Disusun Oleh :
Gusrianta 8196175006
Visha Wahyuni 8196175003
Dosen Pengampu :
Dr. Nurdin Siregar, M. Si
Dr. Juniastel Rajagukguk, M. Si
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pemikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok I
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui mendeskripsikan apa itu Kesetimbangan Termodinamika
Klasik
2. Agar mahasiswa mengetahui fungsi Kesetimbangan Termodinamika Klasik
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah Fisika Statistik
Termodinamika adalah teori yang dikembangkan secara fenomenologis untuk
sistem-sistem makroskopik. Teori ini berlaku pada keadaan setimbang termal, dan
untuk sistem-sistem yang berawal dari keadaan setimbang dan berakhir pada
keadaan setimbang. Termodinamika yang dikembangkan di abad 19, berkembang
pesat di abad selanjutnya karena berkaitan dengan fisika kuantum dan transisitransisi
fasa. Termodinamika saat ini dirumuskan sebagai suatu sistem aksioma
dengan tiga buah hukum termodinamika. Konsep utamanya adalah energi dan
entropi, dan konsep itulah yang mendasari ketiga hukum tersebut.
Fisika Statistik diawali oleh Daniel Bernoulli (1700-1792), dilanjutkan oleh
Rudolf Clausius (1822–1888), James Clerk Maxwell (1831–1879) tentang teori
kinetik gas dan distribusi kecepatan. Ludwig Boltzmann (1844–1906)
menyumbangkan hubungan mendasar dalam kinetika dan memperkenalkan
rumusan entropi sedangkan Josiah Willard Gibbs (1839–1903) mengemukakan
perumusan modern tentang ensambel dalam mekanika statistik. Lars Onsager
(1903–1976) mengemukakan solusi eksak dari model Ising; dia membuktikan
bahwa kerangka sesungguhnya fisika statistik bisa mengatasi masalah transisi fasa.
Onsager memperoleh hadiah nobel kimia pada tahun 1968 untuk hasil kerjanya
dalam termodinamika irreversibel. Claude E. Shannon pada 1948 melakukan studi
tentang teori informasi yang berhubungan langsung dengan entropinya statistik
Boltzmann. Kontribusi terakhir adalah dari Kenneth G. Wilson (1936–), penerima
hadiah nobel pada 1982, tentang teori grup renormalisasi yang memungkinkan
orang menghitung scaling exponents pada transisi fasa.
2
termodinamik yang bisa diklasifikasikan dalam dua jenis variable, ekstensif
dan intensif.
Variabel ekstensif adalah variabel yang sebanding dengan kandungan sistem
dan dipakai oleh keseluruhan sistem. Contoh variabel ekstensif adalah energidalam U,
entropi S, volume V, jumlah partikel N, dan kapasitas panas C. Untuk
memudahkan perhitungan sering sekali dalam fisika variabel-variabel itu
diungkapkan per partikel, misalnya u=U/N, s=S/N dan sebagainya. Variabel intensif
adalah variabel yang tidak bergantung pada ukuran sistem. Contohnya adalah
tekanan p, suhu T dan potensial kimiawi µ.
Dalam gas ideal, energi tersimpan yang biasa disebut energi-dalam,
merupakan penjumlahan energi-energi kinetik dari semua atom-atom (yang
dipandang sebagai mono atom)
p 2i
U =∑ (1.1)
i 2m
di mana m adalah massa atom dan pi adalah momentum atom ke-i dalam gas.
Momentum atom-atom dalam gas ideal terdistribusi sesuai dengan distribusi
Maxwell. Dengan menggunakan distribusi itu diperoleh energi rata-rata satu atom
p2ave 3
⟨ E ⟩= = k T (1.2)
2m 2 B
Sehingga energi-dalam gas ideal dengan N buah atom, adalah
3
U =N ⟨ E ⟩ = k B T (1.3)
2
Dalam hal ini kB=1,3805x10-23 J/K adalah konstanta Boltzmann, dan T suhu dalam satuan
Kelvin.
Sifat lain dari gas ideal adalah (1.4a)
pV =Nk B T (1.4a)
p V γ =konstan proses adiabatik (1.4b)
Cp
Di mana p adalah tekanan, V adalah volume, dan γ = adalah perbandingan kapasitas
Cv
panas pada tekan tetap dan volume tetap. Nk B =nR dengan n=N / N A adalah
jumlah mol dari N atom dan NA=6,022×1023/mol adalah bilangan Avogadro,
3
sedangkan R=NA kB =8,3134 JK/mol adalah konstanta gas universal.
