Anda di halaman 1dari 2

Dalam ekonomi makro 

resesi atau kemerosotan adalah kondisi ketika produk domestik


bruto (GDP) menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau
lebih dalam satu tahun. Resesi dapat juga diartikan sebagai penurunan aktivitas ekonomi yang
signifikan, berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. [1] Resesi dapat mengakibatkan
penurunan secara simultan pada seluruh aktivitas ekonomi seperti lapangan kerja, investasi, dan
keuntungan perusahaan. Resesi sering diasosiasikan dengan turunnya harga-harga (deflasi), atau,
kebalikannya, meningkatnya harga-harga secara tajam (inflasi) dalam proses yang dikenal
sebagai stagflasi. Resesi ekonomi yang berlangsung lama disebut depresi ekonomi, yaitu suatu
keadaan terjadi penurunan aktivitas ekonomi yang parah dan berkepanjangan. [2] Penurunan drastis
tingkat ekonomi (biasanya akibat depresi parah, atau akibat hiperinflasi) disebut kebangkrutan
ekonomi (economy collapse). Kolumnis Sidney J. Harris membedakan istilah-istilah atas dengan
cara ini: "sebuah resesi adalah ketika tetanggamu kehilangan pekerjaan; depresi adalah ketika
kamu yang kehilangan pekerjaan."

Berikut ini faktor-faktor yang menyebabkan resesi, yaitu:

 Produksi dan konsumsi yang tidak seimbang


Keseimbangan antara produksi dan konsumsi atau daya beli masyarakat merupakan dasar
pertumbuhan ekonomi. Namun, apabila produksi dan konsumsi tidak seimbang, akan terjadi
masalah pada siklus ekonomi. Jika produksi yang tinggi tidak dibarengi dengan daya beli
masyarakat yang tinggi pula, maka akan mengakibatkan penumpukan persediaan barang.
Sebaliknya, jika produksi rendah sedangkan daya beli masyarakat tinggi sehingga menyebabkan
kebutuhan masyarakat tak terpenuhi, maka negara harus melakukan impor. Dan hal tersebut
menyebabkan penurunan laba perusahaan dan lemahnya pasar modal.[3]

 Utang yang berlebihan


Ketika individu atau bisnis memiliki terlalu banyak utang, dan tak mamput membayar tagihan
mereka, dapat menyebabkan kebangkrutan kemudian membalikkan perekonomian. [4]

 Penggelebungan aset
Penggelembungan aset terjadi ketika investasi didorong oleh emosi. Misalnya pada 1990-an saat
pasar saham mendapat keuntungan besar. Mantan Pemimpin FED, Alan Greenspan sering
mengungkapkan istilah dengan nama "kegembiraan irasional." Investasi yang didorong oleh emosi
ini menggembungkan pasar saham, sehingga ketika gelembungnya pecah, maka akan terjadi panic
selling yang tentunya dapat menghancurkan pasar dan menyebabkan resesi.[4]

 Inflasi
Inflasi adalah tren harga yang stabil dan naik dari waktu ke waktu. Inflasi bukanlah hal yang buruk
bagi ekonomi. Tetapi inflasi yang berlebihan dapat membahayakan resesi. Bank Sentral Amerika
Serikat maupun Bank Indonesia, umumnya menaikkan suku bunga untuk menekan aktivitas
ekonomi. Inflasi yang tak terkendali adalah masalah yang pernah dialami Amerika Serikat pada
tahun 1970-an.[4]

 Deflasi
Deflasi adalah saat harga turun dari waktu ke waktu, yang menyebabkan upah menyusut, yang
selanjutnya menekan harga. Ketika deflasi lepas kendali, orang dan bisnis berhenti berbelanja,
mana hal ini berdampak pada ekonomi suatu negara. Deflasi yang tak terkendali pernah dialami
Jepang yang menyebakan resesi. Jepang berjuang sepanjang tahun 1990-an untuk keluar dari
resesi tersebut.[4]

Anda mungkin juga menyukai