Anda di halaman 1dari 73

TUGAS MATERNITAS II

“ KESEHATAN WANITA PADA MASA REPRODUKSI ”

DOSEN PEMBIMBING :
Binarni Suhertusi M.keb
DISUSUN OLEH :
Sonia Aprilia
10105033
Keperawatan IV A

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


STIKes ALIFAH PADANG
2020
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Gangguan Perdarahan
A. Perdarahan Awal Kehamillan Dan Kehamilan Lanjut
A. Definisi

Perdarahan antenatal pada trimester pertama (kehamilan muda) adalah

 perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 22 minggu (Saifuddin : 2004).

Perdarahan antenatal pada kehamilan lanjut adalah perdarahan pada kehamilan


setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan atau perdarahan intrapartum sebelum
kelahira (Saifuddin : 2004).

B. Etiologi

a. Perdarahan pada Kehamilan muda

1) Abortus

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar Rahim, sebagai
batasan yaitu kehamilan kurang dari 20mgg atau berat janin kuarang dari 500gram.
( mucthar2012)

Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis

 jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam
uterus.Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.Abortus
biasanya disertai dengan perdarahan di dalam desidua
 basalis dan perubahan nekrotik di dalam jaringan-jaringan yang berdekatan dengan tempat
perdarahan.Ovum yang terlepas sebagian atau seluruhnya dan mungkin menjadi benda asing
di dalam uterus sehingga merangsang kontraksi uterus dan mengakibatkan pengeluaranjanin.

2) KehamilanEktopik

kehamilanektopikadalahkehamilandiluarRahim,misalnyadalamtuba,rongga

 perut, servix, atau dalam tanduk rudimeter Rahim.(kusmiyati 2008)Proses implantasi ovum
yang dibuahi terjadi di tuba pada dasarnya sama halnya di

kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner.Perkembangan telur selanjutnya dibatasi
oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian direasibsu,
setekag tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan
3
yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis.Pembentukan desidua di tuba
tidak sempurna.Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa factor,seperti
tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang
terjadiolehinvasitrofoblas.Mengenainasibkehamilandalamtubaterdapat
 beberapa kemungkinan .sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan
antara 6 sampai 10 minggu.

1. Hasil konsepsi mati dini dan resor 2.


Abortus ke dalam lumen tuba
3. Rupture dinding tuba.

Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah dibuahi
dalam prjalanannya menuju kavum utei.Pada suatu saat kebutuhan embrio dalam tuba tidak
dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu. Ada beberfapa kemungkinan
akibat dari hal ini yaitu :

a) Kemungkinan “tubal abortion “, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung distal
(timbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi pada
kehamilanampulla,darahyangkeluardankemudianmasukkerongga
 peritoneum baisanya tidak begityu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dindingtuba.

 b) Kemungkinan rupture dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat dari
distensi berlebihantuba.

c) Faktor abortus ke dalam lumen tuba.

Rupture dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan

 biasanya pada kehamilan muda. Rupture dapat terjadi secara spontan atau karena trauma
koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadiperdarahan

4
dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit hinggabanyak, sampai menimbulkansyok dan
kematian.

b. Perdarahan pada kehamilan Lanjut 1)


PlasentaPrevia
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sedemikia rupa
sehingga berdekatan atau menutupi ostium uteri internum secara
 partial maupun total.

Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus.Kadang-kadang

 bagian atau seluruh organ dapat melekat pada segmen bawah uterus, dimana hal ini dapat
diketahui sebagai plasenta previa.Karena segmen bawah agak merentang selama kehamilan
lanjut dan persalinan, dalam usaha mencapai dilatasi serviks dan kelahiran anak, pemisahan
plasenta dari dinding uterus sampai tingkattertentu tidak dapat dihindarkan sehingga
terjadipendarahan.

C. Klasifikasi

Terdapat beberapa kemungkinan implantasi plasenta pada plasenta previa :

a)complete b)parsial c)marginal d) lowlying

1. Plasenta previa totalis atau komplit

Plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum 2.


Plasenta previa parsialis

5
Plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum

6
3. Plasenta previa marginalis

Plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum 4.


Plasenta letak rendah
Plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dimana tepi plasenta

 berjarak < 2 cm dari ostium uteri internum.


Apabila

D. Etiologi

Etiologi plasenta previa belum diketahui secara pasti, namun beberapa faktor
risikotelahditetapkansebagaikondisiyangberhubungandenganterjadinya
 plasenta previa. Faktor risiko tersebut meliputi hamil usia tua, multiparitas, kehamilan ganda,
merokok selama masa kehamilan, janin laki-laki, riwayataborsi, riwayat operasi pada uterus,
riwayat plasenta previa pada kehamilan sebelumnya danIVF.

2) Solusio Plasenta

Merupakan perdarahan yang terjadi karena lepasnya plasenta dari insersinya di fundus uteri
sebelum waktu persalinan.Solusio plasenta adalahterlepasnya
 plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku
apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500gram.

E. Kllasifikasi

1) Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajatpelepasan

 plasenta:

a) Solusio plasenta totalis, plasenta terlepasseluruhnya.

7
 b) Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.

c) Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.

2) Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan: a)


Solusio plasenta dengan perdarahankeluar
 b) Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk hematoma
retroplacenter 
c) Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion.

F. Etiologi

Penyebab primer belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi

 predisposisi, yaitu :

1) Faktor kardio-reno-vaskuler

Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia


daneklamsia.Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi padaseparuh
kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai
penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yangdisebabkan olehkehamilan.
1) Faktortrauma

a) Dekompresiuteruspadahidroamniondangemeli.

 b) Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar
atau tindakan pertolongan persalinan
c) Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain. 1)
Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Beberapa

 penelitian menerangkan bahwa makin tinggi paritas ibu makin kurang baik
keadaanendometrium.
1) Faktor usiaibu

Makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.

8
2) Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkansolusio

 plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma


3) Faktor pengunaankokain

Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan

 pelepasan katekolamin yang bertanggung jawab atas terjadinyavasospasme

 pembuluh darah uterus dan berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesisini

 belum terbukti secara definitif 4)


Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai
dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada
ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan
 beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya 5)
Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Halyangsangatpentingdanmenentukanprognosisibudenganriwayatsolusio

 plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilanberikutnya

 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta
6) Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava
inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan,dan lain-lain.

G. ManifestasiKlinik

a. Perdarahan kehamilan muda

1) Abortus

a. Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.

 b. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan
darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal
ataumeningkat.

c. Pendarahan pervaginam, mungkin disertai hasil konsepsi.

9
d. Rasa mulas atau keram perut didaerah atas simfisis, sering disertai nyeri

 pinggang akibat kontraksi uterus. e.


Pemeriksaan ginekologis.
(1) Inspeksi vulva: perdarahanpervaginam

(2) Inspeksi perdarahan pada kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup.

(3) Colok vagina porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atautidak

 jaringan dalam kavum uteri.

2) Kehamilanektopik

Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda; dari

 perdarahan yang banyak yang tiba-tiba dalam ronggaperut sampai terdapatnya gejala yang
tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosanya.Gejala dan tanda tergantung padalamanya
kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan
yang terjadi dan keadaanumum penderita sebelum hamil.Perdarahan pervaginam merupakan
tanda penting kedua pada kehamilan ektopik terganggu.Halini menunjukkan kematian
janin.Kehamilan ektopik terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala
 perdarahanmendadak dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut sampai gejala-
gejala yang samar-samar sehingga sulit untuk membuatdiagnosanya.
Secara umum, tanda dan gejala kehamilan ektopik adalah

a) Nyeri abdomen bawah atau pelvic, disertai amenorrhea atau spottingatau

 perdarahan vaginal

 b) Menstruasi abnormal

c) Abdomen dan pelvis yanglunak

d) Perubahan pada uterus yang dapat terdorong ke satu sisi oleh massa kehamilan, atau
tergeser akibat perdarahan. Dapat ditemukan sel desidua pada endometriumuterus.

10
e) Penurunan tekanan darah dan takikardi bila terjadi hipovolemi. f)
Massapelvis
g) Kuldosentesis. Untuk identifikasi adanya hemoperitoneum yang ditandai

Beberapa gejala berikut dapat membantu dalam mendiagnosis kehamilan ektopik:

1. Nyeri: Nyeri panggul atau perut hampir terjadi hampir 100% kasus kehamilanektopik.
Nyeri dapat bersifat unilateral atau bilateral , terlokalisasi atau tersebar.

2. Perdarahan: Perdarahan abnormal uterin, biasanya membentuk bercak. Biasanya terjadi


pada 75%kasus

3. Amenorhea: Hampir sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik yang memiliki
berkas perdarahan pada saat mereka mendapatkan menstruasi, dan mereka tidak menyadari
bahwa merekahamil

b. Perdarahan kehamilan tua

1) Plasenta Previa

Menururt FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa diantaranya adalah : 1.
Pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya dan berulang.
2. Darah biasanya berwarna merah segar atau kehitaman dengan bekuan. 3. Terjadi
pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas
4. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letakjanin.

5. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila
dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding)
biasanya lebihbanyak.

11
2) Solusio plasenta

Manifestasi klinis solusio plasenta dapat dibagi menjadi :

a) Anamnesis

Perdarahan biasanya pada trimester ketiga, perdarahan pervaginan berwarnakehitam-hitaman


yang sedikit sekali dan tanpa rasa nyeri sampai dengan yang disertai nyeri perut, uterus
tegang perdarahan pervaginan yang banyak, syok dankematian janin intra uterin.

 b) Pemeriksaan fisik

Tanda vital dapat normal sampai menunjukkan tanda syok. c)


Pemeriksaan obstetri
 Nyeri tekan uterus dan tegang, bagian-bagian janin yang sukar dinilai, denyut

 jantung janin sulit dinilai / tidak ada, air ketuban berwarna kemerahan karena tercampur
darah.

H. TesDiagnostik

a. Perdarahan kehamilanAwal

1) Abortus

a) Positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelahabortus

 b) Pemeriksaaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup c)
Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion

2) Kehamilanektopik

Walaupun diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara ditegakkan, antara lain
dengan melihat :

a) Anamnesis dan gejalaklinis

12
Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada
perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah.Berat atau ringannya nyeri
tergantung pada banyaknya darah yang terkumpuldalam
 peritoneum.

 b) Pemeriksaan fisik

Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa.Adanya tanda-tanda
syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen
akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekandan nyeri lepas dindingabdomen.

c) Pemeriksaan ginekologis.

Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris kanan dan kiri.

d) PemeriksaanPenunjang

(1) Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+). Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan
jumlah sel darah merah dapatmeningkat.

(2) USG : Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri,Adanya kantung kehamilan di
luar kavum uteri,Adanya massa komplek di ronggapanggul.

e) Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas
adadarah.

f) Diagnosis pasti hanya ditegakkan denganlaparotomi.

g) Ultrasonografi berguna pada 5  – 10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di luaruterus.

13
b. Perdarahan kehamilanlanjutan

1. Plasenta Previa

a) Anamnesis : adanya perdarahan per vaginam pada kehamilan lebih 20 minggudan


berlangsung tanpa sebab.

 b) Pemeriksaan luar : sering ditemukan kelainan letak. Bila letak kepala maka kepala belum
masuk pintu atas panggul.

c) Inspekulo : adanya darah dari ostium uterieksternum.

d) USG untuk menentukan letak plasenta. Penentuan letak plasenta secara langsung dengan
perabaan langsung melalui kanalis servikalis tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena
dapat menyebabkan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu cara inihanya

2. Solusioplasenta

a.Pemeriksaanlaboratoriumdarah:hemoglobin,hemotokrit,trombosit,waktu

 protombin, waktu pembekuan, waktu tromboplastin, parsial, kadar fibrinogen, dan elektrolit
plasma

 b. Cardiotokografi untuk menilai kesejahteraan janin.

c. USG untuk menilai letak plasenta, usia gestasi dan keadaan janin.

I. Penatalaksanaan Medis

Perdarahankehamilanmuda

1.Abortus
2. Kehamilan ektopik

Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara lain lokasi
kehamilan dan tampilan klinis. Sebagai contoh, penatalaksanaan kehamilan
tubaberbedadaripenatalaksanaankehamilanabdominal.Selainitu,perlu

14
dibedakan pula penatalaksanaan kehamilan ektopik yang belum terganggu dari kehamilan
ektopik terganggu.Tentunya penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik yang belum
terganggu berbeda dengan penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik terganggu yang
menyebabkan syok.

Seorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih dalam kondisi baik dan
tenang, memiliki 3 pilihan, yaitu penatalaksanaan ekspektasi (expectant management),
penatalaksanaan medis dan penatalaksanaanbedah.

1. PenatalaksanaanEkspektasi

Penatalaksanaan ekspektasi didasarkan pada fakta bahwa sekitar 75% -hCG.

 pasien dengan kehamilan ektopik akan mengalami penurunan kadar Pada

 penatalaksanaan ekspektasi, kehamilan ektopik dini dengan kadar -hCG yang stabil atau
cenderung turun diobservasi ketat. Oleh sebab itu, tidak semua pasiendengan kehamilan
ektopik dapat menjalani penatalaksanaan seperti ini. Penatalaksanaan ekspektasi dibatasi pada
-hCG yang keadaan-keadaanberikut:

a. Kehamilan ektopik dengan kadarmenurun

 b. Kehamilan tuba

c. Tidak ada perdarahan intraabdominal atau rupture

d. Diameter massa ektopik tidak melebihi 3.5 cm. Sumber -hCG awal harus kurang dari
1000 mIU/mL,lain menyebutkan bahwa kadar dan diameter massa ektopik tidak melebihi 3.0
cm. Dikatakan bahwa penatalaksanaan ekspektasi ini efektif pada 47-82% kehamilantuba.

2. PenatalaksanaanMedis

a. Methotrexate

Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan, termasuk
penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan merusak sel-sel
trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik, methotrexate diharapkan
dapat merusak sel-sel
trofoblassehinggamenyebabkanterminasikehamilantersebut.Sepertihalnya

15
dengan penatalaksanaan medis untuk kehamilan ektopik pada umumnya, kandidat-kandidat
untuk terapi methotrexate harus stabil secara hemodinamis dengan fungsi ginjal, hepar dan
profil darah yang normal.

Harus diketahui pula bahwa terapi methotrexate maupun medis secara umum mempunyai
angka kegagalan sebesar 5-10%, dan angka kegagalanmeningkat
 pada usia gestasi di atas 6 minggu atau bila massa hasil konsepsi berdiameter lebih dari
4cm.

Pasien harus diinformasikan bahwa bila terjadi kegagalan terapi medis,

 pengulangan terapi diperlukan, dan pasien harus dipersiapkan untuk kemungkinan menjalani
pembedahan.Selain itu, tanda-tanda kehamilan ektopik terganggu harus selalu diwaspadai.Bila
hal tersebut terjadi, pasien harus sesegera mungkin menjalani pembedahan.Senggama dan
konsumsi asam folat juga dilarang. Tentunya methotrexate menyebabkan beberapa efek
samping yang harus diantisipasi, antara lain gangguan fungsi hepar, stomatitis, gastroenteritis
dan depresi sumsum tulang. Beberapa prediktor keberhasilan terapi dengan methotrexate yang
-hCG, progesteron, disebutkan dalam literatur antara lain kadar aktivitas jantung janin, ukuran
massa hasil konsepsi dan ada/tidaknya cairan bebas dalam ronggaperitoneum.

 Namun disebutkan dalam sumber -hCG-lah yang bermakna secara statistik. Untuk lain bahwa
hanya kadar -hCG serial dibutuhkan. Pada memantau keberhasilan terapi, pemeriksaan hari-
hari pertama setelah dimulainya pemberian methotrexate, 65-75% pasien akan mengalami
nyeri abdomen yang diakibatkan pemisahan hasil konsepsi dari tempat implantasinya
(separation pain), dan hematoma yang meregangkan dinding tuba. Nyeri ini dapat diatasi
dengan analgetik -hCG umumnya tidak terdeteksi lagi dalam 14-21 hari nonsteroidal. setelah
pemberianmethotrexate. Pada hari-hari pertama pula massa hasil konsepsi akan tampak
membesarpadapencitraanultrasonografiakibatedemadanhematoma,sehingga
 jangan dianggap sebagai kegagalan terapi. -hCG masih perlu diawasi setiap Setelah terapi
berhasil, kadar minggunya hingga kadarnya di bawah 5mIU/mL.

Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel.Dosis


tunggalyangdiberikanadalah50mg/m2(intramuskular),sedangkandosis

16
multipel yang diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari

 pertama, ke-3, 5, dan hari ke-7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke
dalam regimen pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan diberikan pada hari
ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi methotrexate dosis multipel tampaknya memberikan efek negatif
pada patensi tuba dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9.
Methotrexate dapat
 pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam massa hasil konsepsi. Terapi
methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan
ektopik yang belumterganggu.

 b. Actinomycin

 Neary dan Rose melaporkan bahwa pemberian actinomycin intravena selama 5 hari berhasil
menterminasi kehamilan ektopik pada pasien-pasien dengan kegagalan terapi
methotrexatesebelumnya.

c. Larutan Glukosa Hiperosmolar

Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparoskopi juga merupakan alternatif terapi medis
kehamilan tuba yang belum terganggu.Yeko dan kawan-kawan melaporkankeberhasilan
injeksi larutan glukosa hiperosmolar dalam menterminasi kehamilan tuba.Namun pada
umumnya injeksi methotrexate tetap lebih unggul.Selain itu, angka kegagalan dengan terapi
injeksi larutan glukosa tersebut cukup tinggi, sehingga alternatif ini jarang digunakan.

