Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Kebiasaan merokok sudah meluas dan melekat di masyarakat Indonesia, bahkan


seringkali sudah tidak dianggap sebagai suatu kebiasaan yang buruk. Menurut Global Adult
Tobacco Survey (GATS) tahun 20111 , prevalensi perokok di Indonesia sebesar 34,8% dan
menurut Indonesia Tobacco Control Network (ITCN) bulan Juni 2013, 70 miliar orang di
Indonesia mengonsumsi rokok sebanyak 302 miliar batang dalam waktu setahun. Konsumsi
rokok di Indonesia meningkat setiap tahunnya sehingga pada tahun 2008, World Health
Organization (WHO) menetapkan Indonesia sebagai negara terbesar ketiga di dunia yang paling
banyak mengonsumsi rokok. Sebatang rokok mengandung lebih dari 4.000 jenis senyawa kimia
beracun, 250 zat diantaranya berbahaya bagi tubuh, dan 59 diantaranya bersifat karsinogenik.
Sebatang rokok yang diisap oleh seseorang menyebabkan banyak dampak negatif, terlebih jika
dikonsumsi secara kontinu. Beberapa dampak negatifnya adalah berbagai penyakit berat dan
bahkan kematian. Penyakit berat yang paling sering dialami perokok adalah penyakit jantung,
stroke, kanker paru, dan penyakit paru obsktruktif kronis (bronkitis kronis dan emfisema).

Masyarakat Indonesia pun telah mengetahui resiko tersebut, terbukti bahwa 86%
masyarakat dewasa sadar bahwa merokok menyebabkan penyakit berat, sedangkan 73,7%
masyarakat dewasa sadar bahwa orang yang menghirup asap rokok pada orang yang bukan
perokok menyebabkan penyakit berat. Selain itu, disebutkan bahwa 45,5% masyarakat dewasa
sadar merokok menyebabkan stroke, 81,5% serangan jantung, 84,7% kanker paru, 36% penyakit
paru obstruktif kronis, dan 49,5% kelahiran prematur. Fakta ini menunjukkan bahwa sebagian
besar masyarakat di Indonesia telah mengetahui dampak buruk merokok tetapi tidak membuat
kebiasaan ini menghilang . Selain merugikan kesehatan, konsumsi tembakau juga merugikan
ekonomi individu maupun negara. WHO mengatakan bahwa tembakau menciptakan lingkaran
kemiskinan di dunia. Hal ini terutama berlaku di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Selain beban ekonomi, baik individu maupun negara rugi dalam mengobati penyakit yang
berhubungan dengan merokok dan konsekuensinya kehilangan produktivitas kerja. Dampak lain
juga dirasakan oleh petani tembakau yang sering terjebak dalam siklus kemiskinan dan utang
setelah dipaksa untuk menandatangani kontrak dengan industri tembakau. Di negara
berkembang, banyak perokok miskin menghabiskan sejumlah besar pendapatan mereka pada
tembakau yang bukan kebutuhan dasar manusia seperti makanan, tempat tinggal, kesehatan dan
pendidikan.

Merokok bagi seseorang 1dapat memberikan efek positif seperti kenikmatan, kepuasan,
dan ketenangan. Gejala-gejala yang mungkin terjadi adalah batuk, lidah terasa getir, dan mual
ketika seseorang pertama kali mengkonsumsi rokok, namun sebagian dari para pemula
mengabaikan perasaan tersebut sehingga berlanjut menjadi kebiasaan dan akhirnya menjadi
ketergantungan. Ketergantungan ini dipersepsikan sebagai kenikmatan yang memberikan
kepuasaan fisiologis. Gejala ini dapat dijelaskan dari konsep tobacco dependency, bahwa
perilaku merokok merupakan perilaku yang menyenangkan dan menjadi aktivitas yang bersifat
obsesif. Hal ini disebabkan oleh nikotin yang bersifat adiktif jika dihentikan secara tibatiba akan
menimbulkan stres. Secara manusiawi, orang senang mempertahankan sesuatu yang dirasakan
sebagai kenikmatan sehingga dapat dipahami perokok sulit untuk berhenti merokok. Menurut
Klinke & Meeker dalam Komalasari , motif para perokok adalah relaksasi sehingga dengan
merokok dapar mengurangi ketegangan, memudahkan konsentrasi, pengalaman yang
menyenangkan, dan relaksasi. Berdasarkan bahan bakunya, di Indonesia terdapat dua jenis rokok
yang paling banyak dikonsumsi yaitu rokok kretek dan rokok putih. Sebanyak 80,4% dari
populasi perokok di Indonesia mengisap rokok kretek saja. Hal ini menunjukkan bahwa rokok
kretek adalah yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Rokok kretek lebih
digemari karena rasa khas campuran dari olahan tembakau dan cengkeh serta jumlah asap yang
dihasilkan lebih banyak dibandingkan rokok putih.

Rokok kretek memiliki kandungan tar dan nikotin yang lebih tinggi dibandingkan rokok
jenis lain. Tingginya kandungan nikotin dan tar pada rokok kretek tentu saja meningkatkan efek
negatif dari merokok. Semua kandungan kimia yang terdapat di dalam rokok tersebut sangat
berbahaya dan dapat berefek langsung tidak hanya pada keadaan sistemik tubuh tetapi juga pada
rongga mulut. Rongga mulut merupakan daerah yang paling mudah terpapar efek merugikan
akibat merokok karena rongga mulut adalah lokasi pertama yang terpapar langsung asap rokok
ketika seseorang merokok. Rangsangan asap rokok yang terus-menerus pada saat mengisap
rokok dapat menyebabkan perubahan bersifat merusak mukosa mulut. Rangsangan asap rokok
tersebut menyebabkan pigmentasi pada mukosa mulut. Salah satu fenomena yang paling umum
terjadi dan dikenali pada perokok adalah tampaknya pigmentasi melanin yang disebut smoker’s
melanosis dalam rongga mulut.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Smoker’s melanosis adalah perubahan karakteristik pada warna mukosa oral yang
terpapar asap rokok dan merupakan hasil utama dari deposisi melanin pada lapisan sel basal pada
mukosa. Smoker’s melanosis merupakan kelainan pada rongga mulut yang tidak berbahaya,
tetapi apabila dibiarkan akan mengganggu estetika. Smoker’s melanosis timbul pada 25-31%
perokok dan meningkat secara signifikan selama tahun pertama seseorang merokok. Lokasi
pigmentasi semakin meluas apabila seseorang semakin lama merokok. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin lama seseorang merokok semakin beresiko timbulnya smoker’s melanosis.

Merokok memberikan perubahan warna yang khas pada permukaan-permukaan yang


terpajan, yang disebut melanosis perokok.Keadaan tersebut bukanlah proses fisiologis yang
normal, tetapi lebih diakibatkan oleh rokok yang menstimulasi melanosit mukosa mulut sehingga
memproduksi melanin berlebihan. Melanin kemudian mengendap pada lapisan sel basal mukosa,
sehingga tejadi pigmentasi coklat kehitaman pada mukosa bukal, gingiva dan bibir.
Smoker’s melanosis mengenai orang-orang lebih tua yang perokok berat. Tampak
sebagai bercak coklat difus dan pigmentasi menyebar tidak merata. Gusi anterior mandibula dan
mukosa pipi adalah daerah yang paling sering terkena. Daerah-daerah lain yang juga bisa terkena
mukosa bibir, palatum, lidah, dasar mulut dan bibir. Derajat pigmentasi berkisar dari coklat
muda sampai tua dan berhubungan dengan banyaknya tembakau yang dihisap. Gigi berwarna
coklat dan halitosis biasanya menyertai keadaan tersebut. Smoker’s melanosis bersifat
reversible, akan hilang bila kebiasaan morokok dihilangkan.

