Anda di halaman 1dari 6

Artikel Hak Warga Negara Dalam Bidang

Pendidikan
Mata Kuliah Kewarganegaraan
Dosen Pengampu :
Dwi Afrimetty T., SH, MH

Disusun oleh:
Tuanku Raflie Damarayudha (1705618022)

FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
Keterangan Artikel Hak Warga Negara Dalam Bidang Pendidikan

Jenis : Teks Artikel Narasi

Judul : Pendidikan Hanya Untuk Mereka Yang “Terdidik”!

ISI :
- Paragraph 1 : Mengenai dasar hukum yang mengatur hak warga negara dalam
bidang Pendidikan
- Paragraph 2 dan 3 : Mengenai Permasalahan dan contoh pelanggarn hak dalam
bidang pendikan
- Paragraph 4 dan 5 : Mengenai harapan dan solusi agar hak tersebut dapat terpenuhi

Penutup : Daftar Pustaka


Pendidikan hanya untuk mereka yang “Terdidik”!

Pendidikan merupakan salah satu pondasi dalam kemajuan suatu bangsa, semakin
baik kualitas pendidikan yang diselenggarakan oleh suatu bangsa maka semakin baik juga
kualitas sumber daya manusianya, Pendidikan sejatinya dilaksanan secara merata tanpa
mebeda-bedakan baik suku, ras, agama serta geografis. Sebenarnya Indonesia sudah
mencanangkan pendidikan menjadi hak dari setiap warga negaranya. Hal ini terlihat jelas
dalam bunyi Pasal 31 ayat 1-5 UUD 1945 menyatakan bahwa :

(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
rnembiayainya.

(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurangkurangnya dua puluh persen dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-
nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia.

Akan tetapi faktanya tidak seperti Pasal 31 UUD 1945. titik berat pembangunan
sarana pendidikan hanya pada pembangunan fisik semata. Berbagai pinjaman dari Iuar negeri
selalu dimananfaatkan atau bahkan dihabiskan untuk membangun sarana dan prasarana fisik
terutama di daerah kota-kota besar. Padahal dalam pasal 31 ayat (1) mengatakan bahwa
“setiap warga negara berhak mendapat Pendidikan” setiap pada kalimat tersebut bermakna
seluruh masyarakat Indonesia tanpa membeda bedakan suku, ras, agama, serta geografis,
seharusnya pembangunan merata bukan hanya di kota-kota besar. Miris dengan fakta tesrbut,
masyarakat kota yang sudah memiliki fasilitas, sarana dan prasana penunjang Pendidikan
yang lengkap, memudahkan mereka untuk mendapat Pendidikan, sedangkan masyarakat desa
sulit mendapat fasilitas sarana dan prasarana Pendidikan lengkap sehingga mereka semakin
tertinggal dan tidak bisa bersaingan.

Sebagai contoh beberapa daerah yang tidak mendapat hak Pendidikan secara merata :

1. SD Darul Ulum, Desa Mawu, Kecamatan Ambalawi, Kabupaten bima hanya memiliki
bangunan fisik semi permanen dengan dinding anyaman bamboo dan lantai beralsakan tanah.
Sejak pendidiran sekolah tersebut pada tahun 2007, belum mendapat bantuan dari pemerintah
pusat dan pemerintah daerah.

2. Sekolah Kolong, Kampung Barabaraya, pelosok Maros , Sulawesi Selatan bangunan


sekolah di bangun di bawah rumah warga, tanpa dinding, pintu dan laintai, sekolah tidak
memiliki penenrangan, siswa tidak mengunakan seragam dan hanya mengunakan satu buku.

3. Sekolah Dasar Waolo, Dusun Waolo, Gorontalo, Sulawesi Utara, kegiatan belajar
mengajar dua kali dalam satu minggu, akses menuju sekolah menempuh waktu 3 jam dengan
melewati jalan rusak, bukit dan sungai.

4. Sekolah Tabal Batas, Desa Sungai limau, Kecamatan Sebatik tengah, Kabupaten
Manukan, Kalimantam Utara, bangunan sekolah mengunakan kayu, terdapat tiga kelas dan
satu guru, teletak hanya 1 KM dari perbatasan Indonesia-Malaysia.

