Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Hadist Maudhu dan Permasalahannya


Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Hadist

Dosen Pengampu : Drs. Nanang GoJali, M.Ag

Disusun Oleh :

Nama Nim

1. Irma Nurmala 1208010100


2. Meliyani Maspupah 1208010115
3. Muhammad Farhan 1208010126
4. Muhammad Thoriqo Haqqi 1208010131
5. Natasya Shalina Kusnadi 1208010135

JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DATI BANDUNG
2021/2022
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan dalam
menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Berkat rahmat dan pertolongan-Nya, sehingga
penulis mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam kita
junjungkan kepada Nabi agung Muhammad SAW yang syafa’atnya kita nanti-nantikan kelak
di yaumil akhir.
Makalah ini kami ajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Hadist. Kami
berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman untuk para
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Penulis menyadari makalah ini masih perlu banyak penyempurnaan karena kesalahan dan
kekurangan. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik terkait penulisan
maupun konten, penulis memohon maaf.
Demikian yang dapat penulis sampaikan.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Bandung, 27 Mei 2021


Penyusun

Kelompok 9
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
BAB 1.....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................4
BAB 2.....................................................................................................................................................5
Pembahasan..........................................................................................................................................5
2.1 Pengertian Hadist Maudhu..........................................................................................................5
2.2 Pembagian Hadist Maudhu..........................................................................................................5
2.3 Faktor penyebab munculnya hadist maudhu..............................................................................6
2.4 Ciri-ciri Hadist maudhu...............................................................................................................7
2.5 Hukum Hadist Maudhu................................................................................................................9
BAB 3...................................................................................................................................................10
PENUTUP.............................................................................................................................................10
3.1 KESIMPULAN..............................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................11
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seluruh umat Islam telah memahami bahwa Hadist Rasulullah SAW adalah pedoman
hidup yang utama setelah Al-Quran. Kata hadis juga berarti al-khabar , yaitu sesuatu yang
dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Kemudian didefinisikan
sebagai ucapan, perbuatan atau penetapan yang disandarkan kepada Nabi SAW.
Namun seiring berkembangnya zaman, saat ini dimana sangat banyak beredar
hadits-hadits dho’if dan hadits palsu yang beredar di tengah-tengah kaum muslimin dan
tentunya hal ini akan membuat kaum muslimin menjadi para pelaku bid’ah. Jika kaum
muslimin masih memandang remeh tentang ilmu hadits ini, maka tentu ini adalah suatu hal
yang sangat berbahaya bagi ‘aqidah kaum muslimin dalam menjalankan sunnah Rosulullah
shollallahu’alaihi wasallam. Maka dari itu, sudah sepantasnya bagi setiap muslim untuk
mempelajarinya supaya tidak timbul kesalah pahaman, apalagi yang berkaitan dengan
permasalahan  Hadits Maudhu’ yang dapat menyebabkan tidak diterimanya amal ibadah
seorang muslim karena mengamalkan Hadits Maudhu’.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu hadist maudhu?


2. Apa pembagian hadist maudhu?
3. Apa saja faktor penyebab munculnya hadist maudhu?
4. Apa ciri-ciri hadist maudhu?
5. Apa hukum hadist maudhu?
BAB 2

Pembahasan

2.1 Pengertian Hadist Maudhu

Hadits palsu dalam bahasa ‘Arab dikenal dengan istilah Hadits Maudhu’. Kata
tersebut memiliki makna menggugurkan, meletakkan, meninggalkan, dan mengada-ada. “Dia
adalah hadits yang yang direkayasa, dibuat-buat, dan hadits dhoi’f yang paling
buruk. Meriwayatkannya adalah haram ketika mengetahui kepalsuannya untuk keperluan
apapun kecuali disertai dengan penjelasan.” Ada juga yang berpendapat bahwa Hadits
Maudhu’ adalah : ‫يقله أو يفعله أو يقرّه‬ ْ ‫“ مانُسب الى الرّسول صلى هللا عليه وسلّم اختال قًا وكذبًا م ّما لم‬Sesuatu
yang dinisbatkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam secara mengada-ada dan
dusta yang tidak beliau sabdakan, beliau kerjakan ataupun taqrirkan.” Sedangkan menurut
sebagian ‘Ulama hadits, pengertian Hadits Maudhu’ adalah: ‫هو المختلع المصنوع المنصوب الى رسول‬
ً ‫“ هللا صلى هللا عليه وسلّم زورًا وبهتا نًا سوا ٌء كان ذالك عمدًا أم خطأ‬Hadits yang dicipta serta dibuat oleh
seseorang , yang ciptaan itu dinishbatkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam
secara palsu dan dusta, baik hal itu sengaja maupun tidak.” Berdasarkan dari beberapa
pengertian Hadits Maudhu’ menurut para ’ulama yang telah disebutkan diatas, dapat
disimpulkan bahwa Hadits Maudhu’ adalah Hadits yang disandarkan kepada Rasulullah
shollallahu’alaihi wasallam secara dibuat-buat dan dusta, baik itu disengaja maupun tidak
sengaja, padahal beliau tidak mengatakan, tidak memperbuatnya dan tidak mentaqrirkannya

2.2 Pembagian Hadist Maudhu

1. Hadits Matruk
            Yang berarti hadits yang ditinggalkan, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh
seorang perawi saja sedangkan perawi itu dituduh berdusta.
2. Hadits Mungkar
            Yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang
bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya / jujur.
3. Hadits Mu'allal
            Artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang didalamnya terdapat
cacat yang tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar Al Atsqalani bahwa hadis Mu'allal ialah hadits
yang nampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa disebut
juga dengan hadits Ma'lul (yang dicacati) atau disebut juga hadits Mu'tal (hadits sakit atau
cacat).
4. Hadits Mudhtharib
            Artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari
beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidak sama dan kontradiksi dengan yang
dikompromikan.
5. Hadits Maqlub
            Artinya hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang
dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa sanad
(silsilah) maupun matan (isi).
6. Hadits Munqalib
            Yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah.
7. Hadits Mudraj
            Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang didalamnya terdapat
tambahan yang bukan hadits, baik keterangan tambahan dari perawi sendiri atau lainnya.
8. Hadits Syadz
            Hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah
(terpercaya) yang bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi
(periwayat / pembawa) yang terpercaya pula. Demikian menurut sebagian ulama Hijaz
sehingga hadits syadz jarang dihapal ulama hadits. Sedang yang banyak dihapal ulama hadits
disebut juga hadits Mahfudz.

