Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH BIOKIMIA

TANAMAN HERBAL SEBAGAI IMUNOMODULATOR


IMUNOLOGI

Oleh :
Nama : Rara Varisya
NIM : 6411414115
Rombel : 05

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015/2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah
ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca. Harapan penulis semoga makalah ini membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga
penulis dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini telah penulis selesaikan dengan
sebaik–baiknya dan penulis akui masih banyak kekurangan karena
pengalaman yang penulis miliki sangat kurang. Oleh kerena itu penulis
harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan–masukan
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 1 Mei 2015

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ i


DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1.LATAR BELAKANG ...................................................................... 1
1.2.RUMUSAN MASALAH .................................................................. 3
1.3.TUJUAN......................................................................................... 3
1.4.MANFAAT...................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 5
2.1.PENGERTIAN ............................................................................... 5
2.2.TANAMAN OBAT SEBAGAI IMUNOMODULATOR...................... 8
2.3. FAKTOR TANAMAN OBAT SEBAGAI IMUNOMODULATOR ..... 18
BAB III PENUTUP ................................................................................... 21
1. KESIMPULAN ............................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Seiring dengan makin berkembangnya pemahaman mengenai respon
imun tubuh dalam menghadapi infeksi maupun penyakit lain, makin
berkembang pula penelitian mengenai komponen yang dapat
mempengaruhi respon imun tersebut. Untuk mernahami apa dan
bagaimana mekanisme respons itu. Lebih dahulu perlu diketahui dan
dipahami mengenai konsep-konsep modern dalam imunologi itu sendiri,
sebab imunologi bukanlah sekedar ilmu yang mempelajari kekebalan tubuh
terhadap infeksi mikroorganisme saja, namun juga mempakan ilmu yang
mencakup wawasan yang lebih luas. Adanya pengetahuan mengenai
bagaimana sel berkomunikasi (berinteraksi) memungkinkan kita untuk
mengembangkan cara memanipulasi jalur komunikasi tersebut. Bahan-
bahan yang dapat memodulasi sistem imun tubuh dikenal sebagai
imunomodulator. Imunomodulator ini terdiri atas imunostimulator,
imunorestorasi, dan imunosupresi. Secara klinis imunomodulator digunakan
pada pasien dengan gangguan imunitas, antara lain pada kasus
keganasan, HIV/AIDS, malnutrisi, alergi, dan lain-lain.
Saat ini kita mengenal berbagai bahan yang dinyatakan dapat
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit yang disebut sebagai
imunostimulator. Bahan-bahan herbal yang digunakan sebagai
imunostimulator antara lain Morinda citrifolia, Centella asiatica, Jamur
Maitake, Echinacea, Aloe vera, Jahe, Phyllanthus sp dan Sambiloto.

1
Bahan-bahan tersebut dipercaya memiliki berbagai khasiat yang
menguntungkan bagi kesehatan. Ekstrak Echinacea dinyatakan memiliki
efek stimulasi sistim imun, anti inflamasi dan anti infeksi, Phyllanthus sp.
dipercaya memiliki efek antivirus, antiinflamasi, analgetik dan masih banyak
lagi, sedangkan jamur Maitake sejak dahulu dipercaya sebagai bahan
makanan yang bernilai gizi sangat tinggi dan dapat mencegah dan
menyembuhkan berbagai penyakit. Selain bahan-bahan herbal di atas,
terdapat pula bahan-bahan imunostimulator lain seperti interferon,
lamivudin yang telah diakui kegunaannya dan digunakan secara luas dalam
pengobatan hepatitis B dan C, infeksi HIV/AIDS.
Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan dan kesadaran
masyarakat mengenai kesehatan, produksi dan konsumsi berbagai bahan
ini juga meningkat. Saat ini di Indonesia beredar ratusan produk berbahan
herbal baik dari dalam maupun luar negeri. Produk-produk tersebut
terdaftar sebagai obat tradisional dan suplemen makanan. WHO
memperkirakan sekitar 80% penduduk bumi menggunakan obat-obatan
herbal tradisional (dari bahan tumbuh-tumbuhan termasuk jamur) sebagai
pengobatan primer sedangkan 20% sisanya, terutama di negara maju,
menggunakan obat yang berasal dari tumbuhan. Di Indonesia penggunaan
obat-obatan tradisional sudah dikenal sejak ratusan tahun yang lalu dan
makin populer dengan makin berkembangnya industri obat tradisional.
Meskipun masyarakat sebagai konsumen mengakui adanya dampak positif
dari konsumsi obat-obatan tersebut, namun bukti ilmiah dari manfaatnya
tetap diperlukan dan tidak dapat dilupakan kemungkinan adanya efek
samping dan efek simpang penggunaan obat-obatan tersebut.

