Anda di halaman 1dari 52

MODUL KEPERAWATAN

KONSEP CEDERA KEPALA


RINGAN, SEDANG
Stase Keperawatan Gadar & Kritis

Disusun Oleh:
LULU MEILINA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
JNR0200040
Jl. Lingkar Kadugede No.02 Kuningan-Jawa Barat
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi, karena atas rahmat dan
berkah-Nya lah saya dapat menyelesaikan modul yang berjudul “Modul
Keperawatan: Konsep Cedera Kepala Ringan, Sedang Blok Neurologi Stase
Keperawatan Gadar & Kritis”.
Modul yang telah saya buat ini untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah keperawatan gawat darurat dan kritis di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Kuningan (STIKKU). Dalam menyusun modul ini, saya mendapat bimbingan,
motivasi, hingga bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu, saya ingin
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Ns. Yana Hendriana, M.Kep, selaku koordinator departemen


Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis
2. Bapak Ns. Moch. Didik Nugraha, S.Kep, selaku dosen pembimbing
departemen Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis
“Tiada Gading yang Tak Retak” oleh sebab itu, kritik dan saran untuk
penyempurnaan modul ini akan saya terima dengan senang hati. Mudah-mudah
modul ini bisa bermanfaat bagi pengembangan diri penulis dan pembaca.

Kuningan, Juli 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................... i

Daftar Isi ................................................................................................ ii

I. Tujuan Umum ................................................................................... 1

II. Tujuan Khusus .................................................................................. 1

III. Anatomi Fisiologi ............................................................................. 2

IV. Konsep cedera kepala

A. Definisi ........................................................................................ 7

B. Etiologi ........................................................................................ 8

C. Manifestasi Klinis ....................................................................... 10

D. Klasifikasi ................................................................................... 12

E. Patofisiologi dan Pathway ........................................................... 14

F. Komplikasi .................................................................................. 17

G. Pemeriksaan Penunjang .............................................................. 17

H. Penatalaksanaan ......................................................................... 19

I. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian ............................................................................. 21

2. Diagnosa Keperawatan ......................................................... 30

3. Intervensi ............................................................................... 31

4. Implementasi ......................................................................... 41

ii
5. Evaluasi ................................................................................. 41

V. Berpikir Kritis

A. Studi Kasus ................................................................................ 41

B. Pertanyaan .................................................................................. 42

VI. Keterampilan Klinik .......................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 47

iii
Modul Keperawatan |1

MODUL KEPERAWATAN
KONSEP CEDERA KEPALA RINGAN, SEDANG BLOK NEUROLOGI
STASE KEPERAWATAN GADAR & KRITIS
PROGRAM PROFESI NERS STIKKU

I. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan tugas modul ini mahasiswa mampu memahami dan
menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala ringan,
sedang

II. Tujuan Khusus


1. Menguraikan anatomi dan fisiologi sistem neurologi
2. Menjelaskan konsep cedera kepala ringan, sedang meliputi: definisi,
etiologi, manifestasi klinis, klasifikasi, patofisiologi, komplikasi,
pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan
3. Menjelaskan pengkajian pada klien dengan cedera kepala ringan, sedang
4. Merumuskan diagnosa keperawatan dengan cedera kepala ringan, sedang
5. Menyusun rencana asuhan keperawatan
6. Mengimplemntasikan rencana keperawatan
7. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan
8. Mendemonstrasikan pengkajian fisik pada sistem neurologi
Modul Keperawatan |2

III. Anatomi Fisiologi

A. Anaomi Sistem Neurologi

Gambar 1. Anatomi Fisiologi Kepala

a. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu Skin atau
kulit, Connective tissue atau jaringan penyambung, Aponeurosis atau
galea aponereutika, Loose connective tissue atau jaringan penunjang
longgar dan Pericranium. Kulit kepala memiliki banyak pembuluh
darah sehingga perdarahan akibat liseran kulit kepala akan
menyebabkan banyak kehilangan darah, terutama pada bayi dan anak-
anak.
b. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis krani. Tulang
tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal
dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis,
namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak
rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat
proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3
fosa yaitu: fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat
temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak
serebelum.
Modul Keperawatan |3

Struktur tulang yang menutupi dan melindungi otak, terdiri dari tulang
kranium dan tulang muka. Tulang kranium terdiri dari 3 lapisan:
lapisan luar, diploe dan lapisan dalam. Lapisan luar dan dalam
merupakan struktur yang kuat sedangkan diploe merupakan struktur
yang menyerupai busa. Lapisan dalam membentuk rongga / fosa: fosa
anterior (didalamnya terdapat lobus frontalis), fosa tengah (berisi
lobus temporalis, parietalis, oksipitalis), fosa posterior (berisi otak
tengah dan sereblum).
c. Lapisan pelindung otak / Meninges
Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter, arakhnoid dan
piameter.
1) Durameter ( lapisan sebelah luar )
Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat
tebal dan kuat. Durameter ditempat tertentu mengandung rongga
yang mengalirkan darah vena ke otak.
2) Arakhnoid (lapisan tengah)
Merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dengan
piameter membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan
otak yang meliputi susunan saraf sentral.
3) Piameter (lapisan sebelah dalam)
Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan
otak, piameter berhubungan dengan araknoid melalui struktur-
struktur jaringan ikat yang disebut trabekel (Ganong, 2002
dalam Gabriella, 2019).
d. Otak

Gambar 2. Otak
Modul Keperawatan |4

Otak terbagi menjadi 3 bagian utama, yaitu:


1) Sereblum
Sereblum merupakan bagian otak yang terbesar dan paling
menonjol. Disini terletak pusat-pusat saraf yang mengatur
semua kegiatan sensorik dan motorik, juga mengatur proses
penalaran, ingatan dan intelegensia. Sereblum dibagi menjadi
hemisfer kanan dan kiri oleh suatu lekuk atau celah dalam yang
disebut fisura longitudinalis mayor. Bagian luar hemisferium
serebri terdiri dari substansial grisea yang disebut sebagai kortek
serebri, terletak diatas substansial alba yang merupakan bagian
dalam (inti) hemisfer dan dinamakan pusat medulla. Kedua
hemisfer saling dihubungkan oleh suatu pita serabut lebar yang
disebut korpus kalosum. Di dalam substansial alba tertanam
masa substansial grisea yang disebut ganglia basalis. Pusat
aktifitas sensorik dan motorik pada masingmasing hemisfer
dirangkap dua, dan biasanya berkaitan dengan bagian tubuh
yang berlawanan. Hemisferium serebri kanan mengatur bagian
tubuh sebelah kiri dan hemisferium kiri mengatur bagian tubuh
sebelah kanan.
Konsep fungsional ini disebut pengendalian kontra lateral.
Setiap hemisfer dibagi dalam lobus dan terdiri dari 4, yaitu:
a) Lobus Frontalis : Kontrol motorik gerakan volunteer,
terutama fungsi bicara, kontrol berbagai emosi, moral
tingkah laku dan etika.
b) Lobus Temporal :Pendengaran, keseimbangan, emosi dan
memori.
c) Lobus Oksipitalis : Visual senter, mengenal objek.
d) Lobus Parietalis : Fungsi sensori umum, rasa (pengecapan)
2) Otak tengah
3) Otak belakang
Modul Keperawatan |5

Menurut Suzanne C Smeltzer (2001) dalam Gabriella (2019),


Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas
sampai batang otak karna edema otak atau pendarahan otak.
Kerusakan nervus yaitu :
a) Nervus Alfaktorius ( Nervus Kranialis I )
Nervus alfaktorius menghantarkan bau menuju otak dan
kemudian diolah lebih lanjut. Dengan mata tertutup dan
pada saat yang sama satu lubang hidung ditutup, penderita
diminta membedakan zat aromatis lemah seperti vanila,
cau de cologne, dan cengkeh. Fungsi saraf pembau.
b) Nervus Optikus (Nervus Kranialis II)
Nervus optikus menghantarkan impuls dari retina menuju
plasma optikum, kemudian melalui traktus optikus menuju
korteks oksipitalis untuk dikenali dan diinterpretasikan.
Fungsi: Bola mata untuk penglihatan.
c) Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis III)
Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital (otot
penggerak bola mata). Fungsi sebagai penggerak bola
mata.
d) Nervus Troklearis (Nervus Kranialis IV)
Sifatnya motorik, fungsi memutar mata, sebagai
penggerak mata.
e) Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V)
Nervus Trigeminus membawa serabut motorik maupun
sensorik dengan memberikan persarafan ke otot temporalis
dan maseter, yang merupakan otot-otot pengunyah.
Nervus trigeminus dibagi menjadi 3 cabang utama:
(1) Nervus oftalmikus sifatnya motorik dan sensorik.
Fungsi: Kulit kepala dan kelopak mata atas.
(2) Nervus maksilaris sifatnya sensorik. Fungsi :
Rahang atas, palatum dan hidung.
Modul Keperawatan |6

(3) Nervus mandibularis sifatnya motorik dan sensorik.


Fungsi : Rahang bawah dan lidah.
f) Nervus Abdusen (Nervus Kranialis VI)
Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital. Fungsi:
Sebagai saraf penggoyang bola mata.
g) Nervus Facialis (Nervus Nervus Kranialis VII)
Sifatnya motorik dan sensorik, saraf ini membawa serabut
sensorik yang menghantar pengecapan bagian anterior
lidan dan serabut motorik yang mensarafi semua otot
ekspresi wajah, termasuk tersenyum, mengerutkan dahi
dan menyeringai. Fungsi: Otot lidah menggerakkan lidah
dan selaput lendir rongga mulut.
h) Nervus Auditorius (Nervus Kranialis VIII)
Sifatnya sensorik, mensarafi alat pendengar membawa
rangsangan dari pendengaran dari telinga ke otak.
Fungsinya: Sebagai saraf pendengar.
i) Nervus Glosofaringeus (Nervus Kranialis IX)
Sifatnya majemuk, mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf
ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
j) Nervus Vagus (Nervus Kranialis X).
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mengandung
saraf-saraf motoric, sensorik dan parasimpatis faring,
laring, paru-paru, esofagus, gaster intestinum minor,
kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen. Fungsinya
sebagai saraf perasa.
k) Nervus Assesoris (Nervus Kranialis XI).
Saraf ini mensarafi muskulus sternocleidomastoid dan
muskulus trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan.
l) Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII)
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf
lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung.
Modul Keperawatan |7

4) Tekanan Intra Kranial (TIK)


Tekanan intra kranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan
otak, volume darah intrakranial dan cairan serebrospiral di
dalam tengkorak pada 1 satuan waktu. Keadaan normal dari TIK
bergantung pada posisi pasien dan berkisar ± 15mmHg. Ruang
kranial yang kalua berisi jaringan otak (1400gr), Darah (75 ml),
cairan serebrospiral (75ml), terhadap 2 tekanan pada 3
komponen ini selalu berhubungan dengan keadaan
keseimbangan Hipotesa Monro- Kellie menyatakan : Karena
keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak,
adanya peningkatan salah satu dari komponen ini menyebabkan
perubahan pada volume darah serebral tanpa adanya perubahan,
TIK akan naik. Peningkatan TIK yang cukup tinggi
menyebabkan turunnya batang otak (Herniasi batang otak) yang
berakibat kematian.

IV. Cedera Kepala


A. Definisi
Cedera Kepala adalah trauma mekanik pada kepala secara
langsung maupun tidak langsung dapat mengganggu fungsi
neurologis, diantaranya gangguan kognitif, fisik, dan psikososial
secara temporer maupun permanen (Ramadhan, dkk. 2020). Cedera
kepala merupakan suatu proses terjadinya cedera langsung maupun
deselerasi terhadap kepala yang dapat menyebabkan kerusakan
tengkorak dan otak (Pierce dan Nail, 2014). Cedera kepala merupakan
cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak. Cedera
kepala menjadi penyebab utama kematian disabilitas pada usia muda.
Penderita cedera kepala seringkali mengalami edema serebri yaitu
akumulasi kelebihan cairan di intraseluler atau ekstraseluler ruang
otak atau perdarahan intrakranial yang mengakibatkan meningkatnya
tekanan intrakranial. (Morton, 2012).
Modul Keperawatan |8

Cedera kepala adalah trauma kepala dengan GCS 15 (sadar


penuh) tidak ada kehilangan kesadaran, mengeluh pusing, nyeri kepala
hematoma abrasi dan laserasi (Mansjoer, 2009). Menurut Brain Injury
Assosiation of America, Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada
kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Berdasarkan tingkat keparahannya, cedera kepala dibagi
menjadi tiga, yaitu cedera kepala ringan, sedang, berat. Cedera kepala
ringan merupakan cedera kepala yang dapat menyebabkan gangguan
sementara pada fungsi otak. Penderita dapat merasa mual, pusing,
linglung, atau kesulitan mengingat untuk beberapa saat. Penderita
cedera kepala sedang juga dapat mengalami kondisi yang sama,
namun dalam waktu yang lebih lama. Bagi penderita cedera kepala
berat, potensi komplikasi jangka panjang hingga kematian dapat
terjadi jika tidak ditangani dengan tepat. Perubahan perilaku dan
kelumpuhan adalah beberapa efek yang dapat dialami penderita
dikarenakan otak mengalami kerusakan, baik fungsi fisiologisnya
maupun struktur anatomisnya (Saputra, 2017).

B. Etiologi
Menuurut Nurarif, AH & Kusuma, H (2015) mekanisme cidera
kepala meliputi Cedera Akselerasi, Deselersi, Akselerasi-Deselerasi,
Coup-Countre Coup, dan Cedera Rotasional.
1. Cedera Akselerasi
Tejadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak
bergerak (misal, alat pemukul menghantam kepala atau peluru
yang ditembakkan ke kepala).
2. Cedera Deselerasi
Modul Keperawatan |9

Terjadi jika kepala bergerak membentur objek diam, seperti


pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur
kaca depan mobil.
3. Cedera Akselerasi-Deselerasi
Sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor dan
kekerasan fisik.
4. Cedera Coup-Countre Coup
Terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak bergerak
dalam ruang cranial dan denga kuat mengenai area tulang
tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertamakali
terbentur. Sebagai contoh pasien dipukul dibagian belakang
kepala.
5. Cedera Rotasional
Terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak berputar di
dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau
robeknya neuron dalam substansi alba serta robeknya pembuluh
darah yang menfiksasi otak dengan bagian dalam rongga
tengkorak.

Menurut Taqiyyah Bararah, M Jauhar (2013). Penyebab utama


terjadinya cedera kepala adalah sebagai berikut:
1. Kecelakaan lalu lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kendaraan
bermotor bertabrakan dengan kendaraan yang lain atau benda
lain sehingga menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada
pengguna jalan raya.
2. Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefenisikan sebagai (terlepas) turun atau
meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik
ketika masih di gerakkan turun turun maupun sesudah sampai ke
tanah.
M o d u l K e p e r a w a t a n | 10

3. Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan di defenisikan sebagai suatu perihal
atau perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan
cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan
fisik pada barang atau orang lain (secara paksa).
Beberapa mekanisme yang timbul terjadi cedera kepala adalah
seperti translasi yang terdiri dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi
apabila kepala bergerak ke suatu arah atau tidak bergerak dengan tiba-
tiba suatu gaya yang kuat searah dengan gerakan kepala, maka kepala
akan mendapat percepatan (akselerasi) pada arah tersebut.

Menurut Andra Saferi Wijaya, Yessie Mariza Putri (2013). Ada


2 macam penyebab cedera kepala yaitu:
1. Trauma tajam
Adalah trauma oleh benda tajam yang menyebabkan cedera
setempat dan menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal
meliputi Contusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak
sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak
atau hernia.
2. Trauma tumpul
Adalah trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera
menyeluruh (difusi). Kerusakannya menyebar secara luas dan
terjadi dalam 4 bentuk: cedera akson, kerusakan otak hipoksia,
pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada
otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer
cerebral, batang otak atau kedua-duanya.

C. Manifestasi Klinis
Menurut Saputra (2017), menyebutkan bahwa manifestasi klinis
untuk cedera kepala ringan:
M o d u l K e p e r a w a t a n | 11

1. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun untuk beberapa


saat kemudian sembuh.
2. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.
3. Mual atau muntah.
4. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.
5. Perubahan kepribadian diri.
6. Letargik
Adapun manifestasi klinis untuk yang cedera kepala berat,
diantarnya:
1. Gejala atau tanda-tanda kardinal yang menunjukkan
peningkatan di otak menurun atau meningkat.
2. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).
3. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi
pernapasan).
4. Apabila meningkatnya tekanan intracranial terdapat pergerakan
atau posisi abnormal ekstermitas.

Menurut Andra Saferi Wijaya & Yessie Mariza Putri (2013),


menyebutkan beberapa manifestasi klinis cedera kepala:
1. Cedera kepala ringan-sedang
a. Disorientai ringan
b. Amnesia post trauma
c. Hilang memori sesaat
d. Sakit kepala
e. Mual dan muntah
f. Vertigo dalam perubahan posisi
g. Gangguan pendengaran
2. Cerdera kepala sedang-berat
a. Oedema pulmonal
b. Kejang
c. Infeksi
M o d u l K e p e r a w a t a n | 12

d. Tanda herniasi otak


e. Hemiparise
f. Gangguan akibat saraf cranial

D. Klasifikasi
Menurut Nurarif, AH & Kusuma, H (2015) Cedera kepala di bagi
menjadi beberapa klasifikasi, diantaranya:
1. Berdasarkan berat ringan nya (Glasgown Coma Scale)
a. Cedera Kepala ringan/minor
1) GCS 14-15
2) Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi
kurang dari 30 menit
3) Tidak ada faktur tengkorak
4) Tidak ada kontusia serebral, hematoma
b. Cedera kepala sedang
1) GCS 9-13
2) Kehilangan kesadaran, amnesia lebih dari 30 menit
tetapi kurang dari 24 jam
3) Dapat mengalami faktur tengkorak
4) Diikuti kontusia serebral, laserasi, dan hematoma
intrakranial
c. Cedera kepala berat
1) GCS 3-8
2) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih
dari 24 jam
3) Juga meliputi kontusia serebral, laserasi, dan
hematoma intrakranial

Glasgown Coma Scale


Dewasa Respon Bayi dan anak-anak
Buka Mata (Eye)
Spontan 4 Spontan
Berdasarkan perintah 3 Berdasarkan suara
M o d u l K e p e r a w a t a n | 13

verbal
Berdasarkan rangsang 2 Berdasarkan
nyeri rangsang nyeri
Tidak memberi respon 1 Tidak memberi
respon
Respon Verbal
Orientasi baik 5 Senyum. Orientasi
terhadap obyek
Percakapan kacau 4 Menangis tetapi
dapat ditenangkan
Kata-kata kacau 3 Menangis dan tidak
dapat ditenangkan
Mengerang 2 Mengerang dan
agitatif
Tidak memberi respon 1 Tidak memberi
respon
Respon Motorik
Menurut perintah 6 Aktif
Melokalisir 5 Melokalisir
rangsangan nyeri rangsangan nyeri
Menjauhi rangsangan 4 Menjauhi
nyeri rangsangan nyeri
Fleksi abnormal 3 Fleksi abnormal
Ekstensi abnormal 2 Ekstensi abnormal
Tidak memberi respon 1 Tidak memberi
respon
Sumber: Nurarif, AH & Kusuma, H (2015)

Skor 14-15 12-13 11-12 8-10 <5


Kondisi Compos Apatis Somnolen Stupor Koma
Mentis
Sumber: Nurarif, AH & Kusuma, H (2015)
2. Berdasarkan patologi
a. Cedera kepala primer
Merupakan akibat cedera awal. Cedera awal menyebabkan
gangguan integritas fisik, kimia, dan listrik dari sel diarea
tersebut, yang menyebabkan kematian sel.
b. Cedera kepala sekunder
Cedera ini merupakan cedera yang menyebabkan
kerusakan otak lebih lanjut yang terjadi setelah trauma
M o d u l K e p e r a w a t a n | 14

sehingga meningkatkan TIK yang tak terkendali, meliputi


respon fisiologis cedera otak, termasuk edema serebral,
perubahan biokimia, dan perubahan hemodinamika
serebral, iskemia serebral, hipotensi sistemik, dan infeksi
lokal atau sitemik.
3. Berdasarkan jenis cedera
a. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang
tengkorak dan laserasi duameter. Trauma yang menembus
tengkorak dan jaringan otak.
b. Cedera kepala tertutup dapat disamakan pada pasien
dengan gegar otak ringan dengan cedera serebral yang
luas.

E. Patofisologi dan Pathway


Menurut Gabriella (2019), menjelaskan bahwa otak di lindungi
dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang membungkusnya.
Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang membuat kita seperti
adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan.
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala.. Lesi
pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar dan dalam rongga kepala.
Lesi jaringan luar terjadi pada kulit kepala dan lesi bagian dalam
terjadi pada tengkorak, pembuluh darah tengkorak maupun otak itu
sendiri. Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis
keadaan, yaitu :
1. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak.
2. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam.
3. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda
yang lain dibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).
Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera
M o d u l K e p e r a w a t a n | 15

kepala diterangkan oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak,


deformasi tengkorak, pergeseran otak dan rotasi otak.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre
coup dan coup. Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi
kapan saja pada orang-orang yang mengalami percepatan pergerakan
kepala. Cedera kepala pada coup disebabkan hantaman pada otak
bagian dalam pada sisi yang terkena sedangkan contre coup terjadi
pada sisi yang berlawanan dengan daerah benturan. Kejadian coup dan
contre coup dapat terjadi pada keadaan. Keadaan ini terjadi ketika
pengereman mendadak pada mobil/motor. Otak pertama kali akan
menghantam bagian depan dari tulang kepala meskipun kepala pada
awalnya bergerak ke belakang. Sehingga trauma terjadi pada otak
bagian depan. Karena pergerakan ke belakang yang cepat dari kepala,
sehingga pergerakan otak terlambat dari tulang tengkorak, dan bagian
depan otak menabrak tulang tengkorak bagian depan.
Pada keadaan ini, terdapat daerah yang secara mendadak terjadi
penurunan tekanan sehingga membuat ruang antara otak dan tulang
tengkorak bagian belakang dan terbentuk gelembung udara. Pada saat
otak bergerak ke belakang maka ruangan yang tadinya bertekanan
rendah menjadi tekanan tinggi dan menekan gelembung udara
tersebut. Terbentuknya dan kolapsnya gelembung yang mendadak
sangat berbahaya bagi pembuluh darah otak karena terjadi penekanan,
sehingga daerah yang memperoleh suplai darah dari pembuluh
tersebut dapat terjadi kematian sel-sel otak. Begitu juga bila terjadi
pergerakan kepala ke depan.
M o d u l K e p e r a w a t a n | 16

Trauma Kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputusnya Terputusnya jaringan otak rusak


kontinuitas Risiko kontinuitas jaringan (kontusio laserasi)
jaringan kulit, Perdarahan tulang
otot, dan
vaskuler - Perubahan autoregulasi
- Oedema serebral

- Perdarahan Gangguan Risiko Nyeri


Kejang
- Hemastoma Suplai darah Infeksi Akut

Perubahan Iskemia Gangguan Gangguan - Bersihan jalan


sirkulasi CSS Memori neurologis nafas
vokal - Obstruksi jalan
nafas
Hipoksia Risiko Perfusi - Dispnea
Peningkatan Defisit
Serebral tidak - Henti nafas
TIK neurologis
efektif - Perubahan pola
nafas

Gilus medialis - Mual, muntah Gangguan


lobus - Papilodema Risiko Persepsi Bersihan jalan
temporalis - Pandangan kabur Ketidakseimban Sensori nafas tidak
tergeser - Penurunan fungsi gan Cairan efektif
pendengaran
- Nyeri kepala
Herniasi unkus Kompresi medula
oblongata

Risiko Cedera
Mesenfalon Tonsil cerebrum
tertekan bergeser
Imobilisasi
Gangguan
Gangguan Mobilitas Fisik
Kesadaran Ansietas

Sumber: Nurarif, AH & Kusuma, H (2015)


M o d u l K e p e r a w a t a n | 17

F. Komplikasi
Menurut Gabriella (2019), Kemunduran pada kondisi pasien
mungkin karena perluasan hematoma intracranial, edema serebral
progresif, dan herniasi otak.
1. Edema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK
pada pasien yang mendapat cedera kepala, puncak
pembengkakan yang terjadi kira-kira 72 jam setelah cedera. TIK
meningkat karena ketidakmampuan tengkorak untuk membesar
meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak
diakibatkan trauma.
2. Defisit neurologic dan psikologic
Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal
seperti anosmia(tidak dapat mencium bau-bauan) atau
abnormalitas gerakan mata, dan deficit neurologic seperti afasia,
efek memori, dan kejang post traumatic atau epilepsy.
3. Komplikasi lain secara traumatic
a. Infeksi iskemik (pneumonia, SK, sepsis)
b. Infeksi bedah neurologi (infeksi, luka, meningitis,
ventikulitis)

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Arif Mutaqin (2008), Pemeriksaan Penujunang Pasien
cedera Kepala :
1. CT Scan
Mengidentifikasi luasnya lesi, pendarahan, determinan,
ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
2. MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras
radioaktif.
3. Cerebral Angiography
M o d u l K e p e r a w a t a n | 18

Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan


jaringan otak sekunder menjadi edema, pendarahan, dan trauma.
4. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
5. Sinar X
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. BAER
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
7. PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme ota.
8. CSS
Lumbal fungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
9. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan
tekanan intrakranial.
10. Screen toxilogy
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan
penurunan kesadaran.
11. Rontgen thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
Rontgen thoraks menyatakan akumulasi udara/cairan pada area
pleural
12. Toraksentesis menyatakan darah/cairan
13. Analisa Gas Darah (AGD/Astrup)
Analisa gas darah adalah salah satu tes diagnostic untuk
menentukan status repirasi. Status respirasi yang dapat
digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status
oksigenasi dan status asam basa
M o d u l K e p e r a w a t a n | 19

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Observasi 24 jam
b. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih
dahulu.
c. Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-
muntah, hanya cairan infus dextrose 5%, amnifusin,
aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3
hari kemudian diberikan makanan lunak.
d. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
e. Pada anak diistirahatkan atau tirah baring
2. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi obat-obatan
1) Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti
edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya
trauma
2) Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis
yaitu mannitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol
10 %
3) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak
(penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan
metronidasol.
4) Pembedahan bila ada indikasi (hematom epidural
besar, hematom sub dural, cedera kepala terbuka,
fraktur impresi >1 diplo).
5) Lakukan pemeriksaan angiografi serebral, lumbal
fungsi, CT Scan dan MRI (Satynagara, 2010 dalam
Gabriella, 2019).
3. Penatalaksanaan Khusus
a. Cedera kepala ringan: pasien dengan cedera kepala ini
umumnya dapat dipulangkan ke rumah tanpa perlu
M o d u l K e p e r a w a t a n | 20

dilakukan pemeriksaan CT Scan bila memenuhi kriteria


berikut:
1) Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mini
mental dan gaya berjalan) dalam batas normal.
2) Foto servikal jelas normal.
3) Ada orang yang bertanggung-jawab untuk
mengamati pasien selama 24 jam pertama, dengan
instruksi untuk segera kembali ke bagian gawat
darurat jika timbul gejala perburukan.
4) Kriteria perawatan di rumah sakit:
a) Adanya darah intracranial atau fraktur yang
tampak pada CT Scan.
b) Konfusi, agitasi atau kesadaran menurun.
c) Adanya tanda atau gejala neurologia fokal
d) Adanya penyakit medis komorbid yang nyata
e) Tidak adanya orang yang dapat dipercaya
untuk mengamati pasien di rumah.
b. Cedera kepala sedang: pasien yang menderita konkusi
otak (komosio otak), dengan skala korna Glasgow 15 dan
CT Scan normal, tidak pertu dirawat. Pasien ini dapat
dipulangkan untuk observasi di rumah, meskipun terdapat
nyeri kepala, mual, muntah, pusing, atau amnesia. Risiko
timbuInya lesi intrakranial lanjut yang bermakna pada
pasien dengan cedera kepala sedang adalah minimal.
c. Cedera kepala berat: Setelah penilaian awal dan stabilisasi
tanda vital, keputusan segera pada pasien ini adalah
apakah terdapat indikasi intervensi bedah saraf segera
(hematoma intrakranial yang besar). Jika ada indikasi,
harus segera dikonsulkan ke bedah saraf untuk tindakan
operasi (Andriani, 2018).
M o d u l K e p e r a w a t a n | 21

I. Asuhan keperawatan
Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah
keperawatan secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi
masalah- masalah pasien, merencanakan secara sistematis dan
melaksanakannya serta mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan (Nasrul Effendy dalam Andra, dkk. 2013).
Menurut Rendi dan Margareth (2012), asuhan keperawatan pada
pasien cedera kepala meliputi:
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Berisi biodata pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin,
tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan terakhir,
agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB,
alamat.
b. Identitas penanggung jawab
Berisikan biodata penangguang jawab pasien yaitu nama,
umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien,
pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat.
c. Keluhan utama
Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk memnita
pertolongan kesehatan tergantung dari seberapa jauh
dampak trauma kepala disertai penurunan tingkat
kesadaran ( Muttaqin, A. 2008 ). Biasanya klien akan
mengalami penurunan kesadaran dan adanya benturan
serta perdarahan pada bagian kepala klien yang
disebabkan oleh kecelakaan ataupun tindakan kejahatan.
d. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Berisikan data adanya penurunan kesadaran (GCS
<15), letargi, mual dan muntah, sakit kepala, wajah
tidak simetris, lemah, paralysis, perdarahan, fraktur,
M o d u l K e p e r a w a t a n | 22

hilang keseimbangan, sulit menggenggam, amnesia


seputar kejadian, tidak bias beristirahat, kesulitan
mendengar, mengecap dan mencium bau, sulit
mencerna/menelan makanan.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Berisikan data pasien pernah mangalami penyakit
system persyarafan, riwayat trauma masa lalu,
riwayat penyakit darah, riwayat penyakit
sistemik/pernafasan cardiovaskuler, riwayat
hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya,
diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,
penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan konsumsi alkohol
(Muttaqin, A. 2008 ).
3) Riwayat kesehatan keluarga
Berisikan data ada tidaknya riwayat penyakit
menular seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan
lain sebagainya.
e. Permeriksaan fisik
1) Tingkat kesadaran
Kuantitatif dengan GCS (Glasgow Coma Scale)
No Komponen Nilai Hasil
1 Verbal 1 Hasil berespon
2 Suara tidak dapat
dimengerti,ritihan
3 Bicara ngawur/ tidak
nyambung
4 Bicara membingungkan
5 Orientasi baik
2 Motorik 1 Tidak berespon
2 Ekstensi abnormal
3 Fleksi abnormal
4 Menghindari area nyeri
5 Melokalisasi nyeri
6 Ikut perintah
3 Reaksi 1 Tidak berespon
M o d u l K e p e r a w a t a n | 23

membuka 2Dengan rangsangan


mata (Eye) 3nyeri
4Dengan perintah (sentuh)
Spontan
Sumber: Nurarif, AH & Kusuma, H (2015)
Kualitatif
a) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran
normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya, nilai GCS: 15 - 14.
b) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan
untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.
c) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang,
tempat, waktu), memberontak, berteriak-
teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai
GCS: 11-10.
d) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu
kesadaran menurun, respon psikomotor yang
lambat, mudah tertidur, namun kesadaran
dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7.
e) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti
tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri,
nilai GCS: 6 – 4.
f) Coma (comatose), yaitu tidak bisa
dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea
maupun reflek muntah, mungkin juga tidak
ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS:
≤ 3 (Satyanegara, 2010).
M o d u l K e p e r a w a t a n | 24

2) Fungsi motorik
Setiap ekstermitas diperiksa dan dinilai dengan skala
berikut ini yang digunakan secara internasional:
Respon Skala
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang, Bisa terangkat, bisa 4
melawangravitasi, namun tidak mampu
melawan tahananpemeriksa, gerakan
tidak terkoordinasi
Kelemahan berat, Terangkat sedikit 3
<450, tidak mampu melawan gravitasi
Kelemahan berat, Dapat digerakkan, 2
mampu terangkat sedikit
Gerakan trace/ Tidak dapat digerakkan, 1
tonus otot ada
Tidak ada gerakan 0
Sumber: Wijaya dan Yessi (2013)
Biasanya klien yang mengalami cedera kepala
kekuatan ototnya berkisar antar 0 sampai 4
tergantung tingkat keparahan cedera kepala yang
dialami klien.
3) Pemeriksaan reflek fisiologis
a) Reflek bisep
Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi
pasien duduk, dengan membiarkan lengan
untuk beristirahat di pangkuan pasien, atau
membentuk sudut sedikit lebih dari 90° di siku,
minta pasien memflexikan di siku sementara
pemeriksa mengamati dan meraba fossa
antecubital, tendon akan terlihat dan terasa
seperti tali tebal, ketukan pada jari pemeriksa
yang ditempatkan pada tendon m.biceps
brachii, posisi lengan setengah diketuk pada
sendi siku, normalnya terjadi fleksi lengan
pada sendi siku.
M o d u l K e p e r a w a t a n | 25

b) Reflek trisep
Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi
pasien duduk, secara perlahan tarik lengan
keluar dari tubuh pasien, sehingga membentuk
sudut kanan di bahu atau lengan bawah harus
menjuntai ke bawah langsung di siku, ketukan
pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi
pada sendi siku dan sedikit pronasi, normalnya
terjadi ekstensi lengan bawah pada sendi siku.
c) Reflek patella
Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi
duduk atau berbaring terlentang, ketukan pada
tendon patella, respon: plantar fleksi kaki
karena kontraksi m.quadrisep femoris.
d) Reflek achiles
Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi
pasien duduk, kaki menggantung di tepi meja
ujian atau dengan berbaring terlentang dengan
posisi kaki melintasi diatas kaki di atas yang
lain atau mengatur kaki dalam posisi tipe
katak, identifikasi tendon mintalah pasien
untuk plantar flexi, ketukan hammer pada
tendon achilles. Respon: plantar fleksi kaki
krena kontraksi m.gastroenemius (Muttaqin,
A, 2010).
4) Reflek Patologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada
kasus-kasus tertentu.
a) Reflek babynski
Pesien diposisikan berbaring supinasi dengan
kedua kaki diluruskan, tangan kiri pemeriksa
M o d u l K e p e r a w a t a n | 26

memegang pergelangan kaki pasien agar kaki


tetap pada tempatnya, lakukan penggoresan
telapak kaki bagian lateral dari posterior ke
anterior, respon: positif apabila terdapat
gerakan dorsofleksi ibu jari kaki dan
pengembangan jari kaki lainnya.
b) Reflek chaddok
Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral
sekitar maleolus lateralis dari posterior ke
anterior, amati ada tidaknya gerakan
dorsofleksi ibu jari, disertai mekarnya
(fanning) jari-jari kaki lainnya.
c) Reflek oppenheim
Pengurutan dengan cepat krista anterior tibia
dari proksiml ke distal, amati ada tidaknya
gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai
mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.
d) Reflek Gordon
Menekan pada musculus gastrocnemius (otot
betis), amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi
ibu jari kaki, disertai mekarnya (fanning) jari-
jari kaki lainnya.
e) Reflek hofmen tromen
Melakukan petikan pada kuku jari, perhatikan
jari yang lain. Normalnya jari-jari lain tidak
bergerak (Muttaqin, A. 2010).
f. Aspek neurologis
1) Kaji GCS (cedera kepala ringan 14-15, cedera
kepala sedang 9-13, cedera kepala berat 3-8).
2) Disorientasi tempat/waktu
3) Reflek patologis dan fisiologis
M o d u l K e p e r a w a t a n | 27

4) Perubahan status mental


5) Nervus Cranial XII (sensasi, pola bicara abnormal)
6) Perubahan pupil/penglihatan kabur, diplopia,
fotophobia, kehilangan sebagian lapang pandang.
7) Perubagan tanda-tanda vital
8) Gangguan pengecapan dan penciuman, serta
pendengaran.
9) Tanda-tanda peningkatan TIK
a) Penurunan kesadaran
b) Gelisah letargi
c) Sakit kepala
d) Muntah proyektil
e) Pupil edema
f) Pelambatan nadi
g) Pelebaran tekanan nadi
h) Peningkatan tekanan darah systole
g. Aspek kardiovaskuler
1) Peubahan tekanan darah (menurun/meningkat)
2) Denyut nadi (bradikardi, tachi kardi, irama tidak
teratur)
3) TD naik, TIK naik
h. System pernafasan
1) Perubahan poa nafas (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi), nafas berbunyi stridor, tersedak.
2) Irama, frekuensi, kedalaman, bunyi nafas.
3) Ronki, mengi positif.
i. Kebutuhan dasar
1) Eliminasi : perubahan pada BAB/BAK
(inkontinensia, obstipasi, hematuri).
2) Nutrisi : mual, muntah, gangguan
pencernaan/menelan makanan, kaji bising usus.
M o d u l K e p e r a w a t a n | 28

3) Istirahat : kelemahan, mobilisasi, kelelahan, tidur


kurang.
j. Pengkajian psikologis
1) Gangguan emosi/apatis, delirium.
2) Perubahan tingkah laku atau kepribadian.
k. Pengkajian social
1) Hubungan dengan orang terdekat.
2) Kemampuan komunikasi, afasia motorik atau
sensorik, bicara tanpa arti, disartria, anomia.
l. Nyeri/kenyamanan
1) Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi berbeda.
2) Gelisah
m. Nervus cranial
1) N.I : penurunan daya penciuman
2) N.II : pada trauma frontalis terjadi penurunan
penglihatan
3) N.III, IV, VI : penurunan lapang pandang, reflek
cahaya menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata
tidak dapat mengikuti perintah, anisokor
4) N.V : gangguan mengunyah
5) N.II, XII : lemahnya penutupan kelopak mata,
hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah
6) N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan
tubuh
7) N.IX, X, XI : jarang ditemukan
n. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan diagnostic
a) X-ray/CT scan
b) Hematom serebral
c) Edema serebral
d) Perdarahan intracranial
M o d u l K e p e r a w a t a n | 29

e) Fraktur tulang tengkorak


f) MRI : Dengan/tanpa mempengaruhi kontras.
g) Angiografi serebral : menunjukkan kelainan
sirkulasi serebral
h) EEG : memperlihatkan keberadaan atau
berkembangnya gelombang patologis.
i) BAER (Brain Auditory Evoked Respons) :
menentukan fungsi korteks dan batang otak.
j) PET (Positron Emission Tomograpfy) :
menunjukan perubahan aktivitas metabolism
pada otak.
2) Pemeriksaan laboratorium
a) AGD, PO2, PH, HCO3 : untuk mengkaji
keadekuatan ventilasi (mempertahankan AGD
dalam rentang normaluntuk menjamin aliran
darah serebral adekuat) atau untuk melihat
masalah oksigenasi yang dapat meningkatkan
TIK.
b) Elektrolit serum : cedera kepala dapat
dihubungkan dengan gangguan regulasi
natrium, retensi Na dapat berakhir beberap
hari, diikuti dengan dieresis Na, peningkatan
letargi, konfusi dan kejang akibat
ketidakseimbangan elektrolit.
c) Hematologi : leukosit, Hb, albumin, globulin,
protein serum.
d) CSS : menentukan kemungkinan adanya
perdarahan subarachnoid (warna, komposisi,
tekanan).
e) Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat
yang mengakibatkanpenurunan kesadaran.
M o d u l K e p e r a w a t a n | 30

f) Kadar Antikonvulsan darah : untuk


mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif
mengatasi kejang.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut (D.0077) b.d agen pencedera fisik (mis.
Trauma) d.d klien mengeluh nyeri, tampak meringis,
bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit
tidur, TD meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan
berubah, proses berpikir terganggu.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0149) b.d akumulasi
cairan, trauma, spasme jalan nafas d.d klien mengeluh
dispnea, sulit bicara, ortopnea, batuk tidak efektif, mengi,
wheezing, ronkhi, gelisah, sianosis, bunyi nafas menurun,
frekuensi nafas berubah, pola nafas berubah.
c. Gangguan mobilitas fisik (D.0054) b.d kerusakan
integritas struktur tulang, penurunan kekuatan otot d.d
klien mengeluh sulit menggerakan ekstremitas, kekuatan
otot menurin, rentang gerak (ROM) menurun, nyeri saat
bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas
saat bergerak, sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi,
gerakan terbatas, fisik lemah.
d. Gangguan memori (D.0062) b.d gangguan neurologis
(cedera kepala) d.d klien tidak mampu mengingat
peristiwa, melaporkan pernah mengalami pengalaman
lupa, tidak mampu mempelajari keterampilan baru, tidak
mampu mengingat informasi faktual, merasa mudah lupa.
e. Gangguan persepsi sensori (D.0085) b.d Hipoksia serebral
d.d merasakan sesuatu melalui panca indera, distorsi
sensori, respons tidak sesuai, disorientasi waktu, tempat
oramg, atau situasi.
M o d u l K e p e r a w a t a n | 31

f. Ansietas (D.0080) b.d anacaman terhadap kematian d.d


merasa khawatir dengan akibat dari kondisiyang dihadapi,
sulit berkonsentrasi, tampak gelisah, tampak tegang.
g. Risiko perfusi serebral tidak efektif (D.0017) d.d cedera
kepala
h. Risiko cedera (D.0136) d.d penurunan tingkat kesadaran,
gelisah, agitasi dan kejang.
i. Risiko perdarahan (D.0012) d.d Trauma
j. Risiko infeksi (D.0142) d.d kerusakan integritas kulit
k. Risiko ketidakseimbangan cairan (D.0036) d.d
Trauma/perdarahan.
3. Intervensi
a. Nyeri akut (D.0077) b.d agen pencedera fisik (mis.
Trauma)
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
diharapkan tingkat nyeri menurun, dengan kriteria hasil:
Tingkat Nyeri (L.08006)
- Keluhan nyeri menurun - Ketegangan otot menurun
- Meringis menurun - Pola tidur membaik
- Sikap protektif menurun - Muntah menurun
- Gelisah menurun - Mual menurun
- Keluhan nyeri menurun - Frekuensi nadi membaik
- Kesulitan tidur menurun - Pola nafas membaik
- Menarik diri menurun - Tekanan darah membaik
Intervensi keperawatan
1) Manajemen nyeri (I. 08238)
Observasi :
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri,
- Identifikasi skala
M o d u l K e p e r a w a t a n | 32

- Identivikasi nyeri non verbal


- Identifikasi yang memperberat dan memperingan
nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik :
- Berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi
rasa nyeri (teknik nafas dalam)
- Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi neredakan nyeri
Edukasi :
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara cepat
- Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian analgetik bila perlu
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0149) b.d akumulasi
cairan, trauma, spasme jalan nafas
Tujuan :
M o d u l K e p e r a w a t a n | 33

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24


jam, maka bersihan jalan nafas meningkat, dengan
kriteria hasil: (L.01001)
- Dispnea menurun
- Sulit bicara menurun
- Gelisah menurun
- Frekuensi napas membaik
- Pola napas membaik
Intervensi keperawatan
1) Manajemen jalan napas (I.01011)
Observasi :
- Monitor jalan napas (frekuensi, kedalaman, usaha
nafas)
- Monitor bunyi napas tambahan (mis: gurgling, mengi,
wheezing, ronkhi kering)
Terapeutik :
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
- Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik jika perlu
2) Pemantauan Respirasi (I.01014)
Observasi:
- Monitor frekuensi irama, kedalaman, dan upaya nafas
- Monitor pola napas
- Monitor adanya sumbatan jalan nafas
M o d u l K e p e r a w a t a n | 34

- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru


- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik :
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
c. Gangguan mobilitas fisik (D.0054) b.d kerusakan
integritas struktur tulang, penurunan kekuatan otot
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24
jam, maka mobilitas fisik meningkat, dengan kriteria
hasil: (L.05042)
- Pergerakan ekstremitas meningkat
- Kekuatan otot meningkat
- Rentang gerak (ROM) meningkat
- Kaku sendi menurun
- Gerakan terbatas menurun
Intervensi Keperawatan:
Dukungan Mobilisasi (I.05173)
Observasi:
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
Terapeutik:
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
M o d u l K e p e r a w a t a n | 35

Edukasi:
- Anjurkan melakukan mobilisasi dini
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
d. Gangguan memori (D.0062) b.d gangguan neurologis
(cedera kepala)
Tujuan:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24
jam, maka memori meningkat, dengan kriteria hasil:
(L.09079)
- Verbalisasi pengalaman lupa menurun
- Verbalisasi mudah lupa menurun
Intervensi Keperawatan:
Latihan memori (I.06188)
Observasi:
- Identifikasi masalah memori yang dialami
- Monitor perilaku dan perubahan memori selama terapi
Terapeutik:
- Fasilitasi mengingat kembali pengalaman masa lalu
- Stimulasi memori dengan mengulang pikiran yang
terakhir kali diucapkan, jika perlu
- Fasilitasi kemampuan kosentrasi
Edukasi:
- Ajarkan teknik memori yang tepat (mis. Imajinasi
visual)
Kolaborasi:
- Rujuk pada terapi okupasi, jika perlu
e. Gangguan persepsi sensori (D.0085) b.d Hipoksia serebral
Tujuan:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24
jam, maka persepsi sensori membaik, dengan kriteria
hasil: (L.09083)
M o d u l K e p e r a w a t a n | 36

- Respons sesuai stimulus membaik


- Konsentrasi membaik
- Orientasi membaik
Intervensi Keperawatan:
Minimalisasi rangsangan (I.08241)
Observasi:
- Periksa status mental, status sensori, dan tingkat
kenyamanan (mis. Nyeri, kelelahan)
Terapeutik:
- Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori
- Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
Edukasi:
- Ajarkan cara meminimalisasi stimulus
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian obat
f. Ansietas (D.0080) b.d anacaman terhadap kematian
Tujuan:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24
jam, maka tingkat ansietas menurun, dengan kriteria
hasil: (L.09093)
- Verbalisasi kebingungan menurun
- Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang di hadapi
menurun
- Perilaku gelisah menurun
- Perilaku tegang menurun
Intervensi Keperawatan:
Reduksi ansietas (I.09314)
Observasi:
- Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
- Monitor tanda-tanda ansietas
Terapeutik:
M o d u l K e p e r a w a t a n | 37

- Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan


kepercayaan
- Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
- Pahami situasi yang membuat ansietas
Edukasi:
- Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
dialami
- Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
- Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
- Latih teknik relaksasi
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
g. Risiko perfusi serebral tidak efektif (D.0017) d.d cedera
kepala
Tujuan:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24
jam, maka perfusi serebral meningkat, dengan kriteria
hasil: (L.02014)
- Tingkat kesadaran meningkat
- Tekanan intra kranial menurun
- Sakit kepala menurun
- Tekanan darah membaik
- Refleks saraf membaik
Intervensi Keperawatan:
Manajemen peningkatan tekanan intrakranial (I.06194)
Observasi:
- Identifikasi penyebab peningkatan TIK
- Monitor tanda/gejala peningkatan TIK
- Monitor status pernafasan
- Monitor intake dan output cairan
M o d u l K e p e r a w a t a n | 38

Terapeutik:
- Berikan posisi semi fowler
- Cegah terjadinya kejang
- Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian obat
h. Risiko cedera (D.0136) d.d penurunan tingkat kesadaran,
gelisah, agitasi dan kejang
Tujuan:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24
jam, maka tingkat cedera menurun, dengan kriteria
hasil: (L.14136)
- Toleransi aktivitas meningkat
- Kejadian cedera menurun
- Luka/lecet menurun
- Gangguan mobilitas menurun
Intervensi Keperawatan:
Pencegahan cedera (I.14537)
Observasi:
- Identifikasi area lingkungan yang berpotensi
menyebabkan cedera
Terapeutik:
- Sediakan pencahayaan yang memadai
- Pertahankan posisi tempat tidur di posisi terendah saat
digunakan
- Pastikan barang-barang pribadi mudah di jangkau
- Diskusikan mengenai alat bantu mobilitas yang sesuai
Edukasi:
- Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien
dan keluarga
i. Risiko perdarahan (D.0012) d.d trauma
M o d u l K e p e r a w a t a n | 39

Tujuan:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24
jam, maka tingkat perdarahan menurun, dengan kriteria
hasil: (L.02017)
- Perdarahan menurun
- TD membaik
Intervensi Keperawatan:
Pencegahan perdarahan (I.02067)
Observasi:
- Monitor tanda dan gejala perdarahan
- Monitor TTV ortostatik
Terapeutik:
- Pertahankan bedrest selama perdarahan
- Batasi tindakan invasif, jika perlu
Edukasi:
- Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
- Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin
K
- Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan
j. Risiko infeksi (D.0142) d.d kerusakan integritas kulit
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan tingkat infeksi menurun, dengan kriteria
hasil: (L.14137)
- Nyeri menurun
- Demam menurun
- Kemerahan menurun
- Bengkak menurun
Intervensi Keperawatan:
M o d u l K e p e r a w a t a n | 40

Pencegahan Infeksi (I.14539)


Obsevasi:
- Monitor tanda dan gejala lokal dan sistemik
Terapeutik:
- Batasi jumlah pengunjung
- Berikan perawatan kulit pada area edema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
- Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
Edukasi:
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
k. Risiko ketidakseimbangan cairan (D.0036) d.d
Trauma/perdarahan.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan keseimbangan cairan meningkat, dengan
kriteria hasil: (L.05020)
- Asupan cairan meningkat
- Edema menurun
- Denyut nadi membaik
Intervensi Keperawatan:
Manajemen cairan (I.03098)
Obsevasi:
- Monitor status hidrasi
Terapeutik:
M o d u l K e p e r a w a t a n | 41

- Catat intake dan output dan hitung balance cairan 24


jam
- Berikan cairan IV, jika perlu
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
4. Implementasi keperawatan
Implementasi adalah suatu serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh perawat untukmembantu klien dari masalah
status kesehatan yang di hadapi kedalam suatu kasus kesehatan
yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Potter & Perry, 2012).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau
terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan
melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.

V. Berfikir Kritis
A. Studi Kasus
Seorang laki-laki berusia 38 tahun datang ke IGD diantar oleh
keluarganya dengan keluhan kepala berdarah, bengkak dibelakang kepala
bagian kanan, lecet di batang hidung dan pipi, klien sempat pingsan saat
kecelakaan kurang lebih 10 menit. Saat pengkajian Klien mengatakan
nyeri pada bagian kepala belakang, nyeri seperti ditusuk-tusuk dengan
skala nyeri 6 (0-10), nyeri bertambah ketika klien banyak beraktivitas
dan berkurang saat istirahat. Klien juga mengatakan pusing, badan terasa
lemas, dan tidak bisa tidur. Klien mengatakan tidak mandi selama di
rawat, dan klien dibantu untuk beraktivitas, mual tidak ada, muntah tidak
ada. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD: 120/70 mmHg, N:80x/m, S:
36,5°C, RR: 22x/m, kesadaran Compos mentis dengan GCS 15. Hasil
laboratorium didapatkan Hb: 14,0 g/dL , RBC: 49,6, Hct: 42, 9%.
M o d u l K e p e r a w a t a n | 42

B. Pertanyaan Kasus
1. Apa diagnosa prioritas pada kasus tersebut?
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (mis. Trauma)
b. Risiko infeksi d.d kerusakan integritas kulit
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang,
penurunan kekuatan otot
d. Gangguan memori b.d gangguan neurologis (cedera kepala)
Jawaban: A
2. Apakah kriteria hasil evaluasi pada kasus tersebut?
a. Cemas menurun
b. Balance cairan seimbang
c. Tekanan systole dan diastole membaik
d. Nyeri menurun
Jawaban: D
3. Apakah tindakan prioritas pada kasus tersebut?
a. Mengkaji TTV pasien
b. Menyediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk
melakukan self-care.
c. Menganjurkan pasien untuk meningkatkan intake
d. Kolaborasi pemberian analgetik
e. Melatih ROM
Jawaban: D
4. Apakah materi pendidikan kesehatan prioritas pada kasus tersebut?
a. Cara perawatan luka
b. Menberikan teknik nonfarmakologi untuk mengerangi nyeri
c. Komplikasi cedera kepala
d. Mengajarkan ambulasi
e. Terapi farmakologi
Jawaban: B
5. Apa diagnosa medis pada kasus tersebut?
a. Cedera kepala ringan
M o d u l K e p e r a w a t a n | 43

b. Cedera kepala berat


c. Gegar otak
d. Cedera kepala sedang
e. Sepsis
Jawaban: A

VI. Keterampilan Klinik


Pemeriksaan fisik sistem neurologi menurut Nur’amin, HW (2018).
Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria
sebagai berikut:
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi kurang benar
2 = dilakukan dengan benar

1. PEMERIKSAAN KESADARAN
No Aspek yang Dinilai Score
0 1 2
1 Meminta ijin kepada pasien/anggota keluarga
2 Melakukan pemeriksaan terhadap respon mata
3 Melakukan pemeriksaan terhadap respon verbal
4 Melakukan pemeriksaan terhadap respon
motorik
5 Memberikan nilai GCS

2. PEMERIKSAAN REFLEKS PATOLOGI


No Aspek yang Dinilai Score
0 1 2
Pemeriksaan Refleks Hoffmann-Tromner
1 Pemeriksa melakukan ekstensi pada jari tengah
penderita
2 Pemeriksa memetik pada kuku jari tengah
penderita dengan ibu jarinya
3 Kemudian ujung jari telunjuk penderita sisi
dalam dipetik dengan ujung jari pemeriksa
4 Amati gerakan fleksi pada jari jempol, telunjuk,
atau pada jari-jari lain
Pemeriksaan Refleks Babinski
5 Pasien diminta untuk tidur terlentang
6 Goreskan ujung palu refleks pada telapak kaki
penderita.
7 Amati adanya dorsofleksi dari ibu jari yang
M o d u l K e p e r a w a t a n | 44

disertai pemekaran jari-jari

3. PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL


No Aspek yang Dinilai Score
0 1 2
Tes Brudzinski (Pemeriksaan Kaku Kuduk)
1 Penderita diminta berbaring tertelentang di atas
tempat tidur
2 Secara pasif kepala penderita di fleksikan ke
arah dada dengan tangan pemeriksa memegang
oksiput penderita
3 Amati adanya tahanan, keluhan nyeri leher,
fleksi sendi pinggul dan lutut
Tanda Kernig
4 Pasien masih diminta berbaring telentang
5 Lakukan fleksi pada sendi panggul dan sendi
lutut sehingga paha pasien berdiri tegak lurus
terhadap tubuhnya
6 Kemudian lakukan ekstensi pada sendi lutut
sehingga kaki menjadi lurus
7 Amati adanya gerakan fleksi dari tungkai sisi
kontralateral
Tanda tungkai kontralateral (Brudzinski II)
8 Mengangkat salah satu tungkai pasien dalam
keadaan lurus (ekstensi)
9 Amati adanya gerakan fleksi dari tungaki
kontralateral

4. PEMERIKSAAN NYERI PUNGGUNG BAWAH


No Aspek yang Dinilai Score
0 1 2
Tanda Laseque
1 Pemeriksa mengangkat tungkai penderita
secara perlahan tanpa fleksi di lutut
2 Pada sudut 60 derajat, amati mimik penderita
atau pemeriksa menanyakan pada penderiat
adanya rasa sakit menjalar
3 Catat hasilnya
Tes Bragard-Sicard
4 Pemeriksa mengangkat tungkai penderita
secara perlahan tanpa fleksi di lutut
5 Pada sudut 60 derajat, dilanjutkan dengan
dorsofleksi telapak kaki atau dorsofleksi jari
kaki
6 amati mimik penderita atau pemeriksa
M o d u l K e p e r a w a t a n | 45

menanyakan pada penderiat adanya rasa sakit


menjalar

5. TES FUNGSI CEREBELLUM


No Aspek yang Dinilai Score
0 1 2
Manuver sentuhan jari tangan
1 Pasien diminta untuk menyentuh secara
berurutan ujung dari masing- masing keempat
jari tangannya dengan ibu jari pada tangan
yang sama.
2 Amati tingkat kecepatannya
Manuver tepukan tangan pada paha
3 Suruh pasien menepuk punggung tangan pada
paha
4 Kemudian meminta tangan pasien mengadakan
supinasi dan pronasi telapak kedua tangan
terhadap pahanya secara bergantian
5 Suruh pasien untuk meningkatkan kecepatan
secara progresif sampai tercapai kecepatan
maksimal.
Manuver jari tangan ke hidung ke jari
tangan.
6 Pasien diminta menyentuh hidungnya dengan
ujung jari telunjuknya,
7 kemudian lanjutkan dengan menunjuk ujung
jari pemeriksa
8 Lakukan terus sambil menggerak-gerakkan jari
pemeriksa ke berbagai arah.
9 Amati ketepatan dan kesemetrisan kegiatan ini.
Romberg test
10 Pasien diminta berdiri tegak dengan kedua
kakinya dirapatkan
11 Lengan penderita di ekstensikan ke depan,
dengan mata terbuka
12 Pasien diminta menutup mata
13 Amati selama 30 detik
14 Catat dan laporkan hasilnya
Tes gaya berjalan
15 Pasien diminta tidak menggunakan alas kaki
atau kaos kaki
16 Amati kelancaran gaya berjalan
- penempatan kaki apakah langkahnya besar
atau normal
- kesemetrisan gerakan tungkai dan lengan,
M o d u l K e p e r a w a t a n | 46

- langkah yang tinggi atau diseret


- panjang langkah (normal atau diseret)
- jalan sempoyongan
17 Amati pasien saat berputar, perhatikan jumlah
langkah yang diperlukan untuk mencapai
putaran.
18 pasien diminta melakukan tandem walking
(berjalan dengan jari kaki ke tumit lalu tumi ke
jari kaki)
19 Pasien diminta untuk melompat dengan satu
kaki
20 Catat hasilnya dan laporkan
M o d u l K e p e r a w a t a n | 47

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, K. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diagnosa Ckr


(Cedera Kepala Ringan) Di Ruang Triage RSUP Sanglah Denpasar. Skripsi.
Stikes Bulelelng. Diakses pada tanggal 06 Juli 2021, dari
http://pdfcoffe.com.

Bararah, Taqiyyah dan Mohammad Jauhar. (2013). Asuhan Keperawatan


Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional Jilid 2. Jakarta: Prestasi
Pustakaraya.

Gabriella, G. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Ny. A Dengan Cedera Kepala


Ringan Di Ruang Ambun Suri Lantai 2 Rsud Dr. Achmad Mochtar Bukit
tinggi Tahun 2019. KTI. Stikes Perintis Padang. Diakses pada tanggal 06
Juli 2021, dari http://repo.stikesperintis.ac.id.

Mansjoer, Arief. (2009). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 2. Jakarta:


Media Aesculaplus.

Morton, Gallo, Hudak. (2012). Keperawatan Kritis Volume 1 & 2. Edisi 8.Jakarta:
EGC.

Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Nuramin, HW. (2018). Modul Blok Keterampilan Klinik Dasar 2 Keluhan


Berkaitan Dengan Sistem Neuropsikiatri. Medical Education Unit. Fakultas
Kedokteran. Universitas Lambung Mangkurat. Diakses pada 07 Juli 2021,
dari http://pspd.ulm.ac.id.

Nurarif, AH & Kusuma, H. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & Nanda Nic Noc. Yogyakarta: Mediaction Jogja.

Price, Sylvia. A dan Loraine M. Wilson. (2012). Patofisiologi: Konsep Klinis


Proses – Proses Penyakit, Ed. 6, Vol 2. Jakarta: EGC.

Potter & Perry 2012, Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi


keperawatan, Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2.
Jakarta: EGC.

Ramadhan, dkk. (2020). Kolerasi Antara Rotterdam CT Score Sebagai Prediktor


Mortalitas Pada Penderita Cedera Kepala Di RSUD DR Abdul Aziz Kota
Singkawang Tahun 2016-2018. Jurnal Kajian dan Pengembangan
M o d u l K e p e r a w a t a n | 48

kesehatan Masyarakat. Vol.01, No.01, Hal. 33-34, Diakses pada tanggal 06


Juli 2021, dari http://jurnal.umj.ac.id/index.php/AN-NUR.

Rendi, M. Clevo Dan Margareth TH. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal


Bedah Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Saputra, A. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cedera Kepala Di


Ruang HCU Bedah RSUP Dr. M. Djamil Tahun 2017. KTI. Poltekkes
Kemenkes Padang. Diakses pada tanggal 06 Juli 2021, dari
http://www.litbang.kemenkes.go.id

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatn Indonesia.
Jakarta: Dewan Pusat Pengurus PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatn Indonesia.
Jakarta: Dewan Pusat Pengurus PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatn Indonesia.
Jakarta: Dewan Pusat Pengurus PPNI.

Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. (2013). KMB 2 Keperawatan
Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa Teori Dan Askep). Yogyakarta:
Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai