1 Faisal Ismail, Pijar-Pijar Islam Pergumulan Kultur Dan Struktur, (Yogyakarta: LESFI, 2003), cet. 3, hlm. 251.
2 Abdullah, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta: Sandro Jaya, t.t.), hlm. 165.
3 Rosihan Anwar, Akhlaq Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 16.
4
Zainuddin Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara: 2011), cet. 4, hlm. 29.
3 – Frankena, adalah sebagai cabang filsafat, yaitu filsafat moral atau pemikkran
filsafat tentang moralitas, problem moral, dan pertimbangan moral.
2. Moral.
Moral dari segi bahasa berasal dari bahasa Latin, “mores”, yaitu bentuk jama’ dari “mos”
yang berarti adat kebiasaan.6 Dalam Kamus umum Bahasa Indonesia, Purwadarminta
merumuskan, seperti dikutip oleh Rosihan Anwar, moral dengan ajaran baik buruknya
perbuatan .7 Sedangkan pengertian moral secara terminologis adalah suatu istilah yang
dipergunakan untuk menentukan batas-batas sifat, perangai, kehendak, pendapat atau
perbuatan yang secara layak dapat dikatakan lbenar, salah atau baik, buruk. 8 Masih dalam
pengertian moral secara istilah (terminologis), didapati dalam buku The Advanced
5
Abuddin Nata, Akhlaq Tasawuf Dan Karakter Mulia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), cet. 14, hlm. 76-77.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka moral adalah istilah yang digunakan untuk
memberikan batasan terhadap aktifitas manusia apakah itu baik atau buruk dan benar atau
salah.9 Dengan kata lain, moral adalah perilaku yang sesuai dengan ukuran-ukuran
tindakan social atau lingkungan tertentu yang diterima oleh masyarakat. 10
3. Akhlaq.
Secara etimologis, akhlaq berasal dari kata kholaqo (bhs. ‘Arob) yang artinya
menciptakan, membuat, menjadikan. Dan akhlaq artinya perangai, tabi’at, ‘adat. Jadi
Akhlaq secara etimologis berarti perangai, tabi’at, adat, atau sistem perilaku yang dibuat
oleh manusia. Akhlaq, yang bentuk jama’nya khuluq, secara kebahasaan (etimologis)
bisa baik atau buruk tergantung kepada tata nilai yang dipakai sebagai landasannya,
meskipun secara sosiologis di Indonesia, kata akhlaq, sudah mengandung konotasi baik
sehingga orang yang berakhlaq berarti orang yang berakhlaq baik. 11
Dalam Kamus Lengap Bahasa Indonesia, kata akhlaq diartikan budi pekerti atau
kelakuan.12 Netty Hartati dkk. menulis, bahwa ditinjau dari segi bahasa kata Akhlaq
berasal dari Al-khulq. Kata ini biasanya digunakan secara bersama-sama dengan kata Al-
hkolaq. Kata ini (al-kholaq), dapat diartikan sebagai baik dari segi wujudnya, sedangkan
Al-khuluq diartikan sebagai baik dari segi budi pekertinya. 13 Secara lebih rinci, Abuddin
Nata memandang bahwa kata Akhlaq, dilihat dari sudut kebahasaan adalah bentuk
mashdar (root word/bentuk infinitif) dari kata Akhlaqo (kata kerja bentuk lampau atau
fi’il madhi), yukhliqu (kata kerja bentuk sedang dan akan datang atau fi’il modhori’),
ikhlaaqon (bentuk mashdar) berlandaskan fi’il dengan wazan (pola) tsulatsi mazid (yang
9 Ibid.
10 Zainuddin, loc. cit.
11 Ibid.
12 Abdullah, op. cit. hlm. 23.
13 Netty Hartati dkk., Psikologi Dalam Tinjauan Tsawuf, (Jakarta: UIN Press, 2004), hlm. 138.
ashlinya hanya tiga huruf kemudian mendapat tambahan, satu huruf). Kata Akhlaq
berdasarkan pola ini, secara etimologis berarti as-sajiyyah (perangai), ath-thobiy’ah
(watak dasar, tabi’at, kelakuan), al-‘aadah (kebiasaan), al-muruw’ah (peradaban yang
baik), dan ad-diyn (agama). Namun kata Akhlaq, sebagai mashdar dari fi’il seperti ini,
tidak pas karena mashdar yang sebenarnya dari fi’il akhlaqo, adalah ikhlaaqon.
