutic
communication have done therapeutic communication with the cardiovascular
disease clients at the Intensive Care Unit of Dr. Soehardi Prijonegoro Local General
Hospital of Sragen. As a result, the therapeutic communication done by the nurses is
effective to help the cardiovascular clients to get recovered.
xv
BAB I
PENDAHULUAN
Intensive Care Unit adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri,
dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk
Pada saat ini ICU modern tidak terbatas menangani pasien pasca bedah
atau ventilasi mekanik saja, namun telah menjadi cabang ilmu sendiri, yaitu
ginjal dan lain-lainnya baik pada pasien dewasa atau pasien anak-
Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian 36 juta penduduk dunia atau
64% dari seluruh kematian global. Penyebab kematian PTM didominasi oleh
1
2
juta. Setengah kematian pada PKV terjadi pada usia <60 tahun, 83% diantaranya
meramalkan pada tahun 2030 kematian akibat PKV akan mencapai 23,6 juta,
tentu saja kondisi ini akan membawa beban yang lebih besar lagi (Rilantono Lily
2013).
diabetes militus (5,7%), tumor (5,7%), penyakit hati (5,2%), dan penyakit
saluran nafas bawah (5,1%). Namun perlu diingat bahwa hipertensi dan diabetes
adalah faktor resiko antar PKV, yang umumnya menyebabkan kematian melalui
infark miokard, gagal jantung dan stroke atau gagal ginjal (Rilantono Lily 2013).
Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
SulawesiBarat.
Unit dirasakan sangat menakutkan bagi pasien karena dikelilingi oleh alat-alat
yang tampak asing, seperti monitor yang mengeluarkan bunyi yang berulang-
setiap saat sehingga pasien menganggap akan menjadi objek dari semua
berdaya, keadaan ini tidak memiliki objek yang spesifik, dialami secara
penting atau terjadinya peristiwa buruk dari kondisi yang ada sekarang. Kondisi
muncul pada kelompok gejala perasaan cemas (2,6%) dan gangguan kecerdasan
(2,6%). Gejala perasaan cemas meliputi firasat buruk, takut akan pikiran sendiri,
dan mudah tersinggung. Gejala gangguan kecerdasan meliputi daya ingat buruk,
kelompok gejala gangguan tidur (28,2%). Gejala ini muncul akibat perasaan
berupa sukar memulai tidur, terbangun malam hari, tidak pulas, mimpi buruk
perasaan cemas (35,9%) dan gejala urogenital (35,9%) yang ditandai sering
muncul pada respon kecemasan adalah munculnya gejala perasaan cemas yang
psikologis dan fisiologis dari kecemasan yang timbul akibat adanya stresor dan
ancaman integritas biologis dan konsep diri. Dari kelompok gejala yang muncul
Nurkholis 2008).
berinteraksi selama 24 jam penuh, disini peran perawat dalam proses komunikasi
pada evaluasi yang semuanya itu bisa dicapai dengan maksimal apabila terjadi
proses komunikasi yang efektif dan efisien. Hubungan take and give antara
al 2009).
komunikator yang efektif dan setiap perawat mempunyai tanggung jawab untuk
Sragen.
Dari uraian latar belakang diatas dapat dibuat rumusan masalah sebagai
berikut :
2.1 Mengapa komunikasi terapeutik berperan dalam proses terapi pada pasien
gangguan kardiovaskuler?
2.2 Bagaimana teknik komunikasi terapeutik yang dapat memberi terapi pada
berperan dalam proses terapi pada pasien, maka komunikasi terapeutik dapat
pasien.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Komunikasi
antara dua orang atau lebih. Komunikasi berasal dari kata communico
Rohani 2013).
10
11
2009) .
diri.
3. Unsur-unsur Komunikasi
4. Tipe Komunikasi
5. Bentuk Komunikasi
(Abdul et al 2009).
tujuan interaksi.
16
empat yaitu:
bersama pasien.
pertemuan selanjutnya.
17
merencanakan lokasi/tempat.
sikap yang tepat dan benar saat bertemu dengan pasien. Hal-hal
menetapkan kontrak.
perpisahan.
18
1) Kontertransfereris.
2) Pelanggaran batas.
3) Pemberian hadiah.
1. Pengertian
yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cidera
2. Ruang Lingkup
a. ICU Primer
keluar
jantung paru
per shift
dan fisioterapi
b. ICU Sekunder
dari fisioterapi
isolasi
c. ICU Tersier.
care atau dokter ahli konsultan intensive care yang lain, yang
dan fisioterapi
1) Pasien Prioritas I
2) Pasien Prioritas 2
dasar jantung, paru atau ginjal akut dan berat atau yang telah
27
3) Pasien Prioritas 3
Medik 2006).
1) Pasien Prioritas 1
pasien dengan tiga atau lebih gagal sistem organ yang tidak
2) Pasien Prioritas II
a) Prioritas I
b) Prioritas II
c) Prioritas III
2006).
dengan konsisten
serta diikuti oleh nilai etik dan legal dalam memberikan asuhan
keperawatan.
i. Berfikir kritis
m. Inovatif.
1. Pengertian
asam amino dan elektrolit), hormon dan lain-lain ke sel-sel tubuh serta
(Karson 2012).
antara lain, nyeri dada, sesak nafas, edema dan ansietas, rasa lelah,
4. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan farmakologi
b. Penatalaksanaan keperawatan
c. Penatalaksanaan bedah
2012).
Kecemasan Komunikasi
Klien Terapeutik
Mempercepat
proses
penyembuhan
non medis
METODOLOGI PENELITIAN
atau desain “Case Study” yang menggunakan sampel pasien dengan penderita
berinteraksi dengan pasien, dan dari komunikasi serta interaksi tersebut dapat
35
36
(Sutopo 2006).
Adapun jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1. Informan
penelitian ini peneliti memilih informan yaitu pasien yang berada di Ruang
peneliti, tetapi informan bisa lebih memilih arah dan selera dalam
3. Observasi
Sragen.
37
untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, aktivitas,
perilaku, tempat atau lokasi dan benda serta rekaman gambar. Beragam
benda atau alat sederhana yang terlibat dalam suatu peristiwa atau kegiatan
4. Dokumen
suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Sumber yang telah yang disebutkan
adalah rekaman tertulis, namun juga bisa berupa gambar atau benda
peninggalan (Sutopo 2006). Pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan
data yang disebutkan diatas, karena di penelitian ini cara pengambilan data
mengikuti alur dan prosedur yang sudah ditetapkan diatas. Yang pertama
1. Wawancara mendalam
jawab lisan yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari
(Fatoni 2006).
38
2. Observasi
keadaan atau perilaku objek sasaran (Fatoni 2006). Menurut Sutopo (2006)
observasi dibagi menjadi dua yaitu tak berperan dan observasi berperan.
tidak mengetahui oleh subjek yang diamati. Disini peneliti benar-benar tidak
Dr. Soehardi Prijonegoro Sragen. Pada hal ini yang perlu diamati adalah
39
3. Analisis dokumen
tertulis merupakan sumber data yang memiliki posisi penting dalam peneliti
kualitatif (Sutopo 2006). Pada penelitian ini sumber data dokumen diperoleh
dari buku dan jurnal mengenai peran komunikasi terapeutik di ruang ICU.
data sesuai dengan sifat peneliti yang lentur dan terbuka, pilihan informan dan
dicatat dalam kegiatan penelitian, harus diusahakan bukan hanya untuk kedalam
dan kemantapannya tetapi juga bagi kemantapan dan kebenarannya. Oleh karena
itu setiap peneliti harus bisa memilih dan menentukan cara-cara yang tepat untuk
Dalam penilitian kualitatif terdapat beberapa cara yang bisa dipilih untuk
1. Triangulasi Sumber
tersedia. Artinya, data yang sama atau sejenis akan lebih mantap
kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda. Dengan
demikian apa yang diperoleh dari sumber yang satu, bisa lebih teruji
dari sumber lain yang berbeda, baik sumber sejenis atau sumber yang
berbeda jenisnya.
