Anda di halaman 1dari 3

Nama Kelompok :

1. Desima R. Sihite (190120124)


2. Devina Pasaribu (190120126)
3. Anggreiny Putry Ginting (190120128)
4. Freguson Tampubolon (190120130)
5. Hanni Cristina Manik (190120141)
6. Sopianta Br. Lubis (190120142)
7. Ramenilium (190120144)
8. Marsaulina Sitorus (190120154)

KASUS PELANGGARAN DALAM ETIKA BERBISNIS

Contoh Kasus Pelanggaran Etika Bisnis oleh Pabrik Kecap dan Saus Sari Wangi di
Tanggerang Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup
seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis
dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan
dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang
saham, dan masyarakat. Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang
beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan
mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.

Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk
manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari
dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
Tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :

1. Utilitarian Approach :
Setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam
bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat
sebesar besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan
dengan biaya serendah rendahnya.

2. Individual Rights Approach :


Setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus
dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila
diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
3. Justice Approach :
Para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam
memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan.

KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS OLEH PABRIK KECAP DAN SAUS SARI
WANGI DI TANGGERANG

Kecap dan saus umumnya merupakan penyedap utama pada sebagian besar masakan
Indonesia, yang sewaktu memasak atau dihidangkan bersama-sama makanan sebagai
penyedap atau penambah cita rasa. Tetapi apakah kalian pernah mengetahui proses
pembuatannya? Apakah bahan yang digunakan sudah memenuhi nutrisi produk tersebut?
Apakah proses produksi dan wadah produknya higienis? Kita juga harus menjaga kesehatan
tubuh kita, karena dalam mengkonsumsi kecap dan saus yang berlebihan dan tidak higienis
ditambah lagi kandungan bahannya terdapat bahan kimia yang berlebihan akan menimbulkan
gangguan pencernaan.

Maka dari itu dalam mengkonsumsi kecap dan saus harus tepat sesuai takaran dan
produknya berkualitas dan bernutrisi. Salah satu pabrik yang memproduksi kecap dan saus
adalah PD Sari Wangi di Kelurahan Karangsari, Kecamatan Neglasari, Kota Tanggerang,
Banten, menurut BPOM dalam produknya memiliki kandungan yang tidak jelas yang bisa
membahayakan kesehatan konsumen. Dalam jangka pendek, mengkonsumsi saus dan kecap
tanpa jaminan mutu bisa menimbulkan diare karena proses produksi tak higienis. Penggunaan
zat pewarna dan pengawet tidak aman dalam jangka panjang bisa menimbulkan efek serius,
seperti merusak proses metabolisme tubuh yang dapat menyebabkan rusaknya organ tubuh.
Tak hanya kandungan bahannya yang merugikan konsumen, ternyata botol yang
digunakannya pun adalah botol bekas, lantai pabrik tampak becek, limbah pabrik yang
dibuang begitu saja ke sungai, serta karyawannya pun tidak memakai masker, sarung tangan,
dan penutup kepala. Di dalam pabriknya bertumpuk karung bertulis tepung jagung dan garam
beryodium. Tak terlihat bahan segar seperti cabai, tomat, dan bawang, seperti yang tertulis di
komposisi bahan kemasan.

Pabrik ini juga tidak memiliki izin edar dari BPOM, nomor registrasi dalam
kemasan yaitu No 361496 Dep Kes RI MD No 145310008131 adalah fiktif. Dan hanya
berbekal izin lingkungan atau HO (Hinder Ordonantie). Seperti yang dikutip dari Kepala
BPOM Penny Kusumastuti Lukito “Pertama tanpa izin edar artinya proses produksi ini sudah
berjalan lama tanpa melalui registrasi dengan Badan POM. Sudah ada peraturan UU
Kesehatan dan UU Pangan, yang mengharuskan setiap produk pangan yang beredar harus
melalui registrasi Badan POM, artinya apa? Badan POM bisa menjamin, mengevaluasi, dan
meyakinkan bahwa produk pangan yang diedarkan sudah terjamin keamanannya.
Keamanannya dilihat dari kontaminasi bakteri, berbagai bahan kimia yang berbahaya seperti
pewarna. Dan yang kedua adalah dari aspek kualitasnya, karna ini masuk ke badan kita jadi
harus berkualitas. Yang ketiga adalah manfaatnya, harus yang bernutrisi dan memberikan
efek positif dan bukan memberikan efek negatif seperti sakit dalam jangka pendek diare atau
dalam jangka panjang seperti kanker atau kerusakan organ tubuh lainnya.”
(Sumber : Kompas.com, TribunNews.com, Republika.co.id, Channel Youtube Kompascom
Reporter on Location dan JPNN . Jumat, 3 Maret 2017).

CARA PEMECAHAN MASALAH

Dari kasus diatas terlihat bahwa Pelanggaran Prinsip Etika Bisnis yang dilakukan oleh
PD Sari Wangi yaitu Prinsip Kejujuran dimana perusahaan tidak memberikan peringatan
kepada konsumennya mengenai kandungan yang ada pada produk mereka yang sangat
berbahaya untuk kesehatan dan perusahaan juga tidak memiliki izin edar resmi dari BPOM.
Melakukan apa saja untuk mendapatkan keuntungan pada dasarnya boleh dilakukan asal
tidak merugikan pihak mana pun dan tentu saja pada jalurnya. Disini perusahaan seharusnya
lebih mementingkan keselamatan konsumen yang menggunakan produknya karena dengan
meletakkan keselamatan konsumen diatas kepentingan perusahaan maka perusahaan itu
sendiri akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar karena kepercayaan / loyalitas
konsumen terhadap produk itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai