Anda di halaman 1dari 45

Implementasi Teori Belajar Learning Centered Untuk Meningkatkan Efektifitas dan

Produktifitas Proses Pembelajaran Tingkat Sekolah Dasar di Kota Jambi

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengindentifikasi dan menganalisis kegiatan pembelajaran di


sekolah dasar di kota Jambi dengan menggunakan teori belajar “learning centered” sebagai tolak
ukur tingkat keberhasilan dan efektifitas belajar. Penelitian menggunakan metode kualitatif deskriptif
dengan teknik penggunaan sampel purposive sampling dalam pengumpulan data. Data dikumpulkan
melalui video pembelajaran, di mana tujuh kelas pembelajaran (masing-masing berdurasi lebih
kurang 60 menit), direkam dengan menggunakan video. Kegiatan pembelajaran yang direkam
kemudian dinarasikan ke dalam teks dan dianalisa dengan menggunakan indikator learning centered
baik secara kualitatif dan kuantitatif sebagai penanda keberhasilan dan efektifitas pembelajaran.
Hasil data analisis menunjukkan bahwa dari tujuh kelas pembelajaran yang menjadi sampel, semua
kelas menunjukkan indikator-indikator pembelajaran efektif dan produktif, namun tidak ada satu
kelaspun secara penuh menunjukkan seluruh indikator yang digunakan sebagai para meter kelas
efektif dan produktif.
1. Latar Belakang

Penelitian ini didasarkan pada pendekatan baru dalam bidang pendidikan yang disebut
dengan “Learning Centred” (LC). Pendekatan LC dikembangkan digagas oleh Cameron
(2005) dari pendekatan “Student Centered”. Cameron (2005) berpendapat bahwa, mendidik
anak-anak usia sekolah dasar (SD), agar menjadi efektif, harus melalui proses pembelajaran
yang berfokus kepada “outcome”. Cameron (2005) mengemukakan bahwa anak-anak
memiliki karakteristik unik dalam belajar yang membedakan mereka dari pelajar dewasa.
Cameron (2001) menjelaskan, bahwa berdasarkan dari hasil studi, penerapan teori “learner
centred” (pembelajaran yang berfokus kepada siswa) kepada anak-anak usia SD belum
mencukupi, lalu mengembangakan pendekatan baru yaitu LC. Pendekatan ini menegakkan
gagasan bahwa pembelajaran bukan hanya tentang siapa yang mengendalikan kegiatan
pembelajaran di kelas, siswa atau guru, tetapi lebih dari itu, bahwa belajar adalah memastikan
bahwa kegiatan pembelajaran adalah kegiatan bersama, proses yang objektif serta
membuahkan hasil. Weimer (2002) mendukung teori ini dengan mengatakan bahwa teori
pembelajaran “learning centred” membantu siswa memperoleh kompetensi dalam bidang
keterampilan dan sangat berperan dalam mewujudkan ‘lifelong learners’.

Sebagai dosen Prodi Pendidikan Guru dan Sekolah Dasar (PGSD) Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Jambi, peneliti merasa bertanggung jawab untuk
memperbaiki kualitas proses pembelajaran dan tertarik bagaimana memanfaatkan teori
pembelajaran learning centered ini untuk perbaikan proses pemebelajaran di Sekolah Dasar
di Provinsi Jambi dan di PGSD FKIP Universitas Jambi. Agar terwujud tujuan pembelajaran
melalui kegiatan pembelajaran yang menyenangkan, kegiatan pembelajaran haruslah

1
menarik, kontekstual serta bermakna, sesuai dengan karakateristik peserta didik seperti yang
ditekankan oleh pendekatan “learning centred”.

Pengertian belajar dengan mengajar adalah berbeda, dan para guru-guru harus
memahami perbedaan ini, yaitu dengan memahami mental atau karakteristik anak-anak
dalam belajar. Sedangkan menurut fakta, kebanyakan guru seringkali salah dalam memahami
gagasan bahwa kegiatan pembelajaran anak-anak adalah mudah, menurut mereka anak usia
SD masih berfikir naif dan polos, sehingga mereka hanya perlu memahami bahasa yang
sederhana. Cameron tidak setuju dengan gagasan ini dengan menyatakan bahwa anak-anak
bukanlah pelajar yang naif, karena mereka memiliki cara berbeda dari orang dewasa belajar.
Anak-anak memiliki pemahaman mereka sendiri dalam menghubungkan pengetahuan mereka
dengan dunia dan mereka membutuhkan bantuan guru untuk mewujudkannya. Selain itu,
anak-anak boleh saja tertarik dengan topik-topik pembelajaran sederhana dan rumit, itulah
sebabnya mengapa pendekatan “learning centred” dikembangkan demi menjelaskan hal
tersebut.

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas dan agar penelitian lebih
mendapatkan pengertian yang jelas, maka peneliti merumuskan permasalahan ini sebagai
berikut: 1) Jenis kegiatan belajar apa yang dominan dilakukan oleh siswa SD di Kota Jambi?,
2) Apakah dan bagaimana kegiatan belajar tersebut dapat mendorong pembelajaran efektif
dan produktif sesuai dengan teori belajar “learning centered?”

2. Tinjauan Pustaka
2.1 Pendekatan Pembelajaran di Sekolah Dasar

Pendekatan “learner centred” yang sudah diterapkan selama ini di SD menempatkan


siswa di pusat semua kegiatan pembelajaran di kelas. Pembelajaran yang berpusat pada siswa
ini telah didefinisikan paling sederhana sebagai pendekatan di mana para peserta didik dapat
memilih apa, bagaimana dan mengapa topik pembelajaran yang akan dipelajari itu menarik
(Rogers, 1983). Dengan kata lain, peserta didik pada intinya memiliki tanggung jawab
terhadap menentukan lingkungan belajar dan aktivitas pembelajaran, berbeda dengan
penekanan yang bersifat guru mengendalikan kegiatan belajar atau pembelajaran yang terikat
dengan konten akademik (Cannon, 2000). Selain itu, peserta didik akan merasakan proses
pembelajaran lebih bermakna jika topik beajar relevan dan sesuai dengan kehidupan nyata,
kebutuhan dan minat, atau ketika mereka terlibat aktif dalam menciptakan, memahami, dan
menghubungkan pengalaman hidupnya ke pengetahuan (McCombs & Whistler, 1997).

2
Dalam pembelajaran learner centered, guru berperan sebagai fasilitator agar dapat mendorong
siswa untuk memiliki rasa ingin tahu dan berpikir mandiri, dapat mengembangkan
keterampilan dalam memecahkan masalah, berencana dalam melaksanakan tugas, menjadi
pelajar mandiri dengan mengasah keahlian observasi masalah, dan memiliki pemikiran
kreatif "(Rai, 2010).

Sedangkan dalam pendekatan “learning centred” di samping berfokus pada proses


pembelajaran dan siswa sebagai pusat pembelajaran, juga menuntut guru untuk belajar
bersama dengan siswa, agar mengetahui dan mendalami konteks pembelajaran untuk
memastikan tercapainya tujuan pembelajaran oleh siswa. Dengan demikian pendekatan ini
merupakan perbaikan dari pendekatan “learner centred”, di mana siswa harus mencapai
outcome uanmg jelas setelah proses pembelajaran yang dapat digunakan siswa dalam realita
kehidupan nyata. Pendekatan learning centered ingin memastikan bahwa kegiatan belajar
bukan hanya menekankan keterlibatan siswa dalam belajar, menikmati proses dan
pengalaman belajar, tetapi lebih dari itu, pendekatan ini menuntut agar setiap kegiatan
pembelajaran harus bermakna, menyengangkan bagi siswa, efektif dan produktif.

Cameron (2001) percaya bahwa untuk mempraktikkan teori “learning centred”,


pengetahuan guru tentang pembelajaran anak dianggap sangatlah penting. Pembelajaran yang
sukses adalah kegiatan belajar yang sesuai dengan kebutuhan, minat dan karakteristik
siswa(Cameron, 2001), bukan dengan belajar mengikuti unit buku teks atau kemauan guru
Cameron (2005) menegaskan perbedaan pendekatan learning centred dengan pendekatan
learner centred dalam proses pembelajaran. Pengajaran learner centred menempatkan anak
di pusat pemikiran guru dan perencanaan kurikulum. Praktek seperti ini nampaknya sangat
baik, karena mengutamakan mata pelajaran atau kurikulum pembelajaran, tetapi untuk anak-
anak usia SD, praktek seperti belum mencukupi. Ketika pembelajaran terlalu berpusat kepada
peserta didik, guru berisiko kehilangan arah fokus kepada apa yang mereka lakukan di
sekolah dan potensi besar yang ada pada diri anak. Tabel 1 di bawah ini menunjukkan
karakteristik pendekatan learning centred dan learner centred, untuk lebih menjelaskan
bahwa keduanya memiliki aspek-aspek yang berbeda.

Tabel 1. Perbandingan Di Antara Dua Pendekatan Pendidikan


Aspek Learner-centred Learning-centred
Pengetahuan ditemukan oleh Pengetahuan dibangun oleh
Sifat pengetahuan
siswa pelajar
Siswa bertindak dan guru
Peran guru dan pelajar Guru membuat siswa aktif
memfasilitasi pembelajaran
Merancang tugas belajar dan Memfasilitasi pembelajaran
Fungsi guru yang dominan
mengajar dan dukungan

3
Alami dan kontekstual untuk
Situasi Ramah siswa
belajar
Kontrol guru dan siswa siswa dominan (Fleksibel dan
Kontrol
(terkadang fleksibel) demokratis)
Teknik dan strategi
Input Kompetensi dan pengalaman
pembelajaran
Metode bermain dan
Metode dan Pendekatan Kegiatan berbasis Scaffolding
menyenangkan
Kurikulum Bersifat tetap Emergent
Penilaian autentik dan
Evaluasi Kegiatan formatif
analitik mandiri
Disiplin Berbagi, Partisipatif Mandiri
(Eklavya, 2010)
Berdasarkan karakteristik learning centered di atas, maka guru perlu merancang
kegiatan pembelajaran secara tepat. Kegiatan belajar untuk peserta didik harus bermanfaat;
anak-anak harus menyadari bahwa mereka telah belajar sesuatu di setiap kegiatan, yang
berarti bahwa pembelajaran itu produktif. Cameron (2001) percaya bahwa pembelajaran
produktif harus didasarkan dengan dua ahli teori dalam psikologi perkembangan, yaitu Piaget
dan Vygotsky yang menyoroti ide-ide kunci dari studi mereka sehingga dapat
menginformasikan bagaimana guru menganggap anak-anak sebagai pelajar dan bagaimana
menjadikan mereka menjadi pembelajar yang produktif. .

2.2 Pembelajaran Produktif di SD

Tahap perkembangan bertingkat yang dikemukakan oleh Piaget (1983), ZPD dari
Vygotsky (1985), scaffolding dari Bruner (1990) menekankan peran orang lain dalam
mendukung pembelajaran anak-anak; semua teori ini memiliki implikasi penting untuk
pembelajaran di SD. Beberapa para ahli pembelajaran mengemukakan bahwa banyak
kegiatan pembelajaran yang berlandaskan pendekatan behaviouristik yang tidak sesuai
dengan karakteristik anak usia SD, masih ditemukan di dalam kelas. Oleh karena itu, guru SD
perlu mengenali karakteristik kegiatan pembelajaran yang paling cocok untuk anak usia SD.

Mengingat perkembangan kognitif anak usia SD, kegiatan pembelajaran di SD tidak


boleh melampaui pengalaman hidup siswa. Misalnya, dalam belajar bahasa, anak usia SD
tidak boleh diberi tugas mengkaji kaidah bahasa, karena kegiatan seperti ini kemungkinan
berada di luar kapasitas kognitif mereka. Faktor terpenting untuk materi pembelajaran untuk
anak usia SD adalah tingkat minat dan jenis materi pembelajaran. Beberapa ahli melakukan
penelitian untuk mengetahui tingkat minat anak usia SD terhadap kegiatan kelas bahasa yang
menghasilkan pembelajaran bahasa yang produktif. Mereka menemukan bahwa tingkat minat
anak usia SD terhadap kegiatan dan materi pembelajaran yang diurutkan dari yang paling

4
menarik hingga yang paling tidak menarik untuk menghasilkan pembelajaran produktif
sebagai berikut:

1) berdasarkan minat dan kesenangan; 2) menekankan kegiatan mendengarkan dan berbicara;


3) meningkatkan interaksi di kelas; 4) berbasis topik; 5) berbasis tugas; 6) memberikan
pembelajaran yang sistematis; 7) berbasis konten; 8) berbasis kosa kata; 9) berbasis tata
bahasa.

2.3 Karakteristik Pembelajaran Produktif di SD

Pembelajaran produktif ditandai dengan kegiatan produktif yang dilakukan dalam


situasi sosial nyata, berdasarkan pengalaman, kemampuan mencapai sesuatu yang penting,
baik untuk diri sendiri maupun lingkungan. Pembelajaran produktif dimulai dengan kegiatan,
yaitu pembelajaran itu sendiri merupakan produk yang diperoleh dari pengalaman kegiatan
produktif dan siswa memperolehnya dengan bantuan guru. Siswa bekerja aktif demi kegiatan,
untuk menghasilkan sesuatu, untuk meningkatkan, untuk mencapai, untuk mencegah,
mengekspresikan, berkomunikasi, dan lain sebagainya. Siswa memahami bahwa proses ini
sebagai proses belajar, proses pendidikan, untuk memahami pengalaman belajar yang mereka
lakukan dan menilai tindakan mereka kerjakan.

Karakteristik pembelajaran produktif disintesis dari teori-teori dan literatur yang


secara umum yang ditemukan berkontribusi pada pengacuan pembelajaran yang produktif.
Berikut ini adalah indikator pembelajaran produktif yang direduksi dari teori pembelajaran:

1) Pembelajaran yang berorientasi pada tujuan (Corte, 2000). Guru memiliki


kapasitas untuk menetapkan tujuan atau sasaran pembelajaran yang jelas, yang
biasanya dimasukkan dalam rencana pendidikan. Beberapa ahli menambahkan
bahwa pembelajaran akan berhasil jika siswa menyadari tujuan pembelajaran
tersebut. Oleh karena itu, pembelajaran dan tujuan pembelajran hendalah
bermakna bagi siswa, sehingga siswa termotivasi untuk mencapai tujuan
akademis tersebut.

2) Pembelajaran autentik yang berbasis realita (Ballantyne & Packer, 2009).


Pembelajaran harus mengacu pada konteks nyata, mencerminkan bagaimana
pengetahuan dan keterampilan digunakan dalam kehidupan nyata (Gulikers,
Bastiaens, & Martens, 2005).

3) Kegiatan belajar yang memotivasi dan menarik (Ballantyne & Packer, 2009).
Anak-anak memiliki kebutuhan psikologis dasar tertentu dan kemungkinan
5
besar akan terlibat dalam proses pembelajaran jika kegiatan dan lingkungan
pembelajaran yang dirancang, sesuai dengan kebutuhan tersebut (Newmann,
Wehlage, & Lamborn, 1992). Misalnya, manusia didorong oleh kebutuhan
untuk mencapai kompetensi ( Newmann, Wehlage, & Lamborn, 1992), dan
keyakinan atau harapan mereka tentang kemampuan mereka untuk melakukan
tugas-tugas tertentu berhasil mempengaruhi pembelajaran di masa depan.
Ketika peserta didik merasakan bahwa mereka berhasil dalam suatu pekerjaan,
mereka lebih cenderung termotivasi untuk belajar di masa depan dan untuk
terus bertahan ketika dihadapkan dengan tugas yang sulit. Di sisi lain, ketika
peserta didik memiliki sejarah kegagalan, kemungkinan menjadi sulit untuk
mempertahankan motivasi belajar untuk terus berusaha. Ada beberapa
indikator yang ditunjukkan oleh siswa ketika mereka termotivasi dalam
belajar, yaitu: 1) orientasi tugas positif (peserta didik bersedia untuk
menangani tugas dan tantangan, dan memiliki kepercayaan diri dalam
keberhasilan mereka); 2) keterlibatan ego (peserta didik merasa penting untuk
berhasil dalam pembelajaran demi mempertahankan dan memajukan citra diri
mereka); 3) kebutuhan akan prestasi, (peserta didik memiliki kebutuhan untuk
mencapai dalam mengatasi kesulitan dan berhasil dengan apa yang ingin
mereka lakukan); 4) aspirasi tinggi, (peserta didik ambisius, dan mencari
tantangan yang menantang); 5) ketekunan, (peserta didik terus-menerus
menghabiskan banyak upaya dalam belajar, dan tidak berkecil hati oleh
hambatan); dan 6) toleransi ambiguitas, (peserta didik tidak terganggu atau
frustrasi oleh situasi yang melibatkan kurangnya pemahaman atau
kebingungan dan terus berusaha untuk memecahkan masalah).

4) Konstruksi pengetahuan yang aktif dan suportif (Corte, 2000). Ini berarti
bahwa belajar adalah proses berusaha dan penuh perhatian di mana siswa
secara aktif membangun pengetahuan dan keterampilan mereka melalui
reorganisasi struktur mental yang diperoleh dalam interaksi dengan
lingkungan (Corte, et al. 2004).

5) Belajar mandiri (Corte, 2000). Belajar mandiri memungkinkan siswa untuk


menjadi peserta pembelajaran aktif secara independen demi memperoleh dan
membangun pengetahuan. Ketika siswa, kurang memiliki kemauan dan

6
keterampilan untuk mencapai tujuan akademis, guru dapat menawarkan proses
belajar mandiri (Zimmerman, 1999).

6) Reflektif (Peltier, Hay, & Drago, 2005). Faktor ini melihat pembelajaran
sebagai proses pemeriksaan internal dan mengeksplorasi masalah yang dipicu
oleh pengalaman, menciptakan dan mengklarifikasi makna dalam hal diri dan
yang menghasilkan konseptual perspektif yang berubah. Proses ini menuntut
siswa untuk berfikir secara kritis dan reflektif. Akibatnya, refleksi yang cermat
menjadi terintegrasi untuk keberhasilan pembelajaran (Sugerman, et al., 2000).

Indikator-indikator ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, dan tidak
dapat dibahas secara terpisah, tetapi harus secara integrasi. Karena satu kesatuan yang utuh
dan saling berkaitan, maka yang satu tidak dapat dikatakan unggul daripada yang lain,
bahkan mereka harus saling melengkapi. Karena berhasil membangun lingkungan seperti itu
tidak sederhana dan mudah; beberapa kondisi mendasar yang secara signifikan mencirikan
lingkungan belajar yang produktif harus dipertimbangkan dan dimasukkan. Dengan kata lain,
integrasi yang tepat ke enam indikator di dalam kelas akan memfasilitasi fitur interaksional
kegiatan pembelajaran yang produktif, yang akhirnya membangun pondasi lingkungan
belajar produktif.

3. Metode Penelitian

3.1 Rancangan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian kualitatif dengan desain case
study, sehingga penelitian ini harus memiliki tiga karakteristik (Creswell, 2014), yaitu: 1)
Naturalistik, yang merujuk pada mempelajari situasi dunia nyata, tidak -manipulatif dan tidak
mengendalikan; 2) baru dan berkembang, oleh karena itu peneliti menghindari desain kaku
yang menghilangkan peluang untuk mengejar jalur penemuan baru saat mereka muncul; dan
3) Bertujuan yang jelas, oleh karena itu peneliti harus mencari kasus untuk mempelajari
subyek seperti orang, organisasi, komunitas, budaya, peristiwa, kejadian kritis, dan lain
sebagainya, yang dipilih dikarenakan mereka informatif.

Berdasarkan karakteristik di atas, jelas bahwa penelitian ini harus dilakukan senyata
dan sealamiah mungkin. Subjek yang dipilih untuk penelitian ini adalah siswa sekolah dasar
yang dapat mewakili konteks siswa usia SD Kota Jambi. Nama-nama sekolah tidak
disebutkan dalam penelitian untuk memenuhi kondisi etika penelitian kualitatif. Alasan
mengapa peneliti memilih sekolah-sekolah ini adalah karena mereka telah melaksanakan

7
Kurikulum K2013, yang telah menganut prinsipi “learner centered”, tetapi belum “learning
centered”.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Yang menjadi sampel penelitian ini adalah semua Sekolah Dasar yang ada di Kota
Jambi. Namun demikian data penelitian di ambil hanya dari beberapa sekolah sampel yaitu
SD 47 Negeri Kota Jambi, dan SD Al Falah Kota Jambi. Kedua SD ini dapat dijadikan
sampel yang representative, karena termasuk SD terbaik di kalangan SD negeri dan SD
swasta. Dari kedua sekolah ini diambil tujuh kelas pembelajaran yang dianggap dapat
mewakili kelas pembelajaran yang lainnya. Peneliti merekam proses pembelajaran tujuh
kelas yang dijadikan sampel dan dianalisa dengan menggunakan teori pembelajaran efektif
sesuai dengan teori “learning centred approach”.

3.3 Data dan Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian ini adalah jenis kegiatan pembelajaran di kelas yang dialami oleh
siswa sekolah dasar Kota Jambi seperti yang telah diterangkan di atas. Untuk menjawab
pertanyaan penelitian 1, peneliti mengidentifikasi kegiatan belajar yang paling sering
digunakan yang dilakukan oleh siswa sekolah dasar di ruang kelas mereka. Untuk menjawab
pertanyaan penelitian 2, peneliti mengkategorikan data yang digunakan untuk menjawab
pertanyaan penelitian 1 untuk memutuskan kegiatan mana yang memfasilitasi peserta didik
untuk melakukan pembelajaran produktif.

Untuk penelitian ini, peneliti menggunakan teknik mengumpulkan data penelitian “observasi
kegiatan kelas” (menggunakan rekaman video) yang akan diterangkan sebagai berikut.

3.4 Observasi (Perekaman Video)

Peneliti bertindak sebagai pengamat utama yang didukung oleh teknik perekaman
video dalam mengumpulkan data. Alasan mengapa metode ini dipilih ialah, karena data yang
diperoleh harus sealamiah mungkin, dan untuk mengurangi kemungkinan gangguan kegiatan
pembelajaran di kelas. Metode ini mudah digunakan, terutama dalam melakukan pengamatan
penuh. Smith (1981), menyebutkan bahwa 'menggunakan alat perekam mekanik biasanya
memberikan fleksibilitas yang lebih besar daripada pengamatan yang dilakukan dengan
tangan'. Menangkap banyak data pada rekaman video juga membantu peneliti memperoleh
analisis retrospektif pada waktu luang, dan jauh lebih dalam daripada yang mungkin terjadi.
Untuk dapat melakukan pengamatan penuh kegiatan kelas, peneliti menggunakan teknik
perekaman video, dan menulis semua kegiatan yang terlibat di dalam kelas. Peneliti
8
berkonsultasi dengan guru tentang bagaimana dan di mana harus meletakkan kamera,
sehingga kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan nyaman.

Ada juga wawancara informal untuk siswa dan guru jika ada informasi yang kurang
jelas tentang kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk
menjelaskan kesalahpahaman dan memberikan lebih banyak informasi tentang kegiatan
pembelajaran di kelas. Wawancara dirancang untuk para guru untuk mendapatkan informasi
lebih lanjut tentang: 1) tujuan pembelajaran setiap pelajaran; 2) alasan mengapa para guru
merancang kegiatan semacam itu untuk siswa. Wawancara ini dirancang untuk siswa bersifat
informal sehingga peneliti dapat memahami konteks kegiatan pembelajaran dalam pelajaran.
Semua nama dalam data adalah nama samaran karena mengikuti etika penelitian.

Kedua metode ini dapat dilakukan setelah menerima persetujuan dari kepala sekolah
dan guru. Untuk membatasi penelitian, peneliti memutuskan untuk mengamati dua jenis
kegiatan siswa sekolah dasar, yaitu kegiatan siswa kelas bawah (1, 2, 3) dan kegiatan siswa
kelas atas (4, 5, 6).

3.5 Teknik Analisis Data

Sebagai data utama yang dikumpulkan menggunakan perekaman video, analisis


utama berasal dari kegiatan pembelajaran yang didapat melalui video. Data dari video
dianalisis dengan dua metode, yaitu 1) mendefinisikan analisis dengan unit (Barron dan
Engle, 2007); dan 2) transkrips (Goodwin, 2013). Setiap video dijabarkan ke bagian unit yang
berbeda, seperti kegiatan pembuka, kegiatan utama, dan kegiatan penutup. Unit-unit ini
didukung dengan transkrips visual dan kata. Tujuan dari transkrips ini adalah untuk
mendukung analisis data. Bersama dengan hasil wawancara informal, data ini disajikan
dalam deskripsi kualitatif untuk dapat menjawab pertanyaan penelitian.

Data ini disajikan dengan tabel yang terdiri dari kegiatan belajar bersama dengan
transkrips visual dan kata kemudian analisis tentang bagaimana kegiatan belajar
mengarahkan ke pembelajaran yang produktif. Penjelasan analitik harus selalu disimpulkan
kepada tinjauan literatur pada BAB 2.

4. Temuan Penelitian

Bagian ini menyajikan temuan dari analisis data penelitian dan membahasnya dalam
anak judul yang berbeda. Data penelitian berkaitan dengan pertanyaan penelitian
sebagaimana telah dikemukakan di atas: 1) Apa kegiatan pembelajaran yang dominan

9
dilakukan anak SD dalam pembelajaran di sekolah dasar? dan; 2) Bagaimana kegiatan
tersebut dapat memfasilitasi pembelajaran yang produktif bagi anak siswa SD?

Kedua pertanyaan tersebut berkaitan satu sama lain. Untuk menjawab pertanyaan
penelitian 1, peneliti mengumpulkan data terkait jenis kegiatan yang paling banyak dilakukan
oleh anak-anak didik di sekolah dasar untuk pembelajaran bahasa. Peneliti mengumpulkan
tujuh data kelas dari dua sekolah; 3 pertemuan dari Sekolah 1, dan 4 pertemuan dari Sekolah
2.

Sebagian besar kegiatan belajar memiliki pola yang sama, sehingga dapat
disimpulkan bahwa satu unit pelajaran dari setiap buku sumber pelajaran sudah cukup untuk
menyajikan kegiatan pembelajaran yang paling banyak digunakan dan dilakukan oleh siswa
di setiap sekolah. Peneliti kemudian memutuskan untuk mengambil empat unit kegiatan
pembelajaran dari setiap buku sumber belajar. Kesimpulannya, total delapan bab kegiatan
pembelajaran mewakili sebagian besar kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh anak-anak
didik di sekolah dasar.

Sedangkan untuk menjawab pertanyaan penelitian nomor 2, peneliti menganalisa data


dari pertanyaan penelitian nomor 1 yang menjelaskan bagaimana kegiatan-kegiatan dalam
data tersebut dapat memfasilitasi peserta didik SD dalam belajar secara produktif. Berikut
adalah tampilan data yang berhubungan dengan jawaban pertanyaan penelitian 1.
Pengumpulan data dilakukan dari dua sekolah dasar dengan menggunakan video recording,
merupakan contoh kegiatan kelas yang dilakukan oleh anak-anak didik yang disajikan oleh
empat guru menggunakan buku pelajaran dan sumber lainnya. Terdapat tujuh kegiatan belajar
(yang menjadi data penelitian) yang ditemukan dari peserta didik di kedua SD untuk
pembelajaran di kelasnya. Ketujuh data tersebut diambil melalui tujuh data observasi
menggunakan rekaman video dari empat guru, dua dari guru kelas bawah (kelas 1 sampai 3)
dan dua dari guru kelas atas (kelas 4 sampai 6). Ketujuh data diambil dalam format video
yang berisi kegiatan pembelajaran dan dijelaskan secara naratif dalam sub-judul berikut.
Setiap pelajaran terlebih dahulu diringkas dalam tabel dan kemudian dianalisa secara rinci.

4.1. Pelajaran 1 (Sekolah 1)


Karena Sekolah 1 adalah sekolah Islami, hampir semua kegiatan pembelajaran di
sekolah ini terikat dengan praktik Islam. Misalnya pada pagi hari siswa disarankan untuk
melakukan shalat dhuha dan setiap pelajaran diawali dengan berdoa dalam bahasa Arab,
Bahasa Indonesia. Untuk pelajaran, siswa menggunakan buku teks sebagai sumber belajar

10
utama mereka. Namun, guru juga dapat memberikan kegiatan alternatif untuk siswa. Buku
teks ini dirancang untuk melibatkan siswa dan memfasilitasi pembelajaran melalui kegiatan-
kegiatan yang memanfaatkan berbagai gaya belajar di kelas. Setiap unit mengarahkan siswa
kepada pembelajaran yang terstruktur dan tematis yang berfokus pada pembelajaran kosakata
dasar, latihan mendengarkan, berbicara dan pengucapan, membaca, menulis, permainan dan
lagu. Semua nama dalam data menggunakan nama samaran karena mengikuti etika
penelitian.

Pada observasi 1 kelas yang diamati adalah kelas 5. Pola tempat duduk siswa di kelas
dirancang dengan 5 baris dan 4 kolom, semuanya menghadap ke arah meja guru di depan
kelas. Jenis penyiapan struktur kelas seperti ini berfungsi untuk sistem belajar yang berpusat
kepada instruksi dan presentasinya guru. Jumlah siswa di kelas tersebut berjumlah 17 orang,
terdiri dari 10 laki-laki dan 7 perempuan.

Peneliti mengamati kegiatan pembelajaran dengan topik “Bagian Tubuh”. Pada


pembelajaran kali ini guru melewatkan sesi latihan listening dan prunounciation dikarenakan
waktu pembelajaran yang tersedia lebih singkat dibandingkan dengan waktu normal (2 X 30).
Kelas seharusnya dimulai pada jam 11:00, tetapi dikarenakan kelas matematika
membutuhkan waktu lebih sekitar 15 menit, sehingga kelas mulai terlambat dan guru harus
meninggalkan sesi listening.

Tabel 3
Rangkuman Kegiatan Pembelajaran 1 (Fatimah, Kelas 5A, waktu: 11.15 - 12.00)
Kegiatan Pembelajaran di Sekolah Kelas 5A 1
Salam dalam bahasa Arab dan Inggris (00: 00-
02: 00) 2 menit
Kegiatan pembukaan (00: 00-08: 00)
Memperkenalkan dan mengulas kosakata
8 menit
tentang 'The Body Parts' dalam buku teks (02:
00-08: 00) 6 menit
Membuat kalimat dan menyajikannya di papan
tulis (08: 00-16: 11) 8 menit
Kegiatan utama (08: 00-28: 00) 20 Membaca dialog, dengan topik yang sama
menit secara berpasangan (16: 11-25: 00) 9 menit
Tes dialog dengan guru (25: 00-28: 00) 3
menit
Kegiatan penutupan (28: 00-38: 00) Mengerjakan latihan, melengkapi kalimat dari
10 menit kata-kata yang kosong dari paragraf di buku
teks (28: 00-38: 00) 10 menit
Sebelum pertemuan ini, siswa telah mempelajari topik tersebut di rumah, sehingga
sebagian besar siswa telah memahaminya. Untuk pertemuan ini, guru menggunakan metode
'self study' di mana siswa belajar mandiri sebelum memasuki kelas, (misalnya mendengarkan
CD rekaman kosakata di rumah, di dalam mobil, dll) dan ini bukan tugas PR. Tujuan dari

11
metode ini adalah agar siswa memahami arti dari kosakata yang terdaftar (the body parts) dan
mampu mengucapkan kata-kata dengan benar sebelum mereka dapat menggunakan kata-kata
tersebut dalam kegiatan kelasnya. Guru menggunakan buku teks, spidol dan papan sebagai
instrumen kegiatan pembelajaran. Pelajaran berlangsung selama 45 menit.

Gambar 2

Siswa mendengarkan dan menanggapi instruksi guru.

Karena sesi listening terlewatkan, pelajaran akhirnya dimulai dengan sesi speaking.
Dapat dilihat pada Gambar 1, bahwa pelajaran dibuka dengan review daftar kosakata, dimana
guru meminta siswa menerjemahkan kosakata kata demi kata dengan menggunakan teknik
bilingual (Inggris-Indonesia atau Indonesia-Inggris); misalnya 'what is stomach?', dan siswa
menjawab 'perut'.

Kelas menanggapi pertanyaan guru satu per satu secara klasikal. Para siswa juga
ditanya tentang letak bagian-bagian tubuh tersebut dan apa fungsinya, dan hampir semuanya
dikatakan dalam bahasa Indonesia. Setelah sesi tanya jawab antar guru-siswa (Q&A), siswa
yang bersedia diminta maju ke depan kelas untuk membuat kalimat sederhana mengenai kosa
kata bagian tubuh tersebut. Ini ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 3

Siswa menulis kalimat sederhana di papan tulis

Gambar 4

12
Siswa latihan membaca dialog di buku teks

Pada Gambar 3, tergambar kegiatan utama dari sesi speaking yaitu membacakan dua
dialog yang tercetak di buku teks, masih pada topik yang sama. Pertama, siswa diminta
membaca dialog secara berpasangan, kemudian menghafal dialog tersebut dan
mempraktikkan dialog dengan pasangannya di sebelah kanan dan kiri secara berulang-ulang,
berlangsung kira-kira selama 10 menit. Tujuan dari praktik ini adalah untuk memotivasi
siswa agar berlatih berbicara dengan teman-temannya, dan mereka dapat mempelajari pola
aturan tata dalam dialog.

Untuk menutup sesi speaking ini, siswa diuji oleh guru. Guru membacakan dengan
lantang beberapa bagian dari dialog, dan siswa harus melengkapi dialog guru tersebut sesuai
dengan kalimat yang ada di buku teks.

Gambar 5

Siswa menghafal dialog di buku teks

Kegiatan berikutnya adalah penyelesaian paragraf. Gambar 5 menunjukkan bahwa


siswa diminta untuk melengkapi kata-kata kosong dari kalimat dalam paragraf yang tersedia.
Semua kata terkait dengan topik 'the body parts', telah dicantumkan di luar kotak paragraf,
dan siswa harus memilih kata-kata yang sesuai dari bagian kosong dengan konteks
paragrafnya. Paragraf yang tersedia merangkum seluruh kegiatan pembelajaran yang juga
berfungsi sebagai sesi writing bagi siswa. Latihan menulis tersebut lalu dikoreksi oleh guru
apabila selesai.

Gambar 6

13
Siswa mengerjakan latihan

4.2. Pelajaran 2 (Sekolah 1)


Pada observasi 2 kelas yang diamati adalah kelas 4C. Kelas dirancang dengan
pengelompokan setiap 4 meja menjadi satu kelompo kecil, yang berfungsi untuk mendorong
kegiatan saling berinteraksi antar siswa-ke-siswa. Dalam jenis pengaturan kelas ini, siswa
dapat berkolaborasi bersama serta dapat menerima instruksi dari guru. Jumlah total siswa 15
orang yang terdiri dari 8 laki-laki dan 7 perempuan.

Tabel 4
Rangkuman Pelajaran 2 (Fatimah, Kelas 4C, 10:45 - 12:00)
Kegiatan Pembelajaran di Kelas 4C Sekolah 1
Salam (00: 00-01: 25) kira-kira 1 menit
Memperkenalkan dan mengulas proyek membuat poster
Kegiatan pembukaan (00: 00-12: 02) 12 'Public Area Signs: Rules at home and in public places' (01:
menit 25-08: 00) 7 menit
Mengelompokkan siswa menjadi 5 kelompok (08: 00-12:
02) 4 menit
Siswa mempersiapkan materi.
Semua kelompok diharapkan membuat poster.
Guru menginstruksikan siswa apa yang harus dilakukan dan
Kegiatan utama (12: 02-65: 00) 53 menit seperti apa produk hasilnya (12: 02-13: 16) kira-kira 1
menit
Siswa memulai kerja kelompok (13: 16-65: 00) 52 menit
Kegiatan penutupan (65: 00-75: 00) 10 Siswa mempresentasikan hasil karyanya secara singkat dan
menit distribusikan ke sekolah (65: 00-75: 00) 10 menit

Pelajaran yang diamati adalah pembelajaran berbasis proyek dimana siswa membuat
poster tentang 'Public Area Signs: Rules at home and in public places' seperti dilarang
merokok, tidak diperbolehkan makan, mohon tenang, dll, dan ini telah mereka pelajari di
pertemuan sebelumnya. Siswa akan memajangkan poster hasilnya untuk berkontribusi di
acara sosial sekolah, dan mereka memutuskan untuk mengerjakan proyek dalam kelompok
untuk membuat poster sendiri. Guru mempersilakan siswa memilih frase mereka sendiri
(seperti dilarang merokok, tidak diperbolehkan makan, dimohon diam), dan setiap anggota
kelompok diberikan alat dan bahan oleh sekolah.

Guru menyampaikan bahwa tujuan pembelajaran berbasis proyek ini adalah untuk
meningkatkan soft skill siswa dalam pembelajaran seperti kepemimpinan, pemecahan
masalah, berpikir kritis, dan berpikir kreatif selama proyek berlangsung. Selama proses
pembelajaran, siswa merasa senang dan bahagia karena mereka diberi kesempatan untuk
14
leluasa mengekspresikan karya pemikiran dan ketrampilannya dalam membuat poster.
Pelajaran berlangsung selama 75 menit.

Gambar 7

Guru dan siswa mendiskusikan topik bersama-sama.

Pelajaran dimulai dengan guru memperkenalkan topik dan menjelaskan kegiatannya


(Gambar 6 dan Gambar 7). Siswa menyiapkan bahan (karton, kertas poster warna-warni) dan
alat (gunting, spidol, pensil warna, pena, penggaris, dan lem) untuk proyek tersebut. Mereka
menggambar simbol dan frasa di kertas poster yang berwarna-warni. Siswa mengerjakan
proyek di lantai karena ukuran proyek lebih besar dari ukuran mejanya.

Gambar 8

Siswa menggunting kertas poster untuk proyek kelompok

Guru menasihati mereka untuk memilih warna putih dan hijau lembut untuk warna
kertas poster sehingga warna pada desain akan kontras dengan latar belakang. Siswa terlebih
dahulu memotong kertas poster dengan ukuran lebar sekitar 50x30 cm, namun beberapa
siswa memilih ukuran yang berbeda sesuai dengan panjang karton. Setelah mereka
memotong kertas untuk ukuran yang tepat, mereka mulai menggambar simbolnya. Siswa
mengerjakan kegiatan ini secara kooperatif dengan anggota kelompoknya. Ada yang memilih
menggambar, ada yang mengerjakan tugas lain seperti menulis frasanya, mewarnai simbol,
memotong karton, merapikan peralatan, dll (Gambar 8). Mereka juga bekerja sama secara
aktif dalam menghadapi tantangan dalam pembuatan proyek. Mereka sering meminta bantuan
guru atau berdiskusi dengan sesama anggota. Misalnya dengan tanda dilarang merokok,

15
mereka harus menggambar lingkaran. Karena mereka tidak memiliki penggaris kompas,
mereka menggunakan benda lain di ruang kelas seperti vas bunga atau ember hitam (Gambar
9) untuk menggambar lingkaran di atas kertas mereka. Mereka mengerjakan proyek ini
selama kurang lebih 52 menit. Produk akhir diserahkan ke guru untuk dipresentasikan ke
sekolah. Karena mereka harus shalat zhuhur berjamaah pada pukul 12:00, mereka berhenti
mengerjakan proyek dan berencana untuk melanjutkan presentasi di pertemuan lain.

Gambar 9

Siswa bekerjasama dalam kelompok.

Gambar 10

Siswa menggambar tanda lingkaran pada kertas poster

4.3. Pelajaran 3 (Sekolah 1)


Pada observasi 3, kelas yang diamati adalah siswa kelas 2A. Ruang kelas dirancang
dengan kombinasi susunan cluster (kelompok-kelompok kecil) dan runway. Model runway
terdiri dari 2 baris untuk masing-masing sisi kiri dan kanan dan 2 meja lainnya ditempatkan
di tengah-tengah kelas. Pengaturan ini sangat bagus diterapkan untuk menyesuaikan tingkat
pembelajaran, metode pembelajaran, dan memantau tingkah-laku dari peserta didik. Jumlah
siswa di kelas tersebut berjumlah 22 orang, terdiri dari 12 laki-laki dan 10 perempuan.

Tabel 5
Ringkasan Pelajaran 3 (Ella, Kelas 2A, 8:25 - 9:00)
Kegiatan Pembelajaran di Sekolah Kelas 2A 1
Shalat Dhuha (00:00 - 10:00) 10 menit
Kegiatan Pembukaan (00: 00-13: 00) Salam dan doa (10: 00-11: 00) 1 menit
13 menit Mempersiapkan dan memperkenalkan kegiatan (11: 00-: 13: 00) 2
menit

16
Kegiatan listening dengan mengisi nomor-nomor di kotak
kosakata yang tertera di buku teks bersama dengan rekaman CD
Kegiatan Utama (13: 00-33: 00) (13:00 - 23:17) kira-kira 10 menit
20 menit

Kegiatan listening dengan menyanyikan lagu dari buku teks (23:


17-33: 00) 10 menit

Kegiatan Penutupan (33: 00-35: 00) 2 Siswa menyerahkan hasil kerja untuk dikoreksi (33:00 - 35:00) 2
menit menit

Siswa kelas 2A mengerjakan tes listening dari buku pelajaran 'English Chest' untuk
Kelas 2. Guru menggabungkan 4 topik ke dalam satu tes dan meminta siswa untuk
melakukannya bersama dalam satu pertemuan. Tujuan tes ini adalah untuk menilai
kompetensi listening mereka. Sebelum tes, siswa berdiskusi memahami kosakata bersama-
sama sehingga mereka dapat mengingat kembali arti kosakata tersebut dalam bahasa
Indonesia dan konteks penggunaan kosakata tersebut (Gambar 10). Mereka juga berlatih
mengucapkan kata-kata tersebut dengan membacakan semua kosakata, sehingga saat
mengerjakan tes, mereka akan lebih percaya diri. Tes ini dilakukan dengan rekaman audio
Compact Disc (CD), yang disiapkan oleh guru. Semua siswa duduk di lantai untuk ujian dan
berlangsung selama 35 menit.

Gambar 11

Siswa dan guru mempelajari kosakata

Gambar 12

Siswa mengerjakan tes

Setelah mempelajari kata-kata tersebut, siswa memulai tes. Seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 11, soal tes ada di buku teks siswa. Soal tes berisi gambar dan di bawah setiap
gambar ada kotak dan kata. Siswa mendengarkan CD dan mengisi kotak dengan nomor yang

17
sesuai dengan nomor kata yang disebutkan dalam CD. Misalnya untuk soal nomor 1, ketika
mendengar kosa kata seperti 'basketball, i play basketball', siswa perlu mencari dan mengisi
kotak kosong dengan gambar dan kata basketball dengan angka '1'.

Guru memutar CD dua kali agar siswa dapat mengecek ulang jawaban mereka.
Setelah tes, siswa menyanyikan lirik lagu dari buku teks seperti yang terlihat pada Gambar
12. Siswa mendengarkan CD terlebih dahulu, kemudian mereka menyanyikan liriknya
bersama guru. Guru bersama siswa mencari kata-kata baru dalam lirik tersebut. Mereka
membahas arti dari kata-kata itu. Mereka mempelajari tiga lagu dengan cara ini. Terakhir,
guru dan siswa menyanyikan lagu tanpa mengikuti CD. Setelah menyanyikan lagu, siswa
menyerahkan tes mereka kepada guru dan guru menilai kompetensi listening mereka dengan
memberikan skor.

Gambar 13

Siswa mendengarkan dan menyanyikan lagu bersama

4.4. Pelajaran 4 (Sekolah 2)


Kegiatan belajar di sekolah ini jauh lebih fleksibel jika dibandingkan dengan di
Sekolah 1. Guru membuka awal kegiatan hanya dengan sapaan ringan, seperti 'hodid you
learn last time? What date/ day is today?’ Kegiatan pembuka untuk siswa kelas bawah
diawali dengan kegiatan pemanasan seperti bertepuk tangan dan menyanyikan lagu. Untuk
pelajaran oleh Ida Kusuma Dewi dkk, sebagai sumber belajar utama mereka. Namun, guru
juga menambah materi dengan merancang lebih banyak kegiatan untuk siswa. Sekolah ini
mempraktikkan kurikulum, K2013. Semua nama dalam data adalah nama samaran karena
mengikuti etika penelitian.

Pada observasi 4, ruang kelas 2B didesain dengan deretan bangku baris dan kolom (8
baris dan 4 kolom), semuanya menghadap ke arah depan kelas. Jenis pengaturan ini
melengkapi struktur kelas yang berpusat kepada instruksi dan presentasi dari guru. Jumlah
siswa di kelas tersebut berjumlah 30 orang, terdiri dari 13 laki-laki dan 17 perempuan.

18
Peneliti mengamati siswa kelas 2B. Mereka mempelajari topik 'Antonym' dari buku
teks 'Stairway' untuk Kelas 2. Guru memilih topik dari buku teks, tetapi sebagian besar
kegiatan pembelajaran dirancang oleh guru sendiri karena dia menyatakan bahwa siswa yang
di kelas bawah (kelas 1-3) lebih suka belajar sambil bermain, sedangkan pola kegiatan belajar
di buku terlalu monoton, dan tidak sesuai dengan minat siswa. Guru juga membuat kegiatan
pemanasan seperti bertepuk tangan atau menyanyikan lagu yang liriknya dibuat sendiri
(Gambar 13). Pelajaran ini berlangsung selama 31 menit, bukan 60 menit seperti biasanya,
karena siswa dan guru sibuk mempersiapkan acara sekolah. Pelajaran ini merupakan tindak
lanjut dari pelajaran sebelumnya. Pada pelajaran sebelumnya, mereka memiliki kegiatan
listening tentang 'Antonym', sehingga siswa sudah siap untuk memulai pelajaran ini.

Tabel 6
Ringkasan Pelajaran 4 (Nang, Kelas 2B, 12:45 - 01:15)
Kegiatan Pembelajaran di Kelas 2B Sekolah 2

Kegiatan salam dan pemanasan (bertepuk tangan dan menyanyikan


lagu) (00:00 - 01:33) kira-kira 1 menit
Kegiatan Pembukaan (00: 00-09: 00)
10 menit Memperkenalkan kosakata dengan topik 'antonym' menggunakan
bahasa tubuh (01: 33-10: 11)
9 menit

Guru mengucapkan kata dan siswa memperagakan bahasa tubuh


yang benar, dan guru memperagakan bahasa tubuh sementara siswa
Kegiatan Utama (10: 11-16: 33)
menjawab dengan kosakata (10:11 - 13:33) kira-kira 3 menit
6 menit

Siswa diminta untuk mempraktikkan kosakata dengan


memperagakan bahasa tubuh di depan kelas (13: 33-16: 33) 3 menit

Siswa mengerjakan soal latihan di papan tulis dengan topik antonim


Kegiatan Penutupan (16: 33-31: 00) (16: 33-21: 00) 5 menit
15 menit
Belajar mandiri dengan melakukan soal latihan dari papan (21: 00-
31: 00) 10 menit

Gambar 14

Guru dan siswa melakukan kegiatan pemanasan

Guru membuka pelajaran dengan memperkenalkan daftar kosakata yang menjelaskan


arti sederhana antonim dari kata sifat (seperti big><small, clean><dirty, long><short,

19
large><narrow, thick><thin, dll). Dia menjelaskan makna kosa kata secara lisan
dikombinasikan dengan teknik total physical response (TPR) (Gambar 14). Misalnya, ketika
guru menjelaskan kata 'panjang', guru mengulurkan tangan kanan dan kirinya lebar-lebar, dan
untuk kata 'pendek' guru memendekkan kedua tangannya. Guru melakukan ini pada semua
kosakata, dan berlangsung sekitar 9 menit.

Gambar 15

Guru dan siswa mempelajari kosakata

Kegiatan utama dalam pembelajaran ini menekankan metode pengulangan dengan


menggunakan teknik tanya jawab. Misalnya ketika guru mengucapkan kata 'panjang' sambil
memperlihatkan gerakan tubuh, dia menjelaskan 'this is long, dalam bahasa Indonesia artinya
panjang. What is long, everyone? 'Guru terus melakukan ini sampai siswa mempelajari arti
dari kosa kata tersebut. Ketika guru mengucapkan kata tersebut, memperagakan secara fisik,
dan meminta siswa untuk melakukan gerakan yang sama dan mengulanginya beberapa kali.
Setelah itu, guru hanya melafalkan kata, dan memerintahkan siswa untuk mendemonstrasikan
kata tersebut secara fisik. Kegiatan ini berlangsung selama 3 menit.

Kegiatan selanjutnya adalah siswa diminta untuk memperagakan kata-kata tersebut di


depan kelas sesuai dengan yang diinstruksikan oleh guru. Misalnya, saat guru mengucapkan
kata 'panjang', siswa harus mendemonstrasikan lambang 'panjang' dengan menggunakan
gerakan fisiknya. Guru meminta seluruh kelas untuk mengoreksi temannya yang di depan
apakah itu benar atau salah.

Gambar 16

Sepasang siswa melakukan kegiatan di depan kelas

Kegiatan selanjutnya adalah latihan menulis sederhana. Guru menuliskan kata di


papan tulis, dan siswa harus menuliskan antonim untuk setiap kata. Misalnya, guru menulis

20
‘long> <.......’. Guru meminta anggota kelas untuk menyelesaikan latihan di papan tulis.
Kemudian, siswa dan guru bersama-sama mengoreksi latihan di papan tulis.

Gambar 17

\
Siswa mengerjakan latihan menulis di papan tulis

Kegiatan terakhir, guru menugaskan siswa untuk mengerjakan beberapa soal latihan
dari papan tulis untuk sesi belajar mandiri. Para siswa menyalin soal latihan ke buku tulis
mereka dan menyelesaikannya. Guru akan menilai latihan tersebut pada pertemuan
berikutnya.

Gambar 18

Siswa mengerjakan latihan di buku tulis mereka

4.5. Pelajaran 5 (Sekolah 2)


Pada observasi 5, kelas yang diamati adalah siswa kelas 1D. Kursi kelas dirancang
dengan baris dan kolom kursi (8 baris dan 4 kolom), semuanya menghadap ke arah depan
kelas. Jenis penyiapan ini melengkapi struktur kelas yang berpusat kepada instruksi dan
presentasi dari guru. Jumlah keseluruhan siswa 23 orang yang terdiri dari 11 laki-laki dan 13
perempuan.

Siswa mempelajari topik tentang 'colour' dari buku teks 'Stairway' untuk Kelas 1.
Guru hanya memilih topik dari buku teks, tetapi sebagian besar kegiatan dia rancang sendiri.
Topik tentang 'colour' ini merupakan bab baru dalam unit, sehingga sebagian besar masih
siswa kurang paham dengan topik tersebut. Pada pembelajaran ini guru menggunakan spidol
warna-warni sebagai instrumen kegiatan pembelajaran. Pembelajaran ini bertujuan agar siswa

21
belajar tentang warna sambil menikmati kegiatan dan bersenang-senang. Pelajaran ini
berlangsung selama 60 menit.

Tabel 7
Ringkasan Pelajaran 5 (Nang, Kelas 1D, 08:00 - 09:00)
Kegiatan Pembelajaran di Kelas 1D Sekolah 2
Salam dan pemanasan (00:00 - 06:31) kira-kira 6 menit
Kegiatan Pembukaan (00: 00-15: 00)
15 menit Memperkenalkan dan membahas topik tentang ‘colour’
dengan spidol warna (06: 31-15: 00) 9 menit
Guru meminta siswa untuk menemukan dan
mendeskripsikan warna barang-barang di kelas. Guru
mengulangi pola Tanya Jawab dan menuliskan kata di
papan tulis (15: 00-21: 00) 6 menit
Guru melakukan pola yang sama dengan metode tanya
jawab dalam kelompok (21: 00-23: 25) 2 menit
Guru memberi siswa kuis untuk setiap kelompok dengan
Kegiatan Utama (15: 00-49: 00)
pola Tanya Jawab yang sama (23: 23-31: 23) 8 menit
34 menit
Guru memberikan kuis di mana setiap kelompok dapat
memperebutkan jawabannya, dan memberi mereka skor.
Siswa juga harus mencari objek di kelas dari warna yang
ditentukan (31: 23-35: 00) 4 menit
Guru menunjukkan spidol warna dan setiap anggota
kelompok menuliskan kata yang tepat untuk warna tersebut
(35: 00-49: 00) 14 menit
Guru meminta seorang siswa dari setiap kelompok untuk
Kegiatan Penutupan (49: 00-60: 00) tampil di depan kelas dan menuliskan kosakata di papan
11 menit tulis. Nanti tiap kelompok diberi skor (49: 00-60: 00) 11
menit

Gambar 19

Guru dan siswa melakukan pemanasan

Seperti terlihat pada Gambar 18, pada kegiatan pemanasan, siswa menyanyikan lagu,
menghitung angka secara berurutan, mengeja huruf, melakukan pemanasan (dengan lagu
'head shoulder toes'). Pemanasan ini berlangsung selama 6 menit. Guru memperkenalkan
topik tentang warna ke kelas dengan spidol. Guru menjelaskan warna satu per satu kepada
kelas dengan teknik tanya jawab. Misalnya, ketika guru memegang spidol 'merah', guru
bertanya kepada siswa 'what colour is it?' Dan siswa menjawab 'red' secara bersamaan
(Gambar 19). Pola ini dilakukan berulang-ulang hingga siswa mengerti. Kegiatan ini
berlangsung sekitar 9 menit.

22
Gambar 20

Guru memperkenalkan topik menggunakan spidol warna-warni

Setelah sebagian besar siswa mempelajari arti warna dalam bahasa Indonesia, siswa
diminta untuk menemukan benda di dalam kelas dan menentukan warna benda itu (Gambar
20). Setiap siswa bebas memilih barang apa saja. Misalnya, ketika siswa memegang bunga
merah di kelas, guru akan bertanya 'what colour is it?' Dan siswa menjawab 'red'. Setelah
mereka menjawab, guru menuliskan ejaan kosakata itu di papan tulis agar siswa dapat belajar
menuliskannya. Siswa diminta untuk menyalin ejaan dari papan tulis di buku tulis mereka.

Gambar 21

Siswa mendefinisikan pilihan mereka dengan warna

Kegiatan selanjutnya adalah guru menanyai siswa secara berkelompok sehingga


hampir setiap siswa berkesempatan untuk menjawab dan belajar bersama. Kelompok dibagi
dengan susunan kursi kolom (4 kelompok). Guru menyembunyikan beberapa spidol warna di
belakang punggungnya dan hanya mengeluarkan satu spidol sambil menanyakan 'what colour
is it?' Kepada siswa. Guru melakukan ini pada setiap kelompok di kelas.

Gambar 22

Siswa mengerjakan kuis dalam kelompok

Setelah kegiatan ini, guru merancang 3 jenis permainan kuis yang berbeda untuk
kelompok siswa, dan kelompok yang memiliki skor terbanyak memenangkan permainan
tersebut. Kuis pertama adalah pola Tanya Jawab yang sama dengan menggunakan spidol,

23
guru menyembunyikan beberapa spidol di punggungnya dan mengeluarkan hanya satu spidol
sambil bertanya 'What colour is it?' Siswa harus menjawabnya dalam kelompok (Gambar 21).

Kuis kedua bersifat acak, sehingga setiap kelompok harus melakukan metode rebutan
untuk menjawabnya. Setiap kelompok memiliki nama perwakilannya (Kwek-kwek, Meong,
Ninot, Kukuruyuk). Pertama, tiap kelompok mendapat giliran menjawab, namun jika
kelompok tersebut salah menjawab, kelompok lain boleh berebut untuk menjawab. Untuk
memperebutkan jawaban, siswa harus meneriakkan nama kelompoknya dan menjawabnya.
Kuis kedua ini pola tanya jawabnya masih sama, seperti kuis pertama. Untuk mendapat skor
lebih, mereka harus mengucapkan kosakata yang tepat sambil mencari barang di kelas
dengan warna yang sama.

Gambar 23

Siswa menulis kosakata warna pada buku tulis mereka

Kuis ketiga adalah menulis kosakata di buku tulis siswa. Pertama, siswa harus
menggambar empat kotak pada satu halaman. Kemudian, guru memberikan 3 spidol warna-
warni di depan kelas, dan setiap anggota kelompok harus menuliskan ejaan yang benar dari
kosakata warna tersebut di buku tulis mereka (Gambar 22). Setelah siswa selesai menulis
kata-kata tersebut, guru berjalan mengelilingi kelas untuk memeriksa jawaban tulisan mereka.
Jika anggota kelompok memiliki jawaban yang benar, mereka menerima skor untuk
kelompok tersebut.

Kuis terakhir adalah kerja kelompok yang bersifat representatif. Setiap kelompok
perlu memiliki seorang siswa yang mewakili untuk menyelesaikan kuis (Gambar 23). Kuis
terakhir ini dilakukan dengan guru mengeluarkan spidol warna secara acak, lalu perwakilan
siswa harus menulis kosakata ejaan yang tepat untuk warna tersebut. Dalam kuis ini, masing-
masing perwakilan mendapat giliran, sehingga masing-masing kelompok memperoleh nilai
yang sama.

Gambar 24

24
Perwakilan kelompok mengerjakan kuis terakhir

Semua nilai dijumlahkan dan guru mengumumkan kelompok pemenang, yaitu kelompok
Meong.

4.6. Pelajaran 6 (Sekolah 2)


Untuk Kegiatan Pembelajaran 6, peneliti mengamati siswa kelas 6D. Ruang kelas
didesain menyerupai huruf 'U' dimana kursi siswa terbuka menghadap ke meja guru di depan
kelas. Formasi tempat duduk tapal kuda ini biasanya digunakan untuk berdemonstrasi atau
diskusi kelompok. Formasi terdiri dari 2 baris dan 4 kolom untuk masing-masing sisi kiri dan
kanan, serta ditempatkan 8 kursi di belakang ruang kelas. Jumlah siswa di kelas tersebut
berjumlah 23 orang, terdiri dari 6 laki-laki dan 17 perempuan. Siswa belajar tentang 'Present
Perfect Tense' dari buku kursus 'Stairway' untuk kelas 6. Kegiatan utama pelajaran ini adalah
sesi writing. Siswa telah mempelajari berbagai jenis tenses sebelumnya, seperti simple past
dan present tense. Pelajaran ini merupakan lanjutan dari pelajaran sebelumnya. Pelajaran
berlangsung selama 60 menit.

Tabel 8
Rangkuman Pelajaran 6 (Law, Kelas 6D, 08:00 - 09:00)
Kegiatan Pembelajaran di Kelas 6D Sekolah 2
Kegiatan Pembukaan (00: 00-07: Salam (00:00 - 05:00) 5 menit
44) Guru menjelaskan teori Present Perfect Tense di papan
8 menit tulis (05: 00-07: 44) kira-kira 3 menit
Guru meminta siswa untuk memberikan contoh kegiatan
yang telah mereka lakukan hari itu dan menuliskannya
dalam kalimat (07: 44-11: 35) 4 menit
Kegiatan Utama (07: 44-45: 00) Guru meminta siswa untuk mengerjakan latihan dari buku
38 menit teks (11: 35-40: 00) kira-kira 29 menit
Guru meminta siswa untuk mendemonstrasikan jawaban
yang benar di papan tulis. Nanti buku mereka akan
diserahkan dan diberi nilai (40: 00-45: 00) 5 menit
Kegiatan Penutupan (45: 00-60: Guru memberikan latihan lagi dimana siswa harus menulis
00) paragraf bebas tentang hal-hal yang sudah mereka lakukan
15 menit dan tidak dilakukan pada hari itu. (45: 00-60: 00) 15 menit

Gambar 25

25
Guru menjelaskan materi di papan tulis

Untuk sesi pengantar, guru menjelaskan rumus Present Perfect Tense di papan tulis (Gambar
24). Rumus di papan tulis juga dapat ditemukan di buku teks. Guru menjelaskan rumus
bagaimana mengembangkan kalimat positif, negatif dan interogatif dalam Present Perfect
Tense. Sesi ini berlangsung selama 3 menit.

Guru meminta siswa menyebutkan beberapa contoh kegiatan mereka yang dapat
diubah menjadi Present Perfect Tense. Misalnya, ketika siswa sarapan pagi itu, kalimatnya
menjadi 'I have had breakfast' dan guru menuliskan kalimat ini di papan tulis. Kemudian guru
menampilkan contoh kalimat bentuk negatif dan interogatif, seperti 'i have not had breakfast'
dan dalam bentuk intoregatif 'have i had breakfast?'

Gambar 26

Siswa mengerjakan latihan menulis

Siswa mengerjakan latihan writing mereka di buku teks, di mana mereka


menyelesaikan latihan dengan menulis kalimat dalam bentuk positif, negatif, dan interogatif
dari Present Perfect Tense (Gambar 25). Kalimat latihan di buku teks belum sempurna;
Sebagian besar kalimat berbentuk Subjek + V1 + Objek, dan siswa harus mengubah kalimat
tersebut menjadi bentuk Present Perfect Tense yaitu menambahkan kata kerja bantu dan
mengubah V1 menjadi V3. Dalam kegiatan ini siswa diperbolehkan menggunakan kamusnya
untuk mengecek bentuk kata kerja yang mereka butuhkan. Sesi menulis ini memakan waktu
29 menit.

Gambar 27

26
Siswa menuliskan jawaban di papan tulis dan mengoreksinya bersama

Setelah siswa selesai mengerjakan latihan, mereka diminta untuk menuliskan


jawabannya di papan tulis seperti yang terlihat pada Gambar 26. Siswa dan guru mengoreksi
dan menandai latihan bersama-sama, dan buku teks diserahkan kepada guru untuk dinilai.

Gambar 28

Siswa menulis paragraf berdasarkan kegiatan hari itu

Kegiatan terakhir pada sesi writing adalah siswa menulis paragraf sederhana yang
berisi apa yang sudah dan belum dikerjakan pada har ini itu. Mereka mengerjakan latihan ini
di buku tulis mereka, dan buku tersebut kemudian diserahkan kepada guru untuk diberi nilai.

4.7. Pelajaran 7 (Sekolah 2)


Pada Pelajaran 7, kelas yang diamati adalah kelas 5E. Pembentukan ruang kelas
dirancang dengan mengelompokkan 6 tabel menjadi kelompok-kelompok kecil, memudahkan
interaksi siswa-ke-siswa. Dengan formasi ini, siswa dapat berkolaborasi bersama serta dapat
menerima instruksi kelompok dari teman atau guru. Jumlah siswa dalam kelas tersebut
berjumlah 33 siswa, yang terdiri dari 13 laki-laki dan 20 perempuan.

Tabel 9
Ringkasan Pelajaran 7 (Law, Kelas 5E, 10:00 - 10:30)
Kegiatan Pembelajaran di Kelas 5E Sekolah 2
Salam (00: 00-02: 00) 2 menit
Kegiatan Pembukaan (00: 00-07: 44)
Perkenalkan topik tentang ‘Ask Someone to Help in the
8 menit
Kitchen ' (02: 00-04: 00) 2 menit
Kegiatan Utama (07: 44-45: 00) Kegiatan listening kosakata dan siswa mengulangi dengan
38 menit suara keras sambil mendengarkan (04: 00-06: 37) 2 menit
Siswa dan guru menerjemahkan arti kosakata tersebut
bersama-sama (06: 37-08: 37) 2 menit
Siswa mencocokkan kata dengan gambar yang tepat di
buku teks mereka. Mereka harus mencocokkan kosakata
sambil mendengarkan guru (08: 37-13: 00) 5 menit
Siswa mengoreksi jawaban bersama guru (13: 00-15: 00)
2 menit
Guru menjelaskan kalimat di papan tulis tentang ‘Ask

27
Someone to Help in the Kitchen’ (15: 00-17: 00) 2 menit
Guru meminta siswa secara terbuka memberikan contoh
tentang 'how to ask someone for help' (17: 00-19: 00) 2
menit.
Siswa berlatih membaca dialog dari buku teks secara
berpasangan (19: 00-24: 00) 5 menit
Kegiatan Penutupan (45: 00-60: 00) Siswa mendemonstrasikan pembacaan dialog berpasangan
15 menit di depan kelas dengan lantang (24: 00-30: 00) 6 menit

Siswa belajar tentang topik ‘Ask Someone to Help in the Kitchen’ dari buku teks
‘stairway’ untuk Kelas 5. Dalam pelajaran ini, siswa menggunakan buku teks mereka untuk
belajar dan melakukan latihan. Kegiatan dalam pembelajaran ini adalah kegiatan listening
dan reading. Tujuan dari pelajaran ini adalah agar siswa belajar tentang bagaimana meminta
bantuan mengenai tugas-tugas di dapur secara lisan. Pelajaran itu adalah materi yang baru
bagi siswa. Beberapa siswa sudah memahami dengan topik tersebut, sementara yang lain
tidak. Guru menggunakan mikrofon dan CD player sebagai instrumen pembelajaran agar
siswa dapat mendengar penjelasan dengan jelas. Pelajaran berlangsung kurang lebih 30
menit, karena sekolah memiliki acara tertentu pada hari itu untuk para guru.

Untuk kegiatan pengantar, guru menjelaskan arti kalimat dari topik tersebut ke dalam
bahasa Indonesia, sehingga siswa memahaminya.

Gambar 29

Siswa mendengarkan audio CD untuk latihan

Kegiatan utama pembelajaran dimulai dengan praktik listening (Gambar 28). Para
siswa menggunakan buku teks mereka untuk melihat daftar kosakata dan setiap kata
dilengkapi dengan gambar. Saat audio CD diputar, pertama-tama siswa harus mendengarkan
bagaimana kata-kata itu diucapkan, dan mengulang kata-kata tersebut dengan membacanya
dengan lantang. Siswa mengulangi kegiatan ini dua kali untuk meningkatkan keterampilan
pengucapan mereka. Usai kegiatan menyimak, siswa dan guru berdiskusi tentang terjemahan
kata.

Gambar 30

28
Siswa mengerjakan latihan mencocokkan

Kegiatan selanjutnya dari pelajaran 7 adalah latihan. Siswa berusaha mencocokkan


gambar dengan kosakata yang tepat di buku teks mereka (Gambar 29). Guru membacakan
kata-kata itu dengan lantang, dan siswa mendengarkan guru sambil mencari kosakata yang
dibacakan guru tersebut. Setelah menemukan frasa yang tepat, mereka membuat garis ke
gambar yang sesuai untuk mencocokkan arti kata tersebut. Setelah siswa mengerjakan latihan
mencocokkan ini, mereka memeriksa jawaban bersama guru.

Gambar 31

Siswa berlatih membaca dialog


Kegiatan terakhir adalah sesi reading. Siswa berlatih membaca dialog di buku pelajaran
secara berpasangan, masih topik yang sama tentang ‘Ask Someone to Help in the Kitchen’
(Gambar 30). kegiatan ini berlangsung selama 5 menit.

Gambar 32

Siswa berpasangan melakukan dialog

Sisa 6 menit, guru meminta siswa mendemonstrasikan kegiatan dengan membaca


dialog di depan kelas secara berpasangan (Gambar 31). Keduanya membacakan dialog dari
buku mereka, bukan dari ingatan mereka tentang dialog. Hanya ada dua pasangan yang
melakukan kegiatan ini karena waktu yang tersisa tidak mencukupi untuk seluruh kelas. Para
siswa ini juga diminta mendemonstrasikan kegiatan tersebut dengan gerakan tubuh mereka.

29
Misalnya, saat dialog bertuliskan 'stir the coffee', siswa pura-pura menggerakkan badan
seolah-olah sedang mengaduk kopi di depan mereka.

4.2 Diskusi Temuan


Di bawah judul ini peneliti akan membahas bagaimana menganalisis data penelitian
yang mengacu pada tinjauan teori pada Bab 2. Pembahasan data akan seputar fokus penelitian
yang berkaitan dengan jawaban pertanyaan penelitian seperti yang disajikan pada awal bab
ini. Dalam tesis ini terdapat enam indikator atau karakteristik (Ballantyne, 2009; Corte ED,
2000; Newmann, 1993; Peltier, 2005) yang akan digunakan untuk merujuk dalam rangka
memaknai data, yang menunjukkan apakah kegiatan yang dilakukan oleh anak didik
memfasilitasi mereka dalam kegiatan belajar yang produktif. Indikator tersebut adalah:

1) berorientasi pada tujuan, (goal-oriented)

2) otentik dan berbasis kenyataan, (authentic and reality based)

3) memotivasi dan menarik, (motivating and engaging)

4) konstruksi pengetahuan yang aktif dan mendukung, (active and supportive


knowledge construction)

5) diatur sendiri, (self-regulated)

6) reflektif (reflective)

Urutan nomor indikator-indikator tersebut tidak saling menunjukkan prioritas dalam


suatu kegiatan pembelajaran, dengan kata lain indikator nomor 1 misalnya tidak unggul dari
yang lain, namun harus saling melengkapi agar kegiatan pembelajaran menjadi produktif
untuk peserta didik.

Menggunakan kerangka ini, peneliti memeriksa tujuh pertemuan yang diamati


bersama dengan aktivitas belajar mereka seperti yang dijelaskan pada judul sebelumnya,
mengomentari dan menjelaskan apakah kegiatan belajar mereka produktif untuk pelajar
sekolah dasar. Peneliti menilai tingkat produktivitas setiap pelajaran dengan mengidentifikasi
berapa banyak indikator yang terdapat pada setiap pelajaran itu sendiri. Untuk melakukan
proses penilaian ini dibuat format rasional dan logis sederhana seperti yang disajikan pada
Tabel 10. Peneliti meyakini bahwa jumlah indikator yang ada dalam suatu kegiatan
pembelajaran dapat menggambarkan tingkat produktivitas kegiatan pembelajaran tersebut.

30
Oleh karena itu format logis pada Tabel 10 digunakan untuk memudahkan peneliti dalam
menganalisis dan merefleksikan kegiatan yang diperiksa.

Tabel 10
Tingkat Produktivitas dalam Pembelajaran

5 sampai 6 Indikator menandakan sangat produktif

3 sampai 4 Indikator menandakan produktif

1 sampai 2 Indikator menandakan kurang produktif

4.2.1 Analisis Pelajaran 1 (Sekolah 1)

Tabel 11
Indikator Produktivitas dalam Pelajaran 1
Indikator Bukti kegiatan pembelajaran
Tujuan pembelajaran dinyatakan dalam buku kursus dan guru
Goal-oriented
mengenali tujuan ini.
Temanya adalah pembelajaran nyata tentang 'The Body Parts',
Authentic and reality based namun penggunaan materi tersebut belum dalam konteks yang
sebenarnya.
Proses pembelajaran dimulai dari menerjemahkan kata, membuat
Active and supportive knowledge
kalimat sederhana, berlatih dengan membaca dialog dan
construction
mengerjakan latihan penyelesaian paragraf.
Tujuan pembelajaran 1 dapat ditemukan dalam buku teks. Guru mengenali tujuan
tersebut, maka kegiatan dalam pembelajaran dilakukan untuk memenuhi tujuan tersebut.
Namun, siswa mungkin tidak menyadari tujuan ini karena guru tidak menjelaskan di awal
pelajaran. Agar pembelajaran berlangsung secara produktif, siswa harus menyadari bahwa
ada beberapa kompetensi yang perlu mereka capai melalui pembelajaran, dan bahwa sesuatu
harus bermakna bagi mereka (Karea, 2016). Ketika tujuan pembelajaran tidak bermakna,
maka materi serta kegiatan pembelajaran tidak bermakna bagi mereka (misalnya, tidak terkait
dengan minat mereka), siswa mungkin tidak mengambil bagian dalam pembelajaran dengan
serius, karena mereka mungkin tidak memiliki motivasi yang cukup, dan akibatnya mereka
mungkin tidak mempelajari pelajaran secara produktif.

Topik pelajaran 1 adalah “the body parts” dan pada pelajaran ini siswa mempelajari
arti dari kosakata yang terdaftar, mengucapkan kosa kata dengan benar dan menggunakan
kosakata tersebut untuk membuat kalimat sederhana. Namun, kegiatan ini tampaknya dibuat-

31
buat dan terbatas. Mereka belum mampu memfasilitasi siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuan bahasa dalam menggunakan kosakata bagian tubuh dengan kognisi siswa.
Kosakata tentang bagian tubuh sebenarnya autentik dan sebagian besar siswa telah mengenal
kata-kata yang berhubungan dengan bagian tubuh (Corte, 2000). Guru harus menggunakan
dan memanfaatkan hal-hal yang akrab dengan siswa untuk membantu mereka mempelajari
hal-hal lain atau keterampilan lain (Corte, 2000). Sesuatu yang akrab harus digunakan untuk
membantu siswa memperoleh bentuk-bentuk bahasa dasar, sehingga siswa mampu untuk
mempelajari fungsi-fungsi bahasa lain di kemudian hari. Lebih banyak kegiatan seharusnya
dirancang dengan menggunakan materi ini agar dapat membuat pembelajaran menjadi
produktif. Kegiatan tersebut harus lebih banyak melibatkan gerakan tubuh, repetitif, faktual,
menarik bagi anak, bermakna bagi kehidupan mereka, menarik, dan menantang bagi anak
(Harmer, 2010). Karena pelajaran 1 belum memenuhi karakteristik tersebut, meskipun telah
menunjukkan tiga indikator pembelajaran produktif, siswa belum mencapai peningkatan yang
signifikan pada keterampilan bahasa mereka; mereka belum belajar secara produktif karena
siswa masih belum terampil dalam berbicara dan menulis dari kosakata tersebut ketika
pelajaran berakhir. Jika semua pelajaran berjalan seperti pelajaran 1, maka dapat diprediksi
bahwa anak-anak hanya akan mempelajari rangkaian pelajaran tanpa bisa menguasai bentuk-
bentuk bahasa dasar untuk keperluan komunikasi.

4.2.2 Analisis Pelajaran 2 (Sekolah 1)


Seperti terlihat pada Tabel 12, pelajaran 2 menunjukkan empat indikator
pembelajaran produktif. Guru meninjau ulang tujuan pembelajaran di awal. Siswa tahu
bahwa mereka sedang mengerjakan proyek untuk dipresentasikan ke acara sekolah.
Pembelajaran didasarkan pada kegiatan otentik dan nyata dimana mereka mengerjakan poster
rambu-rambu publik. Siswa tampak termotivasi dan terlibat dalam mengerjakan proyek
mereka yang melatih mereka untuk belajar kepemimpinan, pemecahan masalah, pemikiran
kritis dan kreatif (Lightbown & Spada, 2013). Misalnya dalam pembelajaran kepemimpinan,
siswa siap mengambil alih dan mengambil keputusan untuk setiap tantangan yang mereka
hadapi. Siswa menunjukkan aspirasi yang tinggi, keterlibatan ego karena mereka merasa
penting untuk berhasil dan menyelesaikan pembelajaran mereka dalam mengerjakan proyek.

Tabel 12
Indikator Produktivitas dalam Pelajaran 2
Indikator Bukti dalam aktivitas
Tujuan pembelajaran dinyatakan dalam buku kursus dan guru
Goal-oriented mengetahui tujuan ini.

32
Temanya adalah pembelajaran otentik tentang ‘The Public Area
Authentic and reality based Signs: Rules at Home and in Public Places’. Produk dari proyek
grup menyerupai konteks kehidupan nyata.
Siswa mengerjakan pembelajaran berbasis proyek dengan membuat
Motivating and engaging poster tentang ‘The Public Area Signs’. Mereka tampak antusias
menyelesaikan proyek tersebut.

Active and supportive knowledge Siswa secara aktif mengerjakan proyek mereka dalam kelompok,
construction dan belajar kepemimpinan, pemecahan masalah, berpikir kritis dan
kreatif sepanjang proyek.

Namun sayangnya, pembelajaran keterampilan dalam menyelesaikan proyek ini


sangat terbatas. Siswa berkomunikasi hampir 80 persen dalam Bahasa Indonesia hingga
proyek selesai. Guru seharusnya menggunakan kegiatan ini untuk mempromosikan
keterampilan berbicara siswa selama penyelesaian proyek mereka (Lightbown & Spada,
2013). Oleh karena itu, disimpulkan proyek ini dianggap mempromosikan pembelajaran
produktif bagi siswa, tetapi hasil yang ditampilkan untuk pembelajaran bentuk bahasa dasar
tidak dapat dilihat. Siswa hanya fokus menyelesaikan produk, bukan memperoleh
keterampilan bahasa. Dengan demikian, tujuan pembelajaran bahasa yang sebenarnya belum
tercapai dengan sukses di akhir pembelajaran.

4.2.3 Analisis Pelajaran 3 (Sekolah 1)


Pelajaran 3 adalah review kosakata yang digabungkan dari empat pelajaran
sebelumnya. Review dirancang seperti tes, sehingga kosakatanya sudah dikenal dan dipahami
oleh siswa, tetapi kalimat yang digunakan dari sumber belajar (CD) di mana anak-anak harus
mendengarkan untuk tes tidak otentik dan kontekstual, semuanya artifisial, tidak terlalu
bermakna bagi siswa. Oleh karena itu, siswa tidak sepenuhnya terlibat dalam aktivitas
tersebut (Ballantyne dan Packer, 2009). Tampak pada video 3 dari awal hingga akhir
pembelajaran, hanya sedikit siswa (di sebelah kursi guru) yang benar-benar aktif secara
kognitif. Lebih banyak anak sibuk dengan kertas mereka sendiri, karena mereka telah
melakukan tes ini sebelumnya di suatu tempat.

Tabel 13
Indikator Produktivitas dalam Pelajaran 3
Indikator Bukti kegiatan pembelajaran
Goal-oriented Tujuan pelajaran dinyatakan dalam buku teks dan guru mengetahui
tujuan ini.
Kosa kata yang dipelajari dalam tema tes listening dan lirik lagu
Authentic and reality based didasarkan pada pembelajaran kehidupan nyata. Namun
penggunaan materi tersebut belum dalam konteks yang sebenarnya.
Mereview kosakata sebelum tes listening, menerjemahkan dan
Active and supportive knowledge
mendiskusikan makna lirik lagu, dan mengulang kegiatan untuk
construction
siswa praktekkan dan pelajari.

33
Pelajaran telah kehilangan karakteristiknya yang menantang, dan siswa yang
mengerjakan tes tampaknya hanya untuk memenuhi instruksi guru (McKay, 2006). Tes
tersebut tampaknya hanya membantu siswa mengingat pengetahuan kosakata mereka secara
artifisial daripada memfasilitasi mereka mempelajari keterampilan bahasa secara
keseluruhan. Teori pembelajaran bahasa menyarankan bahwa pembelajaran kosakata perlu
dilakukan dalam penggunaan kontekstual bahasa (McKay, 2006), pembelajaran parsial atau
menghafal kosakata di luar penggunaan fungsional dalam komunikasi tidak akan membantu
peserta didik mempelajari bahasa secara efektif (Gulikers, Bastiaens dan Martens, 2005).
Mengingat pengetahuan kognitif tentang kosakata perlu dipraktekkan dalam kegiatan yang
bermakna agar siswa terbiasa dengan penggunaannya (Ballantyne dan Packer, 2009). Oleh
karena itu, meskipun pelajaran 3 menunjukkan tiga indikator pembelajaran produktif, namun
belum tentu dapat memfasilitasi anak dalam belajar bahasa secara produktif.

4.2.4 Analisis Pelajaran 4 (Sekolah 2)

Tabel 14
Indikator Produktivitas dalam Pelajaran 4
Indikator Bukti kegiatan pembelajaran
Goal-oriented Tujuan pelajaran dinyatakan dalam buku teks dan guru mengetahui
tujuan ini.
Authentic and reality based Kosakata yang dipelajari dalam tema "Antonym of the adjective"
didasarkan pada pembelajaran kehidupan nyata. Penggunaan materi
juga dalam konteks yang sebenarnya.
Motivating and engaging Siswa sangat senang dan antusias mengikuti sebagian besar
kegiatan pembelajaran. Hampir semua siswa mengikuti instruksi
guru seperti bernyanyi, menjawab pertanyaan, dan melakukan
kegiatan bersama.

Active and supportive knowledge Menggunakan teknik tanya jawab, dan pengulangan untuk
construction memperkenalkan topik “Antonym” dalam pelajaran. Guru juga
mendemonstrasikan kata-kata secara lisan dan fisik untuk dipelajari
siswa.
Tujuan pelajaran 4 dinyatakan dalam buku teks. Guru dapat mengetahui tujuan
tersebut, sehingga kegiatan dalam pembelajaran dilakukan untuk memenuhi tujuan tersebut.
Namun, siswa mungkin tidak menyadari tujuan ini karena guru tidak menjelaskan di awal
pelajaran.

Pada pelajaran 4 siswa belajar tentang antonim dari beberapa kata sifat. Kata-kata
yang dipilih untuk antonim didasarkan pada peristiwa kehidupan nyata (clean><dirty,
long><short, big><small, dll.) Guru memilih kata-kata ini karena siswa sudah mengenalnya,
sehingga siswa dapat mempraktikkan dan menggunakan kata-kata secara kontekstual dalam

34
kehidupan sehari-hari mereka. Sebagaimana dibahas dalam teori pembelajaran bahasa,
pembelajaran hendaknya dimulai dari apa yang telah diketahui atau dikenali siswa yang
disebut dengan skema. Krashen (1982) percaya bahwa formula untuk pembelajaran bahasa
yang efektif adalah “n + 1”. N berarti skema, pengetahuan dan keterampilan yang telah
diperoleh siswa, dan 1 adalah keterampilan atau kompetensi yang akan dipelajari siswa pada
pelajaran berikutnya.

Penggunaan TPR oleh guru, bertanya, menjawab, dan teknik pengulangan untuk
membantu siswa membangun pengetahuan mereka tentang kosakata yang dipelajari
tampaknya menarik, karena teknik ini berhasil memotivasi siswa untuk terlibat dalam
aktivitas. Hal ini terlihat jelas pada video 4 dimana siswa terlihat sangat senang, gembira dan
percaya diri dalam mengikuti proses pembelajaran. Guru dengan sabar membimbing siswa
untuk memberikan pola berulang untuk memastikan bahwa mereka mempelajari arti kata-
kata tersebut dengan efektif. Kegiatan ini memenuhi tiga indikator pembelajaran produktif:
otentik dan nyata, memotivasi dan menarik serta aktif dan mendukung (Slideshare, 2009;
Corte, 2004; dan Ballantyne & Packer, 2009).

Namun demikian, pengaruh kegiatan pembelajaran pada pelajaran 4 masih sulit


dikenali produktif, karena tidak ada kegiatan komunikasi nyata yang mencerminkan
penguasaan keterampilan bahasa siswa terkait dengan materi yang dilihat dari siswa. Selama
proses pembelajaran, siswa mempelajari arti dari kata-kata yang dipilih dalam Bahasa
Indonesia. Kemampuan siswa dalam menggunakan konsep atau bentuk bahasa setelah
pembelajaran tidak dapat dideteksi karena peneliti tidak memiliki waktu yang cukup untuk
mengamati tindak lanjut pembelajaran dalam situasi kehidupan nyata siswa. Meskipun
pembelajaran 4 memiliki empat indikator pembelajaran produktif, namun tujuan
pembelajaran belum diketahui dapat dicapai dan digunakan secara nyata oleh siswa, sehingga
masih kurang dikategorikan sebagai pembelajaran produktif.

4.2.5 Analisis Pelajaran 5 (Sekolah 2)


Seperti yang telah dibahas pada pelajaran sebelumnya, tujuan pelajaran 5 juga
dinyatakan dalam buku teks. Guru mengetahui tujuan ini, sehingga kegiatan dalam
pembelajaran dilakukan sesuai dengan tujuannya. Namun, siswa tidak menyadari tujuan
karena guru tidak mengulasnya di awal pelajaran.

Tabel 15
Indikator Produktivitas dalam Pelajaran 5
Indikator Bukti kegiatan pembelajaran

35
Goal-oriented Tujuan pelajaran dinyatakan dalam buku teks dan guru mengetahui
tujuan ini.
Authentic and reality based Kosakata yang dipelajari dalam tema "colour" didasarkan pada
pembelajaran kehidupan nyata. Penggunaan materi juga dalam
konteks yang sebenarnya.
Motivating and engaging Siswa terlihat senang dan antusias mengikuti sebagian besar
kegiatan pembelajaran dalam pembelajaran. Hampir semua siswa
mengikuti instruksi guru seperti bernyanyi, menjawab pertanyaan,
dan melakukan kegiatan secara berkelompok atau kelompok.

Active and supportive knowledge Menggunakan teknik tanya jawab, dan pengulangan untuk
construction memperkenalkan topik “colour” dalam pelajaran agar siswa dapat
belajar.
Pada pelajaran 5, siswa belajar tentang warna dan penanda digunakan sebagai
instrumen utama pembelajaran. Topik yang dipilih dan kegiatan pembelajaran adalah otentik
dan didasarkan pada realitas kehidupan siswa. Hal ini terlihat dari cara siswa belajar. Siswa
bebas mengungkapkan pemikirannya tentang kegiatan tersebut, misalnya siswa memilih
benda sendiri untuk menentukan warna tertentu dan aktif mengajukan pertanyaan kepada
guru jika menemukan benda dengan warna yang sebelumnya tidak mereka pelajari. Kegiatan
tersebut terdiri dari indikator pembelajaran produktif (Slideshare, 2009; Corte, 2004; dan
Ballantyne & Packer, 2009) seperti yang dijelaskan pada Tabel 15.

Kegiatan kuis juga menarik, seperti mendorong siswa untuk aktif bertanya dan
menjawab pertanyaan. Siswa menunjukkan keterlibatan, ambisi, dan kepercayaan diri mereka
dalam menghadapi tantangan dan berhasil dalam permainan kuis. Guru menggunakan
motivasi siswa, Q&A, dan teknik pengulangan untuk membangun pengetahuan bahasa siswa
dalam mempelajari bagaimana menggunakan kata-kata yang dipelajari secara kontekstual
(Slideshare, 2009; Corte, 2004; dan Ballantyne & Packer, 2009).

Namun seperti yang dijelaskan pada pelajaran 4 di atas, hasil nyata pembelajaran
yang dipengaruhi oleh kegiatan pada pelajaran 5 masih diragukan, karena pada akhir
pembelajaran siswa hanya dapat mengulang beberapa kalimat sederhana mengenai warna,
seperti “what colour is it? It’s red. I like pink. I don’t like black." Selain itu, siswa hanya
mempelajari arti kata (warna) dalam bahasa Indonesia. Siswa tampaknya tidak mengetahui
bahwa mereka telah dapat menggunakan kata-kata untuk tujuan komunikasi yang nyata. Oleh
karena itu, meskipun pembelajaran 5 secara teoritis menunjukkan empat indikator
pembelajaran produktif, namun tujuan pembelajaran belum dapat dikatakan telah tercapai
oleh siswa sebagaimana terlihat pada kenyataan; pelajaran 5 masih kurang dikategorikan
sebagai pembelajaran produktif.

4.2.6 Analisis Pelajaran 6 (Sekolah 2)

36
Tabel 16
Indikator Produktivitas dalam Pelajaran 6
Indikator Bukti kegiatan pembelajaran
Goal-oriented Tujuan pelajaran dinyatakan dalam buku teks dan guru mengetahui
tujuan ini.
Authentic and reality based Tema “Present Perfect Tense” didasarkan pada peristiwa kehidupan
nyata. Namun, beberapa materi dan kegiatan yang digunakan tidak
kontekstual.

Active and supportive knowledge Siswa diajari rumus “Present Perfect Tense”. Siswa juga bekerja
construction menyelesaikan latihan menulis dari buku teks, dan membuat
paragraf sederhana (kalimat) berdasarkan kegiatan kehidupan nyata
dalam bentuk “Present Perfect Tense”.

Tujuan pelajaran 6 juga dinyatakan dalam buku teks. Guru pasti sudah mempelajari
tujuan ini, sehingga kegiatan dalam pelajaran dirancang untuk mencapai tujuan tersebut.
Namun, tidak diketahui apakah siswa mengetahui tujuan ini karena guru tidak
menjelaskannya di awal pelajaran.

Pada pelajaran 6, siswa mempelajari Present Perfect Tense dengan rumusnya. Mereka
dilatih untuk menyusun kalimat dari rumus yang dijelaskan di papan tulis dan di buku teks.
Proses belajar mengajar tampaknya meniru strategi pengajaran gaya lama yang dipromosikan
oleh pendekatan berbasis tata bahasa, seperti Metode Penerjemahan Tata Bahasa atau
Pendekatan Audiolingual. Beberapa kalimat yang digunakan sebagai sampel selama tahap
penjelasan secara kontekstual menggambarkan penggunaan Present Perfect dalam kehidupan
nyata. Namun, dalam kegiatan praktik terlihat bahwa materi tersebut kurang otentik bagi
siswa. Misalnya dalam latihan menulis buku ajar dijelaskan tentang gaya hidup desa; Siswa
dibiasakan dengan kosakata teks dan konteks materi, sehingga mereka mengalami banyak
tantangan (misalnya kosakata asing, isi dan konteks) untuk menyelesaikan latihan menulis.
Pembelajaran semacam ini tampaknya tidak memberikan pengalaman belajar kepada siswa
yang dapat memfasilitasi mereka belajar secara produktif (Krashen, 1992). Aktivitas tersebut
dapat mendemotivasi daripada keaktifan belajar seperti yang dijelaskan oleh hipotesis "n + 1"
(Krashen, 1992).

Terlihat bahwa selama proses pembelajaran sebagian besar siswa kurang memahami
makna di balik tense yang mengatur kalimat. Mereka hanya fokus menyelesaikan latihan
menulis mengikuti rumus, tanpa mengetahui alasan penggunaan tense. Oleh karena itu, hasil
kegiatan pembelajaran pada pelajaran 6 dinilai belum tuntas. Di akhir pembelajaran, siswa
hanya mampu menyusun kalimat Present Perfect dari struktur rumus, tetapi siswa tampaknya

37
tidak mempelajari cara menggunakan tenses untuk komunikasi yang bermakna secara nyata.
Untuk mempromosikan pembelajaran produktif, kegiatan dalam pelajaran 6 membutuhkan
pengayaan praktik yang lebih komunikatif dan bermakna, memberikan siswa pengalaman
belajar terkait dengan penggunaan Present Perfect Tense dalam peristiwa kontekstual
(Gulikers, Bastiaens, & Martens, 2005).

4.2.7 Analisis Pelajaran 7 (Sekolah 2)


Seperti pada pelajaran sebelumnya, tujuan pelajaran 7 juga dinyatakan dalam buku ajar. Guru
harus mengetahui tujuan pembelajaran dan kegiatan dalam pembelajaran dilakukan untuk
memenuhi tujuan tersebut. Sementara itu, siswa mungkin belum mengetahui tujuan ini karena
guru tidak mengulasnya di awal pelajaran. Kegiatan pelajaran tampaknya dirancang untuk
latihan berbicara.

Tabel 17
Indikator Produktivitas dalam Pelajaran 7
Indikator Bukti kegiatan pembelajaran
Goal-oriented Tujuan pelajaran dinyatakan dalam buku teks dan guru mengetahui
tujuan ini.
Authentic and reality based Kosakata yang dipelajari dalam tema “Ask Someone to Help in the
Kitchen” adalah pembelajaran kehidupan nyata. Namun
penggunaan materi tersebut belum dalam konteks yang sebenarnya.
Motivating and engaging Sebagian besar siswa tampak terlibat aktif dalam sebagian besar
kegiatan pembelajaran. Hampir semua siswa mengerjakan instruksi
guru seperti menjawab pertanyaan, mendengarkan dan membaca
dialog dari buku pelajaran, dan melakukan kegiatan individu atau
kelompok.

Active and supportive knowledge Siswa diperkenalkan dengan aktivitas mendengarkan dan mereview
construction kosakata bersama. Siswa juga mempraktikkan keterampilan
mendengar dan membaca, mengerjakan latihan, dan melakukan
dialog secara berpasangan yang disediakan dalam buku pelajaran.
Pada pelajaran 7, siswa mempelajari frasa ‘Ask Someone to elp in the Kitchen”. Para
siswa belajar bagaimana melafalkan frase dari mendengarkan audio CD dan membaca dialog
di buku teks.

Pada dasarnya topik yang dipelajari didasarkan pada kegiatan kehidupan nyata,
namun karena dilakukan di dalam kelas (bukan di dapur) pembelajaran menjadi artifisial.
Kegiatannya juga dibatasi karena hanya mencakup frase-frase yang bergantung pada buku
teks. Ada banyak kegiatan yang sebenarnya dapat dikembangkan untuk topik ini untuk
meningkatkan keterampilan berbicara siswa.

Hal itu terlihat pada rekaman video, selama pembelajaran hampir seluruh siswa aktif
mengerjakan latihan latihan dialog. Mereka mampu mengikuti instruksi guru dan dengan
penuh semangat menyelesaikan kegiatan belajar mereka (Ballantyne & Packer, 2009). Hal ini

38
terjadi karena siswa tertarik dengan topik tersebut, karena topik tersebut berbicara tentang
keseharian mereka (Gulikers, Bastiaens, & Martens, 2005). Namun, siswa tidak memiliki
cukup waktu dan kesempatan untuk berlatih dalam kegiatan yang lebih bermakna (seperti
bertanya atau mendiskusikan topik) karena terbatasnya waktu yang tersedia, hanya 30 menit
(Slideshare, 2009). Akibatnya, kegiatan pembelajaran pada pelajaran 7 dinilai kurang dan
belum dapat memfasilitasi siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran secara utuh. Di akhir
pelajaran, siswa hanya belajar melafalkan ungkapan dengan benar dan bagaimana ungkapan
tersebut dapat digunakan dalam konteks kehidupan nyata, tetapi mereka belum
berpengalaman menggunakan ungkapan tersebut untuk tujuan komunikasi yang nyata dan
bermakna. Oleh karena itu, kegiatan dalam pelajaran 7 nampaknya membutuhkan elaborasi
ke dalam praktek konteks nyata yang bermakna bagi siswa untuk mengalami dan mendorong
pembelajaran bahasa yang produktif (Corte, 2000 dan Corte, et.al., 2004).

4.3 Ringkasan
Ketujuh pelajaran bersama dengan kegiatan belajar mereka telah didiskusikan.
Terlihat bahwa setiap pelajaran dan kegiatannya hampir sama. Tidak ada pembelajaran yang
menunjukkan enam indikator pembelajaran produktif secara keseluruhan, terutama indikator
5 dan 6 tidak ditemukan pada pembelajaran yang diamati. Hanya empat pembelajaran dan
aktivitasnya yang menunjukkan empat indikator, yaitu pembelajaran 2, pembelajaran 4,
pembelajaran 5 dan pembelajaran 7.

Meskipun pembelajaran tersebut ternyata menunjukkan empat indikator yang berarti


“produktif” seperti yang dijelaskan dan diusulkan pada Tabel 10, namun pembelajaran
tersebut masih belum dapat memfasilitasi peserta didik muda untuk melakukan pembelajaran
produktif, karena masih minimnya aspek yang mendorong pembelajaran menjadi produktif.
Beberapa diantaranya masih kekurangan waktu, alat, instrumen, dan fasilitas, sehingga
praktik kontekstual menyebabkan pembelajaran kurang bermakna yang pada akhirnya
mengakibatkan pembelajaran tidak produktif. Oleh karena itu, dalam pembelajaran yang
terdiri dari beberapa kegiatan dan menunjukkan indikator pembelajaran produktif, diperlukan
aspek lain agar benar-benar produktif. Analisis pembelajaran yang dipaparkan di atas
membutuhkan lebih banyak pembahasan, terutama yang berkaitan dengan usia anak, sosial
emosional, minat dan motivasi siswa.

Tak satu pun dari tujuh pelajaran yang diamati memenuhi semua indikator lengkap
pembelajaran produktif. Artinya, belum ada pelajaran yang memiliki peringkat pelajaran
yang sangat produktif untuk memfasilitasi siswa SD dalam pembelajaran. Temuan ini

39
menginformasikan kepada guru profesional untuk mempertimbangkan dengan teliti dan
serius jenis kegiatan pembelajaran yang dapat membantu siswa belajar secara efektif.

Tabel 18
Kehadiran Indikator dalam 7 Pelajaran yang Diamati
TUJUH KELAS YANG DIAMATI
1 2 3 4 5 6 7

1. Goal-oriented ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

2. Authentic and reality-based ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

3. Motivating and engaging ✕ ✓ ✕ ✓ ✓ ✕ ✓

4. Active and supportive


✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
knowledge construction

5. Self-regulated ✕ ✕ ✕ ✕ ✕ ✕ ✕

6. Reflective ✕ ✕ ✕ ✕ ✕ ✕ ✕

40
5. Kesimpulan dan Saran
5.1 Simpulan
Penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan penelitian sebagaimana yang
dikemukakan pada Bab 1 dan Bab 4 sebagai berikut:

1) Kegiatan pembelajaran apa yang dominan dilakukan anak dalam pembelajaran di sekolah
dasar? dan;
2) Bagaimana kegiatan tersebut memfasilitasi pembelajaran yang produktif bagi siswa SD?
Jawaban atas pertanyaan penelitian 1 telah dibahas, yaitu semua pelajaran yang
diamati sebagai sampel kegiatan pembelajaran di sekolah diambil sebagai sampel
pembelajaran. Ketujuh pelajaran ini dapat menyajikan paling banyak kegiatan pembelajaran
yang dilakukan oleh siswa karena sekolah menggunakan buku mata pelajaran tetap yang
memandu guru untuk menangani pengajaran kepada anak-anak didik di sekolah. Guru
mengikuti isi buku pelajaran yang dapat dikatakan bahwa pola belajar mengajar tidak banyak
berubah, kecuali guru merancang kegiatan pelengkap untuk buku-buku tersebut. Oleh karena
itu, dengan mengambil sampel kegiatan yang mengandung pola pembelajaran berulang akan
memberikan sampel yang representatif untuk sebagian besar kegiatan yang dilakukan oleh
peserta didik.

Jawaban pertanyaan penelitian nomor 2 adalah memutuskan bagaimana kegiatan


dalam 7 pelajaran yang diamati tersebut memfasilitasi siswa untuk melakukan pembelajaran
produktif. Hal tersebut telah dibahas pada Bab 4. Pembahasan didasarkan pada indikator
pembelajaran produktif yang dikemukakan oleh beberapa penulis yang dirangkum menjadi 6
indikator. Peneliti mencoba mengkategorikan indikator menjadi tiga kelompok yang
meratakannya menjadi: sangat produktif, produktif dan kurang produktif seperti terlihat pada
Tabel 10. Ketujuh pelajaran telah dianalisis dan dirangkum dalam Tabel 18. Berdasarkan
Tabel 10, tiga pelajaran (pelajaran 1, pelajaran 3) dan pelajaran 6) dapat dikategorikan kurang
produktif karena hanya menunjukkan 3 indikator pembelajaran produktif. Pelajaran 2,
pelajaran 4, pelajaran 5 dan pelajaran 7 dikategorikan produktif karena menunjukkan 4
indikator pembelajaran produktif. Namun, pelajaran dan kegiatan mereka masih perlu lebih
banyak perbaikan dan pengayaan dari segi kuantitas dan kualitas kegiatan, konteks, isi, minat
siswa agar dapat sepenuhnya memfasilitasi anak-anak SD yang belajar secara produktif.

5.2 Saran

41
Studi ini mengungkap beberapa karakteristik pembelajaran produktif dan kegiatan
belajar yang diberikan oleh empat guru di dua sekolah dasar. Artinya secara kuantitatif data
yang merepresentasikan kegiatan pembelajaran kecil dan temuannya tidak boleh
digeneralisasikan ke dalam konteks lain atau sekolah lain. Temuan penelitian ini terbatas
pada sampel yang diambil dari sekolah terpilih.

Untuk data yang lebih lengkap, analisis dan implikasi yang lebih luas, peneliti
selanjutnya perlu mengumpulkan lebih banyak kegiatan yang mewakili wilayah yang lebih
luas, dengan melibatkan lebih banyak guru dan sekolah sehingga tingkat validitas temuan
studi dapat ditingkatkan.

Calon guru perlu benar-benar memikirkan jenis kegiatan belajar yang dapat
memfasilitasi anak belajar secara produktif. Guru tanpa menyadari masalah ini, tidak akan
dapat membantu siswa belajar secara efektif dalam konteks kelas.

Bagi calon guru, temuan penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk
memperkaya wawasan mereka dalam memahami proses belajar mengajar yang dapat
menginformasikan praktik masa depan mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
meskipun terdapat beberapa indikator pembelajaran produktif dalam kegiatan pembelajaran,
namun masih belum dapat menjamin dapat memfasilitasi pembelajaran berlangsung secara
produktif. Oleh karena itu, guru profesional perlu memastikan bahwa semua indikator
pembelajaran produktif hadir dalam praktik mereka.

Penemuan ini juga memiliki beberapa implikasi penting bagi pendidikan dan
pelatihan guru dan institusi pendidikan. Ini dapat menginformasikan pengembangan lembaga
kurikulum, misalnya apa yang seharusnya menjadi isi kurikulum, dan bagaimana itu harus
diterapkan untuk membantu calon guru memiliki pemahaman yang lebih baik dalam
pembelajaran produktif dan bagaimana mereka dapat mempersiapkan diri untuk menjadi guru
EFL yang efektif bagi pelajar SD.

42
DAFTAR PUSTAKA

Ajeet, R. (2010, 07). National Curriculum Framework for Teacher Education (2010):
Deciphering the Epistemological Assumptions. Retrieved 10 21, 2019, from Research
Gate:
https://www.researchgate.net/publication/326110334_National_Curriculum_Framewo
rk_for_Teacher_Education_2010_Deciphering_the_Epistemological_Assumptions
Ansyari, M. (2014). A Productice Learning Environment: A Brief Overview. Journal of
Education and Islamic Studies, 19-30.
Ballantyne, R. &. (2009). Introducing A Fifth Pedagogy: Experience-Based Strategies For
Facilitating Learning in Natural Environments. Environmental Education Research,
243 - 262.
Brumfit, C. (1991). Teaching English to Children: From Practice to Principle. Harlow:
Longman.
Cameron, L. (2001). Teaching Languages to Young Learners. Cambridge: Cambridge
University Press.
Cameron, L. (2005). Teaching Languages to Young Learners. Cambridge : Cambridge
University Press.
Cannon, R. (2000). Guide to Support the Implementation of the Learning and Teaching Plan
Year 2000. Australia: The University of Adelaide.
Cooper, & James, M. (2010). Classroom Teaching Skills. Boston, New York: Houghton.
Corte, E. D. (2004). The CLIA-model: A Framework for Designing Powerful Learning
Environments for Thinking and Problem Solving. European Journal of Psychology of
Education, 365-384.
Creswell, J. W. (2014). Research Design : Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches. United States of America: SAGE Publications, Inc.
Curtain, H. &. (2010). Languages and Children: Making the Match, New Languages for
Young Learners, Graders K-8. Boston: Pearson.
Eklavya. (2010). An Initiative of NIOS Towards Massive Open Online Course. Retrieved
from National Institute of Open Schooling:
http://mooc.nios.ac.in/mooc/pluginfile.php?file=/11948/course/summary/UNIT4-
LEARNER_AND_LEARNINGCENTRED.pdf
Gulikers, J. T. (2005). The Surplus Value of an Authentic Learning Environment. Computers
in Human Behavior, 509-521.
Harmer, J. (2010). How to Teach English. Harlow, Essex: Pearson Education Ltd.
Krashen, S. (1982). Principles and Practice in Second Language Acquisition. Los Angeles:
Pergamon Press Inc.
Krashen, S. (1992). Fundamental of Language Education. Torrance,CA: Laredo Publishing.
Lightbown, P. M. (2013). How languages are Learned. Oxford: Oxford University Press.
Lightbown., P., & N, S. (1999). How Languages are Learned. Oxford: Oxford University
Press.

43
Linkedln Corporation. (2009, 12 6). Retrieved 10 21, 2019, from Slideshare.net:
https://www.slideshare.net/guest467439/motivation-2662478?from_action=save
McCombs, B., & Whistler, J. (1997). The Learner Centered Classroom and School:
Strategies for Increasing Student's Motivation and Achievement. San Francisco:
Jossey-Bass Publishers.
McKay, P. (2006). Assessing Young Language Learners. Cambridge: Cambridge University
Press.
Newmann, F. M. (1993). Five Standards of Authentic Instruction. Educational Leadership, 8-
12.
Peltier, J. W. (2005). The Reflective Learning Continuum: Reflecting on Reflection. Journal
of Marketing Education, 250-263.
Richards, J. C. (2001). Approaches and Methods in Language teaching: A Description and
Analysis. Cambridge: Cambirdge University Press.
Rogers, C. (1983). As a Teacher, Can I be Myself? Ohio: Charles E. Merrill.
Shuell, T. J. (1988). The Role of the Student in Learning From Instruction. Contemporary
Educational Psychology, 276-295.
Smith, A. H. (2009). Language Learning in Adulthood: Why Some Have More Trouble Than
Others. Stanford: Stanford University.
Smith, H. W. (1981). Strategies of Social Research. Englewood Cliff: Prentice Hall.
Sugerman, D. A. (2000). Reflective Learning: Theory and Practice. United States of
America: Kendall/Hunt Publishing Company.
Weimer, M. (2002). Learner-Centered Teaching. San Francisco: Jossey-Bass.

44
45

Anda mungkin juga menyukai