2.2 Etiologi

Melanosis perokok diakibatkan oleh stimulasai melanosit oleh asap dan panas yang
dihasilkan oleh rokok ( tembakau ).
3

2.3 Klasifikasi
Lesi Pigementasi dari kavitas oral memiliki bermacam asal. Klasifikasi yang berbeda
digunakan saat ini. Beberapa peneliti membagi lesi menjadi dua kelompok utama baik sebagi lesi
endogen atau eksogen.
Peeran et al (2014 mengusulkan klasifikasi baru untuk pigmentasi gingiva dan lesi
berpigmen. Pada penulis menyimpulkan bahwa dikarenakan dan kesederhanaan indeks
diusulkan, klasifikasi ini dapat diterapkan. Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel Klasifikasi Lesi

Kelas Kriteria dari Klasifikasi

I Gingiva berwarna coral pink/salmon pink

II Spot/area terlokalisir/terisolasi dari pigmentasi melanin gingiva yang


tidak melibatkan ketiga bagian dari gingiva (attached,free,papillary)
- Pigmentasi ringan hingga sedang

- Pigmentasi berat/intens

III Unit terlokalisir/terisolasi dari pigmentasi melanin gingiva yang


melibatkan ketiga bagian dari gingiva (attached,free,papillary)
-Pigmentasi ringan hingga sedang
-Pigmentasi berat/intens

IV Pigmentasi menyebar yang melibatkan ketiga bagian dari gingiva


(attached,free,papillary)
-Pigmentasi ringan hingga sedang
-Pigmentasi berat/intens

V Pigmentasi terkait tembakau seperti perokok dan mengunyah tembakau

VI Pigmentasi gingiva karena eksogen misalnya: amalgam tatto,cultural


gingiva tattoing, minuman, warna makanan, kebiasaan mengunyah
beternut/khat, Lead-Burtonian line, mercury, silver, arsenik, bismuth,
graphite, benda asing lain, obattopikal, idiopatik
4
VII Pigmentasi gingiva karena pigmen endogen seperti bilirubin, blood break
down product, ekimosis, petechiae, hemochromatosis, hemosiderin

VIII Pigmentasi gingiva akibat obat seperti ACTH, obat antimalarial,


chemotherapeutic agent busulfan dan doxorubicn, minocycline,
kotrasepsi oral, phenothiazines

IX Pigmentasi gingiva yang terkait dengan penyakit sistemik dan sindrom


seperti penyakit Addison, sindrom Albright, Basilar melanosis
withincontinence, Beta thalassemia, Healedmucocutaneous lesions-
Lichen planus, Pemphigus, Pemphigoid, Hereditary
hemorrhagictelangiectasia, HIV-associated melanosis,
Neurofibromatosis, Peutz-jeghers dan sindrom hamartoma, Pyogenic
granuloma/Granulomatous epulis

X Lesi pigmentasi jinak dan ganas pada gingiva seperti Angiosarcoma,


Hemangioma, Kaposi’s sarcoma, Malihnantmelanoma, Melanocytic
nevus, Pigmented macule

2.4 Tata Laksana


Roshna T et al (2005) menyebutkan beberapa teknik untuk depigmentasi gingiva:
1. Metode dengan tujuan menghilangkan lapisan pigmen
a. Metode Bedah
- Teknik bedah scalpel
- Cryosurgery
- Electro surgery
- Laser
~ Neodymium: Laser aluminium-Yttrium-Garnet (Nd:YAG)
~ Erbium : Laser YAG (Er: YAG)
~ Laser karbondioksida (CO2)B
b. Metode kimia menggunakan bahan kimia kaustik ( metode ini tidak digunakan
jaman sekarang
2. Metode yang bertujuan menutupi pigmentasi gingina dengan transplasi dari
area yang lebih 5sedikit terpigmnetasi
a. Tranplantasi gingiva bebas
b. Acellulardrmal matrix allograft
Pendekatan non bedah seperti intervensi bedah telah diusulkan untuk penglolaan
pigmentasi melanin
1. Pendekatan Non-Bedah
a. Penggunaan afen farmakologi (monobenzona, mequinol atau hydroquinone) telah diterapkan
dalam kasus diman depigmentasi kulit diperlukan, seperti dalam pengobatan vitiligo.
Hydroquinone dan turunanya, monobenzona dan mequinol, menghambat produksi melanin dan
telah digunakan untuk memutihkan kulit. Hydroquinone tidak digunakan di Amerika Serikat
pada over the ciunte preparation dan FDA sudah termasuk obat berpotensi karsiogenik (USFDA
2006)
b. Penggunaan larutan 90% fenol atau 95% etanol untuk mengurangi pigmentasi oral dengan
menginduksi chemical burn dan peluruhan dari epitel. Namun repigmentasi dan kekambuhan
terjadi di semua kasus lama setelah aplikasi dari keduanya.
Pendekatan bedah alternatif telah dilaporkan untuk eliminasi pigmentasi melanin
gingiva, termasuk transplantasi gingiva bebas, gingivektomi, de-epithelialization dengan
abrasi bur, scalpel, laser dan crysurgery. Potensi transplantasi epitel gingiva telah
diterapkan untuk pengelolaan pigmentasi gingiva fisiologis atau amalgam tatto. Selain
itu Tamizi dan Taheri, dan Fowler etal juga melaporkan penggunaan transpalntasi gingiva
bebas untuk eliminasi pigmentasi melanin gingiva.
Menariknya, Fowler et al menggunakan teknik transplantasi gingiva bebas untuk
menghilangkan frenum labial maksila yang menyimpang dan untuk meningkatkan
pigmnetasi melanin pada tempat pembedahan. Untuk tujuan itu mereka memanfaatkan
transplantasi dari tempat yang banyak pigmentasi melanin. Sebagai alternatif untuk
transplantasi gingiva bebas, penggunaan sebuah matriks dermal acellular (Alloderm,
LifeCell Corporation, Woodlands, Texas) telah dianjurkan untuk pengelolaan pigmentasi
melanin gingiva dan amalgam tatto.
Pontes et al membandingkan penggunaan allorderm dengan de-epithelialization
gingiva dalam lima belas pasien.Dalam lokasi alloderm, sebagian ketebalan flap
terrefleksi dan tereksisi pada dasrnya, dan alloderm itu dijahit diatas periosteum. Pada
6
bagian kontralateral, jaringan ikat diambil dengan bur diamond. Para penulis melaporkan
hasil yang lebih unggul dan repigmentation minimal di tempat yang diobati dengan
alloderm 12 bulan pasca operasi dibandingkan dengan de-epithelialization.
Transplantasi jaringan ikat dapat juga digunakan untuk pengelolaan pigmentasi
gingiva dengan penghilangan simultan atau penghilangan selanjutkan dari lapisan epitel
berlebih dalam satu atau dua tahap. Walaupun jaringan ikat belum dilaporkan untuk
pengelolaan pigementasi melanin gingiva, pengunaannya telah didokumentasikan untuk
penangaan amalgam atau grafit tattos.
De-epitelisasi dapat dicapai dengan berbagai teknik termasuk penggunaan scalpel
dalam prosedur gingivectomy. Epitel berpigmen dan jaringan ikat pendukung yang
mendasari dieksisi. Namun, ini mungkin tidak menawarkan hasil permanen dimana
terdaat pigmentasi kembali dalam semua kasus di 36 bulan. Prosedur depigmentasi
dengan menggunakn skalpel, mudah dilakukan, tidak invasif, dan biaya efektif. Menurut
Almas dan Shadiq (2002), pembedahan dengan skalpel menyembuhkan lebih cepat dari
teknik lainnya. Tetapi pembedahan dengan skalpel menyebabkan pendarhan yang tidak
menyenangkan selama dan setelah operasi. HAl ini juga diperlukan untuk menutupi
lamina propria yang terkena dengan dressing periodontal selama 7-10 hari.

Gambar Gingivektokmi

De-epitelisasi dengan handpiece kecepatan tinggi dan bur diamond( 2 mm atau


2,5 mm diameter) telah diusulkan oleh Farnoosh. Dia menggambarkan penggunaan
feather-likebrush di bawah lavage air menggunakan bur besar karena bur kecil mungkin
tidak memberikan permukaan halus dan dapat membuat lubang kecil dan penyimpangan
dalam kontur gingiva. Penghapusan semua sisa-sisa epitel melanin dianjurkan untuk
mencegah kekambuhan. 7
Farnoosh juga menguusulkan bahwa de-epitelisasi dapat dikombinasikan dengan
proedur flap jika pasien memiliki periodontitis dan jaringan dengan tebal yang cukup.
Teknik ini membutuhkan “mencukur” dari lapisan epitel dengan pisau bedah dibawah
anasthesi lokal dengan epinefrin untuk mrngkontrol pendarahan. Luka bedah ditutup
dengan dressing periodontal. Pigementasi residual diobsevasi selama dua minggu pasca
operasi dan dihilangkan pada kunjungan selanjutnya.
Elecro surgery menggunakan energi listrik untuk meyebabkan disintegrasi
molekul sel melanin dan jaringan sekitarnya seperti dijlaskan oleh Exploding cell theory
oleh Olinger. Kontak dari elekr=troda dengan periosteun dan gigi vitak mungkin
menyebabkan kerusakan pada jaringan, karena itu adalah teknik yang sulit dan
membutuhkan keahlian. Cicek (2003) melaporkan bahwa tidak ada pendarahan dan
ketidaknyaman yang minimal untuk pasien saat menggunakan elektrokauter. Tapi elektro
juga memiliki keterbatsaannya sendiri yaitu penggunaan akumulasi panas yang berulang
dan berkepanjangan dan menghancurkan jaringan yang tidak diinginkan.
Penggunaan laser juga telah diusulkan untuk pengelolaan pigemntasi melanin
oral. CO2,Er.Cr:YSGG dan Nd:YAG laser telah digunakan. Nd: YAG LASER yang tak
terlihat, cahaya inframerah (panjang gelombang 1064 nm) memiliki afinitas tinggi untuk
pigmen yang gelap, membuat itu sangat cocok unutk depigmentasi. Energi radiasi
bertransformasi menjadi energy ablasi mengakibatkan ruptur sel dan evaporasi dengan
pemanasan minimal dari jaringan sekitarnya.
Menurut Atsawasuwan dan Greethong (1999) sinar laser menghasilkan
pendarahan minimal dalam operasi, menyebabkan kerusakan minimum untuk periosteum
dan tulang yang mendasari, dan perawatan gingiva dan mukosa tidak perlu menggunakan
dressing. Hal ini memiliki keuntungan yaitu penangaannya mudah, waktu perawatan
singkat, hemostasis, dan efek dekontaminasi dan sterilisasi. Akan tetapi metode
memerlukan biaya yang besar dan peralatan yang canggih. Sinar laser bahkan
menghancurkan sel-sel epitel termasuk lapisal basal, dan karenanya mengurangu
repigmentasi. Dengan demikian repigmentation sangat minim dan kooperatif pasien
kepatuhan jauh lebih baik menggunakan teknik ini. Namun, ablasi harus dilakukan
dengan hati-hati di daerah jaringan tipis dan akar yang menonjol, fenestration gingiva dan
paparan tulang mungkin terjadi. Keuntungan dari teknik ini meliputi kerusakan minimum
8
pada jaringan di bawahnya saat digunakan hati-hati, kecepatan prosedur dan pendarhan
minimal. Namun , lebih banyak waktu yang diperlukan untuk penyembuhan jaringan
periodontal.
Cryosurgery juga telah diusulkan memanajemen pigemntasi melanin gingiva.
Talet et al, melaporkan penggunaan cryoprobe ekspansi gas didinginkan sampai -81℃
dan diterapkan pada pigmentasi gingiva selama 10 detik. Gingiva dicarikan spontan
dalam 1 menit, dan nekrosis dalam waktu 1 minggu. Penyembuhan dan keratinasasi
selesai dalam waktu 3-4 minggu dan depigmentasi berhasil 20 bulan pasca operasi.
Penggunaan nitrogen cair juga telah diuji pada pasien pigmentasi melanin gingiva. Cairan
nitrogen (-196℃) diaplikasikan langsung ke gingiva dengan kapas dalam satu atau dua
kunjungan . Tidak ada kekambuhan dilaporkan pada 20 pasien diikuti selama 3-24 bulan.
Cryosurgery membutuhkan penggunaan bahan tambahan, dan kontrol kedalaman yang
sulit. Risiko pengingkatan kerusakan jaringan perlu dipertimbangkan. Gas
fluorocarbontetrafiuoroethane (TFE) yang digunakan dalam bidang endodontik untuk tes
dingin pulpa, adalah mudah tersedia dan juga telah diuji untuk gingiva melanin
depigmentation.

