Anda di halaman 1dari 75

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa
Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kuasa dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Pengaruh Terapi Back Massage
Terhadap Intensitas Nyeri Osteoarthritis Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna
Werdha Jara Mara Pati Kabupaten Buleleng” sebagai salah satu syarat untuk
meraih gelar sarjana keperawatan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua


pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih
penulis berikan kepada:

1. Dr. Ns I Made Sundayana, S.Kep.,MSi, sebagai Ketua STIkes Buleleng yang

telah memberikan bimbingan dalam skripsi ini dan atas segala fasilitas yang

diberikan kepada peneliti dalam menempuh perkuliahan;

2. Ns. Putu Indah Sintya Dewi,S.Kep.,M.Si, selaku ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan STIKes Buleleng;

3. Made Martini,S. Kep.,Ns., M.Kep, sebagai pembimbing utama yang telah

memberikan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan proposal ini dengan

tepat waktu;

4. Drs.Ketut Pasek,MM, sebagai pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan sehingga dapat menyelesaikan proposal ini tepat waktu;

5. Ns. Ni Made Dwi Yunica Astriani,S.Kep.,M.Kep sebagai penguji utama yang

memberikan pengarahan dan penyempurnaan proposal ini;

6. Pimpinan dan Staf Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati Singaraja yang

telah memberi ijin penelitian;

i
7. Kepada kedua orang tua saya Ida Ketut Purwanta dan Ida Ayu Kade Maria

Arini yang selalu mendukung dan memberikan doa yang tulus agar anaknya

sebagai penulis skripsi ini, mampu menyelesaikan tugas dan menyelesaikan

pendidikan dengan tepat waktu;

8. Kepada kekasih saya Ni Putu Diantari yang sampai sekarang telah memberikan

support saya dalam pembuatan Skripsi ini;

9. Kepada sahabat saya I Gusti Ngurah Agung Rimbawan dan Gede Stevens

Jordan Pradipta yang telah memberikan segala aspek dukungan dalam

pengerjaan Skripsi ini;

10. Reka-rekan Mahasiswa jurusan S1 Keperawatan angkatan 2015 atas segala

dukungan, saran dan masukannya; dan

11. Seluruh pihak yang membantu dalam penelitian Skripsi ini yang tidak bisa

disebut satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan, Skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, penulis membuka diri untuk segala saran dan

kritik yang dapat menyempurnakan Skripsi ini.

Singaraja, 14 Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM

LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN PROPOSAL

LEMBAR BEBAS PLAGIARISM

KATA PENGANTAR ..............................................................................i

DAFTAR ISI ............................................................................................iii

DAFTAR SKEMA ...................................................................................v

DAFTAR GAMBAR ................................................................................vi

DAFTAR TABEL.....................................................................................vii

DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................................1

B. Perumusan Masalah ................................................................................6

C. Tujuan Penelitian ....................................................................................7

D. Manfaat Penelitian ..................................................................................8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori ..........................................................................................9

B. Kerangka Teori .......................................................................................43

BAB III METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep ...................................................................................44

B. Desain Penelitian ....................................................................................46

C. Hipotesis ................................................................................................47

iii
D. Definisi Operasional ...............................................................................47

E. Populasi, Sampel, Teknik Sampling .......................................................49

F. Tempat Penelitian ...................................................................................52

G. Waktu Penelitian …................................................................................52

H. Etika Penelitian .......................................................................................52

I. Alat Pengumpulan Data ...........................................................................54

J. Prosedur Pengumpulan Data ....................................................................54

K. Validitas dan Reabilitas …......................................................................56

L. Pengolahan Data .....................................................................................58

M. Analisis Data ..........................................................................................60

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iv
DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Kerangka Teori Pengaruh Terapi Back Massage Terhadap

Intesitas Nyeri Osteoarthritis Pada Lansia Di Panti Sosial

Tresna Werdha Jara Mara Pati Kabupaten Buleleng

............................................................................................ ....

43

Skema 3.1 Kerangka Konsep Pengaruh Terapi Back Massage Terhadap

Intesitas Nyeri Osteoarthritis Pada Lansia Di Panti Sosial

Tresna Werdha Jara Mara Pati Kabupaten

Buleleng ............................................................................. ....

45

Skema 3.2 Rancangan One Group Pre Test Post Test ......................... 46

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skala Nyeri Bourbonnais...................................................….29

Gambar 2.2 Gerakan Stroking pada punggung .....................................….33

Gambar 2.3 Gerakan Petrisage pada punggung ....................................….34

Gambar 2.4 Gerakan Friction ...............................................................….34

Gambar 2.5 Gerakan Skin Rolling .........................................................….35

Gambar 2.6 Gerakan Stroking pada pinggang ......................................….36

Gambar 2.7 Gerakan Petrisage pada pinggang .....................................….36

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional...................................................….48

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Jadwal Penelitian

Lampiran 2: Pernyataan Keaslian Penulis

Lampiran 3: Surat Pernyataan Kesediaan Pembimbing

Lampiran 4: Surat Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 5: Surat Studi Pendahuluan

Lampiran 6: Surat Persetujuan Studi Pendahuluan

Lampiran 7: Lembar Wawancara/Observasi/SOP Penelitian

viii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses penuaan adalah hal yang wajar dan pasti akan di alami oleh setiap

orang, cepat atau lambat dari proses tersebut bergantung kepada masing-

masing individu. Memasuki masa lanjut usia akan banyak mengalami

kemunduran misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit menjadi

keriput karena kurangnya bantalan lemak, rambut memutih, pendengaran,

berkurang, penglihatan memburuk, gigi mulai ompong, aktivitas menjadi

lambat, nafsu makan berkurang dan kondisi tubuh yang lain juga mengalami

kemunduran (Padila, 2013). Menua juga mengakibatkan banyak terjadinya

perubahan pada lansia. Perubahan ini meliputi perubahan fisik, psikososial, dan

kognitif. Perubahan yang diakibatkan penyakit kronis yaitu perubahan pada

sistem saraf otak, pada sistem kardiovaskuler, serta penyakit kronis lainnya

seperti diabetes mellitus, hipertensi, gagal ginjal, kanker, reumatoid arthritis,

asam urat, osteoarthritis, dan osteoporosis (Ratnawati, 2011).

Menurut World Health Organization (WHO) dan Undang-Undang No 13

Tahun 1998, Pada kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2

menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah

suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan

perubahan yang komulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam

menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian

(Padila, 2013).

1
2

Berdasarkan data dari WHO, di kawasan Asia Tenggara populasi lansia

sebesar (8%) atau sekitar 142 juta jiwa. Pada tahun 2050 diperkirakan populasi

Lansia meningkat 3 kali lipat dari tahun ini. Pada tahun 2000 jumlah lansia

sekitar 5,300,000 (7,4%) dari total polulasi, sedangkan pada tahun 2010 jumlah

Lansia 24,000,000 (9,77%) dari total populasi, dan tahun 2020 diperkirakan

jumlah lansia mencapai 28,800,000 (11,34%) dari total populasi. Sedangkan di

Indonesia sendiri pada tahun 2020 diperkirakan jumlah Lansia sekitar

80.000.000 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Data lansia di

Bali yang tercatat pada tahun 2017 oleh badan statistika terdapat populasi

lansia dari umur 60 tahun keatas sebesar 380.114 (9,8%) dari total populasi

3.890.757 jiwa (Badan Pusat Statistik, 2019).

Seiring dengan proses penuaan sistem dalam tubuh manusia akan

mengalami kemunduran, termasuk muskoloskeletal yaitu lansia akan

mengalami goutarthritis, reumatoid arthritis dan osteoarthritis (Wiarto, 2017).

Osteoarthritis (OA) dikenal secara awam sebagai pengapuran sendi,

osteoarthritis adalah penyakit tulang rawan sendi yang banyak dialami orang-

orang lanjut usia. Secara umum osteoarthritis terjadi pada lutut, namun dalam

presentasenya bisa terjadi pada jari tangan, vertebra, pinggul, dan semua sendi

di seluruh tubuh. Gejala umumnya, antara lain nyeri, kaku, dan berbunyi pada

saat berjalan (Langwow, 2018).

Osteoarthritis termasuk ke dalam penyebab kecacatan yang menduduki

peringkat pertama dan akan meningkat dengan bertambahnya usia, penyakit ini

biasa ditemui pada usia di atas 46 tahun tapi lebih sering dijumpai pada usia 60
3

tahun (Aspiani, 2014). Osteoartritis dikelompokan menjadi kondisi heterogen

yang mengarah kepada tanda dan gejala sendi. Penyakit ini ditandai dengan

adanya abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru yang irreguler

pada permukaan persendian (Wiarto, 2017).

World Health Organization (WHO) tahun 2016 melaporkan 20%

penduduk dunia mengalami nyeri sendi, 20% dari penduduk tersebut berusia

55 tahun ke atas. Lebih dari 355 juta jiwa di dunia menderita nyeri sendi, angka

ini terus diperkirakan meningkat hingga tahun 2025. Di Indonesia, prevalensi

penderita nyeri sendi mencapai 11,9%, dan prevalensi penderita nyeri sendi di

Bali sebesar 19,3%. Prevalensi tertinggi terjadi pada umur diatas 75 tahun

(54,8%) (Riskesdas, 2013)

Nyeri merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang tidak

menyenangkan karena terjadi kerusakan jaringan secara aktual maupun

potensial, proses rangsangan yang mengakibatkan terjadinya nyeri bersifat

deduktif terhadap jaringan yang dilengkapi dengan serabut saraf penghantar

impuls nyeri. Serabut saraf tersebut disebut serabut nyeri sedangkan

jaringannya disebut jaringan peka nyeri. Seseorang yang merasakan nyeri

tergantung pada jenis jaringan yang di rangsang serta sifat rangsangannya, ini

bisa terjadi juga tergantung pada kondisi mental dan fisiknya (Wiarto, 2017).

Nyeri osteoarthritis disebabkan oleh suatu penyakit sendi menahun

yang ditandai dengan adanya kelainan pada tulang rawan (kartilago) sendi dan

tulang di dekatnya. Tulang rawan adalah bagian dari sendi yang melapisi ujung
4

dari tulang, untuk memudahkan pergerakan dari sendi. Kelainan pada kartilago

akan berakibat tulang bergesekan satu sama lain, sehingga timbul gejala

kekakuan, nyeri dan pembatasan gerakan sendi (Wiarto, 2017).