5. SDN 01 Lokal Jauh, Dusun Bandaraya, Kepulauan Meranti Riau tenaga pengajar hanya
satu, bangunan terbuat dari kayu, kursi pelastik, akses jalan menuju sekolah melewati hutan
dengan jalan beraslaksan tanah.

Dengan melihat kondisi sekolah di beberapa daerah di Indonesia membuat kita


berfikikir, Apakah ini bentuk dari Pendidikan yang menyeluruh? Apakah ini bentuk dari Hak
yang diterima bagi masyarakat yang tinggal di desa? Apakah ini bentuk dari Pendidikan
hanya untuk mereka yang “terdidik”? hanya untuk masyarakat yang tinggal di kota saja?

Memang tidak mudah untuk menyajikan Pendidikan yang menyeluruh, butuh banyak
pengorbanan, seperti di daerah-daerah yang kondisi geografisnya pegunungan, tetapi jika
pemerintah berpacu pada pasal 31 ayat (1) UUD 1945 seharusnya tidak ada alasan untuk
tidak melaksanakan Pendidikan di daerah-daerah tertentu. Berdasarkan data masih banyak
daerah di pulau Kalimantan, Sulawesi dan papua yang belum terjamah oleh Pendidikan.
Solusi yang bisa diterapkan yaitu pemerintah menyadari arti pentingnya pendidikan, sehingga
berusaha memberikan perhatian lebih pada pembangunan di sektor tersebut. Hal ini ditandai
dengan adanya pengalokasian dana pendidikan yang dituangkan secara tegas dalam Pasal 31
ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi: “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
nasional.”

Dengan 20% dari angaran pendapatan belanja negara dan pendapatan belanja daerah
membantu terselengaranya Pendidikan nasional, desa-desa kecil yang ada di pulau
Kalimantan, Sulawesi serta papua bisa mendapat sarana dan prasarana Pendidikan yang
layak, mendapat perhatian dari pemerintah daerahnya. Bukan hanya soal Gedung sekolah,
seragam, serta buku-buku pelajaran, tetapi juga berkaitan dengan tenaga kependidikan yang
handal. Selain itu pemerintah juga bisa melaksanakan pembangunan inftastruktur berkaitan
dengan akses menuju sekolah seperti jalan raya, jembatan, angkutan umum. Karena
dibeberapa daerah akses menuju tempat Pendidikan sangat sulit sehingga murid dan tenaga
kependidkan memutuskan untuk tidak berangkat ke sekolah sehingga menyebabkan
terdambatnya proses belajar mengajar. Dengan solusi tersebut diharapkan masalah
Pendidikan di Indonesia tertutama dalam hal hak untuk mendapatkan Pendidikan bagi
seluruh masyarakat Indonesia dapat terlaksana dengan baik.
Daftar Pustaka

Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, cet. 1 (Surabaya: Bina
Emu, 1987) hlm. 56-57.

Angka Partisipasi Murni (APM) dihitung berdasar perbandingan siswa sekolah dengan
jumlah anak usia sekolah di sebuah kota. Aris Imam Masyhudi,,Tingkat Partisipasi
Pendidikan SD dan SMP di Surabaya, Tinggi Jumlah Siswa tak Sekolah, Jawa Pos, Selasa, 11
Oktober 2005

Widaningsih, Kontroversi Pemisahan Pendidikan atas Dasar Ekonomi – Akademik, Simbol


Keadilan atau Diskriminasi,Jawa Pos, Kamis, 14 Maret 2005.

H. Syaukani HR., Titik Temu dalam Dunia Pendidikan (Tanggung Jawab Pemerintah,
Pendidik, Masyarakat & Keluarga dalam Membangun Bangsa) , (Jakarta: Nuansa Madani,
2002), hal. Ix

Tomy C. Gutomo, Ketika Pemerintah Belum mampu menghapus Pungutan Kepada Siswa,
Wujudkan Transparansi Biaya Sekolah, Jawa Pos, Kamis, 28 Juli 2005.

Undang-Undang Dasar 1945, Psl 31 setelah diamandemen.

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, LN No. 78,
TLN 4301

Anda mungkin juga menyukai