2.3 Faktor penyebab munculnya hadist maudhu


Munculnya pemalsuan hadits berawal dari terjadinya fitnah di dalam tubuh Islam. Dimulai
dengan terbunuhnya Amirul Mukminin ‘Umar bin Khaththab, kemudian Utsman bin ‘Affan,
dilanjutkan dengan pertentangan yang semakin memuncak antara kelompok ta’ashub ‘Ali
bin Abi Thalib di Madinah dan Mu’awiyah di Damaskus sehingga terjadi perselisihan yang
tidak bisa terelakan lagi. Namun lebih ironis lagi bahwa sebagian kaum muslimin yang
berselisih ini ingin menguatkan kelompok dan golongan mereka masing-masing dengan al-
Qur’an dan al-Hadits. Dikarenakan mereka tidak menemukan teks yang tegas yang
mengukuhkan pendapatnya masing-masing, karena banyaknya pakar al-Qur’an dan al- Hadits
pada saat itu, akhirnya sebagian diantara mereka membuat hadits-hadits yang disandarkan
kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam untuk mendukung golongan masing-masing.
Inilah awal sejara timbulnya hadits palsu dikalangan umat islam. Berdasarkan data sejarah,
pemalsuan hadits tidak hanya lakukan oleh orang-orang Islam, tetapi juga dilakukan oleh
orang-orang non-Islam. Ada beberapa motif yang mendorong mereka membuat hadits palsu
yaitu sebagai berikut:
1. Pertentangan politik Pertentangan politik ini terjadi karena adanya perpecahan antara
golongan yang satu dengan golongan yang lainnya, dan mereka saling membela golongan
yang mereka ikuti serta mencela golongan yang lainnya. Seperti yang terjadi pada polemik
pertentangan kelompok ta’ashub ‘Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah sehingga terbentuk
golongan syi’ah, khawariz, dll. yang berujung pada pembuatan hadits palsu sebagai upaya
untuk memperkuat golongannya masing-masing.
2. Usaha kaum Zindiq Kaum Zindiq adalah golongan yang membenci Islam, baik
sebagai agama ataupun sebagai dasar pemerintahan. Mereka merasa tidak mungkin dapat
melampiaskan kebencian melalui konfrontasi dan pemalsuan Al-Qur’an, sehingga
menggunakan cara yang paling tepat dan memungkinkan, yaitu melakukan pemalsuan hadits,
dengan tujuan menghancurkan agama islam dari dalam. Salah satu diantara mereka adalah
Muhammad bin Sa’id al-Syami, yang dihukum mati dan disalib karena kezindiqannya. Ia
meriwayatkan hadits dari Humaid dari Anas secara marfu’ : ‫أناخات ُم النبيّين ال نب ّي بعديْ إالّ أن يشاءهللا‬
"Aku adalah nabi terakhir, tidak ada lagi nabi sesudahku, kecuali yang Allah kehendaki."
3. Sikap Ta’ashub terhadap bangsa, suku, bahasa, negeri, dan pimpinan Salah satu
tujuan pembuatan hadits palsu adalah adanya sifat ego dan fanatik buta serta ingin
menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok, dan sebagainya. Itu disebabkan karena
kebencian, bahkan balas dendam semata. Sebagai contoh, menurut keterangan al-Khalily,
salah seorang penghafal hadits, bahwa kaum Rafidhah telah membuat hadits palsu mengenai
keutamaan ‘Ali bin Abi Thalib dan ahlu al-Bait sejumlah 300.000 hadits.
4. Mempengaruhi kaum awam dengan kisah dan nasihat Kelompok yang melakukan
pemalsuan hadits ini bertujuan untuk memperoleh simpati dari pendengarnya sehingga
mereka kagum melihat kemampuannya. Jadi pada intinya mereka membuat hadits yang
disampaikan kepada yang lainnya terlalu berlebih-lebihan dengan tujuan ingin mendapat
sanjungan.
5. Perbedaan pendapat dalam masalah ‘Aqidah dan ilmu Fiqih Munculnya hadits-hadits
palsu dalam masalah ini berasal dari perselisihan pendapat dalam hal ‘aqidah dan ilmu fiqih
para pengikut madzhab. Mereka melakukan pemalsuan hadits karena didorong sifat fanatik
dan ingin menguatkan madzhabnya masing-masing. Misalnya hadits palsu yang isinya
ّ ‫’" عل ّي خيرالبشر َمن ش‬Ali merupakan
tentang keutamaan Khalifah ‘Ali bin Abi Thaalib: ‫ك فيه كفر‬
sebaik-baik manusia, barangsiapa yang meragukannya maka ia telah kafir."
6. Membangkitkan gairah beribadah, tanpa mengerti apa yang dilakukan Sebagian
orang sholih, ahli zuhud dan para ulama akan tetapi kurang didukung dengan ilmu yang
mapan, ketika melihat banyak orang yang malas dalam beribadah, mereka pun membuat
hadits palsu dengan asumsi bahwa usahanya itu merupakan upaya mendekatkan diri kepada
Allah subhaanahuwata’ala dan menjunjung tinggi agama-Nya melalui amalan yang mereka
ciptakan, padahal hal ini jelas menunjukan akan kebodohan mereka. Karena Allah
subhaanahuwata’ala dan Rasul-Nya tidak butuh kepada orang lain untuk menyempurnakan
dan memperbagus syari’at-Nya.