Nyeri osteoarthritis yang dirasakan lansia seringkali mengalami kaki

dan pinggang pegal-pegal, nyeri sendi dan otot, sehingga menggangu aktivitas

sehari-hari penderita. Disamping itu dengan mengalami nyeri, sudah cukup

untuk membuat lansia frustasi dalam menjalani hidupnya sehari-hari karena

menggagu kenyamanan lansia (Kristanto & Maliya, 2011)

Cara yang tepat untuk mengurangi nyeri yang diakibatkan oleh penyakit

osteoarthritis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi farmakologi dan

terapi non farmakologis atau terapi tanpa obat ini sebagai salah satu tindakan

suportif pada penderita osteoarthritis sedang maupun osteoarthritis berat.

Terapi tanpa obat-obatan ini diantaranya adalah: terapi diet, latihan fisik,

edukasi psikologis, pendidikan kesehatan atau penyuluhan dan pemberian

pijatan ringan seperti massage (Padila, 2013).

Massage dalam bahasa Arab dan Perancis berarti meraba atau

menyentuh. Massage dapat di artikan sebagai pijat yang telah disempurnakan

dengan ilmu-ilmu tentang tubuh manusia atau gerakan tangan yang mekanis

terhadap tubuh manusia dengan menggunakan bermacam-macam teknik.

Massage ini bertujuan untuk melancarkan peredaran darah terutama peredaran

darah vena dan getah bening, menghancurkan sisa metabolisme di dalam sel

otot yang telah mengeras (asam laktat), dan dapat merangsang otot-otot untuk

melakukan pekerjaan yang lebih berat, menambah daya kerja otot (tonus otot),
5

kemampuan fungsi otot dan elastisitas otot, serta memberikan perasaan

nyaman, segar dan kehangatan pada tubuh (Trisnowiyanto, 2012)

Hal ini dapat dibuktikan dalam penelitian “Terapi Musik Dan Massage

Punggung Terhadap Intesitas Nyeri Lansia” dengan hasil bahwa ada pengaruh

pemberian terapi musik dan terapi massage punggung diperoleh p value 0.020

yang artinya ada perbedaan intensitas nyeri antara kelompok yang diberikan

terapi musik dan kelompok yang di berikan massage punggung, dimana pada

nyeri yang dialami lansia mengalami penurunan nyeri (Achjar, 2012).

Selanjutnya dari penelitian penelitian “Pengaruh Terapi Back Massage

Terhadap Intensitas Nyeri Reumatik Pada Lansia Di Wilayah Puskemas

Pembantu Karang Asem” di peroleh hasil Hasil Z score = -3,017 poin dengan

p-value = 0,003 yang artinya ada pengaruh setelah di berikan terapi Back

Massage, dimana nyeri yang rasakan lansia mengalami penurunan nyeri

(Kristanto & Maliya, 2011). Pada dasarnya nyeri sendi yang dirasakan oleh

lansia di anggap sebagai proses patologis, salah satunya yang dapat

menimbulkan nyeri adalah gangguan pada tulang rawan sendi. Hal ini pada

akhirnya akan menyebabkan inflamasi pada synovial, yang memicu terjadinya

pengeluaran zat kimia seperti histamin, bradikinin, prostaglandin dan serotin

yang merangsang ujung-ujung saraf bebas, inilah yang merupakan reseptor rasa

nyeri (Aspiani, 2014).

Berdasarkan pencatatan data oleh pengurus Panti Sosial Tresa Werdha

Jara Mara Pati pada bulan Januari 2019 berjumlah 62 orang lansia yang terdiri

dari 19 (26%) laki-laki dan 53 (74%) perempuan, jumlah lansia usia 45-59
6

tahun sebanyak 5 (7%) orang, jumlah lansia 60-74 sebanyak 20 (28%) orang,

jumlah lansia usia 75-90 sebanyak 43 (60%) orang, dan jumlah lansia usia 90

tahun ke atas sebanyak 4 (5%) orang. Dari hasil wawancara secara acak dengan

10 lansia didapatkan 3 (30%) orang lansia mengalami nyeri ringan pada bagian

sendi punggung atas, nyeri sedang sebanyak 6 (60%) orang dan 1 (10%) orang

mengalami nyeri berat pada punggung bagian bawah. 6 dari 10 lansia diketahui

memiliki gejala rematik yang berbeda yaitu gejala nyeri yang di rasakan saat

beraktivitas, sering mengalami kesemutan dan kekakuan di daerah sendi bagian

tangan,lutut dan bahu pada saat pagi hari, saat ditanya bagaimana cara

menghilangkan nyeri, ada beberapa lansia yang mengatakan mengoleskan

minyak pada bagian yang nyeri pada sendi dan ada juga lansia yang

mengkonsumsi obat anti nyeri.

Menurut keterangan petugas kesehatan di Panti Sosial Tresna Werdha

Jara Mara Pati Kabupaten Buleleng para lansia belum pernah mendapatkan

terapi Back Massage. Selama ini yang dilakukan lansia untuk mengurangi rasa

nyeri sendi di Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati Kabupaten Buleleng

yaitu dengan beristirahat, dan mengikuti senam lansia yang diadakan panti.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti

Pengaruh Terapi Back Massage Menggunakan Minyak Aroma Terapi

Terhadap Intensitas Nyeri Osteoartritis Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna

Werdha Jara Mara Pati Kabupaten Buleleng.


7

B. Rumusan Masalah

Osteoarthritis adalah rasa nyeri yang dirasakan pada daerah tulang dan

sendi, penyakit ini merupakan golongan rematik sebagai penyebab kecacatan

yang menduduki urutan pertama yang sering dijumpai pada usia di atas 60

tahun. Penyebab osteoarthritis belum dapat dipastikan namun ada beberapa

faktor resiko untuk timbulnya osteoarthritis yaitu umur, jenis kelamin, genetik,

suku, kegemukan, pengausan, trauma, akibat radang sendi lain, joint

mallignment, penyakit endokrin, deposit pada rawan sendi (Aspiani, 2014).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah

“Apakah ada pengaruh Back Massage terhadap Intensitas Nyeri Osteoartritis

Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati Singaraja?”.

C. Tujuan

1. Tujuan umum

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui “Pengaruh Back

Massage Terhadap Intensitas Nyeri Osteoartritis Pada Lansia Di Panti Sosial

Tresna Werdha Jara Mara Pati Singaraja”.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik responden lansia di Panti Sosial Tresna

Werdha Jara Pati Singaraja


8

b. Mengidentifikasi skala nyeri osteartritis pada lansia sebelum diberikan

Back Massage.

c. Mengidentifikasi skala nyeri osteoartritis pada lansia setelah diberikan

Back Massage.

d. Mengidentifikasi pengaruh Back Massage terhadap nyeri osteoarthritis.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan STIKes Buleleng

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan yang berharga

tentang pengaruh Back Massage terhadap nyeri osteoarthritis, sehingga

mendapat pengalaman ilmiah penelitian dimasa mendatang. Selain itu juga

untuk menyediakan tambahan informasi bagi perpustakaan yang bermanfaat

bagi institusi pendidikan dan mahasiswa untuk melakukan penelitian

keperawatan.

2. Bagi Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati Singaraja

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi yang

dapat diterapkan untuk terapi non farmakologi terhadap lansia yang

mengalami osteoarthritis dan juga penelitian ini diharapkan menjadi acuan

dasar bagi tempat penelitian untuk dijadikan program lansia sebagai upaya

mengurangi gejala nyeri sendi.

3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Hasil peneliti ini dapat digunakan sebagai salah satu perkembangan

ilmu dalam memberikan manajemen penanganan nyeri osteoarthritis dan


9

dapat dijadikan sebagai salah satu batu loncatan dalam melakukan kajian

ilmu tentang Back Massage untuk penanganan penyakit lain.

4. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini diharapkan akan menjadi dasar atau acuan selanjutnya

untuk meneliti lebih jauh tentang Back Massage dalam mengurangi rasa

nyeri osteoarthritis.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP TEORI

1. Konsep Dasar Lansia

a. Definisi Lansia

Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak

secara tiba-tiba menjadi tua, tetatapi ada tahapanya mulai dari bayi, anak-

anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Jadi, dapat disimpulkan bahwa

lanjut usia merupakan seseorang yang mengalami proses perkembangan

yang dimulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa, tua dan akhirnya

akan masuk pada usia lanjut dengan umur 60 tahun ke atas (Azizah,

2011)

b. Batasan Usia

Usia yang dijadikan patokan lanjut usai berbeda-beda, umumnya

antara 60-65 tahun. (Padila, 2013) beberapa batasan lanjut usia menurut

para ahli sebagai berikut:

1) Menururut World Health Organization (WHO), ada empat tahapan

lanjut usia yaitu:

a) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun

b) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun

c) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun

9
10

d) Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun

c. Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia

Semakin bertambahnya umur manusia, akan ada terjadinya proses

penuaan secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan pada

diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi perubahan kognitif juga,

perasaan, sosial, dan sexual (Azizah, 2011).

1) Perubahan Fisik

a) Sistem Indra

Perubahan sistem pengelihatan pada lansia biasanya

berkaitan dengan presbiopi. Lensa kehilangan elatisitas dan kaku,

otot penyangga lensa lemah, ketajaman penglihatan dan daya

akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang. Sistem

pendengaran, pada lanjut usia akan mengalami presbikuis oleh

karena kehilangan daya pendengaran pada telinga dalam, terutama

terhadap bunyi suara atau nada yang tinggi. Sistem intergumen,

pada lansia akan mengalami atrofi, kendur , tidak elastis, kering

dan berkerut. Kulit kering disebabkan atrofi glandula sebasea dan

glandula sudoritera, liver spot yang berwarna coklat akan muncul

di permukaan kulit (Azizah, 2011).

b) Sistem Musculoskeletal

Pada proses penuaan yang dialami lansia jaringan ikat

sekitaran sendi seperti tendo, ligament dan fasia mengalami

penurunn elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi dan klasifikasi pada


11

kartilago dan kapsul sendi. Sendi kehilangan fleksibilitas, sehingga

terjadi penurunan luas dan gerak sendi. Kelainan tersebut dapat

menimbulkan gangguan yaitu bengkak, nyeri, kekakuan sendi,

ganguan jalan dan aktifitas keseharian. Upaya pencegahan

kerusakan sendi dengan memberi perlindungan sendi dalam

beraktivitas (Azizah, 2011).

c) Sistem Kardiovaskuler dan Respirasi

Perubahan yang dialami lansia yaitu massa jantung

bertambah, vetrikel kiri mengalami hipertrofi dan kemampuan

peregangan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat

dan penumpukan lipofusin dan klasifikasi SA nude dan jaringan

konduksi berubah menjadi jaringan ikat. Pada sistem respirasi

terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas oksigen pada paru

tetap namun volume cadangan paru bertambah untuk

mengompesasi kenaikan ruang rugi paru, udara yang mengalir ke

paru berkurang. Perubahan otot pada kartilago dan sendi torak

mengakibatkan gerakan pernafasan terganggu dan kemampuan

peregangan toraks berkurang (Azizah, 2011).

d) Sistem Pencernaan dan Metabolisme

Penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata

adalah hal yang wajar di temui pada lansia. Periodental disease

yang terjadi setelah umur 30 tahun adalah penyebab utama


12

kehilangan gigi, selain itu penyebab lain meliputi kesehatan gigi

yang buruk dan gizi yang buruk. Indera pengecap yang menurun

karna adanya iritasi yang kronis, dari selaput lendir, atropi indera

(80%), hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap di lidah terutama

rasa asin, asam, dan pahit. Pada lambung yang dialami lansia rasa

lapar menurun, asam lambung menurun, waktu mengosongkan

menurun. Peristaltik lemah dan biasanya menimbulkan konstipasi.