3. PenatalaksanaanBedah

1) Salpingostomi

Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang

 berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii.Pada

 prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di
perbatasan antimesenterik.Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos dan kemudian
dikeluarkan dengan hati-hati.Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit dan dapat
dikendalikan dengan elektrokauter.Insisikemudian

17
dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam.Prosedur ini dapat
dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi.Metode perlaparoskopi saat ini menjadi
gold standard untuk kehamilan tuba yang belum terganggu.Sebuah penelitian di Israel
membandingkan salpingostomi perlaparoskopi dengan injeksi methotrexate per
laparoskopi.Durasi pembedahan pada grup salpingostomi lebih lama daripada durasi
pembedahan pada grup methotrexate, namun grup salpingostomi menjalani masa rawat inap
yang lebih singkat dan insidens aktivitas trofoblastik persisten pada grup ini lebih
rendah.Meskipun demikian angka keberhasilan terminasi kehamilan tuba dan
angkakehamilanintrauterinesetelahkehamilantubapadakeduagruptidak
 berbeda secara bermakna. 2)
Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada salpingotomi
insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidakada perbedaan bermakna
dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba
 pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi. 3)
Salpingektomi
Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum maupun yang sudah
terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi. Salpingektomi
diindikasikan pada keadaan-keadaan berikutini:

a. kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu)

 b. pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif c.


terjadi kegagalan sterilisasi
d. telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya e. pasien
meminta dilakukan sterilisasi
f. perdarahan berlanjut pasca salpingotomi g.
kehamilan tuba berulang
h. kehamilan heterotopik, dan massa gestasi berdiameter lebih dari 5cm.

18
Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan

 pada kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada
salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan penyempitan
lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada kehamilan pars interstitialis, sering
kali dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan perdarahan masif yang terjadi. Pada
salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan
kemudian sisanya (stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika diligasi,
sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan.Tuba yang direseksi dipisahkan dari
mesosalping.

i. Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi

Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari fimbrae tanpa
melakukan fimbraektomi. Dengan menyemburkan cairan di bawah tekanan dengan alat
aquadisektor atau spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong
danlepasdariimplantasinya.Fimbraektomidikerjakanbilamassahasilkonsepsi
 berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan

 bertekanan.

b.Perdarahankehamilanlanjutan

1. PlasentaPrevia

Menurut Wiknjosastro (2005), penatalaksanaan yang diberikan untuk penanganan

 plasenta previa tergantung dari jenis plasenta previanya yaitu : a) Kaji


kondisi fisik klien
 b) Menganjurkan klien untuk tidak coitus c)
Menganjurkan klien istirahat
d) Mengobservasi perdarahan e)
Memeriksa tanda vital

19
f) Memeriksa kadarHb

g) Berikan cairan pengganti intravenaRL

h) Berikanbetametasonuntukpematanganparubilaperludanbilafetusmasih

 premature

i) Lanjutkan terapi ekspektatif bila KU baik, janin hidup dan umurkehamilan

2. Solusioplasenta

a. Harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas operasi .

 b. Sebelum dirujuk , anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap
kekiri,tidakmelakukansenggama,menghindaripeningkatantekananrongga
 perut .

c. PasanginfuscairanNaclfisiologi.Bilatidakmemungkinkan.berikancairan

 peroral .

d. Pantau tekanan darah & frekuensi nadi tiap 15 menit untuk mendeteksi adanya hipotensi /
syk akibat perdarahan .pantau pula BJJ & pergerakan janin.

e. Bila terdapat renjatan , segera lakukan resusitasi cairan dan tranfusi darah , bila
tidakteratasi,upayakanpenyelamatanoptimal.bilateratsiperhatikankeadaan
 janin .

f. Setelah renjatan diatasi pertimbangkan seksio sesarea bila janin masih hidup atau
persalinan pervaginam diperkirakan akan berlangsung lama .bila renjatan tidak dapat diatasi ,
upayakan tindakan penyelamatan optimal.

g. Setelahsykteratasidanjaninmati,lihatpembukaan.bilalebihdari6cm

 pecahkan ketuban lalu infus oksitosin . bila kurang dari 6 cm lakukan seksio sesarea.

Bila tidak terdapat renjatan dan usia gestasi kurang dari 37 minggu / taksiran berat

 janin kurang dari 2.500 gr .penganganan berdasarkan berat / ringannya penyakit

J. Komplikasi

20
a. Perdarahan kehamilanmuda

1. Abortus

Komplikikasi utama dapat mencakup hemoragi, syok, renal failure (faal ginjal rusak), infeksi
kadang-kadang sampai terjadi sepsis

2. Kehamilanektopik

Komplikasi yang dapat terjadi yaitu :

 pengobatan konservatif,Pada yaitu bila kehamilan ektopik terganggu telah lama

 berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang, Ini merupakan indikasi operasi.

b. Perdarahan kehamilanlanjutan

1. Plasenta Previa

Pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat perdarahan, anemia karena

 perdarahan.Plasentitis, dan endometritis pasca persalinan. Pad janin biasanya terjadi


persalinan premature dan komplikasinya seperti asfiksiaberat.

2. Solusioplasenta

1. Langsung(immediate)

• Perdarahan

• Infeksi

• emboli dan syokabtetric.

 b. Tidak langsung (delayed)

• couvelairuterus,sehingakontraksitakbaik,menyebabkanperdarahanpost

 partum

• hipofibrinogenamia dengan perdarahan postpartum.

• nikrosiskorteksneralis,menyebabkananuriadanuremi
21
• kerusakan-kerusakan organ seperti hati,hipofisis.

c. Tergantungluasplasentayangterlepasdanlamanyasolusioplasenta

 berlangsung. Komplikasi pada ibu ialah perdarahan, koalugopati konsumtif (kadar fibrinogen
kurang dari 150 mg % dan produk degradasi fibrin meningkat), oliguria, gagal ginjal, gawat
janin, kelemahan janin dan apopleksia utero plasenta
(uteruscouvelar).Bilajanindapatdiselamatkan,dapatterjadikomplikasiasfiksia,
 berat badan lahir rendah da sindrom gagal nafas.

B. Perdarahan Pasca Persalinan

A. Definisi

Perdarahan pasca salin didefinisikan  kehilangan darah 500 cc dalam persalinan pervaginam atau 1000 cc dalam persalinan perabdominal.
( Ramanathan G, Arulkumaran S ,2006)
Menurut waktu terjadinya dibagi menjadi dua:
1) Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage, atau Perdarahan Postpartum Primer, atau Perdarahan Pasca Persalinan
Segera). Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia
uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
2) Perdarahan masa nifas (perdarahan pasca salin kasep atau Perdarahan Persalinan Sekunder atauperdarahan pasca persalinan lambat). Perdarahan
pasca persalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan pasca persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim
yang tidak baik (subinvolusio uteri), atau sisa plasenta yang tertinggal.

B. EPIDEMIOLOGI

1. Insiden
Angka kejadian perdarahan pasca salin setelah persalinan pervaginam yaitu 5-8 %. Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum
perdarahan yang berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang
setelah persalinan.(Alan H, Decherney,2003)
2. Peningkatan angka kematian di Negara berkembang
Di negara kurang berkembang merupakan penyebab utama dari kematian maternal. Hal ini disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai,
kurangnya layanan transfusi, kurangnya layanan operasi.

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi perdarahan pasca persalinan


1.Perdarahan pasca persalinan dan usia ibu
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pascapersalinan
yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum
berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan
fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pascapersalinan terutama perdarahan akan lebih besar. Perdarahan

22
pascapersalinan yang mengakibatkan kematian maternal pada wanita hamil yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi
daripada perdarahan pascapersalinan yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan pascapersalinan meningkat kembali setelah usia 30-35tahun.
(Tsu VD,1993)

2.  Perdarahan pascapersalinan dan gravida


Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang termasuk multigravida mempunyai risiko lebih tinggi terhadap terjadinya perdarahan
pascapersalinan dibandingkan dengan ibu-ibu yang termasuk golongan primigravida (hamil pertama kali). Hal ini dikarenakan pada multigravida,
fungsi reproduksi mengalami penurunan sehingga kemungkinan terjadinya perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar. (Tsu VD,1993)

3.  Perdarahan pasca persalinan dan paritas


Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas
satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan pascapersalinan lebih tinggi. Pada paritas yang rendah (paritas satu),
ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan yang pertama merupakan faktor penyebab ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani
komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas..(Tsu VD,1993)

4.   Perdarahan pascapersalinan dan Antenatal Care


Tujuan umum antenatal care adalah menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu serta anak selama dalam kehamilan, persalinan dan nifas
sehingga angka morbiditas dan mortalitas ibu serta anak dapat diturunkan.
Pemeriksaan antenatal yang baik dan tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi terutama perdarahan yang selalu mungkin terjadi setelah
persalinan yang mengakibatkan kematian maternal dapat diturunkan. Hal ini disebabkan karena dengan adanya antenatal care tanda-tanda dini
perdarahan yang berlebihan dapat dideteksi dan ditanggulangi dengan cepat. (Tsu VD,1993)

5.  Perdarahan pascapersalinan dan kadar hemoglobin


Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai hemoglobin dibawah nilai normal. Dikatakan anemia jika kadar hemoglobin
kurang dari 8 gr%. Perdarahan pascapersalinan mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml atau lebih, dan jika hal ini terus dibiarkan tanpa
adanya penanganan yang tepat dan akurat.

D. ETIOLOGI
Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan perdarahan pasca salin, faktor-faktor yang menyebabkan perdarahan pasca salin adalah atonia
uteri, perlukaan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan, pembekuan darah. Secara garis besar dapat disimpulkan penyebab perdarahan
post partum adalah 4 T: ( Mukherjee S, Arulkumaran S, 2009 )

1. Tone Dimished : Atonia uteri


Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum
secara fisiologis di kontrol oleh kontraksi serat-serat miometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada
tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus
membesar dan lembek pada palpasi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan
mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebab utama
perdarahan pasca salin.
Disamping menyebabkan kematian, perdarahan pasca salin memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang.
Perdarahan yang banyak bisa menyebabkan “ Sindroma Sheehan “ sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufiensi
bagian tersebut dengan gejala : astenia, hipotensi, dengan anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual
dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenorea dan kehilangan fungsi
laktasi.
Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi :
·         Manipulasi uterus yang berlebihan
·         General anestesi (pada persalinan dengan operasi )
·         Uterus yang teregang berlebihan
·         Kehamilan kembar

23
·         Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 – 5000 gram )
·         polyhydramnion
·         Kehamilan lewat waktu
·         Partus lama
·         Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus ),
·         Anestesi yang dalam
·         Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ),
·         Plasenta previa
·         Solutio plasenta
2. Tissue
a. Retensio plasenta
b. Sisa plasenta
Retensio Plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi lahir. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan
plasenta:
1.Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang
tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
2.Kelainan dari placenta dan sifat perlekatan placenta pada uterus.
3.Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta
menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan
plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
Sebab-sebab terjadinya retensio plasenta ini adalah:
1. Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat lebih dalam. Perdarahan tidak akan terjadi jika plasenta belum lepas sama
sekali dan akan terjadi perdarahan jika lepas sebagian. Hal ini merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Menurut tingkat perlekatannya dibagi
menjadi:
a.Plasenta adhesiva, melekat pada endometrium, tidak sampai membran basal.
b.Plasenta inkreta, vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua sampai ke miometrium.
c.Plasenta akreta, menembus lebih dalam ke miometrium tetapi belum menembus serosa.
d.Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim.
2.Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena
salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (plasenta
inkarserata)
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah fundus naik dimana pada perabaan uterus terasa bulat dan keras, bagian tali pusat yang berada di luar lebih
panjang dan terjadi perdarahan sekonyong-konyong. Cara memastikan lepasnya plasenta:
1.Kustner
Tangan kanan menegangkan tali pusat, tangan kiri menekan di atas simfisis. Bila tali pusat tak tertarik masuk lagi berarti tali pusat telah lepas.
2.Strassman
Tangan kanan menegangkan tali pusat, tangan kiri mengetuk-ngetuk fundus. Jika terasa getaran pada tali pusat, berarti tali pusat belum lepas.

3.Klein
Ibu disuruh mengejan. Bila plasenta telah lepas, tali pusat yang berada diluar bertambah panjang dan tidak masuk lagi ketika ibu berhenti
mengejan.Apabila plasenta belum lahir ½ jam-1 jam setelah bayi lahir, harus diusahakan untuk mengeluarkannya. Tindakan yang dapat dikerjakan
adalah secara langsung dengan perasat Crede dan Brant Andrew dan secara langsung adalah dengan manual plasenta.
Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta) merupakan penyebab umum terjadinya pendarahan lanjut dalam masa nifas (pendarahan pasca
persalinan sekunder). Pendarahan pasca salin yang terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi potongan-potongan kecil plasenta. Inspeksi
plasenta segera setelah persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan
plasenta dikeluarkan. (Winkjosastro H dkk ,2002)
Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat
menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta. (Winkjosastro H dkk ,2002)

24
3. Trauma
Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir
a. Ruptur uterus
b.Robekan jalan lahir
c. Inversio uterus
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus
sebelumnya, dan persalinan dengan induksi oxytosin. Rupture uterus sering terjadi akibat jaringan parut section secarea sebelumnya.Robekan jalan
lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan
pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan  serviks atau vagina. Setelah persalinan harus selalu
dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum juga perlu dilakukan setelah persalinan.
1.      Robekan vulva
Sebagai akibat persalinan, terutama pada seorang primipara, bisa timbul luka pada vulva di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan
tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak, khususnya pada luka dekat klitoris.
2.      Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya
terjadi di garis tengah dan menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati
pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar dari sirkumferensia suboksipitobregmatika atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal.
Tingkatan robekan pada perineum:
§  Tingkat 1: hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek
§  Tingkat 2: dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang menghubungkan otot-otot diafragma urogenitalis pada garis tengah terluka.
§  Tingkat 3: robekan total m. Spintcher ani externus dan kadang-kadang dinding depan rektum.
Pada persalinan yang sulit, dapat pula terjadi kerusakan dan peregangan m. puborectalis kanan dan kiri serta hubungannya di garis tengah.
Kejadian ini melemahkan diafragma pelvis dan menimbulkan predisposisi untuk terjadinya prolapsus uteri.
3.      Perlukaan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum jarang dijumpai. Kadang ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering
terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat
pada pemeriksaan spekulum. Robekan atas vagina terjadi sebagai akibat menjalarnya robekan serviks. Apabila ligamentum latum terbuka dan
cabang-cabang arteri uterina terputus, dapat timbul perdarahan yang banyak. Apabila perdarahan tidak bisa diatasi, dilakukan laparotomi dan
pembukaan ligamentum latum. Jika tidak berhasil maka dilakukan pengikatan arteri hipogastika.
§  Kolpaporeksis
Adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina. Hal ini terjadi apabila pada persalinan yang disproporsi sefalopelvik terdapat
regangan segmen bawah uterus dengan serviks uteri tidak terjepit antara kepala janin dengan tulang panggul, sehingga tarikan ke atas langsung
ditampung oleh vagina. Jika tarikan ini melampaui kekuatan jaringan, terjadi robekan vagina pada batas antara bagian teratas dengan bagian yang
lebih bawah dan yang terfiksasi pada jaringan sekitarnya. Kolpaporeksis juga bisa timbul apabila pada tindakan per vaginam dengan memasukkan
tangan penolong ke dalam uterus terjadi kesalahan, dimana fundus uteri tidak ditahan oleh tangan luar untuk mencegah uterus naik ke atas.
§  Fistula
Fistula akibat pembedahan vaginal makin lama makin jarang karena tindakan vaginal yang sulit untuk melahirkan anak banyak diganti dengan
seksio secarea. Fistula dapat terjadi mendadak karena perlukaan pada vagina yang menembus kandung kemih atau rektum, misalnya oleh
perforator atau alat untuk dekapitasi, atau karena robekan serviks menjalar ke tempat menjalar ke tempat-tempat tersebut. Jika kandung kemih
luka, urin segera keluar melalui vagina. Fistula dapat berupa fistula vesikovaginalis atau rektovaginalis.
4.      Robekan serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam.
Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti
meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks
uteri. Apabila ada robekan, serviks perlu ditarik keluar dengan beberapa cunam ovum, supaya batas antara robekan dapat dilihat dengan baik.
Apabila serviks kaku dan his kuat, serviks uteri dapat mengalami tekanan kuat oleh kepala janin, sedangkan pembukaan tidak maju. Akibat
tekanan kuat dan lama ialah pelepasan sebagian serviks atau pelepasan serviks secara sirkuler. Pelepasan ini dapat dihindarkan dengan seksio
secarea jika diketahui bahwa ada distosia servikalis. (Winkjosastro H dkk ,2002)
Inversio uteri dapat menyebabkan pendarahan pasca persalinan segera, akan tetapi kasus inversio uteri ini jarang sekali ditemukan. Pada inversio

25
uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Inversio uteri terjadi tiba-tiba
dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar.
Inversio uteri bisa terjadi spontan atau sebagai akibat tindakan. Pada wanita dengan atonia uteri kenaikan tekanan intraabdominal dengan
mendadak karena batuk atau meneran, dapat menyebabkan masuknya fundus ke dalam kavum uteri yang merupakan permulaan inversio uteri.
Tindakan yang dapat menyebabkan inversio uteri adalah perasat Crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat
dengan plasenta yang belum lepas dari dinding uterus.
Pada penderita dengan syok, perdarahan, dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai,
pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak di atas serviks atau dalam vagina sehingga diagnosis inversio uteri dapat dibuat. Pada
mioma uteri submukosum yang lahir dalam vagina terdapat pula tumor yang serupa, akan tetapi fundus uteri ditemukan dalam bentuk dan pada
tempat biasa, sedang konsistensi mioma lebih keras daripada korpus uteri setelah persalinan. Selanjutnya jarang sekali mioma submukosum
ditemukan pada persalinan cukup bulan atau hampir cukup bulan. (Winkjosastro H dkk ,2002)
Walaupun inversio uteri kadang-kadang bisa terjadi tanpa gejala dengan penderita tetap dalam keadaan baik, namun umumnya kelainan tersebut
menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi (15-70%). Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk
keselamatan penderita. (Winkjosastro H dkk ,2002)

4. Thrombin : Kelainan pembekuan darah


Kegagalan pembekuan darah atau koagulopati dapat menjadi penyebab dan akibat perdarahan yang hebat. Gambaran klinisnya bervariasi mulai
dari perdarahan hebat dengan atau tanpa komplikasi trombosis, sampai keadaan klinis yang stabil yang hanya terdeteksi oleh tes laboratorium.
Setiap kelainan pembekuan, baik yang idiopatis maupun yang diperoleh, dapat merupakan penyulit yang berbahaya bagi kehamilan dan persalinan,
seperti pada defisiensi faktor pembekuan, pembawa faktor hemofilik A (carrier), trombopatia, penyakit Von Willebrand, leukemia, trombopenia
dan purpura trombositopenia. Dari semua itu yang terpenting dalam bidang obstetri dan ginekologi ialah purpura trombositopenik dan
hipofibrinogenemia.
a.       Purpura trombositopenik
Penyakit ini dapat bersifat idiopatis dan sekunder. Yang terakhir disebabkan oleh keracunan obat-obat atau racun lainnya dan dapat pula menyertai
anemia aplastik, anemia hemolitik yang diperoleh, eklampsia, hipofibrinogenemia karena solutio plasenta, infeksi, alergi dan radiasi.
b.      Hipofibrinogenemia
Adalah turunnya kadar fibrinogen dalam darah sampai melampaui batas tertentu, yakni 100 mg%, yang lazim disebut ambang bahaya (critical
level). Dalam kehamilan kadar berbagai faktor pembekuan meningkat, termasuk kadar fibrinogen. Kadar fibribogen normal pada pria dan wanita
rata-rata 300mg% (berkisar 200-400mg%), dan pada wanita hamil menjadi 450mg% (berkisar antara 300-600mg%).

