Disusun Oleh :
Nama Nim
Kelompok 9
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
BAB 1.....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................4
BAB 2.....................................................................................................................................................5
Pembahasan..........................................................................................................................................5
2.1 Pengertian Hadist Maudhu..........................................................................................................5
2.2 Pembagian Hadist Maudhu..........................................................................................................5
2.3 Faktor penyebab munculnya hadist maudhu..............................................................................6
2.4 Ciri-ciri Hadist maudhu...............................................................................................................7
2.5 Hukum Hadist Maudhu................................................................................................................9
BAB 3...................................................................................................................................................10
PENUTUP.............................................................................................................................................10
3.1 KESIMPULAN..............................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................11
BAB 1
PENDAHULUAN
Seluruh umat Islam telah memahami bahwa Hadist Rasulullah SAW adalah pedoman
hidup yang utama setelah Al-Quran. Kata hadis juga berarti al-khabar , yaitu sesuatu yang
dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Kemudian didefinisikan
sebagai ucapan, perbuatan atau penetapan yang disandarkan kepada Nabi SAW.
Namun seiring berkembangnya zaman, saat ini dimana sangat banyak beredar
hadits-hadits dho’if dan hadits palsu yang beredar di tengah-tengah kaum muslimin dan
tentunya hal ini akan membuat kaum muslimin menjadi para pelaku bid’ah. Jika kaum
muslimin masih memandang remeh tentang ilmu hadits ini, maka tentu ini adalah suatu hal
yang sangat berbahaya bagi ‘aqidah kaum muslimin dalam menjalankan sunnah Rosulullah
shollallahu’alaihi wasallam. Maka dari itu, sudah sepantasnya bagi setiap muslim untuk
mempelajarinya supaya tidak timbul kesalah pahaman, apalagi yang berkaitan dengan
permasalahan Hadits Maudhu’ yang dapat menyebabkan tidak diterimanya amal ibadah
seorang muslim karena mengamalkan Hadits Maudhu’.
Pembahasan
Hadits palsu dalam bahasa ‘Arab dikenal dengan istilah Hadits Maudhu’. Kata
tersebut memiliki makna menggugurkan, meletakkan, meninggalkan, dan mengada-ada. “Dia
adalah hadits yang yang direkayasa, dibuat-buat, dan hadits dhoi’f yang paling
buruk. Meriwayatkannya adalah haram ketika mengetahui kepalsuannya untuk keperluan
apapun kecuali disertai dengan penjelasan.” Ada juga yang berpendapat bahwa Hadits
Maudhu’ adalah : يقله أو يفعله أو يقرّه ْ “ مانُسب الى الرّسول صلى هللا عليه وسلّم اختال قًا وكذبًا م ّما لمSesuatu
yang dinisbatkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam secara mengada-ada dan
dusta yang tidak beliau sabdakan, beliau kerjakan ataupun taqrirkan.” Sedangkan menurut
sebagian ‘Ulama hadits, pengertian Hadits Maudhu’ adalah: هو المختلع المصنوع المنصوب الى رسول
ً “ هللا صلى هللا عليه وسلّم زورًا وبهتا نًا سوا ٌء كان ذالك عمدًا أم خطأHadits yang dicipta serta dibuat oleh
seseorang , yang ciptaan itu dinishbatkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam
secara palsu dan dusta, baik hal itu sengaja maupun tidak.” Berdasarkan dari beberapa
pengertian Hadits Maudhu’ menurut para ’ulama yang telah disebutkan diatas, dapat
disimpulkan bahwa Hadits Maudhu’ adalah Hadits yang disandarkan kepada Rasulullah
shollallahu’alaihi wasallam secara dibuat-buat dan dusta, baik itu disengaja maupun tidak
sengaja, padahal beliau tidak mengatakan, tidak memperbuatnya dan tidak mentaqrirkannya
1. Hadits Matruk
Yang berarti hadits yang ditinggalkan, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh
seorang perawi saja sedangkan perawi itu dituduh berdusta.
2. Hadits Mungkar
Yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang
bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya / jujur.
3. Hadits Mu'allal
Artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang didalamnya terdapat
cacat yang tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar Al Atsqalani bahwa hadis Mu'allal ialah hadits
yang nampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa disebut
juga dengan hadits Ma'lul (yang dicacati) atau disebut juga hadits Mu'tal (hadits sakit atau
cacat).
4. Hadits Mudhtharib
Artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari
beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidak sama dan kontradiksi dengan yang
dikompromikan.
5. Hadits Maqlub
Artinya hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang
dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa sanad
(silsilah) maupun matan (isi).
6. Hadits Munqalib
Yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah.
7. Hadits Mudraj
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang didalamnya terdapat
tambahan yang bukan hadits, baik keterangan tambahan dari perawi sendiri atau lainnya.
8. Hadits Syadz
Hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah
(terpercaya) yang bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi
(periwayat / pembawa) yang terpercaya pula. Demikian menurut sebagian ulama Hijaz
sehingga hadits syadz jarang dihapal ulama hadits. Sedang yang banyak dihapal ulama hadits
disebut juga hadits Mahfudz.
Para ulama ahli hadits telah menetapkan beberapa kriteria untuk bisa membedakan antara
hadits shohih, hasan dan dho’if. Mereka pun menetapkan beberapa kaidah dan ciri-ciri agar
bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits. Berikut adalah beberapa ciri-ciri Hadits Maudhu’
yang diambil dari berbagai sumber. Secara garis besar ciri-ciri Hadits Maudhu’ dibagi
menjadi dua, yaitu:
1) Dari segi Sanad (Para Perawi Hadits) Sanad adalah rangkaian perawi hadits yang
menghubungkan antara pencatat hadits sampai kepada Rasulullah shollallahu’alaihi
wasallam. Terdapat banyak hal untuk bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits dari sisi
sanadnya ini, diantaranya adalah:
a. Salah satu perawinya adalah seorang pendusta dan hadits itu hanya diriwayatkan
oleh dia, serta tidak ada satu pun perawi yang tsiqoh (terpercaya) yang juga
meriwayatkannya, sehingga riwayatnya dihukumi palsu.
b. Pengakuan dari pemalsu hadits, seperti pengakuan Abu ‘Ishmah Nuh bin Abi
Maryam, bahwa ia telah memalsukan hadits-hadits tentang keutamaan al-Qur`an juga
pengakuan Abdul Karim bin Abi Auja’ yang mengaku telah memalsukan empat ribu hadits.
c. Fakta-fakta yang disamakan dengan pengakuan pemalsuan hadits, misalnya
seorang perawi meriwayatkan dari seorang syekh, padahal ia tidak pernah bertemu
dengannya atau ia lahir setelah syekh tersebut meninggal, atau ia tidak pernah masuk ke
tempat tinggal syekh. Hal ini dapat diketahui dari sejarah-sejarah hidup mereka dalam kitab-
kitab yang khusus membahasnya.
d. Dorongan emosi pribadi perawi yang mencurigakan serta ta’ashub terhadap suatu
golongan. Contohnya seorang syi’ah yang fanatik, kemudian ia meriwayatkan sebuah hadits
yang mencela para sahabat atau mengagungkan ahlul bait.
2) Dari segi Matan (Isi Hadits) Matan adalah isi sebuah hadits. Diantara hal yang
paling penting untuk bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits dari sisi ini adalah:
a. Tata bahasa dan struktur kalimatnya jelek, sedangkan Rasulullah shollallahu’alaihi
wasallam adalah seorang yang sangat fasih dalam mengungkapkan kata-kata, karena beliau
adalah seseorang yang dianugerahi oleh Allah subhaanahuwata’ala Jawami’ul Kalim (kata
pendek yang mengandung arti luas).
b. Isinya rusak karena bertentangan dengan hukum-hukum akal yang pasti, kaidah-
kaidah akhlak yang umum, atau bertentangan dengan fakta yang dapat diindera manusia.
Contohnya adalah sebuah hadits : ركعتين ِ المقام
ِ ْ ّت سبعًا وصل
ت خلف ْ
ِ طافت بالبي نوح ّ
ٍ إن سفينة
“Bahwasannya kapal nabi Nuh thawaf keliling Ka’bah tujuh kali lalu shalat dua raka’at di
belakang maqam Ibrahim.”
c. Bertentangan dengan nash al-Qur`an, as-Sunnah, atau Ijma’ yang pasti dan hadits
tersebut tidak mungkin dibawa pada makna yang benar. Contoh Hadits Maudhu’’ yang
maknanya bertentangan dengan al-Qur’an, ialah hadits: “ َولَ ُد ال ِّزنَا اليَ ْد ُخ ُل ْال َجنِّةَ اِلَى َس ْب َع ِة اَ ْبنَا ٍءAnak
zina itu,tidak dapat masuk surga, sampai tujuh keturunan.” Makna hadits ini bertentangan
dengan kandungan ayat al-Qur’an : از َرةٌ ِو ْز َر أُ ْخ َرى
ِ “ َوال ت َِز ُر َوDan seorang yang berdosa tidak
akan memikul dosa orang lain.” Kandungan ayat tersebut menjelaskan bahwa dosa seseorang
tidak dapat dibebankan kepada orang lain, sampai seorang anak sekalian tidak dapat dibebani
dosa orang tuanya.