Fungsi absorsi melemah, liver makin mengecil dan menurun

tempat penyimpanan. Kondisi ini tidak ada konsenkuesinya yang

nyata, tetapi menimbulkan efek yang merugikan ketika diobati

(Azizah, 2011).

e) Sistem Perkemihan

Pada daerah ini ada perubahan yang segnifikan berbeda

dengan sistem pencernaan. Banyak fungsi yang mengalami

kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorsi oleh

ginjal. Hal ini memberikan efek dalam pemberian obat pada lansia.

Mereka kehilangan dalam mengekskresi obat. Pola berkemih tidak

normal, selalu berkemih di malam hari, ini menunjukan

inkotinensia urine meningkat (Azizah, 2011).

f) Sistem Saraf

Hal yang bisa dilihat dari perubahan ini adalah lansia

mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam


13

melakukan aktifitas sehari-hari. Penuan menyebabkan penurunan

presepsi sensori dan respon motorik pada susunan saraf pusat dan

penurunan reseptor propioseptif, hal ini yang terjadi pada susunan

saraf pusat pada lansia yang mengalami perubahan morfologis dan

biokimia, perubahan tersebut mengakibatkan penurunan fungsi

kognitif (Azizah, 2011).

g) Sistem Reproduksi

Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan

menciutnya ovari dan uterus, terjadi atrofi payudara pada

perempuan. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi

sprematosoa, meskipun mengalami adanya penurunan secara

beransur-ansur. Dorongan seksual menetap mencapai usia 70

tahun, yakni dengan kehidupan seksual dapat diupayakan sampai

masa lanjut usia. Selaput lendir vagina menurun, permukaan

menjadi halus, sekresi menjadi berkurang dan reaksi sifatnya

menjadi alkali (Azizah, 2011).

d. Penyakit Yang Dialami Lanjut Usia

Penyakit yang sering muncul dan dialami lansia menurut (Azizah,

2011) sebagai berikut :

1) Hipertensi

Banyak kasus yang didapatkan bahwa dengan meningkatnya

usia maka tekanan darah semakin tinggi. Hipertensi menjdai masalah

lanjut usia karena sering ditemukan dan menjadi faktor utama stroke
14

dan jantung koroner. Separuh kematian di umur 60 tahun keatas

disebabkan oleh penyakit jantung dan serebrovaskuler.

2) Penyakit Pencernaan Makanan

Proses produksi saliva menurun sehingga mempengaruhi

perubahan kompleks kabohidrat menjadi disakarida. Keluhan yang

sering terjadi seperti masalah lambung, perasaan tidak enak di perut

dan sebagainya, seringkali disebabkan makanan yang kurang bisa

dicernakan menjadi akibat menurunya fungsi kelenjar pencernaan.

Keluhan lain yang sering dijumpai adalah sembelit, yang disebabkan

karena kurangnya kadar selulosa.

3) Penyakit Persendian Dan Tulang

Penyakit sendi ini adalah akibat degenerasi atau rusaknya

permukaan sendi tulang yang banyak dijumpai pada lanjut usia

terutama yang gemuk. Hampir 8% orang yang berusia 50 tahun ke

atas mempunyai keluhan pada persendian misalnya linu-linu, pegal,

kaku dan kadang-kadang terasa nyeri.

Pada lanjut usia terjadinya osteoporosis menyebabkan tulang-

tulang akan mudah patah, ini biasanya disebabkan karena lanjut usia

tersebut jatuh. Jatuhnya dapat terjadi karena kekuatan otot berkurang,

kurangnya koordinasi kekuatan anggota tubuh secara keseluruhan

berdampak terhadap ativitas sehari-hari lansia, karena patah tulang

tersebut dapat terjadinya komplikasi sehingga harus istirahat total.


15

2. Konsep Osteoartritis

a. Definisi Osteoarthritis

Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti

tulang, artho yang berarti sendi, dan itis berarti inflamasi, sebenarnya

penderita osteoarthritis tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami

inflamasi ringan. Osteoartrhitis ialah suatu penyakit sendi menahun yang

ditandai oleh adanya kelainan pada tulang rawan (kartilago) sendi dan

tulang di dekatnya. Tulang rawan adalah bagian dari sendi yang melapisi

ujung dari tulang, unruk memudahkan pergerakan dari sendi. Kelainan

pada kartilago akan berakibat tulang bergesekan satu sama lain, sehingga

timbul gejala kekakuan, nyeri dan pembatasan gerakan sendi (Wiarto,

2017).

Osteoartritis dikelompokan menjadi kondisi heterogen yang

mengarah kepada tanda dan gejala sendi. Penyakit ini ditandai dengan

adanya abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru yang

irreguler pada permukaan persendian. Nyeri adalah merupakan gejala

khas pada sendi yang mengalami osteoarthritis. Rasa nyeri semakin berat

apabila melalukan aktivitas dengan penggunaan sendi dan rasa nyeri

diakibatkan setelah melakukan aktivitas dengan penggunaan sendi dan

rasa nyeri semakin ringan dengan istirahat (Wiarto, 2017).


16

Kejadian osteoarthritis banyak terjadi pada orang yang berusia di

atas 45 tahun. Laki-laki di bawah umur 55 tahun lebih sering menderita

penyakit ini dibandingkan dengan wanita pada umur yang sama. Namun,

setelah umur 55 tahun pravelensi osteoarthritis lebih banyak ke wanita

dibandingkan pria. Hal ini diduga karena bentuk pinggul wanita yang

lebar dapat menyebabkan tekanan yang menahun pada sendi lutut.

Osteoarthritis juga sering ditemukan pada orang yang kelebihan berat

badan dan mereka yang pekerjaanya mengakibatkan tekanan yang

berelebihan pada sendi-sendi lutut (Wiarto, 2017).

b. Klasifikasi Osteoartritis

Pada umumnya diagnosis osteoarthritis didasarkan pada gaungan

gejala klinik dan perubahan radiografi. Gejala klinik perlu diperhatikan,

oelh karena tidak semua pasien dengan perubahan radiografi

osteoarthritis mempunyai keluhan sendi. Terdapat 4 kelainan radiografi

utama pada osteoarthritis yaitu penyempitan rongga sendi, pergeseran

tulang bawah rawan sendi, pembentukan kista di bawah rawan sendi dan

pembentukan sendi osteofit, sendi yang dapat terkenan osteoarthritis

antara lain :

1) Osteoarthritis pada lutut

2) Osteoarthritis sendi panggul

3) Osteoarthritis sendi-sendi kaki

4) Osteoarthritis sendi pada bahu

5) Osteoarthritis sendi-sendi tangan


17

6) Osteoarthritis tulang belakang

Namun ada pula yang membagi klasifikasi osteoarthritis

berdasarkan primer dan sekunder. Pembagian osteoarthritis berdasarkan

patogenesisnya dibagi menjadi primer yang disebut juga osteoarthritis

idiopatik adalah osteoarthritis yang kasusnya tidak diketahui dan tidak

ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan

lokal pada sendi. Sedangkan osteoarthritis sekunder adalah osteoarthritis

yang didasari oleh kelainan edokrin, inflamasi, metanolik, pertumbuhan

dan imobilisasi yang lama. Osteoarthritis primer lebih sering ditemukan

dari pada osteoarthritis sekunder (Wiarto, 2017).

c. Tanda dan Gejala

1) Nyeri sendi (Recurring Pain or Tenderness in joint)

2) Kekakuan (Stiffness)

3) Hambatan gerak sendi (Inability to move joint)

4) Bunyi gemeretak (Krepitasi)

5) Pembengkaan sendi (Swelling in a joint)

6) Perubahan cara berjalan atau hambatan gerak

7) Kemerehan pada daerah sendi (Obvious redness or heat in a joint)

(Wiarto, 2017).

d. Faktor Resiko

Menurut Helmi (2012), terdapat beberapa faktor resiko yang terdiri dari :

1) Peningkatan Usia
18

Osteoarthritis biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang di

jumpai penderita osteoarthritis yang berusia di bawah usia 40 tahun.

Usia rata-rata laki-laki yang terdapat osteoarthritis yaitu pada umur 59

tahun dengan puncaknya pada usia 55-64 tahun, sedangkan wanita 65

tahun dengan puncaknya pada 65-74 tahun.

2) Obesitas

Membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan

tulang bekerja dengan lebih berat. Setiap kilogramnya penambahan

berat badan atau masa tubuh dapat meningkatkan berat tekanan, dan

terbukti bahwa penurunan berat badan dapat mengurangi resiko

terjadinya osteoarthritis.

3) Jenis Kelamin Wanita

Angka kejadian osteoarthriti berdasarkan jenis kelamin

didapatkan lebih tinggi pada perempuan dengan nilai presentasi

68,67% yaitu sebanyak 149 pasien dibandingkan dengan laki-laki

yang memiliki niai presentase sebesar 31,33% yaitu sebanyak 68

pasien.

