Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

SINDROM MIELODISPLASIA

Pembimbing:
dr. Hj Meliana, Sp.PD

Disusun Oleh:
Salma Rizqi Amanah
19202211093

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG
PERIODE 22 MARET 2021 – 1 MEI 2021

0
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA
(UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA)
Jl. Rs Fatmawati Raya, Pd Labu – Jakarta Selatan

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN JAKARTA
Hari/Tanggal Ujian/Referat:
Senin, 29 Maret 2021

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG

Nama Mahasiswa : Salma Rizqi Amanah Tanda Tangan


NIM : 1920221093 ....................

Dr. Pembimbing / Penguji: dr.Hj. Meliana, Sp.PD .......................

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia-Nya saya dapat
menyelesaikan referat mengenai “Sindrom Mielodisplasia”. Penulisan referat ini merupakan salah
satu syarat mengikuti ujian Program Studi Profesi Dokter dibagian Departemen Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Cengkareng. Saya berharap referat ini dapat bermanfaat untuk kepentingan
pelayanan kesehatan, pendidikan, penelitian dan dapat dipergunakan dengan sebaik–baiknya oleh
berbagai pihak yang berkepentingan.
Terima kasih saya sampaikan kepada dokter pembimbing yang telah menyediakan waktunya
untuk membantu secara langsung dalam proses pembuatan referat ini, yaitu kepada dr. Hj Meliana,
Sp. PD atas arahan dan kebijakan yang telah diberikan sehingga referat ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Saya sadar sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan
dan keterbatasan. Oleh karena itu, segala masukan yang bersifat membangun dari pembaca sangat
diharapkan demi proses penyempurnaan penulisan referat ini.

Jakarta, 30 Maret 2021


Penulis

(Salma Rizqi Amanah)

2
BAB I
PENDAHULUAN

Sindrom mielodisplasia dikelompokkan sebagai salah satu jenis kanker darah yang langka.
Sindrom mielodisplasia adalah kelompok gangguan klonal sel punca hematopoietik yang
disebabkan oleh kegagalan sumsum tulang dalam pematangan dan profliferasi sel yang
menyebabkan kelainan pada jumlah maupun kualitas pada sel di darah perifer (Steensma,2016 ).
Sindrom mielodisplasia atau dikenal juga dengan MDS (Mielodisplasia syndrome) adalah
kondisi yang langka dan umumnya menyerang lebih banyak pria dibandingkan wanita. Sindrom
mielodisplasia dapat terjadi pada pasien dengan usia berapa pun, terutama kebanyakan orang
berusia 65 tahun atau lebih. Insidensi tahunan MDS diperkirakan 1 sampai 5 kasus per 100.000;
namun, untuk individu yang berusia > 70 tahun kejadiannya paling sedikit 20 kasus / 100.000.
Karena MDS tidak dilaporkan di sebagian besar daftar kanker, kejadian tahunan sebenarnya pada
individu berusia > 65 tahun mungkin mendekati 75 kasus / 100.000 (Aster et al, 2020).
Penyebab MDS yang pasti belum diketahui namun beberapa literatur menunjukkan MDS
dihubungkan dengan paparan bahan kimia seperti benzen, penggunaan obat-obatan sitotoksik
radioterapi, kemoterapi, diakibatkan oleh keabnormalan genetik serta dapat terjadi oleh karena
merokok atau terkena paparan asap rokok (Besa,2021).
Setelah menegakan diagnosis, hematologi atau onkologi medis mencoba untuk
mengklasifikasikan pasien ke kategori pasien MDS dengan risiko tinggi dan risiko rendah untuk
memprediksi prognosis dan memutuskan strategi pengobatan yang akan dilakukan. Tujuan
pengobatan pada kelompok risiko rendah adalah untuk meningkatkan kualitas hidup dan
mengurangi kebutuhan transfusi. Pada kelompok risiko tinggi tujuan pengobatan adalah untuk
meningkatkan kelangsungan hidup dan memperlambat perkembangan penyakit. (American
Cancer Society, 2018).

