Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

ZAKAT
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih

UIN SUSKA RIAU

OLEH

ASHARI
NIM. 12010517704

DOSEN PENGAMPU
Dr. YATIMIN, S.Ag., M.Ag.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan dan memerintahkan
kita untuk melaksanankan amal saleh. Keselamatan dan kesejahteraan semoga
senantiasa dilimpahkan kepada Nabi kita, Nabi Muhammad SAW. Atas rahmat dan
kemurahan Allah, makalah ini dapat disusun dan diselesaikan.
Makalah ini ditujukan kepada kalangan mahasiswa untuk dijadikan sebagai
salah satu rujukan mata kuliah Fiqih di lingkungan Program Studi Pendidikan
Matematika Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim Riau. Diharapkan dengan membaca makalah ini akan dapat
menambah wawasan dan pengetahuan dalam memahami ilmu-ilmu tentang Zakat.
Tidak lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada Dosen Pengampu Bapak Dr.
Yatimin, S.Ag., M.Ag. yang telah membimbing sehingga penulis dapat menyelesai-
kan makalah ini tepat pada waktunya.
Sebagai karya manusia yang tidak ma’shum, penulis sadar betul bahwa
dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, bahkan mungkin
kekeliruan. Atas dasar kesadaran itu, penulis sangat menghargai dan sangat
mengharapkan saran dan kritikan dari semua pihak. Berbagai saran dan kritikan
akan sangat berharga agar penulis dapat melakukan koreksi dan perbaikan.

Penulis

Pekanbaru, 25 November 2020

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Arti Zakat ............................................................................. 3
B. Filosofi Zakat ....................................................................... 4
C. Syarat-syarat Wajib Zakat .................................................... 5
D. Macam-macam Zakat ........................................................... 8
E. Harta Yang Wajib Dizakatkan dan Besar Zakatnya ......... 10
F. Zakat Penghasilan (Profesi) .............................................. 12
G. Golongan Yang Berhak Menerima Zakat ......................... 19
H. Pengelolaan Zakat ............................................................. 21
I. Zakat dan Pajak ................................................................. 23
J. Hikmah Zakat .................................................................... 27

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ....................................................................... 28
B. Saran .................................................................................. 29

DAFTAR PUSTAKA

III
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Zakat merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam yang digunakan
untuk membantumasyarakat lain, menstabilkan ekonomi masyarakat dari
kalangan bawah hingga kalangan atas,sehingga dengan adanya zakat umat
Islam tidak ada yang tertindas karena zakat dapatmenghilangkan jarak
antara si kaya dan si miskin. Oleh karena itu, zakat sebagai salah
satuinstrumen negara dan juga sebuah tawaran solusi untuk menbangkitkan
bangsa dariketerpurukan. Zakat juga sebuah ibadah mahdhah yang
diwajibkan bagi orang-orang Islam,namun diperuntukan bagi kepentingan
seluruh masyarakat.
Zakat merupakan suatu ibadah yang dipergunakan untuk
kemaslahatan umat sehinggadengan adanya zakat (baik zakat fitrah maupun
zakat maal) kita dapat mempererat talisilaturahmi dengan sesama umat
Islam maupun dengan umat lain.
Oleh karena itu kesadaran untuk menunaikan zakat bagi umat Islam
harus ditingkatkan baik dalam menunaikan zakat fitrah yang hanya setahun
sekali pada bulan ramadhan, maupun zakat maal yang seharusnya
dilakukan sesuai dengan ketentuan zakat dalam yang telah ditetapkan baik
harta, hewan ternak, emas, perak dan sebagainya.
Rasulullah saw bersabda, “Bila suatu kaum enggan mengeluarkan
zakat, Allah akan menguji mereka dengan kekeringan dan kelaparan” (HR.
Tabrani). “Bila zakat bercampur dengan harta lainnya, ia akan merusak
harta itu” (HR. al-Bazzar dan Baihaqi).
Keberadaan lembaga zakat sebagai salah satu institusi pemberdayaan
zakat umat memegang peranan penting dalam menjaga stabilitas sosial yang
berkembang dimasyarakat. Kesenjangan sosial yang terkadang muncul
dimasyarakat merupakan fenomena sosial yang begitu memprihatinkan. Hal
ini jika tidak ditanggulangi akan berpotensi menjadi pemicu ledakan sosial
atau bom sosial yang besar.

1
Menurut PP No. 60 Tahun 2010, zakat dapat mengurangi penghasilan
kena pajak. Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008, zakat yang bersifat wajib
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dengan syarat dibayar melalui
badan/lembaga penerima zakat yang dibentuk dan disahkan pemerintah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka terdapat
beberapa masalah yang perlu dikaji, diantarannya:
1. Apa arti zakat?
2. Bagaimana filosofi zakat?
3. Apa syarat-syarat wajib zakat?
4. Apa macam-macam zakat?
5. Bagaimana harta yang wajib di zakatkan dan besar zakatnya?
6. Bagaimana zakat penghasilan (profesi)?
7. Bangaiman golongan yang berhak menerima zakat?
8. Bangaimana pengelolaan zakat?
9. Bagaimana zakat dan pajak?
10. Apa hikmah zakat?
C. Tujuan
Adapun tujuan penulis membuat makalah ini untuk dijadikan sebagai
salah satu rujukan mata kuliah Fiqih di lingkungan Program Studi
Pendidikan Matematika Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Diharapkan akan dapat menambah
wawasan dalam memahami hal-hal yang berkaitan dengan zakat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Arti Zakat
Zakat adalah salah satu rukun Islam. Zakat secara bahasa berarti
tumbuh dan bertambah. Dan menurut syari‘at berarti sedekah wajib dari
sebagian harta. Sebab dengan mengeluarkan zakat, maka pelakunya akan
mendapat kedudukan tinggi di sisi Allah SWT dan menjadi orang yang suci
serta disucikan juga bisa berarti berkah, bersih, suci,subur, dan berkembang
maju.1
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa kita sebagai umat muslim telah
diwajibkan oleh Allah SWT untuk mengeluarkan zakat, seperti firman Allah
SWT dalam (Q.S An- Nur Ayat 56)
َُ‫ُٱلرسولَُلَعَلَّك ْمُت ْر َحمون‬
َّ ‫وا‬۟ ‫ُٱلزك َٰوة ََُوأَ ِطيع‬
َّ ‫وا‬۟ ‫صلَ ٰوة ََُو َءات‬ ۟ ُ‫َوأَقِيم‬
َّ ‫واُٱل‬
“Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Rasul,
supaya kamu diberi rahmat”
Dalam buku lain juga disebutkan, salah satu tugas ekonomi penting
kaum musliminadalah zakat. Al-Quran menyebutkan zakat setelah
menyebutkan sholat ini menunjukkan betapa pentingnya masalah zakat
karena ia merupakan tanda keimanan seseorang dan modal keselamatan-
nya. Dalam ayat yang lain, Allah menjelaskan bahwa orang yang mentaati
perintah Allah khususnya dalam menunaikan zakat, niscaya Allah akan
memberikan rahmat kepada kita dankita akan dikembalikan kepada
kesucian atau fitrah seperti bayi yang baru dilahirkan ke muka bumi ini atau
seperti kertas putih yang belum ada coretan-coretan yang dapat mengotori
kertas tersebut, seperti firman-Nya dalam (Q.S At-Taubah Ayat 103).

َ ُ‫سك ٌَنُلَّه ْم‬


ُ‫ُۗوٱ ََّّلل‬ َ ُ َ‫صلَ ٰوتَك‬
َ ُ‫علَ ْي ِه ْمُُۖإِ َّن‬
َ ُ‫ص ِل‬
َ ‫اُو‬
َ ‫ُوتزَ ِكي ِهمُبِ َه‬
َ ‫ط ِهره ْم‬ َ ُ‫ُم ْنُأَ ْم ٰ َو ِل ِه ْم‬
َ ‫صدَقَةًُت‬ ِ ‫خ ْذ‬

ُ‫ع ِلي ٌم‬


َ ُ‫س ِمي ٌع‬
َ

1 . Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya, 1997), hlm.82.

3
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamubersihkan dan sucikan mereka dan berdoalah untuk mereka.
Sesungguhnya dosa kamu itu(menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”
Zakat itu wajib hukumnya dalam agama. Dan yang mengingkarinya
dianggap telah keluar dari Islam. Imam Shadiq berkata, Sesungguhnya
Allah telah menyediakan bagi para fuqara harta yang dapat mencukupi
hidup mereka di dalam harta orang-orang kaya. Jika Allah mengetahui
bahwa hal itu tidak mencukupi, tentu Allah akan menambahnya. Mereka
menjadi fuqara bukan karena tidak ada bagian dari Allah untuk mereka,
tetapi karena orang-orang kaya itu tidak mau memberikan hak para fuqara
tersebut. Seandainya setiap orang kaya menunaikan kewajiban mereka,
maka para fuqara akan hidup dengan baik. Adapun orang-orang yang
berkewajiban mengeluarkan zakat yaitu harus baligh, berakal, dan hartanya
milik penuh.
B. Filosofi Zakat
Zakat merupakan salah satu ciri dari sistem ekonomi Islam, karena
zakat merupakan salah satu implementasi azas keadilan dalam sistem
ekonomi Islam. Apabila kita memahami kembali makna filosofis
diwajibkannya zakat, maka kita akan mengetahui bahwa sebenarnya zakat
mengandung beberapa aspek: aspek moral dan aspek ekonomi. Dalam
bidang moral, zakat mengikis habis ketamakan dan keserakahan si kaya.
Dalam aspek sosial, zakat bertindak sebagai alat khusus yang diberikan
Islam untuk menghapuskan kemiskinan dari masyarakat dengan
menyadarkan si kaya akan tanggung jawab sosial yang mereka miliki.
Sedangkan pada aspek ekonomi, zakat mencegah penumpukan kekayaan
yang mengerikan dalam tangan segelintir orang dan memungkinkan
kekayaan untuk disebarkan sebelum sempat menjadi besar dan sangat

4
berbahaya di tangan pemiliknya. Ia merupakan sumbangan wajib kaum
muslimin untuk perbendaharaan negara.
Pengertian filosofis di sini yaitu sesuatu yang berhubungan dengan
filsafat, sedangkan filsafat yang dimaksud adalah ajaran hukum dan
perilaku. Memahami adanya kewajiban membayar zakat, kiranya dari sudut
keadilan, yang merupakan ciri utama ajaran (hukum) Islam dan anjuran
dalam berperilaku, adalah sangat tepat.
Adapun filosofi dari kewajiban membayar zakat dalam Islam yaitu,
keyakinan keagamaan, pemerataan keadilan, produktifitas, kebebasan,
etika/kewajaran, istikhlaf (penugasan sebagai khalifah di bumi), solidaritas
sosial, dan persaudaraan.2
C. Syarat-Syarat Wajib Zakat
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam masalah kewajiban
zakat.Syarat tersebut berkaitan dengan muzakki(orang yang mengeluarkan
zakat) dan berkaitan dengan harta.Yang berkaitan dengan muzakki yakni
islam dan merdeka. Adapun anak kecildan orang gila, jika memiliki harta
dan memenuhi syarat-syaratnya masih tetapdikenai zakat yang nanti akan
dikeluarkan oleh walinya. Zakat mempunyai beberapa syarat wajib.
Menurut kesepakatan ulama, syarat wajib zakat adalah merdeka, muslim,
baligh, berakal, kepemilikan hartayang penuh, mencapai nisab, dan
mencapai haul.
1. Merdeka
Menurut kesepakatan ulama, zakat tidak diwajibkan pada seorang
hambakarena hamba tersebut tidak mempunyai hak milik.
2. Islam
Menurut Ijma’, zakat tidak wajib terhadap orang kafir karena
zakatmeupakan ibadah mahdah yang suci. Dalam mazhab Syafi’i,
orang murtad dikenakan zakat sekiranya harta yang telah cukup haul
serta nisabnya berlakusebelum kemurtadan berlaku. Manakala harta

2
. Fitri Kurniawati. “Filosofi Zakat Dalam Filantropi Islam”. Jurnal Hukum dan Ekonomi
Syariah. Vol.05. No. 2. 2017. hlm. 245-250.

5
yang dimiliki semasa murtad,hukumnya bergantung kepada harta itu
sendiri. Jika orang yang murtad itukrmbali kepada agama Islam
sedangkan hartanya yang diperoleh itu semasamurtad, maka zakat
wajib atasnya.
3. Harta yang dikeluarkan haruslah harta yang wajib dizakati
Harta termasuk dalam kriteria ini terdapat 5 jenis harta yaitu
uang,emas dan perak, harta karun dan barang temuan, barang
perniagaan, hasiltanaman, buah-buahan dan binatang ternak yang
merumput sendiri di padangrumput. Harta yang wajib dikeluarkan
zakat disyaratkan produktif yaitu berkembang.
Hal ini karena salah satu makna zakat adalah berkembanng
dan produktif.Yang dimaksudkan dengan berkembang di sini bukan
bermakna berkembang yang sebenarnya tetapi maksud berkembang di
sini ialah bahwa harta tersebut bersedia untuk dikembangkan seperti
melakukan perniagaan atau berupa binatang ternak yang dapat
diternakkan.
Pendapat ini menurut jumhur dengan alasan peternakan
menghasilkanketurunan dari binatang tersebut dan perniagaan
mendatangkankeuntungan.atas dasar tersebut, zakat tidak dikenakan
terhadap mutiara,intan, keperluan asas, tempat tinggal, kuda, dan
sebagainya.
4. Nisab
Nisab ditemukan oleh syara’ sebagai tanda kekayaan seseorang.
Syara’ juga menetapkan kadar yang diwajibkan zakat atas harta itu.
Seperti yang telah ditetapkan, nisab emas adalah 85 gram dan perak 624
gram. Nisab tanaman adalah 5 ausuq atau sama dengan 937,5 kg. nisab
kambing adalah40 ekor dan lembu 30 ekor.
5. Milik Penuh
Para Fuqaha mempunyai pendapat yang berbeda tentang maksud
harta milik, yaitu harta milik yang sudah berada di tangan ataupun harta
milik yang pengeluarannya berada ditangan seseorang ataupun harta

6
yang dimiliki secara asli. Tetapi kebanyakan ulama berpendapat bahwa
harta yang dimilikisecara asli adalah layak untuk dikeluarkan zakat.
Harta yang dikeluarkan zakat harus dimiliki dalam genggaman
tangansendiri. Ini bermakna mahar seorang perempuan sekiranya
belum menerimanya, maka tidak wajib dikenakan zakat sehingga dia
betul-betul memilikinya.
6. Cukup Haul
Pendapat ini berdasarkan hadis Nabi SAW yang maksudnya
“Tiada zakat dalam suatu harta kecuali telah sampai umur pemiliknya
setahun”. Riwayat at-Tirmizi, an-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad.
Pendapat di atas berdasarkan ijma’ para tabiin dan fuqha. Tahun
yang di kira ialah tahun Hijriah bukannya tahun Masehi dan pendapat
ini disepakati para fuqaha. Bagi zakat harta, semua jenis zakat termasuk
zakatuang dan ternak temponya adalah satu tahun, demikian dengan
zakattanaman, temponya adalah mengikuti masa panen. Bagi zakat
galian, haul tidak digunakan bahkan Ia dikenakan mengikut kecukupan
nisab sesuatu tersebut3
Contohnya, sekiranya seorang penggali telah menggali galian emas
danhasil yang diperoleh sebesar 85 gram walau dalam tempo sehari,
maka zakatlayak dikenakan. Dengan syarat berat tersebut hendaklah
diperolehi setelahIa dibersihkan dari benda asing yang lain.
7. Harta tersebut niat untuk diperdagangkan
Harta-harta seperti bangunan, rumah, tanah, kereta, dan sebagainya
tidak dikenakan zakat tetapi sekiranya ia digunakan untuk memperoleh
pendapatan, maka pendapatan tersebut dikenakan zakat. Harta ini
tergolong dalam harta musytaghalat.

3. Lahmudin Nasution, Fiqh Ibadah, (Jakarta: PT. LOGOS Wacana Ilmu, 1999), hlm.
149.

7
Contohnya, sekiranya seseorang itu memiliki sebuah bangunan
dan bangunan tersebut disewakan untuk menghasilkan pendapatan, ma
ka pendapatan hasil sewaan itu dikenakan zakat.
D. Macam-Macam Zakat
Seseorang harus memenuhi syarat sebelum dapat menunaikan zakat,
seperti beragama Islam tentunya, merdeka, telah baligh dan berakal, tidak
dalam keadaan berhutang, serta telah mencapai nishab (batas minimal wajib
zakat pada harta yang wajib dizakati).
Nah, setelah sudah memenuhi syarat, maka kamu juga harus
memenuhi syarat sah pelaksanaan zakat, yaitu niat dan tamlik. Jika sudah
sah, maka kamu dapat menunaikan zakat. Berikut penjelasannya.
1. Zakat Fitrah
Jenis zakat pertama adalah zakat fitrah. Jenis zakat ini
diwajibkannya terkait dengan puasa pada bulan Ramadan, yaitu setiap
satu kali dalam satu tahun. Jenis zakat ini dikenal juga dengan nama
sedekah fitrah.
Tujuan zakat fitrah, kegunaan zakat fitrah adalah untuk
mensucikan para yang berpuasa dari perbuatan tanpa guna dan ucapan
kotor, dengan cara memberikan makan pada fakir miskin, membantu
mencukupi kebutuhan mereka. Hukum zakat ini bersifat wajib.
Ketetapan zakat fitrah, zakat fitrah sebetulnya memiliki ukuran
tersendiri yang harus dikeluarkan oleh setiap muslim, yaitu sebanyak
satu Sha’ (sekitar 2,5 Kg) dari makanan pokok.
Nah, bila pada zaman dahulu kala, diketahui melalui berbagai
hadits ada ketetapan makanan untuk zakat fitrah, yaitu kurma kering,
sya’ir, susu kering yang tidak dibuang buihnya, serta kurma basah.
2. Zakat Maal
Zakat maal atau zakat harta merupakan segala sesuatu yang
diinginkan oleh manusia untuk dimiliki, dimanfaatkan, serta disimpan.
Untuk menunaikan zakat maal, kamu harus memenuhi syarat berikut:
Milik penuh, bukan bersama, bebas dari hutang, sudah lebih dari satu

8
tahun, sudah cukup nisab (sudah mencapai nilai tertentu), dan mempu-
nyai potensi berkembang.4
Nah, namun tidak semua bentuk harta terkena wajib zakat. Berikut
adalah beberapa yang terkena wajib zakat:
a) Emas dan Perak.
Emas dan perak yang wajib dizakati adalah emas dan perak
yang sudah cukup nishabnya, dan telah dimiliki selama setahun.
Perhitungannya adalah besaran zakat 2,5 % dari nilai emas.
Semisal seorang memiliki 100gr emas.
Pada saat ingin melakukan zakat, harga 1gr emas adalah
50.000. Maka, besaran zakat yang harus ditunaikan adalah 100 x
50.000 x 2.5% yang berarti 125.000.
b) Binatang Ternak
Hewan ternak yang terkena wajib zakat adalah yang
memberikan manfaat bagi manusia, digembalakan (tidak
dipekerjakan), mencari makan sendiri melalui pengembalaan, telah
dimiliki satu tahun dan mencapai nishab.
Perhitungan masing-masing hewan ternak berbeda. Seperti
contohnya sapi, apabila jumlah sampai 30 ekor, maka zakatnya
berupa seekor anak sapi betina atau jantan seumur satu tahun.
c) Ziro’ah (Pertanian dan Segala Hasil Bumi)
Hasil pertanian dan segala hasil bumi wajib ditunaikan
zakatnya apabila mencapai nishab 5 wasaq atau sekitar 650 kg.
Nah, untuk kadar zakat ada dua macam yaitu pengairannya secara
alami dan non alami.
Bila non alami, yaitu diperkuat oleh tenaga manusia, maka
kadar zakatnya 5%. Jika alami, yaitu melalui hujan atau mata air,
maka 10% kadar zakatnya.

4
. Abdul Al-Hamid Mahmud Al-Ba’ly, Ekonomi Zakat : Sebuah Kajian Moneter dan
Keuangan Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 3.

9
d) Zakat Perdagangan atau Tijarah
Zakat tijarah adalah zakat yang berkaitan dengan komoditas
dagang. Zakat ini memiliki ketentuan yaitu diambil dari modal, dan
dihitung dari terjualnya barang sebesar 2,5%. Zakat yang
ditunaikan bisa berupa uang seharga barang ataupun berupa barang
dagangan, serta bisaya dibayarkan secara sistem periodik.
E. Harta Yang Wajib Dizakatkan dan Besar Zakatnya
Di dalam kitab-kitab hukum (fikih) Islam harta kekayaan yang wajib
di keluarkan zakatnya digolongkan kedalam kategori5
1. Hasil Perdagangan
Setiap harta hasil berniaga atau berdagang wajib dizakatkan
meliputi barang dagangan, ditambah uang kontan, dan piutang yang
masih mungkin kembali. Besar zakatnya 2,5 persen dikeluarkan setelah
dikurangi utang dan kerugian, telah mencapai nisab (85 gram emas) dan
telah berusia satu tahun haul.
2. Hasil Pertanian dan Buah-buahan
Hasil pertanian dan panen buah-buahan juga wajib untuk
dizakatkan. Nisab zakat pertanian dan buah-buahan adalah 5 wasq atau
setara dengan 653 kg. Zakat yang dikeluarkan bila diairi dengan air
hujan atau air sungai 10 persen dan bila diari dengan air yang memakan
biaya lain seperti diangkut kendaraan, menggunakan pompa dan
sebagainya, zakat yang dikeluarkan 5 persen, dan dizakati setiap panen.
3. Hewan Ternak
• Zakat hewan ternak unta:
a) 5 sampai 9 ekor unta, zakatnya 1 ekor kambing.
b) 10 sampai 14 ekor unta, zakatnya 2 ekor kambing.
c) 15 sampai 19 ekor unta, zakatnya 3 ekor kambing.
d) 20 sampai 24 ekor unta, zakatnya 4 ekor kambing.

5. K.N. Sofyan Hasan, S.H., M.H., Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, (Surabaya: Al-
Ikhlas, 1995), hlm 30.

10
• Zakat hewan ternak sapi atau kerbau:
a) 30 – 39 ekor sapi /kerbau, zakatnya 1 ekor sapi jantan/betina
usia 1 tahun.
b) 40 – 59 ekor sapi/kerbau, zakatnya 2 ekor anak anak sapi betina
usia 2 tahun.
c) 60 – 69 ekor sapi/kerbau, zakatnya 2 ekor anak sapi jantan.
d) 70 – 79 ekor sapi/kerbau, zakatnya 2 (dua) ekor anak sapi betina
usia 2 tahun ditambah 1 (satu) ekor anak sapi jantan 1 tahun. dan
seterusnya.
• Zakat hewan ternak kambing atau domba:
a) 0 – 120 ekor, zakatnya 1 ekor kambing.
b) 120 – 200 ekor, zakatnya 2 ekor kambing.
c) 201 – 399 ekor, zakatnya 3 ekor kambing.
d) 400 – 499 ekor, zakatnya 4 kambing dan seterusnya setiap 100
ekor zakatnya ditambah 1 ekor kambing.
4. Rikaz (Barang Temuan)
Setiap penemuan harta terpendam dalam tanah selama bertahun-
tahun atau rikaz, berupa emas atau perak yang tidak diketahui lagi
pemiliknya maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 20 persen.
5. Hasil Profesi
Zakat yang dikeluaran dari penghasilan profesi jika sudah
mencapai nilai tertentu (nisab) profesi yang dimaksud mencakup
profesi pegawai negeri atau swasta. Seeorang pegawai dengan
penghasilan minimal setara 522 kilogram beras wajib megeluarkan
zakatnya sebesar 2,5 persen.
6. Investasi
Zakat investasi dikenakan terhadap harta yang diperoleh dari
hasil investasi. Contohnya, bangunan atau kendaraan yang disewakan.
Zakat investasi dikeluarkan pada saat menghasilkan, sedangkan modal
tidak dikenai zakat. Besar zakat yang dikeluarkan 5 persen untuk
penghasilan kotor dan 10 persen untuk penghasilan bersih. Sebagian