2. Triangualsi Metode
pengumpulan data yang berbeda dan bahkan lebih jelas untuk diusahakan
41
informasinya.
3. Triangulasi Peneliti
validitasnya dari beberapa peneliti yang lain. Dari pandangan dan tafsir
berhasil digali dan dikumpulkan yang berupa catatan dan bahkan sampai
pendapat yang pada akhirnya bisa lebih memantapkan hasil akhir penelitian.
4. Triangulasi Teori
perspektif lebih dari suatu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji.
suatu teori khusus yang digunakan sebagai fokus utama dari kajianya
sedcara lebih mendalam dari pada teori yang lain juga yang digunakan
(Sutopo 2006).
42
induktif yaitu teknik analisis yang tidak dimaksudkan melihat atau membuktikan
suatu prediksi atau suatu gambaran hipotesis penelitian, tetapi simpulan dan teori
yang dihasilkan terbentuk dari data yang dikumpulkan. Sifat analisis induktif
induktif yang digunakan adalah teknik analisis interaktif, yaitu setiap data yang
diperoleh dari lapangan selalu diinteraksikan atau dibandingkan dengan unit data
yang lain (Sutopo 2006). Adapun model analisis interaktif ini digambarkan
Pengumpulan data
Penarikan kesimpulan
atau verifikasi
BAB IV
Tengah. Didirikan pada tahun 1958 dengan klasifikasi tipe D. Tahun 1995
1999 RSU menjadi C swadana yang tertuang dalam Perda Nomor 7 Tahun
1999. Dan Kini RSUD Soehadi Prijonegoro Sragen telah menjadi rumah sakit
Melati. Ruangan ICU dan ICCU dibatasi dengan sebuah pintu yang selalu
di ruang ICU dan empat kamar terletak di ruang ICCU. Ruang ICU terlihat
44
memiliki sekat sebuah tirai yang digunakan sebagai sekat dari setiap tempat
pengunjung atau keluarga pasien memiliki batas jam besuk, pagi pukul 10.00-
13.00 WIB dan sore hari pukul16.00-19.00 WIB. Suhu ruangan di ruang
ICU/ICCU terasa sejuk, selain itu setiap pengunjung dan petugas medis
Sragen merupakan rumah sakit tipe B dan memiliki angka kejadian pasien
yang terdiri dari lima orang, yaitu tiga orang perempuan dan dua orang laki-
laki. Rentang usia dari pasien penelitian ini berkisar 50-65 tahun. Gangguan
kardiovaskuler yang dialami oleh pasien antara lain adalah Infark Miokard
Akut (IMA) sebanyak dua pasien, Chest Pain (nyeri dada / CP) sebanyak dua
orang dan Sinus Ventrikel Takikardi (SVT). Tingkat pendidikan dari pasien
45
adalah tiga orang lulusan SD/sederajat dan dua orang tidak sekolah. Lama
perawatan yang dijalani oleh pasien kurang lebih dua sampai empat hari,
1. Pasien 1 (P1)
ICU/ICCU pada tanggal 22-24 April 2014, dirawat selama tiga hari
dan nyeri dibagian dada sebelah kiri. Pendidikan terakhir Ny. Dn adalah
SD/derajat.
2. Pasien 2 (P2)
ruang ICU/ICCU mulai tanggal 23-26 April 2014, dirawat selama empat
hari dengan keluhan sesak nafas, dada terasa nyeri dan pusing. Pendidikan
3. Pasien 3 (P3)
ICU/ICCU mulai tanggal 23-25 April 2014, dirawat selama tiga hari
dengan keluhan sesak nafas, pusing, nyeri dada dan sedikit merasa mual.
4. Pasien 4 (P4)
46
medis menderita chest pain (CP/nyeri dada). Ny. Sr masuk pada tanggal 1-
keluhan dada sesak, nyeri dada sebelah kiri dan sesak nafas. Pendidikan
5. Pasien 5 (P5)
ICU/ICCU mulai tanggal 2-5 Mei 2014 dirawat selama empat hari dengan
keluhan sesak nafas, dada ampek, lemah, nyeri dada kiri tembus
lebih mudah dipahami dan dilihat oleh pembaca terlihat pada tabel berikut
ini :
Jenis Lama
Usia Diagnosa Pendidikan Keluhan
kelamin dirawat
P1 50 P IMA SD 3 hari dada terasa
Th ampek dan
nyeri dibagian
dada sebelah
kiri
P2 54 P SVT SD 4 hari sesak nafas,
Th dada terasa
nyeri dan
pusing
P3 63 L CP Tidak 3 hari sesak nafas,
Th sekolah pusing, nyeri
dada dan
sedikit merasa
mual
47
1. Tahap pra-interaksi
Perawat 1 :
pra-interaksi selalu dilakukan di ruang ICU/ICCU biasanya dilakukan
setiap pagi dan saat pergantian shift. Setiap pagi sebelum aktivitas selalu
diawali dengan doa bersama dan penyampaian informasi mengenai jumlah
pasien, kondisi pasien, serta terapi yang diberikan dan informasi lain.
Perawat 2 :
tahap pra-interaksi selalu kita lakukan, biasanya saat berganti jaga,
perawat akan memberi tahu pada perawat yang bertugas bahwa ada pasien
yang baru masuk serta bagaimana kondisinya, dari situ kita biasa paham
kondisi pasien dan hal apa yang harus dilakukan.
Perawat 3 :
sebelum melakukan tindakan kepada pasien biasanya perawat melihat
terlebih dahulu status pasien dan diagnosanya agar tindakan yang
diberikan sesuai dengan keadaan pasien, jadi kita harus memahami terlebih
dahulu tentang kondisi pasien.
Isi pre-confrence yang disampaikan biasanya berupa isi apel pagi dari
rumah sakit, jumlah dan kondisi pasien, terapi yang harus dijalani pasien,
pasien, baik secara kondisi dan terapi lanjutan. Informasi yang didapat dari
data yang ada maupun hasil observasi perawat pada pasien akan
hanya meliputi kondisi pasien saja, namun kondisi keseluruhan dari pasien
untuk bekerja dan tidak ada kekalutan dalam diri perawat, perawat tidak
mengenai pasien yang diberikan oleh teman sejawat yang akan bergantian
acuan dalam menangani pasien, baik dari segi kondisi pasien, perilaku,
pekerjaannya.
50
2. Tahap perkenalan
sebagai berikut :
Pasien 1 :
kenalan mbak sama perawatnya, tapi nggak semuanya paling ya beberapa
saja, kayak yang itu namanya pak Agus.
Partisipan 2 :
ada yang kenalan ada yang enggak mbak, tapi perawate ya ramah-ramah.
Pasien 3 :
kenalan mbak pas pertama masuk sini.
Pasien 4 :
perawatnya ya kenalan mbak, bilang kalau perawat disini kalau ada apa-
apa suruh bilang, nggak usah sungkan-sungkan gitu.
Pasien 5 :
perawatnya memeperkenalkan diri mbak, siapa ya namanya? Oh ya, mas
Jaya kalau nggak salah.
perkenalan dan hal tersebut mampu menjadi faktor yang membuat pasien
hanya ada beberapa saja, namun sebagian perawat telah melakukan tahap
dilakukan oleh perawat pada pasien yang baru masuk dan biasanya
tingkat kecemasan.
Perawat 1 :
ya, kalau ada pasien yang masuk ya tetep kita berikan salam pada pasien
yang sadar berkenalan dengan pasien dan keluarga pasien agar pasien dan
keluarga merasa percaya.
Perawat 2 :
pada saat pasien baru masuk biasanya perawat memperkenalkan diri dan
menyampaikan ketentuan yang ada di ruang ICU/ICCU seperti jam besuk.