2.5 Hukum Hadist Maudhu
Secara Muthlaq, meriwayatkan hadits-hadits palsu itu hukumnya haram bagi mereka yang
sudah jelas mengetahui bahwa hadits itu palsu.
Bagi mereka yang meriwayatkan dengan tujuan memberi tahu kepada orang bahwa
hadits ini adalah palsu (menerangkan kepada mereka sesudah meriwayatkan atau
mebacakannya) maka tidak ada dosa atasnya.
Mereka yang tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya atau mereka
mengamalkan makna hadits tersebut karena tidak tahu, maka tidak ada dosa atasnya. Akan
tetapi sesudah mendapatkan penjelasan bahwa riwayat atau hadits yang dia ceritakan atau
amalkan itu adalah hadits palsu, maka hendaklah segera dia tinggalkannya, kalau tetap dia
amalkan sedang dari jalan atau sanad lain tidak ada sama sekali, maka hukumnya tidak boleh.
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan dari beberapa pengertian Hadits Maudhu’ menurut para ’ulama, dapat
disimpulkan bahwa Hadits Maudhu’ adalah hadits yang disandarkan kepada Rasulullah
shollallahu’alaihi wasallam secara dibuat-buat dan dusta, baik itu disengaja maupun tidak
sengaja, padahal beliau tidak mengatakan, tidak melakukan dan tidak mentaqrirkannya.
Hadits Maudhu’ bisa berupa perkataan dari seorang pemalsu, baik itu dari golongan orang
biasa yang sengaja membuatnya demi kepentingan tetentu, atau para ahli hikmah, orang
zuhud, bahkan Isra’iliyyat. Selain itu bisa juga merupakan kesalahan rawi dalam periwayatan
dengan syarat dia mengetahui kesalahan itu namun dia membiarkannya. Kemunculan hadits-
hadits palsu berawal dari terjadinya fitnah di dalam tubuh Islam.
Dimulai dengan terbunuhnya para khalifah sebelum ‘Ali bin Abi Thaalib
rodliyallahu’anhum, dilanjutkan dengan perseteruan yang semakin memuncak antara
kelompok ta’ashub ‘Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah. Sehingga terpecahlah islam menjadi
beberapa golongan, yang mana sebagian kaum muslimin yang berselisih ini ingin
menguatkan kelompok dan golongan mereka masing-masing dengan al-Qur’an dan al-Hadits.
Dikarenakan mereka tidak menemukan teks yang tegas yang mengukuhkan pendapatnya
masing-masing, karena banyaknya pakar al-Qur’an dan al-Hadits pada saat itu, akhirnya
sebagian diantara mereka membuat hadits-hadits yang disandarkan kepada Rasulullah
shollallahu’alaihi wasallam untuk mendukung golongan masing-masing. Kaidah-kaidah yang
telah ditetapkan para ‘ulama hadits sebagai dasar memeriksa benar tidaknya suatu hadits dan
untuk mengetahui mana yang shahih dan mana yang maudhu’ secara garis besar terbagi
menjadi dua, yaitu dilihat dari sudut pandang matan dan sanad. Oleh karena itu para ulama
hadits tidak mencukupkan dengan memperhatikan sanad hadits saja, bahkan juga mereka
memperhatikan matannya.
DAFTAR PUSTAKA
Mahmud Thahan.ILMU HADITS PRAKTIS. Bogor : Pustaka Thariqul Izzah. 2012. hlm.
112.
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang :
PT. PUSTAKA RIZKI PUTRA. 2009. hlm. 191.
Mahmud Thahan.ILMU HADITS PRAKTIS. Bogor : Pustaka Thariqul Izzah. 2012. hlm.
112.
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di
Indonesia. Gresik : Pustaka AL FURQAN. 2009. hlm. 38.
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di
Indonesia. Gresik : Pustaka AL FURQAN. 2009. hlm. 39.