9
BAB III

LAPORAN KASUS

A. DATA PASIEN

Nama : Ilham alfaraihan


Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Koto Panjang
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Status : Belum menikah
No.MR : 430291

B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama :

Pasien mengeluhkan adanya perubahan warna pada gusi rahang atas dan rahang
bawah

2. Anamnesis
10
- Adanya pigmentasi berwarna hitam kecoklatan pada bibir, gusi, mukosa bibir dan
mukosa pipi pasien.
- Pasien tidak mengeluhkan rasa nyeri atau perih pada bibir, gingiva mukosa bibir,
mukosa pipi yang mengalami pigmentasi.
- Rongga mulut pasien berbau dan gigi-gigi pasien berwarna coklat.
- Pasien mengeluhkan kadang-kadang mulut terasa kering
- Pasien mengatakan sudah merokok sejak umur 16 tahun sebanyak 8-10 batang
dalam sehari.
- Pasien menyadari perubahan warna pada gusi sejak 3 tahun terakhir
3. Riwayat penyakit lalu : tidak ada
4. Riwayat penyakit sekarang : tidak ada
5. Riwayat penyakit keluarga : tidak ada
6. Riwayat sosial pekerjaan : tidak ada

C. PEMERIKSAAN KLINIS

1. Ekstra Oral
a. Gaya berjalan : Normal
b. Sikap : Kooperatif
c. Warna Kulit : Sawo matang
d. Bentuk muka : Simetris
2. Intra Oral
a. Bibir : Terdapat pigmentasi berwarna hitam kecoklatan
b. Gingiva : Terdapat pigmentasi berwarna hitam kecoklatan
c. Lidah : Normal
d. Palatum : Normal
e. Frenulum : Normal
f. Dasar mulut : Normal
g. Mukosa bukal : Terdapat pigmentasi berwarna kecoklatan
h. Mukosa Labial: Terdapat pigmentasi berwarna kecoklatan
11
Gigi

18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28
48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38
PE KM KS PE

Gigi 47 : Karies media


Gigi 37 : Karies superficial
Gigi 48, 38 : Parsial erupsi
Gigi 46, 36 : Missing

D. CIRI KLINIS

- Bercak coklat difus yang ukurannya beberapa sentimeter


- Terdapat pada gingiva anterior mandibular, anterior maksila, bibir dan mukosa
pipi
- Tidak berbulu
- Tidak sakit

E. OBAT YANG PERNAH DIKONSUMSI : -

F. DIAGNOSA SEMENTARA

 Smoker’s Melanosis

Merokok memberikan perubahan warna yang khas pada permukaan-permukaan yang


terpajan, yang disebut melanosis perokok.Keadaan tersebut bukanlah proses fisiologis yang
normal, tetapi lebih diakibatkan oleh rokok yang menstimulasi melanosit mukosa mulut
sehingga memproduksi melanin berlebihan. Melanin kemudian mengendap pada lapisan sel
basal mukosa, sehingga tejadi pigmentasi coklat kehitaman pada mukosa bukal, gingiva dan
bibir.
Melanosis perokok mengenai orang-orang lebih tua yang perokok berat. Tampak sebagai
bercak coklat difus dan pigmentasi menyebar tidak merata. Gusi anterior mandibula dan
mukosa pipi adalah daerah yang paling sering terkena. Daerah-daerah lain yang juga bisa
terkena mukosa bibir, palatum,
12 lidah, dasar mulut dan bibir. Derajat pigmentasi berkisar dari

coklat muda sampai tua dan berhubungan dengan banyaknya tembakau yang dihisap. Gigi
berwarna coklat dan halitosis biasanya menyertai keadaan tersebut. Melanosis perokok
bersifat reversible, akan hilang bila kebiasaan morokok dihilangkan.

G. ETIOLOGI

Melanosis perokok diakibatkan oleh stimulasai melanosit oleh asap dan panas
yang dihasilkan oleh rokok ( tembakau ).

H. DIAGNOSIS BANDING

 Addison disease

Penyakit Addison umumnya diakibatkan oleh kerusakan autoimun dari kelenjar adenal.
Peyebab lain meliputi penyakit infeksi, adrenolektomi, sepsis bakteri dan invasi tumor.
Melanjutnya penyakit tersebut mengakibatkan anemia, anoreksia, diare, hipotensi, lesu,
nausea dan kehilangan berat badan. Komplikasi yang berkaitan dengan kelainan ini adalah
adanya pengendapan melanin dalam kulit. Proses menjadi hitam pada awalnya dapat terlihat
pada buku-buku jari, siku, lipatan telapak tangan dan mukosa intra oral. Secara intra oral
penyakit tersebut ditandai oleh hipermelanosis yang polanya dapat terdiri atas bercak-bercak
biru hitam multiple atau biru hitam menyeluruh. Biasanya daerah-daerah yang berpigmen
berbentuk makula, tidak menimbul dan berwarna coklat. Paling umum terjadi di mukosa pipi
dan gusi, tetapi pigmentasi dapat juga meluas ke bibir dan lidah.

I. TERAPI
Mengurangi konsumsi rokoknya atau jika bisa dihilangkan sama sekali kebiasaa
rokokya. Dengan berkurangnya atau hilangnya zat pemicu diharapkan regenerasi sel-sel
melanosit pada mukosa mulut akan kembali normal.

13
BAB V

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien di diagnosa suspek smoker’s melanosis adanya perubahan warna
pada gusi rahang atas dan rahang bawah. Anamnesis didapatkan Adanya pigmentasi berwarna
hitam kecoklatan pada bibir, gusi, mukosa bibir dan mukosa pipi pasien, pasien tidak
mengeluhkan rasa nyeri atau perih pada bibir, gingiva mukosa bibir, mukosa pipi yang
mengalami pigmentasi, rongga mulut pasien berbau dan gigi-gigi pasien berwarna coklat. Pasien
mengeluhkan kadang-kadang mulut terasa kering. Pasien mengatakan sudah merokok sejak umur
16 tahun sebanyak 8-10 batang dalam sehari. Pasien menyadari perubahan warna pada gusi sejak
3 tahun terakhir. Riwayat penyakit lalu disangkal, riwayat penyakit sekarang disangkal dan
riwayat penyakit keluarga disangkal.

Pada pemeriksaan ekstra oral bentuk wajah simetris, gaya berjalan normal sikap
kooperatif, kulit sawo matang. Pada pemeriksaan intra oral ditemukan pigmentasi
berwarna hitam kecoklatan pada bibir,gingiva, mukosa bukal dan mukosa labial, gigi 47
karies media, gigi 37 karies superficial, gigi 48 38 parsial erupsi, gigi 46 36 missing.
14
Keluhan utama pasien didiagnosa smoker’s melanosis, Hal ini diakibatkan karena
adanya bercak coklat difus yang ukurannya beberapa sentimeter, terdapat pada gingiva
anterior mandibular, anterior maksila, bibir dan mukosa pipi, tidak berbulu, tidak sakit.
Terapi yang diterapkan kepada pasien yaitu mengurangi konsumsi rokoknya atau jika
bisa dihilangkan sama sekali kebiasaa rokokya. Dengan berkurangnya atau hilangnya zat pemicu
diharapkan regenerasi sel-sel melanosit pada mukosa mulut akan kembali normal.

BAB V
KESIMPULAN

Hasil pemeriksaan perempuan 21 tahun dengan diagnosis sementara penyakit utama


adalah suspek smoker’s melanosis pada bibir, gingiva, mukosa labial dan mukosa bukal
disebabkan kebiasaan merokok. Terapi dilakukan dengan mengurangi konsumsi rokoknya atau
jika bisa dihilangkan sama sekali kebiasaa rokokya. Dengan berkurangnya atau hilangnya zat
pemicu diharapkan regenerasi sel-sel melanosit pada mukosa mulut akan kembali normal.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Scully C. Oral and Maxillofacial Medicine. The Basis of Diagnosis and Treatment. London:
Elsevier Limited; 2004.

2. Lawler W, Ahmed A, Hume WJ. Buku pintar patologi untuk kedokteran gigi. Jakarta:
Penerbit buku kedokteran; 2002.

3. Lewis MAO, Lamey PJ. Tinjauan klinis penyakit mulut. Jakarta: Widya Medika; 1998.

4. Pindborg, J, J. 2009. Atlas Penyakit Mukosa Mulut. Editor Kartika Wangsaraharja. Binarupa
Akasara. Tangerang.

16

Anda mungkin juga menyukai