Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH METODE MORAL & NILAI-NILAI AGAMA

STRATEGI DAN PERENCANAAN PENGGEMBANGAN NILAI-NILAI

KEAGAMAAN PADA ANAK PIAUD

Disusun Oleh:

Kelompok 11

1. Marfina Damayanti (2020210058)

2. R.A Amelia (2020210055)

Dosen Pengampu : Muhtarom, S.Pd.I, M.Pd.I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PIAUD

FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN TARBIYAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya kepada kami semua, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang
telah diberikan kepada kami berupa makalah dengan berjudul “Strategi dan Perencanaan
Pengembangan Keagamaan Pada Anak Usia Dini”. Dalam penyusunan makalah ini kami yakin
masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami berharap khususnya kepada para
pembacauntuk memberikan saran dan kritik, dalam rangka penyempurnaan makalah ini. Untuk itu
kamimenyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya. Hanya kepada Allah SWT, kami memohon
semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, Januari 2021  

                                                                                                       Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………….. 1
1.1Latar Belakang..……………....................................................................................….. 1
1.2 Rumusan Masalah.……………………………………………………………...............…. 2
1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………….. 3
2.1 Strategi Pengembangan Nilai-Nilai Agama……………............................................... 3
2.2 Nilai-Nilai Keagamaan Secara Umum………………………………………………….... 3
2.3 Perkembangan Moral Dan Agama…………………………………………………………. 5
2.4 Cara Mengembangkan Nilai Agama Anak Usia Dini…………………………………….. 8
2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Nilai Agama Dan Moral
Anak Usia Dini……………………………………………………………………………….. 9
BAB III PENUTUP……..………………………………………………………………………… 12
3.1 Kesimpulan.....…………………................................................................................ 12
DAFTAR PUSAKA…..………………………………………………………………………….. 13

iii
BAB1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan anak usia dini yang diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar memiliki
kelompok sasaran anak usia nol sampai enam tahun yang sering disebut dengan masa emas
perkembangan (golden age). Disamping itu, pada usia ini anak-anak masih sangat rentan yang
apabila menanganinya tidak tepat justru dapat merugikan anak itu sendiri. Oleh karena itu,
pendekatan pembelajaran pendidikan anak usia dini harus sesuai dengan tahap-tahap
perkembangan anak. Pendidikan anak usia dini bertujuan untuk memfasilitasi anak untuk lebih
memiliki kesiapan baik secara jasmani maupun rohani dalam rangka memasuki pendidikan lebih
lanjut.

Selain berada pada masa emas, pada usianya ini merupakan masa peka bagi anak. Masa
peka adalah masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulus
yang diberikan oleh lingkungan. Anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan
seluruh potensinya. Oleh karena itu, masa ini merupakan masa yang penting untuk meletakkan
dasar pertama dalam mengembangkan nilai-nilai agama.

Nilai agama adalah nilai yang bersumber dari keyakinan diri seseorang akan Tuhannya
(Sjarkawi, 2008:31). Nilai agama Islam dijadikan acuan oleh manusia 2 dalam berperilaku. Nilai
agama sebagai standar perilaku berfungsi untuk mengarahkan, mengendalikan, dan menentukan
perilaku seseorang. Menurut Arifin (2003:126), nilai agama mengandung dua aspek, yaitu aspek
normatif dan operatif. Nilai-nilai dalam Islam ditinjau dari aspek normatif mengandung dua kategori,
yaitu baik dan buruk, benar dan salah, dan lain-lain. Ditinjau dari aspek operatif nilai tersebut menjadi
standarisasi perilaku, yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, haram.

Pada pendidikan anak usia dini, penanaman nilai-nilai agama dimaksudkan agar anak dapat
mengenal Tuhan, menirukan gerakan beribadah, mengucapkan doa, mengenal perilaku baik dan
buruk, serta membiasakan diri untuk berperilaku baik. Aspek nilai-nilai agama Islam yang dapat

1
diajarkan kepada anak usia dini pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu nilai
keimanan, nilai ibadah, dan nilai akhlak. Nilai keimanan mengajarkan kepada anak untuk percaya
akan adanya Allah Yang Maha Esa. Nilai ibadah mengajarkan anak agar setiap perbuatannya
senantiasa dilandasi hati yang ikhlas untuk mencapai ridho-Nya. Nilai akhlak mengajarkan kepada
anak untuk bersikap dan berperilaku yang baik sesuai norma yang benar.

Merujuk pada fase atau tahapan perkembangan anak yang dituliskan oleh Mansur (2005)
bahwa anak usia dini berada pada tahap the fairy tale stage. Tahap the fairy tale stage ini dimulai
dari anak berusia tiga sampai enam tahun. Anak dalam menghayati keagamaan masih dipengaruhi
oleh fantasi dan emosi yang kurang masuk akal karena kehidupan anak pada masa ini banyak
dipengaruhi kehidupan fantasi. 3 Sesuai dengan sifat agama anak, yaitu anthropomorphis dimana
anak menggambarkan konsep ketuhanan sama seperti manusia. Konsep seperti itu terbentuk sendiri
berdasarkan fantasi mereka masing-masing. Perkembangan agama anak usia dini yang dipengaruhi
oleh fantasi mereka menunjukkan bahwa sesuai dengan perkembangan intelektualnya.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana strategi pembelajaran nilai-nilai agama Islam untuk anak usia dini?

1.2.2 Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaan strategi pembelajaran nilai-nilai agama
Islam untuk anak usia dini

1.3 Tujuan

1.3.1. Untuk mengetahui pelaksanaan strategi pembelajaran nilai-nilai agama Islam pada anak usia
dini

1.3.2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pelaksanaan strategi pembelajaran nilai-nilai
agama Islam pada anak usia dini

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. Strategi Pengembangan Nilai-nilai Agama

Menurut Otib Satibi Hidayat (2008: 10.17) Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam
memilih strategi Pengembangan Nilai-nilai Agama dan Moral pada anak usia dini adalah dengan
memperhatikan beberapa prinsip, yaitu:

a. Prinsip developmentally appropriate practise (DAP) yaitu pengambilan keputusan secara


profesional tentang pengakuan terhadap keberadaan anak dan pendidikan yang didasarkan atas
pengetahuan tentang perkembangan dan belajar anak, kekuatan, minat dan kebutuhan anak di
dalam kelompok, dan konteks sosial budaya dimana anak hidup. Kesesuaian dengan kebutuhan
anak alam lingkungan hidupnya.

b. Prinsip enjoyable yaitu memberikan suatu lingkungan hidup yang menyenangkan. Karena
sesungguhnya mereka dilahirkan dengan potensi awal yang tidak mengetahui hakikat berjubelnya
permasalahan orang dewasa. Mereka berhak menikmati hidup dengan persaan senang dan tanpa
menghadapi beban.

Nilai merupakan suatu standar/kriteria benar dan salah yang diambil dari agama. Jadi etika
atau moral mengacu pada nilai-nilai agama karena kebenaran mutlak selalu berlandaskan agama,
pada kebenaran Tuhan.

Dalam pengembangan nilai-nilai keagamaan pada anak usia dini harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :

1) Berorientasi pada perkembangan anak.

2) Belajar sambil bermain

3) Kreatif dan inovatif

Beberapa Stategi yang bisa dilaksanakan dalam kegiatan Pengembangan Nilai-nilai Agama dan
Moral (Otib Satibi Hidayat, 2008: 9.5-9.6), antara lain :

3
a. Kegiatan Rutinitas

Kegiatan rutinitas adalah kegiatan sehari-hari yang dilaksanakan secara terus menerus namun
terprogram dengan pasti. Kegiatan ini tidak harus dicantumkan dalam bentuk perencanaan tertulis,
seperti Satuan Kegiatan Mingguan/Satuan Kegiatan Harian (SKM/SKH), namun tetap dijadikan
program yang sudah dipertimbangkan dan direncanakan dengan baik. Kegiatan rutin
Pengembangan Nilai-nilai Agama dan Moral meliputi; memberi salam, mengucapkan dan
menunjukan sikap berdo’a, menghafal surat-surat dalam Al Qur’an, dan sebagainya. Program ini
hendaknya menjadi suatu kebiasaan yang terprogram, dan konsisten dengan aktivitas belajar anak,
yang secara terpadu menjadi bagian tak terpisahkan dalam mengembangkan kemampuan dasar
anak lainnya melalui kegiatan belajar sehari-hari.

b. Kegiatan Terintegrasi

Kegiatan terintegrasi adalah kegiatan pengembangan materi nilainilai agama dan moral yang
disisipkan melalui pengembangan bidang kemampuan dasar lainya. Program ini harus tercantum
secara jelas berikut langkah dan kompetensi dasarnya dalam Satuan Kegiatan Harian yang disusun
oleh guru.

c. Kegiatan Khusus

Kegiatan khusus merupakan program kegiatan belajar yang berisi pengembangan kemampuan
dasar nilai-nilai agama yang pelaksanaannya tidak dimasukkan dan tidak harus dikaitkan dengan
pengembangan 34 bidang kemampuan dasar lainnya, sehingga membutuhkan waktu dan
penanganan khusus. Pembelajaran ini disesuaikan dengan kebutuhan dan waktu yang tersedia dan
harus dengan dukungan yang memadai.

2.2 Nilai-Nilai Keagamaan secara Umum

Dalam proses pendidikan yang selama ini diselenggarakan di sekolah-sekolah formal tidak
cukup hanya dengan meningkatkan intelektual, keterampilan dan pengetahuan saja namun
penanaman nilainilai keagamaan bagi anak terutama pada usia yang terbilang berada di usia emas
antara 0 – 6 tahun menjadi kebutuhan yang fundamental karena fungsi dan tujuan pendidikan yang
terpenting adalah moral bukan kecerdasan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

4
Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Quraish Shihab (1998: 172) menyatakan bahwa tujuan yang ingin dicapai dengan
pembacaan, penyucian dan pengajaran adalah pengabdian kepada Allah sejalan dengan tujuan
penciptaan manusia yang ditegaskan dalam terjemahan Al-Qur‟an Surat Adz-Dzariyat 56: Dan aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Sehingga tujuan
pendidikan oleh Al Qur‟an adalah membina manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu
menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifahanNya. Manusia yang dibina 15 adalah
makhluk yang memiliki unsur-unsur material (jasmani) dan imaterial (akal dan jiwa).

Pendidikan agama sesungguhnya adalah pendidikan untuk pertumbuhan total seorang


peserta didik dan tidak dibatasi oleh pada pengertian-pengertian konvensional dalam masyarakat,
oleh karena itu peran orang tua dalam mendidik anak melalui pendidikan keagamaan adalah benar
dan penting (Musleh Herry, 2006). Oleh karena itu pendidikan keagamaan dalam keluarga tidak
hanya melibatkan orang tua saja akan tetapi seluruh komponen-komponennya dalam menciptakan
suasana keagamaan yang hakiki. Peran orang tua tidak hanya berupa pengajaran tetapi berupa
peran tingkah laku, keteladanan dan pola-pola hubungannya dengan anak yang dijiwai dan
disemangati oleh nilai-nilai keagamaan menyeluruh. Pendidikan dengan bahasa perbuatan atau
perilaku (tarbiyah bi lisan-I-lhal), untuk anak lebih efektif dan lebih mantap daripada pendidikan
dengan bahasa ucapan (tarbiyah bi lisan-ilmaqal).

2.3 Perkembangan Moral dan Agama

Perkembangan moral adalah mencakup tentang perkembangan fikiran (kognitif), perasaan


dan perilaku menurut aturan atau kebiasaan mengenai hal-hal yang seharusnya dilakukan seseorang
ketika berinteraksi dengan orang lain (Hurlock). Agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan
moral menurut Adams dan Gullota (1983). Agama memberikan sebuah rangkaian moral, sehingga
seseorang mampu membandingkan tingkah laku. Agama dapat menjelaskan kenapa seseorang

5
hidup didunia. Melalui dua cara ini kita bisa mengetahui bagaimana perkembangan moral dan agama
pada anak usia dini.

Moral berkembang melalui norma-norma sosial atau mengikuti cara yang dipakai oleh
keluarga, seorang pendidik dan lingkunganya. Sebagai seseorang yang penting dalam mengasuh
anak agar menjadi contoh yang baik dan memberikan norma yang sesuai dengan perkembangan
anak. Adapun teori perkembangan moral dibagi menjadi dua tahap yaitu:

 Heteronomous morality (usia 5-10 tahun), Pada tahap ini anak mengenal apa itu moral tetapi
belum bisa menyadari bahwa moral itu perlu.
 Autonomous morality atau morality of cooperation (usia 10 tahun keatas ), Pada tahap ini anak
sudah mulai tumbuh melalui kesadaran, berfikir tentang mana moral yang baik atau tidak baik.

Tahap-tahap perkembangan agama dihubungkan dengan teori-teori perkembangan:

o Tahap 1:awal masa anak-anak (usia 1-6 tahun) hafalan dan fankisi adalah sama.
o Tahap 2: akhir masa anak-anak (usia 6-11tahun) pemikiran logis.
o Tahap 3: awal masa remaja (usia 11-15 tahun) pemikiran lebih abstrak, menyesuaikan diri
dengan orang lain.
o Tahap 4 :akhir masa remaja  dan awal dewas (usai 15-18 tahun) pemikiran pertama kali
memikul tanggung jawab.
o Tahap 5: pertengahan masa dewasa (usia 18-23 tahun) pemikiran mulai terbuka tentang
paradoks.
o Tahap 6 : akhir masa (usia 23-akhir) pemikiran sudah mulai melupakan dunia dan lebih
memikirkan ke akhirat.

Teori-teori Perkembangan Moral dan Keagamaan

Kohlberg berpendapat seperti yang dikutip oleh Otib Satibi Hidayat (2008: 2.7), bahwasanya
perkembangan moral anak mengalami beberapa fase, yaitu:

a. Penalaran Moral Prakonvensional, meliputi tahap:

6
 Orientasi Hukuman dan Kepatuhan
Tahap ini didominasi oleh penalaran moral yang semata-mata mengacu pada kepatuhan dan
hukuman oleh figur yang berkuasa.
 Orientasi Individualisme dan Orientasi Instrumental
Tahap ini acuan moral anak masih terhadap peristiwa-peristiwa eksternal fisik, tetapi suatu
tindakan dinilai benar jika berkaitan dengan kejadian eksternal yang memuaskan kebutuhan-
kebutuhan dirinya dan kebutuhan orang yang sangat dekat hubungannya dengan anak yang
bersangkutan.

b. Penalaran Moral Konvensional, meliputi:

 Tahap Orientasi Konformitas Interpersonal, yaitu tahap dimana anak menjadi anak yang baik,
mengikuti aturan untuk mengambil hati orang lain dan untuk mempertahankan hubungan-
hubungan yang baik.
 Tahap Orientasi Hukum dan Aturan, yaitu bahwa kalau kelompok sosial menerima peraturan
yang sesuai untuk semua anggota kelompok.

c. Penalaran Moral Pascakonvensional (meliputi tahap orientasi kontrak sosial dan tahap orientasi
etis universal)

Dalam pandangan Kohlberg (Sutarjo Adisusilo, 2013: 41), tindakan moral atau perilaku moral
seseorang terkait dengan tingkat perkembangan intelegensi seseorang, dan tingkat intelegensi
seseorang terkait dengan kesadaran moralnya. Oleh karena itu, seseorang yang mempunyai tingkat
intelegensi tinggi, diandaikan tindakan atau tingkah laku moralnya sesuai dengan pertimbangan
moral yang tinggi pula.

Sedangkan menurut Ahmad Susanto (2011: 69-70), perkembangan penghayatan


keagamaan pada anak adalah sebagai berikut:

1) Masa kanak-kanak (sampai usia 7 tahun), tanda-tandanya adalah sebagai berikut :

o Sikap keagamaan represif meskipun banyak bertanya


o Pandangan ketuhanan yang anthromorph (dipersonifikasikan)

7
o Penghayatan secara rohaniyah masih superficial (belum mendalam).
o Hal ketuhanannya secara ideosyncritic (menurut khayalan pribadinya).

2) Masa anak sekolah

o Sikap keagamaan bersifat reseptif tetapi disertai pengertian.


o Pandangan dan paham ketuhanannya diterangkan secara rasional.
o Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, melaksanakan kegiatan ritual diterima
sebagai keharusan moral.

3) Masa remaja (12-18 tahun).

a) Masa remaja awal yang ditandai dengan, antara lain :

o Sikap negatif disebabkan alam pikirannya yang kritis.


o Pandangan dalam hal ketuhanan menjadi kacau karena ia banyak mendengar berbagai konsep
pemikiran yang berbeda.
o Penghayatn rohaniahnya cenderung bersifat skeptic ( diliputi oleh perasaan was-was).

b) Masa remaja akhir yang ditandai oleh, antara lain :

o Sikap kembali, pada umumnya kearah positif.


o Pandangan dalam hal ketuhanan dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan
dipilihnya.
o Penghayatan rohaniahnya menjadi tenang.

2.4 Cara Mengembangkan Nilai Agama Anak Usia DIni

Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan agama anak-anak itu melalui beberapa
fase (tingkatan). Dalam bukunya The Development of Religious on Children, ia mengatakan bahwa
perkembangan agama pada anak-anak itu melalui tiga tingkatan, yaitu:

 The fairy tale stage (tingkat dongeng)

8
Pada tingkatan ini dimulai pada anak usia 3-6 tahun. Pada anak dalam tingkatan ini konsep
mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Pada tingkatan ini anak
menghayati konsep ketuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya. Kehidupan pada
masa ini masih banyak dipengaruhi kehidupan fantasi hingga dalam menanggapi agama pun anak
masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng yang kurang masuk akal.

 The realistic stage (tingkat kenyataan)

Tingkat ini dimulai sejak anak masuk SD hingga sampai ke usia (masa usia) adolesense. Pada masa
ini ide ketuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan kepada kenyataan
(realis). Konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang
dewasa lainnya. pada masa ini ide keagamaan anak didasarkan atas dorongan emosional, hingga
mereka dapat melahirkan konsep Tuhan yang formalis.

 The Individual stage (tingkat individu)

Anak pada tingkat ini memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan
usia mereka. Ada beberapa alasan mengenalkan nilai-nilai agama kepada anak usia dini, yaitu anak
mulai punya minat, semua perilaku anak membentuk suatu pola perilaku, mengasah potensi positif
diri, sebagai individu, makhluk social dan hamba Allah. Agar minat anak tumbuh subur, harus dilatih
dengan cara yang menyenangkan agar anak tidak merasa terpaksa dalam melakukan kegiatan

2.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Nilai Agama Dan Moral Anak Usia Dini

Setelah mengetahui perbedaan pola perkembangaan antara anak yang satu dengan anak
yang lain. Dengan perkembangan anak, terdapat perbedaan yang dibingkai dalam persamaan.
Persamaanya adalah pola tumbuh-kembang yang sama, yakni masa balita, masa kanak-kanak,
masa remaja, puber, dan seterusnya. Perbedaanya adalah perbedaan individualitas anak yang unik.
Menurut Hurlock, keunikan perbedaan tumbuh kembang anak tersebut karena di pengaruhi oleh tiga
faktor, yakni faktor perkembangan awal, fakor penghambat, dan faktor pengembang.

1) Perkembangan awal Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa perkembangan awal (0-5


tahun) adalah masa-masa kritis yang akan menentukan perkembangan adanya perbedaan

9
tumbuhkembang antara anak yang satu dengan yang lainnya dipengaruhi oleh hal-hal sebagai
berikut.

a) Fakor lingkungan sosial yang menyenangkan anak Hubungan anak dengan masyarakat yang
menyenangkan terutama dengan anggota keluarga akan mendorong anak mengembangkan
kecenderungan menjadi terbuka dan menjadi lebih berorientasi kepada orang lain karakteristik yang
mengarah ke penyesuaian pribadi dan sosial yang lebih baik.

b) Faktor emosi Tidak adanya hubungan atau ikatan emosional akibat penolakan anggota keluarga
atau perpisahan dengan orang tua, dapat menimbulkan gangguan kepribadian pada anak.
Sebaiknya pemuasan emosional 93 mendorong perkembangan kepribadian anak semakin stabil.

c) Metode mendidik anak Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga permisif, diprediksikan kelak
ketika besar cenderung kehilangan rasa tanggung jawab, mempunyai kendali emosional yang
rendah dan sering berprestasi rendah dalam melakukan sesuatu, sedangkan mereka yang
dibesarkan oleh orang tua secara demokratis penyesuaian pribadi dan sosialnya lebih baik.

d) Beban tanggung jawab yang berlebiihan Anak pertama seringkali diharapkan bertanggung jawab
terhadap rumah, termasuk menjaga adiknya yang lebih kecil. Memang, hal ini dapat menumbuhkan
kepercayaan diri dan tanggung jawab yang lebih besar daripada adik-adiknya. Akan tetapi, ia
berpotensi memiliki kecenderungan untuk mengembangkan kebiasaan memerintah sepanjang
hidupnya. Artinya anak terlalu dini untuk diberi tanggung jawab atas adikadiknya.

e) Faktor keluarga di masa anak-anak Anak yang tumbuh dan berkembangan di tengah-tengah
keluarga besar akan bersikap dan berperilaku otoriter. Demikian pula dengan anak yang tumbuh dan
berkembang di tengah keluarga yang cerai kemungkinan besar ia akan menjadi anak yang cemas,
tidak mudah percaya, dan sedikit kaku.

f) Faktor rangsangan lingkungan Lingkungan yang merangsang merupakan salah satu pendorong
tumbuh-kembang anak, khususnya dalam hal kemampuan atau kecerdasan. Bercakap-cakap
dengan bayi atau menunjukkan gambar cerita pada anak usia dini dapat mendorong minat dalam
belajar berbicara dan keinginan untuk membaca. Oleh karena itu, lingkungan yang merangsang

10
dapat mendorong perkembangan fisik dan mental anak secara baik, sedangkan lingkungan yang
tidak merangsang dapat menyebabkan perkembangan anak berada di bawah kemampuannya

2) Faktor penghambat perkembangan anak usia dini

a) Gizi buruk yang mengakibatkan energi dan tingkat kekuatan menjadi rendah.

b) Cacat tubuh yang mengganggu perkembangan anak.

c) Tidak adanya kesempatan untuk belajar apa yang diharapkan kelompok sosial dimana anak
tersebut tinggal.

d) Tidak adanya bimbingan dalam belajar (PAUD)

e) Rendahnya motivasi dalam belajar.

f) Rasa takut dan minder untuk berbeda dangan temannyadan idak berhasil.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penanaman nilai-nilai agama Islam pada anak usia dini penting sekali untuk dilakukan. Anak
usia dini berada pada tahap the fairy tale stage dalam perkembangan agamanya. Anak pada tahap
tersebut masih menggunakan fantasi dan emosi dalam memahami konsep keagamaan. Hal ini
sesuai dengan perkembangan intelektualnya. Oleh karena itu diperlukan latihan dan bimbingan
dalam mengembangkan nilai-nilai agama agar anak mempunyai kepribadian baik.

Taman Kanak-kanak sebagai lembaga pendidikan formal mempunyai peran yang penting
dalam menanamkan nilai-nilai agama Islam pada anak usia dini. Mulai dari manajemen lembaga,
sikap para pendidik, pelaksanaan kegiatan pembelajaran, dan lingkungan lembaga itu sendiri
mempengaruhi proses penanaman nilai-nilai agama Islam. Guru atau pendidik sebagai figur yang
sering ditiru oleh anak didik dalam hal perilakunya harus menerapkan strategi-strategi dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran nilai agama Islam. Hal ini bermaksud agar dapat mencapai
tujuan pembelajaran nilai agama Islam yang diinginkan.

Strategi pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan tingkat perkembangan agama
anak, mengingat anak usia dini masih berada pada tahap the fairy tale stage. Strategi pembelajaran
yang dapat dilakukan dalam pembelajaran nilai-nilai agama Islam adalah strategi pengorganisasian,
strategi penyampaian, dan strategi pengelolaan

12
DAFTAR PUSAKA

Amelia, Nony dkk. 2013. Peningkatan Aspek Perkembangan Nilai Agama dan Moral
Anak Usia 5-6 Tahun TK Al-Ikhlas Ketapang. PG PAUD FKIP Universitas
Tanjungpura Pontianak.
Ismail, SM. Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM. Semarang:

Rasail Media Group, 2002.

Mujib, Abdul dan Mudzakir, Yusuf. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006.

Mansur. 2005. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mahmud, H dkk. 2013. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga (Sebuah Panduan
Lengkap bagi Para Guru, Orangtua, dan Calon). Jakarta: Akademia Permata.
Satibi, Otib, H. Metode Pengembangan Moral dan Nilai-nilai Agama. Jakarta:

Penerbit Universitas Terbuka, 2008.

Susanto, Ahmad. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Prenada Media Group, 2011.

Sjarkawi. 2008. Pembentukan Kepribadian Anak (Peran Moral, Intelektual,


Emosional, dan Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri). Jakarta:
Bumi Aksara.

13

Anda mungkin juga menyukai