Anda di halaman 1dari 5

Mencintai dan Dicintai 

Allah…
Januari 30, 2007 oleh Abu Alkayyis

Cinta dalah salah satu nama dan sifat Allah yang Maha Suci. Allah Ar Rahmaan, Allah Ar Rahiim, dan
Allah Al Waduud. Cinta Allah sangatlah besar, melebihi cintanya Adam dan Hawa, Ibrahim dan Sarah,
Yusuf dan Dzulaikha, Qois dan Laila, bahkan Romeo dan Juliet. Cinta Allah melebihi 70 kali kasih
sayang seorang ibu kepada anaknya.
Kadang kala kita mencintai sesuatu (bisa benda, hewan, ataupun manusia), namun yang kita cintai
tersebut tidak mencintai kita. Ketika ia tidak mencintai kita kita selalu berusaha, ketika kita nyatakan
cinta kita dia menolak, kita bersedih…. ketika dia caci kita kita pun bersabar. Sakitnya cinta yang
bertepuk sebelah tangan. 
Rasa cinta ini adalah fitrah manusia. Allah jadikan manusia ini mencintai, anak, istri (wanita), emas,
perak, kendaraan, sawah ladang. Cinta yang seperti ini adalah cinta yang belum dikelola, cinta yang
masih bersandarkan hawa nafsu belum bersandarkan keimanan dan tuntunan Ilahi. AKU CINTA
ALLAH. Ah masa sih…  Mungkin baru cinta dilidah belum cinta dihati. Tapi sudah ada keinginan
untuk meletakkan cintanya ditempat yang benar. Ketika seorang hamba menyatakan cintanya kepada
Allah, maka Allah akan memberikan ujian-ujian kepada hamba tersebut untuk menguji kebenaran
cintanya. Ada hamba Allah yang lulus ujian sehingga bertambah besar cintanya kepada Allah dan
Allah pun semakin mencintai dia, ada pula yang gagal melalui ujian, dia memilih mencintai selain
Allah dari pada mencintai Allah dan Allah pun berpaling darinya. Dalam menguji hambanya Allah
tidak pernah menguji seorang hamba melebihi kemampuannya untuk menanggung ujian tersebut dan
Allah dalam menguji hambaNya juga mengasih bocoran soal-soal yang akan diujikan. Allah akan
menguji dengan kekurangan makanan dan kesejahteraan, ketakutan dan keamanan, kemiskinan dan
kekayaan, sakit dan sehat, intinya semua keadaan adalah ujian dari Allah baik yang kita sukai maupun
yang tidak kita sukai.
Untuk menuju cinta Allah, Dia pun telah menberi tahu caranya supaya hambanya tersebut tidak salah
jalan, Antara lain :
1. Melaksanakan perintah-perintah Allah yang fardhu, seperti : sholat 5 waktu, puasa di bulan
Ramadhan, menunaikan zakat, naikk haji jika ada kemampuan.
2. Melaksanakan amalan sunah atau nafil, seperti : shalat-shalat sunnah, puasa sunnah, sedekah,
umrah.
3. Selalu menyebut namanya dengan membiasakan lidah kita dengan Dzikrullah.
4. Membaca kalamNya, yakni AlQuran dengan memahami arti dan mengamalkan isi
kandungannya.
5. Mencintai dan mengikuti sunnah-sunnah Nabi-Nya, yaitu Nabi Muhammad saw baik sunnah
penampilan fisik, perjalanan hidup, dan apa yang ada dalam dirinya.
6. Berlama-lama dalam bermunajat dan berdoa dalam tahajud.
7. Mencintai makhluk-makhlukNya.
8. Mencintai apa yang dicintai Allah.
Jika Allah mencintai seorang hamba, maka ia akan mengumumkan cintanya dilangit kepada para
penduduk langit, sehingga para penduduk langit pun mencintai orang yang dicintai Allah. Lalu
malaikat akan mengumumkan kepada penduduk bumi bahwa Allah mencintai hamba tersebut, sehingga
penduduk bumi pun akan mencintai orang tersebut. Namun sering kali orang yang dicintai Allah ini
adalah orang-orang yang sedikit hartanya, tidak terkenal, banyak orang yang tidak hormat padanya,
padahal jika ia menengadahkan tangannya untuk berdoa kepada Allah, Allah pasti akan mengabulkan
segala permohonannya, seperti Uwais Al Qorny dan Abu Dzar AlGhifary.
Suatu ketika malaikat Jibril sedang bersama dengan nabi Muhammad saw, lalu lewatlah Abu Dzar
AlGhifary r.a, maka Jibril berkata: Wahai Nabi, itukan Abu Dzar! Nabi kaget karena merasa belum
pernah memperkenalkan sahabatnya itu kepada Jibril, lalu Nabi berkata : “Jibril, kamu kenal Abu
Dzar?! jibril pun menjawab : Wahai Nabi, sesungguhnya semua penduduk langit mengenal Abu Dzar
AlGhifary - semoga Allah merahmati beliau-. Abu Dzar tidak terkenal di bumi namum sangat terkenal
dilangit.
Cobalah kita berkata dengan khusu’ setelah shalat, “Wahai Allah… hambaMu yang hina ini mencintai
Mu”, jika belum tertanam cinta ini dihati ulangi lagi sehingga dihati dan pikiran kita hanya ada Allah
sahaja.
Wahai Allah yang Maha Mengetahui, ku tulis ini karena hambamu yang lemah ini berusaha mencintai
Mu dan hamba yakin cinta Mu pasti lebih besar lagi.
30 January 2007
Herry Syafrial 

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda :


 “ Hamba yang paling dicintai Allah adalah yang paling terpuji akhlaknya “ (Shahih al-Jami’ ash-
Shaghir no. 179).
          Akhlak yang terpuji -Lihat di dalam Ihya’ Ulumuddin karya al-Ghazali 3 / 52 – 70, Fathul
Baari karya al-‘Asqalaani 10 / 456 dan 459, dan ‘Aun al-Ma’bud karya al-‘Adhzim Abadi 13 / 107- :
al-Khuluq dan al-Khalq adalah dua ibarat yang dipergunakan secara bersamaan, dikatakan :
Fulan mempunyai al-Khuluq atau al-Khalq yang terpuji, yang bermakna kebaikan akhlak
secara batin maupun lahir. Berarti yang dimaksud dengan al-Khalq adalah bentuk lahiriah,
dan yang dimaksud dengan al-Khuluq adalah gambaran yang batin. Hal itu dikarenakan
manusia terdiri atas fisik jasmani yang dapat terlihat oleh mata penglihatan dan ruh dan jiwa
yang dapat dijangkau dengan hati sanubari. Dan masing-masing dari keduanya memiliki
keadaan dan bentuk baik itu buruk ataukah indah. Al-Khuluq adalah ibarat akan keadaan
jiwa yang teguh, dan dari jiwa yang teguh inilah akan menghadirkan perbuatan-perbuatan
yang dengan sangat mudah dan gampang tanpa membutuhkan pemikiran dan penalaran.
Dan apabila dari keadaan tersebut akan menghadirkan perbuatan-perbuatan yang baik dan
terpuji baik ditinjau dari sisi akal sehat maupun syara’, maka keadaan jiwa tersebut
dinamakan sengan akhlak yang terpuji. Dan apabila dari keadaan jiwa tersebut
menghadirkan perbuatan-perbuatan yang buruk maka keadaan jiwa tersebut yang menjadi
rangka acuannya dinamakan sebagai akhlak yang buruk. Dan seorang manusia tidak akan
dikatakan memiliki akhlak tertentu yang terpuji hingga akhlak itu benar-benar kokoh berada
didalam dirinya secara kokoh dan teguh. Dan akan menghadirkan bermacam perbuatan
dengan sangat mudah tanpa adanya pemikiran lebih lanjut. Adapun seseorang yang
mengupayakan  sebuah amalan dengan kesungguhan dan melalui suatu pertimbangan maka
tidaklah dikatakan bahwa perbuatan ini sebagai akhlaknya …
Dan pemisalan akan hal itu, seseorang yang berupaya untuk menyerahkan sejumlah
hartanya untuk sebuah keperluan yang mendadak atau berusaha untuk diam tatkala marah
dengan upaya yang bersungguh-sunguh dan melalui sebuah pertimbangan, tidaklah
dikatakan bahwa kedermawanan dan kelebutan sebagai akhlaknya.
          Sesungguhnya bentuk fisik tidak akan dapat dirubah berbeda halnya dengan akhlak
yang berlaku sebaliknya dari hal itu, yang mana didapati da’wah Islam kepada akhlak-
akhlak yang mulia  dan Amar ma’ruf Nahi mungkar. Dan juga dijumpai ada sekian banyak
wasiat, nasihat dan pengajaran adab. Allah ta’ala berfirman :
          “ Sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu kaum hingga mereka merubah apa yang ada
pada diri mereka “ (Surah ar-Ra’ad : 11).
Maka perubahan pada diri seseorang dari akhlak-akhlak yang buruk menuju akhlak-akhlak
yang terpuji dan mengupayakan akhlak-akhlak terpuji lainnya yang baru adalah suatu yang
memungkinkan dengan kesungguhan dan melatih jiwa.  Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam  telah berdoa memohon kepada Rabb beliau untuk diarahkan kepada akhlak-akhlak
yang terpuji dan mengharapkan taufiq dari-Nya untuk dihiasi dengan akhlak-akhlak tersebut
:
 “ Wahai Allah  berilah aku petunjuk-Mu kepada akhlak yang mulia yang tidak ada seorangpun yang
akan memberi petunjuk kepada akhlak yang mulia tersebut selain Engkau, dan palingkanlah dariku
akhlak yang buruk, tidak ada seorangpun yang dapat memalingkannya dariku selain Engkau “
(Diriwayatkan oleh Muslim didlaam Kitab Shalat al-Musafirin wa Qashruha, bab. Shalat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam  dan du’auhu bil-lail).
Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam  juga mewasiatkan :
 “ Dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang terpuji “ (Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 1618).
          Akhlak adalah sifat manusia yang nampak dalam pergaulannya dengan orang lain,
yang dapat berupa akhlak yang terpuji ataukah akhlak yang tercela. Akhlak yang terpuji
secara garis besarnya menempatkan dirimu bersama selainmu lalu engkau berlaku bijak dari
dalam dirimu bukan bagi dirimu. Dan secara rinci berupa, sifat pemaaf, kelembutan,
kedermawanan, sabar, dapat menahan diri dari segala gangguan, pengasih, penyayang, -
berusaha - memenuhi segala kebutuhan –orang lain -, saling mencintai, bersikap lunak dan
lain sebagainya, sedangkan akhlak yang tercela adalah sebaliknya …. Akhlak sendiri adalah
sifat bawaan masing-masing manusia, dan mereka bertingkat-tingkat dalam hal tersebut.
Maka siapa saja yang lebih menonjol akhlak yang terpuji dari sifat bawaannya, jikalau tidak
maka dia diperintahkan untuk berupaya dengan kesungguhan hati untuk meraih hal tersebut
hingga akhlaknyapun menjadi terpuji, dan demikian pula jikalau manusia itu lemah, maka
dia yang lemah ini mesti sering berlatih hingga menjadi kuat.
          Dan sesungguhnya akhlak yang terpuji mempunyai hasil yaitu tanda-tanda yang
menunjukkan keberadaan akhlak yang terpuji tersebut. Ada yang mengatakan : Bahwa
akhlak yang terpuji adalah dengan wajah yang berseri-seri, bermurah hati, menghalau setiap
gangguan, dan memberi bantuan . Ada yang mengatakan : Akhlak yang terpuji adalah
dengan tidak memusuhi siapa saja yang memusuhinya disebabkan kuatnya ma’rifah dia
kepada kepada Allah.
Ada yang mengatakan : Bahwa akhlak yang terpuji adalah dengan dekat kepada setiap
manusia namun sebagai seorang yang asing jika berada ditengah-tengah mereka..
Ada yang mengatakan bahwa akhlak yang terpuji adalah dengan menjadikan setiap makhluk
ridha baik dalam keadaan lapang atau dalam keadaan sempit. Ada yang berpendapat bahwa
akhlak yang terpuji adalah keridhaan dari Allah ta’ala. Ada yang mengatakan : Bahwa akhlak
yang terpuji yang paling rendah adalah dengan  kesanggupan menanggung cobaan, tidak
mengharapkan ganjaran perbuatan, pengasih terhadap yang berlaku dhalim kepadanya,
memintakannya ampunan, dan menyayanginya.
Ada yang mengatakan bahwa  yang dimaksud dengan akhlak terpuji adalah dengan tidak
menuduh al-Haq – Allah – dalam pembeian rizki-Nya, percaya kepada-Nya, merasa tenang
akan penunaian janji-Nya sehingga diapun mentaatinya dan tidak bermaksiat kepada-Nya
dalam setiap perkara antara dirinya dan Allah, dan antara dirinya dan semua manusia.
Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan akhlak yang terpuji adalah yang
memiliki tiga sifat : Menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang haram, mencari
setiap yang halal, dan bersikap lapang kepada yang diurusnya. Ada yang berpendapat
bahwa yang dimaksud dengan akhlak yang terpuji adalah : Dengan menampik setiap
pengaruh yang timbul dari perangai buruk  kaum manusia setelah anda dapat menjangkau
al-Haq.
Dan ada yang mengatakan : Akhlak yang terpuji adalah tidak adanya keinginan yang anda
hendak raih selain Allah ta’ala.
          Sebagian ulama mengumpulkan tanda-tanda akhlak yang terpuji, dan mengatakan :
Akhlak yang terpuji adalah jikalau seseorang memiliki rasa malu, sedikit menebar gangguan,
seringkali berbuat kebajikan, lisan yang jujur, sedikit berbicara, banyak melakukan amal.
Jarang melakukan kesalahan dan jarang ikut campur urusan orang lain, sebagai seorang yang
baik, berwibawa, sabar, mau berterima kasih, ridha, lemah lembut, santun, menjaga kesucian
diri dan penyayang  bukan sebagai seorang yang senang melaknat, atau senang mencela,
mengadu domba, senang menyebar ghibah, tidak sering tergesa-gesa, tidak dengki, tidak
kikir, tidak hasad,  sebagai seorang dengan wajah yang murah senyum, berseri-seri riang,
cinta karena Allah, benci karena Allah, ridha karena Allah dan marah karena Allah.
          Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda :
 “ Tidak ada amalan  yang diletakkan di atas al-Mizan yang lebih berat daripada akhlak yang mulia.
Dan sesungguhnya seseorang yang berakhlak mulia akan mencapai derajat seorang yang berpuasa dan
mendirikan shalat” (Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 1629).
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda :
 “ Sesungguhnya seorang mukmin dengan akhlaknya yang terpuji akan mencapai derajat seorang
yang berpuasa dan mengerjakan shalat “ (Shahih Sunan Abu Daud no. 4013).
Dan seorang yang berakhlak mulia akan meraih keutamaan yang agung ini , dikarenakan
seorang yang berpuasa dan mengerjakan shalat pada malam hari, keduanya bersungguh-
sungguh menghadapi hawa nafsu mereka,  sedangkan seorang mulia akhlaknya bersama
kaum manusia bersamaan dengan tabi’at mereka yang bermacam-macam serta akhlak
mereka yang berbeda-beda, seolah-olah dia menghadapi sekian banyak jiwa, maka diapun
akan mendapatkan apa yang didapatkan oleh seorang yang berpuasa dan yang mengerjakan
shalat diwaktu malam dalam nilai ketaatan, maka keduanyapun setara dalam derajat yang
.sama, bahkan terkadang yang berakhlak mulia memiliki nilai tambah

Anda mungkin juga menyukai