Anda di halaman 1dari 8

Modul Akuntansi Syariah S1 AKUNTANSI

PERTEMUAN 3 & 4:
KONSEP TRANSAKSI SYARIAH

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai jenis transaksi-transaksi dasar
syariah, mengetahui jenis akad transaksi syariah., Anda harus mampu:
4.1. Menjelaskan Akad Tabarru’.
4.2. Menjelaskan Akad Ijarah.
4.3. Menjelaskan Wa’at dan Akad.

B. URAIAN MATERI
Tujuan Pembelajaran 4.1:

Menjelaskan Akad Tabarru’


Akad tabarru’ adalah segala macam perjanjian yang menyangkut
non profit transaction (Transaksi nirlaba). Transaksi ini pada hakikatnya
bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersil. Akad tabarru’
dilakukan dengan tujuan tolong menolong dalam rangka berbuat kebaikan
(tabarru’ berasal dari kata bir dalam bahasa arab yang artinya kebaikan.
Dalam tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak
mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad
tabarru’ adalah dari Allah SWT bukan dari manusia. Namun demikian, pihak
yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta kepada counterpartnya untuk
sekedar menutupi biaya yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad
tabarru’ tersebut. Namun ia tidak boleh sedikitpun mengambil laba dari akad
tebarru’ itu.
Contoh akad-akad tabarru adalah qardh, rahn, hiwalah, wakalah,
kafalah, wadi’ah, hibah, waqf, shadaqah, hadiah, dll. (Karim : 2006,70). Pada
hakikatnya, akad tabarru’ adalah akad melakukan kebaikan yang
mengharapkan balasan dari Allah SWT semata. Itu sebabnya akad ini tidak
bertujuan mencari keuntungan komersil. Konsekuensi logisnya, bola akad
tabarru’ dilakukan dengan mengambil keuntungan komersil, maka ia bukan

S1 Program Studi Akuntansi Universitas Pamulang 28


Modul Akuntansi Syariah S1 AKUNTANSI

lagi akad tabarru’ maka berubah menjadi akad tijarah. Bila ingin tetap
menjadi akad tabarru’, maka ia tidak boleh mengambil manfaat dari akad
tabarru’ tersebut. Tentu saja ia tidak berkewajiban menanggung biaya yang
timbul dari pelaksanaan akad tabarru’.
“Memerah susu kambing sekadar untuk biaya memelihara
kambingnya“ merupakan ungkapan yang dikutip dari hadist ketika
menerangkan akad rahn yang merupakan salah satu akad tabarru’. (Karim :
2006, 67-70) menjelaskan bahwa pada dasarnya, akad tabarru’ ini adalah
memberikan sesuatu (giving something) atau meminjamkan sesuatu (lending
something). Bila akadnya adalah meminjamkan sesuatu, maka objek
pinjamannya dapat berupa uang (lending) atau jasa (lending yourself). Dengan
demikian kita mempunyai 3 (tiga) bentuk umum akad tabarru’ yakni:
1. Meminjamkan uang (lending)
Akad meminjamkan uang ini ada beberapa macam lagi jenisnya,
setidaknya ada 3 jenis yakni sebagai berikut :
- Bila pinjaman ini diberikan tanpa mensyaratkan apapun, selain
mengembalikan pinjaman tersebut setelah jangka waktu tertentu maka bentuk
meminjamkan uang seperti ini disebut dengan qardh.
- Selanjutnya, jika meminjamkan uang ini, si pemberi pinjaman mensyaratkan
suatu jaminan dalam bentuk atau jumlah tertentu, maka bentuk pemberian
pinjaman seperti ini disebut dengan rahn.
- Ada lagi suatu bentuk pemberian pinjaman uang dimana tujuannya adalah
untuk mengambil alih piutang dari pihak lain. Bentuk pemberian pinjaman
uang dengan maksud seperti ini adalah hiwalah.
2. Meminjamkan jasa kita (lending yourself)
Seperti akad meminjamkan uang, akad meminjamkan jasa juga terbagi
menjadi 3 jenis yakni sebagai berikut
- Bila kita meminjamkan “diri kita sendiri” (yakni jasa keahlian/
keterampilan, dan sebagainya) saat ini untuk melakukan sesuatu atas nama
orang lain, maka hal ini disebut wakalah. Karena kita melakukan sesuatu
atas nama orang yang kita bantu tersebut, sebenarnya kita menjadi wakil
atas orang itu. Itu sebabnya akad ini diberi nama wakalah

S1 Program Studi Akuntansi Universitas Pamulang 29


Modul Akuntansi Syariah S1 AKUNTANSI

- Selanjutnya bila akad wakalah ini kita rinci tugasnya, yakni bila kita
menawarkan jasa kita untuk menjadi wakil seseorang, dengan tugas
menyediakan jasa custody (penitipan, pemeliharaan), bentuk peminjaman
ini disebut akad wadi’ah.
- Ada variasi lain dari akad wakalah yakni contigent wakalah (wakalah
bersyarat). Dalam hal ini, kita bersedia memberikan jasa kita untuk
melakukan sesuatu atas nama orang lain, jika terpuenuhi kondisinya atau
jika sesuatu terjadi. Misalkan seorang dosen menyatakan kepada
asistennya. “Tugas anda adalah menggantikan saya mengajar bila saya
berhalangan”. Dalam kasus ini, yang terjadi adalah wakalah bersyarat.
Asisten hanya bertugas mengajar (yakni melakukan sesuatu atas nama
dosen), bila dosen yang berhalangan (yakni bila terpenuhi kondisinya, jika
sesuatu terjadi). Jadi asisten ini tidak otomatis menjadi wakil dosen.
Wakalah bersyarat dalam terminologi fiqh disebut sebagai akad kafalah.
- Memberikan sesuatu (giving something)
Yang termasuk dalam golongan ini adalah akad-akad sebagai
berikut: hibah, waqaf, shadaqah, hadiah, dan lain-lain. Dalam semua akad-
akad tersebut, si pelaku memberikan sesuatu kepada orang lain. Bila
penggunaannya untuk kepentingan umum dan agama maka akadnya
dinamakan waqaf. Objek waqaf tidak boleh diperjualbelikan begitu dinyatakan
sebagai aset waqaf. Sedangkan hibah dan hadiah adalah pemberian sesuatu
secara sukarela kepada orang lain.
Begitu akad tabarru’ sudah disepakati, maka akad tersebut tidak boleh
diubah menjadi akad tijarah (yakni akad komersil) kecuali ada kesepakatan
dari kedua belah pihak untuk mengikatkan diri dalam akad tijarah tersebut.
Misalkan bank setuju untuk menerima titipan mobil dari nasabahnya (akad
wadi’ah dengan demikian bank melakukan akad tabarru’) maka bank tersebut
dalam perjalanan kontrak tersebut tidak boleh mengubah akad tersebut
menjadi akad tijarah dengan mengambil keuntungan dari jasa wadiah
tersebut.

S1 Program Studi Akuntansi Universitas Pamulang 30


Modul Akuntansi Syariah S1 AKUNTANSI

Tujuan Pembelajaran 4.2:

Menjelaskan Akad Ijarah


Karim (2006:70) menjelaskan bahwa akad tijarah adalah segala macam
perjanjian yang menyangkut for profit transaction. Akad-akad ini dilakukan
dengan tujuan mencari keuntungan, karena itu bersifat komersil. Contoh akad
tijarah adalah akad-akad investasi, jual beli, sewa menyewa, dan lain-lain.
Kemudian berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperolehnya, akad
tijarah dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yakni :
- Natural Uncertainty Contract
Dalam Natural Uncertainty Contract, pihak-pihak yang bertransaksi
saling mencampurkan asetnya (baik real asset maupun financial asset)
menjadi satu kesatuan dan kemudian menanggung resiko bersama-sama untuk
mendapatkan keuntungan. Disini keuntungan dan kerugian ditanggung
bersama-sama. Contoh-contoh transaksi ini adalah Musyarakah, Muzara’ah,
Musaqah, Mukhabarah)
- Natural Certainty Contract
Dalam Natural Certainty Contract, kedua belah pihak saling
mempertukarkan aset yang dimilikinya karena itu objek pertukarannya (baik
barang maupun jasa) pun harus ditetapkan di awal akad dengan pasti baik
jumlah, mutu, kualitas, harga dan waktu penyerahannya. Jadi kontrak-kontrak
ini secara sunnatullah menawarkan return yang tetap dan pasti. Yang termasuk
dalam kategori ini adalah kontrak jual beli (Al Bai’ naqdan, al Bai’ Muajjal, al
Bai’ Taqsith, Salam, Istishna), sewa-menyewa (Ijarah dan Ijarah Muntahia
bittamlik).

Tujuan Pembelajaran 4.3:

Menjelaskan Akad dan Wa’at


Akad berasal dari bahasa Arab „aqada artinya mengikat atau
mengkokohkan. Secara bahasa pengertiannya adalah ikatan, mengikat.
Dikatakan ikatan (al-rabath) maksudnya adalah menghimpun atau
mengumpulkan dua ujung tali dan mengikat salah satunya pada yang lainnya,
hingga keduanya bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu.

S1 Program Studi Akuntansi Universitas Pamulang 31


Modul Akuntansi Syariah S1 AKUNTANSI

Dalam Al-Qur an kata al aqdu terdapat pada surat Al-Maidah ayat


1, bahwa manusia diminta untuk memenuhi akadnya. Istilah al-aqdu dapat
disamakan dengan istilah verbentenis dalam KUH Perdata¹.
Menurut undang-undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan
syariah dalam pasal 1 angka (13) akad adalah kesepakatan tertulis antara bank
syariah atau UUS dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi
masing-masing pihak sesuai dengan prinsip syariah.
Sedangkan pengertian perjanjian adalah suatu persetujuan dimana
suatu perbuatandengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih (Ibid 2007 : 45) perbedaan antara perikatan
islam (Akad) dengan perikatan KUH Perdata adalah dalam tahapan
perjanjiannya dimana dalam hukum perikatan Islam (akad) janji pihak pertama
dan pihak kedua terpisah atau dua tahap sedangkan dalam KUH Perdata hanya
satu tahap setelah ada perjanjian maka timbul perikatan.
Akad, yang disebut juga perjanjian, kesepakatan atau transaksi,
dapat diartikan sebagai komitmen yang terbingkai dengan nilai-nilai syariah.
Dalam istilah fiqih secara umum akad berarti sesuatu yang menjadi tekad
seseorang untuk melaksanakan, baik yang Al-Qur an dan terjemahnya
Khadim Haramain asy Syarifain, Makalah Arabiah Asuudiyah muncul dari
satu pihak seperti wakaf, talak dan sumpah maupun yang muncul dari dua
pihak seperti jual beli, sewa, wakalah dan gadai.
Dalam arti khusus, akad diartikan sebagai keterkaitan antara ijab,
yang diesebut juga pernyataan penawaran atau pemindahan kepemilikan, dan
qabul, yang disebut juga pernyataan penerimaan kepemilikan, dalam lingkup
yang diisyaratkan dan berpengaruh pada sesuatu (Santoso, 2003). Pada akad
terdapat tiga rukun. Yang pertama adalah pelaku akad.
Pelaku akad haruslah orang yang mampu melakukan akad untuk
dirinya (ahliyah) dan mempunyai otoritas Syariah yang diberikan pada
seseorang dan merealisasikan akad sebagai perwakilan dari yang lain
(wilayah). Selanjutnya, yang kedua yakni objek akad. Objek akad harus ada
ketika terjadi akad, harus sesuatu yang disyariatkan, harus bida
diserahterimakan.

S1 Program Studi Akuntansi Universitas Pamulang 32


Modul Akuntansi Syariah S1 AKUNTANSI

Ketika terjadi akad, dan harus sesuatu yang jelas antara dua pelaku
akad. Dan rukun yang terakhir shighah atau pernyataan pelaku akad, yaitu ijab
dan qabul. Ijab qabul harus jelas maksudnya, sesuai antara ijab dan qabul dan
bersambung antara ijab dan qabul. Terdapat empat syarat yang terdapat pada
akad yaitu syarat berlakunya akad (In’iqod); syarat sahnya akad (Shihah);
syarat terealisasikannya akad (Nafadz); syarat Lazim.
Syarat In’iqod ada yang umum dan khusus. Syarat umum harus
selalu ada pada setiap akad, seperti syarat yang harus ada pada pelaku akad,
objek akad dan Shighah akad, akad bukan pada sesuatu yang diharamkan, dan
akad pada sesuatu yang bermanfaat. Sementara itu, syarat khusus merupakan
sesuatu yang harus ada pada akad-akad tertentu, seperti syarat minimal dua
saksi pada akad nikah. Syarat shihah, yaitu syarat yang diperlukan secara
syariah agar akad berpengaruh, seperti dalam akad perdagangan harus bersih
dari cacat. Syarat nafadz ada dua, yaitu kepemilikan, yaitu barang dimiliki
oleh pelaku dan berhak menggunakannya, dan wilayah. Syarat Lazim, yaitu
bahwa akad harus dilaksanakan apabila tidak cacat.
Menurut Musthafa Az-Zarka suatu akad merupakan ikatan secara
hukum yang dilakukan oleh dua atau beberapa pihak yang sama-sama
berkeinginan mengikatkan dirinya. Kehendak tersebut sifatnya tersembunyi
dalam hati, oleh karena itu menyatakannya masing-masing harus
mengungkapkan dalam suatu pernyataan yang disebut Ijab dan Qobul². Dapat
diperoleh tiga unsur yang terkandung dalam akad, yaitu sebagai berikut:
a. Pertalian Ijab dan Qobul
Ijab adalah pernyataan kehendak oleh suatu pihak (mujib) untuk
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Qobul adalah pernyataan
menerima atau menyetujui kehendak mujib tersebut oleh pihak lainnya (qobil).
Ijab dan Qobul ini harus ada dalam melaksanakan suatu perikatan (akad)
b. Dibenarkan oleh Syara
Akad yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan syariah atau
hal-hal yang diatur oleh Allah SWT dalam Al Qur an dan Nabi Muhammad
SAW dalam Al Hadist. Pelaksanaan akad dan tujuan akad maupun obyek akad

S1 Program Studi Akuntansi Universitas Pamulang 33


Modul Akuntansi Syariah S1 AKUNTANSI

tidak boleh bertentangan dengan syariah. Jika bertentangan mengakibatkan


akad itu tidak sah.
c. Mempunyai akibat hukum terhadap obyeknya
Akad merupakan salah satu dari tindakan hukum (tasharruf). Adanya
akad menimbulkan akibat hukum terhadap obyek hukum yang diperjanjikan
oleh para pihak dan juga memberikan konsekuensi hak dan kewajiban yang
mengikat para pihak.
Subyek akad (aqid) dalam hukum perikatan Islam adalah sama
dengan subyek hukum pada umumnya yaitu pribadi-pribadi yang padanya
terdapat ketentuan berupa pembebanan kewajiban dan perolehan hak. Subyek
hukum terdiri dari dua macam yaitu manusia dan badan hukum kaitannya
dengan ketentuan dalam hukum islam. Manusia sebagai subyek hukum
perikatan adalah pihak yang sudah dapat dibebani hukum yang disebut
mukallaf. Mukallaf adalah orang yang telah mampu bertindak secara hukum,
baik yang berhubungan dengan tuhan maupun dalam kehidupan sosial. Kata
mukallaf berasal dari bahasa arab yang berarti yang membebani hukum.
Dalam hal ini adalah orang-orang yang telah dapat mempertanggung jawabkan
perbuatannya dihadapan Allah SWT.
Wa’ad adalah janji antara satu pihak kepada pihak lainnya, pihak
yang diberi janji tidak memikul kewajiban apa-apa terhadap pihak lainnya.
Dalam Wa’ad bentuk dan kondisinya belum ditetapkan secara rinci dan
spesifik. Bila pihak yang berjanji tidak dapat memenuhi janjinya, maka sanksi
yang diterimanya lebih merupakan sanksi moral.

C. LATIHAN SOAL / TUGAS


1. Jelaskan akad Tabarru dan akad Tijarah !
2. Jelaskan pengertian Akad dan Wa at !
3. Jelaskan yang dimaksud dengan Ijab dan Qabul !

D. DAFTAR PUSTAKA
Adnan, Akhyar, Akuntansi Syraiah "Arah, Prospek dan Tantangan",
Yogyakarta: UII Press, 2005.

S1 Program Studi Akuntansi Universitas Pamulang 34


Modul Akuntansi Syariah S1 AKUNTANSI

Harahap, Sofyan Syafri, Wiroso, Muhammad Yusuf, Akuntansi Perbankan


Syariah, E-Book, Cet-4 Jakarta: LPFE Usakti, 2010.

Muhamad, 2002, Pengantar Akuntansi Syariah, Jakarta.

Muhammad Syafi'i Antonio, 2007, Bank Syariah dari Teori Ke Praktik.


Edisi ke 1 Jakarta: Gema Insani.

Muhammad, Rifqi.2008. Akuntansi Keuangan Syariah. Yogyakarta: P3EI

Sri Nurhayati. Wasilah. 2009. Akuntansi Syariah di Indonesia. Salemba


Empat: Jakarta

Suwikno, Dwi. 2010. Pengantar Akuntansi Syariah. Pustaka Pelajar :


Yogyakarta

S1 Program Studi Akuntansi Universitas Pamulang 35

Anda mungkin juga menyukai