Anda di halaman 1dari 1

Perempuan Lolipop

Bamby Cahyadi

Tak ada cara terbaik menikmati perjalanan selain membiarkan dirimu tersesat. Ketika
berhadapan dengan jalan yang tampak tak berujung dan jembatan serupa yang membingungkan.
Terus saja berjalan. Setiap belokan, setiap sudut, menghadirkan misteri tersendiri. Tersesat
adalah anugerah, karena dirimu tak tahu apa yang menanti di balik tiap kelokan. Bukankah
begitu dengan kehidupan, bahkan kematian sekalipun?
.
Dalam kumpulan cerpen ini, Bamby banyak menampilkan sisi lain dalam memaknai sebuah
kematian—yang di cerpen-cerpen awal menjadi tema khusus—yang selama ini kurang dianggap.
Kematian bisa dimaknai sebagai hal yang “wajar” tapi sekaligus misterius; pilu sekaligus
paripurna yang indah. Menarik bagaimana penulis kelahiran Manado ini berbicara lewat kata
dalam berbagai tema. Ia mampu memoles sebuah kesedihan karena ditinggal pergi menjadi
energi untuk melanjutkan hidup hingga menyadarkan kita bahwa setiap peristiwa adalah ruang
bagi kita untuk menemukan maknanya.
.
.
Bamby Cahyadi lahir di Manado, 5 Maret 1970. Ia mulai menulis sejak 1989 ketika aktif di pers
mahasiswa, sebelum kemudian memasuki ranah fiksi sejak 2007/ Ia bergiat di Komunitas Sastra
Jakarta (Kosakata). Buku kumpulan cerpennya yang telah terbit, di antaranya adalah Tangan
untuk Utik (Koekoesan, 2009), Kisah Muram di Restoran Cepat Saji (GPU, 2012), dan
Perempuan Lolipop (GPU, 2014).

Anda mungkin juga menyukai