Energi bisa mengalir ke dalam atau ke luar gas. Dalam Hukum Pertama
Termodinamika, perubahan energi gas dU dirumuskan seperti
dU =δQ−δW (1.5)
di mana Q adalah kalor (panas) yang memasuki gas (jumlah kalor positif); W
adalah kerja yang dilakukan gas sehubungan dengan pembesaran volume (kerja
positif): W=pdV. Simbol diferensil menyatakan Q dan W bukan variabel
termodinamik. Kalor tersebut berkaitan dengan perubahan entropi S dari gas pada
suhu T. Hubungannya adalah
δQ=TdS (1.6)
Selain perubahan energi-dalam karena adanya kerja dan kalor, gas bisa juga
mengalami perubahan energi-dalam karena perubahan jumlah atom dalam gas itu.
Jika perubahan itu terjadi dalam proses reversibel dengan entropi (S) dan volume (V)
yang konstan, maka perubahan energi
dU =μ dN (1.7a)
Di mana μ adalah potensial kimia yang didefinisikan seperti
μ= ( ∂∂ UN )
s. v
(1.7b)
Aliran partikel sangat penting dalam transisi fasa, reaksi kimia, dan masalah diffusi.
Dalam suatu proses berlaku hubungan diferensial
dU =δQ−δW + μ dN (1.8)
= TdS− pdV + μ dN
Dalam bentuk yang lebih ril, gas memenuhi persamaan van der Waals
N2 a
( )
p+ 2 ¿ V −Nb ¿=Nk B T
V
(1.9)
atau
Nk B T N 2
p=
V −Nb V
− ( )a (1.10a)
atau
4
kB T a
p= −
V −b v 2
dengan v V / N adalah volume satu molekul. Perumusan itu cukup rumit sebagai
akibat dari interaksi antar molekul gas. Suku a/v2 muncul dari gaya tarik-menarik
antar molekul yang menyebabkan berkurangnya tekanan pada volume tetap,
sedangkan b menggambarkan pengurangan volume satu molekul sehubungan
dengan peningkatan tekanan. Persamaan van der Waals mempunyai batasan, dia
tidak memberikan jabaran kuantitatif yang cukup baik dari gas yang sebenarnya,
tetapi sebagai model cukup baik dalam hal transisi gas-cair.
5
G = F + pV = U – TS + pV =μN (1.14a)
Jika S, V, dan μ konstan
dG = -SdT + Vdp + μdN (1.14b)
Potensial besar Φ:
Φ=F−¿ μN (1.15a)
Jika S, p dan N konstan
dΦ=−SdT − pdV −Nd μ (1.15b)
disebut juga potensial Landau.
Dalam persamaan-persamaan di atas µ adalah potensial kimia satu molekul.
Berdasarkan hubungan-hubungan di atas, diperoleh hubungan-hubungan sebagai
berikut :
p=− ( ∂∂VU )
S ,N
=− ( ∂∂VF ) T,N
( ∂∂V )
=−
T ,μ
(1.16)
( ∂U
∂S )
T =− =−(
∂H
∂S ) V ,N p, N
(1.17)
∂F ∂G ∂
S=−( ) =−( ) =−(
∂T )
(1.18)
∂T ∂T
V ,N p, N V ,μ
( ∂∂ UN ) =( ∂∂ HN ) =( ∂∂NF ) =( ∂∂ GN )
μ=
S ,V S ,p T ,V T,p
(1.19)
CV= ( ∂U
∂T ) =(
V
δQ
∂T ) =T (
∂S
∂T )
V V
(1.20)
CV= ( δQ
∂T )
p
=T (
∂S
∂T ) =(
P
∂U
∂T ) [
+(
∂U
∂V ) ]
+p (
V
∂V
∂T ) T P
(1.21)
C P −CV =N k B (1.22)
6
Tinjaulah potensial termodinamik A(X,Y) yang bergantung pada variabel
bebas X dan Y. Diferensial dapat dituliskan seperti :
dA=R X dX + RY dY
Karena berlaku
∂2 A ∂2 A
=
∂ X ∂Y ∂ Y ∂ X
Maka
∂ RX ∂ RY
( ) ( )
∂Y X
=
∂X Y
( ∂∂TV ) =−( ∂∂ Sp )
S V
( ∂∂ AZ ) =( ∂∂ AX ) ∂∂ XZ
Y Y
(1.23a)
Dan
( ∂∂ AX ) ¿( ∂∂ AX ) +( ∂∂ YA ) ( ∂∂YX )
Y Y X Z
(1.23b)
7
∂V ( p ,T )
( ∂∂ Sp ) ¿− ∂∂p ( ∂G
T ∂T ) =
p
−∂ ∂G
(
∂ p ∂P ) =(
T ∂T ) p
( ∂∂UT ) =C − p ( ∂V
p
p
∂T ) p
dS total=dS 1+ dS 2
dU 1 + p1 dV 1−μ1 dN 1 dU 2+ p2 dV 2 −μ2 dN 2
¿ +
T1 T2
(1.31)
¿ ( T1 − T1 ) d U ≥ 0
1 2
1
di mana dV1= dV2=0 dan dU2=-dU1. Jelas, jika T1<T2 maka dU1>0 dan kalor
mengalir dari sistem kedua ke sistem pertama. Kesetimbangang tercapai jika T1=T2.
Misalkan volume masing-masing sistem konstant, dan suhu kedua sistem
sama, T1=T2=T. Kedua sistem diberi kontak agar terjadi perpindahan partikel
sehingga dN1= -dN2. Karena total energi konstan maka dU1+ dU2=0, maka
1
dS total = (μ2−μ1 )dN 1 ≥ 0 (1.32)
T
8
Jadi jika 2 1 dan dN1>0, maka partikel mengalir dari sistem kedua ke sistem
pertama. Sebaliknya, jika 2 1 dan dN1<0, partikel mengalir dari12sistem
pertama ke sistem kedua. Berdasarkan itu maka berlaku
μ=−T ( ∂∂NS )
U .V
(1.33)
dA=−T R d Stotal ≤0
di mana dS adalah perubahan entropi sistem dan dSR adalah perubahan entropi
reservoir. Perubahan entropi reservoir adalah
d U R + p R d V R−μ R d N R
dS R =
TR
(1.34)
Dengan hukum kekekalan, maka dU=-dUR , dV=-dVR dan dN=-dNR sehingga
T R dS−dU −p R dV + μ R dN
dS total = (1.35)
TR
Dengan itu maka perubahan availabilitas adalah
dA=dU−T R dS + pR dV −μ R dN (1.36)
9
Jika reservoir cukup besar, jauh lebih besar dari pada sistem maka TR, pR dan µR
konstan. Jadi availabilitas bergantung pada U, S, V dan N dari sistem dengan
rumusan
A=U−T R S+ p R V −μ R N (1.37)
Saat menuju kesetimbangan total entropi meningkat dan availabilitas menurun. Pada
saat mencapai kesetimbangan yang stabil, maka dA=0. Untuk berbagai kendala yang
khas, minimum availabilitas menjadi identik dengan minimum potensial
termodinamik bersangkutan.
Kesetimbangan jika p, S, N konstan, dari persamaan (1.33) :
(dA ) p ,S ,N =(dU−T R dS+ p R dV −μ R dN )p , S , N
¿ d (U + pV ) p ,S , N
Dengan p= p R. Tetapi, karena entalpi H=U+pV, maka
(dA ) p ,S ,N =d (H ) p , S , N (1.38)
Jadi, pada keadaan sistem dengan tekanan, entropi dan jumlah partikel konstan,
keadaan availabitas minimum ekivalen dengan entalpi minimum.
Kesetimbangan pada T,V, N konstan
(dA )T ,V , N =(dU −T R dS+ p R dV −μ R dN )T , V , N
¿ d (U −TS)T , V , N
dengan T=TR. Karena energi bebas Helmholtz F=U-TS maka
(dA )T ,V , N =d(F )T ,V , N (1.39)
Jadi, pada keadaan sistem dengan suhu, volume dan jumlah partikel konstan,
keadaan availabitas minimum ekivalen dengan energi bebas Helmholtz minimum
Gambar 1.4 Dua gas yang awalnya bertekanan p1 dan p2 dipisahkan oleh pemisah
yang dapat bergerak. Suhu dibuat konstan, T.
Gambar 1.4 memperlihatkan dua sistem gas yang kontak satu sama lain dengan
suhu, volume dan jumlah partikel konstan. Total energi bebas Helmholtz
F=F 1+ F 2
10
¿(U ¿ ¿ 1−T 1 S 1)+(U 2−T 2 S 2) ¿
dF=− p 1 dV 1− p 2 d V 2
dF=−¿
p1= p2
Jadi, pada keadaan sistem dengan suhu, tekanan dan jumlah partikel konstan,
keadaan availabitas minimum ekivalen dengan energi bebas Gibbs minimum.
Contoh 4. Kesetimbangan jika T,p,µ konstan.
(dA )T , p , μ =(dU −T R dS + p R dV −μR dN)T ,V , μ
¿ d (U −TS−μN )T ,V , μ
dengan TR=T, dan pR=p dan µR=µ. Karena potensial besar =U-TS-µN maka
(dA )T , p , μ =d (Φ)T , V , μ (1.41)
Jadi, pada keadaan sistem dengan suhu, tekanan dan potensial kimiawi konstan,
keadaan availabitas minimum ekivalen dengan potensial besar minimum.
11
KESIMPULAN
12
DAFTAR PUSTAKA
13