Dengan demikian muncul pendapat bahwa kata akhlaq, secara linguistik isim jaamid atau
ghoyr musytaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, akan tetapi kata ini sudah
demikian adanya. Dan yang pas untuk memandang kata akhlaq secara linguistis adalah
bentuk jama’ (plural) dari kata khilqun atau khuluqun, yang artinya sama dengan kata
akhlaq, sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya.14 Kata ini, begitu juga kata akhlaq,
seperti beberapa kata ‘arob lainnya, bisa ditemui dalam Al-Quran dan Al-Hadiyts. Dalam
suroh al-qolam, pada ayat ke empat ALLOH membunyikannya:
هـيئ ة راسخة في النفـس تصدر عـنها االفـعال بيـ سر و سهولة من غـير حاجة إلى فـكر و رؤية
حال للنفس به يفعـل اإلنسان أفعاله بال رؤية و ال إخـتيار و الخلق قـد يكون في بعـض الناس غـريزة و طبعا
و في بعـض الناس ال يكون إال بالرياضة و االجتهاد
Menurut beliau bahwa Akhlaq adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk
berbuat tanpa melalui petimbangan dan pilihan terlebih dahulu. Keadaan tersebut pada
seseorang boleh jadi merupakan tabi’at atau bawaan, dan boleh jadi juga merupakan
kebiasaan melalui latihan dan perjuangan.
c - Syeikh Makarim Asy-Syirozi.
Beliau mendefinisikan bahwa akhlaq adalah sekumpulan keutamaan ma’nawi dan tabi’at
bathin manusia.
d - Al-Faidh Al-Kasyani (w. 1091).
الخلق هو عـبارة عـن هـيئة قائمة في النفس تصدر عـنها االفـعـ ال بسهولة من دون الحاجة إلى تدبر و تـفكر
Beliau menulis bahwa akhlaq adalah ungkapan untuk menunjukkan kondisi yang mandiri
dalam jiwa yang darinya muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa didahului
perenungan dan pemikiran.17 Dengan memperhatikan pengertian-pengertian secara
etimologis diatas, maka, akhlaq, pada dasarnya adalah sikap yang melekat pada diri
1- Persamaannya
Faisal Ismail menulis dalam catatan kakinya bahwa dalam bahasa Indonesia kata etika,
moral dan akhlaq sering disejajarkan dengan kata budi pekerti, tata susila, kesusilaan,
perangai, tatakrama dan sopan santun.20 Memperhatikan arti dari ketiga kata di atas, maka
jelaslah bahwa etika, moral, dan akhlaq memiliki kesamaan arti. Persamaan-persamaan
lainnya dari ketiga kata tersebut adalah:
a- Ketiganya mengacu pada ajaran atau gambaran tentang perbuatan, tingkah laku, sifat, dan
perangai yang baik.
b- Ketiganya merupakan prinsip atau aturan hidup manusia untuk mengukur martabat dan
harkat kemanusiannya. Semakin tinggi kualitas etika, moral, dan akhlaq seseorang atau
sekelompok orang, semakin tinggi kualitas kemanusiaannya. Sebaliknya, semakin rendah
kualitas etika, moral, dan akhlaq seseorang atau sekelompok orang, semakin rendah dan
hina kualitas kemanusiaannya.
18 Azyumardi Azra dkk., Buku Teks PAI Pada Perguruan Tinggi, (Jakarta: Dit. PTAIS, 2002), cet. 3, hlm. I64.
19 Abuddin Nata, loc. cit. hlm. 4-5.
20 Faisal Ismail, op. cit.
c- Etika, moral, dan akhlaq seseorang atau sekelompok orang tidak semata-mata merupakan
factor keturunan yang bersifat tetap, statis, dan konstan, tetapi merupakan potensi positif
yang dimiliki setiap orang. Untuk pengembangan dan aktualisasi potensi positif tersebut
diperlukan pendidikan, pembiasaan, dan keteladanan, serta dukungan lingkungan, mulai
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara terus menerus dengan tingkat
konsistensi yang tinggi.
