LAPORAN

KOASISTENSI DIAGNOSTIK LABORATORIK

“Porcine circovirus Type 2”

Oleh
Derisna Sawitri Ungsyani
NIM. 2009611027
Gelombang 17X Kelompok B

LABORATORIUM
KOASISTENSI DIAGNOSTIK LABORATORIK
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2020
1. Sinyalemen
Hewan : Babi
Breed/ras : Large White (Yorkshire)
Jenis Kelamin : Jantan
Umur : 40 Hari
Alamat : ML farm (Provinsi Junnam, Korea Selatan) (Chung et al., 2018)
2. Tanda Klinis
Penurunan progresif berat badan (wasting), diare, mengigil, dispnea, pembesaran
limfonodus, dan gangguan saraf (ataksia) (Chung et al., 2018).

Gambar 1. Babi yang mengalami penurunan progresif berat badan disertai gangguan
pernafasan. Sumber: Afolabi et al., 2017

3. Data Epidemiologi
• Hospes
Babi dari breed Large White dengan jenis kelamin jantan, umur 40 hari, dan status vaksinasi
yang tidak diketahui di Provinsi Junnam, Korea Selatan (Chung et al., 2018).
• Agen
Berdasarkan sinyalemen dan tanda klinis babi terduga tidak hanya menunjukkan gejala khas dari
infeksi PCV2 tetapi gejala dari agen infeksi lainnya seperti Aujeszky’s disease (gangguan saraf) dan
Porcine Respiratory Reproductive Syndrom (PRRS) (kongesti dan konsistensi kenyal di paru).
Kedkovid et al. (2020) menyatakan PRRS bersifat endemik di beberapa negara Asia termasuk
Korea Selatan dan China, dan PCV telah dilaporkan menjadi ancaman bagi industri babi. Akan
tetapi, berdasarkan hasil pemeriksaan molekuler (PCR) babi terduga menujukkan hasil positif PCV2
dan Streptococcus suis (Chung et al., 2018).
• Lingkungan
Peternakan ML, tempat babi kasus berasal, menggunakan sistem produksi satu lokasi (unit
starter-grower dan unit grower-finisher) di Korea Selatan. Menurut Chung et al. (2018), beberapa
babi di peternakan menunjukkan gejala klinis yang sama. Penularan PCV2 umumnya secara
horizontal melalui kontak langsung oronasal dari urin dan feses babi terinfeksi (Mukherjee et al.,
2018), tetapi penularan secara vertikal melalui transplacenta (Opriessnig et al., 2007).
• Morbiditas dan Mortalitas
Mortalitas di peternakan ML sekitar 10% (Chung et al., 2018). Tingkat morbiditas sekitar 3% di
antara anak babi usia 120-140 hari dan tingkat mortalitas 100% di peternakan babi Federasi Rusia
(Raev et al., 2019). Virus PCV2 endemis di Bali dengan prevalensi yakni 1,7% (Suartha et al,
2015).
4. Data Patologi Anatomi
Menurut Chung et al. (2018), pada kasus ini lesi makroskopis yang tampak adalah (i) pada
dinding usus kecil tampak kongesti ringan dan akumulasi eksudat pada lumen (Gambar 1B), (ii)
konsistensi kenyal dan hemoragi ptekhie pada paru (Gambar 1C), dan (iii) kongesti pada
limfonodus dan otak.

A B C
Gambar 1. Patologi Anatomi Babi terinfeksi PCV2. A) Karkas babi tampak normal, B) Dinding usus kecil
kongesti (panah hitam) dan akumulasi eksudat (panah merah), C) Hemoragi ptekhie multifokal pada paru
(panah). Sumber: Chung et al., 2018
5. Diagnosa Sementara
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan klinis, data epidemiologi, pemeriksaan patologi
ditemukannya beberapa lesi patognomonis terhadap beberapa penyakit yakni, PCV2. Diagnosa
banding dari kasus ini yaitu PRRS dan Auzesky disease (pseudorabies).
6. Diagnosa Definitif
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan klinis, data epidemiologi, pemeriksaan patologi
serta histopatologi, dan molekuler dengan metode PCR babi terinfeksi atipikal Porcine circovirus
Associated Disease (PCVAD) akibat Porcine circovirus Tipe 2 dengan infeksi sekunder
Streptococcus suis (Chung et al., 2018).

7. Diskusi Kasus
Porcine circovirus tipe 2 (PCV2) merupakan virus yang menyebabkan banyak sindrom
penyakit dikenal sebagai Porcine circovirus Associated Disease (PCVAD) diberbagai negara
(Afolabi et al., 2017). Sindrom yang umum ditemukan adalah Post-weaning Multisystemic Wasting
Syndrome (PMWS); dan lainnya: Porcine Dermatitis and Nephropathy Syndrome (PDNS); Porcine
Respiratory Disease Complex (PRDC); enteritis; dan penyakit reproduksi (Gjurovski et al., 2015).
Porcine circovirus disease merupakan penyakit multifaktorial pada babi, dengan adanya infeksi
sekunder akan meningkatkan replikasi PCV2 dan timbulnya penyakit (Chung et al., 2018). Sifat
imunosupresif dari PCV2, menyebabkan kasus PCVAD akan menunjukkan tanda klinis tergantung
agen infeksi sekunder (Mukherjee et al., 2018). Agen infeksi sekunder tersebut diantaranya Porcine
parvovirus, PRRS virus, Mycoplasma hyopneumoniae, Actinobacillus pleuropneumoniae,
Staphylococcus spp, dan Streptococcus spp (Segalés, 2014).
Kasus terjadi pada babi jenis Large white umur 40 hari dengan jenis kelamin jantan, berasal
dari Peternakan ML dengan sistem produksi satu lokasi di Provinsi Junnam, Korea Selatan.
Beberapa babi menunjukkan tanda klinis yang sama yakni penurunan progresif berat badan, diare,
dispnea, pembesaran limfonodus, dan ataksia. Babi yang mati dinekrposi untuk pemeriksaan
patologi anatomi, spesimen yang diambil dilakukan pemeriksaan PCR dengan hasil positif PCV2
dan Streptococcus suis (Chung et al., 2018).
Lesi makroskopis PCVAD bervariasi tergantung tingkat keparahan dan infeksi sekunder, lesi
dapat lokal maupun sistemik, sehingga jika diagnosa sementara mengarah pada PCVAD disarankan
mengambil sampel jaringan limfoid (O’Dea, 2010). Predileksi utama PCV2 adalah sel imun dan
jaringan limfoid (Mukherjee et al., 2018), menyebabkan deplesi limfoid sebagai lesi histopatologi
patognomonis PCV2 (Chae, 2012). Pada penelitian Chung et al. (2018), dilakukan pengambilan
sampel dari otak, intestinal, dan organ internal (pool) untuk pemeriksaan PCR. Pada kasus ini, babi
terinfeksi tidak hanya menunjukkan tanda klinis dan lesi patognomis PCV2, sehingga spesimen
yang diambil beragam.
Babi terinfeksi PCV2 menujukkan tanda klinis penurunan berat badan, dispnea, pembesaran
limfonodus, diare, dan ikterus (Segalés, 2014). Pada PRRS yaitu dispnea disertai takipnea dan
sianosis daerah telinga (Li et al., 2016). Sedangkan Auzesky disease (Pseudorabies) tampak babi
mengalami inkoordinasi, nistagmus, disertai gangguan pernapasan (Helke, 2015). Perubahan
anatomi yang ditemukan pada babi kasus PCV2 adalah kongesti ringan dan akumulasi eksudat pada
lumen usus, konsistensi kenyal dan hemoragi ptekhie pada paru, dan kongesti pada limfonodus dan
otak (Chung et al., 2018). Menurut Segalés (2014), lesi makroskopis pada PCV2 umumnya
limfonodus membesar dan bagian incisi pucat dan kolaps paru disertai konsolidasi. Lesi
makroskopis PRRS adalah limfonodus membesar berwarna cokelat dan kadang hemoragi,
konsolidasi, hemoragi, nekrosis multifokal pada paru (Li et al., 2016). Menurut Helke (2015), pada
Auzesky disease adalah nekrosis multifokal dan edema pada limfonodus dan paru. Pada hasil
pemeriksaan histopatologi babi kasus PCV2 tampak pneumonia interstitial, deplesi limfonodus, dan
distribusi limfosit, makrofag, dan sel plasma pada pembuluh darah meningen (Chung et al., 2018).
Menurut Opriessnig et al. (2007), lesi mikroskopis PCV2 yakni lesi limfohistiosit hingga
granulomatosa dan deplesi limfoid, serta ditemukan antigen PCV2 pada imunohistokimia.
Sedangkan PRRS menujukkan pneumonia interstitial disertai infiltrasi sel mononuklear sehingga
septum menebal (Li et al., 2016). Sedangkan Auzesky disease tampak lesi nonsupuratif
meningoencephalitis (Mettenleiter et al., 2012).
Pada tahun 1998, PCV pertama kali teridentifikasi pada babi yang mengalami wasting disease
di Kanada, yang saat ini dikenal PCVAD (Ellis et al., 1998 dalam Mukherjee et al., 2018). Di
Korea Selatan pada tahun 1999, terjadi outbreak PCVAD dengan manifestasi klinik PMWS dan
PRDC (Chae, 2012). Babi yang sembuh menjadi persisten PCV2, jika antibodi menurun pada babi
dapat meningkatkan infeksi PCV2 (Segalés, 2014). Penularan PCV2 secara langsung melalui feses,
urin, bahkan melalui transplacenta (Rose et al., 2012). Penularan secara horizontal terjadi akibat
kontak langsung dengan babi terinfeksi melalui jalur oronasal, seperti sekresi feses. Penularan
secara vertikal melalui transplacenta menyebabkan miokarditis janin, abortus, dan lahir mati (Grau -
Roma et al., 2011). Genotipe PCV2b lebih banyak teridentifikasi di Korea sejak 2000 sampai 2008
(Chae, 2012). Kim et al. (2018), berdasarkan surveilans di Korea Selatan bahwa, PCV2b lebih
umum terdeteksi, meskipun saat ini vaksin inaktif reguler berbasis PCV2a. Afolabi et al. (2017),
melaporkan isolasi strain PCV2b yang lebih virulen, akibat kegagalan vaksin dibeberapa negara
seperti China, Korea Selatan, dan Amerika Serikat menyebabkan transmisi virus lebih cepat.
Porcine circovirus termasuk genus Circovirus dan famili Circoviridae, dengan morfologi
tanpa amplop, ikosahedral, diameter 15-25 nm, genom single stranded DNA (Breitbart et al., 2017).
Porcine circovirus tipe 1 (PCV1) awalnya ditemukan sebagai kontaminan sel ginjal babi dan
bersifat non-patogenik, sedangkan PCV2 sebagai agen penyebab PCVAD, dan laporan terkini
PCV3 diisolasi dari anak babi yang lahir mati dengan klinis ensefalitis dan miokarditis (Mora-Díaz
et al., 2020).
Kim et al. (2018), menyatakan peran Open Reading Frame 3 (ORF3) pada protein kapsid
PCV2 yang berikatan dengan sel inang mampu menginduksi respon imun. Predileksi PCV2 dalam
sel imun, seperti makrofag dan dendritik dengan memodulasi fungsinya menyebabkan imunosupresi
hospes (Meng, 2013). Internalisasi virus pada makrofag dan dendrit menganggu mekanisme
fagositosis menyebabkan kerusakan jaringan (Chang et al., 2006). Penularan oronasal diduga kuat
menjadi jalur alami transmisi PCV2, interaksi diawali attachment virus pada pada sel epitel dan
endotel host (Mukherjee et al., 2018). Infeksi PCV2 pada endotel menyebabkan degenerasi, edema
perivaskular, nekrosis, dan trombus vaskular (Opriessnig and Langohr, 2013). Secara
eksperimental, PCV2 dapat bereplikasi pada zona pelusida fetus (Segalés, 2014), timus, dan
sumsum tulang (Hansen et al., 2013). PCV2 memiliki siklus replikasi yang panjang, sehingga masa
inkubasi relatif lama (18-25 hari) (Segalés, 2014).
Pada kasus, hasil PCR teridentifikasi infeksi sekunder Streptococcus suis. Streptococcus suis
merupakan bakteri Gram positif, bentuk coccus, koloni kecil, bersifat komensal pada saluran
respirasi tetapi dapat menjadi infektif menyebabkan meningitis, brokopneumonia, pneumonia,
endokarditis, septikemia, fibrinous polyserositis, dan kematian pada babi muda (Zimmerman et al.,
2012). Tanda klinis tampak penurunan nafsu makan, depresi, inkoordinasi, konvulsi, pireksia, dan
kematian (Gottschalk et al., 2016). Lesi makroskopis yang umum adalah fibrinous polyserositis,
hemoragi, dan purulen meningitis. Lesi mikroskopis yakni kongesti otak dan meningen,
bronkopneumonia, enteritis, deplesi limfoid, dan hemoragi pada hati dan ginjal (Besung et al.,
2019). Streptococcus suis ditemukan pada babi PCVAD dengan lesi patognomonis maupun non-lesi
(Opriessnig et al., 2007). Dalam laporan kasus Chung et al. (2018), infeksi sistemik Strepto coccus
suis terdeteksi di otak dan organ internal. Infeksi Streptococcus suis bersifat multifaktorial, kondisi
lingkungan dan host menyebabkan timbulnya penyakit. Laporan terkini, peningkatan deteksi infeksi
PCV2 dengan infeksi sekunder Streptococcus suis (Dione et al., 2018). Wang et al. (2020)
menyatakan PCV2 menunjukkan klinis akibat infeksi sekunder Streptococcus suis, akibat
translokasi bakteri melintasi barier epitel pernapasan menyebabkan peningkatan permiabilitas dan
menurunnya tight junction pada saluran pernapasan di paru.
Tindakan pencegahan yang disarankan yakni vaksinasi. Dilaporkan kasus PCVAD menurun
dibeberapa negara yang melakukan vaksinasi intensif (Mukherjee et al., 2018). Vaksin inaktif
berbasis PCV2a telah tersedia (Opriessnig and Langohr, 2013). Merial’s CIRCOVAC merupakan
vaksin infaktif digunakan di Eropa dan Amerika Serikat, injeksi Intramuskuler pada babi 1 minggu
dibooster 3-4 minggu pasca vaksinasi pertama. Vaksin PCV2 di Eropa dan Asia yakni Porcilis PCV
M Hyo sebagai hasil rekombinan kapsid protein PCV2, vaksin diberikan dosis tunggal yakni umur
3 minggu atau lebih tua (Afolabi et al., 2017). Pemberian vaksin pada umur 3 minggu dan 6 minggu
mampu mencegah infeksi viremia PCV2 dan PCV2b pada babi dewasa (Opriessnig et al., 20 1 3 ).
Afolabi et al. (2017), menyarankan tindakan mitigasi yakni: 1) Meningkatkan manajemen
peternakan: membatasi kontak antar babi, mengurangi stress ternak, meningkatkan higiene dan
nutrisi pada peternakan, 2) Desinfeksi rutin kandang dan alat 3) Kontrol agen infeksi sekunder.
 LABORATORIUM PATOLOGI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
JL. PB Sudirman, Denpasar 80232, Tlp/Fax (0361) 701808;223791

Pemeriksa : Derisna Sawitri Ungsyani Hewan/Ras : Babi Large White

NIM : 2009611027 Umur : 40 Hari
Diagnosa : Porcine Circovirus Tipe 2 (PCV2) TTD Dosen Piket :
dengan infeksi sekunder
Streptococcus suis
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PATOLOGI

EUTANASI

NEKROPSI

SAMPEL
(Otak, Intestinal, Limfonodus, Paru,
Hepar, Limpa, Ginjal)

PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN
PATOLOGI ANATOMI HISTOPATOLOGI

PEMBUATAN PREPARAT
HISTOPATOLOGI

DEHIDRASI TRIMING FIKSASI

Alkohol bertingkat kemudian Ukuran organ 1 x 1 cm NBF 10% selama 24 jam
jernihkan dengan Xylol selama 6
jam
EMBEDDING + BLOCKING CUTTING STAINING
Parafin selama 6 jam Hematoxylin-Eosin
Mikrotom
Imunohistokimia

MOUNTING
Keringkan diatas kertas filter,
tetesi entelan, dan ditutup dengan
cover glass
 LABORATORIUM PATOLOGI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
JL. PB Sudirman, Denpasar 80232, Tlp/Fax (0361) 701808;223791

HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIM PATOLOGI

Pneumonia interstitial; infiltrasi sel mononuklear

(limfosit dan makrofag) pada interstitium.
(Chung et al., 2018)

Germinal center limfonodus deplesi limfosit dan

distribusi material inti pyknotic.
(Chung et al., 2018)

Meningitis hemoragika; distribusi limfosit,

makrofag, dan sel plasma pada pembuluh darah
meningen.
(Chung et al., 2018)

Limfonodus mesenterika menunjukkan deplesi

folikel dan infiltrasi giant sel dan histiosit.
(Laisse et al., 2018)

Imunohistokimia pada limfonodus tampak

antigen PCV2 pada sitoplasma histiosit.
(Hematoksilin counterstain)
(Laisse et al., 2018)
 LABORATORIUM PATOLOGI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
JL. PB Sudirman, Denpasar 80232, Tlp/Fax (0361) 701808;223791

Imunohistokimia pada tonsil tampak antigen

PCV2 pada nukleus histiosit.

(Gjurovski et al., 2015)

Denpasar,
Mengetahui,

Dosen Pembimbing Mahasiswa

Prof. drh. Anak Agung Ayu Mirah Adi, M.Si, Ph.D Derisna Sawitri Ungsyani
NIP. 19630826 198803 2 001 NIM. 2009611027
 LABORATORIUM BAKTERIOLOGI DAN MIKOLOGI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
JL. PB Sudirman, Denpasar 80232, Tlp/Fax (0361) 701808;223791

Pemeriksa : Derisna Sawitri Ungsyani Hewan/Ras : Babi Large White

NIM : 2009611027 Umur : 40 Hari
Diagnosa : Porcine Circovirus Tipe 2 (PCV2) TTD Dosen Piket :
dengan infeksi sekunder
Streptococcus suis

PEMERIKSAAN LABORATORIUM BAKTERIOLOGI DAN MIKOLOGI

Koloni kecil, bulat halus,

Sheep Blood Agar putih/kuning/keabuan, sedikit
Media
mukoid, diameter 0,5-2 mm
dan ada zona hemolisis

• Bentuk Hasil
Uji Pewarnaan Gram
Sampel • Susunan Bakteri Gram positif bentuk
• Otak • Gram kokus berantai (5-20 sel)
• Intestial
• Organ Internal Uji Oksidase Negatif
Uji Primer
Uji Katalase Negatif

Uji Mannitol Negatif

Uji Sitrat (SCA) Negatif

Uji Glukosa Positif

Uji Laktosa Positif

Uji MR Positif
Uji Biokimia
Uji VP Negatif

Uji Urease Negatif

Uji Indol (SIM) Negatif

Uji Imunologis ELISA, MAT

Uji Molekuler PCR

 LABORATORIUM BAKTERIOLOGI DAN MIKOLOGI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
JL. PB Sudirman, Denpasar 80232, Tlp/Fax (0361) 701808;223791

PEMERIKSAAN LABORATORIUM BAKTERIOLOGI DAN MIKOLOGI

Kultur pada Blood Agar

Koloni kokus kecil keabuan, mukoid, dan

Alpha hemolitik
(Sumber: Gomez et al., 2014)

Perwarnaan Gram

Bakteri Gram positif bentuk kokus, selnya

terlihat diplokokus (berpasangan) atau rantai
pendek
(Sumber: Gomez et al., 2014)

Hasil Elektroforesis PCR Streptococcus

suis pada Babi

Keterangan:
M: DNA marker (100 bp)
1-2: Amplifikasi 498 bp (gen cps2j)
3-4: Amplifikasi 188 bp (gen MRP)

(Sumber: Slipranata et al., 2016)

Denpasar,
Mengetahui,

Dosen Pembimbing Mahasiswa

Drh. Ketut Tono PG, M.Kes Derisna Sawitri Ungsyani

NIP. 19591231 198601 1 001 NIM. 2009611027
 LABORATORIUM VIROLOGI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
JL. PB Sudirman, Denpasar 80232, Tlp/Fax (0361) 701808;223791

Pemeriksa : Derisna Sawitri Ungsyani Hewan/Ras : Babi Large White

NIM : 2009611027 Umur : 40 Hari
Diagnosa : Porcine Circovirus Tipe 2 (PCV2) TTD Dosen Piket :
dengan infeksi sekunder
Streptococcus suis

PEMERIKSAAN LABORATORIUM VIROLOGI

Uji HI

Deteksi ELISA
Swab Antibodi
Western Blot
INOKULASI
Jaringan - TAB
SAMPEL - Hewan coba
- Biakan sel
Deteksi
Darah Antigen PCR

Diagnosa Porcine Circovirus Tipe 2 (PCV2) dilakukan dengan metode Polymerase Chain
Reaction (PCR).
Koleksi Sampel
(Otak, Intestinal, dan organ
internal yang di pool)

Ekstraksi DNA

Uji PCR Pemanasan Awal

Suhu 94 OC selama 4 menit

DENATURASI
Suhu 94 OC selama 30 detik

ANNEALING
Suhu 55 OC selama 40 detik

SINTESIS DNA
Suhu 72 OC selama 60 detik

ELONGASI
Suhu 72 OC selama 10 menit

Sekuensing DNA Elektroforesis

• Metode Sanger ANALISIS HASIL

• Metode Shotgun BLAST urutan nukleotida dengan data base
GenBank
 LABORATORIUM VIROLOGI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
JL. PB Sudirman, Denpasar 80232, Tlp/Fax (0361) 701808;223791

HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM VIROLOGI

Hasil Elektroforesis PCR dari Porcine
circovirus
Keterangan:
M: DNA marker (Kontrol positif)
1: PCV1 (250 bp)
2: PCV2 (500 bp)
3: PCV3 (1000 bp)
4: ddH2 O (Kontrol negatif)
(Sumber: Yang et al., 2019)

Hasil Real Time-PCR Porcine circovirus

Keterangan:
Sumbu Y: CT value (Cycle Treshold)
Sumbu X: Jumlah siklus
(Sumber: Wang et al., 2020)

Alligment Sekuens Asam Amino dari

Protein Kapsid PCV2

(Sumber: Zheng et al., 2020)

Pohon Filogenetik strain PCV2b

menggunakan software MEGA

Keterangan:
Sampel diisolasi dari kasus kegagalan
vaksin di Korea Selatan
(Sumber: Seo et al., 2014)

Denpasar,
Mengetahui,
Dosen Pembimbing Mahasiswa

Drh. Tjokorda Sari Nindhia, MP. Derisna Sawitri Ungsyani

NIP. 19740617 200312 2 001 NIM. 2009611027
 LABORATORIUM PARASITOLOGI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
JL. PB Sudirman, Denpasar 80232, Tlp/Fax (0361) 701808;223791

Pemeriksa : Derisna Sawitri Ungsyani Hewan/Ras : Babi Large White

NIM : 2009611027 Umur : 40 Hari
Diagnosa : Porcine Circovirus Tipe 2 (PCV2) TTD Dosen Piket :
dengan infeksi sekunder
Streptococcus suis

PEMERIKSAAN LABORATORIUM PARASITOLOGI

SAMPEL

DARAH FESES ARTHROPODA

Koleksi Langsung
Superficial scraping
Natif Ulas Darah PCR Skin scraping Deep scraping
Tebal ELISA Cellophane tape
Trikogram
Natif
Giemsa Staining Wright Staining Pemeriksaan
Makroskopis Semi-permanen
Permanen

Kualitatif Kuantitatif

Natif Konsentrasi Metode Metode

Stoll Mc Master

Sedimentasi Pengapungan

Denpasar,
Mengetahui,
Dosen Pembimbing Mahasiswa

Dr. drh. Nyoman Adi Suratma, MP Derisna Sawitri Ungsyani

NIP. 19600305 198703 1 001 NIM. 2009611027
 DAFTAR PUSTAKA

Afolabi KO, Iweriebor BC, Okoh AI, Obi LC. 2017. Global Status of Porcine circovirus
Type 2 and Its Associated Diseases in Sub-Saharan Africa. Hindawi Advances in
Virology Article ID 6807964: 1-26.
Besung INK, Suarjana IGK, Agustina KK, Winaya IBO, Soeharsono H, Suwiti NK,
Mahardika GN. 2019. Isolation and identification of Streptococcus suis from sick pigs
in Bali, Indonesia. BMC Res Notes 12: 795.
Breitbart M, Delwart E, Rosario K, Segales J, Varsani A. 2017. Ictv Report. C. ICTV Virus
Taxonomy Profile: Circoviridae. J. Gen. Virol. 98 (8): 1997-1998.
Chae C. 2012. Porcine circovirus type 2 and its associated diseases in Korea. Virus Research
164 (1-2): 107–113.
Chang, H.W., Jeng, C.R., Lin, T.L., Liu, J.J., Chiou, M.T. 2006. Immuno pathological effects
of porcine circovirus type 2 (PCV2) on swine alveolar macrophages by in vitro
inoculation. Veterinary Immunology and Immunopathology 110: 207-219.
Dione M, Masembe C, Akol J, Amia W, Kungu J, Lee HS, Wieland B. 2018. The importance
of on-farm biosecurity: sero-prevalence and risk factors of bacterial and viral
pathogens in smallholder pig systems in Uganda. Acta Trop 187: 214-221.
Ellis, J., Hassard, L., Clark, E., Harding, J., Allan, G. 1998. Isolation of Circovirus from
lesions of pigs with post weaning multi systemic wasting syndrome. The Canadian
Veterinary Journal 39: 44–51.
Gjurovski I, Angelovski B, Dovenski T, Mitrov D, Ritoski T. 2015. Diagnostic
Characteristics of Circovirus Infection in Pigs. Mac Vet Rev 38 (1): 73-78.
Grau-Roma L, Fraile L, Segalés J. 2011. Recent advances in the epidemiology, diagnosis and
control of diseases caused by porcine circovirus type 2. The Veterinary Journal 187 :
23–32.
Gomez E, Kennedy CC, Gottschalk M, Cunningham SA Patel R, Virk A. 2014. Case Report:
Streptococcus suis-Related Prosthetic Joint Infection and Streptococcal Toxic Shock-
Like Syndrome in a Pig Farmer in the United States. Journal of Clinical Microbiology
52 (6): 2254-2258.
Gottschalk M. Streptococcus suis infection. In: Allen DG, Constable PD, Dart A, Davies PR,
Quesenberry KE, Reeves PT, Sharma JM, editors. 2016. Merck veterinary manual.
New Jersey: Merck Sharp & Dohme Corp.
Hansen MS, Segales J, Fernandes LT, Grau-Roma L, Bille-Hansen V, Larsen LE, Nielsen
OL. 2013. Detection of porcine circovirus type 2 and viral replication by in situ
hybridization in primary lymphoid organs from naturally and experimentally infected
pigs. Veterinary Pathology 50 (6): 980-988.
Helke KL, Ezell PC, Struuck RD, Swindle MM. 2015. Biology and Diseases of Swine.
Laboratory Animal Medicine: 695-769.
Kedkovid R, Sirisereewan C, Thanawongnuwech3 R. 2020. Major swine viral diseases: an
Asian perspective after the African swine fever introduction. Porcine Health
Management 6 (20): 1-11.
Kim SC, Nazki S, Kwon S, Juhng JH, Mun KH, Jeon DY, Jeong CG, Khatun A, Kang SJ,
Kim WI. 2018. The prevalence and genetic characteristics of porcine circovirus type 2
and 3 in Korea. BMC Veterinary Research 14 (294): 1-9.
Laisse CJ, Souza CK, Pereira PR, Lorenzo, CD, Bianchi MV, Mapaco LP, Pavarini SP, Canal
CW, Driemeier D. 2018. Detection and phylogenetic characterization of porcine
circovirus 2 from pigs in Mozambique. Journal of Veterinary Diagnostic
Investigation 30 (3): 342-347.
Li Z, He Y, Xu X, Leng X, Li S, Wen Y, Wang F, Xia M, Cheng S, Wu H. 2016.
Pathological and immunological characteristics of piglets infected experimentally
with a HP-PRRSV TJ strain. BMC Veterinary Research 12 (230): 1-9.
Mettenleiter, T.C., Ehlers, B., Muller, T., Yoon, K.-J., Teifke, J.P., 2012. Herpesviruses. In:
Zimmerman, J.J., Karriker, L.A., Ramirez, A., Schwartz, K.J., Stevenson, G.W.
(Eds.), Diseases of Swine, tenth ed. Wiley-Blackwell, Chichester, West Sussex.
Mora-Díaz J, Piñeyro P, Shen H, Schwartz K, Vannucci F, Li G, Arruda B, Giménez-Lirola
L. 2020. Isolation of PCV3 from Perinatal and Reproductive Cases of PCV3-
Associated Disease and In Vivo Characterization of PCV3 Replication in CD/CD
Growing Pigs. Viruses 12: 219.
Mukherjee P, Milton AAP, Karam A, Chakraborty AK, Das S, Puro K, Sanjukta R, Ghatak S,
Shakuntala I, Laha RG, Sen A. 2018. Porcine Circovirus2 (PCV2): A Review of
Disease Profile and Control. Indian J. Comp. Microbiol. Immunol. Infect. Dis. 39
(Special Issue): 38-50.
Opriessnig T, Meng XJ, Halbur PG. 2007. Porcine circovirus type 2–associated disease:
Update on current terminology, clinical manifestations, pathogenesis, diagnosis, and
intervention strategies. J Vet Diagn Invest 19: 591-615.
Opriessnig, T., Langohr, I., 2013. Current state of knowledge on porcine circovirus type 2 -
associated lesions. Vet. Pathol. 50: 23–38.
Opriessnig, T., O’Neill, K., Gerber, P.F. 2013. A PCV2 vaccine based on genotype 2b is
more effective than a 2a-based vaccine to protect against PCV2b or combined
PCV2a/2b viremia in pigs with concurrent PCV2, PRRSV and PPV infection. Vaccine
31: 487–494.
Segalés J. 2014. Overview of Porcine Circovirus Diseases. MSD Manual Veterinary Manual:
1-5.
Seo HW, Park C, Kang I, Choi K, Jeong J, Park SJ, Chae C. 2014. Genetic and antigenic
characterization of a newly emerging porcine circovirus type 2b mutant first isolated
in cases of vaccine failure in Korea. Arch Virol 159: 3107–3111.
Slipranata M, Salasiaa SIO, Nugroho W, Sandi NA, Cargill C, Mahalaya S. 2016. Phenotypic
and Genotypic Characterization of Streptococcus suis Isolated from Pigs in Papua.
Asian J. Anim. Vet Adv 11 (5): 303-308.
Suartha IN, Anthara IMS, Wirata IW, Dewi NMRK, Narendra IGN, Mahardika IGN. 2015.
Prevalensi Porcine Circo Virus Secara Serologis Pada Peternakan Babi di Bali. Jurnal
Kedokteran Hewan 9 (1): 52-54.
Rose, N., Opriessnig, T., Grasland, B., Jestin, A., 2012. Epidemiology and transmission of
porcine circovirus type 2 (PCV2). Virus Res. 164, 78–89.
Raev SA, Yuzhakov AG, Alekseev KP, Kostina LV, Gulyukin MI, Stepanova TV,
Zaberezhniy AD, Aliper TI. 2019. Transmission of porcine circovirus genotype type 2
(PCV2) in Russia and genotype association (PCV2d) with porcine dermatitis and
nephropathy syndrome (PDNS). AGRITECH IOP Conf. Series: Earth and
Environmental Science 315.
Wang HY, Song JK, Shin S, Kim H. 2020. Comparison of Multiplex Real-Time PCR and
PCR-Reverse Blot Hybridization Assays for the Direct and Rapid Detection of
Porcine Circovirus Type 2 Genotypes. Frontiers in Veterinary Science 7 (200): 1-9.
Wang Q, Zhou H, Lin H, Ma Z, Fan H. 2020. Porcine circovirus type 2 exploits
JNK‑mediated disruption of tight junctions to facilitate Streptococcus suis
translocation across the tracheal epithelium. Veyerinary research 51: 31.
Zheng G, Lu Q, Wang F, Xing G, Feng H, Jn Q, Guo Z, Teng M, Hao H, Li D, Wei X, Zhang
Y, Deng R, Zhang G. 2020. Phylogenetic analysis of porcine circovirus type 2
 (PCV2) between 2015 and 2018 in Henan Province, China. BMC Veterinary Research
16:6
Zimmerman JJ, Karriker LA, Ramirez A, Schwartz KJ, Stevenson GW. 2012. Diseases of
swine, 10th ed. Wiley-Blackwell, Chichester, United Kingdom.