11
ulama Hanbali menganalogikan ke dalam zakat perdagangan dengan
nisab 85 gram serta sampai haul.
7. Tabungan
Setiap muslim yang memiliki uang dan telah disimpan terhitung
mencapai satu tahun dan nilainya setara 85 gr emas wajib mengeluarkan
zakat sebesar 2,5 persen.
8. Emas atau Perak
Setiap muslim yang memiliki simpanan emas atau perak selama
satu tahun dan nilai minimalnya mencapai 85 gram emas wajib
mengeluarkan zakat sebanyak 2,5 persen. (Setiawan Chogah/DD Riau).
F. Zakat Penghasil Profesi
a) Definisi
Zakat profesi adalah zakat yang di keluarkan dari hasil apa yang
di peroleh dari pekerjaan dan profesinya. Misalnya pekerjaan yang
menghasilkan uang baik itu pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa
tergantung dengan orang lain, berkat kecekatan tangan ataupun otak
(professional). Maupun pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat
pihak lain baik pemerintah, perusahaan, maupun perorangan dengan
memperoleh upah yang diberikan, dengan tangan, otak, ataupun
keduanya. Penghasilan dari pekerjaan seperti itu berupa gaji, upah,
ataupun honorarium. yang demikian itu apabila sudah mencapai
nisabnya dan haulnya pendapatan yang ia hasilkan harus di keluarkan
zakatnya.
b) Dasar Hukum
Semua penghasilan melalui kegiatan professional tersebut,
apabila telah mencapai nisab maka wajib dikeluarkan zakatnya. Allah
SWT berfirman:
ُِ ‫ُو ْٱل َمحْ ر‬
‫وم‬ َّ ‫ىُأَ ْم ٰ َو ِل ِه ْمُ َح ٌّق ُُِلل‬
َ ‫سآئِ ِل‬ ٓ ِ‫َوف‬
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang
meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian” (Q.S. Adz-
Dzariyat [51]: 19).

12
۟ ‫ُوأَنفَق‬
ُ‫وا‬ َ ‫ُمنك ْم‬ ۟ ‫ُم َّماُ َج َعلَكمُ ُّم ْست َْخلَفِينَ ُفِي ِهُُۖفَٱلَّذِينَ ُ َءا َمن‬
ِ ‫وا‬ ۟ ‫ۦُوأَن ِفق‬
ِ ‫وا‬ َ ‫ُو َرسو ِل ِه‬
َ ‫ٱَّلل‬ ۟ ‫َء ِامن‬
ِ َّ ‫واُ ِب‬
ٌ ‫لَه ْمُأَجْ ٌرُ َك ِب‬
ُ‫ير‬
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah
sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu
menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan
menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang
besar”. (Q.S. Al-Hadid [57]: 7).

َ ‫ط ِي ٰبَتُِ َماُ َك‬


‫سبْت ُْم‬ َ ُ‫ُمن‬ ۟ ‫ُٰيَٓأَيُّ َهاُٱلَّذِينَ ُ َءا َمن ٓو ۟اُأَن ِفق‬
ِ ‫وا‬
“Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah (zakat) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik”. (QS. al-Baqarah[2]: 267).
Rasulullah saw bersabda, “Bila suatu kaum enggan mengeluarkan
zakat, Allah akan menguji mereka dengan kekeringan dan kelaparan”
(HR. Tabrani). “Bila zakat bercampur dengan harta lainnya, ia akan
merusak harta itu” (HR. al-Bazzar dan Baihaqi).
Dari sudut keadilan penetapan kewajiban zakat pada setiap harta
yang dimiliki akan terasa sangat jelas, dibandingkan dengan hanya
menetapkan kewajiban zakat pada komoditas-komoditas tertentu saja
yang konvonsional.
Petani yang saat ini kondisinya secara umum kurang beruntung,
tetap harus berzakat, apabila hasil pertaniannya telah mencapai nishab.
Karena itu sangat adil pula, apabila zakat inipun bersifat wajib pada
penghasilan yang didapatkan para dokter, para ahli hukum, konsultan
dalam berbagai bidang, para dosen, para pegawai dan karyawan yang
memiliki gaji tinggi dan profesi lainnya.
Sejalan dengan perkembangan kehidupan umat manusia,
khususnya dalam bidang ekonomi, kegiatan penghasilan melalui
keahlian dan profesi ini akan semakin berkembang dari waktu ke waktu.
Bahkan akan menjadi kegiatan ekonomi yang utama, seperti terjadi di
Negara-Negara industri sekarang ini.

13
Penetapan kewajiban zakat kepadanya, menunjukkan betapa
hukum Islam sangat aspiratif dan responsive terhadap perkembangan
zaman. Afif Abdul Fatah Thabar menyatakan bahwa aturan dalam
Islam itu bukan saja sekedar berdasarkan pada keadilan bagi seluruh
umat manusia, akan tetapi sejalan dengan kemashlahatan dan
kebutuhan hidup manusia, sepanjang zaman dan keadaan, walaupun
zaman itu berbeda dan berkembang dari waktu ke waktu.6
c) Nisab, Waktu, Ukuran dan Cara Mengeluarkan Zakat Profesi
Nisab merupakan batas minimal atau jumlah minimal harta yang
dikenai kewajiban zakat. Karena zakat profesi ini tergolong baru,
nisabnya pun mesti dikembalikan (dikiaskan) kepada nishab zakat-
zakat yang lain, yang sudah ada ketentuan hukumnya.
Ada dua kemungkinan yang dapat dikemukakan untuk ukuran
nishab zakat profesi ini:
1) Disamakan dengan nishab zakat emas dan perak, yaitu dengan
mengkiaskannya kepada emas dan perak sebagai standar nilai uang
yang wajib dikeluarkan zakatnya, yakni 20 dinar atau 93,6 gram
emas. Berdasarkan Hadis Riwayat Daud: (Tidak ada suatu
kewajiban bagimu dari emas (yang engkau miliki) hingga
mencapai jumlah 20 dinar).
2) Disamakan dengan zakat hasil pertanian yaitu 5 wasq ( sekitar 750
kg beras). Zakatnya dikeluarkan pada saat diterimanya penghasi-
lan dari profesi tersebut sejumlah 5 atau 10 %, sesuai dengan biaya
yang dikeluarkan.
Karena profesi itu sendiri bermacam-macam bentuk, jenis dan
perolehan uangnya, penulis cenderung untuk tetap memakai kedua
macam standar nisab zakat tersebut dalam menentukan nishab zakat
profesi, dengan perimbangan sebagai berikut:

6
. Pasha Kamal Mustafa, dkk, Fikih Islam, (Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2002), hlm.
98.

14
Pertama, Untuk jenis-jenis profesi berupa bayaran atas keahlian,
seperti dokter spesialis, akuntan, advokat, kontraktor, arsitek, dan
profesi-profesi yang sejenis dengan itu, termasuk juga pejabat tinggi
negara, guru besar, dan yang sejajar dengannya, nishab zakatnya
disamakan dengan zakat hasil pertanian, yakni senilai kurang lebih 750
kg beras (5 wasaq). Meskipun kelihatannya pekerjaan tersebut bukan
usaha yang memakai modal, namun ia sebenarnya tetap memakai
modal, yaitu untuk peralatan kerja, transportasi, sarana kominikasi
seperti telephon, rekening listrik, dan lain-lain, zakatnya dikiaskan atau
disamakan dengan zakat hasil pertanian yang memakai modal, yakni 5
%, dan dikeluarkan ketika menerima bayaran tersebut. Ini sama dengan
zakat pertanian yang yang menggunakan biaya irigasi (bukan tadah
hujan).7
Dengan demikian, jika harga beras 1 kg Rp. 3200, sedangkan
nisab (batas minimal wajib zakat) tanaman adalah 750 kg, maka untuk
penghasilan yang mencapai Rp. 3.200 x 750 = Rp. 2.400.000,-, wajib
mengeluarkan zakatnya sebanyak 5% nya yakni Rp. 120.000.-.
Pendapat semacam ini sesuai dengan pendapat Muhammad
Ghazali, sebagaimana yang dikutip Yusuf Qardawi, bahwa dasar dan
ukuran zakat penghasilan tanpa melihat modalnya, dapat disamakan
dengan zakat pertanian yaitu 5 atau 10 persen. Kata Ghazali, siapa yang
memiliki pendapatan tidak kurang dari pendapatan seorang petani,
terkena kewajiban zakat. Maka gologan profesionalis wajib
mengeluarkan zakatnya sebesar zakat petani tersebut, tanpa memper-
timbangkan keadaan modal dan persyaratan lainnya.
Seperti ini pula yang ditetapkan oleh Kamar Dagang dan Industri
kerajaan Arab Saudi, bahwa penghasilan profesi yang bukan bersifat
perdagangan, dikiaskan nisab zakatnya kepada zakat hasil tanam-
tanaman dan buah-buahan dengan kadar zakat sebesar 5%.

7
. M. Ali Hasan, Zakat dan Infaq, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 73-77.

15
Tawaran seperti ini lebih kecil dari yang diusulkan oleh M. Amin
Rais, dalam bukunya Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta. Menu-
rutnya profesi yang mendatangkan rizki dengan gampang dan cukup
melimpah, setidaknya jika dibandingkan dengan penghasilan rata-rata
penduduk, sebaiknya zakatnya ditingkatkan menjadi 10 persen (usyur)
atau 20 persen (khumus). Lebih jauh Amin mempersoalkan masih
layakkah, profesi-profesi moderen seperti dokter spesialis, komisaris
perusahaan, bankir, konsultan, analis, broker, pemborong berbagai
konstruksi, eksportir, inportir, notaris, artis, dan berbagai penjual jasa
serta macam-macam profesi kantoran (white collar) lainnya, hanya
mengeluarkan zakat sebesar 2,5 persen, dan lebih kecil dari petani kecil
yang zakat penghasilannya berkisar sekitar 5 sampai 10 persen. Padahal
kerja tani jelas merupakan pekerjaan yang setidak-tidaknya secara fisik.
Cukupkah atau sesuaikan dengan spirit keadilan Islam jika zakat
terhadap berbagai profesi moderen yang bersifat making money tetap
2,5 persen? Layakkah presentasi sekecil itu dikenakan terhadap profesi-
profesi yang pada zaman Nabi memang belum ada.
Hemat penulis, pendapat Amin Rais di atas sebenarnya cukup
logis dan cukup argumentatif, namun membandingkan profesi dengan
rikaz (barang temuan) agaknya kurang tepat. Rikaz diperoleh dengan
tanpa usaha sama sekali, sementara profesi membutuhkan usaha dan
keahlian serta biaya yang kadang-kadang cukup tinggi. Karena itu
penulis cenderung untuk menyamakanya dengan zakat pertanian yang
memakai biaya irigasi, yakni 5 persen.
Kedua, Bagi kalangan profesional yang bekerja untuk pemerin-
tah misalnya, atau badan-badan swasta yang gajinya tidak mencapai
nishab pertanian sebagaimana yang dikemukakan di atas, sebutlah guru
misalnya, atau dokter yang bekerja di rumah sakit, atau orang-orang
yang bekerja untuk suatu perusahaan angkutan. Zakatnya disamakan
dengan zakat emas dan perak yakni 93,6 gram (sekitar Rp. 8.424.000 ,
jika diperkirakan harga pergram emas sekarang 90.000,) maka nilai

16
nishab emas adalah Rp. Rp. 8.424.000, dengan kadar zakat 2,5 %. Jika
pada akhir tahun jumlah mencapai satu nisab, dikeluarkan zakatnya 2,5
persen, setelah dikeluarkan biaya pokok dari yang bersangkutan dan
keluarganya.
Misalnya seorang dosen golongan III/c dengan masa kerja 6 tahun
yang keluarganya terdiri dari seorang isteri dan tiga orang anak.

No Pemasukan Pengeluaran Jumlah


Perbulan Perbulan
1 Rp. 1. 500.000,00 Rp. 500.000,00 Rp. 1.000.000,00
2 Rp. 500.000,00 Rp. 500.000,00
Total Pertahun Rp. 12.000.000,00
Dikeluarkan 2,5% x Rp. 12.000.000,00 = Rp. 480.000,00

Agar pembayaran zakat ini tidak memberatkan kepada muzakki


(si wajib zakat), baik dari segi penghitungannya, maupun dari beban
yang harus dikeluarkan pertahun sebagai zakat, hemat penulis lebih
baik dibayarkan setiap bulan, ketika menerima gaji. Jadi si muzakki ini
dapat mengeluarkan zakatnya Rp. 480.000 : 12 = Rp. 40.000 perbulan.8
Nisab dan cara mengeluarkan zakat profesi ada beberapa
perbedaan pendapat dari para Ulama ahli fiqih dalam menentukan
nisab dan cara mengeluarkan zakat profesi. Dari pendapat-pendapat
mereka adalah:
1) Ulama dari Empat Mazhab berpendapat bahwa tidak ada zakat
pada harta kecuali sudah mencapai nishab dan sudah memiliki
tenggang waktu satu tahun. Adapun nishabnya adalah senilai 85
gram emas dengan kadar zakat sebesar 2,5% (Al-Fiqh Islamy Wa
Adillatuhu, juz II : 866, 1989).

8
. Drs. K.H Didin Hafiuddin MSc, Zakat, Infaq, Sedekah, (Jakarta : Gema Insani Press,
1999). hlm. 67.

17
2) Pendapat yang penulis ambil dari Syeikh Muhammad Ghazali yang
menganalogikan zakat profesi dengan zakat hasil pertanian, baik
dalam nishab maupun persentase zakat yang wajib dikeluarkan,
yaitu 10%.
3) Pendapat yang menganalogikan zakat profesi ini pada dua hal,
yaitu dalam hal nishab pada zakat pertanian, sehingga dikeluarkan
pada saat diterimanya, dan pada zakat uang dalam hal kadar
zakatnya yaitu sebesar 2,5% (Al-Fiqh Islamy Wa Adillatuhu, juz II
: hal. 866). Pendapat yang menganalogikan zakat profesi dengan
zakat pertanian, antara lain diambil dari pendapat sebagian sahabat
seperti Ibnu Abbas, Ibn Mas’ud, dan Mu’awwiyah, dan juga dari
sebagian seperti Imam Zuhri, Hasan Bashri, Umar bin Abdul Aziz,
Baqir, Shadiq, Nashir, dan Daud Dzahiri (Al-Fiqh Islamy Wa
Adillatuhu, juz II : hal. 866).
4) Pendapat Madzhab Imamiyyah yang menetapkan zakat profesi
sebesar 20% dari hasil pendapatan bersih. Hal ini berdasarkan
pemahaman mereka terhadap firman Allah SWT dalam Q.S. Al-
Anfaal ayat 41, yaitu Artinya: “Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja
yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang [613], Maka
Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, Kerabat rasul, anak-
anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil[614], jika kamu
beriman kepada Allah dan kepada apa [615] yang Kami turunkan
kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan [616], Yaitu di
hari bertemunya dua pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu”. Menurut mereka berdasarkan ayat di atas adalah kata-
kata ghanintum dalam ayat tersebut bermakna seluruh penghasilan,
termasuk gaji, honorarium, dan pendapatan lainnya.
Namun, bagi ulama yang menyamakan dan menetapkan
prosentasi zakat profesi sama dengan zakat perdagangan yakni 2,5%,
maka yang bersangkutan harus mengeluarkan zakat dari hasil yang
diterimanya dari profesi yang ia jalani setelah dikeluarkannya segala

18
biaya kebutuhan hidup yang wajar dan selama adanya sisa tersebut
dalam masa setahun, telah mencapai batas minimal yakni senilai 85
gram emas murni.
Sedangkan bagi ulama yang yang menganalogikan hasil-hasil
dari profesi tersebut dengan zakat pertanian, maka apabila dalam arti
seperti itu ia menerima penghasilan senilai 653 kg hasil pertanian yang
harganya paling murah, dan seketika itu juga ia harus menyisihkan 5%
atau 10% dari penghasilannya (tergantung kadar keletihan yang
bersangkutan) dan tidak perlu menunggu batas waktu setahun.
G. Golongan Yang Berhak Menerima Zakat
Islam adalah agama yang menjadi rahmat bagi sekalian alam
(rahmatan lil`alamin), yakni agama yang diturunkan oleh Allah Swt ke
dunia untuk menjadi rahmat bagi seluruh makhluk. Kesempurnaan dalam
Islam ini terlihat dari adanya pengaturan yang sitematis dalam semua lini
dan sisi kehidupan umat manusia secara tegas dan jelas, serta tidak pula
berbelit-belit, sehingga mudah dipahami dan ringan pula diamalkan.
Ajaran agama Islam tidak hanya mengatur hal-hal yang bersifat
vertikal (ubudiyah antara manusia dengan penciptannya) saja, lebih dari itu
Islam juga mengatur masalah horizontal (muamalah antar penganutnya)
yang menyentuh dimensi sosial kehidupan penganutnya, walaupun
sesungguhnya dimensi sosial itu juga dinilai sebagai sebuah tindakan yang
disandarkan kepada amal yang mendatangkan nilai ibadah antara seorang
muslim dengan Allah Swt, artinya bahwa seluruh aktifitas manusia yang
disandarkan kepada Allah SWT akan mendatangkan balasan kebaikan bagi
pelakunya.
Selain urusan ubudiyah, di dalam ajaran Islam, salah satu dari
aktivitas ibadah yang domainnya menyentuh dan berbentuk kepedulian
sosial disebut dengan zakat, baik zakat Mal maupun zakat Fitrah. Bahkan
zakat merupakan salah satu dari rukun Islam ketiga yang wajib dilaksanakan
oleh penganutnya, tentunya bagi yang memenuhi syarat dan rukun-
rukunnya, yang kesemua itu bertujuan sebagai bukti ketaatan dan juga

19
sebagai alat pembersih bagi harta dan atau jiwa. Allah Swt berfirman di
dalam surat at-taubah ayat 103, sebagai berikut :

َ ُ‫سَك ٌَنُلَّه ْم‬


ُ‫ُۗوُٱ ََّّلل‬ َ ُ َ‫صَلَ ٰوتَك‬
َ ُ‫علَ ْي ِه ْمُُۖ ِإ َّن‬
َ ُ‫صَ ِل‬
َ ‫اُو‬
َ ‫ُوتزَ ِكي ِهمُ ِب َه‬
َ ‫ط ِهره ْم‬ َ ُ‫ُم ْنُأَ ْم ٰ َو ِل ِه ْم‬
َ ‫صَ َدقَةًُت‬ ِ ‫خ ْذ‬
ُ‫ع ِلي ٌم‬
َ ُ‫س ِمي ٌع‬
َ
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Ayat ini adalah salah satu dari firman Allah Swt yang menunjukkan
tentang adanya perintah kewajiban zakat yang menyebutkan tentang fungsi
dari zakat itu sendiri, yakni sebagai alat yang membersihkan dan
menentramkan jiwa orang yang melaksanakannya.
Islam juga telah mengatur dan menetapkan secara qath’i delapan
golongan atau kelompok yang berhak menerima zakat, jika harta zakat telah
terkumpul. Mereka inilah yang dikenal dengan Asnafus Samaniyah, yakni 8
golongan yang berhak dan boleh menerima zakat, baik zakat fitrah maupun
zakat Mal (mustahik). Penetapan golongan yang berhak menerima zakat ini
telah di sebutkan secara jelas di dalam al-Qur’an ayat 60 surat al-Taubah.
ٰ َّ
ِ ‫ٱلر َقَا‬
ُِ َ ‫اُو ْٱلم َُلَّفََ ِة ُقلوبه ْم‬
ِ ُ ‫ُوفِى‬ َ ُ َ‫ُو ْٱل ٰعَ ِملِين‬
َ َ‫علَي َْه‬ َ ‫ين‬ َ ٰ ‫ُو ْٱل َم‬
ِ ‫سََََ ِك‬ َ ‫اُٱلصَََ َدَ َقَت ُ ِل ْلفقَ َرآ ِء‬ َ‫إِنَّ َم‬
‫ع ِلي ٌمُ َح ِكي ٌُم‬ َّ ‫ُۗو‬
َ ُ‫ٱَّلل‬ ِ َّ َ‫ُمن‬
َ ُ‫ُٱَّلل‬ ِ ً ‫ضة‬َ ‫سبِي ِلُُۖفَ ِري‬ َّ ‫ُوٱب ِْنُٱل‬ ِ َّ ‫سبُِي ِل‬
َ ‫ُٱَّلل‬ َ ُ‫ُوفِى‬ َ َ‫َو ْٱل ٰغَ ِر ِمين‬
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-
orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk
jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai
suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana”.
Sesungguhnya zakat-zakat wajib hanya diberikan kepada: orang-
orang yang membutuhkan yang tidak memiliki apapun, kaum miskin yang
tidak memiliki sesuatu yang mencukupi mereka dan menutupi kebutuhan
mereka, para petugas yang sibuk mengumpulkannya, orang yang

20
dilembutkan hatinya sehingga diharapkan keislamannya, atau diharapkan
keimanannya bertambah kuat, atau orang yang diharapkan bermanfaat bagi
kaum muslimin, atau kalian dapat menepis dengannya keburukan seseorang
terhadap kaum muslimin, untuk membebaskan hamba sahaya dan budak-
budak yang ingin menebus dirinya, orang-orang yang terkena tuntutan
hutang dalam rangaka memperbaiki persengketaan, atau orang yang
terbebani oleh hutang-hutang yang tidak dipakai untuk kerusakan maupun
di hambur-hamburkan, lalu mereka kesulitan untuk melunasinya, para
pejuang di jalan Allah, serta musafir yang kehabisan bekal perjalanan.
Pembagian ini adalah merupakan kewajiaban yang diwajibkan oleh
Allah dan ditetapkanNya. Dan Allah maha mengetahui maslahat-maslahat
hamba-hambaNya, maha bijaksana dalam pengaturan dan ajaran
syariatNya.
H. Pengelolaan Zakat
Zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk
meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat sehingga perlu diatur
untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakat harus dikelola secara
melembaga sesuai dengan syariat Islam. UU 23 tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat diundangkan untuk mengganti Undang-Undang Nomor
38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang sudah tidak sesuai dengan
perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti
dengan yang baru dan sesuai.
Keberadaan lembaga zakat sebagai salah satu institusi pemberdayaan
zakat umat memegang peranan penting dalam menjaga stabilitas sosial yang
berkembang dimasyarakat. Kesenjangan sosial yang terkadang muncul
dimasyarakat merupakan fenomena sosial yang begitu memprihatinkan. Hal
ini jika tidak ditanggulangi akan berpotensi menjadi pemicu ledakan sosial
atau bom sosial yang besar.
Pemerataan ekonomi dan pembangunan merupakan salah satu isu
krusial dalam pemberdayaan masyarakat. Parameter kesejahteraan masya-
rakat seringkali mendudukkan aspek penilaian finansial dalam poin penting,

21
hal ini menegaskan bahwa penyelesaian permasalahan ekonomi umat
merupakan hal yang tidak bisa dilupakan begitu saja.
Menjawab tantangan dan keterbutuhan akan berbagai macam hal
diatas, maka berbagai macam upaya telah dilakukan pemerintah dan
jajaran stakeholder terkait, namun masih belum optimal untuk menyentuh
masyarakat secara menyeluruh.
Hal ini disebabkan karena rumitnya pula aturan birokrasi yang ada di
negeri ini. Karena itu diperlukan pihak ketiga yang berperan sebagai mitra
pemerintah dalam menyelesaikan permasala-han ekonomi umat. Disinilah
lembaga amil zakat (LAZ) menjalankan peran semaksimal mungkin sebagai
mitra pemerintah dalam mengelola potensi zakat yang ada di masyarakat
untuk menyejahterakan masyarakat.
Kenapa harus (LAZ)? Sebagai institusi yang memiliki wewenang
menghimpun dana masyarakat secara legal formal, (LAZ) memiliki akses
dalam mengambil pos-pos keuangan di masyarakat yang tidak terjangkau
oleh pajak pemerintah.
Potensi dana umat Islam yang terkumpul dari zakat merupakan solusi
alternatif yang dapat didayagunakan bagi upaya penanggulangan masalah
kemiskinan di Indonesia dan pemberdayaan ekonomi umat, yang tidak dapat
terpecahkan dan teratasi hanya dengan dana APBN yang berasal dari
penerimaan pajak maupun hutang luar negeri. Potensi ZIS (Zakat, Infaq dan
Shodaqoh) di masyarakat memang cukup besar, hal ini jika tidak dikelola
dengan baik akan menjadi sebuah hal yang merugikan.
Keberadaan lembaga amil zakat, baik pemerintah atau independen,
seharusnya bisa menjadi garda terdepan dalam inisiator pemberdayaan zakat
masyarakat dengan berbekal funding yang telah dikumpulkan. Potensi (ZIS)
ini setidaknya merupakan sebuah aset penting yang belum banyak
dimaksimalkan.
Bulan Ramadhan identik dengan bulan pengeluaran Zakat, Infak,
Sedekah bahkan Wakaf. Ramadhan, bulan yang ditaburi keberkahan. Bulan
yang mengajak kaum Muslimin di berbagai belahan untuk berpuasa. Bulan

22
istimewa yang menyebar banyak kebaikan, di mana Al-Quran diturunkan
pada bulan ini. Bulan yang siang dan malamnya terliputi kemuliaan. Bulan
yang di antara salah satu malamnya memiliki nilai lebih baik dari seribu
bulan.
Kenikmatan dan sebagai bentuk penghormatan dalam menyambut
Ramadhan adalah bagian dari kecintaan yang mendalam akan kehadiran
Ramadhan. Memaknai bulan Ramadhan diharapkan dapat menghadirkan
ukhuwah yang direalisasikan dalam rasa kasih dan sayang, peduli,
kebersamaan, dan kedermawanan sosial.
Aspek Lain Untuk pengelolaan zakat masyarakat adalah bagaimana
memaksimalkan dana zakat yang dihimpun oleh Lembaga Amil Zakat agar
sebaik mungkin dikelola dalam program pemberdayaan masyarakat untuk
pengentasan kemiskinan. Butuh usaha ekstra keras untuk mewujudkan cita-
cita pengentasan kemiskinan berbasis dana zakat ini. Ramadhan adalah
momentum untuk menggali secara lebih dalam bagaimana usaha terbaik
untuk pemberdayaan zakat. Mari terus berkarya dan Ambil Berkahnya.
I. Zakat dan Pajak
Pajak dan zakat adalah hal yang tak terpisahkan dalam pelaksanaan
pemenuhan kewajiban baik dalam menjalani kehidupan bernegara maupun
beragama. Pajak maupun zakat memiliki persamaan dalam tujuan
pelaksanaannya yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat.
Menurut PP No. 60 Tahun 2010, zakat dapat mengurangi penghasilan
kena pajak. Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008, zakat yang bersifat wajib
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dengan syarat dibayar melalui
badan/lembaga penerima zakat yang dibentuk dan disahkan pemerintah.
Dalam huruf b Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
11/PJ/2018 mengatur lembaga penerima zakat yang dibentuk dan disahkan
pemerintah untuk agama Islam, huruf c mengatur untuk agama Buddha,
huruf d mengatur untuk agama Katolik, dan huruf e mengatur untuk agama
Kristen.

23
Fakta yang ada, sangat sedikit masyarakat yang mencantumkan
perhitungan zakat sebagai pengurang pajak penghasilan meskipun
pemerintah sudah memfasilitasi. Secara umum, sistem pengelolaan zakat
dan pajak ini belum mencerminkan akuntabilitas dan kreditabilitas.
Hal itu dapat dilihat dari, pertama, sisi pemerintah, kurangnya
sosialisasi mengenai zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak
adalah salah satu hambatan. Masyarakat kebingungan atas aturan yang
wajib dipenuhi agar zakat dapat menjadi pengurang penghasilan kena pajak.
Kurangnya sosialisasi ini berdampak pada tidak adanya minat
membayar zakat melalui badan/lembaga penerima zakat yang dibentuk dan
disahkan pemerintah, meski sebenarnya hal itu menguntungkan bagi
pembayar zakat.
Kedua, terbatasnya lembaga yang dibentuk dan disahkan pemerintah
adalah alasan kebingungan masyarakat. Ketika masyarakat membayar zakat
di lembaga yang bukan disahkan pemerintah, zakat tersebut tidak dapat
menjadi pengurang penghasilan kena pajak.
Selain itu, kepercayaan masyarakat pada lembaga zakat yang telah
disahkan oleh pemerintah itu juga relatif rendah. Hal tersebut terjadi karena
apabila masyarakat membayar zakat, masyarakat ingin zakat yang mereka
bayarkan digunakan dengan benar.
Ketiga, psikologi juga merupakan suatu hambatan dalam mekanisme
tersebut. Wajib pajak enggan mencantumkan zakatnya karena khawatir
akan memengaruhi kadar keikhlasannya. Bukan hanya mencantumkan
nomor pokok wajib pajak atau formulir setoran zakat, mencantumkan nama
asli pun dikhawatirkan menimbulkan riya’.
Keempat, sistem zakat tidak semodern penerimaan pajak. Di
Indonesia, uang yang dibayarkan sebagai zakat tidak seperti uang pajak.
Pajak yang dibayarkan akan tercatat dalam Modul Penerimaan Negara
(MPN) dan mendapatkan Nomor Tanda Penerimaan Negara (NTPN), zakat
tidak.

24
Indonesia harus banyak belajar dalam pengelolaan sinergi zakat dan
pajak. Arab Saudi merupakan negara yang menerapkan zakat sebagai
pengurang pajak selain Indonesia. Keunggulan di Arab Saudi, pengelolaan
zakat sudah sangat modern, pengumpulannya juga telah menggunakan
sistem online.
Badan zakat dan pajak di Arab Saudi telah memiliki pusat data dan
informasi yang lengkap didukung perangkat teknologi informasi dan
komunikasi. Badan zakat dan pajak Arab Saudi memiliki tugas pokok
melakukan pengumpulan zakat dan pajak dari pihak yang diwajibkan
membayar.
Badan zakat dan pajak itu berwenang menilai dan mengecek harta
kekayaan perusahaan dan zakat yang wajib ditunaikan atau nilai pajak yang
wajib dibayarkan. Namun, badan tersebut tidak memiliki kewenangan
menagih zakat dari wajib pajak perorangan dan menyalurkan zakat.
Ada beberapa alternatif kebijakan yang dapat diambil pemerintah
untuk menyinergikan pembayaran pajak dan zakat. Pertama, tidak hanya
berfokus pada pengumpulan zakat saja, seharusnya pemerintah memberikan
sosialisasi mengenai zakat yang dapat menjadi pengurang penghasilan kena
pajak.
Sosialisasi yang dilakukan harus jelas, karena sebagian besar
masyarakat hanya paham sebatas kantor pelayanan pajak sebagai lembaga
yang berhubungan langsung dengan implementasi ketentuan zakat sebagai
pengurang pajak. Sosialisasi akan lebih efektif apabila juga menggunakan
media sosial.
Kedua, memosisikan zakat sebagai pengurang pajak langsung alias
sebagai kredit pajak, tidak hanya diposisikan sebagai pengurang
penghasilan kena pajak. Wajib pajak akan kian bersemangat membayar
zakat. Hal ini dapat berdampak pada kenaikan tax ratio, karena penerimaan
pajak akan meningkat.