2- Perbedaannya
a- Etika merupakan filsafat nilai, pengetahuan tentang nilai-nilai, dan kesusilaan tentang
baik dan buruk. Jadi, etika bersumber dari pemikiran yang mendalam dan renungan
filosofis yang pada intinya bersumber dari ‘aql yang sihat dan hati nurani. Etika bersifat
temporer, sangat bergantung pada aliran filosofis yang menjadi pilihan orang-orang yang
menganutnya.21
b- Moral juga bersumber dari kesepakatan orang-orang (penduduk) pada waktu dan ruang
tertentu, sehingga dapat berubah-ubah.22
c- Akhlaq merupakan istilah yang bersuber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Nilai-nilai yang
menentukan baik dan buruk, layak dan tidak layak suatu perbuatan, kelakuan, sifat, dan
perangai dalam akhlaq bersifat universal dan bersumber dari ajaran ALLOH.
Selanjutnya perbedaan ketiga istilah ini (etika, moral, dan akhlaq) jika disederhanakan,
perbedaannya adalah:
1). Etika, tolok ukurnya adalah fikiran atau ’aql
2). Moral, tolok ukurnya adalah norma yang hidup dalam masyarakat.
3). Akhlaq, tolok ukurnya adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.23
Dus, perbedaan antara ketiga jenis istilah (kata: etika, moral, dan akhlaq) dapat
dilihat dari dasar penentuan atau standar baik dan buruk yang digunakannya. Dan dengan
demikian, maka setandar etika dan moral bersifat lokal dan temporal, sedangkan setandar
akhlaq bersifat sacral dan universal.24
Melalui illustrasi di atas, nampak jelas kepada bangsa Indonesia (muslim) bahwa
sistem etika bersifat bebas nilai, yang tidak ada hubungannya dengan nilai relijius,
keterkaitan dengan hubungan dengan agama (hablun minaLLOH).25
ALLOH menciptakan manusia dalam bentuk yang sempurna dan mulia. Dalam
kesempurnaan dan kemuliaan itu melekat seperangkat norma hukum yang wajib dipatuhi
oleh manusia, baik norma hukum yang berbentuk perintah maupun norma hukum yang
berbentuk larangan. Mematuhi norma-norma berarti mebangun diri menjadi manusia
Bersyukur, bertasbih, dan beristighfar tentu saja hanya sebahagian dari cara berakhlaq
kepada ALLOH selain bahwa melaksanakan seluruh norma hukum ciptaan ALLOH baik
yang berupa perintah maupun larangan yang menyertai kesempurnaan dan kemuliaan
manusia, adalah bukti implementasi berakhlaq kepadaNYA.
1. Pengertian Remaja
Apa yang dimaksud dengan remaja? Sampai sekarang belum ada kesepakatan dikalangan
ahli ‘ilmu pangetahuan tentang batas umur yang kemudian itu adalah menjadi batas umur
remaja. Hal ini dikarenakan oleh adanya ketergantungan pada masyarakat dimana anak
itu hidup/tinggal dan adanya perbedaan sudut pandang dari arah mana seseorang disebut
remaja. Umpamanya, sebahagian masyarakat ada yang memandang dari sudut kemajuan
sebuah masyarakat. Artinya, semakin maju sebuah masyarakat semakin panjang batas
remaja, karena syarat untuk diterima menjadi anggota masyarakat yang bisa bertanggung
jawab diperlukan kepandaian tertentu dan kematangan social yang meyakinkan. Bebeda
dengan masyarakat pedesaan yang kehidupannya sederhana, dengan mengandalakan
pertanian, penangkapan ikan dan perburuan sebagai sumber hidupnya, maka masa remaja
sangat pendek ukurannya,
bahkan mumkin tidk ada, atau tidak jelas, karena orang itu akan langsung menjadi masa
dewasa disebabkan pertumbuhan jasmaninya sudah matang, sehingga orang itupun
langsung dihargai dan sanggup memikul tanggung jawab social. Ini perbedaan dari sisi
lingkungan masyarakat dimana orang itu berada/tinggal. Dari sudut pandang hukum,
orang dikatakan remaja apabila sudah berusia 12 tahun dan dibawah 18 tahun serta belum
menikah. Artinya apabila orang dalam usia-usia seperti ini melakukan pelanggaran, maka
27 Ibid.
dia tidak akan terkena sangsi hukum seperti hukuman untuk orang dewasa. Sementara
dipandang dari sudut psikologis, maka orang itu disebut remaja lebih banyak tergantung
pada lingkungan masyarakat dimana dia hidup. Maka penentuan batas permulaan masa
remaja dalam lingkungan seperti ini adalah puber pertama, yaitu kira-kira akhir umur 12
atau permulaan akhir 15 tahun. Selain adanya perbedaan dalam batas awal masa remaja,
maka begitu pula batas akhirny. Lagi-lagi, ini bergantung kepada lingkungan masyarakat
dimana orang hidup. Di pedesaan, bisa jadi masa remaja hanya sampai umur 15 atau 16
tahun. Karena kecenderungan untuk menikah lebih awal dipedesaan lebih kuat
disbanding di masyarakat kota. Di masyarakat kota, yang kehidupannya sarat dengn
berbagai aktifitas yang justru memperlambat keinginan untuk menikah karena
kesibukannya, maka masa remaja bisa berakhir lebih panjang, yaitu sekitar 18 tahunan,
bahkan hingga kira-kira usia 20 atau 21 tahunan.28 Berdasarkan, ketidak sepakatan dalam
menentukan batas remaja ini, maka inilah yang disimpulkn oleh Zakiah bahwa ada dua
kategori masa remaja:
a - Masa remaja pertama, dari usia 13 hingga 16 tahun. Masa remaja pertama ini
ditandai dengan pertjmbuhan yang begitu cepat namun tidak serempak seluruhnya, lalu
tidak terjadi keseimbangan dalam bergerak dan tubuhnya tampak tidak serasi, misalnya ia
tampak tinggi kurus, dengan kaki, tangan dan hidung lebih besar dari bahagian tubuh
lainnya. Kelenjar-kelenjar yang mengalir pada tubuhnya, sepertikelenjar kanak-kanak
(thymus pineal), berubah menjadi kelenjar seks (gonad), yang berfungsi memprodusir
hormone-hormon sehingga tumbuhlah tanda-tanda seks sekunder pada anak, seperti
perubhahan suara, tumbuhnya rambut-rambut pada pangkal pipi, kumis pada laki-laki,
dan membesarnya panggul, payu dara dan kelenjar air susu pada perempuan, yang
selanjutnya mengakibatkan mimpi (basah) bagi laki-laki dan menstruasi (haidh) bagi
perempuan.29
b - Masa remaja kedua/terakhir (17-21). Masa ini ditandai dengan pertumbuhan jasmani
dan kecerdasan telah mendekati kesempurnaa. Artinya, bahwa tubuh dengan segala
anggautanya sudah bisa berfungsi dengan baik, dan kecerdasanpun telah dianggap selesai
pertumbuhannya, tinggal perlu perhatian untuk mengembangkan dan menggunakannya.
28 Zakiah Darajat, Membina Nilai-Nilai Moral, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), cet. 2, hlm.100-101.
29 Zakiah Darajat, ‘Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), cet. 6, hlm. 136-137.
Sebagai akibat dari pertumbuhan jasmani dan kecerdasan yang sudah mendekati
kesempurnaannya, atau yang didalam istilah agama disebut ‘aqil baaligh, maka remaja
merasa dirinya telah dewasa dan dapat berfikir logis. Mereka mengharapkan perhatian
orang lain, baik dari orang tua, guru, maupun masyarakat. 30
30 Ibid. 139-140.
31 Zakiah Darajat, op. cit. hlm. 102-104
Sejak tahun 2012 sampai 2014 bulan Juli, kasus aborsi di Indonesia mencapai jumlah
2.5 juta orang dengan rincian per kasus aborsi 750 ribu per tahun, atau 7 ribu orang
per hari yang 30% pelakunya adalah remaja SMP dan SMA. Fenomena tingginya
remaja melakukan aborsi karena akibat perkosaan dan hubungan suka sama suka
(Ardiantofani, 2014). Dalam Republika.co.id (Sadewo, 2014), Indonesia Police
Watch (IPW) melihat kecendrungan akan terus meningkatnya angka perkosaan di
Indonesia. Menurut Ketua Presidium IPW, Neta S. Pane, meski belum memiliki
angka yang pasti, namun kecendrungan itu telah terlihat. Tahun 2013, setiap tiga
bulan, tiga sampai empat kasus perkosaan di Indonesia. Tahun 2014, empat hingga
enam kasus setiap bulan. Tercatat hingga 50% pelaku perkosaan adalah orang-orang
yang dibawah usia 20 tahun. Sebahagian dari para remaja memperkosa temannya.
b. Tawuran
Di kota-kota Jakarta, seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran sering terjadi.
Data di Jakarta, misalnya, (BimMas PolRI Metro Jaya), th. 1992 sebanyak 157 kasus
perkelahian pelajar. Th. 1994, meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10
orang pelajar. Th. 1995, terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 15 pelajar dan
2 orang anggota masyarakat. Th. 1998, ada 230 kasus dengan 15 orang pelajar tewas
dn 2 orang anggota PolRI. Tahun berikutnya, korban meningkat denga 37 orang
tewas (Setyawan, 2014).
c. Penggunaan Narkoba
Sejak th. 2010 sampai th. 2013, tercatat ada peningkatan jumlah pelajar dan
mahasiswa yang menjadi tersangka kasus narkoba. Pada th. 2010, tercatat ada 531
tersangka pengguna narkotika. Jumlah ini meningkat jadi 605 pada th. 2011. Setahun
kemudian, terdapat 695, dan 1121 tersangkapada th. 2013. Kecendrungan yang sama
juga terlihat pada data tersangka narkoba bersttus mahasiswa. Pada th. 2010, terdata
ada 515 tersangka, dan terus naik menjadi 607 trsangka pada th. 2011. Setahuan
kemudian, tercatat 709 tersangka, dan 857 tersangka pada th 2013. Sebahagian besar
pelajar dan mahasiswa yang terjerat UU Narkotika, merupakan konsumen atau
pengguna. Pada th. 2011 BNN juga melakukan survey nasional perkembangan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada kelompok pelajar dan mahasiswa.
Dari penelitian di 16 Provinsi, ditemukan 2.6 persen siswa SLTP pernah
menggunakan narkoba, dan 4.7 persen siswa SMA terdata pernah mengkonsumsi
barang haram itu. Sementara untuk Perguruan Tinggi, ada 7.7 persen mahasiswa yang
pernah mencoba narkoba (Tryas, 2014).
d. Menyontek
Pusat Psikologi Terapan jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
melakukan survey on line atas pelaksanaan Ujian Nasional (UN) th. 2004-2013.
Ditemukan bahwa kecurangan UN terjadi secara masal lewat aksi mencontek, serta
melibatkan para tim sukses yang terdiri dari guru, kepala sekolah, dan pengawas.
Psikolog UPI, memaparkan, total responden dalam survey UN adalah 597 orang yang
berasal dari 68 kota dan 89 kabupaten di 25 Provinsi. Responden dari Sekolah Negeri
(77%) dan sekolah swasta (20%). Dari hasil survey, 75% responden mengaku pernah
menyaksikan kecurangan dalam UN. Jenis kecurangan terbanyak adalah mencontek
massal via pesan singkat (SMS), group chat, kertas contekan, atau kode bahasa tubuh
(Anonim, 2013).
e. Mabuk-mabukan
Diberitakan dalam Bangka.tribunnews.com pada tgl. 18 April 2014, remaja mabuk
menggunakan lem dan minuman keras jenis arak telah meresahkan masyarakat.