E. Hubungan Faktor Resiko dengan Pendarahan Pasca Partum


1)      Grande multipara
Uterus yang telah melahirkan banyak anak cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan. Paritas tinggi merupakan salah satu faktor
resiko terjadinya perdarahan postpartum. Hal ini disebabkan pada ibu dengan paritas tinggi yang mengalami persalinan cenderung terjadi atonia
uteri. Atonia uteri pada ibu dengan paritas tinggi terjadi karena kondisi miometrium dan tonus ototnya sudah tidak baik lagi sehingga menimbulkan
kegagalan kompresi pembuluh darah pada tempat implantasi plaseta yang akibatnya terjadi perdarahan postpartum. (Oktinikilah, 2009)
2)      Perpanjangan persalinan
Bukan hanya rahim yang lelah cenderung berkontraksi lemah setelah melahirkan tetapi juga ibu yang kelelahan kurang mampu bertahan terhadap
kehilangan darah.(Oktinikilah, 2009)
3)      Chorioamnionitis
Chorioamnionitis merupakan infeksi selaput ketuban yang juga akan merusak selaput amnion sehingga bisa pula pecah. Penyebabnya adalah
peningkatan tekana intracterine seperti pada kehamilan kembar dan polihidromion,trauma pada amniosintesis, hipermotilitas uterus dimana
kontraksi otot uterus rahim menjadi meningkat, menekan selaput amnion.
Semua hal tersebut dapat menyebabkan ketuban pecah dini. Pada ibu dengan ketuban pecah dini tetapi his (-) sehingga pembukaan akan terganggu
dan terhambat sementara janin mudah kekeringan karena pecahnya selaput amnion tersebut, maka Janin harus segera untuk dilahirkan atau
pengakhiran kehamilan harus segera dilakukan.
Ketuban yang telah pecah dapat menyebabkan persalinan menjadi terganggu karena tidak ada untuk pelicin Jalan lahir. Sehingga persalinan
menjadi kering ( dry labor). Akibatnya terjadi persalinan yang lama. (Iche Baretz, 2012)
4)      Hipertensi

26
Hipertensi atau tekanan darah tinggi terjadi ketika darah yang dipompakan oleh jantung mengalami peningkatan tekanan, hingga hal ini dapat
membuat adanya tekanan dan merusak dinding arteri di pembuluh darah. Seseorang dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan darahnya di atas
140/90 mmHG (berarti 140 mmHg tekanan sistolik dan 90 mmHg tekanan diastolik). Hipertensi pada kehamilan banyak terjadi pada usia ibu hamil
di bawah 20 tahun atau di atas 40, kehamilan dengan bayi kembar, atau terjadi pada ibu hamil dengan kehamilan pertama.
5)      Kehamilan multiple
Uterus yang mengalami peregangan secara berlebihan akibat keadaan-keadaan seperti bayi besar, kehamilan kembar dan polihidramnion
cenderung mempunyai daya kontraksi yang jelek. (Oktinikilah, 2009)
6)      Injeksi Magnesium sulfat dan Perpanjangan pemberian oxytocin
Terjadi relaksasi miometrium yang berlebihan, kegagalan kontraksi serta retraksi, atonia uteri dan perdarahan post partum.
Stimulasi dengan oksitoksin atau protaklandin dapat menyebabkan terjadinya inersia sekunder karena kelelahan pada otot-otot uterus( (Oktinikilah,
2009)

F   Perdarahan Post Partum berdasar Penyebabnya


a.    Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri
Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir
atau karena atonia uteri. Atoni uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum. Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang
lama; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau
anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah
sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah
kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan lembek.
Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu
yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada
persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari
dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan.
Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi
hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu
dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan
pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.
Adapun Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : Umur, Paritas, Partus lama dan partus terlantar, Obstetri operatif dan narkosa, Uterus terlalu
regang dan besar misalnya pada gemelli, hidramnion atau janin besar, Kelainan pada uterus seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio
plasenta, Faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi. (Abdul Bari, dkk, 2008)

b.    Perdarahan Pospartum akibat Retensio Plasenta


Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.  Penyebab retensio plasenta :
1)      Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya:
a)      Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
b)      Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke miometrium
c)      Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
d)     Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim.
2)      Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian
bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini
merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu
keduanya harus dikosongkan. (Abdul Bari, dkk, 2008)

c.       Perdarahan Postpartum akibat Subinvolusi


Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi, dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab terumum

27
perdarahan pascapartum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu pascapartum. Fundus uteri
letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bentuk serosa,
lalu ke bentuk lokia alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra, atau kembali ke bentuk rubra dalam beberapa hari pacapartum. Lokia yang tetap
bertahan dalam bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi. Jumlah lokia bisa lebih
banyak dari pada yang diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lokia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki
riwayat perdarahan yang tidak teratur, atau perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran. (Abdul Bari, dkk, 2008)

d.      Perdarahan Postpartum akibat Inversio Uteri


Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami
inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran
konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.
Pembagian inversio uteri :
1)   Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
2)   Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
3)   Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.
Penyebab inversio uteri :
1)   Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
2)   Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :
1)   Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
2)   Tarikan tali pusat yang berlebihan.
Gejala klinis inversio uteri :Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok.
Apalagbila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
Pemeriksaan dalam :
1)      Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam.
2)      Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak
Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik). (Abdul Bari, dkk, 2008)

e.       Perdarahan Postpartum Akibat Hematoma


Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum
yang ekimotik. Hematoma yang kecil diatasi dengan es, analgesic dan pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap
kembali secara alami. (Dian Husada,
2011)

f.       Perdarahan Postpartum akibat Laserasi /Robekan Jalan Lahir


Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri.
Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robelan servik atau vagina.
1)   Robekan Serviks
Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam.
Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti,
meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan
servik uteri
2)   Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih

28
sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru
terlihat pada pemeriksaan speculum
3)   Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya
terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin
melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika
4)   Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang
kuat. (Dian Husada, 2011)

C. Syok Hemoragik

A. Pengertian Syok Hemoragik


Syok hemoragik adalah suatu kondisi dimana perfusi jaringan menurun dan menyebabkan in adekuatnya hantaran oksigen dan nutrisi yang
diperlukan sel. Keadaan apapun yang menyebabkan kurangnya oksigenasi sel, maka sel dan organ akan berada dalam keadaan syok.Ditingkat
multiseluler syok lebih sulit untuk dijelaskan karena tidak semua jaringan dan organsecara klinis terganggu akibat kurangnya oksigen ini. Dekade
terakhir ini para klinisi berusahamenjelaskan dan memonitor utilisasi oksigen tingkat intraseluler, yang bermanfaat secarafisiologis dalam
menegakkan klinis dan pemeriksaan penunjang apa yang harus dilakukan.Ada 4 kelas syok, sebagai berikut:
1. Hipovolemik
2. Vasogenik (septik)
3. Kardiogenik
4. Obstuktif

Hipovolemik syok sering dijumpai dalam klinis, secara etiologi adalah akibat hilangnya volumsirkulasi, misal: pasien luka tusuk dan trauma
tumpul, perdarahan saluran cerna dan perdarahansaat kehamilan. Tubuh sebenarnya punya mekanisme kompensasi terhadap kehilangan ini
dalam batas tertentu melalui mekanisme neuronal dan humoral. Dengan pengetahuan tatalaksana trauma terkini memungkinkan pasien bisa
diselamatkan disaat mekanisme kompensasi tubuh tidak memadai.
Syok hemoragik disebabkan kehilangan akut dari darah atau cairan tubuh. Jumlah darah yang hilang akibat trauma sulit diukur dengan tepat
bahkan pada trauma tumpul sering diperkirakan terlalu rendah. Ingat bahwa:
Sejumlah besar darah dapat terkumpul dalam rongga perut dan pleura.
Perdarahan patah tulang paha (femur shaft) dapat mencapai 2 (dua) liter.
Perdarahan patah tulang panggul (pelvis) dapat melebihi 2 liter
Tindakan  utama dari syok hemoragik adalah mengontrol sumber perdarahan secepat mungkin dan penggantian cairan.  Salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah melalui transfuse massif.  Terdapat  banyak masalah terkait dengan transfuse masif, termasuk infeksi, imunologi, dan komplikasi
fisiologis yang berhubungan dengan pengumpulan, pengujian, pemeliharaan, dan penyimpanan produk darah. Dokter harus menyadari komplikasi
ini dan strategi untuk mencegah dan mengobatinya.
Syok hemoragik merupakan komplikasi yang jarang namun serius, yang mungkin terjadi dalam situasi kandungan atau ginekologi banyak.
Perdarahan merupakan penyebab utama kematian ibu di negara berkembang dunia. Kematian dan morbiditas sekunder untuk perdarahan menjadi
kurang umum karena pengenalan dini dan intervensi dan meningkatkan ketersediaan rekomendasi resources. Ten medis untuk pengelolaan syok
hemoragik adalah tercantum dalam teks berikut dan telah dinilai sesuai dengan tingkat bukti sebagaimana ditentukan oleh kriteria Kanada Task
Force pada Pemeriksaan Kesehatan Berkala  Dengue Shock dalam kebidanan Perdarahan obstetrik sering akut, dramatis, dan meremehkan.

B. Etiologi Syok
Penyebab syok bervariasi, tetapi semua ditandai dengan perfusi jaringan inadekuat. Mekanisme patofisiologi dasar yang tejadi pada syok adalah:
Vasokonstriksi atau vasodilatasi luas memperburuk tonus & resistensi vaskuler  perifer.
Penurunan volume intravaskuler (hipovolemia)
Cardiac output inadekuat

Apapun jenis penyebab utama syok, respon tubuh pada umumnya sama. Syok dapat terjadi akibat berbagai keadaan yang dapat digolongkan sesuai
empat mekanisme etiologi dasarnya : (1) mekanisme kardiogenik, (2) mekanisme obstruktif, (3) perubahan dalam volume sirkulasi, dan (4)
perubahan dalam distribusi sirkulasi.

29
C. Manifestasi Klinis
Secara umum manifestasi klinis syock yang muncul antara lain : pucat, bingung, coma tachicardy, Sianosis, Arithmia, gagal jantung kongestif,
Berkeringat, takipneu, Perubahan suhu, Oedem paru, Gelisah, Disorientasi. Sedang manifestasi klinis lain yang dapat muncul
1. Menurunnya filtrasi glomerulus
2. Menurunnya urin out put
3. Meningkatnya keeping darah
4. Asidosis metabolic
5. Hyperglikemi
Tubuh yang berusaha mempertahankan ke otak dan jantung perlu dibrikan pertolongan secepatnya. Terutama pada syok hipovelemik sedang dan
berat. Kesadaran adalah tanda yang vital dari pasien dengan shock hipovelemik sehingga perlu dievaluasi dengan sebaik mungkin. Utamakan
untuk memperbaiki sirkulasi terutama pada daerah otak dan jantung dan segera mungkin tangani penyebabnya agar shock tidak berkembang
(worthley,2000).

D. Tanda dan Gejala


Sistem Kardiovaskuler
Gangguan sirkulasi perifer – pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian vena perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah,
Nadi cepat dan halus, Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena adanya mekanisme kompensasi sampai terjadi
kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik, CVP rendah.
Sistem Respirasi
Pernapasan cepat dan dangkal.
Sistem saraf pusat
Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai
tidak sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya pasien memang karena kesakitan.
Sistem Saluran Cerna
Bisa terjadi mual dan muntah.
Sistem Saluran Kencing Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa adalah 60 ml/jam (1/5–1 ml/kg/jam).

E. Tahapan Syok
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat
ditangani oleh tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih).
Tahap kompensasi adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga fungsi normalnya. Tanda atau gejala yang dapat ditemukan pada
tahap awal seperti kulit pucat, peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah normal, gelisah, dan pengisian pembuluh darah  yang lama. Gejala-
gejala pada tahap ini sulit untuk dikenali karena biasanya individu yang mengalami syok terlihat normal.
Tahap dekompensasi dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsi-fungsinya. Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-
organ vital yaitu dengan mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan perut dan mengutamakan aliran ke otak, jantung, dan paru. Tanda dan
gejala yang dapat ditemukan diantaranya adalah rasa haus yang hebat, peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, kulit dingin, pucat, serta
kesadaran yang mulai terganggu.
Tahap ireversibel dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan
sesegera mungkin, maka aliran darah akan mengalir sangat lambat sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah dan denyut jantung.
Mekanisme pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran darah ke otak dan jantung sehingga aliran ke organ-organ seperti hati dan ginjal menurun.
Hal ini yang menjadi penyebab rusaknya hati maupun ginjal. Walaupun dengan pengobatan yang baik sekalipun, kerusakan organ yang terjadi
telah menetap dan tidak dapat diperbaiki.

F. Stadium-Stadium Syok
Syok memiliki beberapa stadium sebelum kondisi menjadi dekompensasi atau irreversible.
Stadium 1 ANTICIPATION STAGE
Gangguan sudah ada tetapi bersifat lokal. Parameter-paramater masih dalam batas normal. Biasanya masih cukup waktu untuk mendiagnosis dan
30
mengatasi kondisi.
Stadium 2. PRE-SHOCK SLIDE
Gangguan sudah bersifat sistemik. Parameter mulai bergerak dan mendekati batas atas atau batas bawah kisaran  normal.
Sadium 3 COMPENSATED SHOCK
Compensated shock bisa berangkat dengan tekanan darah yang normal rendah, suatu kondisi yang disebut “normotensive, cryptic shock”  Banyak
klinisi gagal mengenali bagian dini dari stadium syok ini. Compensated shock memiliki arti khusus pada pasien DBD dan perlu dikenali dari tanda-
tanda berikut: Capillary refill  time > 2 detik; penyempitan tekanan nadi, takikardia, takipnea, akral dingin.
Stadium 4 DECOMPENSATED SHOCK, REVERSIBLE
Di sini sudah terjadi hipotensi. Normotensi hanya bisa dipulihkan dengan cairan intravena dan/atau vasopresor
Stadium 5 DECOMPENSATED IRREVERSIBLE SHOCK
Kerusakan mikrovaskular dan organ sekarang menjadi menetap dan tak bisa diatasi.

Langkah Pertama Menangani Shock


Langkah pertoongan pertama menangani shock(Alexander R H, Proctor H J. Shock,1993).
Posisi tubuh
Posisi tubuh diletakkan berdasarkan letak luka, secara umum posisi penderita dibaringkan terlentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke
organ-organ vital.
Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakan, penderita jangan digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk
menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan pertyolonga pertama seperti membebaskan jalan napas.
Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau penderita tiidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh untuk
memudahkan cairan keluar dari rongga mulut untuk menghindari sumbatan jalan napas oleh muntah atau darah. Penanganan yang sangat penting
adalah meyakinkan bahwa saluran napas tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia.
Penderita dengan luka dikepala dapat dibaringkang terlentang datar atau kepala agak ditinggikan. Tidak di benarkan posisi kepala lebih rendah dari
bagian tubuh lainnya.
Kalau masih ragu dengan posisi luka penderita, sebaiknya penderita dibaringkan dengan posisi terlentang datar.
Pertahankan respirasi
Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan bila ada sekresi atau muntah.
Kalau perlu pasang alat bantu jalan napas.
Berikan oksigen 6 liter/menit.
Bila pernapasan tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup atau ETT.
Pertahankan sirkulasi
Segera pasang infus intravena, bisa lebih dari satu infus, pantau nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urine dan CVP

D. Gangguan Pembekuan Darah Pada Kehamilan

A. Pengertian
Gangguan pada faktor pembekuan darah (trombosit) adalah Pendarahan yang terjadi karena adanya kelainan
pada proses pembekuan darah sang ibu, sehingga darah tetap mengalir.
B. Etiologi
Pada periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan platelet biasanya tidak menyebabkan
perdarahan yang banyak, hal ini bergantung pada kontraksi uterus untuk mencegah perdarahan. Deposit fibrin pada

31
tempat perlekatan plasenta dan penjendalan darah memiliki peran penting beberapa jam hingga beberapa hari
setelah persalinan. Kelainan pada daerah ini dapat menyebabkan perdarahan post partun sekunder atau perdarahan
eksaserbasi dari sebab lain, terutama trauma.
Abnormalitas dapat muncul sebelum persalinan atau didapat saat persalinan. Trombositopenia dapat
berhubungan dengan penyakit sebelumnya, seperti ITP atau sindroma HELLP sekunder, solusio plasenta, DIC atau
sepsis. Abnormalitas platelet dapat saja terjadi, tetapi hal ini jarang. Sebagian besar merupakan penyakit
sebelumnya, walaupun sering tak terdiagnosis.
Abnormalitas sistem pembekuan yang muncul sebelum persalinan yang berupa hipofibrinogenemia familial,
dapat saja terjadi, tetapi abnormalitas yang didapat biasanya yang menjadi masalah. Hal ini dapat berupa DIC yang
berhubungan dengan solusio plasenta, sindroma HELLP, IUFD, emboli air ketuban dan sepsis. Kadar fibrinogen
meningkat pada saat hamil, sehingga kadar fibrinogen pada kisaran normal seperti pada wanita yang tidak hamil
harus mendapat perhatian. Selain itu, koagulopati dilusional dapat terjadi setelah
 perdarahan post partum masif yang mendapat resusiatsi cairan kristaloid dan transfusi PRC.
DIC, yaitu gangguan mekanisme pembekuan darah yang umumnya disebabkan oleh hipo atau
afibrinigenemia atau pembekuan intravascular merata (Disseminated Intravaskular Coagulation)
DIC juga dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oleh hipoperfusi jaringan, yang menyebabkan
kerusakan dan pelepasan tromboplastin jaringan. Pada kasus ini terdapat
 peningkatan kadar D-dimer dan penurunan fibrinogen yang tajam, serta pemanjangan waktu trombin (thrombin
time).

32
C. Patofisiologi

Kelainan koagulasi generalisata ini dianggap sebagai akibat dari lepasnya substansi  – 
substansi serupa tromboplastin yang berasal dari produk konsepsi ke dalam sirkulasi darah
ibu atau akibat aktivasi factor XII oleh endotoksin. Setelah itu mulailah serangkaian reaksi
 berantai yang mengaktifkan mekanisme pembekuan darah, pembentukan dan pengendapan
fibrin dan, sebagai konsekuensinya, aktivasi sistem fibrinolitik yang normalnya sebagai
 proteksi. Gangguan patofisiologi yang kompleks ini menjadi suatu lingkaran setan yang

muncul sebagai diathesis perdarahan klinis dengan berubah  –   ubahnya hasil rangkaian

tes
 pembekuan darah sehingga membingungkan.

a. Tanda dan gejala


1. Perdarahan berlangsung terus
2. Merembes dari tempat tusukan
(Chapman, 2006)

b. Komplikasi
Komplikasi-komplikasi obstetric yang diketahui berhubungan dengan DIC (Koagulasi
Intravaskuler Diseminata) :
1. Sepesi oleh kuman gram negative, terutama yang mneyertai dengan abortus septic
2. Syok berat
3. Pemberian cairan hipertonik ke dalam uterus
(Schward, 2000)

c. Diagnosis
Umum
Didapatkan pada semua parturient dengan HPP Primer :

 Data Subyektif : Keluar darah bergumpal dari alat kemaluan

 Inspeksi : Adanya pengeluaran darah > 400 cc, parturient tampak pucat, pada keadaan serius

tampak tanda-tanda syok

 Pada kehilangan darah lebih dari 25%, dijumpai TTV

Tensi : turun
 Nadi : lemah dan cepat
RR : meningkat
Suhu : turun

33
Khusus
DIC
- Perdarahan dari tempat lain, missal vagina, hidung, gusi, kulit, dll
- Darah yang keluar sama sekali tidak ada gumpalan, walau sudah terkena udara
Klausal PPP karenan gangguan darah baru dicurigai bila penyebab yang lain dapat
disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan
sebelumnya. Akan ada tedensi mudah terjadi perdarahn setiap dilakukan penjahitan dan
 perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan
digusi, rongga hidung dan lain-lain.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasilpemeriksaan faal hemostatis yang
abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi
hipofibriogenemia dan terdeteksi adanya FDP ( fibrin degradation product) serta
 perpanjangan tes protombin dan PTT ( PARTIAL THROMBOPLASTIN TIME)
(Sarwono, 2008)

d. Pencegahan
Klasifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan
 penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat
 perawatan antenatal dan melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai
dan jenjang rumah sakit rujukan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua kehamilan
mempunyai resiko untuk terjadinya patologi persalinan, slah satunya adalah perdarahan
 pascapersalinan. Antisipasi terhadap hal tersebut dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap penyakit
kronis, anemia dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada
dalam keadaan optimal.
2. Mengenal faktor predisposisi PPP seperti multiparitas, anak beras, hamil kembar,
hidroamnion, bekas seksio, ada riwayat PPP sebelumnya dan kehamilan resiko tinggi lainnya
yang resikonya akan muncul saat persalinan
3. Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lamaa
4. Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan
5. Kehamilan resiko rtendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan menghindari
 persalinan dukun
6. Mengesuai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi PPP dan mengadakan rujukan
sebagaimana mestinya.

34
e. Pengobatan
Pasien perlu dirawat bila secara klinis ada gangguan pembekuaan darah atau dari
serangkaian pemeriksaan laboratorium diperlihatkan adanaya kemunduran fungsi
 pemebekuan darah secara progresif.

Nilai normal Kehamilan DIC

Hitung trombosit Sama Lebih rendah


150.000-400.000/mm3
Waktu protombin yang Memendek Memanjang
cepat
75-125%
Waktu protomboplastin Memendek Memanjang
 parsial
30-45%
Waktu thrombin Memendek Memanjang
10-15 detik
Pengukuran fibrinogen 300-600 mg% Menurun
(atau titer) 200-400 mg%
Produk-produk pecahan  Negative Dapat diukur
fibrin
Pengukuran faktor V 75- Sama Menurun
125%
Pengukuran faktor VII Mungkin meningkat menurun
50-200%

Tujuan utama pengobatan adalah menghilngkan sumber material serupa tromboplastin,


tetapi evalusai produk konsepsi akan mendatangkan resiko perdarahan vaginal atau bedah.
Dengan alasan inilah, proses pembekuaan normal harus dipulihkan lebih dahulu sebelum
melakukan persalina operatif.
1. Pemberian faktor-faktor pembekuan

35
2. Menghambat proses patofisiologi dengan antikoagulasi heparin samapi faktor-faktor
 pembekuan pulih kembali
Cara pengobatan yang akan dipilih tergantung kepada ancaman jiwa pasien segera akibat
 perdarahan yang aktif pada saat diagnosis ditegakkan atau akibat persalinan yang akan segera
terjadi.
1. Bila dicurigai ada perdarahan aktif dari uterus dari persalinan operatif, harus diberikan
 pengobtan sebagai terjadi :
a. Monitor tanda-tanda vital secara kontiyu termasuk pengukuran tekanan vena sentral dan
mempertahankan produksi urin
 b. Berikan oksigen melalui masker
c. Mengatasi syok dengan segera adalah penting, bila memungkinkan dengan darah lengkap
segar.
d. Pemberian faktor-faktor pembekuan : pengobatan denga plasma beku segar lebih disukai
daripada dengan preparat depot fibrinogen (pooled fibrinogen) komersial karena dapat
memperkecil resiko penularan hepatitis, pengantian volume tambahan, serta tersediannya
aneka macam faktor-faktor pembekuaan. Setiap liter plasma beku segar dapat diharapkan
mengandung 2-3 g fibrinogen.
Karena kira-kira diperlukan 2-6 g fibrinogen, bila hal tidak dapat disediakan dengan
 perparat tersebut (baik karena tidak tersedia atau karena masalah-masalah hipervolema) dapat
dipakai fibrinogen depot komersial.
Masalah utama yang berkaitan dengan pengantian fibrinogen dengan menggunakan salah
satu preparat tersebut di atas adlah waktu psruhnya yang singkat kalkau ada banyak trombhin
dan timbunan fibrin intravaskuler lebih lanjut. Dengan alasan inilah, preparat-preparat
tersebut hanya boleh digunakan untuk segera mengendalikan perdarahan sebelum persalina
ndan pertama bila persalinan harus dilaksankan dengan operasi seksio sesaria.
Dengan demikian prosedur pengobatan seperti di atas serta melakukan pengosongan
uterus, biasanya akan terjadi perbaikan spontan pembekuan darahnya, sehingga tidak
diperhatikan terapi lebih lanjut.
2. Bila tidak ada perdarahan uterus dan persalinannya dapat ditunda (yaitu, sindrom janin mati
yang tertinggal dalam uterus tetapi jelas tidak ada soluiso plasenta), tindakan sebagai berikut
dilakukan :
a. Heparinisasi : 100 IU/kg setiap 4 jam, atau 600 IU/kg/24 jamdenga infuse kontiu
Pemberian heparin dihentikan setelash terjadi perbaikan faktor-faktor pembekuan kedalam
 batas normal, dan hanya dalam keadaan inilah persalina boleh dilaksanakan.

36
Terapi fibrinogen jarang dilakukan jika sekiranya diindikasikan pada pasien obstetric
selalu karena DIC dan akan berhenti sendiri setelah pengobtan primer. Kita harus selalu ingat
 bahwa keberadaan fibrinolisis merupakan suatu respons protektifterhadap koagulasi
intravaskuler. (Schward, 2000)
f. Penatalaksanaan
Jika tes koagulasi darah menunjukkan hasil abnormal dari onset terjadinya perdarahan
 post partum, perlu dipertimbangkan penyebab yang mendasari terjadinya perdarahan post
 partum, seperti solutio plasenta, sindroma HELLP, fatty liver pada kehamilan, IUFD, emboli
air ketuban dan septikemia. Ambil langkah spesifik untuk menangani penyebab yang
mendasari dan kelainan hemostatik.
Penanganan DIC identik dengan pasien yang mengalami koagulopati dilusional.
Restorasi dan penanganan volume sirkulasi dan penggantian produk darah bersifat sangat
esensial. Perlu saran dari ahli hematologi pada kasus transfusi masif dan koagulopati.
Konsentrat trombosit yang diturunkan dari darah donor digunakan pada pasien dengan
trombositopenia kecuali bila terdapat penghancuran trombosit dengan cepat. Satu unit

trombosit biasanya menaikkan hitung trombosit sebesar 5.000  –   10.000/mm3. Dosis

biasa
sebesar kemasan 10 unit diberikan bila gejala-gejala perdarahan telah jelas atau bila hitung
trombosit di bawah 20.000/mm3. transfusi trombosit diindakasikan bila hitung trombosit
10.000
–   50.000/mm3, jika direncanakan suatu tindakan operasi, perdarahan aktif atau

diperkirakan diperlukan suatu transfusi yang masif. Transfusi ulang mungkin dibutuhkan

karena masa paruh trombosit hanya 3  –  4 hari.

Plasma segar yang dibekukan adalah sumber faktor-faktor pembekuan V, VII, IX, X dan
fibrinogen yang paling baik. Pemberian plasma segar tidak diperlukan adanya kesesuaian
donor, tetapi antibodi dalam plasma dapat bereaksi dengan sel-sel penerima. Bila ditemukan
koagulopati, dan belum terdapat pemeriksaan laboratorium, plasma segar yang dibekukan
harus dipakai secara empiris.
Kriopresipitat, suatu sumber faktor-faktor pembekuan VIII, XII dan fibrinogen, dipakai
dalam penanganan hemofilia A, hipofibrinogenemia dan penyakit von Willebrand. Kuantitas
faktor-faktor ini tidak dapat diprediksi untuk terjadinya suatu pembekuan, serta bervariasi
menurut keadaan klinis.
DIC
- Uterotonika dosis adekuat
- Tambahan fibrinogen langsung
- Analisa factor bekuan darah
37
3. Infeksi Maternal

A. Penyakit Menular seksual


Penyakit menular seksual, atau PMS adalah berbagai infeksi yang dapat menular
dari satu orang ke orang yang lain melalui kontak seksual. Menurut the Centers for
Disease Control (CDC) terdapat lebih dari 15 juta kasus PMS dilaporkan per tahun.
Kelompok remaja dan dewasa muda (15- 24 tahun) adalah kelompok umur yang memiliki
risiko paling tinggi untuk tertular PMS, 3 juta kasus baru tiap tahun adalah dari kelompok
ini.

Hampir seluruh PMS dapat diobati. Namun, bahkan PMS yang mudah diobati
seperti gonore telah menjadi resisten terhadap berbagai antibiotik generasi lama. PMS
lain, seperti herpes, AIDS, dan kutil kelamin, seluruhnya adalah PMS yang disebabkan
oleh virus, tidak dapat disembuhkan. Beberapa dari infeksi tersebut sangat tidak
mengenakkan, sementara yang lainnya bahkan dapat mematikan. Sifilis, AIDS, kutil
kelamin, herpes, hepatitis, dan bahkan gonore seluruhnya sudah pernah dikenal sebagai
penyebab kematian. Beberapa PMS dapat berlanjut pada
 berbagai kondisi seperti Penyakit Radang Panggul (PRP), kanker serviks dan berbagai
komplikasi kehamilan. Sehingga, pendidikan mengenai
 penyakit ini dan upaya-upaya pencegahan penting untuk dilakukan.

Penting untuk diperhatikan bahwa kontak seksual tidak hanya hubungan seksual
melalui alat kelamin. Kontak seksual juga meliputi ciuman, kontak oral-genital, dan
pemakaian “mainan seksual”, seperti vibrator. Sebetulnya, tidak ada kontak seksual yang
dapat benar-benar disebut sebagai “seks aman” . Satu-satunya yang betul-betul “seks
aman” adalah abstinensia. Hubungan seks dalam konteks hubungan monogamy di mana
kedua individu bebas dari IMS juga dianggap “aman”. Kebanyakan orang menganggap
berciuman sebagai aktifitas yang aman. Sayangnya, sifilis, herpes dan penyakit-penyakit
lain dapat menular lewat aktifitas yang

38
nampaknya tidak berbahaya ini. Semua bentuk lain kontak seksual juga
 berisiko. Kondom umumnya dianggap merupakan perlindungan terhadap IMS. Kondom
sangat berguna dalam mencegah beberapa penyakit seperti HIV dan gonore. Namun
kondom kurang efektif dalam mencegah herpes, trikomoniasis dan klamidia. Kondom
memberi proteksi kecil terhadap
 penularan HPV, yang merupakan penyebab kutil kelamin.

MACAM-MACAM PMS
1) KLAMIDIA.

klamidia adalah PMS yang sangat berbahaya dan biasanya menunjukkan gejala;
75% dari perempuan dan 25% dari pria yang terinfeksi tidak menunjukkan
gejala sama sekali.

Adalah infeksi yang disebabkan oleh kuman Chlamydia trachomatis dan dapat
diobati.

• Cara Penularan: Hubungan seks vaginal dan anal. Kuman ini menyerang sel
pada selaput lendir : a) Uretra, vagina, serviks dan endometrium. b) Saluran
tuba fallopi. c) Anus dan rektum. d) Kelopak mata. e) Tenggorokan (insiden
jarang).

• Tanda dan Gejala: Sampai 75% kasus pada perempuan dan 25% kasus pada

laki-laki tidak menunjukkan gejala. Gejala yang ada meliputi keputihan yang
abnormal, dan rasa nyeri saat kencing baik 
 pada laki-laki maupun perempuan. Perempuan juga dapat mengalami rasa nyeri
pada perut bagian bawah atau nyeri saat hubungan seksual, pada laki-laki
mungkin akan mengalami
 pembengkakan atau nyeri pada testis.

• Pada perempuan, gejalanya bisa berupa :

• Keluarnya cairan dari alat kelamin atau sering disebut keputihan encer 

•  berwarna kuning kecoklatan.

39
• Rasa nyeri di rongga pinggul.

• Pendarahan setelah hubungan seksual.

• Sedangkan pada laki-laki, gejalanya bisa berupa :

• Keluar cairan bening dari saluran kencing.

• Rasa nyeri saat kencing.

• Infeksi lebih lanjut dapat menyebabkan banyak cairan keluar dan

•  bercampur nanah.

• Pengobatan: Infeksi dapat diobati dengan antibiotik. Namun

 pengobatan tersebut tidak dapat menghilangkan kerusakan yang timbul sebelum


pengobatan dilakukan.

• Pencegahan: Tidak melakukan hubungan seksual secara vaginal maupun anal

dengan orang yang terinfeksi adalah satu-satunya cara


 pencegahan yang 100% efektif. Kondom dapat mengurangi tetapi
tidak dapat menghilangkan sama sekali risiko tertular penyakit ini.

2) GONORE

Infeksi akut yang disebabkan bakteri neiserria gonorrhoe (gonococcus)


 berbentuk menyerupai kacang buncis, hanya tumbuh pada membran yang lembab dan
hangat, antara lain : anus dan genetalia.

Penyebabnya adalah kuman Neisseria Gonorrhoea, disebut juga gonokokus, berbentuk


diplokokus.

• Cara penularan: Infeksi gonorrhoe terjadi melalui kontak fisik

(seksual)secara langsung tanpa pemakaian “pelindung” dan mengabaikan


seks yang aman. Hubungan seks vaginal, anal dan oral.

Kuman ini menyerang selaput lendir dari :

40
• Vagina, saluran kencing dan daerah rahim/ leher rahim.
• Saluran tuba fallopi.
• Anus dan rektum.
• Kelopak mata.
• Tenggorokan.
• Tanda dan Gejala: Walaupun beberapa kasus tidak menunjukkan gejala, jika

gejala muncul, sering hanya ringan dan muncul dalam 2-10 hari setelah
terpapar. Gejala-gejala meliputi discharge dari
 penis, vagina, atau rektum dan rasa panas atau gatal saat buang air kecil

Lelaki

• Keluar cairan putih kekuning-kuningan melalui penis.


• Terasa panas dan nyeri pada waktu kencing.
• Sering buang air kecil.
• Terjadi pembengkakan pada pelir (testis).

Perempuan

• Pengeluaran cairan vagina tidak seperti biasa.


• Panas dan nyeri saat kencing. Keluhan dan gejala terkadang
 belum tampak meskipun sudah menular ke saluran tuba fallopi.
• Pengobatan: Infeksi dapat disembuhkan dengan antibiotik.

 Namun tidak dapat menghilangkan kerusakan yang timbul sebelum


 pengobatan dilakukan.

• Pencegahan: Tidak melakukan hubungan seksual baik vaginal, anal dan oral

dengan orang yang terinfeksi adalah satu-satunya cara yang 100% efektif untuk
pencegahan. Kondom dapat mengurangi tetapi tidak dapat menghilangkan sama
sekali risiko penularan
 penyakit ini.

3) HEPATITIS B (HBV)

Memiliki masa inkubasi antara 45-160 hari dan mengenai pada seluruh usia. Gejala yang
muncul meliputi: lelah, kerongkongan terasa pahit, sakit kepala, diare, nafsu makan
menurun, oto pegal-pegal dan sakit perut,

41
demam tinggi serta vomitus.

• Cara Penularan: Hubungan seks vaginal, oral dan khususnya anal; memakai

jarum suntik bergantian; perlukaan kulit karena alat- alat medis dan
kedokteran gigi; melalui transfusi darah.

• Gejala: Sekitar sepertiga penderita HBV tidak menunjukkan gejala. Gejala

yang muncul meliputi demam, sakit kepala, nyeri otot, lemah, kehilangan nafsu
makan, muntah dan diare. Gejala- gejala yang ditimbulkan karena gangguan di
hati meliputi air kencing berwarna gelap, nyeri perut, kulit menguning dan
mata
 pucat.

• Pengobatan: Belum ada pengobatan. Kebanyakan infeksi bersih dengan

sendirinya dalam 4-8 minggu. Beberapa orang menjadi terinfeksi secara


kronis.

• Pencegahan: Tidak melakukan hubungan seks dengan orang yang terinfeksi

khususnya seks anal, di mana cairan tubuh, darah, air mani dan secret vagina
paling mungkin dipertukarkan adalah satu- satunya cara pencegahan yang 100%
efektif mencegah penularan virus hepatitis B melalui hubungan seks. Kondom
dapat menurunkan risiko tetapi tidak dapat sama sekali menghilangkan risiko
untuk tertular penyakit ini melalui hubungan seks. Hindari
 pemakaian narkoba suntik dan memakai jarum suntik bergantian. Bicarakan
dengan petugas kesehatan kewaspadaan yang harus diambil untuk mencegah
penularan Hepatitis B, khususnya ketika akan menerima tranfusi produk darah
atau darah. Vaksin sudah tersedia dan disarankan untuk orang-orang yang
berisiko terkena infeksi Hepatitis B. Sebagai tambahan, vaksinasi Hepatitis B
sudah dilakukan secara rutin pada imunisasi anak-anak sebagaimana
direkomendasikan oleh the American Academy of Pediatrics.

42
4) HERPES GENETAL (HSV-2)

Adalah infeksi akut pada genetalia dengan gejala khas berupa vesikel.

• Cara Penularan: Herpes menyebar melalui kontak seksual antar kulit dengan

bagian-bagian tubuh yang terinfeksi saat melakukan hubungan seks vaginal, anal
atau oral. Virus sejenis dengan strain lain yaitu Herpes Simplex Tipe 1 (HSV-1)
umumnya menular lewat kontak non-seksual dan umumnya menyebabkan luka di
 bibir. Namun, HSV-1 dapat juga menular lewat hubungan seks oral dan dapat
menyebabkan infeksi alat kelamin.

• Tanda dan Gejala-gejala: Gejala-gejala biasanya sangat ringan dan mungkin

meliputi rasa gatal atau terbakar; rasa nyeri di kaki,


 pantat atau daerah kelamin; atau keputihan. Bintil-bintil berair atau
luka terbuka yang terasa nyeri juga mungkin terjadi, biasanya di daerah kelamin,
pantat, anus dan paha, walaupun dapat juga terjadi di bagian tubuh yang lain.
Luka-luka tersebut akan sembuh dalam
 beberapa minggu tetapi dapat muncul kembali.

• Pengobatan: Belum ada pengobatan untuk penyakit ini. Obat anti virus

biasanya efektif dalam mengurangi frekuensi dan durasi (lamanya) timbul


gejala karena infeksi HSV-2.

• Pencegahan: Tidak melakukan hubungan seks secara vaginal, anal dan oral

dengan orang yang terinfeksi adalah satu-satunya cara


 pencegahan yang 100% efektif mencegah penularan virus herpes
genital melalui hubungan seks. Kondom dapat mengurangi risiko tetapi tidak
dapat samasekali menghilangkan risiko tertular 
 penyakit ini melalui hubungan seks. Walaupun memakai kondom saat melakukan
hubungan seks, masih ada kemungkinan untuk tertular penyakit ini yaitu melalui
adanya luka di daerah kelamin.

5) HIV/AIDS

43
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang hidup di dalam darah
manusia, tidak dalam darah setiap orang tetapi hanya dalam darah seseorang yang
terinfeksi. Meskipun begitu, siapa saja bisa terinfeksi, termasuk anda. HIV tidak
membedakan usia, warna kulit, orientasi seksual, agama, kebangsaan ataupun faktor
pembeda lainnya. Sekali saja HIV sudah berada dalam diri anda (artinya anda telah
terinfeksi HIV), tidak ada yang bisa anda lakukan untuk mengeluarkannya. Tetapi ada
 banyak cara agar anda bisa menghindarinya. HIV berkembang dari infeksi menjadi suatu
penyakit yang mengancam jiwa manusia, yaitu Acquired Immune Deficiency Syndrome
(AIDS),

• Cara Penularan: Hubungan seks vaginal, oral dan khususnya anal; darah atau

produk darah yang terinfeksi; memakai jarum suntik bergantian pada pengguna
narkoba; dan dari ibu yang terinfeksi kepada janin dalam kandungannya, saat
persalinan, atau saat menyusui.

• Gejala-gejala: Beberapa orang tidak mengalami gejala saat terinfeksi pertama

kali. Sementara yang lainnya mengalami gejala- gejala seperti flu, termasuk
demam, kehilangan nafsu makan, berat
 badan turun, lemah dan pembengkakan saluran getah bening. Gejala-gejala
tersebut biasanya menghilang dalam seminggu sampai sebulan, dan virus tetap
ada dalam kondisi tidak aktif (domant) selama beberapa tahun. Namun,
virus tersebut secara terus menerus melemahkan sistem kekebalan,
menyebabkan orang yang terinfeksi semakin tidak dapat bertahan terhadap
infeksi- infeksi oportunistik.

• Pengobatan: Belum ada pengobatan untuk infeksi ini. Obat-obat anti retroviral

digunakan untuk memperpanjang hidup dan kesehatan orang yang terinfeksi.


Obat-obat lain digunakan untuk melawan infeksi oportunistik yang juga diderita.

44
• Pencegahan: Tidak melakukan hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi,

khususnya hubungan seks anal, di mana cairan tubuh, darah, air mani atau secret
vagina paling mungkin dipertukarkan, adalah satu-satunya cara yang 100% efektif
untuk mencegah penularan HIV melalui hubungan seks. Kondom dapat
menurunkan risiko penularan tetapi tidak menghilangkan sama sekali
kemungkinan penularan. Hindari pemakaian narkoba suntik dan saling berbagi
jarum suntik. Diskusikan dengan petugas kesehatan tindakan kewaspadaan
yang harus dilakukan untuk mencegah penularan HIV, terutama saat harus
menerima transfusi darah maupun produk darah.

6) HUMAN PAPILOMA VIRUS (HPV)

• Cara Penularan: Hubungan seksual vaginal, anal atau oral.

• Gejala-gejala: Tonjolan yang tidak sakit, kutil yang menyerupai

 bunga kol tumbuh di dalam atau pada kelamin, anus dan tenggorokan.

• Pengobatan: Tidak ada pengobatan untuk penyakit ini. Kutil dapat dihilangkan

dengan cara-cara kimia, pembekuan, terapi laser atau bedah.

• Pencegahan: Tidak melakukan hubungan seks secara vaginal, anal dan oral

dengan orang yang terinfeksi adalah satu-satunya cara


 pencegahan yang 100% efektif mencegah penularan. Kondom
hampir tidak berfungsi sama sekali dalam mencegah penularan virus ini melalui
hubungan seks.

7) SIFILIS

Adalah penyakit yang disebabkan oleh Treponema Pallidum, bersifat kronik dan
sistematik. Nama lain adalah Lues venereal atau raja singa.

45
• Cara Penularan: Cara penularan yang paling umum adalah hubungan seks

vaginal, anal atau oral. Namun, penyakit ini juga dapat ditularkan melalui
hubungan non-seksual jika ulkus atau lapisan mukosa yang disebabkan oleh
sifilis kontak dengan lapisan kulit yang tidak utuh dengan orang yang tidak
terinfeksi.

• Gejala-gejala: Pada fase awal, penyakit ini menimbulkan luka yang tidak

terasa sakit atau "chancres" yang biasanya muncul di daerah kelamin tetapi
dapat juga muncul di bagian tubuh yang lain,
 jika tidak diobati penyakit akan berkembang ke fase berikutnya yang dapat
meliputi adanya gejala ruam kulit, demam, luka pada tenggorokan, rambut rontok
dan pembengkakan kelenjar di seluruh tubuh.

Masa tanpa gejala berlangsung 3-4 minggu, kadang-kadang sampai 13 minggu.


Kemudian timbul benjolan di sekitar alat kelamin.
Kadang-kadang disertai pusing-pusing dan nyeri tulang seperti flu, yang akan
hilang sendiri tanpa diobati. Ada bercak kemerahan pada tubuh sekitar 6-12
minggu setelah hubungan seks. Gejala ini akan hilang dengan sendirinya dan
seringkali penderita tidak memperhatikan hal ini.

Selama 2-3 tahun pertama penyakit ini tidak menunjukkan gejala apa-apa, atau
disebut masa laten. Setelah 5-10 tahun penyakit sifilis akan menyerang susunan
syaraf otak, pembuluh darah dan jantung. Pada perempuan hamil sifilis dapat
ditularkan kepada bayi yang dikandungnya dan bisa lahir dengan kerusakan kulit,
hati, limpa dan keterbelakangan mental.

46
• Pengobatan: Penyakit ini dapat diobati dengan penisilin; namun, kerusakan

pada organ tubuh yang telah terjadi tidak dapat diperbaiki.

• Pencegahan: Tidak melakukan hubungan seks secara vaginal, anal dan oral

dengan orang yang terinfeksi adalah satu-satunya cara


 pencegahan yang 100% efektif mencegah penularan sifilis melalui
hubungan seksual. Kondom dapat mengurangi tetapi menghilangkan risiko
tertular penyakit ini melalui hubungan seks. Masih ada kemungkinan
tertular sifilis walaupun memakai kondom yaitu melalui luka yang ada di daerah
kelamin. Usaha untuk mencegah kontak non-seksual dengan luka, ruam atau
lapisan
 bermukosa karena adanya sifilis juga perlu dilakukan.

8) TRIKOMONIASIS

Trikomoniasis adalah PMS yang disebabkan oleh parasitTricho monas vaginalis.

• Cara Penularan: Trikomoniasis menular melalui kontak seksual. Trichomonas

vaginalis dapat bertahan hidup pada benda-benda seperti baju-baju yang dicuci,
dan dapat menular dengan pinjam meminjam pakaian tersebut.

• Gejala-gejala: Pada perempuan biasa terjadi keputihan yang

 banyak, berbusa, dan berwarna kuning-hijau. Kesulitan atau rasa sakit pada saat
buang air kecil dan atau saat berhubungan seksual
 juga sering terjadi. Mungkin terdapat juga nyeri vagina dan gatal atau mungkin
tidak ada gejala sama sekali. Pada laki-laki mungkin akan terjadi radang pada
saluran kencing, kelenjar, atau kulup dan/atau luka pada penis, namun pada laki-
laki umumnya tidak ada gejala.

• Pengobatan: Penyakit ini dapat disembuhkan. Pasangan seks juga harus

diobati.

47
• Pencegahan: Tidak melakukan hubungan seks secara vaginal dengan orang

yang terinfeksi adalah satu-satu cara pencegahan yang 100% efektif mencegah
penularan trikomoniasis melalui hubungan seksual. Kondon dan berbagai metode
penghalang sejenis yang lain dapat mengurangi tetapi tidak menghilangkan risiko
untuk tertular penyakit ini melalui hubungan seks. Hindari untuk saling pinjam
meminjam handuk atau pakaian dengan orang lain untuk mencegah penularan
non-seksual dari penyakit ini.

B. Human Papolloma Virus


A. Pengertian HPV

Human Papilloma Virus (HPV) adalah jenis virus yang cukup lazim. Jenis yang berbeda
dapat menyebabkan kutil atau pertumbuhan sel yang tidak normal (displasia) dalam atau di
sekitar leher rahim atau dubur yang dapat menyebabkan kanker leher rahim atau dubur. Kutil-
kutil ini pada umumnya tumbuh di permukaan kulit yang lembab dan di daerah sekitar alat
kelamin sehingga disebut kutil kulit dan kutil kelamin. Infeksi HPV pada alat kelamin dapat
disebarkan melalui hubungan seks, sedangkan penularan kutil kulit pada tangan atau kaki dapat
terjadi tanpa hubungan seks (penularannya dapat melalui sentuhan atau penggunaan barang
secara bersama).

B. Klasifikasi

HPV merupakan virus DNA dengan klasif ikasi

Familia : Papovaviridae

Genus : Papillomavirus

Spesies : Human Papillomavirus

C. Morfologi

Papovavirus merupakan virus kecil ( diameter 45-55 nm ) yang mempunyai genom beruntai
ganda yang sirkuler diliputi oleh kapsid (kapsid ini berperan pada tempat infeksi pada sel) yang

48
tidak berpembungkus menunjukkan bentuk simetri ikosahedral. Berkembang biak pada inti sel
menyebabkan infeksi laten dan kronis pada pejamu alamiahnya dan dapat menyebabkan tumor
 pada beberapa binatang (Contoh : Virus Papilloma manusia (kutil), Virus BK (diasingkan dari air
kemih penderita yang mendapat obat-obat imunosupresif)).

49
Mekanisme infeksi virus diawali dengan protein menempel pada dinding sel dan mengekstraksi
semua protein sel kemudian protein sel itu ditandai (berupa garis-garis)
 berdasarkan polaritasnya. Jika polaritasnya sama denagn polaritas virus maka, dapat dikatakan
 bahwa sel yang bersangkutan terinfeksi virus. Setelah itu, virus menginfeksikan materi
genetiknya ke dalam sel yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi gen jika materi genetik virus
ini bertemu dengan materi genetik sel. Setelah terjadi mutasi, DNA virus akan bertambah banyak
seiring pertambahan jumlah DNA sel yang sedang bereplikasi. Ini menyebabkan displasia
(pertumbuhan sel yang tidak normal) jadi bertambah banyak dan tak terkendali sehingga
menyebabkan kanker.

“Papova” berasal dari tiga nama yang sering dipelajari ( Papilloma, Polyoma, Vacoulating
).
Yang akan dibahas termasuk virus Papilloma yaitu yang menyebabkan tumor jinak dan ganas
 pada banyak tipe mamalia. Virus ini merupakan salah satu dari virus DNA yang diketahui
menyebabkan tumor alamiah pada tuan rumah aslinya. Virus Papilloma menyebabkan beberapa
 jenis kutil yang berbeda pada manusia, meliputi kutil kulit, kondiloma genital/ kondiloma
akuminata(KA) atau kutil kelamin/ atau genital wart (di masyarakat dikenal sebagai jengger
ayam dengan masa inkubasi :1-6 bulan rata-rata 3 bulan, tampak benjolan seperti jengger ayam
di sekitar kemaluan dan anus serta kebanyakan tanpa keluhan ), dan papilloma larings.

Papillomavirus sangat tropik terhadap sel-sel epitel kulit dan membran mukosa. Tahap-
tahap dalam siklus replikasi virus tergantung pada faktor-faktor spesifik yang terdapat dalam
status diferensiasi berikutnya dari sel epitel. Ketergantungan kuat replikasi virus pada status
diferensiasi sel inang ini, meyebabkan sulitnya perkembangbiakan Papillomavirus in vitro.

Dengan mikroskop elektron virus, HPV berbentuk ikosahedral dengan ukuran 55 nm,
memiliki 72 kapsomer dan 2 protein kapsid,  yaitu L1 dan L2. Virus DNA ini dapat bersifat
mutagen. Infeksi HPV telah dibuktikan menjadi penyebab lesi prakanker, kondiloma
akuminatum, dan kanker. Terdapat 138 strain HPV yang sudah diidentifikasi, 30 di antaranya
dapat ditularkan lewat hubungan seksual.

50
Ada lebih dari seratus virus yang dikenal sebagai virus papilloma manusia (human
 papilloma virus/HPV). HPV dapat menyebabkan kanker leher rahim karena dapat membuat
 pertumbuhan sel menjadi tidak normal (dengan cara virus masuk ke dalam inti sel di leher rahim
dan mengubah bentuk sel sehingga sel menjadi mudah rapuh dan pertumbuhannya menjadi tidak
 beraturan).

Satu penelitian menemukan 11.000 perempuan terdeteksi HPV-positif di AS dan sekitar


4000 orang meninggal karenanya. HPV menular dengan mudah melalui hubungan seks.
Diperkirakan 75 persen orang yang aktif secara seksual terutama berusia 15-49 tahun di AS
mengalami sedikitnya satu jenis infeksi HPV. Virus ini terdiri dari puluhan genotype, dan dapat
menyerang berbagai bagian tubuh seperti jari dan tangan, telapak kaki, wajah, genital. Tipe
 Human papillomavirus cukup beragam. Dari 100 tipe HPV, hanya 30 di antaranya yang
berisiko kanker serviks.

Adapun tipe yang paling berisiko adalah HPV 16, 18, 31, dan 45. Sedangkan tipe 33, 35,
39, 51, 52, 56, 58, 59, dan 68 merupakan tipe berisiko sedang. Dan yang berisiko rendah adalah
tipe 6,11, 26, 42, 43, 44, 53, 54, 55, dan 56. Dari tipe-tipe ini, HPV tipe 16 dan 18 merupakan
 penyebab 70% kanker rahim yang terjadi, sedangkan HPV tipe 6 dan 11 merupakan penyebab
90% kandiloma akuminata jinak dan Papilloma laring pada anak-anak. Infeksi HPV memiliki
keterkaitan dengan lebih dari 99% kasus kanker serviks di seluruh dunia.

D. Penyakit Yang Ditimbulkan

Berbagai jenis HPV menyebabkan kutil umum pada tangan atau kaki. HPV juga dapat
mengakibatkan masalah pada mulut atau pada lidah dan bibir. Beberapa jenis HPV dapat
menyebabkan kutil kelamin pada penis, vagina dan dubur. Jenis HPV lain dapat menyebabkan
 pertumbuhan sel yang tidak normal yang disebut displasia. Displasia dapat berkembang menjadi
kanker dubur pada laki-laki dan perempuan, dan kanker leher rahim (cervical cancer) , atau
kanker penis. Displasia di sekitar dubur disebut neoplasia intraepitelial anal (anal
intraepithelial neoplasia/AIN). Epitel adalah lapisan sel yang meliputi organ atau menutupi
permukaan tubuh yang terbuka. Neoplasia berarti perkembangan baru sel yang tidak normal.
AIN adalah

51
 perkembangan sel baru yang tidak normal pada lapisan dubur. Displasia pada daerah leher rahim
disebut neoplasia intraepitelial serviks (cervical intraepithelial neoplasia/CIN).

Kondiloma genital dapat ditularkan melalui sentuhan dan hubungan seksual. Penyakit ini
dapat menyerang siapa saja, namun ada sebagian orang yang berisiko untuk terjangkit penyakit
ini antara lain: orang yang sering kontak dengan air/bekerja di tempat basah (seperti tukang
ikan, tukang daging, pemotong hewan), orang yang hiperhidrosis/ telapak tangan atau kakinya
selalu
 basah, anak-anak. Penyakit ini menular baik dengan kontak langsung maupun tidak langsung
seperti pemakaian handuk dan baju yang bersamaan. Pada orang-orang yang berisiko terjangkit
 penyakit ini dapat terjadi kekambuhan karena virus ini mudah hidup dan berkembang pada kulit
yang sering terkena trauma dan selalu basah. Pada orang yang imunnocompromise atau daya
tahan tubuh kurang baik atau buruk virus ini dapat berkembang cepat pada seluruh badan atau
 bekembang menjadi keganasan kulit seperi kanker skuamosa.

i. Kutil kulit

Genital warts/ kutil kelamin

Kanker serviks merupakan penyebab kematian akibat kanker yang terbesar setelah kanker
 payudara pada wanita di negara-negara berkembang, bahkan tiap tahunnya sekitar seperempat
 juta wanita meninggal karena penyakit ini. Tidak hanya itu, kanker serviks juga berdampak pada
sekitar setengah juta wanita tiap tahunnya dan 80% penderita kanker serviks hidup di negara-
negara dengan pendapatan penduduk yang rendah atau sedang. Menurut penelitian yang
dikemukakan oleh yayasan kanker Indonesia menyatakan bahwa tiap 1 jam, seorang wanita di
Indonesia meninggal akibat kanker serviks.

Peristiwa kanker serviks diawali dari normal serviks yang terinfeksi HPV dan menyebabkan
timbulnya displasia sehingga menimbulkan kanker. Kanker Serviks cenderung muncul pada
wanita usia 35-55 tahun (pada saat usia produktif). Namun dapat pula muncul pada perempuan
 berusia lebih muda. Penyebab dari kanker ini adalah Human Papilloma Virus yaitu sejenis virus
yang menyerang manusia dan berpotensi menyebabkan terjadinya komplikasi dan kemandulan.
Serviks normal bentuknya lurus, sedangkan serviks yang terinfeksi bentuknya membesar, keluar
karena berkutil. Inilah yang menyebabkan rasa sakit pada penderita kanker serviks saat
52
melakukan hubungan seks.

53
Beberapa faktor yang dapat mempermudah terinveksi virus HPV yaitu menikah atau
memulai aktivitas seksual pada usia muda (kurang dari 18 tahun), berganti-ganti pasangan seks
(pasangan wanita tersebut maupun pasangan suaminya), wanita melahirkan banyak anak (sering
melahirkan), sering menderita infeksi di daerah rahim, dan wanita perokok yang mempunyai
resiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak
merokok.

Perlu diingat bahwa setiap perempuan beresiko untuk terinfeksi HPV walaupun setia pada
satu pasangan. Pasangan yang terinfeksi akan menjadi sumber infeksi HPV bagi wanita lainnya.
Ternyata walaupun kanker leher rahim adalah penyakit perempuan tetapi lelaki memiliki peran
 penting di dalam penyebarannya. Lelaki yang pernah menikah dengan perempuan penderita
kanker leher rahim otomatis bisa menularkan penyakit tersebut kepada perempuan lain melalui
hubungan seksual. Maka disarankan pada kaum lelaki yang suka ”jajan” agar berhati-hati, sebab
 bukan tidak mungkin ia menjadi media perantara penyakit kanker leher rahim ke istrinya sendiri.

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah lesi (kutil) dapat membesar dan tumbuh
bersama. Tetapi resiko terbesar dari HPV adalah kanker leher rahim atau bahkan kematian.
Kanker leher rahim dapat dideteksi dengan menggunakan tes Pap sehingga pertumbuhan sel
yang abnormal
 pada leher rahim tersebut terdeteksi lebih awal dan dapat dilakukan konisasi (mengambil bagian
sel yang berubah) sebelum ia berkembang menjadi kanker.

B. Kanker serviks

Gejala awal kondisi pra-kanker umumnya ditandai dengan ditemukannya sel-sel abnormal
serviks yang dapat ditemukan melalui tes Pap Smear. Sering kali kanker serviks tidak
menimbulkan gejala. Namun bila sel-sel abnormal ini berkembang menjadi kanker serviks,
 barulah muncul gejala-gejala sebagai berikut :

1. Pendarahan vagina yang tidak normal seperti :

o Pendarahan di antara periode menstruasi yang regular

o Pendarahan di luar waktu haid

54
o Periode menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya

55
o Pendarahan setelah hubungan seksual atau pemeriksaan panggul

o Pendarahan sesudah menopause

o Kelainan pada vagina (keluarnya cairan kekuningan, berbau)

2. Rasa sakit saat berhubungan seksual

3. Rasa sakit/ nyeri pada pinggul dan kaki

Bila mengalami salah satu gejala di atas, segeralah hubungi dokter! Kondisi di atas
tidak selalu disebabkan oleh kanker serviks, tapi dapat merupakan tanda infeksi vagina yang
perlu segera diobati.

Beberapa peneliti menganggap bahwa tes Pap/ pap smear pada dubur dan leher rahim
sebaiknya dilakukan setiap tahun untuk orang yang berisiko lebih tinggi:

• Orang yang menerima seks anal (penis masuk pada duburnya)

• Perempuan yang pernah mengalami CIN

• Siapa pun dengan kadar CD4 di bawah 500

 Namun peneliti lain menganggap pemeriksaan fisik dengan teliti dapat menemukan semua
kasus kanker dubur yang ditemukan melalui tes Pap pada dubur.

b. Infeksi HPV

Infeksi HPV dapat terjadi saat hubungan seksual pertama, biasanya pada masa awal remaja
dan dewasa. Prevalensi tertinggi (sekitar 20%) ditemukan pada wanita usia kurang dari 25 tahun.
Pada wanita usia 25-55 tahun dan masih aktif berhubungan seksual berisiko terkena kanker
serviks sekitar 5-10 persen. Meski fakta memperlihatkan, terjadi pengurangan risiko infeksi HPV
seiring pertambahan usia, namun sebaliknya risiko infeksi menetap/persisten malah meningkat.

Hal ini diduga karena seiring pertambahan usia terjadi perubahan anatomi (retraksi) dan
histologi (metaplasia). Selama serviks matang melebihi masa reproduktif seorang wanita, maka

56
cervical ectropion digantikan melalui suatu proses squamous metaplasia, untuk membagi secara
 bertingkat epitel skuamosa. Epitel skuamosa bertingkat ini diperkirakan lebih protektif pada
 banyak orang melawan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Selain itu, hasil
imunitas dari paparan infeksi sebelumnya, juga diduga sebagai biang dibalik penurunan insiden
tersebut.

Infeksi HPV dapat mengakibatkan kanker serviks karena : Apoptosis (dari bahasa
Yunani apo = "dari" dan ptosis = "jatuh") adalah mekanisme biologi yang merupakan
salah satu
 jenis kematian sel terprogram. Apoptosis digunakan oleh organisme multisel untuk membuang
sel yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh. Apoptosis berbeda dengan nekrosis. Apoptosis pada
umumnya berlangsung seumur hidup dan bersifat menguntungkan bagi tubuh, sedangkan
nekrosis adalah kematian sel yang disebabkan oleh kerusakan sel secara akut. Contoh nyata dari
keuntungan apoptosis adalah pemisahan jari pada embrio.

Apoptosis yang dialami oleh sel-sel yang terletak di antara jari menyebabkan masing-masing
 jari menjadi terpisah satu sama lain. Apoptosis dapat terjadi misalnya ketika sel mengalami
kerusakan yang sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Keputusan untuk melakukan apoptosis berasal
dari sel itu sendiri, dari jaringan yang mengelilinginya, atau dari sel yang berasal dari sistem
imun. Bila sel kehilangan kemampuan untuk melakukan apoptosis (misalnya karena mutasi),
atau bila inisiatif untuk melakukan apoptosis dihambat (oleh virus), sel yang rusak dapat terus
membelah tanpa terbatas, yang akhirnya menjadi kanker.

Sebagai contoh, salah satu hal yang dilakukan oleh virus papilloma manusia (HPV) saat
melakukan pembajakan sistem genetik sel adalah menggunakan gen E6 yang mendegradasi
 protein p53. Padahal protein p53 berperan sangat penting pada mekanisme apoptosis. Oleh
karena itu HPV dapat menyebabkan kanker serviks.

c. Penyebaran HPV

Penyebaran HPV dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : letak geografis, genetik, status
sosial ekonomi rendah, nutrisi, sistem imun alami, banyak pasangan seks, usia, dan rokok
(nikotin). Tipe yang paling umum dijumpai justru yang paling berbahaya, yakni 16 dan 18. Tipe
16 biasa ditemukan di wilayah seperti Eropa, Amerika Serikat, dan wilayah lainnya. Sementara
57
tipe 18 lebih banyak ditemukan di Asia.

58
d. Penularan HPV

HPV tidak hanya tertular melalui pertukaran cairan tubuh (terutama malalui hubungan seks,
 pertukaran jarum suntik untuk digunakan bersama,dll) tetapi juga lewat penggunaan barang
secara bersama (handuk, sprei, dll), sentuhan (apabila ada kutil di badan), melalui ciuman (bila
HPV sudah menyebabkan gangguan pada mulut), serta kurangnya kesadaran untuk menjaga
kebersihan tubuh (terutama daerah sekitar organ kelamin).

Oleh karenanya bukan tidak mungkin seseorang terinfeksi HPV jauh sebelum ia melakukan
hubungan seks pertamakalinya. Namun pada umumnya penularan HPV terjadi melalui kontak
seksual (umur 15 hingga 49 tahun), tetapi tidak seorang dokter pun dapat memperkirakan kapan
infeksi itu terjadi. Kebanyakan infeksi HPV juga dapat mengalami remisi setelah beberapa tahun.
Beberapa di antaranya bahkan akan menetap dengan atau tanpa menyebabkan abnormalitas pada
sel.

Untuk menemukan HPV, dokter mencari displasia atau kutil kelamin. Oleh karenanya jika
tampak adanya kutil maka segeralah memeriksakan diri sehingga dokter dapat memeriksanya
sedangkan perubahan pada leher rahim dapat diperiksa atau diketahui dengan melakukan tes Pap.
Walaupun Pap smear dapat menyembuhkan kanker rahim, tidak berarti bahwa seseorang dapat
terbebas begitu saja. Orang yang pernah terinfeksi HPV harus rutin melakukan Pap smear karena
virus ini dapat sewaktu-waktu kembali tanpa disadari.

e. Gejala HPV

HPV bukan jenis virus baru namun, banyak orang tidak menyadarinya karena virus ini jika
menjangkiti manusia tidak manimbulkan gejala dan tidak menyebabkan masalah kesehatan yang
serius sampai infeksi virusnya menjadi parah. Setiap saat HPV dapat menginfeksi tanpa
menunjukkan gejala. HPV tidak seperti virus lainnya yang menunjukkan gejala fisik menurun
apabila terjangkit virus ini tetapi seseorang baik pria maupun wanita dapat terkena HPV
 bertahun-tahun sebelum ia menyadarinya.

59
Tanda-tanda terserang HPV sering hanya ditunjukkan oleh tumbuhnya kutil. Kutil yang tumbuh mungkin
berwarna merah muda, putih, abu-abu ataupun coklat. Awalnya hanya berupa
 bintil-bintil kecil yang kemudian bersatu membentuk kutil yang lebih besar. Semakin lama kutil dapat menjadi
semakin besar. Pertumbuhan kutil akan semakin besar dan banyak jika tumbuh di kulit lembab akibat kebersihan
kulit kurang dijaga.

Kutil-kutil ini dapat menyebabkan rasa sakit dan gatal sehingga membuat tidak nyaman dan sering kali baru
disadari keberadaannya saat jumlahnya sudah bertambah banyak dan besar. Kutil dapat bertumbuh dengan cepat
segera setelah terinfeksi atau pun beberapa bulan bahkan
 beberapa tahun setelah terinfeksi HPV, dan bahkan tidak pernah tumbuh sampai dinyatakan kita terinfeksi HPV
(atau sampai kita menyadari bahwa kita terinfeksi HPV).

Oleh karenanya, untuk menjaga segala sesuatu yang tidak diinginkan maka dianjurkan untuk rutin melakukan
Pap smear/ tes Pap minimal setahun sekali bagi wanita di atas usia 21 tahun.
Umumnya dokter dapat menentukan apakah kita mempunyai kutil kelamin dengan melihatnya. Kadang kala alat
yang disebut anoskop dipakai untuk memeriksa daerah dubur. Jika perlu, contoh kutil dipotong dan diperiksa
diperiksa dengan mikroskop (biopsi) . HPV yang menyebabkan kutil kelamin tidak sama dengan virus yang
menyebabkan kanker. Tetapi jika kita mempunyai kutil, maka kita mungkin terinfeksi jenis HPV lain yang dapat
menyebabkan kanker.

i. Gejala fisik yang terlihat pada wanita :

 Kutil pada organ kelamin, dubur/anus atau pada permukaan vagina

 Pendarahan yang tidak normal

 Vagina menjadi gatal, panas atau sakit

ii. Gejala fisik yang terlihat pada pria :

 Kutil pada penis, anus atau skrotum

 Kutil pada uretra (mungkin terjadi penurunan jumlah urin)

60
C. Infeksi Traktus Genitalis

A. DEFINISI

Radang atau infeksi pada alat-alat genetal dapat timbul secara akut dengan akibat meninggalnya penderita atau penyakit bisa sembuh
sama sekali tanpa bekas atau dapat meninggalkan bekas seperti penutupan lumen tuba. Penyakit ini bisa juga menahun atau dari permulaan
sudah menahun. Salah satu dari infeksi tersebut adalah pelviksitis, serviksitis, adneksitis dan salpingitis.Infeksi nifas adalah infeksi bakteri
pada traktus genitalia, terjadi sesudah melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari
pertama pasca persalinan.

B. MACAM-MACAM INFEKS TRAKTUS GENETALIA

1. Servisitis

a. Pengertian Servisitis

Servisitis merupakan infeksi pada serviks uteri. Infeksi uteri sering terjadi karena luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat dan
infeksi karena hubungan seks. Servisitis yang akut sering dijumpai pada sebagian besar wanita yang pernah melahirkan. Servisitis
ialah radang dari selaput lendir canalis cervicalis. Karena epitel selaput lendir cervicalis hanya terdiri dari satu lapisan sel silindris
maka mudah terkena infeksi dibandingkan dengan selaput lendir vagina.
b. Etiologi

Servisitis disebabkan oleh kuman-kuman seperti : trikomonas vaginalis, kandida dan mikoplasma atau mikroorganisme aerob dan
anaerob endogen vagina seperti streptococcus, enterococus, e.coli, dan stapilococus . Dapat juga disebabkan oleh robekan serviks
terutama yang menyebabkan ectropion, alatalat atau alat kontrasepsi, tindakan intrauterine seperti dilatasi, dan lain-lain.
2) mungkin terjadi kontak berdarah (saat hubungan seks terjadi perdarahan)

3) pada pemeriksaan terdapat perlukaan serviks yang berwarna merah

4) pada umur diatas 40 tahun perlu waspada terhadap keganasan serviks.

c. patofisiologi

Proses inflamasi atau peradangan merupakan bagian dari respons imun untuk melawan agen penyebab infeksi atau zat berbahaya
yang masuk ke dalam tubuh. Proses ini melibatkan sel leukosit dan produk darah lain seperti protein
plasma. Migrasi sel leukosit ke tempat inflamasi diikuti dengan vasodilatasi pembuluh darah serta peningkatan aliran
darah.Aktivasi proses inflamasi dimulai ketika reseptor yang berada di sel imun mendeteksi molekul patogen yang diikuti dengan
produksi mediator inflamasi seperti sitokin Interferon (IFN)-tipe I. Setelah respon imun alamiah muncul, tubuh akan membentuk
respon imun adaptif yang lebih spesifik dengan melibatkan sel limfosit T dan sel limfosit B. Berdasarkan jenis antigennya, limfosit
T yang naif akan
berubah menjadi sel limfosit T helper (Th)-1,2 dan 17 atau sel limfosit T sitotoksik. Sedangkan sel limfosit B akan membentuk
antibodi yang dapat melawan patogen atau zat berbahaya tersebut.Proses inflamasi akan mereda setelah patogen atau zat berbahaya
hilang. Namun, bila stimulus menetap,
proses inflamasi akan terjadi terus-menerus dan bersifat kronis.

d. Penatalaksanaan
61
Kauterisasi radial. Jaringan yang meradang dalam dua mingguan diganti dengan jaringan sehat. Jika laserasi serviks agak luas perlu
dilakukan trakhelorania. Pinggir sobekan dan endoserviks diangkat, lalu luka baru dijahit. Jika robekan dan infeksi sangat luas perlu
dilakukan amputasi serviks
e. Faktor Resiko

Beberapa faktor yang mempengaruhi insiden kanker serviks yaitu:

a Hygiene dan sirkumsisi

b Status sosial ekonomi

c Pola seksual

d Terpajan virus terutama virus HIV

e Merokok

f. Pencegahan terhadap kanker serviks dapat dilakukan dengan program skrinning dan pemberian vaksinasi. Di negara maju, kasus kanker jenis ini
sudah mulai menurun berkat adanya program deteksi dini melalui pap smear. Vaksin HPV akan diberikan pada perempuan usia 10 hingga 55
tahun melalui suntikan sebanyak tiga kali, yaitu pada bulan ke nol, satu, dan enam(Sarwono,
2012)

g. Komplikasi

1) Radang pinggul

2) Infertilitas

3) Kehamilan ektopik

4) Nyeri panggul kronik

2. Adnexitis

a. Pengertian adnexitis

Adnexitis adalah radang pada tuba fallopi dan ovarium yang biasanya terjadi bersamaan.Adnexitis adalah suatu radang pada
tuba fallopi dan radang ovarium yang biasanya terjadi bersamaan. Radang ini kebanyakan akibat infeksi yang menjalar keatas dari
uterus, walaupun infeksi ini bisa datang dari tempat ekstra vaginal lewat jalan darah atau menjalar dari jaringan sekitarnya.Adnex
tumor ini dapat berupa pyosalpinx atau hidrosalpinx karena
perisalpingitis dapat terjadi pelekatan dengan alat alat disekitarnya.

D. Infeksi Pasca Partum

Pengertian Infeksi Nifas atau Postpartum


Infeksi postpartum adalah infeksi bakteri pada traktus genetalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu
hingga 38 C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan dengan mengecualikan 24 jam pertama.

2. Periode Nifas atau Postpartum


a. Periode Immediate postpartum : terjadi dalam 24 jam pertama setelah melahirkan.
b. Periode Early postpartum : terjadi setelah 24 jam postpartum sampai akhir minggu pertama sesudah melahirkan, dimana resiko
sering terjadi pada ibu postpartum, hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara drastic.

62
c. Periode late postpartum : terjadi mulai minggu kedua sampai minggu keenam sesudah melahirkan, dan terjadi perubahan secara
bertahap.

3. Adaptasi Fisiologis Postpartum


Akhir dari persalinan, hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara progresif. Semua perubahan pada ibu postpartum
perlu dimonitor oleh perawat, untuk menghindari terjadinya komplikasi.
Perubahan-perubahan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Sistem Respirasi

Penggunaan obat-obat anesthesia umum selama proses pembedahan menyebabkan perubahan kecepatan frekuensi,
kedalaman dan pola respirasi. Setelah operasi mungkin terjadi penumpukan secret pada jalan nafas yang menyebabkan perubahan
pola nafas, juga suara tambahan berupa rales. Hal ini tidak ditemukan pada anesthesia spinal. Sedangkan peningkatan respirasi
mungkin terjadi sebagai respon klien terhadap adanya nyeri.
b. Sistem Cardiovaskuler

Selama masa kehamilan dan persalinan sistem cardiovaskuler banyak mengalami perubahan antara lain :

1) Cardiak Output

Penurunan cardiac output menyebabkan bradikardi (50-70x/menit) pada hari pertama setelah persalinan. Bila
frekuensi denyut nadi cepat mengindikasikan adanya perdarahan, kecemasan, kelelahan, infeksi penyakit jantung, dapat
terjadi hipotensi orthostatik dengan penurunan tekanan systolic kurang lebih 20 mmHg yang merupakan kompensasi
pertahanan tubuh untuk menurunkan resistensi vaskuler sebagai akibat peningkatan tekanan vena. Biasanya ini terjadi
beberapa saat setelah persalinan, dan saat pertama kali melakukan mobilisasi (ambulasi). Bila terjadi penurunan secara
drastic merupakan indikasi terjadinya perdarahan uteri.
2) Volume dan Konsentrasi Darah

Pada 72 jam pertama setelah persalinan banyak kehilangan plasma dari pada sel darah. Selama persalinan
erithropoesis meningkat menyebabkan kadar hemoglobin menurun dan nilainya akan kembali stabil pada hari keempat
postpartum. Jumlah leukosit meningkat pada early postpartum hingga nilainya mencapai 30.000/mm3 tanpa adanya infeksi.
Apabila peningkatan lebih dari 30 % dalam 6 jam pertama, maka hal ini mengindikasikan adanya infeksi.
Jumlah darah yang hilang selam persalinan sekitar 400-500 ml. Pada klien postpartum dengan seksio sesarea
kehilangan darah biasanya lebih banyak dibanding persalinan normal (600-800 cc).
c. Sistem Gastrointestinal

Pada klien dengan postpartum seksio sesarea biasanya mengalami penurunan tonus otot dan motilitas
traktus gastrointestinal dalam beberapa waktu. Pemulihan kontraksi dan motilitas otot tergantung atau dipengaruhi oleh
penggunaan analgetik dan anesthesia yang digunakan, serta mobilitas klien. Sehingga berpengaruh pada pengosongan usus. Secara
spontan mungkin terhambat hingga 2-3 hari. Selain itu klien akan merasa pahit pada mulut karena dipuasakan atau merasa mual
karena pengaruh anesthesia umum. Sebagai akibatnya klien akan mengalami gangguan pemenuhan asupan nutrisi serta gangguan
eliminasi BAB. Klien dengan spinal anesthesia tidak perlu puasa sebelumnya.
d. Sistem Reproduksi

1)Payudara

Setelah persalinan behubung lepasnya plasenta dan berkurangnya fungsi korpus luteum, maka estrogen dan progesterone
berkurang, prolaktin akan meningkat dalam darah yang merangsang sel-sel acini untuk memproduksi ASI. Keadaan payudara
pada dua hari pertama postpartum sama dengan keadaan dalam masa kehamilan. Pada hari ketiga dan keempat buah dada
membesar, keras dan nyeri ditandai dengan sekresi air susu sehingga akan terjadi proses laktasi. Laktasi merupakan suatu masa
dimana terjadi perubahan pada payudara ibu, sehingga mampu memproduksi ASI dan merupakan suatu interaksi yang sangat
kompleks antara rangsangan mekanik, saraf dan berbagai macam hormon sehingga ASI dapat keluar.
2)Involusi Uterus

Segera setelah plasenta lahir, uterus mengalami kontraksi dan retraksi ototnya akan menjadi keras sehingga dapat
menutup/menjepit pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas inplantasi plasenta. Proses involusi uterus terjadi secara
63
progressive dan teratur yaitu 1-2 cm setiap hari dari 24 jam pertama postpartum sampai akhir minggu pertama saat tinggi fundus
sejajar dengan tulang pubis. Pada minggu keenam uterus kembali normal seperti keadaan sebelum hamil kurang lebih 50-60
gram. Pada seksio sesarea fundus uterus dapat diraba pada pinggir perut. Rasa tidak nyaman karena kontraksi uterus bertambah
dengan rasa nyeri akibat luka sayat pada uterus terjadi setelah klien sadar dari narkose dari 24 jam post operasi.
3)Endometrium

Dalam dua hari postpartum desidua yang tertinggal dan berdiferensiasi menjadi 2 lapisan, lapisan superficial menjadi
nekrotik dan terkelupas bersama lochea. Sedangkan lapisan basah yang bersebelahan dengan miometrium yang berisi kelenjar
tetap utuh dan merupakan sumber pembentukan endometrium baru. Proses regenerasi endometrium berlangsung cepat.
Seluruhnya endometrium pulih kembali dalam minggu kedua dan ketiga.
4)Cerviks, Vagina, Vulva, Perineum

Pada persalinan dengan seksio sesarea tidak terdapat peregangan pada serviks dan vagina kecuali bila sebelumnya
dilakukan partus percobaan serviks akan mengalami peregangan dan kembali normal sama seperti postpartum normal. Pada
klien dengan seksio sesarea keadaan perineum utuh tanpa luka.
5)Lochea

Lochea adalah secret yang berasal dari dalam rahim terutama luka bekas inplantasi plasenta yang keluar melalui vagina.
Lochea merupakan pembersihan uterus setelah melahirkan yang secara mikroskopik terdiri dari eritrosit, kelupasan desidua, sel-
sel epitel dan bakteri yang dikeluarkan pada awal masa nifas. Lochea dibagi berdasarkan warna dan kandungannya yaitu :
a)Lochea Rubra

Keluar pada hari pertama sampai hari ketiga postpartum. Warna merah terdiri dari darah, sel-sel desidua, vernik caseosa,
rambut lanugo, sisa mekonium dan sisa-sisa selaput ketuban.
b)Lochea Serosa

Mengandung sel darah tua, serum, leukosit dan sisa-sisa jaringan dengan warna kuning kecoklatan, berlangsung hari
keempat dan kesembilan postpartum. c) Lochea Alba
Berwarna putih kekuningan, tidak mengandung darah, berisi sel leukosit, sel-sel epitel dan mukosa serviks. Dimulai pada
hari ke-10 sampai minggu ke 2-6 postpartum
(Cuningham, 195 : 288).

Perdarahan lochea menunjukan keadaan normal. Jika pengeluaran lochea berkepanjangan, pengeluaran lochea tertahan,
lochea yang prulenta (nanah), aras nyeri yang berlebihan, terdapat sisa plasenta yang merupakan sumber perdarahan dan terjadi
infeksi intra uterin.
e. Sistem Endokrin

Kaji kelenjar tiroid, adakah pembesaran pada kelenjar tiroid, pembengkakan kelenjar getah bening dan kaji .juga
pengeluaran ASI dan kontraksi uterus.
f. Sistem Perkemihan

Pada klien seksio sesarea terutama pada kandung kemih dapat terjadi karena letak blass berdempetan dengan uterus,
sehingga pengosongan kandung kemih mutlak dilakukan dan biasanya dipasang folly kateter selama pembedahan sampai 2 hari post
operasi. Dengan demikian kmungkinan dapat terjadi gangguan pola eliminasi BAK, sehingga klien perlu dilakukan bldder training.
Kaji warna urine yang keluar, jumlahnya dan baunya.
g. Sistem Persarafan

Sistem persarafan pada klien postpartum biasanya tidak mengalami gangguan kecuali ada komplikasi akibat dari pemberian
anesthesia spinal atau penusukan pada anesthesi epidural dapat menimbulkan komplikasi penurunan sensasi pada ekstremitas
bawah. Klien dengan spinal anesthesia perlu tidur flat selama 24 jam pertama. Kesadaran biasanya
h. Sistem Integumen

Cloasma/hyperpigmentasi kehamilan sering hilang setelah persalinan akibat dari penurunan hormon progesterone dan
melanotropin, namun pada beberapa wanita ada yang tidak menghilang secara keseluruhan, kadang ada yang hyperpigmentasi yang
menetap. Pertumbuhan rambut yang berlebihan terlihat selama kehamilan seringkali menghilang setelah persalinan, sebagai akibat
dari penurunan hormon progesterone yang mempengaruhi folikel rambut sehingga rambut tampak rontok.

64
i. Sistem Muskuloskletal

Selama kehamilan otot abdomen teregang secara bertahap, hal ini menyebabkan hilangnya kekenyalan otot pada masa
postpartum, terutama menurunnya tonus otot dinding dan adanya diastasis rektus abdominalis. Pada dinding abdomen sering tampak
lembek dan kendur dan terdapat luka/insisi bekas operasi, secara berangsur akan kembali pulih, selain itu sensasi ekstremitas bawah
dapat berkurang selama 24 jam pertama setelah persalinan, pada klien postpartum dengan seksio sesaria, hal ini terjadi bila
dilakukan regio anestesi dapat terjadi pula penurunan kekuatan otot yang disebabkan oleh peregangan otot.

4. Etiologi
Penyebab dari infeksi postpartum ini melibatkan mikroorganisme anaerob dan aerob patogen yang merupakan flora normal serviks
dan jalan lahir atau mungkin juga dari luar. Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50 % adalah streptococcus dan anaerob yang
sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi postpartum antara lain :
a. Streptococcus haematilicus aerobic

Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari penderita lain , alat alat yang tidak steril ,
tangan penolong , dan sebagainya.
b. Staphylococcus aurelis

Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak

ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit

c. Escherichia coli

Sering berasal dari kandung kemih dan rectum ,

menyebabkan infeksi terbatas

d. Clostridium welchii

Kuman anaerobik yang sangat berbahaya , sering ditemukan pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari
luar rumah sakit.

5. Faktor Predisposisi
a. Faktor predisposisi infeksi postpartum

1) Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti perdarahan, dan kurang gizi atau malnutrisi
2) Partus lama, terutama partus dengan ketuban pecah lama.

3) Tindakan bedah vaginal yang menyebabkan perlukaan jalan lahir.


4) Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan dara

5) Anemia, higiene, kelelahan


6) Proses persalinan bermasalah :

7) Partus lama/macet, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurang baiknya proses pencegahan infeksi, manipulasi yang
berlebihan, dapat berlanjut ke infeksi dalam masa nifas.
b. Cara Terjadinya infeksi

1) Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang
sudah ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau alat-alat yang dimasukkan ke dalam
jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
2) Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter
atau petugas kesehatan lainnya. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin harus ditutup dengan
masker dan penderita infeksi saluran pernafasan dilarang memasuki kamar bersalin.

65
3) Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi.
Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara kemana-mana termasuk kain-kain, alat-alat yang suci hama, dan yang
digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu nifas.
4) Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
5) Infeksi Intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu berlangsungnya persalinan. Infeksi intraparum
biasanya terjadi pada waktu partus lama, apalagi jika ketuban sudah lam pecah dan beberapakali dilakukan pemeriksaan dalam.
Gejal-gejala ialah kenaikan suhu, biasanya disertai dengan leukositosis dan takikardia; denyut jantung janin dapat meningkat
pula. Air ketuban biasanya menjadi keruh dan berbau. Pada infeksi intra partum kuman-kuman memasuki dinding uterus pada
waktu persalinan, dan dengan melewati amnion dapat menimbulkan infeksi pula pada janin.

6. Patofisiologi
Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi reaksi umum. Pada infeksi dengan reaksi umum akan melibatkan
syaraf dan metabolik pada saat itu terjadi reaksi ringan limporetikularis diseluruh tubuh, berupa proliferasi sel fagosit dan sel pembuat
antibodi (limfosit B).
Kemudian reaksi lokal yang disebut inflamasi akut, reaksi ini terus berlangsung selama menjadi proses pengrusakan jaringan oleh
trauma. Bila penyebab pengrusakan jaringan bisa diberantas, maka sisa jaringan yang rusak disebut debris akan difagositosis dan dibuang
oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang
berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses atau bekumpul dijaringan tubuh yang lain membentuk flegman (peradangan
yang luas dijaringan ikat).
(Sjamsuhidajat, R, 1997 ).

8. Manifestasi Klinis
a. Peningkatan suhu

b. Takikardie.

c. Nyeri pada pelvis

d. Demam tinggi

e. Nyeri tekan pada uterus

f. Lokhea berbau busuk/ menyengat

g. Penurunan uterus yang lambat

h. Nyeri dan bengkak pada luka episiotomy

9. Jenis-jenis infeksi postpartum

a. Infeksi Payudara

1) Mastitis

a) Definisi

Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara. Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, bisa
terbentuk abses payudara (penimbunan nanah di dalam payudara).
b) Penyebab

Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada kulit yang normal (Staphylococcus
aureus).
Bakteri seringkali berasal dari mulut bayi dan masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit
(biasanya pada puting susu).
Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah
melahirkan.
66
Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis pada beberapa minggu pertama setelah melahirkan.
Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan peradangan menahun dari saluran air susu yang
terletak di bawah puting susu. Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan saluran air susu oleh sel-
sel kulit yang mati. Saluran yang tersumbat ini menyebabkan payudara lebih mudah mengalami infeksi.
c) Gejala

Gejalanya berupa :

• Nyeri payudara

• Benjolan pada payudara

• Pembengkakan salah satu payudara

• Jaringan payudara membengkak, nyeri bila ditekan, kemerahan dan teraba hangat
• Nipple discharge (keluar cairan dari puting susu, bisa mengandung nanah)
• Gatal - gatal

• Pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara yang terkena
• Demam.

d) Diagnosa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Jika tidak sedang menyusui, bisa dilakukan
mammografi atau biopsi payudara.
e) Pengobatan

Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama 15-20 menit, 4 kali/hari. Diberikan antibiotik dan untuk
mencegah pembengkakan, sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada payudara yang terkena.
• Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan
berkurang.
• Sangga payudara.

• Kompres dingin.

• Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.


• Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS.

• Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.

f) Pencegahan

Untuk mencegah terjadinya mastitis bisa dilakukan beberapa tindakan berikut


• Menyusui secara bergantian payudara kiri dan kanan

• Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan payudara dengan cara memompanya
• Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah robekan/luka pada puting susu
• Minum banyak cairan

• Menjaga kebersihan puting susu

• Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.

2) Bendungan ASI

a) Definisi

Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena penyempitan duktus laktiferi atau oleh kelenjar yang tidak
dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada putting susu (Mochtar, 1996).
Menurut Huliana (2003) payudara bengkak terjadi karena hambatan aliran darah vena atau saluran kelenjar getah bening
akibat ASI terkumpul dalam payudara. Kejadian ini timbul karena produksi yang berlebihan, sementara kebutuhan bayi pada hari
pertama lahir masih sedikit.
b) Patologi

Faktor predisposisi terjadinya bendungan ASI antara lain :

67
• Faktor hormon

• Hisapan bayi

• Pengosongan payudara

• Cara menyusui

• Faktor gizi

• Kelainan pada puting susu

c) Patofisiologi

• Gejala yang biasa terjadi pada bendungan ASI antara lain payudara penuh terasa panas, berat dan keras, terlihat mengkilat
meski tidak kemerahan.
• ASI biasanya mengalir tidak lancar, namun ada pula payudara yang terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri,
puting susu teregang menjadi rata.
• ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI. Ibu kadang-kadang menjadi demam, tapi
biasanya akan hilang dalam 24 jam (Mochtar, 1998).
d) Penatalaksanaan

• Upaya pencegahan untuk bendungan ASI adalah :

1. Menyusui dini, susui bayi sesegera mungkin (setelah 30 menit) setelah dilahirkan
2. Susui bayi tanpa jadwal atau ondemand

3. Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa, bila produksi melebihi kebutuhan bayi
4. Perawatan payudara pasca persalinan

• Upaya pengobatan untuk bendungan ASI adalah :

1. Kompres hangat payudara agar menjadi lebih lembek

2. Keluarkan sedikit ASI sehingga puting lebih mudah ditangkap dan dihisap oleh bayi.
3. Sesudah bayi kenyang keluarkan sisa ASI
4. Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara, berikan kompres dingin
5. Untuk mengurangi statis di vena dan pembuluh getah bening lakukan pengurutan (masase) payudara yang dimulai dari
putin kearah korpus. (Sastrawinata, 2004)
3) Abses Payudara

a) Definisi

Abses payudara berbeda dengan mastitis. Abses payudara terjadi apabila mastitis tidak tertangani dengan baik, sehingga
memperberat infeksi.
b) Gejala

• Sakit pada payudara ibu tampak lebih parah.

• Payudara lebih mengkilap dan berwarna merah.

• Benjolan terasa lunak karena berisi nanah.

• Payudara yang tegang dan padat kemerahan.

• Pembengkakan dengan adanya fluktuasi.

• Adanya pus/nanah.

c) Penanganan

• Teknik menyusui yang benar.

• Kompres payudara dengan air hangat dan air dingin secara bergantian.
• Meskipun dalam keadaan mastitis, harus sering menyusui bayinya.
• Mulailah menyusui pada payudara yang sehat.

• Hentikan menyusui pada payudara yang mengalami abses, tetapi ASI harus tetap dikeluarkan.
68
• Apabila abses bertambah parah dan mengeluarkan nanah, berikan antibiotik.
• Rujuk apabila keadaan tidak membaik.

b. Infeksi Parineal

1) Definisi

Masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh melalui robekan dan serambi liang senggama waktu bersalin, sehingga luka terasa
nyeri dan mengeluarkan nanah.
2) Penyebab

Disebabkan oleh keadaan yang kurang bersih dan tindakan pencegahan infeksi yang kurang baik.
3) Tanda / Gejala

a) Nyeri pada luka.

b) Luka pada perineal yang mengeras.

c) Demam.

d) Keluar pus / cairan.

e) Kemerahan.

f) Berbau busuk.

4) Penatalaksanaan

a) Bila didapati pus dan cairan pada luka, buka jahitan dan lakukan pengeluaran serta kopmres antiseptic.
b) daerah jahitan yang terinfeksi dihilangkan dan lakukan debridemen.
c) Bila infeksi sedikit tidak perlu antibiotika.

d) Bila infeksi relative superficial, berikan Ampisilin 500mg per oral selama 6 jam dan Metronidazol 500 mg per oral 3 kali/hari
selaa 5 hari.
e) Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan menyebabkan nekrosis, beri Pennisilin G 2 juta U IV setiap 4 jam ( atau Ampisilin
inj 1 g 4x/hari ) ditambah dengan Gentamisin 5 mg/kg berat badan per hari IV sekali ditambah dengan Metronidazol 500 mg IV
setiap 8 jam, sampai bebas panas selama 24 jam. Bila ada jaringan nekrotik harus dibuang, lakukan jahitan sekunder 2 – 4
minggu setelah infeksi membaik.
f) Berikan nasihat kebersihan dan pemakaian pembalut yang bersih dan sering diganti.
5) Pelaksanaan

a) Jika terdapat pus atau cairan, buka dan drain luka tersebut.

b) Angkat kulit yang nekrotik dan jahitan subkutis dan lakukan debridement.
 Jangan angkat jahitan fasia.

c) Jika infeksi hanya superficial dan tidak meliputi jaringan dalam, atau akan timbulnya abses dan berikan antibiotika.
 Ampisilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 5 hari.

d) Jika infeksi cukup dalam, meliputi otot dan menimbulkan nekrotik atau berikan kombinasi antibiotika sampai pasien bebas panas
48 jam.
• Penisilin G sebanyak 2 juta unit I.V setiap 6 jam.

• Ditambah Gentamisin 5 mg/kgBB I.V setiap 24 jam.

• Ditambah Metronidazol 500 mg per oral 3 kali sehari selaa 5 hari.


• Jika sudah bebas demam 48 jam, berikan :

1. Ampisilin 500mg per oral 4 kali sehari selama 5 hari.

2. Ditambah Metronidazol 400 mg per oral 3 kali sehari selama 5 hari.


Catatan : Fasilitas nekrotikan membutuhkan debridement dan jahitan situasi. Lakukan jahitan reparasi 2 – 4 minggu
kemudian, bila luka sudah bersih.

69
3. Jika infeksi parah pada fasilitas nekrotikan, rawat pasien untuk kompres 2 kali sehari.

c. Infeksi Uterus

1) Endometritis (Lapisan dalam rahim)

Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi
pada serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim (Anonym, 2008).
Endometritis adalah infeksi yang berhubungan dengan kelahiran anak, jarang terjadi pada wanita yang mendapatkan
perawatan medis yang baik dan telah mengalami persalinan melalui vagina yang tidak berkomplikasi. Infeksi pasca lahir yang
paling sering terjadi adalah endometritis yaitu infeksi pada endometrium atau pelapis rahim yang menjadi peka setelah lepasnya
plasenta, lebih sering terjadi pada proses kelahiran caesar, setelah proses persalinan yang terlalu lama atau pecahnya membran yang
terlalu dini. Juga sering terjadi bila ada plasenta yang tertinggal di dalam rahim, mungkin pula terjadi infeksi dari luka pada leher
rahim, vagina atau vulva.
Tanda dan gejalanya akan berbeda bergantung dari asal infeksi, sedikit demam, nyeri yang samar-samar pada perut bagian
bawah dan kadang-kadang keluar dari vagina berbau tidak enak yang khas menunjukkan adanya infeksi pada endometrium. Pada
infeksi karena luka biasanya terdapat nyeri dan nyeri tekan pada daerah luka, kadang berbau busuk, pengeluaran kental, nyeri pada
perut atau sisi tubuh, gangguan buang air kecil. Kadang-kadang tidak terdapat tanda yang jelas kecuali suhu tunbuh yang meninggi.
Maka dari itu setiap perubahan suhu tubuh pasca lahir harus segera dilakukan pemeriksaan.
Infeksi endometrium dapat dalam bentuk akut dengan gejala klinis yaitu nyeri abdomen bagian bawah, mengeluarkan
keputihan, kadang-kadang terdapat perdarahan dapat terjadi penyebaran seperti meometritis (infeksi otot rahim), parametritis
(infeksi sekitar rahim), salpingitis (infeksi saluran tuba), ooforitis (infeksi indung telur), dapat terjadi sepsis (infeksi menyebar),
pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur (Anonym, 2008).
Terjadinya infeksi endometrium pada saat persalinan, dimana bekas implantasi plasenta masih terbuka, terutama pada
persalinan terlantar dan persalinan dengan tindakan pada saat terjadi keguguran, saat pemasangan alat rahim yang kurang legeartis
(Anonym, 2008).
Kadang-kadang lokia tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiametra dan
dapat menyebabkan kenaikan suhu. Uterus pada endometritis agak membesar, serta nyeri pada perabaan dan lembek.
Pada endometritis yang tidak meluas, penderita merasa kurang sehat dan nyeri perut pada hari-hari pertama. Mulai hari ke3
suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang lebih satu minggu
keadaan sudah normal kembali.
Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadangkadang berbau. Hal ini tidak boleh dianggap infeksinya berat.
Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokia yang sedikit dan tidak berbau.
Untuk mengatasinya biasanya dilakukan pemberian antibiotik, tetapi harus segera diberikan sesegera mungkin agar hasilnya
efektif. Dapat pula dilakukan biakkan untuk menentukan jenis bakteri, sehingga dapat diberikan antibiotik yang tepat.
2) Miometritis (infeksi otot rahim)

Miometritis adalah radang miometrium. Sedangkan miometrium adalah tunika muskularis uterus. Gejalanya berupa demam,
uterus nyeri tekan, perdarahan vaginal dan nyeri perut bawah, lokhea berbau, purulen.
Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi postpartum. Penyakit ini tidak brerdiri sendiri akan tetapi
merupakan bagian dari infeksi yang lebih luas yaitu merupakan lanjutan dari endometritis. Kerokan pada wanita dengan
endometrium yang meradang dapat menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini miometrium menunjukkan reaksi radang berupa
pembengkakan dan infiltarsi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan limfe atau lewat tromboflebitis dan kadang-kadang
dapat terjadi abses.
Metritis kronik adalah diagnosa yang dahulu banyak dibuat atas dasar menometroragia dengan uterus lebih besar dari bisa,
sakit pnggang, dan leukore. Akan tetapi pembesaran uterus pada multipara umumnya disebabkan oleh pemanbahan jaringan ikat
akibat kehamilan. Terapi dapat berupa antibiotik spektrum luas seperti amfisilin 2gr IV per 6 jam, gentamisin 5 mg kg/BB,
metronidasol mg IV per 8 jam, profilaksi anti tetanus, efakuasi hasil konsepsi.
3) Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim).

Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig latum. Radang ini biasanya unilatelar. Tanda dan gejala suhu
70
tinggi dengan demam tinggi, Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah. Penyebab Parametritis yaitu :
a) Endometritis dengan 3 cara yaitu :

• Per continuitatum : endometritis → metritis → parametitis


• Lymphogen

• Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis

b) Dari robekan serviks

c) Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD )

d. Peritonitis

Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-
ooforitis dan sellulitis pelvika. Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga
peritoneum dan menyebabkan peritonitis.
Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis. Gejala-gejalanya tidak seberapa berat seperti
pada peritonitis umum. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Pada pelvioperitonitis bisa terdapat
pertumbuhan abses. Nanah yang biasanya terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan kolpotomia posterior untuk
mencegah keluarnya melalui rektum atau kandung kencing.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi,
nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita, yang mula-mula kemerah-merahan, menjadi
pucat, mata cekung, kulit muka dingin; terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas peritonitis umum tinggi.
e. Tromboflebitis

1) Definisi

Perluasan infeksi nifas yang paling sering ialah perluasan atau invasi mikroorganisme pathogen yang mengikuti aliran
darah disepanjang vena dan cabang – cabangnya sehingga terjadi trobpoflebitis.
Tomboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah disertai pembentukan pembekuan darah. Tomboflebitis
cenderung terjadi pada periode pasca partum pada saat kemampuan penggumpalan darah meningkat akibat peningkatan
fibrinogen; dilatasi vena ekstremitas bagian bawah disebabkan oleh tekanan keopala janin gelana kehamilan dan persalinan; dan
aktifitas pada periode tersebut yang menyebabkan penimbunan, statis dan membekukan darah pada ekstremitas bagian bawah
(Adele Pillitteri, 2007).

b. Pencegahan infeksi postpartum :

1) Anemia diperbaiki selama kehamilan. Berikan diet yang baik. Koitus pada kehamilan tua sebaiknya dilarang.
2) Membatasi masuknya kuman di jalan lahir selama persalinan. Jaga persalinan agar tidak berlarut-larut. Selesaikan persalinan
dengan trauma sesedikit mungkin. Cegah perdarahan banyak dan penularan penyakit dari petugas dalam kamar bersalin. Alat-alat
persalinan harus steril dan lakukan pemeriksaan hanya bila perlu dan atas indikasi yang tepat.
3) Selama nifas, rawat higiene perlukaan jalan lahir. Jangan merawat pasien dengan tanda-tanda infeksi nifas bersama dengan wanita
sehat yang berada dalam masa nifas.
c. Penanganan umum

1) Antisipasi setiap kondisi (faktor predisposisi dan masalah dalam proses persalinan) yang dapat berlanjut menjadi
penyulit/komplikasi dalam masa nifas.
2) Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami infeksi nifas.
3) Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi yang dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan.
4) Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui.

5) Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat
pertolongan dengan segera.
6) Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari ibu yang mengalami infeksi pada saat persalinan. Dan
Berikan hidrasi oral/IV secukupnya.
d. Pengobatan secara umum
71
1) Sebaiknya segera dilakukan pembiakan (kultur) dan sekret vagina, luka operasi dan darah serta uji kepekaan untuk mendapatkan
antibiotika yang tepat dalam pengobatan.,
2) Berikan dalam dosis yang cukup dan adekuat.

3) Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka berikan antibiotika spektrum luas (broad spektrum) menunggu hasil
laboratorium.
4) Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh penderita, infus atau transfusi darah diberikan, perawatan lainnya sesuai dengan
komplikasi yang dijumpai.
e. Penanganan infeksi postpartum :

1) Suhu harus diukur dari mulut sedikitnya 4 kali sehari.

2) Berikan terapi antibiotik, Perhatikan diet. Lakukan transfusi darah bila perlu, Hati-hati bila ada abses, jaga supaya nanah tidak
masuk ke dalam rongga perineum.

BAB III
PENUTUP

72
A. KESIMPULAN

Perdarahan selama kehamilan yaitu terjadi banyak faktor yang menyebabkan

 pengurangan pemberdayaan wanita. dan telahbanyak pula hal-hal yang diberikan dalam cara-
cara penanggulangannya di tinjaupula dari segi kesehatan sehingga keberdayaan wanita itu
dapat puladitingkatkan dibelakang hari. Terutama pada generasi wanita yang akan
datang.Sebab dari sekian banyak kendala telah pula diberikan beberapa caraantisipasinya,
sehingga betul-betul keberdayaan wanita itu akan bertambahditinjau dari satu segi kesehatan
yang begitu komplex.Kematianibu selama kehamilan ada tiga hal pokok yaitu,
perdarahanselama kehamilan,
 pereklamsi,eklamsi dan infeksi. Tetapi yang kamiketengahkan, baru kematian ibu akibat
perdarahan selama kehamilan danpenanggulangannya, untuk meningkatkan keberdayaan
seorang wanita.Diantaranya adalah abortus, mola hidatidosa, kehamilan ektopik yang
terganggu,menstruasi dan kehamilan normal, kelainan
lokalpadavaginadanserviksepertivarises,perlukaan,erosi,polipdankeganasan,
 partus prematus, solusioplasenta, inkopetensi servik, perdarahan ante partum seperti plasenta
previa, danlain-lain. Untuk meningkatkan pemberdayaan wanita maka diharapkan
setiapwanita yang mengalami perdarahan pervagina selama kehamilan seyogyanyaharus
memeriksakan diri ke dokter spesialis, untuk selanjutnya dapat ditanganiolehnya begitupun
bagi wanita sendiri (penderita),
 perlu mengetahui haripertama haid terakhir, gejala dan tanda kehamilan, riwayat obstetri
teruahulu,riwayat ginekologi seperti servisitis atau operasi, riwayat Keluarga
Berencana,perdarahan kwalitas dan kwantitasnya dan lain-lain. Juga disamping itu
perludiketahui pemeriksaan penunjang seperti vaginal smear, USG, Test
kehamilan,pemeriksaan hemoglobin, pemerisaan inkomtabiliti rhesus dan sistem ABC
danlain-lain. Dengan demikian kita dapat yakin bahwa kesetaraan dengan pria ini, akandapat
terwujud ditinjau dari segi kesehatan.

73

Anda mungkin juga menyukai