25
Ketiga, dalam pemenuhan asas keadilan dalam pemungutan pajak,
seharusnya tidak hanya zakat yang dibayar ke badan/lembaga yang dibentuk
dan disahkan pemerintah yang dapat dijadikan pengurang penghasilan kena
pajak.
Masyarakat akan lebih leluasa membayar zakat di lembaga yang
mereka percayai. Karena tujuan zakat dan pajak sama, maka makin banyak
orang membayar zakat berarti kemakmuran dan kesejahteraan rakyat makin
meningkat, tidak hanya dari segi ekonomi, tetapi juga dari segi moral dan
etika.
Keempat, apabila zakat yang menjadi pengurang penghasilan kena
pajak ini harus dibayarkan melalui badan/lembaga zakat yang telah
ditentukan pemerintah, seharusnya ada transparansi dari uang zakat yang
sudah masuk ke dalam kas badan/lembaga zakat tersebut.
Hal itu akan sangat membangun kepercayaan masyarakat apabila
mereka bisa memantau uang zakat yang sudah mereka bayar benar-benar
digunakan atau disalurkan dengan benar atau tidak. Sistem pembuktian
pembayaran zakat harus disederhanakan.
Seperti pembayaran pajak, setelah melakukan pembayaran zakat,
zakat yang dibayar harusnya tercatat dalam modul penerimaan zakat dan
mendapatkan nomor tanda penerimaan zakat. Jadi, benar-benar adanya
transparansi dalam penyaluran zakat.
Harus ada gebrakan agar zakat sebagai pengurang penghasilan kena
pajak tidak hanya sebatas teori. Zakat bukan sebatas membantu
meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga
wujud pembangunan moral yang baik dalam hidup berbangsa, bernegara,
dan beragama.

26
J. Hikmah Zakat
Zakat merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda, trasendental
dan horizontal. Oleh sebab itu zakat memiliki banyak arti dalam kehidupan
umat manusia, terutama Islam. Zakat memiliki banyak hikmah, baik yang
berkaitan dengan sang khaliq maupun hubungan sosial kemasyarakatan
diantara manusia, antara lain:9
• Menolong, membantu, membina dan membangun kaum dhuafa yang
lema dengan materi sekedar untuk memenuhi kebutuhan pokok
hidupnya.
• Memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan dengki dari diri orang-
orang disekitarnya yang berkehidupan cukup, apalagi mewah, sedang ia
sendiri tak memiliki apa-apa dan tidak ada uluran tangan dari mereka
(orang kaya tsb) kepadanya.
• Dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, memurnikan jiwa,
menumbuhkan akhlaq mulia, menjadi murah hati dan peka terhadap rasa
kemanusiaan dan mengikis sifat bakhil (kikir) serta serakah.
• Dapat menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang
berdiri atas prinsip-prinsip: ummatan wahidatan (umat yang satu),
musawah (persamaan derajat dan kewajiban), ukhuwah islamiyah
(persaudaraan Islam) dan takaful ijtima` (tanggung jawab bersama).
• Menjadi unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan dalam
distribusi harta (social distribution), dan keseimbangan tanggung jawab
individu dalam masyarakat.
• Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera dimana hubungan
sesseorang dengan yang lainnya menjadi rukun, damai dan harmonis
yang akhirnya dapat mencipatakan situasi yang tentram, aman lahir dan
bathi

9
. Hamsah Hasan, Lc, MD, dkk. Buku Panduan Lengkap Agama Islam. (Jakarta: Qultum
Media, 2010), hlm. 184.

27
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kata zakat berasal dari bahasa Arab ‫ زكََاة‬atau zakah yang berarti
bersih, suci, subur, berkat, dan berkembang. Menurut istilah, zakat adalah
sejumlah harta yang wajib dikeluarkan oleh umat Muslim dan diberikan
kepada golongan yang berhak menerimanya sesuai dengan syarat yang telah
ditetapkan. Zakat adalah salah satu rukun Islam. Dengan mengeluarkan
zakat, maka pelakunya akan tumbuh mendapat kedudukan tinggi di sisi
Allah SWT dan menjadi orang yang suci serta disucikan. Juga bisa berarti
berkah, bersih, suci, subur, dan berkembang maju.
Adapun filosofi dari kewajiban membayar zakat dalam Islam yaitu,
keyakinan keagamaan, pemerataan keadilan, produktifitas, kebebasan,
etika/kewajaran, istikhlaf (penugasan sebagai khalifah di bumi), solidaritas
sosial, dan persaudaraan.
Jenis zakat pertama adalah zakat fitrah. Jenis zakat ini diwajibkannya
terkait dengan puasa pada bulan Ramadan, yaitu setiap satu kali dalam satu
tahun. Jenis zakat ini dikenal juga dengan nama sedekah fitrah. Yang kedua
adalah zakat maal atau zakat harta merupakan segala sesuatu yang
diinginkan oleh manusia untuk dimiliki, dimanfaatkan, serta disimpan.
Di dalam kitab-kitab hukum (fikih) Islam harta kekayaan yang wajib
di keluarkan zakatnya digolongkan kedalam kategori, hasil perdagangan,
hasil pertanian dan buah-buahan, hewan ternak, rikaz (Barang Temuan),
hasil profesi, investasi, tabungan, dan emas atau perak.
Zakat profesi adalah zakat yang di keluarkan dari hasil apa yang di
peroleh dari pekerjaan dan profesinya. Misalnya pekerjaan yang
menghasilkan uang baik itu pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa
tergantung dengan orang lain, berkat kecekatan tangan ataupun otak
(professional). Maupun pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat pihak

28
lain baik pemerintah, perusahaan, maupun perorangan dengan memperoleh
upah yang diberikan, dengan tangan, otak, ataupun keduanya.
Kelompok penerima zakat (mustahiq al-zakah) ada delapan golongan
yaitu, orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat,
para mu’allaf yag dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan budak), orang-
orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam
pejalaan.
UU 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat diundangkan untuk
mengganti Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum
dalam masyarakat sehingga perlu diganti dengan yang baru dan sesuai.
Pajak dan zakat adalah hal yang tak terpisahkan dalam pelaksanaan
pemenuhan kewajiban baik dalam menjalani kehidupan bernegara maupun
beragama. Pajak maupun zakat memiliki persamaan dalam tujuan
pelaksanaannya yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat.
Zakat merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda, trasendental
dan horizontal. Oleh sebab itu zakat memiliki banyak arti dalam kehidupan
umat manusia, terutama Islam. Zakat memiliki banyak hikmah, baik yang
berkaitan dengan sang khaliq maupun hubungan sosial kemasyarakatan
diantara manusia
B. Saran
Alhamdulilah, akhirnya penyusunan makalah ini dapat diselesaikan
sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh Dosen Pengampu, Bapak Dr.
Yatimin, S.Ag., M.Ag. Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini
banyak kekurangan dan kesalahan. Semoga penulisan makalah ini bisa
menambah wawasan kita dalam mengetahui lebih jauh tentang zakat. Untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga bisa
meminimalisasikan kekurangan dan kesalahan guna penyusunan makalah
yang lebih baik lagi

29
DAFTAR PUSTAKA

Al-Zuhayly, Wahbah. 1997. Zakat Kajian Berbagai Mazhab. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

Fitri Kurniawati. 2017. Filosofi Zakat Dalam Filantropi Islam. Jurnal Hukum dan
Ekonomi Syariah. 05. (2): 245-250.

Nasution, Lahmudin. 1999. Fiqh Ibadah. Jakarta: PT. LOGOS Wacana Ilmu.

Al-Ba’ly, Abdul Al-Hamid Mahmud. 2006. Ekonomi Zakat Sebuah Kajian Moneter
dan Keuangan Syariah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Hasan, K.N. Sofyan. 1995. Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf. Surabaya: Al-
Ikhlas.

Mustafa, Pasha Kamal, dkk. 2002. Fikih Islam. Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri.

Hasan, Ali M. 2006. Zakat dan Infaq. Jakarta: Kencana.

Hafiuddin, Didin. 1999. Zakat, Infaq, Sedekah. Jakarta: Gema Insani Press.

Hasan, Hamsah, dkk. 2010. Buku Panduan Lengkap Agama Islam. Jakarta: Qultum
Media.

30

Anda mungkin juga menyukai