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI
Sindrom mielodisplasia (Myelodysplastic Syndrom / MDS) adalah suatu kelainan sel punca
(stem cell) darah yang ditandai dengan terganggunya proliferasi dan proses pematangan sel
hematopoesis. MDS ditandai dengan hematopoesis yang tidak efektif dan adanya displasia sel
punca akibat proliferasi dan maturasi yang abnormal. Dua karakteristik inilah yang menyebabkan
terjadinya sitopenia pada penderita MD (Kasper et al, 2018)
Sindrom mielodisplasia adalah kelompok penyakit clonal hematopoietic stem cell yang
ditandai dengan terdapatmua kegagalan sumsum tulang yang menyebabkan kelainan kuantitatif
dan kualitatif pada sel di darah perifer (Steensma, 2016)

II.2 EPIDEMIOLOGI
Sindrom Mielodisplasia paling sering terjadi pada orang dewasa yang lebih tua. Usia rata-
rata adalah 70 tahun dan onset penyakit sebelum usia 50 tahun jarang (kecuali untuk MDS terkait
terapi); kasus yang jarang terjadi telah dilaporkan pada anak-anak. Risiko berkembangnya MDS
meningkat seiring bertambahnya usia.
Insidensi tahunan MDS diperkirakan 1 sampai 5 kasus per 100.000; namun, untuk individu
yang berusia> 70 tahun kejadiannya paling sedikit 20 kasus / 100.000. Karena MDS tidak
dilaporkan di sebagian besar daftar kanker, kejadian tahunan sebenarnya pada individu berusia >
65 tahun mungkin mendekati 75 kasus / 100.000. Sebagai contoh, Surveillance, Epidemiology,
and End Result (SEER) memperkirakan 10.000 kasus baru MDS yang didiagnosis setiap tahun di
Amerika Serikat, tetapi klaim Medicare dari periode waktu yang sama hampir 5 kali lebih tinggi
pada pasien> 65 tahun. (Aster et al,2020)

4
II.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
Etiologi dari sindrom mielodisplasia masih sedikit diketahui namun beberapa literatur
menyebutkan bahwa kelainan klonal sel induk myeloid yang dapat terjadi de novo atau
sekunder akibat berbagai kerusakan pada sumsum tulang. Berbagai etiologi yang berhasil
untuk diidentifikasi antara lain; (Dotson, 2020)
1. Kimia
Paparan tingkat tinggi dari beberapa bahan kimia lingkungan, terutama produk benzena dan
minyak bumi, terkait dengan perkembangan MDS.
2. Sitotoksik kemoterapi
Pasien yang sebelumnya mengalami pengobatan kanker atau kondisi lain dengan
kemoterapi, akan meningkatkan risiko untuk terjadinya MDS sekunder atau terkait
pengobatan. Biasanya terjadi lima hingga tujuh tahun setelah penggunaan agen kemoterapi.
Agen alkilasi seperti siklofosfamid telah dikaitkan dengan jenis MDS ini.
3. Radiasi
Terapi radiasi sebelumnya, atau paparan radiasi lingkungan tingkat tinggi dikaitkan dengan
peningkatan risiko MDS
4. Kelaianan genetik
Beberapa kelainan bawaan seperti sindrom Bloom, Down Syndrome, anemia fanconi, dan
neurofibromatosis memiliki risiko lebih untuk terjadinya mutasi yang menyebabkan
5. Rokok
Paparan bahan kimia dalam asap tembakau atau rokok dapat meningkatkan risiko
perkembangan MDS.

II.4 KLASIFIKASI

World Health Organization membagi sindrom mielodisplasia menjadi subtype berdasarkan


jenis sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. Klasifikasi WHO untuk MDS diterbitkan
pada tahun 1999. Pembaruan diterbitkan pada tahun 2008 dan 2016. Klasifikasi WHO untuk
MDS tahun 2016 adalah sebagai berikut:

5
Subtipe Darah Tepi Sumsum Tulang
MDS with single- 1 atau 2 sitopenia dysplasia in ≥ 10% of one cell line, <
lineage dysplasia 5% blasts
(MDS-SLD)