2
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi Imunomodulator?
2. Bagaimana mekanisme Morinda citrifolia sebagai
Imunomodulator?
3. Bagaimana mekanisme Jamur Maitake sebagai
Imunomodulator?
4. Bagaimana mekanisme Echinacea sebagai Imunomodulator?
5. Bagaimana mekanisme Centella asiatica sebagai
Imunomodulator?
6. Bagaimana mekanisme Aloe vera sebagai Imunomodulator?
7. Bagaimana mekanisme Jahe sebagai Imunomodulator?
8. Bagaimana mekanisme Phyllanthus sp sebagai
Imunomodulator?
9. Bagaimana mekanisme sambiloto sebagai Imunomodulator?
10. Faktor apa saja yang mempengaruhi tanaman obat sebagai
Imunomodulator dan penanganan masalahnya?

1.3 TUJUAN
1. Mengetahui definisi Imunomodulator
2. Mengetahui mekanisme Morinda citrifolia sebagai
imunomodulator
3. Mengetahui mekanisme Jamur Maitake sebagai
Imunomodulator
4. Mengetahui mekanisme Echinacea sebagai imunomodulator
5. Mengetahui mekanisme Centella asiatica sebagai
Imunomodulator

3
6. Mengetahui mekanisme Aloe vera sebagai Imunomodulator
7. Mengetahui mekanisme Jahe sebagai Imunomodulator
8. Mengetahui mekanisme Phyllanthus sp sebagai
Imunomodulator
9. Mengetahui mekanisme sambiloto sebagai Imunomodulator
10. Faktor-faktor yang mempengaruhi tanaman obat sebagai
imunomodulator dan penanganan masalahnya

1.4 MANFAAT
Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah dapat
mengetahui berbagai jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai
imunomodulator serta perannya yang penting dalam sistem pertahanan
tubuh (imun).

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN

Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh adalah mekanisme


pertahanan tubuh yang bertugas merespon atau menanggapi serangan dari
luar tubuh kita. Saat terjadi serangan, biasanya antigen pada tubuh akan
mulai bertugas. Antigen bertugas menstimulasi system kekebalan tubuh.
Mekanisme inilah yang akan melindungi tubuh dari serangan berbagai
mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan berbagai kuman
penyebab penyakit. Ketika sistem imun tidak bekerja optimal, tubuh akan
rentan terhadap penyakit. Beberapa hal dapat mempengaruhi daya tahan
tubuh. Misalnya saja karena faktor lingkungan, makanan, gaya hidup
sehari-hari, stres, umur dan hormon. Sistem imun dibagi atas dua jenis,
yaitu sistem imun kongenital atau nonspesifik dan sistem imun didapat
adaptive atau spesifik.

Mekanisme pertahanan tubuh oleh sistem imun kongenital bersifat


spontan, tidak spesifik, dan tidak berubah baik secara kualitas maupun
kuantitas bahkan setelah paparan berulang dengan patogen yang sama.
Sedangkan sistem imun didapat muncul setelah proses mengenal oleh
limfosit (clonal selection), yang tergantung pada paparan terhadap patogen
sebelumnya. Adanya system imun kongenital memungkinkan respon imun
dini untuk melindungi tubuh selama 4-5 hari, yang merupakan waktu yang
diperlukan untuk mengaktivasai limfosit (imunitasdidapat). Fungsi sistem

5
imun bagi tubuh ada tiga. Pertama sebagai pertahanan tubuh yakni,
menangkal benda asing. Kedua, untuk keseimbangan fungsi tubuh
terutama menjaga keseimbangan komponen yang tua, dan ketiga, sebagai
pengintai (surveillence immune system), untuk menghancurkan sel-sel
yang bermutasi atau ganas. Pada prinsipnya jika system imun seseorang
bekerja optimal, maka tidak akan mudah terkena penyakit, sistem
keseimbangannya juga normal.

Imunomodulator adalah obat yang dapat mengembalikan dan


memperbaiki sistem imun yang fungsinya terganggu atau untuk menekan
yang fungsinya berlebihan. Obat golongan imunomodulator bekerja
menurut 3 cara, yaitu melalui: Imunorestorasi, Imunostimulasi,
Imunosupresi. Imunorestorasi dan imunostimulasi disebut imunopotensiasi
atau up regulation, sedangkan imunosupresi disebut down regulation.
Mekanisme pertahanan tubuh ini dibagi atas 3 fase yaitu:

1. Immediate phase, ditandai oleh terdapatnya komponen sistem imun


kongenital (makrofag dan neutrofil), yang beraksi langsung terhadap
patogen tanpa diinduksi. Jika mikroorganisme memiliki molekul
permukaan yang dikenali oleh fagosit (makrofag dan neutrofil)
sebagai benda asing, akan diserang atau dihancurkan secara
langsung. Bila mikroorganisme dikenali sebagai antibodi, maka
protein komplemen yang sesuai yang berada diplasma akan
berikatan dengan mikroorganisme, kompleks ini kemudian dikenal
sebagai benda asing oleh fagosit dan kemudian diserang atau
dihancurkan.

6
2. Acute-phase proteins atau early phase, muncul beberapa jam
kemudian, diinduksi, tetapi masih bersifat nonspesifik, timbul bila
fagosit gagal mengenal mikroorganisme melalui jalur diatas.
Mikroorganisme akan terpapar terhadap acute-phase proteins (APPs)
yang diproduksi oleh hepatosit dan kemudiandikenali oleh protein
komplemen. Kompleks mikoorganisme, APPs, dan protein
komplemen kemudian dikenali oleh fagosit dan diserang serta
dihancurkan.
3. Late phase, merupakan respon imun didapat timbul 4 hari setelah
infeksi pertama, ditandai oleh clonal selection limfosit spesifik. Pada
fase ini dibentuk molekul dan sel efektor pertama.

Imunostimulan adalah senyawa tertentu yang dapat meningkatkan


mekanisme pertahanan tubuh baik secara spesifik maupun non spesifik,
dan terjadi induksi non spesifik baik mekanisme pertahanan seluler maupun
humoral. Pertahanan non spesifik terhadap antigen ini disebut paramunitas,
dan zat berhubungan dengan penginduksi disebut paraimunitas. Induktor
semacam ini biasanya tidak atau sedikit sekali kerja antigennya, akan tetapi
sebagian besar bekerja sebagai mitogen yaitu meningkatkan proliferasi sel
yang berperan padaimunitas. Sel tujuan adalah makrofag, granulosit,
limfosit T dan B, karena induktor paramunitas ini bekerja menstimulasi
mekanisme pertahanan seluler. Mitogen ini dapat bekerja langsung
maupun tak langsung (misalnya melalui sistem komplemen atau limfosit,
melalui produksi interferon atau enzimlisosomal) untuk meningkatkan
fagositosis mikro dan makro. 

7
Di berbagai pusat penelitian seperti di india, Srilangka, Cina, Jepang
dan Eropa telah dilakukan penyelidikan kandungan bahan yang mempunyai
efek imunomodulator dalam tumbuhan, melalui penelitian lapangan
maupun penelitian dasar. Labadic, mengusulkan suatu cara pendekatan
dan strategi untuk mendapatkan bahan yang mempunyai efek
imunomodulator. Prasyarat yang diajukan oleh Labadic, data yang
diperoleh dari pengamatan empirik pada sifat-sifat farmako-medik produk
alami, haruslah ditinjau dan dianalisis berdasarkan konsep tradisional yang
cocok. Untuk memenuhi persyaratan ini, haruslah dibuat rancangan
langkah penelitian etnofarmakognostik. Menurut para pakar tersebut,
dengan pendekatan demikian akan lebih mudah mendapatkan peluang
mencapai perolehan:
1. Spesies tanaman yang mendapatkan prioritas untuk diteliti,
2. Jenis sediaan yang mengandung dan memenuhi syarat akan
kandungan aktif.
3. Dasar pemilihan uji farmakologi yang lebih cocok
4. Kategori atau sub-kategori farmako-terapetik yang cocok atau indikasi
untuk kepentingan medik.
Dengan pendekatan tersebut, rnaka dapat ditetapkan strategi untuk
memperoleh data yang relevan melalui tahap pengkajian pustaka dan
tahap pengkajian dilapangan.

2.2 TANAMAN OBAT SEBAGAI IMUNOMODULATOR


Beberapa jenis tanaman obat yang mempunyai aktivitas sebagai
imunomodulator adalah

8
1. Morinda citrifolia L. (Buah mengkudu)
Walaupun berbagai bagian tanaman mengkudu telah lama digunakan
untuk mengobati berbagai penyakit, penggunaan yang paling umum
adalah mencegah dan mengobati kanker. Beberapa penelitian ilmiah
membuktikan bahwa jus mengkudu dapat meningkatkan fungsi
kekebalan tubuh dan membantu memperbaiki kerusakan sel, karena
ekstrak etanol buah mengkudu dapat meningkatkan titer imunoglobulin
G (Ig G) dan imunoglobulin M (Ig M). Ada beberapa pendapat yang
berbeda mengenai efek jus buah mengkudu terhadap sel-sel hati dan
adanya beberapa kasus yang dilaporkan bahwa pemberian vaksin
hepatitis B dapat menyebabkan efek samping yang menuju terjadinya
penyakit autoimun. Tetapi penelitian-penelitian lebih lanjut sangat
dibutuhkan untuk membuktikan penemuan-penemuan tersebut.
Telah diketahui bahwa salah satu komponen spesifik antrakuinon
yaitu damnakantal yang secara in vitro memperlihatkan efek melawan
proliferasi sel kanker pada tingkat gen. Penelitian telah menunjukkan
bahwa satu komponen yang diisolasi dari buah mengkudu dapat
mematikan sinyal dari sel tumor untuk berproliferasi. Seperti dilaporkan
oleh Asahina et al. dalam Wang et al., 2002 dan Hokama (1993) bahwa
ekstrak buah mengkudu pada berbagai konsentrasi dapat menghambat
produksi tumor necrosis factor-alpha (TNF-α), yang merupakan
promotor endogen tumor. Selanjutnya Hirazumi et al., 1994 melaporkan
bahwa jus mengkudu dapat menekan pertumbuhan kanker Lewis Lung
Carcinoma (LLC), yaitu nama sejenis kanker yang diinokulasikan ke
dalam tikus percobaan melalui aktivitas sistem kekebalan tubuh inang.

9
Hirazumi et al., 1996 melaporkan bahwa jus buah mengkudu berfungsi
sebagai imunomodulator yang mempunyai efek antikanker. Hal itu
disebabkan jus mengkudu mengandung substansi kaya polisakarida
yang menghambat pertumbuhan tumor. Kemungkinan jus mengkudu
dapat menekan pertumbuhan tumor melalui aktivasi sistem kekebalan
pada inang (Hirazumi dan Furuzawa 1999). Ekstrak buah mengkudu
juga mengandung xeronin dan proxeronin yang berfungsi menormalkan
fungsi sel yang rusak, sehingga daya tahan tubuh meningkat. Xeronin
juga berperan mengaktifkan kelenjar tiroid dan timus yang berfungsi
dalam kekebalan tubuh.
Hasil penelitian Wang et al., 2002 melaporkan bahwa, terjadi
pembesaran kelenjar timus dengan berat 1,7 kali hewan kontrol pada
hewan yang diperlakukan dengan jus mengkudu, pada hari ke tujuh
setelah meminum air yang mengandung 10% jus mengkudu. Timus
merupakan organ penting dalam tubuh yang membentuk sel T, yang
terlibat dalam proses fungsi imun dengan menstimulasi pertumbuhan
thymus, dan selanjutnya mempengaruhi aktivitas anti penuaan dan anti
kanker, dan melindungi tubuh dari penyakit degeneratif lainnya (Wang
et al., 2002).
Mengkudu dapat memberikan potensi di bidang bisnis, karena
mengkudu dapat dipergunakan sebagai bahan baku pada industri
minuman, industri farmasi, industri kosmetik dan industri tekstil.
2. Centella asiatica L. (pegagan)
Dari berbagai penelitian yang dilakukan oleh ahli farmakologi,
ternyata pegagan memiliki efek farmakologi untuk menjaga kesehatan

10
tubuh. Pegagan telah dikenal sebagai obat untuk revitalisasi tubuh dan
pembuluh darah serta mampu memperkuat struktur jaringan tubuh.
Pegagan memiliki kemampuan antiinflamasi, antioksidan, antitumor,
atau untuk meningkatkan daya ingat (susunan saraf pusat), eksem (luka
terbuka), dan hepatitis, karena kandungan senyawa yang dimiliki
pegagan, yaitu asiaticiside, thankuniside, medecassoside, brahmoside,
brahminoside, madastic acid, vitamin B1, B2, dan B6.
Pegagan menurut penelitian lainnya, juga memiliki kemampuan
menghancurkan berbagai bakteri penyebab infeksi, seperti
Staphylococcus aureus, Escherechia coli, Pseudomonas aeruginosa,
Salmonella typhi, dan sejenisnya. Sementara dalam bentuk infus atau
ekstrak etanol, tumbuhan ini dipercaya dapat menghambat
pertumbuhan bakteri.
3. Jamur Maitake
Maitake (Grifola frondosa), berasal dari Jepang dan merupakan jamur
yang dapat dimakan, dikenal juga dengan nama dancing mushroom
dan hen of the woods mengingat bentuknya mirip kupu-kupu dan ekor
ayam yang tumbuh pada akar dan bagian bawah pohon oak, elm,
persimmon dan lain-lain. Di negeri asalnya, jamur ini sudah digunakan
sejak ratusan tahun lalu sebagai makanan kelas satu dan diyakini
memiliki khasiat dalam meningkatkan daya tahan tubuh. Di luar Jepang,
jamur ini ditemukan di hutan-hutan timur Asia, Eropa dan bagian timur
Amerika Utara. Pada tahun 1980-an, para peneliti Jepang telah
mencoba melakukan berbagai penelitian tentang Maitake dan
khasiatnya pada sistem imun, kanker, tekanan darah dan kadar
kolesterol. Penelitian tersebut umumnya dilakukan pada mencit dan

11
percobaan di laboratorium secara in vitro. Telah berhasil dibuktikan
bahwa ekstrak Maitake dapat merangsang sistem imun tubuh dan
mengaktifkan sel serta protein tertentu yang menyerang kanker,
termasuk makrofag, sel Natural Killer (NK), interleukin-1 (IL-1) dan
interleukin-2 (IL-2). Penemuan tersebut memberi angin segar dalam
dunia kedokteran sebagai alternatif dalam pengobatan berbagai
penyakit. Di bagian dunia lain, informasi ini mendapat sambutan hangat
dengan dilakukannya berbagai penelitian tentang efek Maitake tersebut
pada manusia. Sampai saat ini, uji klinis efek antitumor Maitake pada
kanker prostat dan payudara masih dalam pelaksanaan fase I/II yang
dilakukan di Jepang dan Amerika Serikat.
Pada November 1991, fraksi Maitake sulfat dinyatakan berperan
dalam uji saring obat anti-HIV yang diadakan oleh National Cancer
Institute (NCI). Menurut NCI’s Delopmental Therapeutics Program In
vitro Testing Results, Maitake memperlihatkan aktivitas antivirus yang
bermakna dan sesuai dosis. Sehingga fraksi MD dijadikan subjek
penelitian jangka panjang untuk mengetahui manfaatnya pada pasien
yang terinfeksi HIV.
4. Echinacea
Echinacea merupakan salah satu dari coneflowers, yaitu sekelompok
bunga liar yang berasal dari Amerika Utara, termasuk kedalam Daisy
family (Asteraceae). Bentuk tanaman ini ditandai oleh spiny flowering
heads, with an elevated receptacle which froms the cone. Dari 9
spesies yang ada, 3 telah dikembangkan menjadi tanaman obat dan
telah dikomersialkan, yaitu: Echinacea purpurea (L.) Moench atau

12
purple coneflower, E. pallida (Nutt.) atau pale coneflower dan E.
angustifolia DC atau narrow-leaved Echinacea.
Sejarah penggunaan Echinacea dapat dilihat pada suku Indian
Amerika, yang telah menggunakannya untuk menyembuhkan luka,
gigitan ular, sakit kepala, dan common cold. Dalam pengobatan herbal,
Echinacea telah digunakan untuk sinusitis, otitis media, infeksi saluran
kemih bawah, pengobatan tambahan untuk infeksi berulang vagina oleh
candida albican, infeksi kulit dan karbunkel, penyembuhan luka dan anti
inflamasi. Di Eropa dan Amerika Serikat dilaporkan efektif untuk
pencegahan dan pengobatan common cold walaupun pada beberapa
studi produk yang digunakan tidak hanya terdiri dari Echinacea, tetapi
juga tanaman lain. Penggunaan terbanyak adalah untuk pencegahan
dan pengobatan common cold, melalui kemampuannya menstimulasi
sistem imun. Echinacea mempengaruhi sistem imun terutama sistem
imun non spesifik. Pemberian Echinacea meningkatkan respon imun
fase awal dan mempercepat terjadinya respon imun adaptif. Disamping
itu Echinacea juga diketahui dapat mengaktivasi Natural Killer (NK) sel
dan antibody dependendent cellular cytotoxicity oleh sel mononuclear.
5. Aloe vera (Lidah buaya)
Aloe vera merupakan tanaman yang termasuk dalam famili Liliaceae
mudah tumbuh segala iklim. Ekstrak berupa gel mengandung zat aktif
monosakarida dan polisakarida (terutama dalam bentuk mannosa) yang
disebut acemannan (acetylated mannose), mempunyai efek sebagai
imunomodulator pada hewan. Efek imunomodulator zat tersebut cepat
meningkatkan aktivitas sel-sel efektor seperti limfosit dan makrofag
sehingga memproduksi dan melepas sitokin, interlukin (IL)- 1, IL-6, IL-12

13
dan tumor necrosis factor alpha (TNF-α). Aktivitas acemannan yang
utama adalah dalam meningkatkan maturasi sel limfosit T-helper CD4 +
menjadi sel Th1 dan imunitas non-spesifik dengan meningkatkan
sintesis sitokin. Penelitian in vitro dan in vivo tanaman ini juga telah
banyak dilakukan, terutama pada model hewan coba dan diketahui
bahwa Aloe vera memiliki efek dan khasiat sebagai antikanker,
antiinflamasi, antidiabetik, antimikroba dan antioksidan (KAUFMAN,
1999). Pemanfaatan lidah buaya sebagai imbuhan pakan (feed additive)
mampu menekan konversi pakan (3,5%) dalam pakan ayam pedaging
(SINURAT et al., 2003). Penambahan gel lidah buaya juga terbukti
efektif sebagai zat antibiotik dengan menurunkan populasi bakteri
aerobik pada saluran pencernaan ayam petelur (PASARIBU et al.,
2005).
Dengan demikian fungsi ekstrak Aloe vera dapat dipakai untuk
mengatasi penyakit yang disebabkan oleh agen infeksius (bakteri dan
virus) yang bersifat intraseluler. Tetapi penelitian yang lebih terarah
terutama terhadap ekstrak total dari Aloe vera masih diperlukan,
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat tradisional.
6. Zingiber officinale Rosc (Jahe)
Secara empiris jahe biasa digunakan masyarakat sebagai obat
masuk angin, gangguan pencernaan, sebagai analgesik, antipiretik, anti
inflamasi, dan lain-lain. Berbagai penelitian ilmiah membuktikan bahwa
jahe mempunyai sifat antioksidan. Beberapa komponen utama dalam
jahe seperti gingerol, shogaol, dan gingeron dilaporkan memiliki
aktivitas antioksidan di atas vitamin E (Kikuzaki dan Nakatani, 1993).
Selain itu jahe juga mempunyai aktivitas antiemetik dan digunakan

14
untuk mencegah mabuk perjalanan. Disebutkan oleh Radiati et al., 2003
bahwa konsumsi ekstrak jahe dalam minuman fungsional dan obat
tradisional dapat meningkatkan ketahanan tubuh dan mengobati diare.
Ekstrak jahe dapat meningkatkan daya tahan tubuh yang direfleksikan
dalam sistem kekebalan yaitu memberikan respon kekebalan inang
terhadap mikroba pangan yang masuk ke dalam tubuh. Hal itu
disebabkan ekstrak jahe dapat memacu proliferasi limfosit dan
menekan limfosit yang mati serta meningkatkan aktifitas fagositas
makrofag (Zakaria dan Rajab, 1999). Selain itu jahe mampu menaikkan
aktivitas salah satu sel darah putih, yaitu sel natural killer (NK) dalam
melisis sel targetnya, yaitu sel tumor dan sel yang terinveksi virus.
Hasil penelitian ini menopang data empiris yang dipercaya
masyarakat bahwa jahe mempunyai kapasitas sebagai anti masuk
angin, suatu gejala menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah
terserang oleh virus (influenza). Peningkatan aktivitas NK membuat
tubuh tahan terhadap serangan virus karena sel ini secara khusus
mampu menghancurkan sel yang terinveksi oleh virus. Selanjutnya
Nurrahman et al., 1999 menyatakan bahwa mengkonsumsi jahe setiap
hari dapat meningkatkan aktivitas sel T dan daya tahan limfosit
terhadap stress oksidatif. Komponen dalam jahe yaitu gingerol dan
shogaol mempunyai aktivitas antirematik. Hal ini ditunjang dengan
pendapat dari Kimura et al., 1997 bahwa jahe berfungsi sebagai
antiinflamasi rematik artritis kronis.
7. Phyllanthus niruri L. (Meniran )
Meniran secara empiris digunakan sebagai obat gonorrhea, infeksi
saluran kencing, sakit perut, sakit gigi, demam, batu ginjal, diuretik,

15
diabetes dan desentri. Terdapat beberapa dua jenis meniran yang
banyak dijumpai dan digunakan sebagai obat, adalah P. niruri dan P.
urinaria. Di beberapa negara P. niruri juga diidentifikasikan untuk
spesies lain dari suku Phyllanthus. Di Amerika Tengah dan Amerika
Selatan tanaman yang dikenal sebagai P. niruri sebenarnya adalah P.
amarus. Di Indonesia P. niruri dan P. urinaria penggunaannya sebagai
obat saling menggantikan dengan naman lokal meniran. Dilaporkan
bahwa komponen aktif metabolit sekunder dalam meniran adalah
flavonoid, lignan, isolignan, dan alkaloid. Komponen yang bersifat
imunomodulator adalah dari golongan flavonoid, golongan flanoid
mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh hingga mampu
menangkal serangan virus, bakteri atau mikroba lainnya.
Thyagarajan (1988) telah berhasil mengisolasi tiga senyawa aktif dari
genus Phyllanthus yaitu P. amarus yang mempunyai aktivitas
menghambat perkembangbiakan virus hepatitis B, meningkatkan sistem
imun dan melindungi hati. Selain itu menurut Maat dalam Tjandrawinata
et al., 2005 melaporkan bawa ekstrak P. niruri dapat meningkatkan
aktivitas dan fungsi komponen sistem imun baik imunitas humoral
maupun selular.
Selanjutnya penelitian uji praklinis untuk menguji aktivitas meniran. Uji
praklinis terhadap tikus dan mencit dilakukan untuk menentukan
keamanan dan karakteristik imunomodulasi. Hasil penelitian bahwa
ekstrak P. niruri dapat memodulasi sistem imun melalui proliferasi dan
aktivasi limfosit T dan B, sekresi beberapa sitokin spesifik seperti
interferon gamma, tumor nekrosis factor alpha dan beberapa
interleukin, aktivasi sistem komplemen, aktivasi sel fagositik seperti

16
makrofag, dan monosit. Selain itu, juga terjadi peningkatan sel sitotoksik
seperti sel pemusnah alami natural killer cell. Selanjutnya dilakukan
pula uji klinis untuk melihat efek imunomodulasi pada beberapa pasien
dengan kondisi tertentu. Akhirnya diperoleh kesimpulan bahwa ekstrak
P. niruri bekerja sebagai imunomodulator yang dapat digunakan
sebagai terapi adjuvan (penunjang) untuk beberapa penyakit infeksi.
8. Androgaphis paniculata (Sambiloto)
Produksi dan mutu simplisia sambiloto sangat dipengaruhi oleh
kondisi agroekologi. Dari hasil analisis mutu, sambiloto di tanam di
dataran tinggi menujukkan kadar sari yang larut dalam air mempunyai
kadar yang lebih tinggi dibandingkan dataran rendah (Yusron et al.,
2004). Kadar sari yang larut dalam air menunjukkan indikasi adanya
kandungan zat berkhasiat dalam suatu tanaman yang terlarut.
Komponen aktif dari sambiloto yaitu andrographolide, 14-deoxyandro
grapholide dan 14-deoxy-11, 12-dide-hydroandrographolide yang
diisolasi dari ekstrak metanol mempunyai efek imunomodulator dan
dapat menghambat induksi sel penyebab HIV. Komponen–komponen
tersebut meningkatkan proliferasi dan induksi IL- 2 limfosit perifer darah
manusia (Kumar et al. dalam Elfahmi, 2006).
Dari hasil penelitian Cahyaning-sih et al., 2003 bahwa dengan
pemberian sambiloto dosis bertingkat dengan koksidiostat (preparat
sulfa) akan menaikkan heterofil pada darah ayam. Dengan
penambahan dosis sambiloto akan menaikkan heterofil, kenaikkan
tersebut diduga berkaitan erat dengan fungsi ganda dari sambiloto
sebagai imunosupresan dan imunostimulan (Deng, 1978; Puri et al.,
1993). Heterofil merupakan salah satu komponen sistem imun yaitu

17
sebagai penghancur bahan asing yang masuk ke dalam tubuh (Tizard,
1987).
Mekanisme kerja dari herba sambiloto sebagai imunosupresan
sangat terkait dengan keberadaan dari kelenjar adrenal (Yin dan Guo,
1993). Hal ini dikarenakan sambiloto dapat merangsang pelepasan
hormon adrenokortikotropik (ACTH) dari kelenjar pituitari anterior yang
berbeda di dalam otak yang selanjutnya akan merangsang kelenjar
adrenal bagian kortek untuk memproduksi kortisol. Kortisol yang
dihasilkan ini selanjutnya akan bertindak sebagai imunosupresan (West,
1995). Efek imunosupresan akan mengakibatkan timbulnya penurunan
respon imun.
Menurut Puri et al., 1993 bahwa sambiloto dapat merangsang sistem
imun tubuh baik berupa respon antigen spesifik maupun respon imun
non spesifik untuk kemudian menghasilkan sel fagositosis. Respon
antigen spesifik yang dihasilkan akan menyebabkan diproduksinya
limfosit dalam jumlah besar terutama limfosit B. Limfosit B akan
menghasilkan antibodi yang merupakan plasma glikoprotein yang akan
mengikat antigen dan merangsang proses fagositosis (Decker, 2000).

2.3 FAKTOR TANAMAN OBAT SEBAGAI IMUNOMODULATOR


Banyak faktor yang mempengaruhi dan permasalahan yang dihadapi
dalam pengembangan tanaman obat yang berfungsi sebagai
imunomodulator, diantaranya :
 Pembudidayaan tanaman
Pada aspek pembudidayaan tanaman obat diperlukan peningkatan
dan kesinambungan agar sumber bahan obat tersebut tidak

18
mengalami kepunahan, selama ini tanaman obat belum
dibudidayakan secara meluas, hanya ditanam sesuai dengan
kebutuhan saja, budidaya tanaman obat masíh bersifat sporadis,
berbentuk petak-petak lahan kecil atau pekarangan, yang hasilnya
tidak direncanakan sebagai komoditi utama. Untuk memenuhi
kebutuhan pasar yang demikian besar, budidaya perlu lebih
dikembangkan menjadi agroindustri dengan lahan luas dengan
melibatkan investor, petani dan industri (usaha kemitraan dan binaan
industri pengolah tumbuhan obat seperti pabrik jamu).
 Standarisasi bahan baku
Penjualan bahan simplisia di pasaran pada umumnya merupakan
bahan yang belum distandarisasi. Standarisasi bahan baku baru
dilakukan di tingkat industri besar saja yang sudah memproduksi
bahan-bahan fitofarmaka. Perlu adanya iptek kefarmasian, terutama
di bidang ekstraksi, analisis dan teknologi proses sehingga dapat
menerima ekstrak sebagai bentuk bahan yang dipertanggung
jawabkan mutu dan keajegan kandungan kimianya. Oleh karena itu
bahan terstandar baik sebagai bahan baku maupun bahan produk
dapat dipertanggungjawabkan dari aspek konsep keamanan,
farmakologi dan khasiatnya.
 Dosis obat
Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan obat
fitofarmaka adalah dosis obat dan cara aplikasi obat belum jelas,
konsistensi dosis dari minum obat pertama, kedua dan seterusnya
kurang konsistensi. Hal ini disebabkan data dosis respon dari studi

19
klinis masih terbatas, belum semua jenis obat telah melalui prosedur
standar sampai uji klinis. Selain itu juga mengenai reprodusibilitas
metode preparasi obat fitofarmaka. Hal itu disebabkan dari berbagai
penelitian yang telah dilakukan mengenai suatu jenis obat fitofarmaka
kadangkala hasilnya tidak stabil atau reprodusibel.
 Aspek agribisnis
Pengembangan tanaman obat melalui agribisnis diharapkan sangat
strategis dalam mengantisipasi perkembangan yang pesat di bidang
pemanfaatan tanaman obat sebagai komoditas perdagangan di
samping sasaran utama untuk peningkatan kesehatan masyarakat,
melalui pembangunan industri obat tradisional atau industri jamu,
fitofarmaka dan kosmetik. Pengembangan tanaman obat harus
berorientasi pada potensi pemasaran pemanfaatannya yang
diperluas, sehingga satu jenis tanaman obat digunakan untuk
berbagai produk industri yang mendukung proses kinerja suatu pabrik
sepanjang tahun seperti untuk obat (jamu dan fitofarmaka), kosmetik,
makanan sehat dan minuman sehat.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tanaman obat imunomodulator adalah tanaman yang dapat


mempengaruhi atau memodulasi sistem imun tubuh. Beberapa tanaman
obat memiliki fungsi sebagai imunomodulator di antaranya Morinda
citrifolia, Centella asiatica, Jamur Maitake, Echinacea, Aloe vera, Jahe,
Phyllanthus sp dan Sambiloto. Penggunaan imunomodulator bagi
kepentingan pengobatan sebaiknya diarahkan sebagai kombinasi sinergis
pada terapi infeksi. Di samping itu adalah untuk mengurangi keparahan,
mempercepat masa penyembuhan, memperkecil angka kekambuhan serta
meringankan biaya terapi.
Salah satu permasalahan dari aspek pembudidayaan tanaman obat
luas lahannya terbatas, lokasi budidaya masih terpisah-pisah dan belum
dibudidayakan secara meluas.

21
DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, KG. 2002. Imunomodulasi. Dalam: Imunologi dasar. Edisi 5.


Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Handayani, Gemi N. 2010. Imunomodulator. AL-FIKR. Vol. 14 No 1.

HTA Indonesia. 2004. Pemberian Terapi Imunomodulator Herbal. hlm 1/40

Kumala, Shirly. 2012. EFEK IMUNOSTIMULAN EKSTRAK ETANOL


HERBA PEGAGAN ( Centell asiatica L).

Ratih, Dian. 2008. UJI AKTIFITAS IMUNOMODULATOR EKSTRAK


ETANOL BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia L.). PROSEEDING
KONGRES ILMIAH ISFI XVI.

Subowo. 1996. Efek imunomodulator dari tumbuhan obat. Warta tumbuhan


obat Indonesia. Vol 3 No 1.

Sukara, E. 2000. Sumber daya alam hayati dan pencarian bahan baku obat
(Bioprospekting). Prosiding Simposium Nasional II Tumbuhan Obat
dan Aromatik. Bogor: Puslitbang Biologi-LIPI.

Warouw, WF. 2001. Penggunaan klinik ekstrak phyllanthus herbal sebagai


adjuvant terapi pada beberapa penyakit.

Wiedosari,Ening. 2007. PERANAN IMUNOMODULATOR ALAMI (Aloe


vera) DALAM SISTEM IMUNITAS SELULER DAN HUMORAL.
Wartazoa. Vol. 17 No. 4.

22

Anda mungkin juga menyukai