Anda di halaman 1dari 85

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Tujuan utama pemerintah adalah mewujudkan pemerataan

pembangunan nasional. Pembangunan nasional dilaksanakan dengan

tujuan untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur, sehingga dalam

mewujudkan pembangunan nasional tersebut dibutuhkan berbagai

perencanaan dan strategi (Novitasari, 2015). Strategi pembangunan

nasional yang dijalankan pemerintah berbentuk strategi pembangunan

jangka pendek dan strategi jangka panjang, sehingga dalam rangka

mencapai strategi tersebut membutuhkan jumlah dana yang cukup besar.

Sumber pendanaan yang digunakan pemerintah dalam mewujudkan

pembangunan nasional tersebut adalah sumber pendanaan dari pajak.

Menurut UU No. 28 Tahun 2007, pajak merupakan kontribusi

wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak merupakan salah satu sumber

pendanaan pemerintah yang memiliki peranan dan kontribusi yang sangat

penting. Melalui sektor pajak, pemerintah berupaya untuk melepaskan

ketergantungan dari bantuan luar negeri dan beralih pada kemampuan

bangsa sendiri melalui peningkatan penerimaan dari sektor pajak.

1
2

Penyelenggaraan otonomi daerah yaitu melalui pajak daerah dan retribusi

daerah adalah salah satu bentuk peran serta masyarakat (Ummah, 2015).

Melalui penyelenggaraan otonomi daerah ini diharapkan dapat membantu

mewujudkan pemerataan pembangunan nasional, yaitu khususnya

pembangunan di daerah.

Pajak kendaraan bermotor atau PKB merupakan salah satu pajak

daerah yang memiliki potensi dan peranan yang sangat penting. Menurut

UU No. 28 Tahun 2009 pasal 1 ayat 12 dan 13, pajak kendaraan bermotor

adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.

Pajak kendaraan bermotor merupakan salah satu pajak daerah yang

membiayai pembangunan daerah provinsi (Putra dan Merkusiwati, 2017).

Pajak kendaraan bermotor (PKB) memiliki kontribusi yang baik bagi

peningkatan pendapatan asli daerah. Ini terlihat dari pencapaian

pendapatan asli daerah (PAD) di provinsi Bali pada tahun 2017 yang

mencapai 3,39 triliun, dimana pajak kendaraan bermotor menjadi

penyumbang PAD hingga 70% (Bali, 2018). Bersama Dinas Pendapatan

Daerah melalui kantor bersama sistem administrasi menunggal di bawah

satu atap (SAMSAT) adalah lembaga instansi yang menangani pajak

kendaraan bermotor. Lembaga instansi ini berperan dalam menangani

penerimaan atau pembayaran pajak kendaraan bermotor dari wajib pajak.

Kendaraan bermotor merupakan penunjang kebutuhan masyarakat

dan hampir setiap lapisan masyarakat memilikinya, sehingga kendaraan

bermotor di kalangan masyarakat jumlahnya sangat banyak karena


3

kendaraan bermotor saat ini bukanlah lagi dianggap barang yang mewah.

Banyaknya kendaraan bermotor yang berada di lingkungan masyarakat

akan berdampak pada banyaknya jumlah wajib pajak kendaraan bermotor.

Berikut adalah data wajib pajak kendaraan bermotor yang berada di

kabupaten Badung pada akhir Oktober tahun 2018.

TABEL 1.1
DATA WAJIB PAJAK KENDARAAN BERMOTOR
DI KABUPATEN BADUNG
PER AKHIR BULAN OKTOBER TAHUN 2018

No Kecamatan Jumlah Wajib Pajak


1 Abiansemal 245.268
2 Kuta 279.651
3 Kuta Selatan 108.905
4 Kuta Utara 77.194
5 Mengwi 105.923
6 Petang 14.857
7 Lain-Lain 380
Total 832.188
Sumber: UPT Dispenda Provinsi Bali di Kabupaten Badung, 2018

Berdasarkan data pada Tabel 1.1, jumlah wajib pajak yang berada

di daerah kabupaten Badung totalnya berjumlah 832.188 dimana

kecamatan Kuta berada pada angka tertinggi yaitu sebesar 279.651 dan

diikuti dengan kecamatan Abiansemal, Kuta Selatan, Mengwi, Kuta Utara,

Petang dan lain-lain. Tingginya angka kepemilikan kendaraan bermotor

yang diiringi dengan jumlah wajib pajak kendaraan bermotor tentu dapat

memberikan dampak yang positif terhadap pemerintah daerah. Semakin

tinggi tingkat kepemilikan kendaraan bermotor maka diharapkan semakin

meningkat juga potensi pajak yang akan diterima oleh pemerintah daerah

(Apriliyana, 2017).
4

Banyaknya jumlah kendaraan bermotor yang sekaligus

menunjukkan banyaknya jumlah wajib pajak yang diyakini mampu

meningkatkan penerimaan daerah seringkali belum tepat sasaran. Faktanya

di lapangan, terkadang penerimaan pajak tidak sebanding dengan jumlah

kepemilikan kendaraan bermotor. Target penerimaan pajak yang

diharapkan tidak sesuai dengan realisasinya. Ini terlihat dari data target

dan realisasi penerimaan pajak kendaraan bermotor di kabupaten Badung

pada bulan Januari sampai bulan Oktober tahun 2018. Berdasarkan data

dari UPT Dinas Pendapatan Provinsi Bali di Kabupaten Badung,

pencapaian pajak yang ditargetkan sebesar Rp.290.112.334.034 sedangkan

realisasi penerimaan pajak hanya Rp.244.303.681.825 yaitu sebesar

80,51%. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah target dan realisasi

belum sebanding, sehingga terlihat bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak

dalam membayar pajak kendaraan bermotor belum maksimal. Keadaan

tersebut juga didukung dengan adanya peningkatan jumlah wajib pajak

yang menunggak pembayaran pajak pada tahun lalu.

TABEL 1.2
DATA JUMLAH WAJIB PAJAK YANG MENUNGGAK DAN
JUMLAH DENDA PAJAK KENDARAAN BERMOTOR
DI KABUPATEN BADUNG TAHUN 2015-2017

Tahun Jumlah Wajib Pajak Jumlah Denda


2015 2.712 533.829.200
2016 3.785 576.313.300
2017 5.101 670.908.500
Sumber: UPT Dispenda Provinsi Bali di Kabupaten Badung, 2018
5

Data tersebut menunjukkan adanya peningkatan jumlah wajib pajak

kendaraan bermotor yang melakukan penunggakan pajak, ini berarti dapat

mempengaruhi realisasi penerimaan pajak tahun 2018 tersebut. Tingkat

kepatuhan wajib pajak yang belum maksimal, terlihat juga pada data

jumlah denda wajib pajak kendaraan bermotor yang mengalami

peningkatan setiap tahunnya. Data jumlah denda wajib pajak yang

mengalami peningkatan setiap tahunnya ini, juga menunjukkan bahwa

masih kurangnya tingkat kepatuhan dari wajib pajak kendaraan bermotor.

Tingkat kepatuhan ini tentunya akan mempengaruhi tingkat penerimaan

pajak, apabila tingkat kepatuhan wajib pajak masih rendah maka tingkat

penerimaan pajak juga rendah. Kepatuhan wajib pajak merupakan rasa

patuh atau taat wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya

dengan baik dan benar yang dilaksanakan sesuai peraturan undang-

undang. Adapun beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

kepatuhan wajib pajak, yaitu tarif pajak, kesadaran wajib pajak, dan sanksi

perpajakan.

Tarif pajak merupakan salah satu faktor yang bisa mempengaruhi

rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak

(Apriliyana, 2017). Tarif pajak adalah dasar perhitungan pajak yang

digunakan untuk menentukan berapa besar jumlah pajak yang harus

dibayarkan oleh wajib pajak. Tarif pajak diukur melalui prinsip

kemampuan wajib pajak dalam membayar pajak sesuai dengan tarif yang

telah ditetapkan, serta pengenaan tarif pajak yang berlaku di Indonesia


6

(Apriliyana, 2017). Apabila tarif pajak ditetapkan lebih besar dan tidak

sesuai dari kemampuan ekonominya, maka wajib pajak akan merasa

terbebani sehingga wajib pajak akan memilih untuk melanggar peraturan

yang akan berujung pada penunggakan pajak.

Faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak juga berasal dari

kesadaran wajib pajak. Dalam membayar pajak setiap masyarakat harus

memiliki kesadaran (Apriliyana, 2017). Kesadaran wajib pajak merupakan

sikap sadar yang dimiliki oleh wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban

perpajakannya tanpa adanya unsur paksaan dari pihak lain. Kesadaran

wajib pajak juga diartikan sebagai sebuah kemauan baik seseorang dalam

memenuhi kewajiban membayar pajak berdasarkan hati nuraninya yang

tulus serta ikhlas (Apriliyana, 2017). Apabila wajib pajak memiliki tingkat

kesadaran yang rendah maka kepatuhan akan membayar pajak menjadi

kecil. Wajib pajak yang memiliki tingkat kesadaran yang tinggi dimana

wajib pajak menyadari akan pentingnya membayar pajak, maka kepatuhan

membayar pajak akan meningkat.

Faktor sanksi pajak juga mempengaruhi kepatuhan wajib pajak.

Sanksi pajak merupakan sebuah peraturan yang bisa mencegah wajib pajak

agar tidak melanggar kewajiban perpajakannya. Sanksi perpajakan dapat

berupa sanksi administrasi maupun sanksi pidana (Putra dan Merkusiwati,

2017). Apabila sanksi pajak diterapkan pada wajib pajak yang melanggar,

maka wajib pajak akan takut untuk melanggar dan akan mentaati kembali
7

peraturan perpajakan sehingga akan mengurangi ketidakpatuhan serta akan

meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Penelitian-penelitian terdahulu telah banyak membahas mengenai

pengaruh tarif pajak, kesadaran wajib pajak, dan sanksi perpajakan pada

kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor, namun masih diperoleh hasil

yang inkonsisten. Menurut Apriliyana (2017) dalam penelitiannya

dinyatakan bahwa tarif pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib

pajak kendaraan bermotor, sedangkan pada penelitian Sudarman (2017)

tarif pajak dinyatakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak

kendaraan bermotor. Menurut Apriliyana (2017) kesadaran wajib pajak

mempunyai pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak kendaraan

bermotor, sedangkan menurut Dewi (2017) kesadaran wajib pajak tidak

berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor. Pada

sanksi perpajakan menurut Putra dan Merkusiwati (2017) sanksi

perpajakan dinyatakan mempunyai pengaruh terhadap kepatuhan wajib

pajak kendaraan bermotor, namun pada penelitian Apriliyana (2017)

sanksi perpajakan dinyatakan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib

pajak kendaraan bermotor. Berdasarkan dari uraian di atas, maka timbul

ketertarikan untuk mengambil penelitian dengan judul “Pengaruh Tarif

Pajak, Kesadaran Wajib Pajak, dan Sanksi Perpajakan pada Kepatuhan

Wajib Pajak Kendaraan Bermotor di Kabupaten Badung”.


8

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah tarif pajak berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak

kendaraan bermotor di kabupaten Badung?

2. Apakah kesadaran wajib pajak berpengaruh pada kepatuhan wajib

pajak kendaraan bermotor di kabupaten Badung?

3. Apakah sanksi perpajakan berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak

kendaraan bermotor di kabupaten Badung?

4. Apakah tarif pajak, kesadaran wajib pajak, dan sanksi perpajakan

berpengaruh secara simultan pada kepatuhan wajib pajak kendaraan

bermotor di kabupaten Badung?

I.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

I.3.1 Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan bukti empiris pengaruh tarif pajak pada kepatuhan

wajib pajak kendaraan bermotor di kabupaten Badung.

2. Mendapatkan bukti empiris pengaruh kesadaran wajib pajak pada

kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor di kabupaten Badung.

3. Mendapatkan bukti empiris pengaruh sanksi perpajakan pada

kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor di kabupaten Badung.


9

4. Mendapatkan bukti empiris pengaruh tarif pajak, kesadaran wajib

pajak, dan sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak kendaraan

bermotor di kabupaten Badung.

I.3.2 Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk

menambahkan implementasi dari riset-riset terkait pada teori empiris

serta teori normatif khususnya teori atribusi serta hasil penelitian ini

diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti berikutnya yang

terfokus pada penelitian dengan variabel yang sama.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumber referensi bagi

kantor samsat serta pemerintah daerah dalam memecahkan

permasalahan mengenai pengaruh tarif pajak, kesadaran wajib pajak,

dan sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak kendaraan

bermotor serta membantu pemerintah dalam merancang suatu

kebijakan yang lebih baik dalam meningkatkan penerimaan pajak

kendaraan bermotor.

I.4 Sistematika Penulisan Skripsi

Penyusunan penulisan skripsi dibagi menjadi lima bab yang dijabarkan

sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN
10

Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan

kegunaan penelitian serta sistematika penulisan skripsi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini terdiri dari kajian teoritis dan kajian empiris serta

kerangka konseptual dan hipotesis.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari desain penelitian, identifikasi variabel, definisi

operasional variabel, teknik pengumpulan data, jenis dan sumber

data, teknik penentuan sampel dan teknik analisis data.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan hasil dan pembahasan dari penelitian yang

telah dilakukan. Bab ini terdiri dari gambaran umum objek

penelitian, hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini terdiri dari simpulan hasil penelitian dan pembahasan,

serta saran penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Berisi sumber-sumber dari bacaan dan data yang digunakan

sebagai acuan penelitian.

LAMPIRAN
11

Berisi lampiran tabel, gambar, kuesioner penelitian serta hasil

analisis data dan lainnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teoritis

2.1.1 Teori Atribusi

Teori atribusi adalah sebuah teori yang menjelaskan mengenai

perilaku seseorang. Teori atribusi menyatakan bahwa setelah suatu

individu mengamati perilaku seseorang, maka mereka akan mencoba

untuk menentukan apakah perilaku yang dilakukan itu ditimbulkan akibat

dari adanya pengaruh internal atau eksternal. Pengaruh internal

bersumber dari perilaku yang berasal dari bawah kendali pribadi individu

itu sendiri sedangkan pada pengaruh eksternal bersumber dari perilaku

yang dipengaruhi oleh faktor lain dari luar, seperti faktor situasi dan

faktor lingkungan. Artinya individu tersebut akan berperilaku sesuai

dengan akibat tuntutan situasi atau lingkungan (Sudarman, 2017).

Asumsi dari teori atribusi adalah seseorang akan mencoba untuk

mencari informasi serta memahami mengapa orang lain melakukan

perilaku tersebut, dimana beberapa atribut mungkin menjadi penyebab


12

dari timbulnya perilaku tersebut sehingga teori atribusi ini erat kaitannya

dengan perilaku individu dalam menginterpretasikan peristiwa-peristiwa

yang berkaitan dengan pemikiran dan perilaku seseorang. Individu dapat

menciptakan dua atribusi, yaitu atribusi internal dan atribusi eksternal.

Atribusi internal menjelaskan dimana seseorang akan berperilaku yang

disebabkan oleh faktor internal yaitu meliputi sikap, karakter, dan

kepribadian dari diri sendiri. Atribusi eksternal menjelaskan bagaimana

seseorang akan berperilaku yang disebabkan oleh faktor eksternal.

Relevansi pada teori atribusi dengan kepatuhan wajib pajak yaitu

dimana seseorang individu berperilaku patuh atau tidak patuh dalam

memenuhi dan melaksanakan kewajiban perpajakannya dipengaruhi oleh

faktor internal maupun faktor eksternal (Sudarman, 2017). Faktor

internal yang dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak adalah

kesadaran dari wajib pajak sedangkan pada faktor eksternal, kepatuhan

wajib pajak dapat dipengaruhi oleh tarif pajak dan sanksi perpajakan.

Penentu apakah perilaku disebabkan secara internal ataupun eksternal,

dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu (Robbins dan jugde, 2013):

(1) Kekhususan

Kekhususan berfokus pada perilaku seorang indivdu yang berbeda

dalam situasi yang berbeda. Perilaku disebabkan dari faktor internal

apabila perilakunya bersifat biasa. Sebaliknya, apabila perilaku

disebabkan oleh faktor eksternal apabila perilaku bersifat tidak biasa.

(2) Konsensus
13

Konsensus berfokus pada apakah semua individu dalam menghadapi

suatu situasi yang serupa akan merespon dengan cara yang sama.

Hasil konsensus apabila rendah, maka dapat diprediksi bahwa

perilaku tersebut disebabkan secara internal. Hasil konsensus apabila

tinggi maka dapat diprediksi bahwa perilaku tersebut disebabkan

secara eksternal.

(3) Konsistensi

Konsistensi berfokus pada apakah seseorang individu selalu

merespon dengan cara yang sama. Individu akan semakin konsisten

jika disebabkan oleh faktor internal, sebaliknya seseorang individu

akan semakin tidak konsisten apabila disebabkan oleh faktor

eksternal.

2.1.2 Pengertian Pajak Daerah

Pajak daerah termuat dalam undang-undang pajak daerah dan

retribusi daerah No. 28 Tahun 2009. Pajak daerah merupakan kontribusi

atau sumbangan wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi

atau badan yang sifatnya memaksa berdasarkan pada undang-undang

dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk

keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Adapun

ciri-ciri dari pajak daerah (Rani, 2015), yaitu:

(1) Pajak daerah dapat berasal dari pajak asli daerah maupun pajak pusat

yang diserahkan ke daerah sebagai pajak daerah.


14

(2) Pajak daerah hanya dapat dipungut di wilayah administrasi yang

dikuasainya.

(3) Pajak daerah digunakan dalam membiayai urusan atau pengeluaran

untuk pembangunan dan pemerintahan daerah.

(4) Pajak daerah dipungut berdasarkan pada peraturan daerah (PERDA)

dan undang-undang.

Pajak daerah terdiri dari pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota.

Pajak provinsi terdiri dari: pajak kendaraan bermotor, bea balik nama

kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air

permukaan, dan pajak rokok. Jenis pajak kabupaten/kota terdiri dari:

pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak

penerangan jalan, pajak mineral bukan batuan atau logam, pajak parkir,

pajak air tanah, pajak sarang burung wallet, pajak bumi dan bangunan

pedesaan dan perkotaan, dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.

Secara garis besar dapat disimpulkan, pajak daerah merupakan

sumbangan wajib dari penduduk daerah kepada pemerintah daerah

dengan berdasarkan pada undang-undang yang tujuannya digunakan

untuk membiayai kepentingan daerah.

2.1.3 Pengertian Pajak Kendaraan Bermotor

Definisi pajak kendaraan bermotor tertuang dalam pasal 1 ayat 12 dan 13

UU No. 28 Tahun 2009, yaitu pajak atas kepemilikan dan/atau

penguasaan kendaraan bermotor. Hal-hal yang berkaitan dengan pajak

kendaraan bermotor (Mahesar, 2017), yaitu:


15

(1) Subjek Pajak

Subjek pajak kendaraan bermotor berdasarkan pasal 4 UU No.28

Tahun 2009 adalah orang pribadi atau badan yang memiliki dan/atau

menguasai kendaraan bermotor.

(2) Wajib Pajak

Wajib pajak kendaraan bermotor adalah orang pribadi atau badan

yang memiliki kendaraan bermotor.

(3) Objek Pajak

Objek pajak kendaraan bermotor berdasarkan pasal 3 UU No. 28

Tahun 2009, adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan

bermotor. Termasuk dalam pengertian kendaraan bermotor adalah

kendaraan bermotor beroda beserta gandengannya, yang

dioperasikan di semua jenis jalan darat dan kendaraan bermotor yang

dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor GT 5 (lima gross

tonnage) sampai dengan GT 7 (tujuh gross tonnage).

(4) Pengecualian Objek Pajak

Pengecualian objek pajak kendaraan bermotor, yaitu:

a. Kereta api

b. Kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk

keperluan pertahanan dan keamanan negara

c. Kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan,

konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan


16

lembaga-lembaga internasional yang memperoleh fasilitas

pembebasan pajak dari pemerintah

d. Objek pajak lainnya yang ditetapkan dalam peraturan daerah.

2.1.4 Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, definisi kepatuhan berarti

tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Kepatuhan merupakan suatu

motivasi dari seseorang ataupun kelompok untuk melakukan suatu

tindakan atau perbuatan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan,

dalam pajak aturan tersebut adalah undang-undang perpajakan

(Apriliyana, 2017). Kepatuhan wajib pajak merupakan aspek yang

penting, mengingat sistem perpajakan di Indonesia menggunakan self

assessment system yang dalam prosesnya mutlak memberikan

kepercayaan kepada wajib pajak dalam menghitung, membayar dan

melaporkan kewajiban pajaknya (Apriliyana, 2017). Kepatuhan dapat

dibedakan menjadi dua (Dewi, 2017), yaitu

(1) Kepatuhan Material

Kepatuhan material merupakan suatu keadaan dimana wajib pajak

memenuhi kewajiban pajaknya secara material (sesuai dengan isi

undang-undang perpajakan). Kepatuhan material dapat juga meliputi

kepatuhan formal.

(2) Kepatuhan Formal


17

Kepatuhan formal merupakan kepatuhan yang sesuai dengan

peraturan perundang-undangan pajak.

Kepatuhan/Compliance dapat dikategorikan juga dalam 2 hal

(Apriliyana, 2017), yaitu:

(1) Administrative compliance, merupakan bentuk kepatuhan terhadap

aturan-aturan administratif seperti pengajuan pembayaran yang tepat

waktu.

(2) Technical compliance, merupakan kepatuhan wajib pajak terhadap

teknis pembayaran pajak, misalnya pajak dihitung sesuai dengan

ketentuan teknis dari UU perpajakan.

Dapat disimpulkan secara garis besar, kepatuhan wajib pajak adalah

suatu sikap patuh dan taat terhadap aturan perpajakan dalam menjalankan

kewajiban perpajakan sebagai wajib pajak.

2.1.5 Tarif Pajak

Tarif pajak merupakan suatu angka tertentu yang dipakai sebagai

dasar perhitungan pajak (Apriliyana, 2017). Menurut Tjahjono dan

Muhammad (2005), tarif pajak adalah suatu angka atau persentase yang

dipakai untuk menghitung berapa jumlah pajak yang terutang. Tarif pajak

merupakan pedoman atau dasar yang dipakai sebagai penentu berapa

besarnya utang pribadi maupun badan, selain sebagai sarana keadilan

dalam penetapan utang pajak (Wahyuningsih, 2016). Tarif pajak

merupakan ketentuan persentase (%) atau jumlah rupiah yang harus

dibayarkan oleh wajib pajak sesuai dengan dasar pajak atau objek pajak
18

(Wahyuningsih, 2016). Setiap tarif pajak berbeda-beda sesuai dengan

objek pajak serta peraturan pajak yang berlaku (Wahyuningsih, 2016).

Tarif pajak untuk kendaraan bermotor (Apriliyana, 2017), yaitu:

(1) Untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah

sebesar 1% (satu persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen).

(2) Untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif

dapat ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% (dua

persen) dan paling tinggi 10% (sepuluh persen).

(3) Tarif pajak kendaraan bermotor angkutan umum, ambulan, pemadam

kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan,

pemerintah/TNI/PORLI, pemerintah daerah, dan kendaraan lain

yang ditetapkan dengan peraturan daerah, ditetapkan paling rendah

sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dan paling tinggi sebesar 1%

(satu persen).

(4) Tarif pajak kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar

ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dan

paling tinggi sebesar 0,2% (nol koma dua persen).

Dapat disimpulkan secara garis besar, tarif pajak adalah suatu angka atau

persentase yang digunakan sebagai penentu berapa besarnya jumlah

pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak.

2.1.6 Kesadaran Wajib Pajak

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, sadar adalah merasa, tahu,

dan mengerti. Kesadaran wajib pajak merupakan suatu kondisi dimana


19

seseorang mengerti, memahami dan mengetahui bagaimana tata cara

membayar pajak (Apriliyana, 2017). Kesadaran wajib pajak adalah suatu

keinginan atau itikad baik seseorang dalam memenuhi kewajiban

membayar pajak berdasarkan hati nurani yang tulus dan ikhlas

(Wahyuningsih, 2016). Kesadaran wajib pajak dapat terlihat dari

kesungguhan serta keinginan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya

sebagai wajib pajak. Semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak, maka

pemahaman serta pelaksanaan kewajiban perpajakan akan semakin baik

sehingga kepatuhan wajib pajak meningkat (Wahyuningsih, 2016). Wajib

pajak yang mempunyai kesadaran perpajakan yang baik, jika memenuhi

hal-hal sebagai berikut (Apriliyana, 2017):

(1) Mengetahui adanya undang-undang dan ketentuan perpajakan.

(2) Mengetahui fungsi pajak untuk pembiayaan negara.

(3) Memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

(4) Memahami fungsi pajak untuk pembiayaan negara.

(5) Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan sukarela.

(6) Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan benar.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan, kesadaran wajib pajak adalah sikap

sadar yang dimiliki oleh wajib pajak dalam melaksanakan atau

memenuhi kewajiban perpajakannya tanpa adanya unsur paksaan dari

pihak lain.

2.1.7 Sanksi Perpajakan


20

Sanksi merupakan hukuman negatif yang diberikan kepada orang

yang melanggar suatu peraturan (Ummah, 2015). Sanksi dibutuhkan agar

tidak terjadi suatu pelanggaran terhadap peraturan atau undang-undang.

Sanksi pajak adalah jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan akan dipatuhi atau ditaati (Apriliyana, 2017). Dapat

disimpulkan, sanksi perpajakan merupakan suatu hukuman yang

diberikan kepada wajib pajak yang diakibatkan oleh pelanggaran

peraturan perundang-undangan perpajakan. Sanksi perpajakan terdiri dari

dua sanksi, yaitu sanksi administratif dan sanksi pidana antara lain

(Sudarman, 2017):

(1) Sanksi Administrasi

Sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada negara

dalam bentuk bunga dan kenaikan. Sanksi administrasi diberikan

diakibatkan wajib pajak telah melanggar kewajibannya yang telah

ditentukan dalam UU KUP. Sanksi administrasi dibagi menjadi tiga

bentuk yaitu:

a. Denda

Sanksi administrasi berupa denda dikenakan kepada wajib pajak

akibat pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pelaporan.

b. Bunga

Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan kepada wajib pajak

akibat pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban

pembayaran pajak.
21

c. Kenaikan

Sanksi administrasi berupa kenaikan jumlah pajak yang harus

dibayar dikenakan kepada wajib pajak terhadap pelanggaran

yang berkaitan dengan kewajiban yang diatur dalam ketentuan

material.

(2) Sanksi Pidana

Sanksi pidana merupakan sanksi berupa kurungan atau penjara yang

diberikan kepada wajib pajak akibat pelanggarannya. Sanksi pidana

ini diberikan sebagai alat terakhir atau benteng hukum yang

digunakan oleh fiskus agar wajib pajak mematuhi peraturan

perpajakan lagi. Sanksi pidana ini terdiri dalam dua bentuk, yaitu:

a. Kurungan

Pidana kurungan hanya dilakukan atau diberikan kepada tindak

pidana yang bersifat pelanggaran berat. Sanksi pidana kurungan

ini dapat ditujukan kepada wajib pajak dan pihak ketiga.

b. Penjara

Pidana penjara merupakan hukuman perampasan kemerdekaan.

Pidana penjara ini diberikan atau diancamkan terhadap tindak

kejahatan pada perpajakan dan ditujukan kepada pemerintah

ataupun wajib pajak.

2.2 Kajian Empiris

Adapun yang menjadi landasan penelitian terdahulu yang menjadi

sumber pendukung di dalam penelitian ini, yaitu penelitian Aprilliyana


22

pada tahun 2017 dari Falkutas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama

Islam Negeri Surakarta dengan judul “pengaruh tarif pajak, kesadaran dan

sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor

studi pada WPOP samsat kota Surakarta”. Metode penelitian yang

digunakan yaitu menggunakan metode random sampling dalam teknik

penentuan sampel dan menggunakan metode kuesioner serta wawancara

dalam teknik pengumpulan data. Teknik analisis data yang digunakan

adalah analisis regresi linear berganda. Hasil yang diperoleh yaitu secara

parsial kesadaran wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan

wajib pajak kendaraan bermotor sedangkan tarif pajak dan sanksi

perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak

kendaraan bermotor.

Penelitian Putra dan Merkusiwati pada tahun 2017 dari Falkutas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, dengan judul “faktor - faktor

yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor di

kabupaten Gianyar”. Metode penelitian yang digunakan yaitu

menggunakan metode accidental sampling dalam teknik penentuan sampel

dan menggunakan metode kuesioner untuk teknik pengumpulan data.

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear

berganda. Hasil yang diperoleh adalah faktor-faktor yang mempengaruhi

kepatuhan yaitu penerapan sistem administrasi perpajakan modern,

kesadaran wajib pajak, dan sanksi pajak berpengaruh positif pada

kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor di kabupaten Gianyar.


23

Penelitian Dewi pada tahun 2017 dari Falkutas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Dian Nuswantoro, dengan judul “pengaruh kesadaran wajib

pajak, sosialisasi perpajakan serta kualitas pelayanan terhadap kepatuhan

dalam membayar pajak kendaraan bermotor (PKB) dan pajak bea balik

nama kendaraan bermotor (BBNKB)”. Metode penelitian yang digunakan

yaitu menggunakan metode accidental sampling dalam teknik penentuan

sampel dan menggunakan kuesioner untuk teknik pengumpulan data.

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear

berganda. Hasil yang diperoleh yaitu secara parsial sosialisasi dan kualitas

pelayanan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak kendaraan

bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor di Samsat III Kota

Semarang, sedangkan kesadaran wajib pajak tidak berpengaruh terhadap

kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan

bermotor di Samsat III Kota Semarang. Secara simultan, kesadaran wajib

pajak, sosialisasi perpajakan dan kualitas pelayanan berpengaruh terhadap

kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan

bermotor di Samsat III Kota Semarang.

Penelitian Utama pada tahun 2012 dari Falkutas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana, dengan judul “pengaruh kualitas pelayanan, sanksi

perpajakan dan biaya kepatuhan terhadap kepatuhan wajib pajak”. Metode

penelitian yang digunakan yaitu menggunakan metode accidental

sampling dalam teknik penentuan sampel dan menggunakan metode

kuesioner untuk teknik pengumpulan data. Teknik analisis data yang


24

digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Hasil yang diperoleh

yaitu kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan berpengaruh positif dan

signifikan pada kepatuhan wajib pajak, sedangkan biaya kepatuhan

berpengaruh negatif dan signifikan pada kepatuhan wajib pajak.

2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis

2.3.1 Kerangka Konseptual

Gambar kerangka konseptual dari pengaruh tarif pajak, kesadaran wajib

pajak, dan sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak kendaraan

bermotor adalah sebagai berikut:

Tarif Pajak
H1
(X1)

H2 Kepatuhan Wajib Pajak


Kesadaran Wajib
Pajak (X2) Kendaraan Bermotor
(Y)
H3

Sanksi Perpajakan
(X3)

H4

GAMBAR 2.1
KERANGKA KONSEPTUAL
PENGARUH TARIF PAJAK, KESADARAN WAJIB PAJAK, DAN
SANKSI PERPAJAKAN PADA KEPATUHAN WAJIB PAJAK
KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN BADUNG
Sumber: Data diolah, 2018
25

Keterangan:

Y: Variabel dependen yang dipengaruhi variabel independen yaitu

kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor

X1: Variabel independen pertama yaitu tarif pajak

X2: Variabel independen kedua yaitu kesadaran wajib pajak

X3: Variabel independen ketiga yaitu sanksi perpajakan

: Pengaruh variabel X1, X2, X3 terhadap variabel Y secara parsial dan

simultan

2.3.2 Hipotesis

1) Pengaruh Tarif Pajak pada Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor

Tarif pajak adalah suatu angka tertentu yang dipakai sebagai dasar

perhitungan pajak (Apriliyana, 2017). Tarif pajak merupakan persentase (%)

yang digunakan sebagai pedoman atau patokan dalam menentukan berapa

besar jumlah utang pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Setiap tarif

pajak berbeda-beda sesuai dengan objek pajak serta peraturan pajak yang

berlaku (Wahyuningsih, 2016). Besarnya tarif pajak ini ditentukan oleh

regulasi pemerintah, sehingga besar dan kecilnya jumlah tarif pajak akan

mempengaruhi perilaku wajib pajak itu sendiri dalam menjalankan

kewajibannya. Atribusi teori menjelaskan bahwa perilaku seseorang dapat

timbul dari adanya pengaruh internal atau pengaruh eksternal. Pengaruh


26

internal bersumber dari perilaku yang berasal dari bawah kendali pribadi

individu itu sendiri sedangkan pada pengaruh eksternal bersumber dari

perilaku yang dipengaruhi oleh faktor lain dari luar, seperti faktor situasi

dan faktor lingkungan (Sudarman, 2017). Artinya seorang individu yang

dalam hal ini adalah wajib pajak akan berperilaku sesuai dengan akibat

tuntunan situasi atau lingkungan yang dipengaruhi oleh salah satu faktor

tersebut.

Tarif pajak adalah persentase yang digunakan untuk menentukan

jumlah pajak, yang dimana tarif pajak ini besarnya ditetapkan oleh

pemerintah sehingga tarif pajak tersebut merupakan faktor eksternal yang

dapat mempengaruhi wajib pajak. Tarif pajak yang ditetapkan oleh

pemerintah apabila jumlah tarifnya lebih besar atau naik dari yang

ditetapkan maka wajib pajak akan merasa terbebani oleh pengaruh kenaikan

tersebut. Hal ini tentunya akan berdampak pada kenaikan jumlah pajak yang

harus dibayar oleh wajib pajak, sehingga terkadang wajib pajak akan

melanggar peraturan pembayaran yang akan berujung pada penunggakan

pajak yang tinggi. Terjadinya penunggakan pajak yang tinggi tentunya akan

mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan penelitian

terdahulu yang dilakukan oleh Sudarman (2017) menyimpulkan bahwa tarif

pajak memiliki pengaruh yang signifikan pada kepatuhan wajib pajak dalam

membayar pajak kendaraan bermotor. Tarif pajak juga dinyatakan memiliki

pengaruh yang positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan


27

pernyataan dan hasil dari penelitian terdahulu, maka hipotesis dapat

dirumuskan sebagai berikut:

H1: Tarif pajak berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak kendaraan

bermotor.

2) Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak pada Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan

Bermotor

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, sadar adalah merasa, tahu,

dan mengerti. Kesadaran wajib pajak merupakan suatu kondisi dimana

seseorang mengerti, memahami dan mengetahui bagaimana tata cara

membayar pajak (Apriliyana, 2017). Kesadaran wajib pajak dapat terlihat

dari kesungguhan serta keinginan wajib pajak dalam memenuhi

kewajibannya tanpa adanya unsur paksaan dan merupakan suatu keinginan

yang timbul dari dalam diri dengan hati nurani yang tulus ikhlas. Kesadaran

ini merupakan perilaku yang timbul dari dalam diri, dimana dalam hal ini

wajib pajak yang memiliki kesadaran yang baik maka akan patuh dalam

menjalankan kewajibannya. Atribusi teori menjelaskan perilaku seseorang

dapat timbul dari pengaruh internal maupun pengaruh eksternal yang dapat

mempengaruhi perilaku individu dalam menjalankan sebuah tindakan.

Kesadaran wajib pajak merupakan kesadaran dalam diri sendiri, sehingga

kesadaran wajib pajak merupakan pengaruh faktor internal yang dapat

mempengaruhi tindakan dari wajib pajak. Wajib pajak yang memiliki

kesadaran yang tinggi, maka wajib pajak tersebut akan patuh serta taat

dalam menjalankan kewajibannya dalam membayar pajak sehingga


28

kepatuhan wajib pajak tersebut akan meningkat. Berbeda dengan wajib

pajak yang memiliki tingkat kesadaran yang rendah, maka wajib pajak

tersebut akan memiliki tingkat kepatuhan yang rendah karena umumnya

wajib pajak kurang menghiraukan peraturan serta lebih memilih untuk

melakukan penunggakan pajak. Kesadaran wajib pajak ini memiliki

kontribusi terhadap tingkat kepatuhan dari wajib pajak.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Apriliyana

(2017) menyimpulkan bahwa kesadaran wajib pajak memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, serta penelitian dari Putra

dan Mekusiwati (2017) menyimpulkan bahwa kesadaran wajib pajak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak

kendaraan bermotor. Berdasarkan pernyataan dan hasil dari penelitian

terdahulu, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:

H2: Kesadaran wajib pajak berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak

kendaraan bermotor.

3) Pengaruh Sanksi Perpajakan pada Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan

Bermotor

Sanksi merupakan hukuman negatif yang diberikan kepada orang

yang melanggar suatu peraturan (Ummah, 2015). Sanksi perpajakan adalah

peringatan berupa denda ataupun hukuman yang diberikan kepada wajib

pajak yang dengan sengaja melakukan pelanggaran peraturan perpajakan

(Sudarman, 2017). Sanksi perpajakan merupakan suatu hukuman yang

diberikan kepada wajib pajak, yang diakibatkan oleh pelanggaran peraturan


29

perundang-undangan perpajakan. Sanksi perpajakan ini terdiri dari dua

sanksi, yaitu sanksi administratif dan sanksi pidana. Sanksi perpajakan ini

telah ditetapkan berdasarkan peraturan undang-undang yang dibuat oleh

pemerintah. Adanya wajib pajak yang melanggar kewajiban pajaknya,

tentunya akan dikenai sanksi sehingga akan mempengaruhi perilaku dari

wajib pajak.

Atribusi teori menjelaskan bahwa perilaku seseorang dapat timbul dari

adanya pengaruh internal atau pengaruh eksternal. Sanksi perpajakan

merupakan pengaruh eksternal, dimana sanksi perpajakan ini bersumber dari

pedoman undang-undang yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatur

wajib pajak agar tidak melakukan pelanggaran. Sanksi perpajakan ini

mengikat wajib pajak agar mematuhi peraturan, sehingga sanksi pajak ini

berkontribusi dalam peningkatan kepatuhan wajib pajak. Perilaku wajib

pajak yang menyimpang yaitu dengan melakukan pelanggaran dalam

pelaksanaan kewajiban pajaknya, tentunya akan dikenai sanksi perpajakan.

Wajib pajak yang dikenai sanksi perpajakan akibat pelanggarannya tersebut,

akan berdampak pada perilaku dari wajib pajak itu sendiri untuk tidak

melanggar lagi sehingga wajib pajak akan patuh dan kembali untuk mentaati

aturan perpajakan. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh

Ummah (2015) menyimpulkan bahwa sanksi perpajakan berpengaruh

terhadap kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor dan penelitian dari

Putra dan Merkusiwati (2017) yang menyimpulkan bahwa sanksi

perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak kendaraan


30

bermotor. Berdasarkan pernyataan dan hasil dari penelitian terdahulu, maka

hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:

H3: Sanksi perpajakan berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak kendaraan

bermotor

4) Pengaruh Tarif Pajak, Kesadaran Wajib Pajak, dan Sanksi Perpajakan pada

Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor

Tarif pajak, kesadaran wajib pajak, dan sanksi perpajakan sama-sama

memiliki kontribusi pada kepatuhan wajib pajak. Tarif pajak merupakan

angka dalam bentuk persentase yang digunakan sebagai dasar penentuan

jumlah pajak yang harus dibayar wajib pajak. Adanya ketentuan tarif pajak

tersebut maka jumlah pajak yang harus dibayarkan sudah ditetapkan,

kemudian wajib pajak harus melaksanakan kewajibannya dalam membayar

pajak. Pelaksanaan pembayaran pajak inilah yang membutuhkan kesadaran

dari wajib pajak.

Kesadaran wajib pajak merupakan suatu kondisi dimana seseorang

mengerti, memahami dan mengetahui bagaimana tata cara membayar pajak

(Apriliyana, 2017). Kesadaran wajib pajak dapat terlihat dari kesungguhan

serta keinginan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya tanpa adanya

unsur paksaan dan merupakan suatu keinginan yang timbul dari dalam diri

dengan hati nurani yang tulus ikhlas. Wajib pajak yang memiliki tingkat

kesadaran yang tinggi, maka wajib pajak akan patuh dalam membayar

pajak. Sebaliknya apabila wajib pajak memiliki tingkat kesadaran yang

rendah, maka wajib pajak tidak akan melaksanakan kewajiban perpajakan.


31

Wajib pajak yang tidak melaksanakan kewajiban pajaknya ini akan dikenai

sanksi perpajakan.

Sanksi perpajakan adalah peringatan berupa denda ataupun hukuman

yang diberikan kepada wajib pajak yang dengan sengaja melakukan

pelanggaran peraturan perpajakan (Sudarman, 2017). Sanksi perpajakan

merupakan suatu hukuman yang diberikan kepada wajib pajak, yang

diakibatkan oleh pelanggaran peraturan perundang-undangan perpajakan.

Sanksi perpajakan ini terdiri dari dua sanksi, yaitu sanksi administratif dan

sanksi pidana. Melalui sanksi perpajakan ini maka wajib pajak akan

mematuhi kembali peraturan perpajakan. Melalui peraturan tarif dan adanya

sanksi perpajakan serta perilaku kesadaran dalam diri dapat berperan

meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Atribusi teori menerangkan bahwa

perilaku seseorang dapat timbul dari adanya pengaruh internal atau

pengaruh eksternal, dimana dalam hal ini kesadaran wajib pajak adalah

pengaruh internalnya sedangkan tarif pajak dan sanksi perpajakan adalah

pengaruh eksternalnya sehingga apabila seorang wajib pajak dipengaruhi

oleh ketaatan dalam peraturan perpajakan serta adanya kesadaran dalam diri

maka akan timbul kepatuhan dari wajib pajak itu sendiri. Berdasarkan

penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sudarman (2017) menyimpulkan

bahwa kesadaran wajib pajak, sanksi perpajakan dan tarif pajak berpengaruh

signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak

kendaraan bermotor. Berdasarkan pernyataan dan hasil dari penelitian

terdahulu, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:


32

H4: Tarif pajak, kesadaran wajib pajak, dan sanksi perpajakan berpengaruh

secara simultan pada kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan suatu teknik atau strategi dalam

mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai

pedoman atau penuntun pada proses penelitian (Hidayat, 2017). Desain

penelitian ini dimulai dari latar belakang masalah, kemudian dari latar

belakang tersebut dibentuk rumusan masalah. Rumusan masalah

merupakan pertanyaan penelitian yang didasarkan dari identifikasi

masalah yang kemudian akan dicari jawabannya melalui pengumpulan

data (Sugiono, 2016). Rumusan masalah ini kemudian dikaji dengan

kajian teoritis dan kajian empiris.

Kajian teoritis bersumber dari kajian teori-teori yang mendukung

penelitian, sedangkan kajian empiris bersumber dari penelitian-penelitian

terdahulu. Hasil dari kajian ini akan membentuk hipotesis atau jawaban

sementara dari rumusan masalah, setelah hipotesis dirumuskan maka

langkah selanjutnya adalah melakukan pengumpulan data. Pengumpulan

data dilakukan dalam bentuk penyebaran kuesioner. Data yang telah

dikumpulkan akan diuji dengan teknik analisis data. Melalui teknik


33

analisis data ini akan didapatkan hasil penelitian. Berikut adalah gambar

dari desain penelitian dalam penelitian ini:

32
Latar Belakang Masalah

Rumusan Masalah

Kajian Teoritis Kajian Empiris

Hipotesis

Pengumpulan Data

Teknik Analisis

Hasil Penelitian
GAMBAR 3.1
DESAIN PENELITIAN
Sumber: Data diolah, 2018

3.2 Identifikasi Variabel

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari

orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2016:64). Variabel dalam penelitian ini terdiri

dari satu variabel dependen (terikat) dengan tiga variabel independen

(bebas) yaitu sebagai berikut:

(1) Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi oleh

variabel bebas dan akan menimbulkan suatu akibat dari adanya


34

pengaruh variabel bebas tersebut. Dalam penelitian ini, yang menjadi

variabel dependen adalah kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor

(Y).

(2) Variabel independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi

variabel dependen, yang menjadi penyebab perubahan atau timbulnya

variabel dependen. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel

independen adalah:

1. Tarif pajak (X1)

2. Kesadaran wajib pajak (X2)

3. Sanksi perpajakan (X3)

3.3 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang menjelaskan

bagaimana suatu variabel diukur menggunakan indikator-indikator yang

selanjutnya dapat memperjelas variabel (Apriliyana, 2017). Definisi

operasional variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor (Y)

Kepatuhan wajib pajak adalah sikap patuh dan taat wajib pajak

kendaraan bermotor di kabupaten Badung dalam melaksanakan

kewajiban perpajakannya yaitu dalam membayar pajak yang sesuai

dengan persyaratan dan ketentuan peraturan yang berlaku.

2. Tarif Pajak (X1)

Tarif pajak adalah angka atau persentase yang digunakan sebagai

penentu besarnya jumlah pajak yang harus dibayar wajib pajak


35

kendaraan bermotor di kabupaten Badung, dimana besarnya tarif ini

sesuai dengan peraturan yang berlaku.

3. Kesadaran Wajib Pajak (X2)

Kesadaran wajib pajak adalah sikap sadar yang dimiliki wajib pajak

kendaraan bermotor di kabupaten Badung dalam melaksanakan atau

memenuhi kewajiban perpajakannya tanpa adanya unsur paksaan dari

pihak lain.

4. Sanksi Perpajakan (X3)

Sanksi perpajakan adalah hukuman yang diberikan kepada wajib pajak

kendaraan bermotor di kabupaten Badung yang melakukan

pelanggaran peraturan perundang-undangan, dengan tujuan agar wajib

pajak kembali mematuhi peraturan sehingga wajib pajak akan

menyadari pentingnya mematuhi peraturan pajak.

Berikut adalah nama variabel, indikator, dan item pernyataan dari

penelitian yang disajikan dalam Tabel 3.1:

TABEL 3.1
DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

Nama Variabel Indikator Item Skala


Pernyataan
36

Variabel 1. Memenuhi kewajiban pajak


dependen: sesuai dengan ketentuan 1
Kepatuhan Wajib yang berlaku
Pajak Kendaraan 2. Membayar pajak tepat pada
Bermotor (Y) waktunya 2
3. Wajib pajak memenuhi Likert
persyaratan dalam 3 4
membayarkan pajaknya
4. Wajib pajak dapat
mengetahui jatuh tempo 4
pembayaran
Variabel
independen: 1. Jumlah tarif yang 1,2 Likert
Tarif Pajak (X1) dibebankan 4

Variabel 1. Kesadaran adanya hak dan


independen: kewajiban pajak memenuhi 1
Kesadaran Wajib kewajiban membayar pajak
Pajak (X2) 2. Kepercayaan masyarakat
dalam membayar pajak Likert
untuk pembiayaan negara 2 4
dan daerah.
3. Dorongan diri sendiri untuk
membayar pajak secara 3,4
sukarela
Variabel 1. Wajib pajak mengetahui
independen: mengenai tujuan sanksi 1
Sanksi Perpajakan pajak kendaraan bermotor
(X3) 2. Pengenaan sanksi yang
cukup berat merupakan salah 2 Likert
satu untuk mendidik wajib 4
pajak
3. Sanksi pajak harus
dikenakan pada wajib pajak 3
yang melanggar tanpa
toleransi
Sumber: Apriliyana (2017); Sudarman (2017)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang

disebarkan peneliti kepada wajib pajak kendaraan bermotor di kabupaten

Badung pada kantor Samsat Badung (UPT Dispenda Provinsi Bali di


37

kabupaten Badung). Kuesioner dalam penelitian ini menggunakan skala

likert 4, untuk mengetahui jawaban dari responden yang pasti sehingga

dapat diketahui kecenderungan responden antara setuju atau tidak setuju.

Penggunaan skala likert 4 agar kuesioner tidak mengandung unsur netral.

Menurut Hadi (1991:19), modifikasi pada skala likert bertujuan untuk

menghilangkan kelemahan yang ada pada skala tingkat lima yaitu agar

jawaban responden terhindar dari kategori jawaban undeciden yang

mempunyai arti ganda (responden belum bisa memutuskan atau memberi

pendapat), selain itu agar terhindar dari central tendency effect

(kecenderungan memilih jawaban ditengah/netral). Kuesioner

didistribusikan langsung pada wajib pajak kendaraan bermotor di kabupaten

Badung. Penyebaran kuisioner dilakukan selama 4 minggu dan

pengembalian kuesioner langsung pada saat wajib pajak selesai mengisi

kuesioner.

3.5 Jenis dan Sumber Data

3.5.1 Jenis Data

Data kuantitatif merupakan suatu jenis data yang dapat diukur

ataupun dihitung secara langsung, dapat berupa informasi maupun

penjelasan yang dinyatakan dengan bilangan atau angka (Sugiono, 2016).

Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah jawaban-jawaban kuesioner

yang nantinya dikuantitatifkan dengan menggunakan skala likert yang

mengacu pada variabel yang akan digunakan. Data kuantitatif dalam

penelitian ini adalah jawaban responden pernyataan kuesioner.


38

3.5.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer merupakan data penelitian yang diperoleh

langsung dari subjek penelitian yaitu wajib pajak kendaraan bermotor di

kabupaten Badung yang terdaftar di SAMSAT Badung (UPT Dinas

Pendapatan Provinsi Bali di Kabupaten Badung). Data primer dalam

penelitian ini adalah jawaban responden atas kuesioner. Kuesioner adalah

teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan

seperangkat pertanyaan atau pernyataan kepada orang lain yang dijadikan

responden untuk dijawabnya (Apriliyana, 2017).

Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari data jumlah wajib

pajak kendaraan bermotor di kabupaten Badung, data jumlah kendaraan

bermotor di kabupaten Badung, dan data jumlah wajib pajak yang

menunggak serta jumlah denda wajib pajak kendaraan bermotor di

kabupaten Badung.

3.6 Teknik Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah wajib pajak kendaraan bermotor

yang terdaftar di Samsat Badung (UPT Dinas Pendapatan Provinsi Bali di

Kabupaten Badung). Jumlah populasi wajib pajak kendaraan bermotor di

kabupaten Badung adalah 832.188 wajib pajak. Berikut adalah data jumlah

kendaraan bermotor yang berada di kabupaten Badung.

TABEL 3.2
DATA JUMLAH KENDARAAN BERMOTOR
DI KABUPATEN BADUNG PER AKHIR BULAN
OKTOBER TAHUN 2018
39

No Jenis Kendaraan Jumlah Kendaraan


1 Sedan 10.655
2 Jeep 11.109
3 Minibus 78.368
4 Bus 415
5 Mikro Bus 1.599
6 Pick Up 18.043
7 Truck 6.132
8 Sepeda Motor 705.867
Total 832.188
Sumber: UPT Dispenda Provinsi Bali di Kabupaten Badung, 2018

Teknik yang digunakan dalam penentuan sampel pada penelitian ini

adalah metode accidental sampling. Accidental sampling adalah teknik

pengambilan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara

kebetulan atau insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai

sampel bila orang yang kebetulan ditemui dipandang cocok sebagai

sumber data (Sugiyono, 2016:126). Metode penentuan sampel

menggunakan rumus slovin adalah sebagai berikut:

n=

1+(Nx𝑒2)

n= 832.188

1 + (832.188 x 0,12)

n= 832.188

8.322,88

= 99,98 dibulatkan 100

Keterangan:
40

n = jumlah sampel.

N = jumlah populasi.

e = batas toleransi kesalahan (error tolerance) pengambilan sampel

adalah 0,1 (10%).

Berdasarkan perhitungan dengan rumus slovin, jumlah sampel dalam

penelitian ini adalah 100 orang responden dengan tingkat batas toleransi

kesalahan sebesar 0,1 (10%). Batas toleransi yang ditetapkan 0,1 (10%)

ini, bertujuan untuk mendapatkan jumlah sampel minimal namun bisa

mewakili jumlah populasi serta mempermudah dalam pengolahan data

sehingga mendapatkan hasil pengujian yang lebih baik. Jumlah 100

sampel dalam penelitian ini kemudian dipersentasekan berdasarkan jenis

kendaraan, yaitu dengan menghitung jumlah jenis kendaraan dibagi

dengan total jumlah kendaraan kemudian dikalikan 100. Berikut adalah

persentase dari jenis kendaraan pada Tabel 3.3:

TABEL 3.3
PERSENTASE JENIS KENDARAAN DAN JUMLAH SAMPEL
Jenis Kendaraan Persentase (%) Jumlah Sampel
Sedan 1,28% 1
Jeep 1,33% 1
Minibus 9,42% 9
Bus 0,05% 1
Mikro bus 0,19% 1
Pick up 2,17% 2
Truck 0,74% 1
Sepeda motor 84,82% 84
Total 100% 100
Sumber: Data diolah, 2018

3.7 Teknik Analisis Data

3.7.1 Uji Instrumen


41

Uji instrumen dilakukan untuk mendapatkan instrumen penelitian yang

valid dan reliabel. Uji instrumen terdiri dari:

(1) Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah (valid) atau tidaknya

suatu kuesioner penelitian (Ghozali, 2016). Suatu kuesioner

dinyatakan valid apabila pernyataan yang terdapat pada kuesioner

penelitian tersebut, mampu mengungkapkan sesuatu yang akan

diukur oleh kuesioner tersebut. Suatu kuesioner penelitian dikatakan

valid apabila semua item pembentuk variabel menunjukkan korelasi

(r) dengan skor total tiap variabel ≥ 0,30 (Sudarman, 2017).

(2) Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah keajegan suatu pengukuran. Uji reliabilitas

bertujuan untuk menunjukkan apakah suatu instrumen dapat

mengukur suatu yang diukurnya secara konsisten (Sudarman, 2017).

Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila nilai koefisien reliabilitas

(Cronbach’s Alpha) menunjukkan angka ≥ 0,60 (Sudarman, 2017).

3.7.2 Uji Asumsi Klasik

(1) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah data yang digunakan

terdistribusi secara normal. Model regresi yang baik adalah model

yang berdistribusi normal atau mendekati normal, dimana seperti

yang telah diketahui bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa

nilai residual mengikuti distribusi yang normal. Pengujian normalitas


42

ini menggunakan uji kolmogorov-smirnov. Residual dinyatakan

normal apabila nilai signifikansi kolmogorov-smirnov test

menunjukkan angka ≥ 0,05 (Sudarman, 2017).

(2) Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen

(Ghozali, 2016). Pada pengujian ini, data tidak boleh mengalami

multikolinearitas (Sudarman, 2017). Mulitikolinearitas dapat terlihat

dari nilai tolerance dan variance inflation factor. Data yang tidak

mengalami multikolinearitas dinyatakan apabila nilai variance

inflation factor (VIF) bernilai ≤ 10 dan Tolerance bernilai ≥ 0,1 pada

tabel hasil pengujian.

(3) Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu

pengamatan ke pengamatan yang lain (Apriliyana, 2017). Pada

pengujian ini, data tidak boleh mengalami heteroskedastisitas.

Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan uji statistik glejser.

Uji statistik glejser merupakan uji yang dilakukan dengan

mentrasformasi nilai residual menjadi absolut residual dan kemudian

meregresnya dengan variabel independen dalam model, apabila

diperoleh nilai signifikansi untuk variabel independen lebih besar

dari nilai signifikansi yang telah ditetapkan maka dapat disimpulkan


43

bahwa model regresi tidak mengalami heteroskedastisitas. Nilai

signifikansi yang digunakan dalam uji heteroskedastisitas adalah ≥

0,05.

3.7.3 Analisis Regresi Linear Berganda

Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linier

berganda (multiple regression analysis) dengan menggunakan program

SPSS versi 24. Tujuan dilakukannya pengujian analisis regresi linier

berganda adalah untuk mengetahui apakah variabel independen

berhubungan positif atau negatif terhadap variabel dependen. Persamaan

analisis regresi yang digunakan adalah sebagai berikut:

Y = α + β1X1 + β2X2+ β3X3+ e ………………. (1)

Keterangan:

Y= Kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor

α = Konstanta

β1 = Koefisien regresi tarif pajak

β2 = Koefisien regresi kesadaran wajib pajak

β3 = Koefisien regresi sanksi perpajakan

X1 = Tarif pajak

X2 = Kesadaran wajib pajak

X3 = Sanksi perpajakan

e = Standart eror

3.7.4 Uji Hipotesis (Uji t)


44

Pengujian statistik t bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh

variabel independen secara individual dalam menjelaskan variasi variabel

dependen (Ghozali, 2016). Berdasarkan dasar signifikansi, kriterianya

adalah sebagai berikut (Sudarman, 2017):

1) Jika signifikansi > 0,05 maka Ho diterima, H1 ditolak

2) Jika signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak, H1 diterima

3.7.5 Uji Kelayakan Model (Uji F)

Pengujian statistik F bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara

simultan dari variabel independen terhadap variabel dependen yang

ditunjukkan pada Tabel ANOVA. Kriteria dari pengujian hipotesis

adalah sebagai berikut (Sudarman, 2017):

1) Nilai signifikansi ≤ 0,05 maka hipotesis diterima. Artinya terdapat

pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen

secara simultan.

2) Nilai signifikansi > 0,05 maka hipotesis ditolak. Artinya tidak

terdapat pengaruh antara variabel independen terhadap variabel

dependen secara simultan.

3.7.6 Uji Koefisien Determinasi (R2)

Uji koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar

kemampuan variabel independen mampu menjelaskan variabel dependen

(Ghozali, 2016). Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu,
45

dimana angka 0 menunjukkan tidak adanya hubungan antar variabel

independen dengan dependen, sedangkan angka 1 menunjukkan terdapat

hubungan antara variabel independen dengan dependen. Semakin besar

nilai koefisien determinasi suatu persamaan regresi, maka pengaruh

antara variabel independen dan dependen semakin besar (Sudarman,

2017).

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

4.1.1 Sejarah Perusahaan

Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pendapatan Provinsi Bali di

kabupaten Badung dalam hal ini kantor Bersama SAMSAT Badung

terletak di jalan I Gusti Ngurah Rai, kecamatan Mengwi, kabupaten

Badung dengan luas tanah keseluruhan adalah 4.390 m2. Kantor

Bersama SAMSAT Badung awal pembentukannya dimulai pada sebuah

uji coba yang dilakukan pemerintah DKI Jakarta yang pelaksanaannya

dimulai pada tanggal 1 Agustus 1974 dengan keputusan kepala

kepolisian metro jaya tanggal 11 Juli 1974 Nomor

Pol.Skep/19MI/1974.
46

Berdasarkan hasil evaluasi dari pelaksanaan uji coba tersebut

ternyata dianggap baik dan praktis dilihat dari segi pemberian

pelayanan kepada masyarakat maka pemerintah mengeluarkan surat

keputusan bersama menhankam/pangab, menteri keuangan dan menteri

dalam negeri tanggal 28 Desember 1976 Nomor pol Kep/13/XII/1976,

Nomor Kep 1963/MK/IV/12/1976, Nomor 311 Tahun 1976 tentang

peningkatan kerjasama antara pemerintah daerah tingkat I, komando

daerah kepolisian dan aparat departemen keuangan dalam rangka

meningkatkan pelayanan kepada masyarakat serta meningkatkan

pendapatan daerah khususnya mengenai pajak-pajak kendaraan


45
bermotor. Atas dasar surat keputusan bersama tersebut, maka menteri

dalam negeri mengeluarkan surat edaran tertanggal 28 Juni 1977

Nomor 16 Tahun 1977, tentang pedoman/pengurusan pelaksanaan

Sistem Administrasi Manunggal dibawah Satu Atap dalam pengeluaran

surat nomor kendaraan bermotor (STNK), pembayaran pajak-pajak

kendaraan bermotor (PKB/BBNKB) dan sumbangan wajib dana

kecelakaan lalu lintas jalan (SWDKLLJ).

Berdasarkan surat keputusan bersama tersebut pemerintah daerah

provinsi tingkat I Bali mengeluarkan surat keputusan gubernur kepala

daerah tingkat I Bali pada tanggal 2 April 1977 Nomor: 2/Skep/44/Pd-

I/1/1977 tentang pembentukan tim bersama antara pemerintah daerah

tingkat I Bali, komandan daerah kepolisian XV nusra dan badan

asuransi jasa raharja daerah Bali. Sebagai penjabaran dari keputusan


47

gubernur kepala daerah tingkat I Bali tersebut, maka dikeluarkanlah

naskah kerjasama antara pemerintah daerah tingkat I Bali, komando

daerah kepolisian XV nusra dan perum AK. jasa raharja cabang

Denpasar tanggal 1 April 1978, Nomor 5/Skep/101/Pd-I/1/1978,

B/882/IV/78/Lantas, nomor 06/JR/DPS/IV/78 tentang pelaksanaan

Sistem Administrasi Manunggal dibawah Satu Atap dalam pengeluaran

surat tanda nomor kendaraan bermotor (STNK), pembayaran pajak-

pajak kendaraan bermotor (PKB/BBNKB) dan sumbangan wajib dana

kecelakaan lalu lintas jalan (SWDKLLJ).

Berdasarkan naskah kerjasama tersebut dikeluarkan surat

keputusan gubernur kepala daerah tingkat I Bali tanggal 4 Nopember

1978 Nomor: Hot/III.d22/1978 tentang pembentukan unit pelaksana

teknis pungutan pajak kendaraan bermotor pada kantor bersama sistem

administrasi manunggal dibawah satu atap (SAMSAT) di Denpasar.

Setelah melalui langkah – langkah persiapan maka di provinsi daerah

tingkat I Bali, Sistem Administrasi Manunggal Dibawah Satu Atap

(SAMSAT) mulai dilaksanakan pada tanggal 25 Januari 1979 yang

dipusatkan pada kantor Bersama Samsat Denpasar di jalan Seruni

Denpasar yang mewilayahi dan melayani masyarakat di seluruh

kabupaten daerah tingkat II yang ada di Bali.

Seiring semakin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di

provinsi Bali, dengan sendirinya akan berpengaruh terhadap pelayanan

yang akan diberikan kepada masyarakat dan disamping itu pula jarak
48

tempuh antara kabupaten lain dengan kota Denpasar cukup jauh. Untuk

dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan

mudah dan cepat maka dibentuklah Kantor SAMSAT di seluruh

kabupaten daerah tingkat II yang ada di Bali yang masing-masing

berdasarkan:

1) Keputusan Gubernur kepala daerah tingkat I Bali tanggal 2 Juli

1980 Nomor: 19/HOT/I.C/1980 dibentuk kantor SAMSAT

Buleleng, Jembrana dan Klungkung (mewilayahi kabupaten Bangli

dan Karangasem) sedangkan kabupaten Gianyar dan Tabanan

diwilayahi oleh kantor Bersama SAMSAT Denpasar.

2) Keputusan Gubernur kepala daerah tingkat I Bali tanggal 16

Februari 1982 Nomor: 15 Tahun 1982 dibentuk kantor Bersama

SAMSAT Buleleng, Jembrana, Tabanan, Badung (mewilayahi

kabupaten Gianyar) dan Klungkung (mewilayahi kabupaten Bangli

dan Karangasem).

3) Keputusan Gubernur kepala daerah tingkat I Bali tanggal 15

Agustus 1986 Nomor: 233 Tahun 1986 dibentuk kantor Bersama

SAMSAT Gianyar.

4) Keputusan Gubernur kepala daerah tingkat I Bali tanggal 12 Maret

1987 Nomor: 89 Tahun 1987 dibentuk kantor Bersama SAMSAT

Karangasem.
49

5) Keputusan Gubernur kepala daerah tingkat I Bali tanggal 2

Nopember 1987 Nomor 428 Tahun 1987 dibentuk kantor Bersama

SAMSAT Bangli.

Dibentuknya kantor Bersama SAMSAT di seluruh kabupaten

daerah tingkat II se-Bali, maka kantor Bersama SAMSAT Badung

mewilayahi dan melayani masyarakat yang ada di kabupaten daerah

tingkat II Badung. Setelah keluarnya undang-undang Nomor 1 Tahun

1992 tentang pembentukan Pemerintah Kotamadya daerah tingkat II

Denpasar tanggal 27 Februari 1992, maka kantor bersama SAMSAT

Badung mewilayahi dan melayani masyarakat yang ada di kabupaten

daerah tingkat II Badung dan Kotamadya daerah tingkat II Denpasar.

Selanjutnya dengan berlakunya peraturan pemerintah Nomor 41 Tahun

2007 tentang organisasi perangkat daerah yang ditindaklanjuti dengan

peraturan daerah provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2008 tentang organisasi

dan tata kerja perangkat daerah provinsi Bali, maka menjadi dasar UPT

baru, yaitu UPT Kota Denpasar tepatnya pada tanggal 25 Juli 2008,

sehingga sejak saat itu pula kantor Bersama SAMSAT Denpasar berdiri

sendiri menempati gedung SAMSAT Badung sebelumnya, sedangkan

kantor bersama Samsat Badung menempati kantor baru yang

berkedudukan di Jalan Ngurah Rai, Mengwi, Badung yang dibantu oleh

kantor SAMSAT Pembantu Kuta sebagai perpanjangan SAMSAT

induk Badung.

4.1.2 Lokasi dan Alamat Perusahaan


50

Kantor SAMSAT atau UPT Dinas Pendapatan Provinsi Bali di

Kabupaten Badung beralamat di Jalan I Gusti Ngurah Rai No. 203,

Werdi Bhuwana, Mengwi, Kabupaten Badung.

4.1.3 Struktur Organisasi

Berikut adalah struktur organisasi kantor Samsat/Upt Dinas Pendapatan

Provinsi Bali di Kabupaten Badung.

POLRI UPT.DISPENDA JASA RAHARJA

REGISTRASI DAN PENANGGUNGJAWAB


PKB/BBNKB
IDENTIFIKASI JASA RAHARJA

BANK BPD BALI

GAMBAR 4.1
STRUKTUR ORGANISASI SAMSAT BADUNG
Sumber: Data diolah dari Samsat Badung, 2019

Kantor Samsat Badung terdiri dari lembaga POLRI, UPT Dinas

Pendapatan Provinsi Bali di Kabupaten Badung, dan Jasa Raharja. Lembaga

POLRI bertugas dalam registrasi dan identifikasi, UPT Dispenda bertugas dalam
51

pengurusan dan pengelolaan pajak kendaraan bermotor (PKB) serta bea balik

nama kendaraan bermotor (BBNKB), sedangkan Jasa Raharja bertugas sebagai

penanggung jawab jasa raharja. Dibawah koordinasi kantor Samsat, ada bank

BPD Bali sebagai bank atau lembaga keuangannya.

UPT Dinas Pendapatan Provinsi Bali di Kabupaten Badung adalah

lembaga yang mengelola pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama

kendaraan bermotor (BBNKB). UPT Dispenda terdiri dari kepala UPT pelayanan

pajak dan retribusi daerah provinsi Bali di kabupaten Badung, kepala sub bagian

tata usaha, kepala seksi penagihan dan keberatan, dan kepala seksi pelayanan.

Kepala seksi pelayanan kemudian berkoordinasi dengan koordinator Gerai Samsat

Dalung, koodinator Samsat Pembantu Kuta, koordinator Gerai Samsat Nusa Dua,

dan koordinator Samsat Corner Carrefour.

Kepala UPTD. Pelayanan pajak dan


Retribusi Daerah Provinsi Bali di
Kabupaten Badung

Kepala Sub Bagian Tata Usaha

Kepala Seksi Penagihan dan


Kepala Seksi Pelayanan
Keberatan

Koordinator Gerai Samsat Dalung Koordinator Samsat Pembantu Kuta


52

Koordinator Gerai Samsat Nusa Koordinator Samsat Corner


Dua Carrefour

GAMBAR 4.2
STRUKTUR ORGANISASI UPTD. PELAYANAN PAJAK DAN
RETRIBUSI DAERAH PROVINSI BALI DI KABUPATEN
BADUNG
Sumber: Data diolah dari Samsat Badung, 2019

4.2 Hasil Analisis

4.2.1 Gambaran Umum Responden

Jumlah data responden yang menjadi sampel pada penelitian ini

adalah 100 orang responden, dimana teknik pengumpulan data dilakukan

dengan cara penyebaran kuesioner. Berikut adalah deskripsi

pengumpulan data dari kuesioner yang telah disebar di kantor SAMSAT

Badung.

TABEL 4.1
DESKRIPSI PENGUMPULAN DATA KUESIONER
Kuesioner Jumlah Persentase
Kuesioner yang disebar 100 100%
Kuesioner yang kembali 100 100%
Kuesioner valid/yang diolah 100 100%
Kuesioner yang tidak memenuhi syarat 0 0%
Sumber: Data diolah, 2019
53

Pada Tabel 4.1, menunjukkan jumlah kuesioner yang telah disebar adalah

sebanyak 100 kuesioner. Kuesioner yang telah disebarkan kembali

seluruhnya, yaitu sebanyak 100 kuesioner atau 100% dan 100 kuesioner

tersebut semuanya dianggap memenuhi syarat.

4.2.2 Deskripsi Karakteristik Responden

Karakteristik responden merupakan data responden yang

dikumpulkan dengan tujuan untuk mengetahui profil dari responden

penelitian. Karakteristik responden yang menjadi sampel dalam

penelitian ini yaitu terdiri dari jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir,

dan jenis kendaraan. Berikut adalah tabel karakteristik responden dalam

penelitian ini.

1) Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Pengelompokan responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat

pada Tabel 4.2 dibawah ini.

TABEL 4.2
KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN JENIS
KELAMIN
No Jenis Kelamin Jumlah Responden Persentase
(orang) Responden (%)
1 Laki – Laki 69 69
2 Perempuan 31 31
Jumlah 100 100
Sumber: Lampiran 3, diolah 2019

Berdasarkan Tabel 4.2 diatas, menunjukkan bahwa jenis kelamin

responden sebagian besar adalah laki-laki yaitu sebanyak 69 orang

atau 69% dari jumlah keseluruhan responden. Sisanya sebesar 31


54

orang atau 31% dari jumlah keseluruhan responden adalah

perempuan.

2) Responden Berdasarkan Usia

Pengelompokan responden berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel

4.3 di bawah ini.

TABEL 4.3
KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN USIA
No Usia Jumlah Responden Persentase
(orang) Responden (%)
1 20 s/d 24 Tahun 26 26
2 25 s/d 29 Tahun 16 16
3 30 s/d 34 Tahun 23 23
4 35 s/d 49 Tahun 30 30
5 > 50 Tahun 5 5
Jumlah 100 100
Sumber: Lampiran 3, diolah 2019

Berdasarkan tabel 4.3 diatas, dapat diketahui bahwa jumlah

responden dengan usia 20 s/d 24 tahun berjumlah 26 orang atau 26%,

responden dengan usia 25 s/d 29 tahun berjumlah 16 orang atau 16%,

responden dengan usia 30 s/d 34 tahun berjumlah 23 orang atau 23%,

responden dengan usia 35 s/d 49 tahun berjumlah 30 orang atau 30%

dan responden dengan usia diatas 50 tahun berjumlah 5 orang atau

5%. Dari jumlah data keseluruhan, dapat dilihat bahwa sebagian

besar usia responden adalah usia 35 s/d 49 tahun yaitu berjumlah 30

orang atau 30% dari jumlah keseluruhan responden.

3) Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Pengelompokan responden berdasarkan pendidikan terakhir dapat

dilihat pada Tabel 4.4 di bawah ini.


55

TABEL 4.4
KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN
PENDIDIKAN TERAKHIR
No Pendidikan Jumlah Responden Persentase
(orang) Responden (%)
1 SMU atau kurang 70 70
2 Diploma 12 12
3 Sarjana (S1) 16 16
4 Pascasarjana (S2) 2 2
Jumlah 100 100
Sumber: Lampiran 3, diolah 2019

Berdasarkan Tabel 4.4 diatas, dapat dilihat bahwa pendidikan

responden sebagian besar adalah SMU atau kurang yaitu berjumlah

70 orang atau 70% dari jumlah keseluruhan responden. Sisanya yaitu

pendidikan diploma berjumlah 12 orang atau 12%, pendidikan

sarjana (S1) berjumlah 16 orang atau 16% dan pendidikan

pascasarjana berjumlah 2 orang atau 2%. Ini menunjukkan bahwa,

sebagian besar responden adalah berpendidikan SMU atau kurang.

4) Responden Berdasarkan Jenis Kendaraan

Pengelompokan responden berdasarkan jenis kendaraan dapat dilihat

pada Tabel 4.5 dibawah ini.

TABEL 4.5
KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN JENIS
KENDARAAN
No Jenis Kendaraan Jumlah Responden Persentase
(orang) Responden (%)
1 Sedan 1 1
2 Jeep 1 1
3 Minibus 9 9
4 Bus 1 1
5 Mikro Bus 1 1
6 Pick Up 2 2
7 Truck 1 1
56

8 Sepeda Motor 84 84
Jumlah 100 100
Sumber: Lampiran 3, diolah 2019

Berdasarkan pada Tabel 4.5, dapat dilihat bahwa jenis kendaraan

sebagian besar responden adalah kendaraan sepeda motor dengan

jumlah 84 orang atau 84% dari keseluruhan responden. Responden

dengan jenis kendaraan sedan berjumlah 1 orang atau 1%, responden

dengan jenis kendaraan jeep berjumlah 1 orang atau 1%, responden

dengan jenis kendaraan minibus berjumlah 9 orang atau 9%,

responden dengan jenis kendaraan bus berjumlah 1 orang atau 1%,

responden dengan jenis kendaraan mikro bus berjumlah 1 orang atau

1%, responden dengan jenis kendaraan pick up berjumlah 2 orang

atau 2% dan responden dengan jenis kendaraan truk berjumlah 1

orang atau 1%.

4.2.3 Deskripsi Variabel Penelitian

Deskripsi variabel adalah sebuah prosedur pengolahan data dengan

menggambarkan serta meringkas data dalam bentuk grafik atau tabel

(Cahyono,2016). Dalam penelitian ini, sejumlah 100 orang responden

melakukan penilaian mengenai variabel penelitian tarif pajak, kesadaran

wajib pajak, sanksi perpajakan serta kepatuhan wajib pajak kendaraan

bermotor di kabupaten Badung. Kategori penilaian dari keseluruhan

responden didasarkan dari hasil penilaian responden masing-masing

kategori setiap variabel yang ditunjukkan pada lampiran 4. Penilaian

yang berdasarkan jawaban responden terhadap masing-masing indikator


57

setiap variabel tarif pajak, kesadaran wajib pajak, sanksi perpajakan,

serta kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor di kabupaten Badung

akan dijelaskan dalam Tabel 4.6 sampai Tabel 4.9 sebagai berikut.

1) Tarif Pajak

Variabel tarif pajak dalam penelitian ini, merupakan variabel

independen yang diukur dengan menggunakan dua pernyataan.

Secara rinci hasil penelitian mengenai jawaban responden terhadap

variabel tarif pajak dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut.

TABEL 4.6
DESKRIPSI PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP
VARIABEL TARIF PAJAK
No Pernyataan Frekuensi Jawaban Rata-
Responden Rata
STS TS S SS
1 Saya tidak merasa 6 33 44 17 2,72
keberatan atas jumlah tarif
pajak kendaraan bermotor
yang harus dibayarkan
2 Tarif yang dikenakan - 16 58 26 3,10
sesuai dengan jumlah
pendapatan yang saya
terima
Rata-Rata Keseluruhan 2,91
Sumber: Lampiran 4, diolah 2019

Pada Tabel 4.6, dapat dietahui jawaban dari responden

mengenai tarif pajak. Jawaban responden mengenai tidak adanya

rasa keberatan atas jumlah tarif pajak kendaraan bermotor yang


58

harus dibayar yaitu diantaranya sejumlah 6 orang menyatakan sangat

tidak setuju, 33 orang menyatakan tidak setuju, 44 orang menyatakan

setuju, dan 17 orang menyatakan sangat setuju. Penilaian mengenai

pengenaan tarif pajak dengan jumlah pendapatan yang diterima yaitu

sebanyak 16 orang menyatakan tidak setuju, 58 orang menyatakan

setuju, dan 26 orang menyatakan sangat setuju.

Pada Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa, nilai rata-rata jawaban

responden mengenai tarif pajak secara keseluruhan adalah 2,91.

Nilai rata-rata tertinggi terdapat pada pernyataan tarif yang

dikenakan sesuai dengan jumlah pendapatan yang diterima. Hal ini

menunjukkan bahwa tarif yang dikenakan sudah sesuai dengan

jumlah pendapatan yang diterima responden. Nilai rata-rata terendah

terdapat pada pernyataan tidak adanya keberatan atas jumlah tarif

pajak kendaraan bermotor yang harus dibayarkan. Hal ini

menunjukkan bahwa masih ada responden yang merasa keberatan

atas jumlah tarif pajak kendaraan bermotor yang harus dibayarkan.

2) Kesadaran Wajib Pajak

Variabel kesadaran wajib pajak dalam penelitian ini,

merupakan variabel independen yang diukur dengan menggunakan

empat pernyataan. Secara rinci hasil penelitian mengenai jawaban

responden terhadap variabel kesadaran wajib pajak dapat dilihat

pada Tabel 4.7 sebagai berikut.

TABEL 4.7
59

DESKRIPSI PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP VARIABEL


KESADARAN WAJIB PAJAK
No Pernyataan Frekuensi Jawaban Rata-
Responden Rata
STS TS S SS
1 Pajak merupakan bentuk 5 24 53 18 2,84
pengabdian masyarakat
kepada negara
2 Membayar pajak kendaraan - - 25 75 3,75
bermotor merupakan bentuk
partisipasi dalam menunjang
pembangunan daerah
3 Saya sadar menunda - - 33 67 3,67
membayar pajak sangat
merugikan daerah
4 Saya tahu hasil dari - 2 65 33 3,31
pemungutan pajak dinikmati
kembali oleh wajib pajak
walaupun tidak secara
langsung
Rata-Rata Keseluruhan 3,39

Sumber: Lampiran 4, diolah 2019

Pada Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa jawaban responden pada

pernyataan pertama sebanyak 5 orang menyatakan sangat tidak


60

setuju, 24 orang menyatakan tidak setuju, 53 orang menyatakan

setuju, dan 18 orang menyatakan sangat setuju. Pada pernyataan

kedua yaitu sebanyak 25 orang responden menyatakan setuju dan 75

orang responden menyatakan sangat setuju. Jawaban responden pada

pernyataan ketiga yaitu sebanyak 33 orang menyatakan setuju dan 67

orang menyatakan sangat setuju. Pada pernyataan keempat yaitu

sebanyak 2 orang responden menyatakan tidak setuju, 65 orang

menyatakan setuju dan 33 orang menyatakan sangat setuju.

Pada Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa, nilai rata-rata jawaban

responden mengenai kesadaran wajib pajak secara keseluruhan

adalah 3,39. Nilai rata-rata tertinggi terdapat pada pernyataan

“membayar pajak kendaraan bermotor merupakan bentuk partisipasi

dalam menunjang pembangunan”. Hal ini menunjukkan bahwa

responden menganggap bahwa membayar pajak kendaraan bermotor

merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan

daerah. Nilai rata-rata terendah terdapat pada pernyataan “pajak

merupakan bentuk pengabdian masyarakat kepada negara”. Hal ini

menunjukkan bahwa beberapa responden kurang setuju, apabila

dikatakan bahwa pajak merupakan bentuk pengabdian masyarakat

kepada negara. Menurut responden, membayar pajak lebih kepada

pembangunan daerah bukanlah pengabdian masyarakat kepada

negara semata.

3) Sanksi Perpajakan
61

Variabel sanksi perpajakan dalam penelitian ini, merupakan

variabel independen yang diukur dengan menggunakan tiga

pernyataan. Secara rinci hasil penelitian mengenai jawaban

responden terhadap variabel sanksi perpajakan dapat dilihat pada

Tabel 4.8 sebagai berikut.

TABEL 4.8
DESKRIPSI PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP
VARIABEL SANKSI PERPAJAKAN
No Pernyataan Frekuensi Jawaban Rata-
Responden Rata
STS TS S SS
1 Sanksi sangat diperlukan - 1 26 73 3,72
agar tercipta kedisiplinan
dalam kewajiban membayar
pajak
2 Pengenaan sanksi harus - 1 38 61 3,60
dilaksanakan dengan tegas
kepada semua wajib pajak
yang melanggar
3 Sanksi yang diberikan 11 16 41 32 2,94
kepada wajib pajak harus
sesuai dengan keterlambatan
pembayaran
Rata-Rata Keseluruhan 3,42
Sumber: Lampiran 4, diolah 2019

Pada Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa jawaban responden pada

pernyataan pertama sebanyak 1 orang menyatakan tidak setuju, 26

orang menyatakan setuju, dan 73 orang menyatakan sangat setuju.

Pada pernyataan kedua yaitu sebanyak 1 orang responden

menyatakan tidak setuju, 38 orang responden menyatakan setuju dan

61 orang responden menyatakan sangat setuju. Jawaban responden

pada pernyataan ketiga yaitu sebanyak 11 orang menyatakan sangat


62

tidak setuju, 16 orang menyatakan tidak setuju, 41 orang menyatakan

setuju dan 32 orang menyatakan sangat setuju.

Pada Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa, nilai rata-rata jawaban

responden mengenai sanksi perpajakan secara keseluruhan adalah

3,42. Nilai rata-rata tertinggi terdapat pada pernyataan “sanksi sangat

diperlukan agar tercipta kedisiplinan dalam membayar pajak”. Hal

ini menunjukkan bahwa responden setuju bahwa sanksi sangat

diperlukan agar tercipta kedisiplinan dalam kewajiban membayar

pajak. Nilai rata-rata terendah terdapat pada pernyataan “sanksi yang

diberikan kepada wajib pajak harus sesuai keterlambatan

pembayaran”.

4) Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor

Variabel kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor dalam

penelitian ini merupakan variabel dependen yang diukur dengan

menggunakan empat pernyataan. Secara rinci hasil penelitian

mengenai jawaban responden terhadap variabel kepatuhan wajib

pajak dapat dilihat pada Tabel 4.9 sebagai berikut.

TABEL 4.9
DESKRIPSI PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP
VARIABEL KEPATUHAN WAJIB PAJAK KENDARAAN
BERMOTOR
No Pernyataan Frekuensi Jawaban Rata-
63

Responden Rata
STS TS S SS
1 Saya selalu memenuhi - - 44 56 3,56
kewajiban membayar
pajak kendaraan bermotor
2 Saya selalu membayar 8 16 60 16 2,84
pajak tepat pada waktunya
3 Saya selalu melengkapi - - 20 80 3,80
berkas persyaratan
pembayaran pajak
kendaraan bermotor
4 Saya selalu ingat waktu - - 55 45 3,45
jatuh tempo pembayaran
pajak kendaraan bermotor
Rata-Rata Keseluruhan 3,41
Sumber: Lampiran 4, diolah 2019

Pada Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa jawaban responden pada

pernyataan pertama, dimana sebanyak 44 orang menyatakan setuju

dan 56 orang menyatakan sangat setuju. Jawaban responden pada

pernyataan kedua, yaitu sebanyak 8 orang menyatakan sangat tidak

setuju, 16 orang menyatakan tidak sejutu, 60 orang menyatakan

setuju dan 16 orang menyatakan sangat setuju. Pada pernyataan

ketiga, sebanyak 20 orang menyatakan setuju dan 80 orang

menyatakan sangat setuju. Pada pernyataan keempat, sebanyak 55

orang menyatakan setuju dan 45 orang menyatakan sangat setuju.

Pada Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa, nilai rata-rata jawaban

responden mengenai kepatuhan wajib pajak secara keseluruhan

adalah 3,41. Nilai rata-rata tertinggi terdapat pada pernyataan dapat

selalu melengkapi berkas persyaratan pembayaran pajak kendaraan

bermotor. Hal ini menunjukkan bahwa responden selalu melengkapi

berkas persyaratan pembayaran pajak kendaraan bermotor. Nilai


64

rata-rata terendah terdapat pada pernyataan selalu membayar pajak

tepat pada waktunya. Hal ini menunjukkan banyak pengendara

motor yang belum membayar pajak tepat pada waktunya.

4.2.4 Hasil Uji Instrumen

1) Hasil Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah (valid) atau tidaknya

suatu kuesioner penelitian (Ghozali, 2016). Suatu kuesioner dinyatakan

valid apabila pernyataan yang terdapat pada kuesioner penelitian

tersebut, mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh

kuesioner tersebut. Suatu kuesioner penelitian dikatakan valid apabila

semua item pembentuk variabel menunjukkan korelasi (r) dengan skor

total tiap variabel ≥ 0,30. Hasil uji validitas instrumen penelitian dapat

dilihat pada Tabel 4.10 berikut.

TABEL 4.10
HASIL UJI VALIDITAS INSTRUMEN PENELITIAN
Variabel Item Pearson Keterangan
pernyataan Correlation
65

Tarif Pajak (X1) X1.1 0,930 Valid


X1.2 0,920 Valid
X2.1 0,802 Valid
Kesadaran Wajib X2.2 0,796 Valid
Pajak (X2) X2.3 0,759 Valid
X2.4 0,786 Valid
Sanksi Perpajakan X3.1 0,687 Valid
(X3) X3.2 0,844 Valid
X3.3 0,862 Valid
Y1 0,819 Valid
Kepatuhan Wajib Y2 0,852 Valid
Pajak (Y) Y3 0,725 Valid
Y4 0,742 Valid
Sumber: Lampiran 5, diolah 2019

Hasil uji validitas pada Tabel 4.10 menujukkan bahwa seluruh

instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur variabel tarif

pajak, kesadaran wajib pajak, sanksi perpajakan dan kepatuhan wajib

pajak memiliki nilai korelasi atau pearson correlation seluruhnya diatas

0,30. Hal ini menunjukkan bahwa butir-butir pernyataan dalam

instrumen penelitian tersebut valid dan layak digunakan sebagai

instrumen penelitian.

2) Hasil Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah keajegan suatu pengukuran. Uji reliabilitas

bertujuan untuk menunjukkan apakah suatu instrumen dapat mengukur

suatu yang diukurnya secara konsisten (Sudarman, 2017). Suatu

instrumen dikatakan reliabel apabila nilai koefisien reliabilitas

(Cronbach’s Alpha) menunjukkan angka ≥ 0,60. Hasil uji reliabilitas

instrumen penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut.

TABEL 4.11
HASIL UJI RELIABILITAS INSTRUMEN PENELITIAN
66

No. Variabel Cronbach’s Alpha Keterangan


1 Tarif Pajak (X1) 0,831 Reliabel
2 Kesadaran Wajib Pajak(X2) 0,790 Reliabel
3 Sanksi Perpajakan (X3) 0,720 Reliabel
4 Kepatuhan Wajib Pajak (Y) 0,792 Reliabel
Sumber: Lampiran 6, diolah 2019

Hasil uji reliabilitas pada Tabel 4.11, menunjukkan bahwa seluruh

instrumen penelitian memiliki koefisien cronbach’s alpha diatas 0,60.

Jadi dapat dinyatakan bahwa seluruh kuesioner dari variabel tarif pajak,

kesadaran wajib pajak, sanksi perpajakan dan kepatuhan wajib pajak

telah memenuhi syarat reliabilitas atau kehandalan sehingga dapat

digunakan untuk penelitian.

4.2.5 Hasil Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik yang digunakan dalam peneltian ini terdiri dari uji

normalitas, uji multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas.

1). Hasil Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah data yang

digunakan terdistribusi secara normal. Pengujian normalitas ini

menggunakan uji kolmogorov-smirnov. Residual dinyatakan normal

apabila nilai signifikansi kolmogorov-smirnov test menunjukkan angka

≥ 0,05. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 4.12.

TABEL 4.12
HASIL UJI NORMALITAS
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
67

Unstandardized Residual
N 100
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation .85687278
Most Extreme Absolute .077
Differences Positive .077
Negative -.076
Test Statistic .077
Asymp. Sig. (2-tailed) .145c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
Sumber: Lampiran 7, diolah 2019

Berdasarkan Tabel 4.12 dapat diketahui nilai asymp.sig (2-tailed)

sebesar 0,145. Ini menunjukkan nilai signifikasi kolmogorov-smirnov

diatas 0,05 (0,145 > 0,05), sehingga residual memiliki distribusi

normal.

2). Hasil Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah dalam

model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen.

Mulitikolinieritas dapat terlihat dari nilai tolerance dan variance

inflation factor. Data yang tidak mengalami multikolinearitas

dinyatakan apabila nilai variance inflation factor (VIF) bernilai ≤ 10

dan Tolerance bernilai ≥ 0,1 pada tabel hasil pengujian. Hasil uji

multikolinearitas dapat dilihat pada Tabel 4.13.

TABEL 4.13
HASIL UJI MULTIKOLINEARITAS
Variabel Tolerance VIF Kesimpulan
68

0,699 1,431 Tidak Terjadi


Tarif Pajak
Multikolinearitas
0,764 1,309 Tidak Terjadi
Kesadaran Wajib Pajak
Multikolinearitas
0,717 1,394 Tidak Terjadi
Sanksi Perpajakan
Multikolinearitas
Sumber: Lampiran 7, diolah 2019

Berdasarkan Tabel 4.13, diketahui bahwa variabel tarif pajak memiliki

nilai tolerance diatas 0,1 yaitu sebesar 0,699 (0,699 > 0,1) dan

memiliki nilai VIF dibawah 10 yaitu sebesar 1,431 (1,431< 10). Pada

variabel kesadaran wajib pajak memiliki nilai tolerance diatas 0,1

yaitu sebesar 0,764 (0,764 > 0,1) dan memiliki nilai VIF dibawah 10

yaitu sebesar 1,309 (1,309 < 10), sedangkan pada variabel sanksi

perpajakan memiliki nilai tolerance diatas 0,1 yaitu sebesar 0,717

(0,717 > 0,1) dan memiliki nilai VIF dibawah 10 yaitu sebesar 1,394

(1,394 < 10). Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa tidak

terjadi multikolinearitas.

3). Hasil Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu

pengamatan ke pengamatan yang lain. Pengujian heteroskedastisitas

dilakukan dengan uji statistik glejser (Apriliyana, 2017). Uji statistik

glejser merupakan uji yang dilakukan dengan mentrasformasi nilai

residual menjadi absolut residual dan kemudian meregresnya dengan

variabel independen dalam model, apabila diperoleh nilai signifikansi

untuk variabel independen lebih besar dari nilai signifikansi yang


69

telah ditetapkan maka dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak

mengalami heteroskedastisitas. Nilai signifikansi yang digunakan

dalam uji heteroskedastisitas adalah ≥ 0,05. Hasil uji

heteroskedastisitas dapat dilihat pada Tabel 4.14 dibawah ini.

TABEL 4.14
HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS
Variabel Signifikan Kesimpulan
Tidak Terjadi
Tarif Pajak 0,146
Heteroskedastisitas
Kesadaran Wajib Tidak Terjadi
0,117
Pajak Heteroskedastisitas
Tidak Terjadi
Sanksi Perpajakan 0,985
Heteroskedastisitas
Sumber: Lampiran 7, diolah 2019

Berdasarkan Tabel 4.14, dapat diketahui semua variabel independen

memiliki nilai signifikansi diatas 0,05. Variabel tarif pajak memiliki

nilai signifikan 0,146 (0,146 > 0,05), kesadaran wajib pajak sebesar

0,117 (0,117 > 0,05), dan sanksi perpajakan sebesar 0,985 (0,985 >

0,05). Berdasarkan hasil diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak

terjadi heteroskedastisitas dalam penelitian ini.

4.2.6 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda

Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi

linier berganda (multiple regression analysis) dengan menggunakan

program SPSS versi 24. Tujuan dilakukannya pengujian analisis regresi

linier berganda adalah untuk mengetahui apakah variabel independen

berhubungan positif atau negatif terhadap variabel dependen. Hasil


70

analisis regresi linear berganda dapat dilihat pada Tabel 4.15 sebagai

berikut.

TABEL 4.15
HASIL ANALISIS REGRESI LINEAR BERGANDA

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.


1 (Constant) 3.337 .891 3.745 .000

Tarif Pajak .200 .077 .196 2.608 .011

Kesadaran .494 .064 .554 7.730 .000


Wajib Pajak
Sanksi .238 .082 .215 2.907 .005
Perpajakan
a. Dependent Variable: Kepatuhan Wajib Pajak
Sumber: Lampiran 8, diolah 2019

Berdasarkan pada Tabel 4.15, dapat disimpulkan persamaan regresi

linear berganda dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

Y = 3,337 + 0,200X1 + 0,494X2 + 0,238X3 + e

Keterangan:

Y= Kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor

α = Konstanta

β1 = Koefisien regresi tarif pajak

β2 = Koefisien regresi kesadaran wajib pajak

β3 = Koefisien regresi sanksi perpajakan

X1 = Tarif pajak

X2 = Kesadaran wajib pajak

X3 = Sanksi perpajakan

e = Standart eror
71

Persamaan regresi linear berganda dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.) Nilai konstan sebesar 3,337 artinya jika variabel tarif pajak (X 1),

kesadaran wajib pajak (X2), dan sanksi perpajakan (X3) diasumsikan

tidak mengalami perubahan (konstan) maka variabel kepatuhan

wajib pajak kendaraan bermotor bernilai sebesar 3,337.

2.) Koefisien regresi variabel tarif pajak bernilai 0,200 positif yang

artinya, setiap peningkatan tarif pajak sebesar satu satuan akan

meningkatkan kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor sebesar

0,200 satuan dengan asumsi variabel lain konstan.

3.) Koefisien regresi variabel kesadaran wajib pajak bernilai 0,494

positif yang artinya, setiap peningkatan kesadaran wajib pajak

sebesar satu satuan akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak

kendaraan bermotor sebesar 0,494 satuan dengan asumsi variabel

lain konstan.

4.) Koefisien regresi variabel sanksi perpajakan bernilai 0,238 positif

yang artinya, setiap peningkatan sanksi perpajakan sebesar satu

satuan akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak sebesar 0,238

satuan dengan asumsi variabel lain konstan.

4.2.7 Hasil Uji Hipotesis (Uji t)

Pengujian statistik t bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh

variabel independen secara individual dalam menjelaskan variasi variabel

dependen (Ghozali, 2016). Berdasarkan dasar signifikansi, kriterianya

adalah sebagai berikut (Sudarman, 2017):


72

1) Jika signifikansi > 0,05 maka Ho diterima, H1 ditolak

2) Jika signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak, H1 diterima

Berikut adalah hasil uji hipotesis (uji t) yang dapat dilihat pada Tabel

4.16 dibawah ini.

TABEL 4.16
HASIL UJI HIPOTESIS

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta T Sig.


1 (Constant) 3.337 .891 3.745 .000

Tarif Pajak .200 .077 .196 2.608 .011

Kesadaran .494 .064 .554 7.730 .000


Wajib Pajak
Sanksi .238 .082 .215 2.907 .005
Perpajakan
a. Dependent Variable: Kepatuhan Wajib Pajak
Sumber: Lampiran 9, diolah 2019

1) Uji t Variabel Tarif Pajak (X1)

Pengujian hipotesis pertama bertujuan untuk menguji pengaruh tarif

pajak pada kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor.

Hipotesis:

H0: Tarif pajak tidak berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak

kendaraan bermotor.

H1: Tarif pajak berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak kendaraan

bermotor.

Berdasarkan Tabel 4.16, nilai signifikan variabel tarif pajak bernilai

dibawah 0,05 yaitu sebesar 0,011 (0,011 < 0,05). Berdasarkan hasil
73

tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis H0 ditolak dan

hipotesis pertama (H1) diterima. Ini berarti, variabel tarif pajak

berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor.

2) Uji t Variabel Kesadaran Wajib Pajak (X2)

Pengujian hipotesis yang kedua bertujuan untuk menguji pengaruh

kesadaran wajib pajak pada kepatuhan wajib pajak kendaraan

bermotor.

Hipotesis:

H0: Kesadaran wajib pajak tidak berpengaruh pada kepatuhan wajib

pajak kendaraan bermotor.

H2: Kesadaran wajib pajak berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak

kendaraan bermotor.

Berdasarkan Tabel 4.16, nilai signifikan variabel kesadaran wajib

pajak bernilai dibawah 0,05 yaitu sebesar 0,000 (0,000 < 0,05).

Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

hipotesis H0 ditolak dan hipotesis kedua (H2) diterima. Ini berarti,

variabel kesadaran wajib pajak berpengaruh pada kepatuhan wajib

pajak kendaraan bermotor.

3) Uji t Variabel Sanksi Perpajakan (X3)

Pengujian hipotesis yang ketiga bertujuan untuk menguji pengaruh

sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor.

Hipotesis:

H0: Sanksi perpajakan tidak berpengaruh pada kepatuhan wajib


74

pajak kendaraan bermotor.

H3: Sanksi perpajakan berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak

kendaraan bermotor.

Berdasarkan Tabel 4.16, nilai signifikan variabel sanksi perpajakan

bernilai dibawah 0,05 yaitu sebesar 0,005 (0,005 < 0,05).

Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

hipotesis H0 ditolak dan hipotesis ketiga (H3) diterima. Ini berarti,

variabel sanksi perpajakan berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak

kendaraan bermotor.

4.2.8 Hasil Uji Kelayakan Model (Uji F)

Pengujian statistik F bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara

simultan dari variabel independen terhadap variabel dependen yang

ditunjukkan pada Tabel ANOVA. Kriteria dari pengujian hipotesis

adalah sebagai berikut (Sudarman, 2017):

1) Nilai signifikansi ≤ 0,05 maka hipotesis diterima. Artinya terdapat

pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen

secara simultan.

2) Nilai signifikansi > 0,05 maka hipotesis ditolak. Artinya tidak

terdapat pengaruh antara variabel independen terhadap variabel

dependen secara simultan

Hasil uji kelayakan model (uji F) dapat dilihat pada Tabel 4.17 sebagai

berikut.
75

TABEL 4.17
HASIL UJI KELAYAKAN MODEL
ANOVAa
Sum of Mean
Model Squares Df Square F Sig.
1 Regression 120.061 3 40.020 52.855 .000b
Residual 72.689 96 .757
Total 192.750 99
a. Dependent Variable: Kepatuhan Wajib Pajak
b. Predictors: (Constant), Sanksi Perpajakan, Kesadaran Wajib Pajak, Tarif Pajak
Sumber: Lampiran 10, diolah 2019

Hipotesis:

H0: Tarif pajak, kesadaran wajib pajak, dan sanksi perpajakan tidak

berpengaruh secara simultan pada kepatuhan wajib pajak

kendaraan bermotor.

H4: Tarif pajak, kesadaran wajib pajak, dan sanksi perpajakan

berpengaruh secara simultan pada kepatuhan wajib pajak

kendaraan bermotor.

Berdasarkan Tabel 4.17 menunjukkan bahwa nilai signifikansinya berada

dibawah 0,05 yaitu sebesar 0,000 (0,000 < 0,05), sehingga dapat

dikatakan variabel tarif pajak, kesadaran wajib pajak, dan sanksi

perpajakan berpengaruh secara simultan pada kepatuhan wajib pajak

kendaraan bermotor.

4.2.9 Hasil Uji Koefisien Determinasi

Uji koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar

kemampuan variabel independen mampu menjelaskan variabel dependen

(Ghozali, 2016). Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu,

dimana angka 0 menunjukkan tidak adanya hubungan antar variabel


76

independen dengan dependen sedangkan angka 1 menunjukkan terdapat

hubungan antara variabel independen dengan dependen. Semakin besar

nilai koefisien determinasi suatu persamaan regresi, maka pengaruh

antara variabel independen dan dependen semakin besar

(Sudarman,2017). Hasil uji koefisien determinasi (R2) dapat dilihat pada

Tabel 4.18 sebagai berikut.

TABEL 4.18
HASIL UJI KOEFISIEN DETERMINASI
Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .789a .623 .611 .870
a. Predictors: (Constant), Sanksi Perpajakan, Kesadaran Wajib Pajak,
Tarif Pajak
b. Dependent Variable: Kepatuhan Wajib Pajak
Sumber: Lampiran 11, diolah 2019

Nilai koefisien determinasi pada Tabel 4.18 ditunjukkan dari nilai

adjusted R square bukan dari nilai R square, karena R square bias

terhadap jumlah variabel dependen yang dimasukkan ke dalam model

sedangkan pada adjusted R square dapat naik turun apabila suatu variabel

independen ditambahkan dalam model (Ghozali, 2013). Nilai adjusted R

square pada penelitian ini yaitu sebesar 0,611 (61,1%). Ini menunjukkan

bahwa variabel tarif pajak, kesadaran wajib pajak, dan sanksi perpajakan

berkontribusi sebesar 61,1% terhadap kepatuhan wajib pajak kendaraan

bermotor dan sisanya sebesar 38,9% dipengaruhi variabel lain yang tidak

diteliti dalam penelitian ini.


77

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian

1) Pengaruh Tarif Pajak pada Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor

Tarif pajak adalah persentase yang digunakan untuk menentukan

jumlah pajak, yang dimana tarif pajak ini besarnya ditetapkan oleh

pemerintah sehingga tarif pajak tersebut merupakan faktor eksternal yang

dapat mempengaruhi wajib pajak. Tarif pajak yang ditetapkan oleh

pemerintah apabila jumlah tarifnya lebih besar atau naik dari yang

ditetapkan maka wajib pajak akan merasa terbebani oleh pengaruh

kenaikan tersebut. Hal ini tentunya akan berdampak pada kenaikan jumlah

pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak, sehingga terkadang wajib pajak

akan melanggar peraturan pembayaran yang akan berujung pada

penunggakan pajak yang tinggi. Terjadinya penunggakan pajak yang

tinggi tentunya akan mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak.

Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tarif pajak memiliki

pengaruh pada kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor, sehingga

hipotesis dalam penelitian ini yang menyatakan tarif pajak berpengaruh

pada kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor diterima. Ini berarti

bahwa besar kecilnya tarif pajak yang ditetapkan oleh pemerintah

mempunyai pengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak kendaraan

bermotor. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Sudarman (2017) yang menyimpulkan bahwa tarif pajak berpengaruh

pada kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor, kemudian hasil

penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh


78

Apriliyana (2017) yang menyimpulkan tarif pajak tidak berpengaruh pada

kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor.

2) Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak pada Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan

Bermotor

Kesadaran wajib pajak merupakan kesadaran dalam diri sendiri,

sehingga kesadaran wajib pajak merupakan pengaruh faktor internal yang

dapat mempengaruhi tindakan dari wajib pajak. Wajib pajak yang

memiliki kesadaran yang tinggi, maka wajib pajak tersebut akan patuh

serta taat dalam menjalankan kewajibannya dalam membayar pajak

sehingga kepatuhan wajib pajak tersebut akan meningkat. Berbeda dengan

wajib pajak yang memiliki tingkat kesadaran yang rendah, maka wajib

pajak tersebut akan memiliki tingkat kepatuhan yang rendah karena

umumnya wajib pajak kurang menghiraukan peraturan serta lebih memilih

untuk melakukan penunggakan pajak.

Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kesadaran wajib

pajak memiliki pengaruh pada kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor,

sehingga hipotesis dalam penelitian ini yang menyatakan kesadaran wajib

pajak berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor

diterima. Ini berarti bahwa kesadaran dalam diri wajib pajak mempunyai

pengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor.

Semakin tinggi tingkat kesadaran yang dimiliki oleh wajib pajak, maka

semakin tinggi tingkat kepatuhan dari wajib pajak kendaraan bermotor itu

sendiri. Rasa sadar yang timbul dalam diri wajib pajak akan memicu rasa
79

patuh serta taat dalam membayar pajak, dimana wajib pajak sadar akan

tanggungjawabnya dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya

sehingga rasa patuh dalam diri wajib pajak akan muncul tanpa adanya

paksaan dari pihak lain. Sebaliknya, apabila semakin rendah tingkat

kesadaran yang dimiliki wajib pajak maka semakin rendah pula tingkat

kepatuhan yang dimiliki oleh wajib pajak. Rendahnya rasa kesadaran yang

timbul dalam diri wajib pajak akan menyebabkan wajib pajak menjadi

tidak taat dan kurang menghiraukan peraturan, sehingga tidak adanya rasa

patuh dalam melaksanakan kewajibannya membayar pajak. Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Apriliyana

(2017) yang menyimpulkan bahwa kesadaran wajib pajak berpengaruh

pada kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor, kemudian hasil

penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi

(2017) yang menyimpulkan kesadaran wajib pajak tidak berpengaruh pada

kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor.

3) Pengaruh Sanksi Perpajakan pada Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan

Bermotor

Sanksi perpajakan merupakan pengaruh eksternal, dimana sanksi

perpajakan ini bersumber dari pedoman undang-undang yang dibuat oleh

pemerintah untuk mengatur wajib pajak agar tidak melakukan

pelanggaran. Sanksi perpajakan ini mengikat wajib pajak agar mematuhi

peraturan, sehingga sanksi pajak ini berkontribusi dalam peningkatan

kepatuhan wajib pajak. Perilaku wajib pajak yang menyimpang yaitu


80

dengan melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan kewajiban pajaknya,

tentunya akan dikenai sanksi perpajakan. Wajib pajak yang dikenai sanksi

perpajakan akibat pelanggarannya tersebut, akan berdampak pada perilaku

dari wajib pajak itu sendiri untuk tidak melanggar lagi sehingga wajib

pajak akan patuh dan kembali untuk mentaati aturan perpajakan.

Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sanksi perpajakan

memiliki pengaruh pada kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor,

sehingga hipotesis dalam penelitian ini yang menyatakan sanksi

perpajakan berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor

diterima. Ini berarti bahwa sanksi perpajakan yang berupa hukuman dalam

bentuk hukum denda atau pidana yang dikenakan kepada wajib pajak,

mempunyai pengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak kendaraan

bermotor. Semakin tinggi tingkat sanksi perpajakan yang diberikan, maka

akan semakin meningkat pula tingkat kepatuhan dari wajib pajak

kendaraan bermotor. Tingginya tingkat sanksi yang diberikan kepada

wajib pajak yang melanggar akan mempengaruhi perilaku dari wajib

pajak, sehingga wajib pajak akan menjadi takut untuk melakukan

pelanggaran kembali. Hal ini akan menimbulkan rasa patuh serta taat

wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban membayar pajak. Sebaliknya,

apabila semakin rendah sanksi perpajakan maka semakin rendah pula

tingkat kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor. Adanya sanksi

perpajakan yang rendah akan menyebabkan wajib pajak kurang memiliki

rasa patuh serta taat pada peraturan yang berlaku, karena wajib pajak
81

merasa tidak ada hukuman berat yang akan mengikatnya. Hasil penelitian

ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Merkusiwati (2017)

yang menyimpulkan bahwa sanksi perpajakan berpengaruh pada

kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor, kemudian hasil penelitian ini

tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Apriliyana (2017) yang

menyimpulkan sanksi perpajakan tidak berpengaruh pada kepatuhan wajib

pajak kendaraan bermotor.

4) Pengaruh Tarif Pajak, Kesadaran Wajib Pajak, dan Sanksi Perpajakan pada

Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor

Tarif pajak, kesadaran wajib pajak, dan sanksi perpajakan sama-

sama memiliki kontribusi pada kepatuhan wajib pajak. Adanya ketentuan

tarif pajak maka jumlah pajak yang harus dibayarkan sudah ditetapkan,

kemudian wajib pajak harus melaksanakan kewajibannya dalam

membayar pajak. Pelaksanaan pembayaran pajak inilah yang

membutuhkan kesadaran dari wajib pajak. Wajib pajak yang tidak

melaksanakan kewajiban pajaknya ini akan dikenai sanksi perpajakan.

Melalui peraturan tarif dan adanya sanksi perpajakan serta perilaku

kesadaran dalam diri dapat berperan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Atribusi teori menerangkan bahwa perilaku seseorang dapat timbul dari

adanya pengaruh internal atau pengaruh eksternal, dimana dalam hal ini

kesadaran wajib pajak adalah pengaruh internalnya sedangkan tarif pajak

dan sanksi perpajakan adalah pengaruh eksternalnya sehingga apabila

seorang wajib pajak dipengaruhi oleh ketaatan dalam peraturan perpajakan


82

serta adanya kesadaran dalam diri maka akan timbul kepatuhan dari wajib

pajak itu sendiri.

Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tarif pajak, kesadaran

wajib pajak, dan sanksi perpajakan memiliki pengaruh pada kepatuhan

wajib pajak kendaraan bermotor, sehingga hipotesis dalam penelitian ini

yang menyatakan tarif pajak, kesadaran wajib pajak, dan sanksi perpajakan

berpengaruh secara simultan pada kepatuhan wajib pajak kendaraan

bermotor diterima. Ini berarti bahwa tingkat tarif pajak, tingkat kesadaran

dalam diri wajib pajak, serta berlakunya sanksi perpajakan terhadap wajib

pajak yang melanggar mempunyai pengaruh terhadap tingkat kepatuhan

wajib pajak kendaraan bermotor dalam menjalankan kewajiban

perpajakannya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Sudarman (2017) yang menyimpulkan bahwa tarif pajak,

kesadaran wajib pajak, dan sanksi perpajakan berpengaruh pada kepatuhan

wajib pajak kendaraan bermotor.


83

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil dari analisis data dan hasil pembahasan pada bab

sebelumnya, maka simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Tarif pajak berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak kendaraan

bermotor di kabupaten Badung, yang ditunjukkan dengan nilai

signifikansi dibawah 0,05 yaitu sebesar 0,011 (0,011 < 0,05). Ini

berarti bahwa, besar kecilnya tarif pajak yang ditetapkan oleh

pemerintah mempunyai pengaruh terhadap tingkat kepatuhan dari

wajib pajak kendaraan bermotor.

2) Kesadaran wajib pajak berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak

kendaraan bermotor di kabupaten Badung, yang ditunjukkan dengan

nilai signifikansi dibawah 0,05 yaitu sebesar 0,000 (0,000 < 0,05). Ini

berarti bahwa, tingkat kesadaran dalam diri wajib pajak mempunyai

pengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor.

3) Sanksi perpajakan berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak kendaraan

bermotor di kabupaten Badung, yang ditunjukkan dengan nilai

signifikansi dibawah 0,05 yaitu sebesar 0,005 (0,005 < 0,05). Ini

berarti bahwa sanksi perpajakan yang berupa hukuman dalam bentuk

hukum denda atau pidana yang dikenakan kepada wajib pajak,

82
84

mempunyai pengaruh terhadap tingkat kepatuhan dari wajib pajak

kendaraan bermotor itu sendiri.

4) Tarif pajak, kesadaran wajib pajak, dan sanksi perpajakan berpengaruh

secara simultan pada kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor di

kabupaten Badung. Ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi dibawah

0,05, yaitu sebesar 0,000 (0,000 < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa

tingkat tarif pajak, tingkat kesadaran dalam diri wajib pajak, serta

berlakunya sanksi perpajakan terhadap wajib pajak yang melanggar

mempunyai pengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak

kendaraan bermotor dalam menjalankan kewajiban perpajakannya.

5) Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa variabel tarif

pajak, kesadaran wajib pajak, dan sanksi perpajakan berkontribusi

sebesar 61,1% terhadap kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor

dan sisanya sebesar 38,9% dipengaruhi variabel lain yang tidak diteliti

dalam penelitian ini.

5.2 Saran

1) Dikala adanya perubahan peraturan mengenai sistem tarif pajak yang

berlaku, hendaknya kantor Samsat Badung/UPT Dinas Pendapatan

Provinsi Bali di Kabupaten Badung memberikan terlebih dahulu

sosialisasi dan pengetahuan kepada masyarakat/wajib pajak, sehingga

wajib pajak menjadi tahu serta paham bagaimana sistem tarif yang

akan dikenakan pada kendaraannya.


85

2) Untuk lebih meningkatkan kesadaran wajib pajak, hendaknya pihak

kantor Samsat Badung/UPT Dinas Pendapatan Provinsi Bali di

Kabupaten Badung senantiasa melakukan sosialisasi dan memberi

pemahaman kepada wajib pajak mengenai pentingnya membayar

pajak kendaraan bermotor demi menunjang pembangunan daerah.

3) Demi upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak hendaknya kantor

Samsat Badung/Upt Dinas Pendapatan Provinsi di Kabupaten Badung

menerapkan sanksi perpajakan secara tegas dan adil bagi wajib pajak

yang melanggar, baik itu sanksi berupa denda maupun sanksi pidana.

Ini bertujuan agar wajib pajak lebih disiplin dan tepat waktu dalam

membayar pajak kendaraan bermotor serta jumlah wajib pajak yang

melakukan penunggakan pembayaran pajak bisa berkurang.

4) Disarankan bagi penelitian selanjutnya, diharapkan dapat menambah

variabel independen yang dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak

kendaraan bermotor, seperti sosialisasi perpajakan, kualitas pelayanan,

pengetahuan pajak, dan sikap wajib pajak.

5) Disarankan bagi penelitian selanjutnya, agar memperluas objek

penelitian yaitu bukan hanya di kantor Samsat induk namun

mencakup kantor Samsat pembantu serta gerai-gerai Samsat.

Anda mungkin juga menyukai