Anda di halaman 1dari 3

Asumsi Filsafat dan Asumsi dalam Penelitian

a. Asumsi Filsafat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, yang dimaksud
dengan asumsi adalah dugaan yang diterima sebagai dasar atau landasan berpikir
karena dianggap benar.  Sedangkan menurut Joanne Marchione, asumsi sebagai
pernyataan yang diterima sebagai kebenaran yang diberikan tanpa adanya bukti. Agar
dapat digunakan dalam teori, asumsi harus dapat diterima oleh pengguna. Lebih lanjut
dikatakan bahwa asumsi membentuk dasar bagi penerapan teori tertentu. 
Idealnya ilmu pengetahuan bebas asumsi. Ini dikarenakan ilmu pengetahuan
sebenarnya berasal dari kritik terhadap filsafat idealisme yang selalu terjebak dalam
asumsi. Ilmu pengetahuan ingin membuang asumsi-asumsi yang tak berdasar dan
menggantikannya dengan sebuah pemikiran yang murni Induksi. Berasal dari
pengamatan yang jelas tanpa terjebak dengan teori-teori lalu yang bisa salah. Semua
pernyataan harus dibuktikan secara empiris.
Asumsi dapat diartikan sebagai dugaan yang diterima sebagai dasar atau
landasan berfikir karena dianggap benar. Sedangkan pengertian asumsi dalam filsafat
ilmu ini merupakan anggapan/ andaian dasar tentang realitas suatu objek yang
menjadi pusat penelaahan atau pondasi bagi penyusunan pengetahuan ilmiah yang
diperlukan dalam pengembangan ilmu. Tanpa asumsi anggapan orang atau pihak
tentang realitas bisa berbeda, tergantung dari sudut pandang dan kacamata apa. Ernan
McMullin seorang Professor Emeritus filsafat di Universitas of Notre Dame, USA
(2002) pun menyatakan tentang pentingnya keberadaan asumsi dalam suatu ilmu
pengetahuan, ia mengatakan bahwa hal yang mendasar yang harus ada dalam ontologi
suatu ilmu pengetahuan adalah menentukan asumsi pokok (the standard
presumption) keberadaan suatu objek sebelum melakukan penelitian.
Sugiono, dalam bukunya Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif, dan R&D,
mengatakan bahwa asumsi merupakan pernyataan yang diterima kebenarannya tanpa
pembuktian. "An assumption, accepted without proof, are not necessarily self-
evident." Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia, asumsi adalah hal yang diterima
dasar, merupakan landasan berpikir, anggapan, dugaan, pikiran. Dari definisi dapat
disimpulkan bahwa asumsi itu landasan awal berpijaknya suatu pola pikir yang
sistematis guna merumuskan tahap berikutnya berupa hipotesis.
Asumsi-asumsi yang mendasari suatu teori merupakan asumsi filosofis yang
dapat dibagi ke dalam tiga jenis yaitu asumsi-asumsi tentang ontologi, asumsi-asumsi
tentang epistemologi, dan asumsi-asumsi tentang aksiologi. Setiap teori, baik secara
implisit maupun eksplisit selalu mengandung beberapa asumsi tentang sifat
pengetahuan, cara memperoleh pengetahuan, cakupan, dan hal-hal yang bernilai.
Dengan memahami asumsi-asumsi ini kita dapat mengetahui posisi teori tersebut
dalam hubungannya dengan teori-teori yang lain.     
1. Ontologi
Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani yang diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari tentang sesuatu yang ada atau berbagai macam prinsip mengenai
sesuatu yang ada. Adapun menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008), yang
dimaksud dengan ontologi adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan
eksistensi. Dengan kata lain, ontologi adalah sebuah cabang pengetahuan yang
mengkaji tentang ada dan tiada atau sifat-sifat realitas.
Asumsi-asumsi tentang ontologi pada sebuah teori umumnya berupa
pertanyaan-pertanyaan yang menitikberatkan pada sifat realitas dan hal yang harus
dikaji. Para hali menyebut ontologi sebagai filsafat pertama karena berfilsafat
dapat dilakukan jika sifat dari realitas ditentukan.  
2. Epistemologi
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008), epistemologi adalah cabang ilmu
filsafat yang mempelajari dasar-dasar dan batas-batas pengetahuan. Dengan kata
lain, epistemologi adalah sebuah cabang pengetahuan yang menekankan pada
bagaimana kita mengetahui sesuatu. Asumsi-asumsi tentang epistemologi pada
sebuah teori umumnya berupa pertanyaan-pertanyaan yang menitikberatkan pada
cara-cara memperoleh pengetahuan dan hal-hal yang dapat dianggap sebagai
pengetahuan.
3. Aksiologi
Kata aksiologi berasal dari bahasa Yunani yang diartikan sebagai teori tentang
nilai. Aksiologi merupakan cabang filsafat yang menitikberatkan pada nilai-nilai.
Maksudnya adalah sebuah pengetahuan atau ilmu pengetahuan harus bebas nilai.
Asumsi-asumsi tentang aksiologi pada sebuah teori umumnya berupa pertanyaan-
pertanyaan yang menitikberatkan pada apa yang layak untuk diketahui. Atau,
bagaimana manusia menggunakan ilmu atau manfaat serta hakikat sebuah ilmu.
Dikarenakan aksiologi berkaitan dengan nilai, aksiologi terdiri dua elemen
dasar yaitu etika dan estetika.
- Etika merupakan ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang
hak dan kewajiban moral.
- Estetika merupakan cabang filsafat yang menelaah dan membahas tentang
seni dan keindahan serta tanggapan manusia terhadapnya.  

b. Asumsi dalam Penelitian


Asumsi atau anggapan dasar ini merupakan suatu gambaran sangkaan, perkiraan, satu
pendapat atau kesimpulan sementara, atau suatu teori sementara yang belum dibuktikan.
Menurut pendapat Winarko Surakhman sebagaimana dikutip oleh Suharsimi Arikunto dalam
buku Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, bahwa asumsi atau anggapan dasar
adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik (Suharsimi,
2006: 65).
Asumsi adalah kenyataan penting yang dianggap benar, tapi belum terbukti
kebenaran. Suatu kejadian atau situasi yang dianggap benar, sehingga kebenarannya tidak
diragukan. Asumsi tidak sama dengan hipotesis, karena asumsi tidak memerlukan pengujian
atau pembuktian
Kalau dilihat dari pengertiannya, Asumsi adalah pernyataan yang dapat diuji
kebenarannya secara empiris berdasarkan pada penemuan, pengamatan dan percobaan dalam
penelitian yang dilakukan sebelumnya. Jika kita berbicara mengenai asumsi, maka tidak
terlepas keterkaitan antara asums postulat dan prinsip.
Pengertian Postulat adalah pernyataan yang kebenarannya tidak perlu diuji sebab
sudah diterima oleh umum. Contoh: Matahari terbenam di sebelah barat. Sedangkan
pengertian Prinsip adalah pernyataan. yang berlaku umum bagi gejala tertentu dan mampu
menjelaskan kejadian yang telah terjadi. Misalnya hukum sebab akibat.
Lebih jauh, dapat dikatakan kalau asumsi ini adalah sebagai dasar dari suatu
penelitian. Sebab sebuah penelitian berangkat dari asumsi. Dalam penelitian asumsi
merupakan perekat atau adonan. Dikatakan perekat atau adonan karena asumsi menjadi
perekat antara satu variabel dengan variabel lainnya. Asumsi dapat kita gunakan membangun
suatu konstruksi bangunan penelitian yang besar. Membuat asumsi itu bisa dengan sebab
akibat, tapi bisa juga tentang suatu masalah. Asumsi juga merupakan hal penting dalam
menentukan paradigma penelitian. Tepatnya, keberadaan asumsi ini berguna untuk
menafsirkan kesimpulan yang kita buat
Untuk menentukan asumsi harus didasarkan atas kebenaran yang telah diyakini oleh
peniliti. Sebelum menentukan asumsi peneliti harus lebih mengetahui terhadap sesuatu
dengan cara berupa: .
- Banyak membaca buku, surat kabar atau terbitan lain. Dalam hal ini Prof. Drs. Sutrisno
Hadi MA, mengklasifikasikan bahan pustaka (yang disebut sumber acuan) menjadi dua
kelompok, yaitu: (a) Sumber umum: buku, teks, ensiklopedi dan sebagainya. (b)
Sumber acuan khusus: buletin, jurnal, periodikal (majalah-majalah yang terbit secara
periodik), disertasi, skripsi dan sebagainya. Dari sumber acuan umum dapat diperoleh
teori-teori dan konsep-konsep dasar, sedang dari sumber acuan khusus dapat dicari
penemuan-penemuan atau hasil penelitian yang sudah dan sedang dilaksanakan.
- Banyak mendengar berita, ceramah, pembicaraan orang lain.
- Banyak berkunjung ke tempat (lokasi penelitian). Mengadakan pendugaan
mengabstraksi berdasarkan perbendaharaan pengetahuannya.
Atas dasar itu, maka ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam membuat suatu asumsi,
yaitu:
- Asumsi harus operasional dan asumsi merupakan dasar bagi pengkajian teoritis.
- Asumsi harus menyatakan keadaan yang sebenarnya, bukan keadaan yang diprediksi
atau seharusnya.
- Peneliti harus mengenal betul asumsi yang dipakainya dalam menyusun kerangka
berpikirnya.
- Asumsi yang berbeda, maka beda juga teori yang digunakan.
- Asumsi harus dinyatakan tersurat, sebab asumsi yang tersirat terkadang menyesatkan
dan menyebabkan interprestasi yang berbeda.
Pada konteks ini, kemudian dalam pembahasan penelitian itu tidak akan terlepas dari
kerangka teoritis yang telah kita buat dalam bab metodologi penelitian biasanya. Jadi,
keberadaan kerangka teoritis itu disusun untuk mendapatkan kerangka berpikir. Lalu,
kerangka berpikir itu sendiri disusun untuk mendapatkan rumusan hipotesis. Jadi,
keberadaan kerangka berpikir dan kerangka teoritis itu disusun dengan cara mengkaji teori
teori dan hasil hasil penelitian sebelumnya yang relevan; menggunakan logika berpikjir
deduktif (dari umum ke khusus); jika perlu menggunakan asumsi, postulat atau prinsip agar
dapat mendukung suatu argumentasi yang menanyakan mengapa suatu teori atau
pendekatan tertentu yang kita pilih. Lebih jauh, dapat dikatakan dalam menyusun kerangka
berpikir, ada yang mengungkapkan bahwa boleh saja dijadikan satu dengan kerangka
teoritis (tidak berdiri sendiri pada bab khusus kerangka berpikir). Hal ini dilakukan, bukan
saja dapat menghindari pengulangan yang tidak perlu, namun juga) untuk dapat
menjuruskan pemaparan landasan teori ke arah kerangka berpikir yang argumentasi.

Anda mungkin juga menyukai