2.4 Ciri-ciri Hadist maudhu 

Para ulama ahli hadits telah menetapkan beberapa kriteria untuk bisa membedakan antara
hadits shohih, hasan dan dho’if. Mereka pun menetapkan beberapa kaidah dan ciri-ciri agar
bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits. Berikut adalah beberapa ciri-ciri Hadits Maudhu’
yang diambil dari berbagai sumber. Secara garis besar ciri-ciri Hadits Maudhu’ dibagi
menjadi dua, yaitu:
1)        Dari segi Sanad (Para Perawi Hadits) Sanad adalah rangkaian perawi hadits yang
menghubungkan antara pencatat hadits sampai kepada Rasulullah shollallahu’alaihi
wasallam. Terdapat banyak hal untuk bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits dari sisi
sanadnya ini, diantaranya adalah:
a.              Salah satu perawinya adalah seorang pendusta dan hadits itu hanya diriwayatkan
oleh dia, serta tidak ada satu pun perawi yang tsiqoh (terpercaya) yang juga
meriwayatkannya, sehingga riwayatnya dihukumi palsu.
b.             Pengakuan dari pemalsu hadits, seperti pengakuan Abu ‘Ishmah Nuh bin Abi
Maryam, bahwa ia telah memalsukan hadits-hadits tentang keutamaan al-Qur`an juga
pengakuan Abdul Karim bin Abi Auja’ yang mengaku telah memalsukan empat ribu hadits.
c.              Fakta-fakta yang disamakan dengan pengakuan pemalsuan hadits, misalnya
seorang perawi meriwayatkan dari seorang syekh, padahal ia tidak pernah bertemu
dengannya atau ia lahir setelah syekh tersebut meninggal, atau ia tidak pernah masuk ke
tempat tinggal syekh. Hal ini dapat diketahui dari sejarah-sejarah hidup mereka dalam kitab-
kitab yang khusus membahasnya.
d.             Dorongan emosi pribadi perawi yang mencurigakan serta ta’ashub terhadap suatu
golongan. Contohnya seorang syi’ah yang fanatik, kemudian ia meriwayatkan sebuah hadits
yang mencela para sahabat atau mengagungkan ahlul bait.
2)             Dari segi Matan (Isi Hadits) Matan adalah isi sebuah hadits. Diantara hal yang
paling penting untuk bisa mengetahui kepalsuan sebuah hadits dari sisi ini adalah:
a.              Tata bahasa dan struktur kalimatnya jelek, sedangkan Rasulullah shollallahu’alaihi
wasallam adalah seorang yang sangat fasih dalam mengungkapkan kata-kata, karena beliau
adalah seseorang yang dianugerahi oleh Allah subhaanahuwata’ala Jawami’ul Kalim (kata
pendek yang mengandung arti luas).
b.             Isinya rusak karena bertentangan dengan hukum-hukum akal yang pasti, kaidah-
kaidah akhlak yang umum, atau bertentangan dengan fakta yang dapat diindera manusia.
Contohnya adalah sebuah hadits : ‫ركعتين‬ ِ ‫المقام‬
ِ ْ ّ‫ت سبعًا وصل‬
‫ت خلف‬ ْ
ِ ‫طافت بالبي‬ ‫نوح‬ ّ
ٍ ‫إن سفينة‬
“Bahwasannya kapal nabi Nuh thawaf keliling Ka’bah tujuh kali lalu shalat dua raka’at di
belakang maqam Ibrahim.”
c.             Bertentangan dengan nash al-Qur`an, as-Sunnah, atau Ijma’ yang pasti dan hadits
tersebut tidak mungkin dibawa pada makna yang benar. Contoh Hadits Maudhu’’ yang
maknanya bertentangan dengan al-Qur’an, ialah hadits: ‫“ َولَ ُد ال ِّزنَا اليَ ْد ُخ ُل ْال َجنِّةَ اِلَى َس ْب َع ِة اَ ْبنَا ٍء‬Anak
zina itu,tidak dapat masuk surga, sampai tujuh keturunan.” Makna hadits ini bertentangan
dengan kandungan ayat al-Qur’an : ‫از َرةٌ ِو ْز َر أُ ْخ َرى‬
ِ ‫“ َوال ت َِز ُر َو‬Dan seorang yang berdosa tidak
akan memikul dosa orang lain.” Kandungan ayat tersebut menjelaskan bahwa dosa seseorang
tidak dapat dibebankan kepada orang lain, sampai seorang anak sekalian tidak dapat dibebani
dosa orang tuanya.
2.5 Hukum Hadist Maudhu