4) Riwayat Trauma

Cedera sendi, terutama pada sendi-sendi penumpu berat badan

tubuh seperti sendi pada lutut berkaitan dengan resiko osteoarthritis

yang lebih tinggi. Trauma yang akut termasuk robekan terhadap

ligamentum krusitum dan meniskus merupakan faktor timbulnya

osteoarthritis.
19

5) Riwayat Cidera Sendi

Pada cedera sendi berat dari beban benturan yang berulang-

ulang dapat menjadi faktor penentu lokasi pada orang yang

mempunyai predisposisi osteoarthritis dan berkaitan pula dengan

perkembangan dn beratnya osteoarthritis.

6) Faktor Genetik

Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoarthritis.

Adanya mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain

untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen dan

proteoglikan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada

osteoarthritis.

7) Kelainan Pertumbuhan Tulang

Pada kelainan kongnita atau petumbuhan tulang pha seperti

penyakit perthes dan dislokasi kongenitas tulang paha dikaitkan

dengan timbulnya osteoarthritis paha pada usia muda.

8) Pekerjaan Dengan Beban Berat

Berkerja dengan beban rata-rata 24,2 kg, lama kerja lebih dari

10 tahun dan kondisi geografis berbukit-bukit merupakan faktor resiko

dari osteoarthritis. Dan orang yang mengangkat berat beban pada usia

43 tahun, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadinya

osteoarthritis dan angkat meningkat tajam pada usia setelah 50 tahun.

9) Tingginya Kepadatan Tulang


20

Tingginya kepadatan tulang merupakan salah satu faktor yang

dapat meningkatkan resiko terjadinya osteoarthritis , hal ini munkin

terjadi akibat tualng lebih padat atau keras tak membantu mengurangi

benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi.

10) Gangguan Metabolik Menyebabkan Kegemukan

Berat badan yang berlebihan ternyata dapat meningkatkan

tekanan mekanik pada sendi penahan beban tubuh, dan sering

menyebakan osteoarthritis. Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan

dengan osteoarthritis pada sendi yang menanggung beban, tetapi juga

dengan osteoarthritis sendi lain. Diduga terdapat faktor lain yang

berperan pada timbulnya kaitan tersebut antara lain penyakit koroner,

diabetes melitus dan hipertensi (Wiarto, 2017).

e. Patofisiologi Osteoarthritis

Osteoarthritis selama ini dipandang sebagai akibat dari suatu proses

ketuaan yang tidak dapat dihindari, namun penelitian para pakar sekarang

menyatakan bahwa OA ternyata merupakan penyakit gangguan

hemeostasis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur

proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum diketahui. Jejas mekanis

dan kimiawi diduga merupakan faktor penting yang merangsang

terbentuknya molekul abnormal dan produk degradasi kartilago di dalam

cairan sinovial sendi yang mengakibatkan terjadinya inflamasi sendi,

kerusakan kondrosit dan nyeri. Jejas mekanik dan kimiawi pada sinovial

sendi yang terjadi multifaktorial antara lain: karena faktor umur,


21

humoral, genetik, obesitas, stress mekanik atau penggunaan sendi yang

berlebihan dan efek anatomik (Wiarto, 2017).

Kartilago sendi merupakan target utama perubahan degeneratif

pada OA. Kartilago sendi ini secara umum berfungsi untuk membuat

gerakan sendi bebas gesekan karena terendam dalam cairan sinovial dan

sebagai “absorb shock”, penahan beban dari tulang, pada OA terjadi

gangguan homeostatis dari metabolisme kartilago, sehingga terjadi

kerusakan struktur proteoglikan kartilago, erosi tulang rawan dan

penurunan cairan sendi (Wiarto, 2017).

Tulang rawan (kartilago) sendi dibentuk oleh sel kondrosit dan

matriks ekstraseluler yang teridiri dari (65%-80%), proteoglikan dan

jaringan kolagen. Kondrosit berfungsi mesintesis jaringan lunak kolagen

tipe 2 untuk penguat sendi dan proteoglikan untuk membuat jaringan

tersebut elastis, serta memelihara matriks tulang rawan sehingga fungsi

bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Kartilago tidak memiliki

pembuluh darah sehingga proses perbaikan pada kertilago berbeda

dengan jaringan lainnya, di kartilago tahap perbaikanya sangat terbatas

mengingat kurangnya vaskularisasi dan respon inflamasi sebelumnya

(Wiarto, 2017).

Secara umum, kartilago akan mengalami replikasi dan

memproduksi matriks baru untuk memperbaiki diri akibat jejas

mekanisme maupun kimiawi, namun dalam ini kondrosit gagal

mensintesis matriks yang berkualitas dan memelihara keseimbangan


22

antara degradasi dan sistesis matriks ekstraseluler, termasuk produksi

kolagen tipe I,III,VI dan X yang berlebihan dan sistesis proteoglikan

yang pendek, akibatnya terjadi peruahan pada diameter dan orientasi

serat kolagen yang mengubah biomekanik kartilago, sehingga kartilago

sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya (Wiarto, 2017).

Beberapa keadaan seperti trauma/jejas mekanik akan menginduksi

pelepasan enzim degradasi, seperti stromelysim dan matrix

metalloproteinases (MMP). Stromelysin mendegradasi proteoglikan,

sedagkan MMP mendegradasi proteoglikan dan kolagen matriks

ekstraseluler. MMP diproduksi oleh kondrosit, kemudian diaktifkan

radikal bebas dan beberapa MMP tipe membran. Kaskade enzimatik ini

dikontrol oleh berbagai inhibitor, termasuk TIMP dan inhibitor aktivator

plasminogen. Tissue inhibitor of metalloproteinases (TIMP) yang

umunya berfungsi menghambat MMP tidak dapat bekerja optimal karena

di dalam rongga sendi ini cenderung bersifat asam oleh karena

stromelysin (pH 5,5), sementara TIMP baru dapat bekerja optimal pada

pH 7,5 (Wiarto, 2017).

Agrekanase akan memecah proteoglikan di dalam matriks rawan

sendi disebut agrekan, ada 2 tipe agrekanase yaitu 1 (ADAMT-4) dan

agrekanase 2 (ADAMT-11). Enzim lain yang turut berperan merusak

kolagen tipe II dan proteoglikan adalah katepsin, yang bekerja pada pH

rendah, termasuk proteinase aspartat (katepsin D) dan proteinase sistem


23

(katepsin B, H, K, L dan S) yang disimpan di sendi, tetapi glikasidase

lain turut berperan merusak proteoglikan (Wiarto, 2017).

Pada osteoarthritis, mediator inflamasi ikut berperan dalam

progesifitas penyakit, selain pelepasan enzim-enzim degradasi, faktor-

faktor pro inflamasi juga terinduksi dan dilepaskan ke dalam rongga

sendi, seperti Nitic Oxide (NO), IL-1β dan TNF-α. Sitokin ini

menginduksi kondrosit untuk memproduksi protease, kemokin dan

eikosanoid seperti prostaglandin dan leukontrien dengan cara menempel

pada reseptor di permukaan kondrosit dan menyebabkan transkripsi gen

MMP, sehingga produksi enzim tersebut meningkat, akibatnya sintesis

matriks terhambat dan apoptosis sel meningkat. Sitokin yang terpenting

adalah IL-1. IL-1 berperan menurunkan sistesih kolagen tipe II dan IX

dan meningkatkan sintesis kolagen tipe I dan III, sehingga menghasilkan

matriks rawan sendi yang berkualitas buruk, pada akhirnya tulang

subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan terangsang

dan menghasilkan enzim proteolitik (Wiarto, 2017).

f. Penatalaksanaan Osteoarthritis

Pada pengobatan osteoarthritis dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu

farmakologi dan non farmakologi:

1) Farmakalogi

Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik untuk

osteoarthritis, oleh karena patogenesinya yang belum jelas, obat yang

diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan


24

mobilitas dan mengurangi ketidakmampuan. Obat anti inflamasi

steroid berkerja sebagai analgetik dan sekaligus menghentikan proses

patologis osteoarthritis yang meliputi analgesik oral non-opiat,

analgesik topikal, NSAID, chondroprotctive dan steroid inta-artikuler

(Wiarto, 2017)

2) Non farmakologi

Penatalaksanaan non farmakologi ini diberikan untuk

mengurangi efek samping dari bahan kimia dan juga menjadi

alternatif untuk mengurangi rasa nyeri. Terapi ini meliputi:

a) Edukasi

Terapi edukasi ini bertujuan untuk memberitahu tentang

kondisi dari penyakit ini, sehingga mampu mencegah,

mengurangi tanda gejala, serta bisa melakukan pengobatan

dengan mandiri.

b) Diet atau mengurangi berat badan

Diet ini bertujuan untuk mengurangi beban kerja sendi

sehingga dapat memperlambat proses terjadinya osteoarthritis.


25

c) Terapi fisik

Terapi fisik berguna untuk melatih pasien agar

persendiannya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk

melindungi sendi. Terapi fisik dapat membuat penderita

beraktivitas kembali seperti biasanya. Terapi fisik meliputi:

olahraga dan massage (Wiarto, 2017)


26

3. Konsep Nyeri

a. Definisi Nyeri

Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial

atau yang digambarkan dlam bentuk kerusakan tersebut. The

Internasional Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisakn

nyeri sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat adanya kerusakan atau ancaman kerusakan

jaringan (Wiarto, 2017).

Nyeri timbul bila ada kerusakan jaringan dan hal ini akan

menyebabkan individu breaksi dengan cara menghilangkan stimulus

nyeri, bahkan aktivitas ringan saja, misalnya duduk dengan bertopang

pada tulang iskium selama jangka waktu lama dapat menyebabkan

kerusakan jaringan karena berkurangnya aliran darah menuju ke kulit

yang tertekan oleh berat badan orang tersebut (Hall, 2016)

b. Patofisiologi Nyeri

Proses rangsangan yang menimbulkan nyeri bersifat destruktif

terhadap jaringan yang dilengkapi dengan serabut saraf penghantar

impuls nyeri. Serabut saraf ini disebut juga serabut nyeri, sedangkan

jaringan tersebut disebut jaringan peka-nyeri. Reseptor untuk stimulus

nyeri disebut nosiseptor, nosiseptor adalah ujung saraf tidak bermielin A

delta dan ujung saraf C bermielin. Distribusi nosiseptor bervariasi di


27

seluruh tubuh dengan jumlah terbesar terdapat di kulit. Nosiseptor

terletak di jaringan subkutis, otot rangka dan sendi. Nosiseptor yang

terangsang oleh stimulus yang potensial daat menimbulkan kerusakan

jaringan. Stimulus ini disebut sebagai stimulus noksius. Stimulus noksius

ditransmisikan ke sistem syaraf pusat, yang kemudian menimbulkan

emosi dan perasaan tidak menyenangkan, sehingga timbul rasa nyeri dan

reaksi menghindar (Wiarto, 2017).

c. Faktor Yang Mepengaruhi Nyeri

Nyeri merupakan hal yang kompleks, banyak faktor yang

mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap nyeri yaitu sebagai

berikut:

1) Usia

Usia adalah variable penting yang mempengaruhi nyeri

terutama pada anak dan orng dewasa. Perbedaan perkembangan yang

ditemukan antara kedua kelompok umur ini dapat mempengaruhi

bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri.

2) Jenis Kelamin

Laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbdaan secara

signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri, masih diragukan

bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam

ekspresi nyeri.
28

3) Budaya

Nyeri memiliki makna tersendiri pada individu dipengaruhi

oleh latar belakang budayanya, nyeri biasanya menghasilkan respon

efektif yang di eskpresikan berdasarkan latar belakang budaya yang

berbeda.

4) Ansietas

Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan

meningkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua

keadaan. Penelitian tidak memperlihatkan suatu hubungan yang

konsisten antara asientas dan nyeri juga tidak memperlihatkan bahwa

pelatihan pengurangan stres praoperatif menurunkan nyeri saat pasca

operatif.

5) Pengalaman

Cara seseorang berespon terhadap nyeri adalah akibat dari

bahaya kejadian nyeri selama rentang kehidupannya. Bagi beberapa

orang nyeri masa lalu dapat saja menetap dan tidak terselesaikan,

seperti pada nyeri berkepanjangan atau kronis dan persisten.

6) Efek Plasebo

Harapan positif pasien tentang pengobatan dapat meningkatkan

keefektifan medikasi atau intervensi lainnya, seringkali makin banyak

petujuk yang diterima pasien tentang keefektifan intervensi, makin

efektif intervensi tersebut nantinya.


29

7) Keluarga

Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri

adalah kehadiran dari orang terdekat. Orang-orang yang sedang dalam

keadaan nyeri sering bergantungan pada keluarga untuk mensupport,

membantu atau melindungi. Ketidakhadiran keluarga atau teman

terdekat munkin akan membuat nyeri semakin bertambah. Kehadiran

orangtua merupakan hal khusus yang penting untuk anak-anak dalam

menghadapi nyeri.

8) Pola Koping

Ketika mengalami nyeri dan mengalami perawatan di rumah

sakit adalah hal yang sanagt tak tertahankan. Secara terus-menerus

klien kehilangan kontrol dan tidak mampu utnuk mengontrol

lingkungan termasuk nyeri. Klien sering menemukan jalan untuk

mengatasi efek nyeri baik fisik maupun fisik maupun psikologis,

penting untuk mengerti sumber koping individu selama nyeri.

Sumber-sumber koping ini seperti berkomunikasi dengan keluarga,

latihan dan bernyanyi dapat digunakan sebagai rencana untuk

mensupport klien dan menurunkan nyeri klien (Wiarto, 2017).

d. Pengukuran Skala Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri

dirasakan individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan


30

individual, kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan

sangat berbeda oleh 2 orang yang berbeda. Penilaian skala nyeri dapat

dibagi atas pasien yang memiliki kemampuan verbal serta dapat

melaporkan sendiri rasa sakitnya (self reported) dan pasien dengan

ketidakmampuan verbal baik karena terganggu kognitifnya (Wiarto,

2017).

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri


Nyeri Ringan Sedang Berat Sangat
Berat

Gambar 2.1 Skala Nyeri Bourbonis


Sumber : (Mubarak, 2015)

Kategori dalam skala nyeri menurut Bourbanis memiliki 5

kateogori dengan menggunakan skala 0-10, yaitu sebagai berikut :

0 : tidak nyeri.

1-3 : nyeri ringan, secara objektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.

4-6 : nyeri sedang, secara objektif klien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukan lokasi nyeri, dapat medeskripsikannya, dapat

mengikuti perintah dengan baik.


31

7-9: nyeri berat, secara objektif klien terkadang tidak dapat mengikuti

perintah tetapi merespon terhadap tindakan, dapat menunjukan

lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi

menggunakan nafas panjang dan distraksi.

10: nyeri sangat berat atau tidak tertahankan, klien sudah tidak mampu lagi

berkomunikasi , memukul (Mubarak, 2015)

4. Konsep Massage

a. Definisi Massage

Massage dalam bahasa Arab dan Prancis artinya menyentuh atau

meraba. Dalam bahasa Indonesia, massage sering disebut dengan pijat

atau urut (Trisnowiyanto, 2012).

Back Massage merupakan intervensi non farmakologi dengan

menggunakan pendekatan secara fisik. Penggunaan massage punggung

tidak mempunyai efek samping dan mudah dalam mengaplikasikannya

(Achjar, 2012)

b. Jenis Massage

Jenis-jenis massage dalam buku (Trisnowiyanto, 2012) antara lain:

1) Sport Massage (Massage Kebugaran)

Sport massage ini digunakan dalam lingkup sport saja yang

bertujuan untuk membentuk serta memelihara kondisi para

olahragawan dan olahragawati agar mereka tetap sehat dan tetap

bugar.
32

2) Remedial Massage (Massage Penyembuhan)

Remedial massage merupakan suatu pijatan yang diberikan

kepada seseorang untuk membantu mempercepat proses pemulihan

dari beberapa macam penyakit dengan menggunakan sentuhan tangan,

tanpa memasukkan obat ke dalam tubuh yang bertujuan untuk

meringankan atau mengurangi gejala dari beberapa penyakit.

3) Cosmetic Massage

Cosmetic massage merupakan pijat yang dipakai dalam bidang

kecantikan yang bertujuan untuk membersihkan,menghaluskan dan

menjaga kulit seseorang agar kulit tersebut tidak lekas mengkerut.

c. Manfaat Massage

Adapun Manfaat dari dilakukannya massage menurut (Trisnowiyanto,

2012) antara lain:

1) Dapat melancarkan peredaran darah terutama pada peredaran darah

balik (vena).

2) Dapat menghancurkan pengumpulan sisa-sisa pembakaran didalam

sel-sel otot yang telah mengeras.

3) Dapat menyempurnakan pertukaran gas-gas dan zat-zat didalam

jaringan atau dapat memperbaiki proses metabolism di dalam tubuh.

4) Dapat merangsang otot-otot yang dipersiapkan untuk bekerja,

menambah tonus otot, menambah kemampuan guna otot (efisiensi

otot) dan elastisitas otot.


33

5) Dapat meringankan nyeri pada bagian tubuh yang dipijat.

6) Dapat merangsang jaringam-jaringan saraf bekerja lebih optimal.

7) Dapat memberikan perasaan yang nyaman, segar dan kehangatan pada

tubuh seseorang.

8) Dapat meringankan berbagai macam gangguan penyakit yang boleh

dipijat.

e. Indikasi dan Kontraindikasi dalam Massage

1) Indikasi diberikannya massage (Trisnowiyanto, 2012)

a) Fatique (kelelahan).

b) Keseleo atau terkilir.

c) Kram.

d) Sesak nafas.

e) Susah buang air besar (sembelit).

f) Rematik kecuali stadium kronis.

g) Tekanan darah tinggi maupun rendah.

h) Dismenore atau nyeri datang bulan.

i) Sakit kepala.

j) Nyeri punggung bawah (low back pain).

k) Nyeri pada persendian.

l) Kekakuan otot. Kecuali yang bersifat permanen.

2) Kontraindikasi diberikannya massage (Trisnowiyanto, 2012)

a) Demam tinggi pada penyakit menular maupun tidak menular.

b) Penyakit kulit.
34

c) Tumor.

d) Kehamilan.

e) Fraktur atau patah tulang, dislokasi dan luksasi.

f) Luka pada daerah yang akan di massage baik luka dalam maupun

luka luar.

f. Langkah-langkah Back Massage

Sebelum dilakukan langkah-langkah atau teknik dari Back

Massage , puggung terlebih dahulu diolesi minyak aroma terapi.

1) Stroking pada bagian punggung

Stroking dapat dilakukan dengan menggunakan 3 ujung jari

yang merapat di perkuat dengan menggunakan tangan kiri pada bagian

otot punggung, dilakukan selama 3-5 menit. Pijatan ini dapat

bermanfaat untuk melancarkan peredaran terutama pada peredaran

darah balik atau vena (Wiyoto, 2011).

Gambar 2.2
Sumber: (Wiyoto, 2011)

2) Petrisage pada bagian punggung


35

Pijatan ini dilakukan dengan menggunakan kedua ibu jari secara

bersamaan pada otot punggung sisi kiri, kemudian kembali dengan

gosokan ringan, dilakukan selama 3-5 menit. Pijatan ini dapat

memperbaiki proses metabolisme serta mengurangi penimbunan asam

laktat di dalam sel otot yang telah mengeras (Wiyoto, 2011).

Gambar 2.3
Sumber: (Wiyoto, 2011)
3) Friction pada bagian punggung

Gerakan ini dilakukan dengan menggunakan ujung 3 jari tangan

kanan yang merapat dibantu dengan tangan kiri untuk memperkuat

tekanan dengan gerakan menekan dan memutar ke arah otot punggung

kemudian kembali dengan melakukan dengan gosokan ringan,

dilakukan selama 3-5 menit. Bermanfaat untuk menghancurkan sisa-

sisa pembakaran sel-sel otot yang telah mengeras (Wiyoto, 2011).


36

Gambar 2.4
Sumber: (Wiyoto, 2011)

4) Skin Rolling pada bagian punggung

Skin Rolling dilakukan dengan cara mencubit dan mendorong

kulit pada otot sela iga kiri dimulai dari tepi punggung samping bawah

ketiak menuju ruas-ruas tulang belakang kemudian kembali dengan

melalukan gosokan ringan, dilakukan selama 3-5 menit. Gerakan ini

berfungsi untuk merangsang otot-otot yang dipersiapkan untuk

berkerja, menambah tonus otot, menambah kemampuan guna otot, serta

meningkatkan elastisitas otot (Wiyoto, 2011).

Gambar 2.5
Sumber: (Wiyoto, 2011)
5) Stroking pada bagian pinggang

Gerakan ini dilakukan dengan menggunakan ujung-ujung tiga jari

tangan kanan yang merapat, diperkuat dengan tangan kiri di samping

kiri vertebra lumbalis, dilakukan selama 3-5 menit. Dapat melancarkan


37

peredaran darah serta meringankan nyeri pada bagian tubuh yang dipijat

(Wiyoto, 2011).

Gambar 2.6
Sumber: (Wiyoto, 2011)
6) Petrisage pada bagian pinggang

Pijatan ini menggunakan kedua ibu jari saling berhadapan yang

dilakukan secara bersamaan pada sisi kiri vertebra lumbalis, dilakukan

selama 3-5 menit. Pijatan ini dapat memperbaiki proses metabolisme

serta mengurangi penimbunan asam laktat di dalam sel otot yang telah

mengeras (Wiyoto, 2011).

Gambar 2.7
38

Sumber: (Wiyoto, 2011)

5. Konsep Minyak Aroma Terapi

a. Definisi Minyak Aroma Terapi

Aroma terapi berasal dari kata aroma yag berarti harum atau

wangi dan therapy yang dapat diartikan sebagai cara pengobatan atau

penyembuhan. Sehingga aroma terapi dapat diartikan sebagai suatu cara

perawatan tubuh dan penyembuhan penyakit dengan menggunakan

minyak esensial (Jaelani, 2009)

b. Kelebihan dan Keunggulan Aroma Terapi

Aroma terapi merupakan salah satu di antara metode pengobatan

kuno yang masih dapat bertahan hingga kini. Metode penyembuhan ini

sudah berlangsung secara turun temurun, sehingga wajar apabila

katerertarikan dan respons masyarakat erhadap aroma terapi menjadi

semakin besar, sekalipun metode yang digunakannya tergolong

sederhana namun cara terapi ini memiliki beberapa keunggulan dan

kelebihan dibandingkan dengan metode penyembuhan lainnya.

1) Biaya yang dikeluarkan relatif murah.

2) Bisa dilakukan dalam berbagai tempat dan keadaan.

3) Tidak mengganggu aktivitas yang bersangkutan.

4) Dapat menimbulkan rasa senang pada orang lain.


39

5) Cara penggunaan tergolong praktis dan efisien.

6) Efek zat yang ditimbulkannya tergolong cukup aman bagi tubuh.

7) Khasiatnya terbukti cukup manjur dan tidak kalah dengan metode

lainnya (Jaelani, 2009)

c. Maanfaat Aroma Terapi

Aroma terapi mempunyai banyak khasiat dan maanfaat yang

cukup banyak, adapun maanfaat penting yang dapat diperoleh dari

metode aroma terapi adalah sebagai berikut.

1) Merupakan bagian utama dari parfum keluarga, yaitu dengan

memberika sentuhan keharruman dan suasana wewangian yang

menyenangkan, ketika berada di dalam maupun di luar ruangan.

2) Dapat digunkaan sebagai pelengkap kosmetika seperti body lotion,

body scrub, body wash, body mask, massage oil, herbal bath dan

sebagainya, sehingga dapat menjadikan kulit tubuh halus,bersih,

segar dan tampak aura kecantikannya.

3) Merupakan salah satu metode perawatan yang tepat dan efisien

dalam menjaga tubuh agar tetap sehat.

4) Banyak dimaanfaatkan dalam pengobatan, khususnya untuk

membantu penyembuhan beragam penyakit, meskipun lebih ditunjuk

sebagai terapi pendukung.

5) Dapat membantu kelancaran fungsi sistem tubuh antara lain dengan

cara mengembalikan keseimbangan bioenergi tubuh.


40

6) Membantu meningkatkan stamina dan gairah seseorang walapun

sebelumnya tidak atau kurang memliki gairah dan semangat hidup.

7) Dapat menumbuhkan perasaan yang tenag pada jasmani, pikiran dan

rohani, dapat menciptakan suasana yang damai, serta dapat

menjauhkan dari perasaan cemas dan gelisah.

8) Mampu menghadirkan rasa percaya diri, sikap yang berwibawa, jiwa

pemberani, sifat familiar, perasaan gembira, damai dan juga

romantis.

9) Merupakan bahan antiseptik dan antibakterial alami yang dapat

menjadikan makanan ataupun jasad renik menjadi lebih awet

(Jaelani, 2009).

d. Jenis-jenis Aroma Terapi

Terapi dengan menggunakan minyak esensial dapat dilakukan

secara internal maupun eksternal. Penggunaan cara terapi yang tepat akan

sangat membantu daya kerja bahan aktif sekaligus efisien dan akurat

dalam penggunaan sediaan aroma terapi, meskipun demikian setiap

bahan yang akan digunakan perlu diketahui terlebih dahulu efektivitas

bhaan aktifnya. Hal ini bertujuan untuk memperoleh efek terapi yang

optimal dan tepat guna.

1) Terapi secara internal

Dalam bentuk minyak maupun cairan encer, mimya esensial

yang murni dapat dikonsumsi lansung dan dihirup lewat hidung.


41

Contoh-contoh antara ini antara lain seperti minyak : pipermin,

cengkeh, adas manis, selasih, menthol, rosemary, camomile,

bergamot, basil dan sirih.

2) Terapi secara eksternal

Secara umum penggunaan aroma terapi lebih banyak

dilakukan secara eksternal di luar tubuh dibandingkan secara internal

dari dalam tubuh. Sebagai bahan untuk obta-obatan, minyak esensial

mudah terserap bila kontak langsung dengan lapisan kulit, meskipun

demikian terapi ini lebih optimal jika di lakukn dengan cara yang tepat

(Jaelani, 2009).

Pada kasus osteoarthritis banyak jenis aroma terapi yang dapat

digunakan, salah satunya yaitu minyak atsiri sereh. Minyak atsiri

merupakan salah satu jenis minyak nabati yang memiliki banyak

manfaat, karakteristik fisiknya dapat berupa cairan kental yang dapat

disimpan pada suhu ruangan (Rusli, 2010).

6. Pengaruh Terapi Back Massage Terhadap Nyeri Osteoartritis

Massage dalam bahasa Arab dan Perancis berarti meraba atau

menyentuh. Massage dapat di artikan sebagai pijat yang telah

disempurnakan dengan ilmu-ilmu tentang tubuh manusia atau gerakan

tangan yang mekanis terhadap tubuh manusia dengan menggunakan

bermacam-macam teknik.
42

Back Massage merupakan intervensi non farmakologi dengan

menggunakan pendekatan secara fisik, penggunaan massage punggung

tidak mempunyai efek samping dan mudah dalam mengaplikasikannya.

Massage ini bertujuan untuk melancarkan peredaran darah terutama

peredaran darah vena dan getah bening, menghancurkan sisa metabolisme di

dalam sel otot yang telah mengeras (asam laktat), dan dapat merangsang

otot-otot untuk melakukan pekerjaan yang lebih berat, menambah daya

kerja otot (tonus otot), kemampuan fungsi otot dan elastisitas otot, serta

memberikan perasaan nyaman, segar dan kehangatan pada tubuh

(Trisnowiyanto, 2012)

Hal ini dapat dibuktikan dalam penelitian “Terapi Musik Dan

Massage Punggung Terhadap Intesitas Nyeri Lansia” dengan hasil bahwa

ada pengaruh pemberian terapi musik dan terapi massage punggung

diperoleh p value 0.020 yang artinya ada perbedaan intensitas nyeri antara

kelompok yang diberikan terapi musik dan kelompok yang di berikan

massage punggung (Achjar, 2012). Selanjutnya dari penelitian penelitian

“Pengaruh Terapi Back Massage Terhadap Intensitas Nyeri Reumatik Pada

Lansia Di Wilayah Puskemas Pembantu Karang Asem” diperoleh hasil

Hasil Z score = -3,017 poin dengan p-value = 0,003 yang artinya ada

pengaruh setelah di berikan terapi Back Massage untuk penurunan intesitas

nyeri rematik (Kristanto & Maliya, 2011).

Dalam penelitian “Pengaruh Stimulasi Kutaneus: Slow-Stroke Back

Massage Terhadap Intensitas Nyeri Osteoarthritis Pada Lansia Di Padang”


43

dengan hasil uji statistik didapatkan nilai p-value= 0,00 (p< 0,05)

menunjukkan bahwa ada penurunan intensitas nyeri sebelum dan sesudah

dilakukan stimulasi Slow-Stroke Back Massage (Alisa, 2017). Dalam

penelitian” Pengaruh Back Massage Terhadap Tingkat Nyeri Low Back

Pain pada Kelompok Tani Semangka Mertha Abadi Di Desa Yeh Sumbul”

dengan hasil data di analisis dengan uji statistik menggunakan uji Wilcoxon

Signed Rank Test diperoleh hasil bahwa p value 0,001 pada α=0,05

(p<0,05) yang berarti Ho ditolak dan hipotesis dalam penelitian ini diterima

sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan back

massage terhadap tingkat nyeri low back pain pada Kelompok Tani

Semangka Mertha Abadi di Desa Yeh Sumbul (Dewi, 2017).


44

B. KERANGKA TEORI

Lansia Perubahan / Masalah pada


masalah pada muskuluskeletal
lansia Tanda dan gejala:
1. Kekakuan
Faktor resiko: 2. Hambatan gerakan
1. Peningkatan usia sendi

2. Obesitas 3. Bunyi gemeretak

3. Jenis kelamin Osteoartrhitis 4. Pembengkakan sendi

4. Riwayat trauma 5. Kemerahan pada


Faktor yang bagian sendi
Terapi farmakologi meliputi: mempengaruhi
nyeri:
6. Nyeri sendi
1. Analgesik oral non-opiat
1. Budaya
2. Analgesik topical
2. Ansietas
3. NSAID
3. Pengalaman
4. chondroprotctive
4. Efek Plasebo
5. steroid inta-artikuler Intensitas nyeri.
5. Keluarga
Terapi non farmakologi:
6. Pola Koping
1. Diet makanan
2. Edukasi
Back massage dapat meningkatkan produksi
3. Latihan Fisik
hormon endorpin, peningkatan hormon ini dapat
menurunkan intensitas nyeri. endorpin dapat
4. Pijat ringan (Back diproduksi atau dihasilkan di tulang belakang dan
Massage)
di otak.
45

Skema 2.1 Kerangka Teori Modifikasi

Sumber: (Ratnawati, 2011), (Padila, 2013), (Trisnowiyanto, 2012), (Azizah,

2011), (Wiarto, 2017), (Langwow, 2018), (Hall, 2016), (Mubarak, 2015)


BAB 3

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan rangkuman atau gambaran dari suatu

realita agar dapat dimengerti serta dipahami, yang akan membentuk suatu teori

dan menjelaskan keterkaitan antar variabel yang diteliti maupun yang tidak

diteliti untuk memudahkan istilah yang dapat dicermati pada batasan tertentu

(Nursalam, 2015).

44
45

Penyakit Penatalaksanaan non


Degeneratif farmakologi:
1. Diet makanan
Osteoarthritis 2. Edukasi
3. Latihan fisik

4. Pijat ringan ( Back


Faktor perancu yang Massage)
mempengaruhi nyeri :
1. Budaya
2. Ansietas
3. Pengalaman Nyeri
4. Efek Plasebo
Skala Nyeri Bourbonnais(0-10)
5. Keluarga
a. (0) : Tidak ada nyeri
6. Pola Koping
b. (1-3) : Nyeri ringan
c. (4-6) : Nyeri sedang
d. (7-9) : Nyeri berat
e. (10) : Nyeri sangat berat

: Variabel yang tidak diteliti

: Variabel yang diteliti

: Alur pikir

Skema 3.1 Pengaruh Back Massage Terhadap Nyeri Osteoartritis

Sumber: (Ratnawati, 2011), (Padila, 2013), (Trisnowiyanto, 2012), (Azizah,

2011), (Wiarto, 2017), (Langwow, 2018), (Hall, 2016), (Mubarak, 2015).


46

B. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian eksperimental, karena dalam

penelitian memberikan perlakuan atau intervensi pada objek yang akan diteliti.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu One Group Pre-Test dan

Post-Test, dimana objek yang akan diteliti sebelum diberikan perlakuan akan

diberikan pre-test terlebih dahulu dan setelah diberikan perlakuan atau

intervensi akan dilakukan post-test(Nursalam, 2015).

Desain penelitian ini dapat digambarkan seperti gambar berikut:

O1 X O2

Skema 3.1 Rancangan One Group Pre-test Post-test

Keterangan:

O1 :Pre-test sebelum dilakukan Back Massage.

O2 : Post-test setelah dilakukan Back Massage.

X : Perlakuan Back Massage.


47

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan suatu jawaban sementara dari sebuah

penelitian.Tidak semua penelitian memiliki hipotesis dan tergantung dari

penelitiannya. Hipotesis tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya kajian

pustaka, hal ini dikarenakan kajian pustaka akan menjadi dasar untuk

merumuskan hipotesis. Hipotesis dapat disebut juga jawaban sementara karena

kebenarannya belum dibuktikan (Donsu, 2016).

Hipotesis dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu

hipotesis kerja (Ha) dan hipotesis nol atau hipotesis statistic (H 0). Hipotesis

dalam penelitian ini yaitu:

Ha: Terdapat Pengaruh Back Massage Terhadap Intensitas Nyeri Osteoartritis

Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati Kabupaten

Buleleng

H0 : Tidak Terdapat Pengaruh Back Massage terhadap Intensitas Nyeri

Osteoartritis Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati

Kabupaten Buleleng.

D. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan bagian terpenting dan diperlukan agar

pengukuran serta pengumpulan data bisa konsisten antara sumber data yang

satu dengan responden lainnya. Variabel harus didefinisi operasionalkan dan

juga perlu dijelaskan cara atau metode pengukurannya, kategori, serta skala

pengukuran yang digunakan (Notoatmodjo, 2012).


48

Tabel 3.1 : Definisi operasional dan variabel penelitian Pengaruh Back Massage
Terhadap Intensitas Nyeri Osteoartritis di Panti Sosial Tresna
Werdha Jara Mara Pati Kabupaten Buleleng.

Variabel Definisi Parameter Alat ukur Skal Skoring


Operasional a
Variabel Massage Terapi SOP - -
independen merupakan Massage ini Back
: Back pijatan yang dilakukan Massage
Massage dapat dengan cara
membantu 1. Stroking
proses 2. Petrisage
pemulihan 3. Friction
beberapa 4.SkinRollin
penyakit g
dengan selama 4
menggunaka minggu,
n sentuhan dengan
tangan tanpa frekuensi
memasukan latihan 3 kali
obat ke seminggu
dalam tubuh. dengan
durasi 5
menit
(Achjar,
2012).
Variabel Osteoartritis Nilai Diukur Ratio Skala Nyeri 0-10
dependen : adalah suatu intensitas menggunaka 1) Skala 0 :
Intensitas penyakit nyeri yang n skala nyeri Tidak nyeri
Nyeri sendi dirasakan Bourbonnais 2) Skala 1-3 :
Osteoartriti menahun oleh lansia dengan Nyeri ringan
s yang ditandai yang kategori 3) Skala 4-6 :
oleh adanya mengalami nyeri (1-10) Nyeri sedang
kelainan osteoartritis. 4) Skala 7-9 :
pada tulang Nyeri berat
rawan sendi 5) Skala 10 :
dan tulang Nyeri sangat
didekatnya. berat(Mubarak
, 2015).
49

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari subjek atau

objek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang dipilih oleh

peneliti untuk dijadikan bahan penelitian kemudian akan ditarik

kesimpulannya (Sugiono, 2017). Populasi adalah subjek penelitian seperti

manusia, binatang, barang-barang tertentu atau tumbuhan yang memenuhi

kriteria sesuai dengan apa yang sudah ditetapkan (Nursalam, 2015). Populasi

dalam penelitian ini adalah lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara

Pati Kabupaten Buleleng.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh suatu populasi. Tujuan dilakukannya teknik sampling yaitu untuk

menghemat biaya dan mengefisienkan waktu bagi peneliti (Sugiono, 2017).

Sampel juga dapat sebagai perwakilan dari populasi.Sampel yang diambil

oleh peneliti yaitu lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati

Kabupaten Buleleng dengan nyeri sendi atau osteoartritis yang dapat

dianggap mewakili populasi sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik subjek penelitian yang harus

berdasarkan pertimbangan ilmiah yang menjadi pedoman saat menentukan


50

sampel (Nursalam, 2015). Sampel peneliti yang memenuhi syarat kriteria

inklusi yaitu:

1) Lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati

Kabupaten Buleleng.

2) Lansia yang bersedia menjadi responden.

3) Lansia yang mengalami Osteoarthritis.

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah dimana peneliti mengeluarkan responden

yang memenuhi kriteria inklusi dari studi yang dikarenakan bebrbagai

sebab salah satunya seperti penyakit patologis (Nursalam, 2015). Adapun

kriteria ekslusi dalam penelitian ini yaitu:

1) Lansia dengan penurunan kesadaran atau dengan gejala psikotik.

2) Tidak mampu berkomunikasi secara wajar.

3) Lansia yang mengalami penyakit menular lewat kulit.


51

Penentuan sampel dengan menggunakan rumus slovin (Nursalam, 2015):


N
n=
1+N(d)2

62 62
n= =
1 + 62 (0,05) 2 1 + 62 (0,00025)

62 62
n= = = 53
1 + 0,155 1,155

n = 53

Keterangan: n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

d = Tingkat signifikan (0,05)

Berdasarkan hasil hitungan dengan menggunakan rumus di atas, didapatkan

sampel sebanyak 53 orang.

3. Teknik Sampling

Teknik sampling adalah suatu cara yang dilakukan dalam pengambilan

sampel, agar dapat memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan

semua subjek penelitian. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian

ini yaitu non probability sampling dengan teknik purposive sampling yang

merupakan teknik penetapan sampel dengan cara memilih diantara populasi


52

sesuai dengan kehendak peneliti dan sesuai dengan tujuan masalah dalam

penelitian (Nursalam, 2015).

F. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati, di

Desa Kaliasem, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. Dilakukannya

penelitian di Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati Kabupaten Buleleng

karena pada saat observasi atau studi pendahuluan, terdapat dari 62 lansia yang

mengalami nyeri sendi atau osteoarthritis.

G. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan setelah ujian proposal yaitu pada akhir

bulan April yang dilakukan 3 kali dalam seminggu selama 4 minggu.

H. Etika Penelitian

Etika merupakan suatu perangkat aturan dan prinsip-prinsip etika yang

disepakati bersama menyangkut hubungan antara peneliti di satu sisi dan semua

yang terlibat dalam penelitian (Siswanto, Susila & Suyanto, 2014). Etika-etika

yang digunakan peneliti dalam penelitian ini yaitu:

1. Informed Consent

Informed consent yaitu sesuatu lembaran yang berisi tentang

permintaan persetujuan kepada responden bahwa responden bersedia

untuk menjadi responden pada penelitian ini, dengan mengisi tanda tangan

pada lembaran informed consent tersebut. Pada saat penelitian dimulai,


53

peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang penelitian yang akan

dilakukan dengan tujuan untuk mencari persetujuan kepada calon

responden dan bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian. Setelah

dijelaskan calon responden diberikan lembar informed consent untuk

persetujuan menjadi responden dalam penelitian, apabila calon responden

tidak bersedia maka peneliti harus menghormati calon responden.

2. Anonimity (Tanpa Nama)

Menjaga kerahasiaan responden peneliti tidak akan mencantumkan

nama responden pada lembar observasi dan hanya menuliskan kode pada

lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang disediakan. Dalam

penelitian ini pada saat memasukan nama responden menggunakan inisial

seperti KW dan sebagainya.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Pada saat penelitian, untuk menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian

baik informasi maupun masalah-masalah lainya, semua responden akan

dirahasiakan identitasnya.

4. Beneficience (Asas Kemanfaatan)

Penelitian yang dilakukan telah memepertimbangkan resiko dan

manfaat yang mungkin akan terjadi. Penelitian dilakukan sesusai dengan

prosedur penelitian guna mendapatakan hasil danmanfaat semaksimal

mugkin bagi subjek penelitian dan dapat digeneralisasi ditingkat populasi


54

(beneficience).Penelitian ini bermanfaat bagi lansia di Panti Sosial Tresna

Werdha Jara Mara Pati Kabupaten Buleleng untuk mengatasi nyeri sendi.

5. Justice

Subjek harus diperlakukan dengan adil baik sebelum pemberian

perlakuan, selama dan sesudah keikutsertaanya dalam penelitian tanpa

adanya diskriminasi tanpa membedakan gender, agama, dan etnis.Peneliti

juga tidak akan membeda-bedakan responden yang satu dengan yang lain.

I. Alat Pengumpulan Data

Ada beberapa jenis metode pengumpulan data yang lazim digunakan

dalam penelitian yakni metode observasi, wawancara, kuisioner, dan

dokumentasi.Data yang diperlukan dalam peneliti ini, dikumpulkan dalam

suatu format yang diisi oleh peneliti bersumber pada responden

penelitian.Format pengumpulan data tersebut berupa lembar observasi skala

nyeri Bourbonnais.

J. Prosedur Pengumpulan Data

Langkah-langkah yang akan dilakukan peneliti untuk mengumpulkan

data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Prosedur Pengumpulan Data

a. Permohonan surat ijin ke pihak kampus untuk melakukan studi

pendahuluan.
55

b. Peneliti mempersiapkan materi dan konsep yang akan mendukung

penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Melakukan ijin pengumpulan data dan penelitian yang ditanda tangani

oleh puket III Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Buleleng. Ijin

tersebut kemudian diajukan ke Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara

Pati Kabupaten Buleleng.

b. Setelah mendapat ijin dari Kepala Panti Sosial Tresna Werdha Jara

Mara Pati Kabupaten Buleleng untuk melakukan pengumpulan data

penelitian, maka peneliti melakukan pengumpulan data awal.

c. Peneliti menentukan responden sesuai dengan kriteria inklusi dan

ekslusi yang telah ditentukan sebelumnya. Pendekatan secara informal

kepada responden dengan menjelaskan maksud dan tujuan peneliti

kepada responden. Penelitiakan memberikan informed consent pada

responden untuk ditanda tangani sebagai bukti persetujuan untuk

menjadi responden penelitian.

d. Setelah responden mengisi lembar informed consent. Kemudian

responden diminta untuk mengisis data demografi meliputi nama

(inisial), usia, alamat, dan nomor kontak.

e. Peneliti memberikan lembar observasi tingkat nyeri pada responden dan

menjelaskan bagaimana cara mengisi lembar observasi tersebut.

f. Peneliti memberikan penjelasan mengenai Back Massage serta

memberikannya selama 4 minggu dengan latihan 3 kali perminggu


56

selama 5 menit setiap latihan pada pukul 9 pagi, dan untuk lansia yang

sedang menjalani terapi lain seperti mengkonsumsi obat NSAID (Non

Steroidal Anti-inflammatory Drugs) akan diberikan terapi 6-8 jam

setelah mengkonsumsi obat(Kristanto & Maliya, 2011).

g. Setelah peneliti mengajarkan Back Massage, selanjutnya akan dilakukan

pengambilan data dengan alat ukur, cara, inisial nama yang sama.

h. Data yang telah ditulis dalam pedoman pengumpulan data kemudian

data tersebut diolah dengan menggunakan komputer.

K. Validitas dan Realiabilitas

1. Validitas

Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terdapat di

lapangan tempat penelitian dan data yang dilaporkan oleh

peneliti.Validitas digunakan untuk mengukur ketepatan dan kecermatan

data yang diteliti.Validitas tidak hanya menghasilkan data yang tepat,

melainkan juga memberikan gambaran yang cermat mengenai data

tersebut. Kepentingvaliditas dibagi atas: validitas isi yang merupakan

pendapat baik sendiri atau bersama-sama dengan orang lain, kemudian

validitas yang berhubungan dengan kriteria yang merupakan validitas yang

dilihat dengan membandingkan kriteria yang dianggap dapat digunakan

untuk merekrut atribut tertentu dan terakhir ada validitas konstrak yaitu

validitas yang tidak melihat suatu permasalahan dari satu sudut pandang

saja (Lapau, 2012).


57

2. Realiabilitas

Realiabilitas merupakan suatu upaya untuk menstabilkan dan

melihat adakah konsistensi responden dalam menjawab pertanyaan, yang

berhubungan dengan kontruksi dimensi variabel yang berupa kuisioner.

Data dikatakan realiabilitas apabila data atau peneliti dalam obyek yang

sama menghasilkan data yang sama atau peneliti yang sama dalam waktu

berbeda menghasilkan data yang sama, atau sekelompok data bila dibagi

menjadi dua kelompok menunjukan data yang sama (Lapau, 2012).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hal ini peneliti

menggunakan alat ukur skala nyeri Bourbonnais untuk mengukur tingkat

nyeri sendi yang dirasakan oleh lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Jara

Mara Pati Kabupaten Buleleng, sehingga instrument yang digunakan

sudah baku dan tidak perlu lagi dilakukan uji validitas dan realiabilitas.

L. Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan salah satu rangkaian kegiatan penelitian

setelah mengumpulkan data (Notoatmodjo, 2012). Langkah-langkah dalam

pengolahan data adalah sebagai berikut:

1.Editing
58

Editing merupakan upaya untuk memeriksa kembali kebenarandata

yang diperoleh atau dikumpulkan. Pada proses ini data yang terkumpul di

cek apakah sudah lengkap terisi atau belum.

2. Coding (Pemberian kode)

Data yang telah diperiksa kelengkapannya, kemudian diberi kode

angka sesuai dengan ketentuan peneliti, seperti:

a) Umur responden diberi kode:

Kode 1 = 50-59 tahun

Kode 2 = 60-79 tahun

Kode 3 = 80-89 tahun

b) Jenis kelamin diberi kode:

Kode 1 = Laki-laki

Kode 2 = Perempuan

c) Variabel skala nyeri diberi kode:

Kode 1 = 0: tidak nyeri

Kode 2 = 1-3: nyeri ringan

Kode 3 = 4-6: nyeri sedang

Kode 4 = 7-9: nyeri berat

Kode 5 = 10: nyeri sangat berat


59

3. Entry

Data yang telah diberi kode, dimasukan dan disimpan dalam data

computer untuk memudahkan dalam pengambilanya kembali bila

diperlukan.

4. Cleaning

Data yang telah diperoleh, dicocokan dan diperiksa kembali

dengan data yang didapatkan pada lembar kuesioner.Segera dilakukan

pengecekan ulang bila ada perubahan dan perbedaan hasil.

M. Analisis Data

Analisis data merupakan bagian paling penting untuk mencapai pokok

penelitian yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti yang mengungkap

fenomena (Nursalam, 2015). Teknik analisi data yaitu:

1. Analisa univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karaterisik setiap variabel penelitian. Pada umumnya

dalam analisa ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase

dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2012). Analisa univariat dalam penelitian

ini adalah mengidentifikai karakteristik responden dan mengidentifikasi


60

intensitas nyeri osteoarthritis responden. Mengidentifikasi karakteristik

responden meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan

dan penggunaan obat NSAID (Aspirin dan Ibuprofen).

Variabel yang terdapat pada penelitian ini yaitu Back Masage dan

intensitas nyeri sendi.Variabel independen adalah Back Massage, dan

variabel dependennya yaitu intensitas nyeri sendi atau osteoartrhitis.

Mengidentifikasi intensitas nyeri sendi responden meliputi tidak ada nyeri

(skala: 0), nyeri ringan (skala: 1-3), nyeri sedang (skala: 4-6), nyeri berat

(skala: 7-8), nyeri sangat berat (skala: 9-10).

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan pada dua

variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Analisis bivariat yaitu

menganalisis data yang dapat membuktikan hipotesa (Notoatmodjo, 2012).

Setelah data sudah terkumpul maka selanjutnya dilakukan uji statistik yang

digunakan yaitu analisa bivariat untuk melihat perbedaan nyeri sendi

sebelum dan setelah diberikan perlakuan atau intervensi Back Massage.

Dalam penelitian ini menggunakan uji paired sampel T-test dependen

untuk data yang berdistribusi normal (parametric), untuk menguji

normalitas data dalam penelitian eksperimen dengan cara yaitu uji

saphiro-wilk. Data yang normalitasnya yang sudah diuji dan mendapatkan

data berdistribusi normal maka menggunakan uji paired T-test, dan apabila

datanya tidak besrdistribusi normal maka uji yang di guanakan adalah

Wilcoxon.
61

Uji Paired sample T-test menggunakan program komputer , jika

nilai probalitas atau Signifikasi kurang dari 0.05, maka terdapat perbedaan

yang segnifikan dan sebaliknya, jika nilai probabilitas atau Signifikasi

lebih dari 0.05, maka tidak terdapat perbedaan yang segnifikan(Nursalam,

2015).
DAFTAR PUSTAKA

Achjar, H. A. K. (2012). Terapi Musik dan Massase Punggung Terhadap

Intensitas Nyeri Sendi Lansia.

Alisa, F. (2017). The Effect Of Slow-Stroke Back Massage ( Ssbm ) To The

Intensity Of The Pain Of Osteoarthritis In The Elderly At Andalas Padang

Health Centers Massage ( Ssbm ) Terhadap Intensitas Nyeri, 00.

Aspiani, Y. R. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. (A. T.

M@ftuhin, Ed.). Jakarta.

Azizah, L. M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Badan Pusat Statistik. (2019). Badan Pusat Statistic Provinsi Bali. Retrieved from

https://bali.bps.go.id/statictable/2014/11/06/16/penduduk-provinsi-bali-

menurut-kelompok-usia-hasil-sensus-penduduk-2010.html%0D

Dewi, K. (2017). Pengaruh back massage terhadap tingkat nyeri low back pain

pada kelompok tani semangka mertha abadi di desa yeh sumbul, 1, 13–21.

Donsu, T. D. J. (2016). Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta.

Hall, E. J. (2016). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. (S. Tharmapalan, Ed.) (Edisi

Revi).

Jaelani. (2009). Aroma Terapi (Pertama). Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Retrieved from

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2013.pdf

Kristanto, T., & Maliya, A. (2011). Pengaruh Terapi Back Massage Terhadap

Intensitas Nyeri Reumatik Pada Lansia Di Wilayah Puskemas Pembantu

Karang Asem, 110–116.

Langwow, S. S. (2018). A to z penyakit rematik autoimun. Jakarta: PT Elex Media

Komputindo.

Mubarak, iqbal wahit. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan 2. Jakarta: Salemba

Medika.

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. (2015). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan (Edisi 4). Jakarta:

Salemba Medika.

Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.

Penelitian, B., & Pengembangan, D. A. N. (2013). Riset Kesehatan Dasar.

Ratnawati, E. (2011). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: PUSTAKA

BARU PRESS.

Rusli, S. (2010). Sukses Memproduksi Minyak Atsiri. Jakarta: Agro Media

Pustaka.

Sugiono. (2017). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: ALFABETA.

Trisnowiyanto, B. (2012). Keterampilan Dasar Massage. Yogyakarta: Nuha

Medika.
Wiarto, G. (2017). Nyeri Tulang Dan Sendi. Yogyakarta: Gosyen Publising.

Wiyoto, T. B. (2011). Remedial Massage. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai