Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR


EPISODE KINI DALAM REMISI

Disusun oleh:

Antonius Michael
01073200116

Pembimbing:

dr. Engelberta Pardamean, SpKJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA


SANATORIUM DHARMAWANGSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE MARET – APRIL 2021
JAKARTA
No. Rekam Medis :112.15xx
Tanggal Masuk Rumah Sakit :17 September 2015
Riwayat Perawatan : Perawatan ketiga

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ibu M
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir: Jakarta, 16 September 1955
Usia : 65 tahun
Bangsa / Suku : Indonesia / Jawa
Agama : Muslim
Pendidikan : D3 Ilmu Perhotelan
Pekerjaan : Staff TVRI (Pensiun)
Status Perkawinan : Janda
Alamat : Pesenggarahan, Jakarta Selatan

II. RIWAYAT PSIKIATRI


a. Autoanamnesis: dilakukan pada tanggal 31 Maret dan 10 April 2021
b. Alloanamnesis: dilakukan dengan perawat pada tanggal 10 April 2021

2.1 Keluhan Utama


Pasien dibawa oleh kakaknya untuk dirawat di Sanatorium
Dharmawangsa pada 17 September 2015 karena mengeluh kesulitan
tidur, ketidakmampuan mengurus diri sendiri, mengurung diri di
rumah selama 6 bulan sebelum masuk rumah sakit.

2.2 Riwayat Gangguan Sekarang


Pada anamnesis pertama (31 Maret 2021), pasien dalam
kondisi baik, tersenyum, menyambut para dokter muda yang datang
pertama kali dengan antusias, serta ingin menceritakan kisahnya.
Dimulai dengan alasan pasien masuk ke sanatorium Dharmawangsa
dikarenakan pasien sulit untuk tidur. Pasien bercerita mengenai
kehidupan beliau dan anaknya yang dibanggakan. Pasien tinggal
sendiri karena 2 anak pasien tinggal di luar negeri yaitu Australia
sedangkan suami pasien (Bpk. A) menurut pasien sudah
meninggalkan pasien 26 tahun yang lalu dan ini menjadi alasan
utama pasien kesulitan untuk tidur. Pasien cerita bahwa anak
pertama, Ibu R (34 tahun) merupakan lulusan dari Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik dengan Program Studi Hubungan
Internasional dari Universitas Gajah Mada (UGM) serta anak kedua,
Ibu D (31 tahun) merupakan lulusan dari Fakultas Psikologi
Universitas Gajah Mada (UGM) lulus dengan predikat cum laude.
Kedua anak pasien tinggal menetap di Australia dan ketika ditanya
apakah pasien ingin pergi untuk melihat anaknya di Australia, pasien
sangat ingin bertemu namun ia mempermasalahkan perihal harga
tiket pesawat yang mahal dan apabila menjadi warga negara disana,
harus membayar Rp 600.000.000,-. Pasien bercerita bahwa
suaminya pergi meninggalkan pasien karena cemburu terhadap
pasien yang banyak didekati oleh laki-laki di tempat pasien bekerja.
Menurut pasien, suami pasien meninggalkan pasien saat pasien
sedang bekerja. Semenjak ditinggal pasien mengaku sulit tidur,
sedih, dan merasa bersalah.
Pasien bercerita pernah mendapat berita bahwa suami pasien
sudah meninggal akan tetapi pasien tidak mempercayai hal tersebut.
Pasien beranggapan bahwa suami pasien pergi dan sudah menikah
dengan wanita lain. Pasien bercerita sejak SMP hingga sekarang
banyak laki-laki yang tertarik kepadanya karena pasien merasa
dirinya cantik. Semasa muda pasien memiliki gairah seksual yang
tinggi dan sering berganti pasangan. Bahkan semasa kuliah pasien
mengaku bahwa dosen yang mengajar pasien memiliki perasaan
kepadanya serta sering menggoda pasien dan hal ini juga terjadi
pada anak pertamanya sehingga pasien merasa takut kejadian ini
berulang pada anaknya. Setelah lulus pendidikan di bangku
perkuliahan, pasien bekerja di beberapa hotel sebagai staff. Selama
bekerja, pasien mengatakan bahwa dirinya disukai oleh banyak
orang.
Suatu hari, pasien bertemu dengan karyawan ayahnya, yaitu
Bpk. A. Pertemuan keduanya terjadi beberapa kali, di mana Bpk. A
sering datang ke rumahnya untuk berdiskusi dengan ayahnya. Pasien
mengatakan bahwa Bpk. A sering merayu dan pasien tertarik
terhadap rayuan tersebut. Mereka saling jatuh cinta dan akhirnya
sering berhubungan seksual yang menyebabkan pasien hamil di usia
25 tahun. Mengetahui hal ini, ayah pasien meminta
pertanggungjawaban terhadap Bpk. A, dan akhirnya pasien dinikahi
oleh Bpk. A. Dalam perkawinan mereka, pasien dan Bpk. A
dikaruniai dua orang anak. Meskipun demikian, pasien mengakui
bahwa banyak laki-laki yang masih tertarik dengannya, dan bahwa
pasien pada saat itu dekat dengan seorang pria bernama Bpk. V.
Mengetahui hal ini, suami pasien merasa kesal dan cemburu
terhadap Bpk. V. Rasa kesal Bpk. A berpuncak pada suatu hari di
mana Bpk. A memergoki Bpk. V mencium dahi pasien, dan Bpk. A
memutuskan untuk meninggalkan pasien.
Pasien menyangkal pernah mendengar suara-suara dan
halusinasi dalam bentuk apapun. Pasien mengakui semenjak dirawat
pasien dapat tidur dan beraktivitas seperti biasa setelah meminum
obat setiap harinya. Pasien sangat senang bermain kartu dan sering
mengajak dokter muda atau pasien lain untuk bermain. Kemudian
jam 12 pasien makan siang, setelah itu kembali menonton TV, main
kartu atau berbincang. Jam 5 sore pasien mandi kemudian makan
malam. Pada jam 8 malam biasanya pasien sudah mulai tidur. Setiap
hari pasien masih menjalankan kewajibannya sholat 5 waktu.
Pada anamnesis kedua (10 April 2021), pasien memanggil
beberapa dokter muda yang dia ingat dan saat itu pasien senang
karena mendapat buku atlas dari dokter muda Universitas
Tarumanegara. Pada anamnesis kedua, pasien cenderung bercerita
hal yang sama saat anamnesis pertama. Dalam anamnesis kedua,
pasien bercerita kejadian penting yaitu pasien sempat terjatuh di
kamar mandi pada tanggal 3 Januari 2019. Pasien bercerita waktu
terjatuh sekitar pukul 5 pagi dan terjadi ketika pasien akan kembali
ke kamar setelah dari kamar mandi. Pasien terjatuh secara tiba-tiba.
Setelah terjatuh, pasien difoto rontgen dan ditemukan kaki kanan
pasien patah dan telah mendapatkan pengobatan dari dokter spesialis
ortopedi dan sekarang pasien menggunakan tongkat sebagai alat
bantu jalan. Pasien merasa “tinggi sebelah” akibat hal ini.

2.3 Riwayat Gangguan Sebelumnya


2.3.1 Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien pernah menjalani rawat jalan di Sanatorium
Dharmawangsa tahun 1992 karena kesulitan tidur dan merasa sedih.
Perawatan selama satu tahun sampai pasien dirawat inap pada tahun
1993 oleh karena gangguan depresi. Pada fase ini, pasien mudah
menangis dan mood yang tidak stabil. Selama perawatan, pasien
merasa tidak nyaman oleh karena pasien dianggap sebagai seseorang
yang kehilangan akal sehatnya (gila) oleh pasien-pasien lain dan
pasien dipulangkan tidak lama setelahnya.
Pada tahun 2006, pasien menjalani rawat inap lagi karena
terdiagnosis memiliki gangguan bipolar episode kini manik dengan
gejala psikotik (pasien memiliki waham erotomania) dan dengan
keluhan lain berupa kesulitan untuk tidur. Pasien kemudian
dipulangkan dan dipreskripsikan obat untuk mengendalikan gejala
pasien, namun pada tahun 2015 pasien memutuskan untuk tidak
mengkonsumsi obat dan gejalanya kembali muncul. Gejala paling
parah terjadi pada 6 bulan sebelum masuk rumah sakit, di mana
pasien mengurung diri di rumah selama kurang lebih 6 bulan
sebelum dibawa untuk dirawat yang ketiga kalinya.

2.3.2 Riwayat Gangguan Medis


Dari pemeriksaan laboratorium di rumah sakit pada tanggal
13 Februari 2018, didapatkan pasien menderita Diabetes Melitus
tipe 2 yang saat ini sudah terkontrol, hipertensi, dan kadar kolesterol
yang tinggi. Obat-obatan yang dikonsumsi pasien adalah Metformin
2x500 mg, Simvastatin 1x10 mg, Amlodipin 1x10 mg. Pasien tidak
pernah mengalami stroke, serangan jantung, penyakit paru, ginjal,
kanker/tumor, ataupun kejang.

2.3.3 Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif (NAPZA)


Pasien tidak mengkonsumsi atau memiliki riwayat
mengkonsumsi obat-obatan terlarang, alkohol, ataupun merokok.

2.4 Riwayat Kehidupan Pribadi


2.4.1 Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir normal pada tanggal 16 September 1955 tanpa
komplikasi selama kehamilan atau cacat bawaan lahir. Pasien
merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara.

2.4.2 Riwayat Masa Kanak Awal (0-3 Tahun)


Riwayat masa kanak awal pasien berjalan layaknya anak
berusia di bawah 3 tahun pada umumnya. Menurut kesaksian pasien,
tidak ada kendala dalam berinteraksi bersama saudaranya ataupun
orangtuanya, dan pasien mengakui tidak memiliki riwayat penyakit
yang serius pada masa ini. Pasien juga mengatakan bahwa orangtua
pasien terkesan memberikan kasih sayang yang lebih terhadap
pasien jika dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain.
2.4.3 Riwayat Masa Kanak Pertengahan (3-11 Tahun)
Pasien mengatakan bahwa periode kanak pertengahan pasien
berjalan layaknya anak-anak pada usianya secara umum. Pasien
tidak memiliki masalah dalam sekolah ataupun proses pembelajaran,
gangguan bersosialisasi, ataupun tanda-tanda adanya hambatan
dalam perkembangannya.

2.4.4 Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja


Berdasarkan kesaksian pasien, masa SMA pasien sudah
disertai dengan kesulitan untuk tidur. Kesulitan untuk tidur
dirasakan pasien pada waktu-waktu yang tidak menentu, dan alasan
pasien mengalami kesulitan untuk tidur di malam hari adalah adanya
perasaan sedih yang mendalam.

2.4.5 Riwayat Masa Dewasa


a. Riwayat Pendidikan
i. SD Muhammadiyah
ii. SMPN 11
iii. SMAN 10
iv. D3 Perhotelan Buana Wisata
b. Riwayat Pekerjaan:
i. Magang: Hotel Marco Polo, President Hotel, Sari Pan
Pacific (pasien berhenti bekerja di bidang perhotelan oleh
karena orang tua pasien tidak setuju jika pasien pulang
malam-malam setelah bekerja)
ii. Bidang logistik TVRI sampai tahun 2012

2.4.6 Riwayat Kehidupan Beragama


Pasien beragama Muslim, dan pasien rajin melakukan
ibadah shalat lima waktu. Pasien mengaku bahwa dirinya adalah
seorang Muslim yang baik, dan melakukan sesuai yang
diperintahkan dalam kitab suci Al-Quran.

2.4.7 Riwayat Kehidupan Sosial


Pasien mengatakan bahwa dirinya adalah seseorang yang
senang untuk bersosialisasi dengan orang disekitarnya. Selama masa
mudanya, pasien mengatakan bahwa dirinya memiliki kemampuan
untuk bergaul dengan baik bersama teman-temannya. Dalam
perawatannya di Sanatorium Dharmawangsa, pasien berteman
dengan seorang pasien yang bernama Ibu E, dan keduanya sering
bermain kartu, domino, dan menonton televisi bersama.

