Anda di halaman 1dari 13

FRAUD DETECTION AND CREATIVE ACCOUNTING

Fraud in Franchise Business

Cliff Oliver Winoto 134219500


William Sutanto 134219510
Febe Natalia Budiono 134219511

PASCASARJANA
FAKULTAS BISNIS DAN EKONOMIKA
UNIVERSITAS SURABAYA
2020
Latar Belakang Kasus

Kompetisi bisnis di masa mendatang akan diwarnai dengan peningkatan kompleksitas


dari berbagai kombinasi faktor-faktor seperti ekonomi, politik, sosial dan budaya, di samping
pengaruh dari faktor pelaku bisnis yang bersangkutan, sehingga persaingan bisnis semakin ketat,
baik domestik maupun internasional. Keadaan ini apabila tidak disadari maupun diantisipasi,
membuat para pelaku bisnis sulit memposisikan dirinya secara baik dan benar dibandingkan
dengan pesaingnya dalam merebut konsumen (Hubeis, 1997). Bisnis yang ingin mendapat
keunggulan kompetitif perlu menghasilkan produk (barang dan jasa) yang bermutu dengan harga
yang bersaing, waktu penyerahan lebih cepat dan pelayanan yang baik kepada pelanggan
(Subhaini, 2002). Permasalahan yang dihadapi oleh franchise saat ini adalah standarisasi mutu
pelayanan dan mutu produk masing-masing franchise belum sepenuhnya memberikan kepuasan
optimal seperti yang diharapkan konsumen.

Dalam perkembangan franchise yang semakin cepat, ada pihak-pihak tidak bertanggung
jawab yang memanfaatkan hal tersebut sebagai peluang melakukan tindak kejahatan. Hal inilah
yang menimbulkan banyak terjadinya fraud-fraud pada bisnis franchise yang mana banyak
tindak penipuan yang mengatasnamakan franchise. Salah satu franchise fraud yang memiliki
kerugian besar adalah Franchise fraud yang terjadi di India yang mencapai kerugian sebesar 30
Crore Rupee atau 300 juta Rupee, jika dirupiahkan kurang lebih sebesar 60,3 miliar rupiah. Salah
satu pelakunya, yaitu Manish Dahiya (27) ditangkap oleh pihak berwajib di Mamura Chowk,
yang merupakan salah satu anggota dari kelompok yang melakukan penipuan ini.

Kelompok ini berbasis di National Capital Region (NCR) di NOIDA sektor 63. Mereka
membuat sebuah bisnis waralaba palsu menggunakan nama “Hypermart” dan beberapa
perusahaan franchise lainnya. Modus operandinya adalah menawarkan untuk membuka bisnis
waralaba di kota mereka. Setiap orang dikenakan biaya 30-50 lakh Rupee atau sekitar 3-5 juta
Rupee (sama dengan 600 juta hingga 1 miliar rupiah).

Ada 38 korban yang melapor pada polisi, jika ditotal kerugiannya mencapai 25-30 Crore
Rupee, sekitar 250 hingga 300 juta Rupee. Polisi cukup cepat tanggap karena langsung
memproses laporan yang ada. Pada tanggal 22 Agustus, polisi menangkap 4 anggota kelompok

2
yang berbasis di Ghaziabad. Pihak berwajib menemukan beberapa properti yang dicurigai
merupakan hasil kejahatan berupa 3,3 kg emas, uang kas sebanyak 13 juta Rupee, dan mobil
Mercedes.

a. How the fraud was undertaken?

Rajesh Kumar merupakan ​mastermind ​atau otak dari penipuan franchise ini. Ia dan
kelompoknya merencanakan penipuan ini dengan cermat dan cerdik. Salah satunya dengan
membuka kantor marketing untuk menawarkan bisnis waralabanya di NOIDA, salah satu pusat
kota yang termasuk dalam bagian konstituen di India, hal ini berarti kantor mereka berada di
tempat yang strategis. Bahkan, secara hukum pun organisasi yang dibangun oleh Rajesh terlihat
legal dari luar, walau ketika ditilik tidak ada aktivitas operasional sama sekali. Tentunya
persiapan yang matang seperti ini akan membuat calon konsumen percaya, bahwa bisnis ini tidak
bodong, tidak tipu-tipu. Dalang dibalik penipuan waralaba ini tidak hanya menargetkan
konsumen yang ingin membuka cabang di kotanya, namun juga menargetkan investor dan
diminta untuk mengunjungi toko mereka di daerah Hari Nagar, yang merupakan daerah maju
dalam India.

Salah satu cara untuk kabur adalah pura-pura menutup toko dengan alasan Covid-19.
Padahal, konsumen sudah melakukan pembayaran awal, seperti dana untuk persiapan gedung
dan desain interiornya. Rencananya diperlukan 60 hari untuk persiapan tersebut, namun Rajesh
dan kawan-kawannya terus mengundur waktu dengan dalih Covid-19. Pada akhirnya mereka pun
kabur setelah meraup keuntungan yang besar.

b. What was the possible motive?

Untuk menganalisis lebih dalam terkait motif yang melatarbelakangi dilakukannya kecurangan
ini, kami menggunakan konsep Fraud Diamond, dimana terdiri dari empat komponen penting,
yaitu: (1) ​perceived pressure / incentive​, (2) ​perceived opportunity​, (3) ​rationalization, d​ an (4)
capability.​

3
1. Perceived Pressure ​atau ​Incentive

Komplotan pelaku kecurangan tentu memiliki insentif yang besar dari tindak kejahatan
yang dilakukan, dimana masing-masing franchise dihargai 30-50 lakh Rupee atau sekitar
3-5 juta Rupee (sama dengan 600 juta hingga 1 miliar rupiah). Total keuntungan yang
diraup secara ilegal oleh pelaku senilai 30 Crore Rupee atau 300 juta Rupee dengan total
korban hingga 38 orang. Data yang tersedia terkait komplotan pelaku cukup terbatas,
namun dengan rekam jejak komplotan pelaku yang sudah pernah melakukan kejahatan di
2014, sehingga terdapat indikasi bahwa insentif yang diterima dari kecurangan ini
sepadan dengan hukuman yang mungkin didapatkan. Sehingga meskipun telah mencicipi
tahanan bui, pelaku tetap melakukan kejahatannya.

2. Perceived Opportunity

Kesempatan muncul melalui kehadiran sosial media dan internet secara umum, dimana
media ini memungkinkan pelaku untuk memasarkan peluang kerjasama ​franchise k​ e
investor potensial dengan lebih mudah. Terkhusus, media yang digunakan adalah iklan
Youtube ​dan ​Google Ads. ​Adapun, pelaku juga aktif mengikuti pameran yang biasanya
diadakan di ​Delhi’s Pragati Maidan untuk memasarkan ​franchise ​nya. Selain itu, pelaku
sendiri juga menggunakan berbagai identitas palsu dalam menjalankan kecurangannya.
Hal ini didukung dengan kesempatan untuk mengumpulkan identitas orang asing melalui
pengadaan proses rekrutmen palsu.

3. Rationalization

Bahwa praktik kecurangan ​franchise t​ elah banyak dilakukan oleh oknum-oknum untuk
mendapatkan keuntungan. Adapun, pelaku telah merealisasikan pembangunan dan
pembukaan setidaknya empat lokasi toko di India Utara. Pembukaan empat toko ini
digunakan untuk menarik perhatian lebih banyak investor baru. Beruntungnya, pandemi
COVID-19 mewabah pada awal tahun 2020. Sehingga empat lokasi toko tersebut
terpaksa ditutup dan dapat dijadikan alasan mengapa belum adanya kegiatan operasional
selama beberapa bulan terakhir. Selain itu, pelaku sendiri telah mendirikan setidaknya
sepuluh perusahaan bodong lainnya. Sehingga jika perusahaan-perusahaan sebelumnya

4
gagal dideteksi oleh pihak berwenang, maka dapat merasionalisasi pelaku untuk terus
membuat perusahaan-perusahaan bodong lainnya.

4. Capability

Rajesh Kumar, dalang dari kecurangan ini, telah terlibat dalam kasus penipuan lain di
tahun 2014. Sehingga memang sudah memiliki pengalaman dalam melakukan tindakan
kecurangan. Pengalaman tersebut menjadikannya memiliki kemampuan untuk
melakukannya lagi sehingga rancangan fraud tersebut dapat diimplementasikan. Selain
itu, jelas kelompok pelaku telah berpengalaman melancarkan berbagai aksi. Terbukti dari
kemampuan pelaku untuk terus menutupi identitas dan keburukan perusahaan bodongnya
melalui berbagai cara, diantaranya: menggunakan identitas palsu dari calon pelamar staf
perusahaan, kartu SIM untuk nomor telepon yang hanya digunakan sekali dan dipatahkan
setelahnya, pendirian kantor palsu beserta staf untuk meyakinkan calon investor,
pendirian empat toko sebagai contoh investasi, dan lain sebagainya.

c. What kind of prevention that could or possibly undertaken to avoid the same thing
from happening again?

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi kasus seperti itu lagi adalah
sebelum memulai bisnis ada baiknya memilih dan menganalisis dulu model bisnis yang ada agar
tidak terlanjur membayarkan sejumlah uang seperti kasus tersebut. Selain itu kita perlu tau juga
latar belakang dari franchisor agar kita dapat memastikan kebenaran bisnis tersebut. Memang
pada kasus ini segala sesuatu dipersiapkan dengan matang hingga membuat orang atau investor
percaya akan adanya franchise tersebut, namun ada baiknya jika kedua pihak membuat kontrak
tertentu dengan tanggal tertentu untuk memulai franchise tersebut. Pihak franchisor juga harus
memberikan jaminan dan pertanggung jawaban atas sejumlah uang yang telah dibayarkan oleh
franchisee.

Selain itu pembuatan undang-undang terkait franchise juga perlu diberlakukan seperti
yang ada di Indonesia yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 tahun 1997 tentang
Waralaba dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No.

5
259/MPP/KEP/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Waralaba.
Keduanya diubah dengan Peraturan No. 42 Tahun Tahun 2007 tentang Waralaba dan Peraturan
Menteri Perdagangan RI No. 12/M-DAG/PER/3/2006 Tentang Ketentuan dan Tata Cara
Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba. Perangkat hukum tersebut telah
memberikan definisi tersendiri mengenai waralaba.

Discussion Questions

1. Franchise Business Model

Jenis usaha Waralaba (Franchise) lahir di Amerika Serikat kurang lebih satu abad yang
lalu ketika perusahaan mesin jahit Singer mulai memperkenalkan konsep Waralaba (Franchise)
sebagai suatu cara mengembangkan distribusi produknya. Demikian pula dengan
perusahaan-perusahaan bir yang memberikan lisensi kepada perusahaan kecil sebagai upaya
mendistribusikan produk mereka (Suharnoko, 2004). Di Indonesia bentuk usaha bisnis ini juga
berkembang dengan pesat, dimana bentuk usaha franchise ini banyak digunakan dalam usaha
fast food restaurant seperti Kentucky Fried Chicken, Pizza Hut, Mc Donald, Hotel dan jasa
penyewaan mobil. Bentuk ini juga digunakan oleh bisnis lokal di Indonesia seperti Es Teller 77.

Franchise adalah perjanjian pembelian hak untuk menjual produk dan jasa dari pemilik
usaha. Pemilik usaha disebut franchisor atau seller, sedangkan pembeli “Hak Menjual” disebut
franchisee. Isi perjanjian adalah franchisor akan memberikan bantuan dalam memproduksi,
operasional, manajemen dan kadangkala sampai masalah keuangan kepada franchisee (Anang
Sukandar, 2004:9). Bantuan yang diberikan pun berbeda tergantung pada kebijakan dari
Franchisor. Ada beberapa franchisor yang memberikan bantuan dari awal usaha mulai dari
pemilihan lokasi, mendesain toko, peralatan, cara memproduksi, standarisasi bahan, pencarian
dan pelatihan pegawai, hingga negosiasi dengan pemberi modal. Ada juga franchisor yang
menyusun strategi pemasaran dan menanggung biayanya sendiri. Sedangkan dari sisi franchisee
sendiri terikat dengan berbagai peraturan yang terkait dengan mutu produk / jasa yang akan
dijualnya.

6
Definisi Franchise ini ada kesamaan dengan definisi yang tercantum dalam kamus
Black’s Law Dictionary, yaitu Lisensi atau izin dari pemilik suatu merek atau nama dagang
kepada pihak lain untuk menjual produk atau jasa di bawah merek atau nama dagangannya. Dari
definisi menurut aspek bisnis tersebut, dapat diperoleh unsur unsur franchise yaitu metode
produksinya, adanya izin dari pemilik, yaitu franchisor kepada franchisee, adanya suatu merek
atau nama dagang. untuk menjual produk barang atau jasa, di bawah merek atau dagang dari
franchise. Brayce Webster mengemukakan ada tiga bentuk dari Waralaba (Franchise), yaitu :

1. Product franchising

Product franchising, adalah suatu franchise, yang franchisor-nya memberikan lisensi


kepada franchisee untuk menjual barang hasil produksinya. Franchisee berfungsi sebagai
distributor produk franchisor. Sering kali terjadi franchisee diberi hak eksklusif untuk
memasarkan produk tersebut di suatu wilayah tertentu. Misalnya dealer mobil, stasiun
pompa bensin.

2. Manufacturing franchising

Manufacturing franchise franchisor memberikan know-how dari suatu proses produksi.


Franchisee memasarkan barang-barang itu dengan standar produksi dan merek yang sama
dengan yang dimiliki franchisor. Bentuk franchise semacam ini banyak digunakan dalam
produksi dan distribusi minuman soft drink,seperti Coca Cola dan Pepsi.

3. Business format franchising

Business format franchising adalah suatu bentuk franchise yang franchisee-nya


mengoperasikan suatu kegiatan bisnis dengan memakai nama franchisor. Sebagai
imbalan dari penggunaan nama franchisor, maka franchisee harus mengikuti
metode-metode standar pengoperasian dan berada dibawah pengawasan franchisor dalam
hal bahan-bahan yang digunakan, pemilihan tempat usaha, desain tempat usaha, jam
penjualan, persyaratan karyawan, dan lain-lain. Sehingga franchisor memberikan seluruh
konsep bisnis yang meliputi strategi pemasaran, pedoman dan standar pengoperasian
usaha dan bantuan dalam mengoperasikan franchise. Sehingga franchisee memiliki
identitas yang tidak terpisahkan dari franchisor (David, 1995).

7
Terminologi franchising dapat diartikan dalam berbagai cara. Franchising adalah suatu
sistem pemasaran yang berkisar pada perjanjian sah antara dua pihak yang salah satunya
(franchisee) diberi hak istimewa untuk menjalankan bisnis sebagai pemilik pribadi, tetapi dengan
syarat perusahaan dijalankan menurut metode dan terminologi yang dispesifikasikan oleh pihak
yang lain (franchisor). Master license (penerima ijin utama) adalah perusahaan atau seseorang
yang mempunyai hubungan kontrak yang berkelanjutan dengan seorang franchisor untuk
menjual franchisenya. Strategi franchising lainnya yang memberikan kegunaan
bermacam-macam adalah kepemilikan unit berganda (multiple-unit ownership), yaitu franchise
tunggal yang memiliki lebih dari satu unit bisnis franchise. Terdapat istilah Piggyback
franchising yang berarti pelaksanaan franchise retail yang menggunakan fasilitas fisik dari
pemilik toko yang ditempatinya. Contoh dari piggyback franchising adalah perusahaan kue yang
menjalankan bisnisnya di dalam gerai makanan cepat saji.

Suatu bisnis jelas akan memiliki kelebihan dan kekurangan, sama halnya dengan bisnis
franchise yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Dalam memilih sebuah franchise jelas harus
banyak mempertimbangkan dalam hal kelebihan dan kekurangan sehingga dapat mengukur
risiko yang ada pada bisnis tersebut. Berikut adalah kelebihan dari bisnis franchise:

a. Adanya pelatihan

Lingkungan produk dan tipe bisnis mempengaruhi tipe pelatihan yang diperlukan suatu
franchise. Franchise akan memiliki standar yang sama sehingga untuk mewujudkan hal
tersebut akan dilakukan pelatihan untuk pegawai sehingga setiap franchisenya memiliki
standar yang sama.

b. Bantuan keuangan

Biaya untuk memulai suatu bisnis yang independen kadangkala tinggi, dan wirausaha
pada umumnya memiliki sumber modal yang terbatas. Dengan bekerjasama dengan
organisasi franchising, franchisee yang memiliki aspirasi dapat memperbesar
kesempatannya untuk mendapat bantuan keuangan.

c. Keuntungan operasi

8
Produk dari franchise umumnya dikenal dan diterima secara luas. Sebagai contoh,
konsumen akan dengan segera membeli hamburger McDonald’s atau es krim Baskin
Robbins, karena mereka mengetahui reputasi produk ini. Selain itu hak yang dimiliki
franchisee dalam menggunakan logo dan merek menjadi suatu kelebihan khususnya
untuk franchise yang sudah terkenal dan luas.

Kelebihan yang dimiliki franchise memang memiliki banyak manfaat bagi bisnis tersebut, namun
disisi lain terdapat juga kekurangan pada bisnis tersebut yang meliputi:

a. Biaya franchise

Biaya franchise khususnya untuk yang sudah memiliki nama sangatlah mahal. Biaya
seperti upah franchise awal, kas yang diinvestasikan, pembayaran royalti, dan biaya iklan
menjadi biaya yang wajib dimiliki oleh suatu franchise. Biaya yang menyertai dalam
bisnis tersebut nominalnya tidaklah kecil pada franchise-franchise pada umumnya.

b. Pembatasan pengoperasian bisnis

Franchisor akan menjaga nama baik dari franchise yang dimiliki dan akan berusaha
mengendalikan franchisee. franchisee dibatasi kemampuannya untuk menggunakan
pertimbangan bisnis secara pribadi. Bentuk pengendalian tersebut seringkali dilakukan
franchisor meliputi Membatasi daerah penjualan, Meminta daftar lokasi untuk gerai
pengecernya dan memaksakan persyaratan yang berkaitan dengan penampilan gerainyam
Membatasi barang dan jasa yang ditawarkan untuk dijual, dan Membatasi periklanan dan
jam kerja.

c. Hilangnya kebebasan

Tingkat pengendalian yang cukup besar dilakukan franchisor untuk menjaga nama baik
dari merk franchise. Hal ini mengakibatkan kebebasan berbisnis dan berinovasi menjadi
sangat terbatas. Para wirausaha harus mengakui bahwa mereka dapat kehilangan hak
pada franchisenya jika mereka tidak mematuhi standar kinerja atau gagal membayar
royalti. Ditambah lagi tidak terdapat jaminan bahwa sebuah franchise akan diperbaharui
setelah masa kontraknya yang biasanya berumur 15-20 tahun.

9
Setiap bisnis jelas memiliki sisi gelapnya masing-masing yang mana akan tetap terjadi
fraud di dalamnya termasuk dalam bisnis franchise. Menurut Endang (2007) terdapat 10 tanda
peringatan bahwa suatu franchise diragukan kebenarannya:

1. Sindrom Rolls Royce. Sewaan, pemakaian perhiasan yang berlebihan dirancang untuk
meyakinkan anda akan kesuksesannya. Orang-orang ini berbau uang,dan kita berharap ini
terjadi pada kita. Pemecahannya: memeriksa laporan keuangan pada dokumen yang
ditawarkan, perusahaan tersebut harus diaudit.
2. Adanya Paksaan. Franchisor membuat anda merasa menjadi pemimpin yang tidak
berharga dan ragu-ragu jika tidak segera mengambil tindakan. Pemecahannya: Gunakan
waktu anda untuk mengenali desakan yang menggunakan teknik menutup penjualan yang
kasar.
3. Transaksi Dibayar Tunai. Franchisor menginginkan anda membayar secara tunai atas
dasar rasa saling percaya. Tapi sebaliknya anda melakukan pemeriksaan pada perusahaan
bukan pada perorangan.
4. Kesombongan. Mereka mengecoh kita agar memikirkan hal-hal yang besar dan tidak
realistis. Padahal yang dibutuhkan adalah hal-hal yang kecil dan realistis. Jadi anda
hendaknya membuat rencana bisnis yang realistis dan jadilah pemikir akan hal-hal kecil
saja.
5. Klaim Akan Sejumlah Uang. Mereka mengklaim sejumlah uang yang berlebih sebagai
keuntungan yang didapat. Jadi sebaiknya anda baca UFOC dan temukanlah lima pemilik
yang memperoleh klaim atas pendapatannya.
6. Mimpi Seorang Pemalas. Mereka menawarkan harapan yang besar kepada anda dalam
menjalankan bisnis yang mudah tetapi mendapatkan keuntungan yang besar, sebaiknya
anda bekerja secara jujur dan mendapat imbalan.
7. Aliran Pengungkapan. Banyak ungkapan-ungkapan yang dikeluarkan oleh mereka tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan.
8. Tipuan Registrasi. Mencari alasan dalam negara bagian (provinsi) yang mengharuskan
registrasi franchise dan perusahaan tidak terdaftar. Pada dasarnya tidak memerlukan
segala sesuatu yang berkaitan dengan registrasi.

10
9. Lokasi. Banyak lokasi yang menguntungkan yang ditawarkan kepada anda, tetapi lebih
baik anda periksa sendiri lokasi-lokasinya ditawarkan tersebut.
10. Franchisor yang Bermodal Sedikit. Banyak franchisor yang mengaku mempunyai modal
banyak padahal yang ia miliki sedikit. Jadi sebaiknya ambilah UFOC dan bawalah
kepada akuntan anda dan pelajari sumber apa yang dipunyai oleh franchisor untuk
mendukung kewajiban kontraktualnya

2. Do you think that franchise business is prone to fraud in comparison to other business
model?

Seluruh model bisnis tentunya memiliki risiko-risiko tersendiri, tidak ada bisnis yang
benar-benar aman dari tindak kecurangan. Franchise merupakan salah satu model bisnis yang
secara umum dipandang cukup aman dibandingkan dengan model lainnya. Pasalnya, bisnis
franchise sering dianggap sebagai bisnis yang stabil. Sesuai dengan ulasan sebelumnya bahwa
kekurangan pada bisnis franchise umumnya pada pengendalian yang terbatas. Hal ini justru
dapat dilihat sebagai keuntungan dari sisi lain yang mana jelas perusahaan pemilik franchise
akan berusaha menjaga nama baik dan kualitasnya sehingga dilakukan pengendalian yang ketat.
Hal ini justru akan menurunkan risiko bisnis tersebut akan terjadinya fraud. Pengurusan dalam
franchise pun cenderung lebih formal dengan menggunakan kontrak-kontrak tertulis yang diatur
oleh hukum, sehingga menjadi salah satu jaminan yang kuat.

Kasus fraud pada franchise memang jarang sekali terdengar, hal inilah yang menjadi
indikator bahwa jenis bisnis ini memiliki risiko yang kecil dibandingkan model bisnis lainnya.
Model bisnis franchise pun tidak sebanyak manufaktur, distributor, dan retailer di Indonesia
sehingga potensinya pun rendah. Bisnis yang memiliki franchise pun umumnya memiliki nama
yang cukup dikenal di masyarakat sehingga pelaku bisnis pun berani memilih model bisnis
tersebut. Dalam uraian sebelumnya telah dibahas hal-hal yang menjadi tanda bahwa sebuah
franchise perlu untuk dihindari, hal itu cukup menjelaskan bahwa bisnis ini memiliki model yang
cukup jelas.

11
Adapun pelaku bisnis atau investor tetap perlu memperhatikan potensi-potensi
kecurangan dari tipe bisnis ini, dimana menurut kelompok kami faktor risiko terbesar terletak
pada saat tahapan pemasaran ​franchise untuk menggaet investor baru. Pada tahapan ini,
​ emiliki kecenderungan untuk melebih-lebihkan informasi positif dari ​franchise​.
franchisor m
Dapat melalui peningkatan proyeksi keuntungan, ketidaklengkapan informasi biaya yang akan
ditanggung di masa yang akan datang, atau pada kasus yang lebih ekstrim seperti contoh yang
dibahas diatas bisa jadi ​franchise ​yang ditawarkan benar-benar tidak eksis sama sekali dan
merupakan skema penipuan. Kecermatan pelaku usaha dan investor diperlukan untuk dapat
mengumpulkan informasi yang tepat serta memiliki skeptisisme terhadap investasi-investasi
tersebut. Diluar tahapan awal ini, layaknya bisnis yang lain franchise juga memiliki titik-titik
rawan bergantung pada jenis usaha yang digeluti.

3. Based upon your critical discussion, what is the critical point of the franchise business
that requires great attention to prevent fraud?

Menurut kelompok kami, pada bisnis ​franchise t​ itik rawan yang perlu diperhatikan guna
menghindari kecurangan ada pada tahapan awal pada masa pemasaran hingga proses injeksi dana
ke ​franchisor​. Seperti tergambarkan pada kasus diatas, bahwa pada tahapan ini uang yang
diinjeksikan oleh investor ke ​franchisor cenderung dalam nominal besar. Adapun terdapat
kecenderungan dari ​franchisor ​untuk melebih-lebihkan informasi positif dari ​franchise t​ ersebut.
Pada kasus yang ekstrim, investor bisa jadi benar-benar menginjeksi uang pada perusahaan
bodong dan bagian dari kasus penipuan.

Konsumen dan investor harus benar-benar memastikan bahwa perjanjian dengan


franchisor dilandasi dengan hukum dan tertulis. Di dalamnya tentu harus mengandung klausul
mengenai hak dan tanggung jawab masing-masing pihak, dengan begitu hal ini dapat
menghindarkan konsumen dan investor dari franchise bodong karena dapat dibawah ke ranah
hukum. Selain itu pastikan bahwa kebijakan yang diterapkan jelas dan konsisten.

12
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Dewi. (2005). KAJIAN BISNIS FRANCHISE MAKANAN DI INDONESIA. Jurnal


Manajemen dan Kewirausahaan. 7.

Supardi, E. dan S. Mulyati. 2007. Franchise Sebagai Salah Satu Bidang Usaha Industri. Jurnal
Pendidikan Geografi GEA, 7(2).

Riana, -, Saleh, A., & Kadarisman, D. (2013). Mutu Pelayanan, Mutu Produk Franchise Klenger
Burger dan Kepuasan Pelanggan di Tomang Jakarta Barat. MANAJEMEN IKM: Jurnal
Manajemen Pengembangan Industri Kecil Menengah, 8(1), 79-87.
https://doi.org/10.29244/mikm.8.1.79-87

Slamet, Sri R. "Waralaba (Franchise) di Indonesia." Lex Jurnalica, vol. 8, no. 2, 2011.

https://www.ampinitynews.com/crores-cheated-in-the-name-of-franchise-in-noida/55580/

https://www.ndtv.com/noida-news/noida-police-arrests-4-in-franchise-fraud-of-rs-30-crore-2283
771

https://timesofindia.indiatimes.com/city/noida/noida-police-nabs-four-in-franchise-fraud-of-rs-30
-crore/articleshow/77693359.cms

https://timesofindia.indiatimes.com/city/noida/supermarket-fraud-4-stores-opened-to-lure-more-t
argets/articleshow/77731100.cms

https://www.barandbench.com/news/litigation/plea-in-supreme-court-seeks-cbi-ed-sfio-probe-int
o-indias-biggest-franchisee-scam

​https://www.goldlawgroup.com/franchise-scams-still-exist/

13

Anda mungkin juga menyukai