Segerombolan remaja sering meminum minuman keras di jl. Patimura, Desa Air
Saga, Tanjung Papan dan nekat menjebol pagar kawat warga (Setyanto, 2014).32
32 Diunduh dari: kontesblogmuslim.com (Posted on: January 14, 2015, Updated on: March 23, ’15)
dideritanya. Dan apabila rasa simpati itu telah tercipta, biasanya dia akan dapat dengan
mudah menerima saran atau nasihat kita. Janganlah kita melengahkan gejolak jiwayang
sedang mengamuk dalam dadanya!
Ditinjau dari makna leksikal, kata karakter berarti: Bawaan, hati, jiwa, kepribadian,
budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen,watak34 . Sedangkan dari sisi
terminologi, istilah karakter didefinisikan dengan berbagai formulasi kalimat yang berbeda-beda,
35
Suyanto. . Urgensi Pendidikan Karakter. (Jakarta: Ditjen Dikdasmen-Kementerian Pendidikan Nasional), 2010,
hlm.
36
Musfiroh.. Memilih, Menyusun dan Menyajikan Cerita untuk Anak Usia Dini . (Jogjakarta: Tiara Wacana ), 2008,
hlm..
37Lickona. . Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility .( New York: Simon
& Schuster, Inc), 1993, hlm..
Anis Matta menyatakan bahwa terjadinya krisis karakter antara lain disebabkan oleh:
a) Hilangnya model-model kepribadian yang integral, yang memadukan keshalihan
dengan kesuksesan, kebaikan dengan kekuatan, kekayaan dengan kedermawanan,
kekuasaan dengan keadilan, kecerdasan dengan kejujuran, dan b) Munculnya antagonisme
dalam pendidikan moral, sementara sekolah mengembangkan kemampuan dasar individu
untuk menjadi produktif, sementara itu pula media massa mendidik masyarakat menjadi
konsumtif.38
39
Hadits riwayat Bukhari, dalam Al-Albani No. 119: 207/273.
40
Hadits riwayat Tirmizi no. 1162, Abu Daud no. 4682 dan Ad Darimi no. 2792, hasan shahih, dalam Tuasikal,
2012. Hlm.
nilai terpuji, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan,
maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia seutuhnya/insan kamil.
Pendidikan karakter di Perguruan Tinggi perlu dirancang secara utuh. Saat
mahasiswa baru memasuki wilayah kampusnya sebagai mahasiswa, di setiap fakultas,
jurusan-jurusan, di berbagai aktivitas atau kegiatan organisasi baik intra maupun ekstra
kampus, semua kegiatannya harus dirancang sedemikian rupa secara utuh untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan oleh masing-masing Perguruan Tinggi.
Dalam pendidikan karakter di Perguruan Tinggi, semua komponen harus dilibatkan
secara optimal, komponen penyelenggara dan tenaga kependidikan seperti pimpinan
Rektor, Dekan, Ketua Sekolah Tinggi, Ketua Jurusan, dosen dan karyawan, kurikulum,
proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau
pengelolaan mata kuliah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan baik intra maupun ekstra
kampus, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh civitas
akademika dan lingkungan Perguruan Tinggi secara bersinergis harus saling mendukung
terselenggaranya pendidikan karakter dengan baik. Intinya, semua faktor yang dapat
mempengaruhi hasil pendidikan karakter yang diinginkan harus terlibat dengan baik.
Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya manusia yang
baik, yang memiliki kepribadian menarik, beretika, bersahaja, jujur, cerdas, peduli, dan
tangguh. Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik
tumbuh dengan kappasitas dan komitmen untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan
melakukan segalanya dengan benar dan memiliki tujuan hidup. Individu yang berkarakter
baik dan tangguh adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap
Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa, negara, serta dunia internasional pada
umumnya dengan mengoptimalkan potensi dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi,
dan motivasi. Pendidikan tidak hanya sebatas menransfer ilmu pengetahuan saja, namun
lebih dari itu, yakni bagaimana dapat mengubah atau membentuk karakterdanwatak
seseorang agar menjadi lebih baik, memunyai skill yang mumpuni, lebih sopan dalam
tataran etika dan estetika, serta yang lebih penting adalah perilaku dalam kehidupan sehari-
hari. Upaya membangun karakter bangsa sejak dini melalui jalur pendidikan merupakan
langkah yang tepat. Pendidikan karakter menjadi semakin penting dan strategis, terutama
jika dikaitkan dengan tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalammenyiapkangenerasi
masa depan yang akan menghadapi persoalan yang lebih berat, kompleks dan menantang,
menuju tercapainya cita-cita luhur kemerdekaan Indonesia.
Perguruan tinggi perlu memberikan pendidikan untuk pembangunan karakter
mahasiswa karena karakter yang baik akan menggugah, mendorong, dan memudahkan
seseorang untuk mengembangkan kebiasaan baik. Kebiasaan itu tumbuh dan berkembang
dengan didasari oleh kesadaran, keyakinan, kepekaan, dan sikap. Dengan demikian,
karakter dapat berkembang menjadi kebiasaan baik karena adanya dorongan dari dalam,
bukan paksaan dari luar. Implementasi pendidikan karakter di perguruan tinggi harus
disesuaikan dengan visi dan misi perguruan tinggi tersebut dengan berbasis jurusan dan
atau program studi. Penyelenggaraan pendidikan karakter di perguruan tinggi dilakukan
secara terpadu melalui tiga jalur, yaitu pembelajaran, manajemen perguruan tinggi, dan
kegiatan kemahasiswaan.
Samani(2011:41) mengemukakan bahwa karakter dapat dimaknai sebagai cara
berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam
lingkup keluarga, masyarakat, maupun bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik
adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap
akibat dari keputusannya. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia
yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, adat istiadat, dan
estetika. Karakter adalah perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam
bersikap maupun bertindak. Jadi,berkarakter adalah berkepribadian,
berperilaku,bersifat,bertabiat,dan berwatak(Kemendiknas, 2010).
Pengertian karakter banyak dikaitkan denganpengertianbudi pekerti, akhlak
mulia,moral,danbahkan dikaitkan dengan kecerdasan ganda (meliputi kecerdasan
intelektual, kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, dankecerdasan sosial). Karakter
bukan terbentuk dengan sendirinya,melainkan sejauh mana lingkungan keluarga,
masyarakat, dan sekolah mampu mempengaruhi diri seseorang. Pembentukan karakter
seorang anak sangat dipengaruhi oleh peran orang tua sebagai pendidik di dalam
lingkungan keluarga serta peran pendidik di dalam lingkungan institusi pendidikan.
Pendidikan karakter di perguruan tinggi bertujuan untuk meningkatkan mutu
penyelenggaraan danhasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan
karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar
kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan mahasiswa mampu secara
mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi
nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari
Pendidikan karakter adalah pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai
hidup yang akan menunjukkan jati diri sebagai manusia yang sadar diri sebagai
makhluk,warganegara,dan pria atau wanita. Karakter seseorang merupakan ukuran
martabat dirinya sehingga berpikir objektif, terbuka, kritis, serta memiliki harga diri yang
tidak mudah diperjualbelikan. Dalam Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter
(2011),dinyatakan bahwa pendidikan karakter berfungsi: (1) mengembangkan potensi
dasar agar berhati baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku
bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam
pergaulan dunia.
Berdasarkan kajian di atas nilai-nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya,
dan tujuan pendidikan nasional tersebut, nilai pendidikan karakter dapat diuraikan menjadi
beberapa butir, seperti berikut:
1) Religius, merupakan suatu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain,
serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2) Jujur, adalah perilaku yang didasarkan pada kebenaran, menghindari perilaku yang
salah, serta menjadikan dirinya menjadi orang yang selalu dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3) Toleransi, suatu tindakan dan sikap yang mengharga ipendapat, sikap dan tindakan
orang lain yang berbeda pendapat, sikap, dan tindakan dengan dirinya.
4) Disiplin, suatu tindakan tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan
yang harus dilaksanakannya.
5) Kerja keras, suatu upaya yang diperlihatkan untuk selalu menggunakan waktu yang
tersedia untuk suatu pekerjaan dengan sebaik-baiknya sehingga pekerjaan yang
dilakukan selesai tepat waktu.
6) Kreatif, berpikir untuk menghasilkan suatu cara atau produk baru dari apa yang
telah dimilikinya.
7) Mandiri, kemampuan melakukan pekerjaan sendiri dengan kemampuan yang telah
dimilikinya.
8) Demokratis, sikap dan tindakan yang menilai tinggi hak dan kewajiban dirinya dan
orang lain dalam kedudukan yang sama.
9) Rasa ingin tahu, suatu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui
apa yang dipelajarinya secara lebih mendalam dan meluas dalam berbagai aspek
terkait.
10) Semangat kebangsaan, suatu cara berfikir, bertindak, dan wawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
11) Cinta tanah air, suatu sikap yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan
penghargaan yang tinggi terhadap lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan
politik bangsanya.
12) Menghargai prestasi, suatu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta
menghormati keberhasilan orang lain.
13) Bersahabat/komunikatif, suatu tindakan yang memperlihatkan rasa senang
berbicara, bergaul dan bekerjasama dengan orang lain.
14) Cinta damai, suatu sikap dan tindakan yang selalu menyebabkan orang lain senang
dan dirinya diterima dengan baik oleh orang lain, masyarakat dan bangsa.
15) Senang membaca, suatu kebiasaan yang selalu menyediakan waktu untuk membaca
bahan bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16) Peduli sosial, suatu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberikan bantuan
untuk membantu orang lain dan masyarakat dalam meringankan kesulitan yang
mereka hadapi.
17) Peduli lingkungan, suatu sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upayaupaya
untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. 191 Implementasi Nilai-
nilai Karakter Inti di Perguruan Tinggi
18) Tanggung jawab, sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajiban yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan
(alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Implementasi nilai-
nilai karakter tersebut diatas, dimulai dari nilai esensial, sederhana dan mudah
dilaksanakan sesuai kondisi pada masing-masing perguruan tinggi.
Kepandaian di bidang pendidikan saja belum cukup tanpa bekal moral dan karakter
yang kuat. Agar saat mahasiswa terjun di masyarakat nanti tidak terjadi penyalahgunaan
ilmu yang di pelajari selama sekolah. Seperti yang terlihat sekarang ini, orang-orang
pandai malah menyalahgunakan kepandaiannya untuk melakukan tindak pidana seperti
korupsi atau menjadi teroris. Jika saja mereka memiliki karakter dan budi pekerti yang
kuat, tentu hal itu tidak akan terjadi. Jadi untuk alasan kebaikan perlu ditekankan
pentingnya pendidikan karakter bagi mahasiswa. Salah satu karakter pola pikir dan gaya
hidup adalah karakter sukses. Karakter sukses adalah bekerja keras untuk mencapai sesuatu
yang diinginkan, tidak pernah mengeluh apa pun risiko yang dihadapi. Untuk beberapa
tahun mendatang yang dibutuhkan adalah orang-orang yang memiliki karakter yang baik
(Agustian, 2001)41
Pendidikan karakter perlu dimplementasikan dan dimantapkan di perguruan tinggi
sebagai pendidikan berkelanjutan, dari pendidikan tingkat menengah dan merupakan
pilihan yang tepat untuk memantapkan karakter bangsa. Perguruan tinggi diharapkan
mampu mencetak mahasiswa yang memiliki integritas, kejujuran, kreativitas, dan
perbuatan yang menunjukkan produktivitas. Pendidikan yang dapat meningkatkan semua
potensi kecerdasan anak bangsa yang dilandasi oleh pendidikan karakter diharapkan
mampu menjadi pilar kebangkitan bangsa.
41 Agustian, A. G. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan melalui Emotional dan Spiritual Quotient (ESQ).
(Jakarta: Arga), 2001, hlm