2.4.8 Riwayat Pelanggaran Hukum


Pasien tidak memiliki riwayat melanggar hukum.

2.4.9 Riwayat Seksual (Riwayat Psikoseksual / Pernikahan)


Pasien telah menikah dan dikaruniai dua orang anak. Pasien
telah bercerai sekitar 26 tahun yang lalu, oleh karena pada saat itu
suami pasien mengidap penyakit liver. Pasien pernah melakukan
hubungan seksual bersama mantan pacar pasien, dan pasien hamil
diluar hubungan pernikahan. Pada saat ini, pasien tidak aktif secara
seksual.

2.5 Riwayat Keluarga


Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pasien
merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara. Ayah pasien,
berinisial Bapak SH, adalah seorang Mayor Jenderal; dan ibu pasien,
berinisial SM, adalah seorang ibu rumah tangga. Ayah pasien, ibu
pasien, kakak laki-laki pasien, dan dua kakak perempuan pasien
telah meninggal dunia. Salah satu kakak pasien yang bernama Ibu
W, adalah orang yang membawa pasien ke Sanatorium
Dharmawangsa untuk menjalani perawatan, dan dia mengunjungi
pasien setiap dua minggu. Dari pernikahan pasien dengan Bapak M,
pasien memiliki dua orang anak dengan inisial Ibu R dan Ibu D. Ibu
R telah berkeluarga dan memiliki dua orang anak, sedangkan Ibu D
belum menikah. Kedua anak pasien tinggal di Australia dan
mengunjungi pasien setiap lebaran.

2.6 Situasi Kehidupan Ekonomi Sekarang


Berdasarkan kesaksian perawat Sanatorium Dharmawangsa,
pembiayaan perawatan pasien sebesar Rp. 2.600.000,- berasal dari
uang pensiun pasien yang diterima dari TVRI, dan sisanya berasal
dari anak-anak pasien yang dikelola oleh kakak pasien yang
membawa pasien (Ibu W). Pasien tidak diijinkan untuk mengelola
uangnya sendiri oleh karena kebiasaan menghambur-hamburkan
uang yang dialaminya pada masa-masa sebelum dirawat di
sanatorium untuk yang ketiga kalinya.
Berdasarkan kesaksian pasien, pasien memiliki warisan dari
ayah pasien berupa rumah dan sejumlah aset serta uang. Namun,
sudah hampir seluruh warisan ayahnya dibawa oleh mantan
suaminya, dan pasien hanya disisakan sedikit dari apa yang
diwariskan. Berdasarkan kesaksian perawat sanatorium, rumah yang
diwariskan oleh ayah pasien telah dijual, dan uang yang didapatkan
dari penjualan tersebut digunakan untuk membeli satu uni
apartemen di Gateway, kawasan Ciledug dan sisanya disimpan di
bank dan dikelola oleh kakak pasien.

III. STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Pasien mengenakan pakaian yang rapih dan sesuai, berupa
sebuah kaos berwarna abu-abu keputihan dan celana
berbahan kain berwarna hitam dengan rambut putih yang
tersisir rapi. Pasien juga menggunakan sandal dan
kebersihan kuku tangan dan kaki terjaga. Postur tubuh pasien
tegap, dengan tinggi badan sesuai rata-rata populasi, warna
rambut keputihan, dan tampak sesuai usianya yaitu 65 tahun.

2. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor


Pasien dapat mempertahankan kontak mata, postur tubuh
yang tertarik terhadap wawancara, dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan dengan tenang dan terkesan tertarik
dalam pembicaraan. Pasien selalu tersenyum dan tertawa
pada beberapa pembicaraan

3. Sikap terhadap Pemeriksa


Sikap pasien ramah, kooperatif, dan tertarik dalam
wawancara.
B. Pembicaraan
1. Kualitas
Pasien berbicara secara spontan, lancar, nada dan volume
yang sesuai dengan variasi intonasi yang sesuai, dan dengan
penggunaan kata-kata yang sesuai.
2. Kuantitas
Pasien cenderung berbicara cukup banyak dengan
penggunaan kata-kata dalam kalimat yang sesuai.

C. Mood dan Afek


1. Mood : Euthym
2. Afek : normal
3. Keserasian : serasi

D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : Dulu, pernah mendengar suara
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada

E. Pikir
1. Arus Pikir
a. Produktivitas : ide cukup, bicara spontan
b. Kontinuitas : koheren
c. Hendaya Berbahasa : tidak terganggu
2. Isi Pikir
a. Preokupasi : tidak ditemukan
b. Waham : erotomania dan kebesaran

F. Sensorium dan Fungsi Kognisi


1. Kesadaran
a. Kesadaran Neurologis: compos mentis
b. Kesadaran Psikologis: terganggu
2. Inteligensia
Berdasarkan kemampuan pasien untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan selama wawancara, dan mengingat
bahwa pasien memiliki gelar D3 di bidang perhotelan, pasien
terkesan memiliki tingkat inteligensia yang normal/rata-rata
3. Orientasi
a. Waktu : Pasien mengetahui pada pukul berapa
wawancara dilaksanakan.
b. Tempat : Pasien mengetahui tempat dirinya dirawat.
c. Orang : Pasien mengenali pasien lain, perawat yang
sedang bertugas dan dokter muda yang
berinteraksi dengannya.
4. Memori
a. Segera : Memori segera tidak terganggu, dapat
dilihat dari kemampuan pasien untuk
mengidentifikasi nama dokter muda yang
berinteraksi dengannya
b. Jangka Pendek : Memori jangka pendek pasien tidak
terganggu dan dapat dilihat dari
kemampuan pasien mengingat
makanan yang baru dimakan olehnya.
c. Jangka Sedang : Memori jangka sedang pasien tidak
terganggu, di mana pasien masih
dapat mengingat beberapa dokter
muda dari UPH dan Untar yang
menemuinya minggu lalu
d. Jangka Panjang : Memori jangka panjang pasien tidak
terganggu, di manapasien masih
mengingat masa kecilnya, riwayat
pernikahannya, dan riwayat
pekerjaannya yang akurat setelah
dipastikan kembali oleh perawat yang
merawat pasien di sanatorium.
5. Konsentrasi dan Perhatian
Sepanjang wawancara pasien dapat mempertahankan atensi
terhadap pusat perhatian dari stimulasi eksternal. Pasien
dapat menjawab pertanyaan dengan baik.
6. Kemampuan Membaca dan Menulis
Pasien dapat membaca dan menulis dengan baik, sesuai
dengan pemeriksaan psikologi yang dilakukan terhadapnya
oleh dokter muda.
7. Kemampuan Visuospasial
Kemampuan visuospasial tidak terganggu, pasien dapat
menggambar, persegi panjang, bulat, segitiga dan kubus 3
dimensi.
8. Pikiran Abstrak
Pasien dapat menyebutkan arti dari beberapa peribahasa dan
menyebutkan persamaan dan perbedaan dari dua benda.
9. Kemampuan Menolong Diri Sendiri
Pasien dapat mengurus serta merawat dirinya sendiri seperti
mandi, makan, berpakaian secara rapi, dan menggunakan
rias wajah seperlunya.

G. Pengendalian Impuls
Terkendali
H. Judgement dan Tilikan
Pada pasien, tilikan yang sesuai dengan pemahaman penyakit pasien
adalah derajat III, di mana pasien menyalahkan faktor eksternal
(dalam kasus ini adalah mantan suami pasien) yang menyebabkan
pasien dirawat karena gangguan tidur.
I. Taraf Dapat Dipercaya
Dapat dipercaya

IV. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan General dan Tanda-Tanda Vital:

 Berat Badan: 50 Kg
 Tinggi Badan: 152cm
 IMT: 21.64
 Tekanan Darah: 120 mmHg (Sistol) / 90 mmHg (Diastol)
 Suhu tubuh: 36.7oC
 Denyut jantung: 90 bpm
 Laju napas: 20 bpm
 GCS: E4 V5 M6
 Kesadaran: kompos mentis

A. Status Internus
a. Sistem kardiovaskular: dalam batas normal
b. Sistem respiratorius: dalam batas normal
c. Sistem gastrointestinal: dalam batas normal
d. Sistem muskuloskeletal: Ad regio genu dextra
Look : Tidak tampak deformitas
Feel : Tidak teraba hangat, nyeri tekan
Move : Range of Movement terbatas
e. Sistem urogenital: dalam batas normal
f. Sistem dermatologi: dalam batas normal
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Radiologi 21 Maret 2019


Ad regio genu dextra :
- Tampak fraktur collum femoris dextra, caput femoris dextra mengecil
- Dislokasi fragment fraktur
VI. IKHTISIAR TEMUAN BERMAKNA
1. Perawatan ini merupakan perawatan pasien yang ke-3 di Sanatorium
Dharmawangsa dengan keluhan yang relatif sama dengan perawatan
sebelumnya.
2. Berdasarkan rekam medis, pasien dijemput oleh perawat Sanatorium
Dharmawangsa atas permintaan kakak kandung pasien karena pasien tidak
dapat merawat diri sendiri dan mengurung diri di dalam rumah selama 6
bulan SMRS.
3. Menurut pengakuan pasien, alasan ia dirawat karena mengalami
kesulitan tidur dan banyak pikiran sejak 6-7 bulan SMRS. Pasien
mengatakan bahwa hal yang menyebabkan ia sulit tidur bersumber dari rasa
kesepian karena ditinggalkan mantan suaminya 26 tahun yang lalu.
4. Dari pertama kali pasien dirawat di Dharmawangsa sampai
sekarang, pasien menyangkal adanya halusinasi, ilusi, depersonalisasi, dan
derealisasi. Pasien mengakui bahwa dirinya dirawat karena kesulitan tidur.
5. Pasien mengatakan setelah masuk Sanatorium Dharmawangsa,
pasien dapat tidur dengan nyenyak dan rutin dari jam 21.00 - 04.00 untuk
sholat, melakukan perawatan diri, dan merias diri.
6. Observasi perawat selama pasien menjalani perawatan, pasien
mengalami mood swing, pasien dikatakan memiliki fase depresif dengan
durasi yang lebih lama daripada fase manik. Pasien menolak bahwa dirinya
dirawat karena murung ataupun perasaan senang yang dialaminya.
8. Pasien memiliki waham erotomania, pasien merasa bahwa ia adalah
wanita yang sangat cantik, dan juga memiliki banyak uang sehingga banyak
pria yang menyukainya. Menurut pasien, suaminya meninggalkannya
karena rasa cemburu terhadap pasien yang banyak didekati pria. Pasien juga
mengaku sebagai saudara dari selebriti seperti Nia Rahmadani dan Wulan
Guritno.
9. Menurut hasil observasi dan catatan keperawatan selama dirawat di
sanatorium dharmawangsa:
Episode depresif : pasien merasakan kesedihan yang sangat mendalam,
pasien lebih sering terdiam, merenung di dalam kamar, tidak bersemangat
untuk bermain kartu (hobi pasien), tidak ingin beraktivitas, kesulitan tidur,
bosan dengan hidupnya di Dharmawangsa, bahkan sempat berpikir untuk
bunuh diri. Pasien juga pernah mengalami hal yang sama dan mengalami
penururan berat badan drastis pada bulan Mei 2017 dengan penurunan berat
badan dari 69 ke 59 kg.
Episode manik: peningkatan kepercayaan diri atau erotomania – pasien
merasa disukai oleh banyak orang, misalnya dokter muda lelaki, talkative -
pasien lebih banyak bicara dari biasanya – pasien bercerita mengenai
kondisinya tanpa diminta atau tanpa ada pertanyaan, Flight of ideas – pasien
cenderung cerita banyak hal dan melompat-lompat, increase in goal-
directed activity or psychomotor agitation– pasien semangat untuk bermain
kartu ataupun makeup agar terlihat cantik, peningkatan keterlibatan dalam
aktivitas yang menyenangkan pasien yang dapat memberikan konsekuensi
buruk. (membeli barang-barang tidak perlu, sexual indiscretions, investasi
bisnis yang sembarangan) – pasien sering membagi-bagikan barang.
Decreased need for sleep – Pasien pernah memiliki riwayat tidur hanya 3
jam sehari dan merasa cukup.
10. Riwayat diagnosis masuk pasien: Gangguan bipolar, dengan episode
kini depresi dengan psikotik. Terapi psikofarmaka: Olanzapin 1x10mg,
Chlorpromazin 1x25mg (1/2 tab), Haloperidol 1 x 2.5 mg (1/2 tab), dan
Trihexylphenidyl 1x2mg.

VII. FORMULASI DIAGNOSTIK


Aksis I :
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dan penemuan bermakna, menurut
(PPDGJ-III), kasus Ny.M tergolong dalam F31 Gangguan Afektif Bipolar
karena pasien mengalami episode berulang (1 episode manik, dan 1 episode
depresif) serta episode depresif yang lebih lama dibanding episode
maniknya. Saat ini pasien ada dalam diagnosis F31.7 Gangguan Afektif
Bipolar, Kini dalam Remisi (DSM V : Bipolar I disorder) karena pasien
menjalankan aktivitas seperti biasa dan tidak terdapat episode manik
ataupun depresif selama beberapa bulan terakhir.
Aksis II : tidak ada
Pasien tidak mengalami gangguan kepribadian.
Aksis III :
Pasien memiliki kelainan endokrin, nutrisi, dan metabolik yaitu Diabetes
melitus tipe 2 (E11.0) dan dislipidemia (E78.5). Pasien juga memiliki
gangguan sistem sirkulasi yaitu hipertensi yang terkontrol.
Aksis IV :
Problem psikososial dan lingkungan pada kasus ini berupa pasien tinggal
sendiri. Ayah dan ibu pasien telah meninggal dunia. Pasien juga berpisah
dengan suaminya.
Aksis V :
Berdasarkan skala Global Assesment of Functioning (GAF), pasien
mempunyai skala 70 untuk GAF Current dan GAF HLPY (Highest Level
Past Year). Dibuat atas dasar adanya beberapa gejala ringan dan menetap,
disabilitas ringan dalam fungsi, kondisi pasien secara umum masih baik.

VIII. DIAGNOSIS BANDING


● Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran (F31.6)
● Siklotimia (F34.0)

IX. FORMULASI MULTIAKSIAL


Aksis I : F31.7. Gangguan Afektif Bipolar, Kini dalam Remisi
Aksis II : Z03.2. Tidak ada
Aksis III : E78. Dislipidemia
E11. Diabetes Melitus tipe 2
Aksis IV : Z60.2. Tinggal Sendirian
Z63.4. (Kehilangan dan Kematian dari Anggota Keluarga)
Z63.5. (Kekacauan keluarga oleh perpisahan dan penceraian)
Aksis V : GAF current 70 ; GAF HLPY 70

X. DAFTAR MASALAH
1. Organobiologik : Dislipidemia dan Diabetes Mellitus tipe 2
2. Psikologik : Gangguan Afektif Bipolar
3. Sosial/Keluarga/Budaya : Pasien merasa kesepian karena ditinggal
suami dan tidak ada yang dapat mengurus pasien

XI. PROGNOSIS
A. Faktor-faktor yang mendukung ke arah prognosis baik:
• Tidak terdapat gangguan mental organik
• Aktivitas pasien sehari-hari masih baik dalam pengawasan
• Afek masih selaras, fungsi kognitif, dan memori masih dalam
batas normal
• Pasien bersedia menerima terapi dan mengonsumsi obat
B. Faktor-faktor yang mendukung ke arah prognosis buruk
• Pasien yang terkadang bosan dan tidak bersemangat
• Pasien tidak memiliki keluarga yang dapat membantu mengurus
pasien secara rutin
• Pasien beberapa kali sempat merasa ingin mati

Ad vitam : Dubia ad Bonam


Ad functionam: Dubia ad Bonam
Ad sanationam : Dubia ad Malam
Kesimpulan prognosis adalah dubia

XII. TERAPI
Prinsip terapi pada pasien dengan gangguan bipolar adalah terapi
bertahap. Pertama, keamanan dan kenyamanan pasien harus terjamin.
Kedua, evaluasi diagnostik yang lengkap terhadap pasien harus dilakukan.
Ketiga, rencana terapi harus berfokus tidak hanya kepada gejala yang
dialami saat itu juga; namun harus mempertimbangkan fungsi dan kualitas
hidup pasien di kemudian hari. Satu hal yang perlu diingat, yaitu walaupun
pemberian terapi farmakologi dan psikososial dapat meringankan gejala
yang dialami pasien, stresor dan tekanan dari lingkungan dapat
mengakibatkan relaps dan bahkan perburukan dari gejala yang dialami.
Maka dari itu, tatalaksana juga harus mencakup melatih kemampuan pasien
untuk menyesuaikan dan mengurangi stresor atau tekanan lingkungan.

A. Terapi Psikofarmaka
Terapi psikofarmaka dari pasien dengan gangguan bipolar
dapat dibagi menjadi dua, yaitu terapi fase akut dan fase
maintenance. Tidak hanya itu, tatalaksana pasien dengan gangguan
bipolar harus melibatkan tatalaksana dari episode-episode manik,
hipomanik, atau depresi. Lihthium jika dikombinasikan dengan
obat-obatan golongan lain seperti antidepresan, antipsikotik, dan
benzodiazepin merupakan obat-obatan yang paling sering
digunakan untuk menangani penyakit ini. Obat-obatan golongan
antidepresan, antipsikotik, dan benzodiazepin memiliki efek
augmentatif terhadap lithium. Obat-obatan golongan antikonvulsan
yang memiliki efek mood stabilizing seperti karbamazepin, valproat,
dan lamotrigin dapat ditambahkan sebagai pilihan terapi. Beberapa
jenis antipsikotik atipikal juga dapat diberikan sebagai tatalaksana
episode mania akut, satu sebagai monoterapi untuk depresi akut, dan
tiga untuk tatalaksana profilaktik.

Tatalaksana dari episode depresi pada pasien dengan bipolar


adalah penggunaan antidepresan dan mood stabilizers sebagai
pengobatan lini utama. Kombinasi dari olanzapin dan fluoxetin
(symbyax) menunjukkan efektivitas yang cukup baik jika diberikan
selama 8 minggu tanpa adanya perubahan menjadi mania ataupun
hipomania.
Tatalaksana maintenance pada pasien dengan gangguan
bipolar bertujuan untuk menghindari rekurensi dari episode
gangguan mood. Hal ini merupakan tantangan terbesar bagi para
klinisi yang menangani pasien dengan gangguan bipolar, karena
tatalaksana yang diberikan harus mempertahankan euthymia dan
mencegah efek samping obat yang dapat mengganggu fungsi pasien
seperti sedasi, gangguan kognitif, tremor, peningkatan berat badan,
dan peradangan pada kulit. Pemberian litium, karbamazepin, dan
asam valproat sebagai pengobatan tunggal atau dalam kombinasi
merupakan obat-obatan yang paling umum digunakan dalam
pengobatan jangka panjang.
Regimen obat-obatan yang diberikan kepada pasien adalah
sopavel 1x10mg, chlorpromazine 1x50mg, hexymer 1x2mg, uricran
2x1 tablet, metformin 2x500mg, dan simvastatin 1x10mg. Pada
pasien tidak dilanjutkan diberikan lithium carbonate atas alasan
pengobatan yang semakin lama semakin tidak efisien dalam
menangani gejala yang dialami oleh pasien. Pengobatan dengan
menggunakan olanzapin memiliki beberapa keunggulan jika
dibandingkan dengan lithium carbonate. Olanzapin memiliki efek
kerja yang lebih cepat, target gejala yang lebih luas, memiliki efek
antimanik yang adekuat jika digabungkan dengan obat golongan
mood stabilizer lainnya, dan efek antidepresan yang adekuat.
Apabila digunakan dalam jangka panjang, dampaknya adalah remisi
yang berkurang dan memiliki efek profilaktik terhadap rekurensi
episode mania dan depresi yang lebih efektif jika dibandingkan
dengan lithium, terutama pada efek mencegah rekurensi episode
mania. Dosis yang efektif per hariannya adalah 10-30mg per hari,
dengan kadar obat per tablet adalah 5-10mg. Pemberian dapat
diulang tiap 2 jam sekali, dengan dosis maksimal 30mg per hari.
Pemberian chlorpromazine pada pasien ini dapat didasari
dengan alasan bahwa walaupun efek mood stabilizer juga dimiliki
oleh antipsikotik generasi kedua, namun ditemukan bahwa beberapa
obat antipsikotik generasi pertama seperti chlorpromazine memiliki
efek antagonistik terhadap reseptor serotonin 5-HT2a, maka dari itu
memiliki properti stabilisasi mood. Obat ini dapat digunakan
sebagai pengobatan terhadap pasien dengan gangguan bipolar
episode mania yang parah atau refrakter.
B. Terapi Psikososial
Pada pasien terapi psikososial yang perlu dilakukan adalah
penanganan terhadap masalah-masalah utama pasien. Masalah
pertama pasien adalah perasaan ditinggal oleh mantan suami yang
sampai sekarang masih menghantui pasien. Masalah kedua pasien
adalah perasaan sepi selama menjalani perawatan di Sanatorium
Dharmawangsa. Kedua masalah ini tentunya memberikan efek
terhadap kualitas hidup pasien untuk dapat berfungsi. Maka dari itu,
psikoterapi yang diberikan harus mengacu terhadap kedua hal ini.
Oleh karena pasien berinteraksi sebagian besar hanya bersama
dokter muda, dokter penanggungjawab, perawat, dan sesama pasien
yang dirawat di Sanatorium Dharmawangsa, maka dari itu pasien
harus dibiasakan berinteraksi dan menikmati kehadiran dari orang-
orang disekitarnya (psikoterapi kelompok). Tidak hanya itu, pola
berpikir pasien yang cenderung depresif harus diubah. Seperti yang
sudah dijelaskan sebelumnya, pasien memiliki kecenderungan untuk
tidak memiliki gairah hidup dan cenderung memiliki mood yang
depresif oleh karena menjalani perawatan dalam jangka waktu yang
cukup panjang. Pasien perlu disadarkan bahwa perawatan yang
sedang dijalaninya bertujuan untuk memperbaiki keadaannya agar
dapat berfungsi dengan optimal kembali. Maka dari itu, persepsi
pasien terhadap perawatan yang dijalaninya harus diluruskan, dan
bahwa masih banyak kegiatan yang dapat dilakukan selagi pasien
menjalani perawatan.
C. Terapi Medis
 Metformin 2x500 mg tab diberikan untuk mengendalikan
diabetes mellitus.
 Simvastatin 1x10 mg (malam) diberikan untuk mengendalikan
dislipidemia.
XIII. PEMBAHASAN
Berdasarkan pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan, diagnosis pada
pasien ini adalah, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, F31.7.
Gangguan Afektif Bipolar, Kini dalam Remisi. Dalam membahas
gangguan bipolar, aspek pertama yang harus dilakukan adalah pembahasan
dari kriteria diagnostik mania dan depresi menurut DSM-V dan PPDGJ III.
Berdasarkan DSM-V:
1. Episode Mania:
(a) Ditemukan mood yang secara abnormal meningkat atau tidak
stabil, bertahan hampir setiap hari selama setidaknya 1 minggu (atau
selama durasi dari perawatan).
(b) Dalam keadaan mood terganggu, 3 (atau lebih) dari gejala berikut
harus ada (4 apabila mood hanya tidak stabil) dan harus ada dalam
derajat yang signifikan.
i. Peningkatan kepercayaan diri atau grandiosity
ii. Kurangnya kebutuhan tidur
iii. Lebih banyak bicara dari biasanya
iv. Flight of ideas
v. Distractibility
vi. Increase in goal-directed activity or psychomotor agitation
vii. Peningkatan keterlibatan dalam aktivitas yang menyenangkan
pasien yang dapat memberikan konsekuensi buruk
(c) Gangguan mood yang parah dapat menyebabkan pasien
terganggu dalam sosial maupun pekerjaan. Mengganggu fungsi
sehari-hari dan sebaiknya dirawat guna menghindari kemungkinan
merugikan diri sendiri ataupun orang lain. Atau apabila pasien
memiliki gangguan psikotik.
(d) Gejala pasien tidak merupakan efek dari substansi lain
Pasien memiliki lebih dari 3 gejala yang dapat
mengklasifikasikannya mengalami episode manik. Episode manik
pasien meliputi:
1. Waham erotomania: pasien merasa ia disukai oleh banyak pria.
2. Talkativeness: pasien lebih banyak bicara dari biasanya dan
terus bicara tanpa ditanya.
3. Flight of ideas: hal-hal yang diceritakan pasien juga sering kali
berlompat-lompat dari hal yang satu ke lainnya.
4. Indiscretion: pasien melakukan aktivitas yang membawa
konsekuensi pada dirinya seperti menghamburkan uangnya dan
membagikan barang-barangnya
5. Decreased need for sleep: pasien memiliki riwayat hanya tidur
3 jam sehari dan merasa cukup
6. Increase in goal directed activity: pasien semangat untuk
bermain kartu dan berdandan agar terlihat cantik.

2. Episode Depresi:
(a). Lima (atau lebih) dari gejala berikut harus ada sekurang-
kurangnya selama 2 minggu. Setidaknya salah satu gejalanya
merupakan depressed mood atau loss of interest or pleasure.
Gangguan yang disebabkan oleh kondisi medis lain tidak boleh
diikut sertakan.
i. Mood yang depresif hampir setiap hari (seperti merasa sedih,
kosong, atau hopeless). Atau dilihat dari observasi orang lain
(pasien yang terlihat menangis atau murung). Pada anak atau
orang tua dapat terlihat mood yang labil.
ii. Kehilangan keinginan atau kesenangan yang nyata dalam
segala hal hampir setiap hari.
iii. Penurunan berat badan yang signifikan saat tidak melakukan
diet atau peningkatan berat badan (perubahan 5% dari berat
badan selama 1 bulan), atau peningkatan atau kurangnya napsu
makan hampir setiap hari. (pada anak-anak lebih
memperhatikan kegagalan untuk mencapai berat badan yang
diharapkan).
iv. Sulit tidur atau tidur terlalu banyak hampir setiap hari.
v. Psychomotor agitation or retardation hampir setiap hari
(diobservasi dari orang lain atau perasaan subjektif merasa
lamban dan lelah)
vi. Lemas atau kehilangan energi hampir setiap hari.
vii. Merasa tidak berguna atau terus merasa bersalah hampir setiap
hari.
viii. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi
hampir setiap hari.
ix. Pengulangan pikiran untuk mati (atau takut akan kematian),
atau ide untuk bunuh diri tanpa rencana spesifik. Pasien juga
bisa sudah mencoba melakukan bunuh diri atau memiliki
rencana spesifik untuk bunuh diri.
(b) Gejala tersebut akan mengakibatkan pengurangan atau gangguan
pada kehidupan sosial, pekerjaan, dan lainnya.
(c) Episode gejala tersebut bukan merupakan efek dari obat-obatan
atau keadaan medis lain.

Riwayat episode depresi pada pasien yang membuatnya


dapat diklasifikasikan sebagai menderita depresi adalah:
1. Pasien sempat mengurung diri dan tidak merawat dirinya sendiri
seperti: tidak mandi, makan tidak teratur, dan suasana tempat
tinggal yang berantakan 6 bulan sebelum dirawat di Sanatorium
Dharmawangsa.
2. Kesulitan tidur
3. Terlihat lebih diam
4. Tidak bersemangat
5. Bosan dalam melakukan aktifitas
6. Pasien merasa sedih
7. Penurunan berat badan sebanyak 10kg pada Mei 2017 juga
pernah dialami pasien karena pasien tidak mau makan.
8. Pasien beberapa kali mengatakan bahwa dirinya ingin bunuh
diri.
9. Perasaan bersalah atas kepergian suaminya 26 tahun lalu

3. Kriteria Bipolar 1:
Untuk diagnosis Bipolar Disorder I, perlu memenuhi kriteria manik.
(a) Kriteria episode manik minimal telah terpenuhi 1 kali (Kriteria
A-D pada Episode manik diatas)
(b) Munculnya gejala Manik dan major depressive episode(s) tidak
dijelaskan oleh gangguan schizoaffective disorder, schizophrenia,
schizophreniform disorder, delusional disorder, or other specified or
unspecified schizophrenia spectrum dan gangguan psikotik lainnya.
Kriteria diagnosis Bipolar I terpenuhi. Pasien memiliki riwayat
episode manik, dan juga gangguan afek lain berupa depresi.

Berdasarkan kriteria Bipolar 1, pasien telah memenuhi


kriteria tersebut oleh karena pasien memenuhi kriteria pada butir (a)
dan (b). Episode mania berlangsung selama beberapa minggu hingga
beberapa bulan dan diikuti dengan episode depresi selama beberapa
bulan, dengan durasi yang lebih lama daripada episode mania yang
dialami pasien. Pada saat pasien pertama dirawat di Sanatorium
Dharmawangsa, pasien terdiagnosis menderita gangguan bipolar I,
episode kini depresi dengan gejala psikotik. Hal ini didasari oleh
episode depresi pasien yang didahului dengan episode mania serta
halusinasi yang dialami oleh pasien (berupa terbangun di malam hari
dan melihat mantan suami pasien) dan waham erotomania.
Pembahasan terhadap diagnosis pasien adalah sebagai berikut
berdasarkan PPDGJ-III:
Gangguan Afektif Bipolar, Kini dalam Remisi (F31.7)
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa
bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu
episode afektif hipomanik, manik, atau campuran di masa lampau dan
ditambah sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif, atau campuran).
Pada pasien diberikan diagnosis ini oleh karena penyakit yang
diderita pasien sudah terkendali, di mana pasien tidak mengalami gejala
yang seburuk pada saat sebelum pasien dirawat di Sanatorium
Dharmawangsa. Berdasarkan gejala yang dikeluhkan oleh pasien, dan
berdasarkan sesi-sesi wawancara yang telah dijalani; dapat disimpulkan
bahwa gejala yang dialami pasien berada pada spektrum yang ringan dan
tidak menonjol. Adapula diagnosis banding pada pasien ini berupa F31.6
Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran dan F34.0 Siklotimia.
Kriteria diagnosis berdasarkan PPDGJ-III adalah sebagai berikut:

F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran


(a) episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik,
dan depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala
mania/hipomania dan depresi sama-sama mencolok selama masa terbesar
dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung sekurang-
kurangnya 2 minggu); dan
(b) harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau.
Diagnosis ini dijadikan sebagai konsiderasi salah satu diagnosis banding
oleh karena beberapa hal. Yang pertama adalah karena alasan hirearki, di
mana pasien dengan diagnosis ini tentunya dapat memiliki fitur-fitur pasien
dengan diagnosis yang berada di bawahnya (dalam kasus ini adalah F31.7,
yang merupakan diagnosis utama pasien). Pasien-pasien dengan diagnosis
ini memiliki gejala-gejala yang terlihat, namun pada pasien ini (Ibu M) tidak
terlalu tampak layaknya pasien dengan diagnosis ini. Alasan kedua adalah
bahwa pasien ini (Ibu M) masih memiliki kecenderungan depresi (pikiran
bunuh diri, terkadang tidak memiliki gairah melakukan aktivitas yang
disukainya) dan mania (berdan-dan rapi, memberikan uang kepada Bpk. C)
yang terlihat. Namun oleh karena pasien sudah diberikan pengobatan,
keluhan yang semakin berkurang, dan pasien dapat kembali melakukan
aktivitas-aktivitas (mengaji, bermain kartu, berinteraksi dengan sesama);
maka diagnosis ini ditegakkan. Meskipun demikian, terkadang masih
terdapat kendala dalam beraktivitas yaitu rasa malas dan tidak bergairah.

F34.0 Siklotimia
 Ciri esensial ialah ketidak-stabilan menetap dari afek (suasana
perasaan), meliputi banyak episode depresi ringan dan hipomania
ringan, di antaranya tidak ada yang cukup parah atau cukup lama untuk
memenuhi kriteria gangguan afektif bipolar (F31.-) atau gangguan
depresif berulang (F33.-)
 Setiap episode alunan efektif (mood swings) tidak memenuhi kriteria
untuk kategori manapun yang disebut dalam episode manik (F30.-) atau
episode depresif (F32.-).
Pada pasien ini, diagnosis siklotimia dapat dijadikan diagnosis banding
atas dasar fluktuasi suasana hati pasien selama menjalani perawatan di
Sanatorium Dharmawangsa. Walaupun pasien pernah mengalami
episode depresi dan mania yang cukup jelas, episode kini mencakup
gejala yang ringan dan telah terjadi selama berminggu-minggu
berdasarkan keluhan pasien. Gejala yang dialami tidak parah sehingga
mengganggu aktivitas pasien, namun nyata. Diagnosis ini dibantah oleh
karena alasan hirearki, di mana pasien pernah terdiagnosis menderita
bipolar, dan bahwa pasien dengan gangguan siklotimia tidak memiliki
fitur-fitur yang terdapat pada pasien dengan bipolar.
XIV. FORMULASI PSIKODINAMIKA
Pada pasien, psikopatologi dicetuskan oleh karena faktor
kehilangan. Faktor kehilangan yang dialami adalah oleh karena ditinggal
oleh suaminya sejak 26 tahun yang lalu, dan perasaan ditinggal oleh
saudara-saudaranya yang telah meninggal dan terkesan “menjebloskan”
dirinya untuk tinggal di Sanatorium Dharmawangsa. Pasien juga merasa
kehilangan setelah orangtua pasien meninggal.
REFERENSI

1. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Psychosomatic Medicine. Pataki CS, Sussman
N (eds). Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry, 11th ed. Philadelphia,
USA: Wolters Kluwer; 2015. pp. 370-380.
2. Maslim R. F30 - F39 : Gangguan Suasana Perasaan [Mood]. Maslim R
(ed). BUKU SAKU DIAGNOSIS GANGGUAN JIWA, 3rd ed. Jakarta: PT Nuh
Jaya; 2013. pp. 58-69.
3. Maslim R. OBAT ANTI-PSIKOSIS. Maslim R (ed). BUKU SAKU
DIAGNOSIS GANGGUAN JIWA, 4th ed. Jakarta: PT Nuh Jaya; 2014. pp. 16-
26.
4. Lakshmi Y. Canadian Network for Mood and Anxiety Treatments
(CANMAT) and International Society for Bipolar Disorders (ISBD)
collaborative update of CANMAT guidelines for the management of patients
with bipolar disorder: update 2013.
5. Banki CM. [Olanzapine: a second generation antipsychotic drug and an
"atypical" mood stabilizer?].. Psychiatrica Hungarica 2007; 22(4): 311-320.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/
6. Modak T, Kumar S, Pal A, Gupta R, Pattanayak RD, Khandelwal SK.
Chlorpromazine as Prophylaxis for Bipolar Disorder with Treatment- and
Electroconvulsive Therapy-Refractory Mania: Old Horse, New Trick. Indian
Journal of Psychological Medicine 2017; 39(4): 539-541.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/

Anda mungkin juga menyukai