MDS dengan 1-3 sitopenia, < dysplasia in ≥ 10% of cells in ≥ 2


multilineage displasia 1 × 109/L monocytes; hematopoietic lineages < 15% ring
(MDS-MLD) sideroblasts (or < 5% ring sideroblasts
if SF3B1 mutation present) < 5% blasts

MDS with ring Anemia, no blasts 15% of erythroid precursors with ring
sideroblas (MDS-RS) sideroblasts or ≥ 5% ring sideroblasts if
SF3B1 mutation is present

MDS with isolated del Anemia, platelets unilineage erythroid dysplasia, isolated
(5q) normal or decreased del(5q), < 5% blasts ± one other
abnormality except -7/del(7q)

MDS with excess 1-3 blood cytopenias 0-3 dysplastic bone marrow lineages,
blasts (MDS-EB) and 5-9% blasts in bone marrow or 2-
4% blasts in blood (MDS-EB1) or 10-
19% blasts in bone marrow or 5-19%
blasts in blood (MDS-EB2)

6
MDS unclassified Cytopenias, ±1% blasts single-lineage dysplasia or no dysplasia
on at least 2 occcasions; but characteristic MDS cytogenetics, <
5% blasts

Tabel 1. Klasifikasi MDS WHO 2016

Sedangkan, FAB (French-American-British) membagi MDS menjadi 5 kategori


berdasarkan jumlah blast dalam darah tepi dan sumsum tulang, jumlah monosit dalam darah
tepi, serta jumlah ringed sideroblast dalam sumsum tulang.
1. Refractory Anemia ( RA )
Pada RA dijumpai sitopenia, paling sedikit pada satu turunan sel (cell lineage), pada
umumnya pada seri eritroid. Sumsum tulang hiperseluler atau normoseluler dengan
perubahan displastik terutama pada sistem eritroid, sistem granulosit, sistem megakariosit
mengalami perubahan displastik dalam derajat yang lebih ringan. Blast dalam darah tepi
<1% dan dalam sumsum tulang <5%.
2. Refractory Anemia with Ringed Sideroblast (RARS)
Pada RARS dijumpai sitopenia (hampir selalu disertai anemia), perubahan displastik,
jumlah blast seperti pada RA, ring sideroblast dijumpai >15% dari sel eritroid berinti
dalam sumsum tulang.
3. Refractory Anemia with Exessive Blast (RAEB)
Pada RAEB dijumpai sitopenia dari dua atau lebih turunan sel pada darah tepi. Perubahan
displastik pada ketiga lineage dalam sumsum tulang lebih nyata. Blast darah tepi <5% dan
dalam sumsum tulang antara 5 – 20%.
4. RAEB in Transformation to Leukemia (RAEBt)
Pada RAEBt gambaran hematologi sama dengan RAEB, tetapi blast darah tepi >5% atau
blast dalam sumsum tulang 21 – 30% atau adanya auer rod pada sel blast.
5. Chronic Myelo-Monocytic Leukemia (CMML)
Pada CMML dijumpai monositosis pada darah tepi (monosit >1.109 per liter). Dalam darah
tepi <5%, sedangkan dalam sumsum tulang sampai dengan 20% (MDS International
Foundation, 2021).

7
II.5 Manifestasi Klinik
Gejala MDS sering tidak jelas dan spesifik, dan diagnosis sering dibuat selama
pemeriksaan untuk anemia, trombositopenia, atau neutropenia pada pemeriksaan darah
rutin. Jika tampak tanda – tanda dan gejala, biasanya tergantung pada jenis sel yang
terpengaruh.
Ketika eritrosit terpengaruh (situasi yang paling umum), pasien datang dengan
tanda – tanda anemia, termasuk pucat, konjungtiva anemis, takikardi, hipotensi, kelelahan,
sakit kepala, dan intoleransi latihan, atau dengan tanda dan gejala memburuknya kondisi
atau penyakit yang mendasari seperti angina pectoris, gagal jantung, atau emfisema.
Ketika trombosit yang terpengaruh, kurang dari 20% dari pasien datang dengan
gejala trombositopenia ditandai dengan adanya perdarahan kecil, misalnya perdarahan
mukosa, petechie, mudah memar, epistaksis, atau perdarahan besar misalnya perdarahan
gastrointestinal, perdarahan intrakranial.
Ketika neutrofil yang terpengaruh, terjadi neutropenia dengan gejala seperti infeksi
bakteri yang sering terjadi pada pasien sistem organ yang berbeda. Infeksi merupakan
keluhan utama dari 10% kasus dan penyebab kematian dari 21% kasus. Splenomegali dan
limfodenopati jarang terjadi pada MDS. (Besa 2021; Steensma 2018)

II.6 Patofisiologi
Penyebab MDS belum diketahui secara pasti, dan sulit dipisahkan dari penyebab leukemia
dan penyakit mieloproliferatif lainnya. Di ajukan sebuah hipotesis bahwa pengaruh faktor
lingkungan, kelainan genetik dan interaksi sel menimbulkan mutasi pada tingkat sel induk
sehingga menimbulkan ketidakseimbangan proses proliferasi dan diferensiasi. Variasi
perubahan proses itu akan menyebabkan transformasi ke arah leukemia akut, MDS atau
penyakit myeloproliferatif.
Pada MDS terjadi ketidakserasian antara proliferasi dengan diferensiasi, dimana daya
proliferasi masih cukup tetapi terjadi gangguan diferensiasi atau maturasi sehingga terjadi
hemopoesis inefektif, dengan kematian premature sel (eritroid, myeloid, megakariosit)
dalam sumsum tulang sebelum sempat dilepaskan ke darah tepi. Hal ini berakibat terjadinya
sumsum tulang hiperseluler, tetapi terjadi sitopenia pada darah tepi (Dotson, 2020; Steensma
2018).

8
II.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Perkembangan sindrom myelodysplastic (MDS) dapat didahului oleh
beberapa tahun oleh anemia makrositik yang tidak dapat dijelaskan tanpa bukti
anemia megaloblastik dan trombositopenia ringan atau neutropenia. Gejala klinis
yang harus segera ditangani untuk MDS adalah karena jumlah darah perifer yang
rendah, biasanya dari anemia tetapi juga dari trombositopenia atau neutropenia.
Gejala seperti kelelahan dan rasa tidak enak akibat anemia. Tanda dan gejala gagal
jantung kronis dapat berkembang pada pasien dengan masalah jantung yang
mendasari, tergantung pada derajat anemia.
Petechiae, ekimosis, serta pendarahan pada hidung dan gusi adalah
manifestasi umum dari jumlah trombosit yang rendah. Demam, batuk, disuria, atau
syok mungkin merupakan manifestasi dari infeksi bakteri atau jamur yang serius
pada pasien dengan neutropenia (Besa, 2021)
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan sindrom myelodysplastic (MDS)
mungkin memiliki bukti trombositopenia, anemia, dan atau neutropenia.
Trombositopenia biasanya bermanifestasi sebagai petekie atau ekimosis; epistaksis
dan perdarahan gusi menunjukkan trombositopenia yang parah. Dapat terjadi
hemoptisis, hematuria, dan darah dalam tinja.
Kulit pucat dan selaput lendir atau bukti kelelahan, takikardia, atau gagal
jantung kongestif mungkin merupakan manifestasi dari anemia berat. Limpa yang
membesar dapat ditemukan pada orang dengan leukemia myelomonocytic kronis
(CMML), sering menunjukkan sindrom tumpang tindih dengan MDS. CMML
harus dibedakan dari leukemia myelogenous kronis (CML). Pasien dengan
pembesaran limpa mungkin mengalami komplikasi yang berhubungan dengan
ruptur spontan. Adanya demam dan infeksi, seperti pneumonia dan infeksi saluran
kemih, mungkin disebabkan oleh neutropenia yang terkait dengan MDS (Stone,
2020).

9
3. Pemeriksaan lab
Pemeriksaan pada pasien dengan kemungkinan sindrom mielodisplasoa (MDS)
termasuk hitung darah lengkap dengan pemeriksaan diferensial, pemeriksaan
darah tepi, dan sumsum tulang dengan pemeriksaan sitogenetik. Selain pengujian
genetik untuk mutasi yang didapat pada gen yang terkait dengan MDS, pengujian
molekuler dan genetik tambahan untuk predisposisi keganasan hematologi
herediter dapat dipertimbangkan pada beberapa pasien, terutama pada pasien yang
lebih muda.(Fenaux, 2021).
Pada pemeriksaan laboratorium :
1. Darah tepi
Pansitopenia sering ditemukan. Eritrosit biasanya makrositik atau dimorfik tetapi
kadnag-kadang hipokrom, mungkin ditemukan normoblas. Hitung retikulosit
rendah. Jumlah granulosit seringkali menurun dan memperlihatkan tidak adanya
granulasi. Kelainan pelger (inti tunggal atau berlobus dua) sering ditemukan. Pada
kasus yang memiliki prognosis buruk, ditemukan mieloblas dengan jumlah yang
bervariasi dalam darah.
2. Sumsum Tulang
Selularitas biasanya meningkat. Sideroblast cincin dapat ditemukan pada kelima
tipe French-American-British (FAB) tetapi secara definisi mencakup >15%
normoblas pada anemia refrakter dengan sideroblas cincin. Ditemukan normoblas
berinti banyak dan gambaran diseritropoesis. Perkusor granulosit memperlihatkan
adanya gangguan granulasi primer dan sekunder dan sering ditemukan sel – sel
yang sulit diidentifikasi apakah sebagai mielosit agranular, monosit, atau
premonosit. Biopsi sumsum tulang memperlihatkan fibrosis pada 10%
kasus.(Stensma, 2018)

10
Gambar 1.Myelodysplasia: penampilan darah tepi dan sumsum tulang
. (a) Multinukleat
eritroblas polikromatik. (b) noda Perls terlihat kelebihan zat besi di makrofag sumsum
tulang pecahan. (c) Sideroblas cincin. (d) Sel darah putih menunjukkan sel pseudo-
Pelger, mielosit agranular dan neutrofil. (e) Sel monositoid dan sebuah neutrofil
agranular. (f) Mononuklir megakariosit.

11
Staging
Pada tahun 1997, sekelompok ahli internasional, Lokakarya Analisis Risiko MDS,
mengembangkan Sistem Penilaian Prognostik Internasional atau IPSS untuk menetapkan
MDS.
IPSS direvisi pada tahun 2012 untuk mengakomodasi kemajuan dalam mendefinisikan
kelainan sitogenetik. IPSS yang direvisi (IPSS-R) juga mencakup pertimbangan sitopenia
yang lebih rinci

Cytogenetic prognostic Cytogenetic abnormalities


subgroups
Very good -Y, del(11q)
Good Normal, del(5q), del(12p), del(20q), double

including del(5q)
Intermediate Del(7q), +8, +19, t(17q), any other single or

double independent clones


Poor -7, inv(3)/t(3q)/del(3q), double including

-7,/del(7q), complex: 3 abnormalities


Very poor Complex: >3 abnormalities

Tabel 2. Risiko bedasarkan Sitogenik

12
Points Assigned

0 0.5 1 1.5 2 3 4

Very Very
Cytogenetic subgroup Good Intermediate Poor
Good Poor

>2-
Bone marrow blasts (%) ≤2 5-10 >10
<5

<
Hemoglobin (g/dL) ≥10 8-9.9
8

Variable 50-
Platelet count (x 109/L) ≥100 < 50
99.9

Absolute neutrophil <


≥0.8
count (x 109/L) 0.8

Tabel 3. Variabel IPSS-R dan skoring

Risk Score Risk Category

≤1.5 Very Low

>1.5-3 Low

>3-4.5 Intermediate

>4.5-6 High

>6 Very High

Tabel 4. Skor Risiko

13
II.8 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding untuk etiologi lain dengan gambaran klinis serupa termasuk kekurangan
nutrisi seperti B12 dan folat, infeksi seperti parvovirus dan human immunodeficiency virus
(HIV), obat-obatan seperti methotrexate, dan penggunaan alkohol. Gangguan sumsum tulang
primer lainnya harus dipertimbangkan, seperti gangguan myeloproliferative atau sindrom
tumpang tindih dengan fitur myelodysplastic dan myeloproliferative seperti CMML (Dotson,
2020)

II.8 Penatalaksanaan
Guideline untuk tatalaksana MDS telah di tetapkan oleh beberapa organisasi seperti (Fenaux,
2021);

• National Comprehensive Cancer Network (NCCN)


• European Leukemia Net (ELN)
• European Society for Medical Oncology (ESMO)

Strategi terapi
1. Perawatan Suportif (Greenberg, 2017)
Pedoman NCCN merekomendasikan perawatan suportif sebagai standar perawatan untuk
pasien dengan MDS risiko rendah. Perawatan suportif meliputi (NCNN 2021):
a. Pemantauan klinis, dukungan psikososial dan penilaian kualitas hidup
b. Transfusi sel darah merah (RBC) untuk gejala anemia
c. Transfusi trombosit untuk perdarahan trombositopenik; asam aminokaprioat dapat
dipertimbangkan untuk trombositopenia berat
d. Cytomegalovirus (CMV) -produk darah negatif atau leuko-dikurangi untuk kandidat
transplantasi CMV-negatif
e. Tidak ada profilaksis antibiotik rutin kecuali pada pasien dengan infeksi berulang.
f. Penatalaksanaan kelebihan zat besi pada pasien yang telah menerima> 20 sampai 30
transfusi sel darah merah dengan deferoksamin subkutan atau deferasirox secara oral,
kecuali pada pasien dengan klirens kreatinin rendah (<40 mL / menit)
2. MDS berisiko rendah

14
Pada pasien MDS risiko rendah, ketiga pedoman merekomendasikan lenalidomide untuk
pengobatan anemia simptomatik pada pasien dengan MDS del (5q).
Untuk pasien tanpa del (5q), dengan atau tanpa kelainan sitogenetik lain dan dengan
sideroblas cincin <15% (atau sideroblas cincin <5% dengan mutasi SF3B1), rekomendasi
NCCN adalah sebagai berikut:
a. Serum eritropoietin (EPO) ≤500 mU / m: EPO rekombinan (epoetin alfa) atau
darbepoetin; granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF) atau lenalidomide dapat
ditambahkan jika terjadi nonresponse setelah 3 bulan atau hilangnya respons
b. EPO serum> 500 mU / m; Pada pasien yang cenderung merespons terapi imunosupresif,
equine anti-thymocyte globulin (ATG) dengan atau tanpa siklosporin; pada mereka yang
tidak merespons, azacitidine (lebih disukai) atau decitabine; pertimbangkan lenalidomide
atau uji klinis pada kasus tertentu.
Untuk pasien dengan gejala anemia tanpa del (5q) dengan atau tanpa kelainan sitogenetik lain
dan dengan sideroblas cincin ≥15% (atau sideroblas cincin ≥5% dengan mutasi SF3B1),
rekomendasi NCCN adalah sebagai berikut
a. Serum EPO ≤500 mU / m: Epoetin alfa atau darbepoietin alfa plus G-CSF
b. EPO serum> 500 mU / m: Luspatercept-aamt

Untuk pasien dengan trombositopenia atau neutropenia yang relevan secara klinis atau
peningkatan blas sumsum, pedoman NCCN merekomendasikan terapi azacitidine (lebih
disukai), decitabine, atau terapi imunosupresif pada kasus tertentu

3. MDS berisiko tinggi


Rekomendasi pedoman NCCN untuk pengobatan MDS risiko tinggi termasuk yang
berikut
a. Transplantasi sel induk hematopoietik alogenik (HSCT), hanya transplantasi atau
didahului dengan azacitidine, decitabine, atau kemoterapi intensitas tinggi
b. Untuk kandidat non-transplantasi atau untuk kandidat tanpa respons atau kambuh
setelah transplantasi, azacitidine (lebih dipilih; kategori 1) atau decitabine.
Pedoman ESMO dan ELN menawarkan rekomendasi serupa.

15
II.9 Prognosis
Statistik kelangsungan hidup berikut ini didasarkan pada kelompok risiko Sistem
IPSS-R yang direvisi. Penting untuk diperhatikan bahwa sistem ini sebagian besar
didasarkan pada orang yang didiagnosis bertahun-tahun yang lalu dan yang tidak
mendapatkan perawatan seperti kemoterapi untuk MDS mereka (American Cancer Society,
2018)

IPSS-R Risk Group Median Survival


Very Low 8.8 years
Low 5.3 years
Intermediate 3 years
High 1.6 years
Very High 0.8 years

Tabel 5. Survival Rate MDS bedasarkan Risiko

16
BAB III
KESIMPULAN

Sindrom mielodisplasia adalah kelompok penyakit clonal hematopoietic stem cell yang
ditandai dengan adanya keabnormalan differensiasi dan maturasi dari sumsum tulang, yang
menyebabkan kegagalan sumsum tulang dengan sitopenia, disfungsi elemen darah, dan
kemungkinan terjadi komplikasi leukemia. Manifestasi klinis berkaitan dengan gejala
trombositopenia, anemia dan neutropenia.Tata laksana dan prognosis pada MDS tergantung pada
risiko yang telah ditentukan pada pasien.

17
DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society, 2018, Myelodisplastic Syndrome: detection, diagnosis, stagging


https://www.cancer.org/cancer/myelodysplastic-syndrome/detection-diagnosis-
staging/survival.html

Arber DA, Orazi A, Hasserjian R, Thiele J, Borowitz MJ, Le Beau MM, et al. The 2016 revision
to the World Health Organization classification of myeloid neoplasms and acute leukemia.
Blood. 2016 May 19. 127 (20):2391-405

Aster et al, 2020, Clinical manifestations and diagnosis of myelodysplastic syndromes (MDS);
Up to Date article. https://www.uptodate.com/contents/clinical-manifestations-and-
diagnosis-of-myelodysplastic-syndromes-mds

Besa CE, Sara J Grethlein, MD, FACP 2021, Mielodisplastic syndrome overview; Medscape
article, updated 27 Jan 2021

Dotson J, Yehuda Lebowicz, 2020, Myelodisplasia Syndrome; NCBI books,


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534126/

Fenaux P, Haase D, Santini V, Sanz GF, Platzbecker U, Mey U, et al. 2021, Myelodysplastic
syndromes: ESMO Clinical Practice Guidelines for diagnosis, treatment and follow-up. Ann
Oncol. 2021 Feb. 32 (2):142-156. [Medline]. [Full Text].

Greenberg PL, Stone RM, Al-Kali A, Barta SK, Bejar R, Bennett JM, Carraway H, De Castro CM,
Deeg HJ, DeZern AE, Fathi AT, Frankfurt O, Gaensler K, Garcia-Manero G, Griffiths EA,
Head D, Horsfall R, Johnson RA, Juckett M, Klimek VM, Komrokji R, Kujawski LA,
Maness LJ, O'Donnell MR, Pollyea DA, Shami PJ, Stein BL, Walker AR, Westervelt P,
Zeidan A, Shead DA, Smith C. Myelodysplastic Syndromes, Version 2.2017, NCCN
Clinical Practice Guidelines in Oncology. J Natl Compr Canc Netw. 2017 Jan;15(1):60-87

18
Kasper et al, 2018, Harisons Principles of Internal Medicine 20th Edition. New York.:MC Graw-
Hill:64

MDS International Foundation, 2021, Myelodisplasia Syndrome types,


https://www.aamds.org/diseases/mds/types

NCCN, 2021, Clinical Practice Guidelines in Oncology. Myelodysplastic Syndromes. National


Comprehensive Cancer Network. Available at
http://www.nccn.org/professionals/physician_gls/pdf/mds.pdf. Version 3.2021

Steensma DP, 2018, Myelodisplasia syndrome:Hoffbrand Essential Hematology 8th edition,


MCgrawHill:2018

Stone, Richard M, 2020, https://www.uptodate.com/contents/clinical-manifestations-and-


diagnosis of-myelodysplastic-syndromes-mds

19

Anda mungkin juga menyukai