Secara Muthlaq, meriwayatkan hadits-hadits palsu itu hukumnya haram bagi mereka yang
sudah jelas mengetahui bahwa hadits itu palsu.
            Bagi mereka yang meriwayatkan dengan tujuan memberi tahu kepada orang bahwa
hadits ini adalah palsu (menerangkan kepada mereka sesudah meriwayatkan atau
mebacakannya) maka tidak ada dosa atasnya.
            Mereka yang tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya atau mereka
mengamalkan makna hadits tersebut karena tidak tahu, maka tidak ada dosa atasnya. Akan
tetapi sesudah mendapatkan penjelasan bahwa riwayat atau hadits yang dia ceritakan atau
amalkan itu adalah hadits palsu, maka hendaklah segera dia tinggalkannya, kalau tetap dia
amalkan sedang dari jalan atau sanad lain tidak ada sama sekali, maka hukumnya tidak boleh.
BAB 3

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan dari beberapa pengertian Hadits Maudhu’ menurut para ’ulama, dapat
disimpulkan bahwa Hadits Maudhu’ adalah hadits yang disandarkan kepada Rasulullah
shollallahu’alaihi wasallam secara dibuat-buat dan dusta, baik itu disengaja maupun tidak
sengaja, padahal beliau tidak mengatakan, tidak melakukan dan tidak mentaqrirkannya.
Hadits Maudhu’ bisa berupa perkataan dari seorang pemalsu, baik itu dari golongan orang
biasa yang sengaja membuatnya demi kepentingan tetentu, atau para ahli hikmah, orang
zuhud, bahkan Isra’iliyyat. Selain itu bisa juga merupakan kesalahan rawi dalam periwayatan
dengan syarat dia mengetahui kesalahan itu namun dia membiarkannya. Kemunculan hadits-
hadits palsu berawal dari terjadinya fitnah di dalam tubuh Islam.
Dimulai dengan terbunuhnya para khalifah sebelum ‘Ali bin Abi Thaalib
rodliyallahu’anhum, dilanjutkan dengan perseteruan yang semakin memuncak antara
kelompok  ta’ashub ‘Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah. Sehingga terpecahlah islam menjadi
beberapa golongan, yang mana sebagian kaum muslimin yang berselisih ini ingin
menguatkan kelompok dan golongan mereka masing-masing dengan al-Qur’an dan al-Hadits.
Dikarenakan mereka tidak menemukan teks yang tegas yang mengukuhkan pendapatnya
masing-masing, karena banyaknya pakar al-Qur’an dan al-Hadits pada saat itu, akhirnya
sebagian diantara mereka membuat hadits-hadits yang disandarkan kepada Rasulullah
shollallahu’alaihi wasallam untuk mendukung golongan masing-masing. Kaidah-kaidah yang
telah ditetapkan para ‘ulama hadits sebagai dasar memeriksa benar tidaknya suatu hadits dan
untuk mengetahui mana yang shahih dan mana yang maudhu’ secara garis besar terbagi
menjadi dua, yaitu dilihat dari sudut pandang matan dan sanad. Oleh karena itu para ulama
hadits tidak mencukupkan dengan memperhatikan sanad hadits saja, bahkan juga mereka
memperhatikan matannya.
DAFTAR PUSTAKA

Mahmud Thahan.ILMU HADITS PRAKTIS. Bogor : Pustaka Thariqul Izzah. 2012. hlm.
112.

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang :
PT. PUSTAKA RIZKI PUTRA. 2009. hlm. 191.

Mahmud Thahan.ILMU HADITS PRAKTIS. Bogor : Pustaka Thariqul Izzah. 2012. hlm.
112.

Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di
Indonesia. Gresik : Pustaka AL FURQAN. 2009. hlm. 38.

Fatchur Rahman. Ikhtisar Mushthalah Al-Hadits. Bandung : PT AL MA’ARIF. 1970. hlm.


171.

(Q.S. al-An’am : 164)

Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di
Indonesia. Gresik : Pustaka AL FURQAN. 2009. hlm. 39.

Anda mungkin juga menyukai