Perawat 3 :
saya kira setiap pasien baru datang perawat selalu melakukan perkenalan
baik kepada pasien maupun pihak keluarga.
yang diajukan oleh peneliti. Hasil wawancara yang sama dari ketiga
wawancara yang telah dilakukan kepada pasien dan perawat. Pasien yang
pada pasien yang sadar, apabila pasien tidak sadarkan diri perawat
52
pasien maupun kepada keluarga pasien, hal ini bertujuan untuk membina
hubungan saling percaya antara perawat dan juga pasien ataupun keluarga
ataupun keluarga pasien, dari hal tersebut membuat pasien merasa nyaman
pasien maupun keluarga pasien, dari keramahan dan rasa nyaman yang
3. Tahap orientasi
Pasien 1 :
ya kalau mau disuntik gitu, perawatnya bilang. Kalau terasa sakit suruh
bilang.
Pasien 2 :
kalau mau dimandikan perawatnya bilang mbak dan tanya apa yang saya
rasakan sekarang, saya bilang keperawat kalau sudah baikan gitu mbak.
Pasien 3 :
Saya dipasang selang, yang memasang bapak perawatnya. Bapak perawat
bilang dipasang selang supaya saya tidak bangun-bangun mbak. Sebelum
dipasang bapak perawatnya tanya sama saya, mau apa enggak gitu.
Pasien 4 :
ya tanya yang dirasakan apa, ya saya bilang ini masih seseg, sakit gitu.
Kalau mau disuntik ya bilang.
Pasien 5 :
ya perawatnya tanya apa yang dirasakan, waktu dipasang darah sudah tiga
kali perawatnya bilang biar darahnya tambah.
tahap orientasi perawat menjaga privasi pasien dengan cara menutup tirai
54
tindakan yang dilakukan, seperti tujuan dilakukan suntik dan obat apa
Perawat 1 :
biasanya kita menanyakan perasaan pasien melihat kondisinya setiap dua
jam sekali selain itu pada saat pergantian shift juga. Setiap akan dilakukan
tindakan kita juga menjelaskan prosedurnya pada pasien dan nanti dampak
dari pemasangannya, misalnya penggunaan atau pemasangan kateter.
Perawat 2 :
secara langsung kita ketemu pasien pada saat sibin kita ijin dulu pada
pasien, mau nggak disibin dan juga menjaga privasi pasien. Perawat
menyampaikan tujuan dari sibin itu biar seger atau apa, sambil kita
tanyakan perasaan pasien. Bahkan pada pasien yang mengalami penurunan
kesadaran pun kita lakukan komunikasi juga.
Perawat 3 :
ya tentu kita sebelum melakukan tindakan kita bilang pada pasien dulu,
tindakan apa yang dilakukan tujuannya apa. Menanyakan bagaimana
kondisi pasien saat ini, apa masih sama atau ada perubahan.
tindakan dan efek yang akan didapat dari tindakan tersebut. Perawat juga
selalu mengobservasi kondisi pasien setiap dua jam sekali dengan cara
55
vital pasien.
saat ini.
4. Tahap kerja
56
Pasien 1 :
perawatnya baik mbak, kalau ada apa-apa bilang. Mau dimandikan juga
bilang.
Pasien 2 :
sekarang sudah baik mbak.
Pasien 3 :
kadang disuntik sakit, kadang juga tidak sakit sama sekali. Kalau sakit
diperbaiki sama perawatnya, lalu dipasang lagi supaya tidak sakit.
Pasien 4 :
ya sudah agak baik
Pasien 5 :
menurut saya perawatnya sabar-sabar, kadang saya mintai tolong untuk
memanggilkan anak saya. Saya tidak sungkan, apa yang saya rasakan saya
katakan, ya tanggapannya baik.
dan telaten. Sikap perawat yang baik membuat pasien yang merasa tidak
sebagai berikut :
57
Perawat 1 :
dalam setiap melakukan tindakan biasanya kita sambil berinteraksi dengan
pasien, tujuannya agar pasien merasa rileks dan tidak cemas, selain itu
juga mampu meningkatkan kepercayaan pasien dan keluarga. Dalam
melakukan tindakan tidak lupa kita harus melakukan sesuai prosedur yang
ada.
Perawat 2 :
jadi setiap dilakukan tindakan kita selalu melakukan pendekatan dengan
pasien, kalau di ICUkan pasien kita banyak, pada saat suntik pada saat
sibin itu secara otomatis kita berinteraksi, seperti memberikan pendidikan
kesehatan dan memberikan pengarahan-pengarahan pada keluarga pasien
pada jam besuk. Tindakan yang dilakukan perawat pun harus sesuai
dengan prosedur yang ditetapkan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan, seperti menjaga privasi pasien.
Perawat 3 :
pasien sangat merespon sekali bila kita melakukan komunikasi terapeutik
pada pasien, terutama pada saat kita melakukan tindakan keperawatan.
Dalam tindakan tidak hanya komunikasi saja tapi perawat juga harus teliti
dalam melaksanakan tindakan agar tidak berdampak buruk pada pasien
maupun perawat.
gambaran dari sikap perawat dalam melakukan tindakan dan dua pasien
Tindakan atau tahap kerja yang dilakukan perawat sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan oleh rumah sakit, selain itu pada saat melakukan
berbicara dengan nada yang lembut. Terlihat dari setiap tindakan yang
dilakukan tindakan, selain itu tindakan yang baik mampu membuat pasien
tindakan fase kerja perawat bersikap baik, sabar dan merespon yang
dirasakan pasien. Sikap yang baik dan tindakan sesuai prosedur mampu
mengatasi masalah yang ada seperti pada saat pasien mengalami kesakitan
5. Tahap terminasi
Pasien 1 :
ya sudah plong setelah disuntik mbak. Kalau sudah selesai perawatnya
bilang, terus tanya sakit apa enggak setelah disuntik, lalu disuruh istirahat.
Pasien 2 :
59
biasanya meliputi kontrak waktu, tempat serta hal apa yang akan
dan kondisi yang ada, karena diruang ICU/ICCU pasien memiliki satu
ruangan yang sama dan biasanya pasien lebih banyak beristirahat ditempat
tidur maka kontrak tempat tidak pernah disampaikan oleh perawat, kontrak
kurang merasa nyaman, selain empati yang ditunjukkan perawat ada juga
sikap ikhlas. Sikap empati dan ikhlas dalam merawat pasien membuat
ekspresi klien yang tampak tenang dalam setiap tahap perawatan yang
Perawat 1 :
setelah dilakukan tindakan perawat menanyakan perasaan pasien setelah
dilakukan tindakan, dan berpamitan.
Perawat 2 :
terminasi setelah kita melakukan tindakan itu terus kitakan juga pamit,
terus kalau dibangsal komunikasi tahap terminasinya ya nanti ada
pendidikan kesehatan berkelanjutan pada saat pasien saat pindah
kebangsal.
Perawat 3 :
setelah tahap kerja kita melakukan tahap terminasi atau berpamitan,
sebelum berpamitan biasanya kita menanyakan perasaan pasien dan hasil
dari tindakan keperawatan yang sudah dicapai contohnya kalau pas pasang
NGT, apa NGTnya sudah bisa terpasang belum, gitu.
biasanya bila sudah tidak ada tindakan yang harus dilakukan perawat
yang selesai dilakukan tindakan keperawat oleh perawat namun masih ada
menyampaikan kepada pasien bahwa setelah tindakan yang ini masih ada
pada pasien yang akan dipindah kebangsal lain karena kondisinya sudah
kondisi pasien.
1. Dimensi tindakan
Pasien 1 :
saya bilang ke perawatnya kalau saya pusing lalu langsung diberi obat
sama bu perawatnya. Disuruh minum dan buat istirahat.
Pasien 2 :
saya bertanya pada perawat kalau dada saya sudah nggak sesek dan saya
minta alatnya dilepasa saja, tapi kata bapaknya tidak boleh, katanya
kondisi saya belum stabil dan biar setabil dulu.
Pasien 3 :
kalau saya membutuhkan sesuatu saya memanggil dan minta tolong
perawat dan respon perawat juga cepat mbak.
Pasien 5:
Perawatnya tanya apa yang dirasakan, saya jawab seseg sama punggung
saya pegel-pegel. Perawatnya kadang sering ngajak ngobrol, ya jadi kalau
ada apa-apa saya tidak sungkan mbak.
63
mencegah tindakan yang tidak baik yang dilakukan pasien pada diri
merasakan dirinya lebih baik, maka perawat menjelaskan agar pasien tidak
melakukan hal yang tidak benar dan menjelaskan alasannya. Pada pasien
pengikatan tangan dan kaki menggunakan bahan aman yaitu kasa dan
sakit. Pasien yang tidak sadar biasanya perawat memantau setiap dua jam
untuk berbincang, hal ini tampak membuat pasien cukup nyaman dengan
Perawat 2 :
pasien di ruang ICU/ICCUkan jarang ditunggu keluarga karna faktor
kondisi pasien, jadi apapun kegiatan pasien dibantu oleh perawat, yang
dimaksut kegiatan itu seperti memberikan minum pada pasien, menyuapi
pasien dan bila pasien membutuhkan sesuatu perawat harus siap sedia.
Perawat 3 :
jika pasien atau keluarga pasien seumpanya tidak menginginkan tindakan
keperawatan yang diberikan maka kita sebagai perawat harus menjelaskan
terlebih dahulu manfaat dari tindakan tersebut dan akibatnya bila tidak
dilakukan.
Keluarga P3 :
apa kebutuhan suami saya perawatnya langsung membantu, perawatnya
baik jadi bisa ceput sembuh, saya merasa tenang tidak khawatir.
Pernyataan diatas didukung oleh hasil observasi yang dilakukan
peneliti, dari lima pasien yang menjawab pertanyaan ada tiga pasien yaitu
ICU/ICCU memiliki pasien dengan kondisi yang tidak stabil dan kritis,
untuk itu dalam ruang ICU/ICCU pengunjung dibatasi dan hanya boleh
pasien merasakan hal yang tidak nyaman. Perawat selalu selalu memantu
pasien baik itu pasien yang sadar ataupun yang tidak sadar agar pasien
tidak mencederai diri sendiri atau berbuat hal yang dapat menurunkan
akan mencegahnya agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Sikap
2. Dimensi respon
Pasien 1 :
katanya perawat tidak boleh memikirkan hal yang membebani dulu mbak,
banyak berdoa dan bersyukur. Disuruh rileks biar cepat sembuh. Pasien 2
:
mendapat pelayanan baik mbak, ya kalau ada apa-apa pasti bilang dulu,
mau dimandikan, mau disuntik, pipisnya yang dikantong mau di buang. Ya
jadinya merasa senang dihargai mbak.
Pasien 3 :
Ya sabar mbak, telaten, ramah.
dengan ekspresi wajah yang rileks serta tanda-tanda vital pasien mulai
pada perawat:
Perawat 2 :
Agar pasien merasa aman dan nyaman tentunya setiap prosedur kita
katakan pada pasien atau keluarga, tujuannya agar pasien percaya dan
merasa dihargai. Selain itu juga bersikap ramah, itu kewajiban perawat
tentunya.
Perawat 3 :
Ya kalau pasien kenapa-kenapa, misalnya merasa tidak nyaman kita harus
segera membantu, kan pasien disini tujuannya dirawat agar sembuh jadi
kita harus merawat dengan baik, masa sudah sakit dibiarkan saja kalau ada
apa-apa.
bersikap ramah, sopan dan selalu tersenyum pada pasien dan keluarga
Sikap perawat tersebut biasanya mampu mengubah pola pikir pasien dan
Perawat 2 :
kalau hambatan banyak, yang pertama pasti pasien jantung itukan pasien rata-
rata sudah tua banyak yang tidak istilahnya tidak konek diberitahu begini-
begini dan bilang “ya ya ya” tapi tidak mudeng, nah dari keluarganya sendiri
hambatannya kalau komunikasi terapeutik dari latar belakang keluarganya
mungkin yang dari latar belakang pendidikannya rendah bisa sajakan ora
mudeng-mudeng, kalau dari lingkungan tidak ada hambatan, wong di ICUkan
69
lain adanya penyimpangan komunikasi pada diri klien, terutama pada pasien
peneliti dapatkan adalah tingkat pendidikan dari pasien atau keluarga pasien,
terapeutik yaitu hambatan dari pasien dan keluarga, yang pertama adalah
yang rendah.
1. Tahap pra-interaksi
cara pre-conference atau pada saat bergantian shift yang bertujuan untuk
acuan dalam menangani pasien, baik dari segi kondisi pasien, perilaku,
pekerjaannya
2. Tahap perkenalan
kepada pihak pasien ataupun keluarga pasien, dari hal tersebut membuat
perawat kepada pihak pasien maupun keluarga pasien, dari keramahan dan
3. Tahap orientasi
4. Tahap kerja
5. Tahap terminasi
1. Dimensi tindakan
72
2. Dimensi respon
mengubah pola pikir pasien dan keluarga sehingga berdampak positif bagi
kesehatannya.
penyimpangan komunikasi pada diri klien dan tingkat pendidikan yang renda.
4.4 Pembahasan
1. Tahap pra-interaksi
yang didapatkan dari pasien sebagai acuan dalam menangani pasien, baik
2009).
pada pasien. Pemaparan di atas menunjukkan dari hasil penelitian dan teori
terapeutik yang dilakukan pada pasien. Informasi yang lain selain selain
profesional.
2. Tahap perkenalan
kepada pihak pasien ataupun keluarga pasien, dari hal tersebut membuat
keluarga.
dirinya. Adapun tahap perkenalan yaitu dengan cara rasa saling percaya,
buruk bagi pasien penderita penyakit jantung hal ini disebabkan karena
dalam menangani rasa cemas atau stres yang dialami oleh pasien
pada aspek fisiologis dan emosional, sementara untuk aspek kognitif tidak
menurun pada hari operasi (postest) dibandingkan dengan saat klien baru
yang pertama kali (Soesanto Edy dan Nurkholis 2008). Penelitian ini
hasil makna penelitian didukung oleh teori dan penelitian yang ada.
percaya dan terbuka pada perawat dengan kondisi yang dialami, hal
3. Tahap orientasi
77
antara perawat dan pasien, ditandai dengan rasa ingin tahu karakter antara
perawat dan pasien. Pada fase ini pasien sering menguji perawat, hal ini
4. Tahap kerja
Baji Makassar tahun 2013 sudah cukup baik, yaitu 93 responden puas
telah melakukan tahap kerja. Tahap kerja dengan sikap perawat yang baik
5. Tahap terminasi
1. Dimensi tindakan
perilaku klien yang merusak, tujuannya adalah agar orang lain sadar
tindakan yang dilakukan bisa merusak dirinya sendiri orang lain, maupun
klien menjadi lebih tahu tentang pikiran, perasaan dan pengalaman pribadi
81
untuk mencoba guna pasien lebih paham (Setia dan Rohani 2013).
2. Dimensi respon
mengubah pola pikir pasien dan keluarga sehingga berdampak positif bagi
kesehatannya.
Dimensi respon tersebut mengubah pola fikir pasien dan keluarga sehingga
kardiovaskuler.
yang rendah.
komunikasi, adapun penyimpangan yang terjadi pada diri klien dan perawat
merugikan kedua belah pihak baik perawat sendiri atau pasien dengan
mempengaruhi adalah faktor fisik, waktu, psikologis, sosial dan biologis (Zen
Pribadi 2013).
Hambatan yang ditemui peneliti ada dua yang disebabkan oleh dua faktor
BAB V
Pada bab ini akan disajikan mengenai kesimpulan, implikasi dan saran
5.1 Kesimpulan
1. Dimensi tindakan
ICU/ICCU.
2. Dimensi respon
hanya terjadi pada pasien. Hambatan yang ditemui peneliti ada dua yang
disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor fisik dan sosial (pendidikan) pasien.
5.2 Implikasi
pasien.
5.3 Saran-saran
pada pasien dengan diagnosa yang berbeda dan di ruang yang berbeda.
3. Institusi pendidikan
4. Masyarakat
di ruang ICU/ICCU.
DAFTAR PUSTAKA
Sutopo, 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya dalam
Penelitian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Mulyani, Paramastri & Priyanto, 2008, Komunikasi dan Hubungan Terapeutik Klien
Terhadap Kecemasan Pra Bedah Mayor, Yogyakarta.