Anda di halaman 1dari 11

TAQIYUDDIN AN-NABHANI

(1909 M-1977M)
Tugas ini diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Nilai Pertengahan
Semester Ganjil Pada Matakuliah Sejarah Pendidikan Islam

DISUSUN OLEH:
Juwairiyah Siregar
18107801

Dosen Pembimbing:
Muhammad Sapii Harahap, M.Pd.

Prodi Pendidikan Bahasa Arab


Semester III C

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AS-SUNNAH


DELI SERDANG
T.A. 2019/2020 M
Daftar Isi
Daftar Isi ......................................................................................................................... i
A. Identitas Taqiyuddin An-Nabhabi .......................................................................... 1
B. Foto Taqiyuddin An-Nabhani ................................................................................. 2
C. Guru-guru Taqiyuddin An-Nabhani ....................................................................... 2
D. Tempat dan Pendidikan Taqiyuddin An Nabhani .................................................. 2
E. Karya-karya Taqiyuddin An-Nabhani .................................................................... 5
F. Agama, Mazhab atau Pemahamannya .................................................................... 7
G. Pendapat Ulama Rabbaniyyin Tentang Taqiyuddin An-Nabhani .......................... 7
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 9

i
A. Identitas Taqiyuddin An-Nabhabi
Taqiyuddin An-Nabhani memiliki nama lengkap Muhammad Taqiyuddin Mustafa
bin Ismail bin Yusuf An-Nabhani, yang selanjutnya dipanggil dengan Taqiyuddin An-
Nabhani. Nama belakangnya An-Nabhani dinisbahkan kepada kabilah Bani Nabhan
yang termasuk orang Arab penghuni padang sahara di Palestina. Mereka bermukim di
daerah Ijzim yang termasuk wilayah Haifa di Palestina Utara.1
Taqiyuddin An-Nabhani dilahirkan di daerah Ijzim pada tahun 1909. Taqiyuddin
An-Nabhani mendapat didikan ilmu dan agama di rumah dari ayahnya sendiri,
seorang syeikh yang faqih fiddin. Ayahnya seorang pengajar ilmu-ilmu syariah di
Kementerian Pendidikan Palestina. Ibunya juga menguasai beberapa cabang ilmu
syariah, yang diperoleh dari kakeknya, Yusuf An-Nabhani. Kakek Taqiyuddin An-
Nabhani ini adalah seorang qadhi (hakim), penyair, sastarawan, dan salah seorang
ulama terkemuka dalam Daulah Utsmaniyah.2
Pertumbuhan Taqiyuddin An-Nabhani dalam keluarga yang memahami prinsip-
prinsip keagamaan, ternyata mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan
kepribadian dan pandangan hidupnya. Taqiyuddin An Nabhani telah menghafal
Alquran dalam usia yang amat muda, yaitu sebelum ia mencapai umur 13 tahun.
Taqiyuddin An-Nabhani banyak mendapat pengaruh dari kakeknya, Yusuf An-
Nabhani dalam banyak hal. Taqiyuddin An-Nabhani juga sudah mulai mengerti
masalah-masalah politik yang penting, di mana kakeknya menempuh atau pun
mengalami peristiwa-peristiwa tersebut secara langsung karena hubungannya yang
erat dengan para Khalifah Daulah Utsmaniyah saat itu. Taqiyuddin An-Nabhani
banyak menimba ilmu melalui majelis-majelis dan diskusi-diskusi fiqih yang
diselenggarakan oleh kakeknya. Melihat bakat kemampuan yang sangat besar dalam
diri Taqiyuddin An-Nabhani, sang kakek meyakinkan sang ayah agar mengirimkan
Taqiyuddin An-Nabhani remaja ke Al-Azhar untuk melanjutkan studi dalam ilmu-
ilmu syariat.3

1
Ihsan Samarah, Syaikh Taqiyuddin, Meneropong perjalanan Spiritual dan Dakwahnya
(Bogor : Al Azhar Press, 2003), hal 5.
2
Ibid, 6
3
Ibid, 8
1
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani wafat pada 1 Muharram 1398 H. atau 11
Desember 1977 M. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman Syuhada‟ al-Auza‟i,
Beirut.4
B. Foto Taqiyuddin An-Nabhani5

C. Guru-guru Taqiyuddin An-Nabhani


Adapun orang-orang yang pernah beliau ambil ilmunya, sebagai berikut:6
1. Yusuf An-Nabhani
2. Mustafa bin Ismail
3. Syeikh Muhammad Al-Khidir Husain
4. Syaikh Izzuddin al-Qasam
D. Tempat dan Pendidikan Taqiyuddin An Nabhani
Taqiyuddin An-Nabhani menerima pendidikan dasar mengenai ilmu syariah dari
ayah dan kakeknya, yang telah mengajarkan Alquran sehingga ia hafal Alquran

4
Ibid, 9
5
http://hizbut-tahrir.or.id/2007/05/20/syaikh-taqiyyuddin-an-nabhani-pendiri-hizbut-tahrir/.
Dipublikasikan pada tanggal 1 Desember 2010
6
Ihsan Samarah, Syaikh Taqiyuddin, Meneropong perjalanan Spiritual dan Dakwahnya
(Bogor : Al Azhar Press, 2003), hal. 7-9
2
seluruhnya sebelum baligh. Di samping itu, Taqiyuddin An-Nabhani juga
mendapatkan pendidikannya di sekolah negeri ketika ia bersekolah di sekolah dasar di
daerah Ijzim. Kemudian Taqiyuddin An-Nabhani berpindah ke sebuah sekolah di
Akka untuk melanjutkan pendidikannya ke sekolah menengah. Sebelum Taqiyuddin
An-Nabhani menamatkan sekolahnya di Akka, ia telah bertolak ke Kairo untuk
meneruskan pendidikannya di Al-Azhar, guna mewujudkan dorongan kakeknya,
Yusuf An-Nabhani. Taqiyuddin An-Nabhani kemudian meneruskan pendidikannya di
Tsanawiyah Al-Azhar pada tahun 1928 dan pada tahun yang sama ia meraih ijazah
dengan predikat sangat memuaskan (mumtaz jiddan). Lalu Taqiyuddin An-Nabhani
melanjutkan studinya di kuliah Darul Ulum yang waktu itu merupakan cabang Al-
Azhar dan secara bersamaan ia juga belajar di Universitas Al Azhar. Disamping itu
Taqiyuddin An-Nabhani banyak menghadiri halaqah-halaqah ilmiah di Al-Azhar yang
diikuti oleh tokoh-tokoh ulama Al Azhar, seperti Syeikh Muhammad Al-Khidir
Husain seperti yang pernah disarankan oleh kakeknya. Menurut sistem lama Al-
Azhar, para mahasiswanya dapat memilih beberapa orang syeikh Al-Azhar dan
menghadiri halaqah-halaqah mereka dalam ilmu bahasa Arab dan ilmu-ilmu syariah
lainnya seperti fiqih, usul fiqih, hadis, tafsir, tauhid dan sebagainya.7
Walaupun Taqiyuddin An-Nabhani berada dalam sistem pembelajaran Al-Azhar
yang lama dengan Darul Ulum, akan tetapi ia tetap menampakkan keunggulan dan
keistimewaan dalam setiap pembelajarannya. Taqiyuddin telah menarik perhatian
kawan-kawan dan para gurunya karena kedalamannya dalam berfikir serta kuatnya
pendapat serta hujah yang ia lontarkan dalam perdebatan-perdebatan dan diskusi-
diskusi ilmiah yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga ilmu yang ada pada
waktu itu, baik di Kairo maupun di negeri-negeri Islam lainnya. Taqiyuddin An-
Nabhani menamatkan kuliahnya di Darul Ulum pada tahun 1932 dan pada tahun yang
sama ia menamatkan pula kuliahnya di Al-Azhar.8
Ijazah yang diraih oleh Taqiyuddin An Nabhani antara lain adalah:9
1. Ijazah Tsanawiyah Al-Azhariyah
2. Ijazah Al-Ghuraba‟ dari Al-Azhar
3. Diploma Bahasa dan Sastra Arab dari Darul Ulum

7
Ibid, 30
8
Ibid, 34
9
Ibid, 34
3
4. Ijazah dalam Peradilan dari Ma„had al-Ali li al-Qadha‟ (Sekolah Tinggi
Peradilan), salah satu cabang Al-Azhar.
5. Pada tahun 1932 beliau meraih Syahadah al-„Alamiyyah (Ijazah Internasional)
Syariah dari Universiti al-Azhar asy-Syarif dengan mumtaz jiddan.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, Taqiyuddin An Nabhani kembali ke
Palestina, dan kemudian bekerja sebagai seorang guru di sebuah sekolah menengah
atas negeri di Haifa di bawah Kementerian Pendidikan Palestina. Di samping itu, ia
juga mengajar di sebuah Madrasah Islamiyyah lain di Haifa. Taqiyuddin An-Nabhani
sering berpindah-pindah lebih dari satu daerah dan sekolah semenjak tahun 1932
sampai tahun 1938. Taqiyuddin An-Nabhani kemudian mengajukan permohonan
untuk bekerja di Mahkamah Syariah, karena ia melihat pengaruh imperialis Barat
(westernisasi) dalam bidang pendidikan yang ternyata lebih besar daripada bidang
peradilan. Dalam hal ini ia berkomentar: “Adapun golongan terpelajar, maka para
penjajah di sekolah-sekolah missionaris mereka telah menetapkan sendiri kurikulum-
kurikulum pendidikan dan tsaqafah berdasarkan falsafah dan hadharah (peradaban)
yang khas dari kehidupan mereka, baik sebelum adanya pendudukan kaum imperialis
tersebut maupun sesudahnya.” Lalu, tokoh-tokoh Barat dijadikan sumber tsaqafah
(kebudayaan) sebagaimana sejarah dan kebangkitan barat dijadikan sumber asal bagi
apa yang merusakkan cara berfikir kita.10
Oleh karenanya, Taqiyuddin An Nabhani lalu menjauhi bidang pengajaran
dalam Kementerian Pendidikan, dan mulai mencari pekerjaan lain dengan pengaruh
peradaban Barat yang relatif lebih sedikit. Beliau tidak melihat pekerjaan yang lebih
utama selain pekerjaan di Mahkamah Syariah yang dipandangnya merupakan
lembaga yang menerapkan hukum-hukum syara‟. Maka dari itu, Taqiyuddin An
Nabhani sangat berkeinginan untuk bekerja di Mahkamah Syariah. Dan ternyata
banyak kawannya (yang pernah sama-sama belajar di al-Azhar) bekerja di sana.
Dengan bantuan mereka, Taqiyuddin An-Nabhani akhirnya diberi jabatan sebagai
sekretaris di Mahkamah Syariah Beisan, lalu dipindah ke Thabriya. Namun demikian,
karena Taqiyuddin An Nabhani mempunyai cita-cita dan pengetahuan dalam masalah
peradilan, maka ia mengajukan permohonan kepada al-Majlis al- Islami al-A‟la, untuk
mendapatkan tanggungjawab menangani peradilan.11

10
Ibid, 13-14
11
Ibid, 14
4
Dalam hal ini, Taqiyuddin An-Nabhani merasakan dirinya mempunyai
kelayakan yang mencukupi untuk menangani masalah peradilan. Setelah lembaga
peradilan menerima permohonannya, para pejabat peradilan lalu memindahkan
Taqiyuddin An Nabhani ke Haifa sebagai Kepala Sekretaris (Basy Katib) di
Mahkamah Syariah Haifa. Kemudian pada tahun 1940, Taqiyuddin An Nabhani
diangkat sebagai Musyawir (Asisten Qadhi) dan ia terus memegang kedudukan ini
hingga tahun 1945, yakni saat ia dipindah ke Ramallah untuk menjadi qadhi di
Mahkamah Ramallah sampai tahun 1948. Setelah itu, Taqiyuddin An Nabhani keluar
dari Ramallah menuju Syam setelah Palestina jatuh ke tangan Yahudi. Pada tahun
1948 itu pula, sahabatnya al-Ustadz Anwar al-Khatib mengirim surat kepadanya, yang
isinya memintanya agar Taqiyuddin An-Nabhani kembali ke Palestina untuk diangkat
sebagai qadhi di Mahkamah Syariah al-Quds. Taqiyuddin An Nabhani menerima
permintaan itu dankemudian ia diangkat sebagai qadhi di Mahkamah Syariah al-Quds
pada tahun 1948.12
Kemudian, Al Ustadz Abdul Hamid As-Sa‟ih yaitu Ketua Mahkamah Syariah dan
Ketua Mahkamah Isti‟naf pada waktu itu, telah mengangkat Taqiyuddin An Nabhani
sebagai anggota Mahkamah Isti‟naf, dan ia tetap memegang kedudukan itu sampai
tahun 1950. Pada tahun 1950 inilah, Taqiyuddin An Nabhani lalu mengajukan
permohonan mengundurkan diri, karena ia mencalonkan diri untuk menjadi anggota
Majelis Niyabi (Majelis Perwakilan). Pada tahun 1951, Taqiyuddin An Nabhani
berkunjung ke kota Amman untuk menyampaikan ceramah-ceramahnya kepada para
pelajar Madrasah Tsanawiyah di Kulliyah Ilmiyah Islamiyah. Usahanya ini terus
berlangsung sampai awal tahun 1953, ketika ia mulai sibuk dalam organisasi yang ia
rintis antara tahun 1949 hingga 1953 Hizbut Tahrir.13
E. Karya-karya Taqiyuddin An-Nabhani
Karya-karyanya dapat dikatakan sebagai buah usaha keras pertama yang disajikan
oleh sang pemikir muslim pada era modern ini. Karya-karya Taqiyuddin An-Nabhani
yang paling terkenal, yang memuat pemikiran dan ijtihadnya antara lain:14
1. Nizamul Islam
2. At-Takatul Al-Hizbi
3. Mafahiim Hizbut Tahrir

12
Ibid, 17
13
Ibid, 18
14
Ibid, 26-34
5
4. An Nizamul Iqthisadi fil Islam
5. An Nizamul Ijtima’i fil Islam.
6. Nizamul Hukm fil Islam
7. Ad-Dustur
8. Muqaddimah Dustur
9. Ad-Daulah al-Islamiyah
10. Ash Shaikh Shiyah al-Islamiyah (3 jilid)
11. Mafahim Siyasiyah li Hizbut Tahrir
12. Nazharat Siyasiyah li Hizbut Tahrir
13. Nida’ Haar
14. Al-Khilafah
15. At-Tafkir
16. Ad-Dus’iyah
17. Sur’atul Badihah
18. Nuqtatul Intilaq
19. Dukhul al-Mujtama’
20. Inqadu Falisthin
21. Risalah Arab
22. Tasalluh Mishar.
23. Al-Ittifaqiyyah Ats Thuna’iyyah alMishiyyah ASSuriyyah wal Yamaniyyah.
24. Hallu Qadiyah Falistin ‘ala At Tariqah al-Amirikiyyah wal lukkiliziyyah
25. Nazhariyatul Faragh aas Siyasi Haula Mashru’a Izan Hawar.
Semua ini belum termasuk ribuan selebaran-selebaran mengenai pemikiran,
politik dan ekonomi, serta beberapa kitab yang dikeluarkan atas nama anggota Hizbut
Tahrir dengan maksud agar kitab-kitab itu mudah Ia sebarluaskan setelah adanya
undang-undang yang melarang peredaran kitab-kitab karya Taqiyuddin. Di antara
kitab-kitab itu adalah:15
1. As-Siyasah al-Iqtisadiyah al-Muthla
2. Naqd al Ishtirakiyah al Marksiyah
3. Kaifa Hudimat al-Khilafah
4. Ahkamul Bayyinat
5. Nizamul Uqubat

15
Ibid, 34
6
6. Ahkamus Salat
7. Al-Fikr al Islami
Ia yang menulis seluruh pemikiran danpemahaman Hizbut Tahrir, baik yang
berkenaan dengan hukum-hukum syara’, maupun yang lainnya seperti masalah
ideologi, politik, ekonomi, dan sosial. Oleh karena itu, kitab-kitab Syaikh Taqiyuddin
mencakup dan meliputi berbagai aspek kehidupan dan problematika manusia. Kitab-
kitab yang membahas aspek-aspek kehidupan individu, politik, kenegaraan, sosial dan
ekonomi tersebut, merupakan landasan ideologis dan politis bagi Hizbut Tahrir, di
mana Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani menjadi motornya.16
F. Agama, Mazhab atau Pemahamannya
Taqiyuddin An-Nabhani menganut agama Islam. Mengenai mazhab Taqiyuddin
An Nabhani berikut komentar Muhsin Rodhi di dalam bukunya, “belum ditemukan
sumber yang jelas, yang mampu menjelaskan tentang mazhab beliau. Namun dapat
kami tegaskan, bahwa mazhab beliau adalah mazhab Syafi‟i. pendapat ini didasarkan
pada, bahwa sejak kecil beliau telah dididik oleh kakeknya, Syaikh Yusuf An
Nabhani, sedang Syaikh Yusuf An Nabhani mazhabnya adalah mazhab Syafi‟i.”17
G. Pendapat Ulama Rabbaniyyin Tentang Taqiyuddin An-Nabhani18
Ada beberapa pendapat yang ditulis oleh seorang ulama salaf Abu Namira Hasna
Al-Jauziyah tentang Taqiyuddin An-Nabhani:
1. Taqiyuddin An Nabhani Mengingkari Qadha Dan Qadar-Nya Allah Ta‟ala
Taqiyyuddin an-Nabhani dalam bukunya berjudul asy Syakhshiyyah al Islamiyyah
edisi arab, Juz I, Bag. Pertama, hlm. 74 sebagai berikut: “Segala perbuatan manusia
tidak terkait dengan Qadha Allah, karena perbuatan tersebut ia lakukan atas inisiatif
manusia itu sendiri dan dari ikhtiarnya. Maka semua perbuatan yang mengandung
unsur kesengajaan dan kehendak manusia tidak masuk dalam Qadha‟ “. Dalam buku
yang sama ia berkata: “Jadi menggantungkan adanya pahala sebagai balasan bagi
kebaikan dan siksa sebagai balasan dari kesesatan, menunjukkan bahwa petunjuk dan
kesesatan adalah murni perbuatan manusia itu sendiri, bukan berasal dari Allah”.

16
Ibid, 36
17
Muhammad Muhsin Rodhi, Tsaqofah Dan Metode Hizbut Tahrir Dalam Mendirikan
Negara Khilafah, penj. Muhammad Bajuri & Romli Abu Wafa, (Bogor: Al Azhar Press, 2012), hal. 78-
79.
18
http:///maktabahonlineabunamira.com/penyimpanganhizbuttahrir. Dipublikasikan pada
tanggal 8 November 2011.
7
Kita perhatikan racun aqidah yang disebarkan Taqiyuddin dalam kitabnya ini,
hawa mu‟tazilah sangat terasa di dalamnya. Apa yang dikatakannya bertentangan
dengan Al Quran dan pandangan para Imam Ahlus Sunnah.
2. Taqiyuddin Mewajibkan Allah Untuk Berbuat Sesuatu
Selanjutnya, Hizbut Tahrir sejalan dengan Mu‟tazilah -kelompok sesat-. Pendiri
mereka ini, Taqiyyuddin an-Nabhani berkata dalam bukunya asy- Syakhshiyyah al
Islamiyyah, Juz 1 h. 63 tentang Allah sebagai berikut: “Untuk melakukan perkara
yang memang wajib atas Allah untuk melakukannya”. Dan Ia juga berkata:
“Masuknya mereka (ke surga atau neraka) adalah kewajiban bagi Allah yang telah Ia
wajibkan atas Dzat-Nya dan Ia tentukan”. Perkataan mu‟tazilah ini keluar dari
pemimpin Hizbut Tahrir, semoga Allah Ta‟ala merahmati Syekh Al Albani yang
mengatakan bahwa Hizbut Tahrir adalah neo mu‟tazilah. Ya, tak ada keraguan lagi.
Wallohu a’lam.19

19
http:///maktabahonlineabunamira.com/penyimpanganhizbuttahrir. Dipublikasikan pada
tanggal 8 November 2011.
8
Daftar Pustaka
Samarah , Ihsan. 2003. Syaikh Taqiyuddin, Meneropong perjalanan Spiritual dan
Dakwahnya. Bogor : Al Azhar Press.
Muhsin Rodhi, Muhammad, 2012. Tsaqofah Dan Metode Hizbut Tahrir Dalam
Mendirikan Negara Khilafah, penj. Muhammad Bajuri & Romli Abu Wafa.
Bogor: Al Azhar Press
http:///maktabahonlineabunamira.com/penyimpanganhizbuttahrir
http://hizbut-tahrir.or.id/2007/05/20/syaikh-taqiyyuddin-an-nabhani-pendiri-hizbut-
tahrir/

Anda mungkin juga menyukai