Anda di halaman 1dari 30

Case Report

DRUG-INDUCED HEPATITIS

Presentan:

dr. Fauzan Herdian

Pendamping:

dr. Ria Adriani

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

RSUD DR. ACMAD MUCHTAR

BUKITTINGGI

2015
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Drug-induced hepatitis (DIH) / Drug-induced liver injury (DILI) dapat diartikan


sebagai kerusakan hepatik yang diinduksi oleh obat kimiawi atau herbal yang menyebabkan
disfungsi hati atau abnormalitas pada tes fungsi hati (peningkatan ALT/AST >3x batas
normal dan/atau kenaikan bilirubin >2x batas normal) dengan ekslusi dari penyebab-
penyebab lainnya (hepatitis viral, alkohol, tumor, dll). Drug-induced hepatitis dapat dibagi
menjadi tipe intrinsik dan idiosinkratik. Tipe intrinsik biasanya tergantung dosis dan dapat
diprediksi (mis. keracunan paracetamol), sementara tipe idiosinkratik tidak tergantung
langsung ke dosis obatnya dan lebih sulit diprediksi.1

II. Epidemiologi

Drug-induced hepatitis tipe idiosinkratik merupakan kasus yang tidak terduga dan
dapat tidak teridentifikasi pada pemeriksaan preklinis maupun klinis. Untuk sebagian besar
obat yang beredar, drug-induced hepatitis tipe idiosinkratik ini diperkirakan terjadi pada 1
diantara 10.000 hingga 100.000 orang yang terpapar obat-obatan tersebut.1 Untuk pasien anak
sendiri, sekitar 5% dari kasus gagal hati akut pada anak disebabkan oleh obat-obatan selain
acetaminophen. Obat-obatan yang diduga sebagai penyebabnya beragam, mulai dari anti
biotik, antikonvulsan, psikoaktif, dan lainya.2

Di Amerika serikat, dari sebuah studi prospektif yang dilakukan antara tahun 2004-
2009 pada 30 orang pasien anak berumur 2-18 tahun dengan dugaan Drug-induced hepatitis,
didapat agen penyebab terbanyak yaitu antimikroba (minosiklin, isoniazid, dan azithromycin)
dan obat SSP (atomoxetine dan lamotrigine). Dari seluruh pasien, 2 orang tetap
menunjukkan abnormalitas pada follow-up test fungsi heparnya hingga 6 bulan kemudian,
menandakan terjadinya penyakit hati kronis.3

Sedangkan di India, dari studi terhadap 39 anak usia 2-17 tahun dari tahun 1997-2004
dan 2005-2010, didapatkan penyebab terbanyak dari drug-induced hepatitis yaitu OAT
(INH, rifampisin, pirazinamid), phenytoin, dan carbamazepine. 16 dari 39 anak pada studi ini
juga menunjukkan gejala hipersensitivitas obat seperti ruam kemerahan, demam,
limfadenopati, dan/atau eosinofilia.4Selain itu, penelitian lain oleh Devarbhavi et al
menunjukkan bahwa 42-63% individu yang mengalami drug-induced hepatitis sebetulnya
tidak memerlukan obat anti TB dan hanya diterapi secara empiris untuk suspek tuberculosis.9

III. Patogenesis

Metabolisme Obat di Hati

Metabolisme obat merupakan proses dimana molekul obat diubah secara kimiawi,
biasanya menjadi metabolit polar dengan tingkat solubilitas air yang meningkat untuk
memudahkan eliminasi di urin atau empedu. Metabolisme obat di hati dibagi menjadi 2 fase :
fase 1 dan fase 2.5

Pada fase 1, molekul obat akan mengalami perubahan struktur. Enzim sitokrom P450
merupakan katalis yang paling dominan pada fase ini. Enzim ini akan mengonversi molekul
obat menjadi metabolit yang lebih polar (hidrofilik) melalui proses oksidasi, reduksi, atau
hidrolisis. Di hepatosit, enzim ini berada di retikulum endoplasma halus. Metabolit yang
dihasilkan pada fase ini bisa cukup larut air untuk langsung dieliminasi atau membentuk
substrat untuk enzim fase 2. 5

fase 2 meliputi konjugasi dari grup ion (seperti glutathion, glucoronosil, asetil, dll)
yang disebut transferase dengan molekul obat. Hasil dari konjugasi yaitu metabolit yang
inaktif secara farmakologik dan hidrofilik sehingga bisa dieksresi sekaligus mengurangi efek
toksik dari metabolit reaktif yang dihasilkan di fase 1. 5

Mekanisme Drug-Induced Hepatitis di Hati6,7

Patogenesis dari drug-induced hepatitis dapat terjadi melalui 3 fase. Pada fase
pertama, komponen obat atau metabolit reaktifnya akan menimbulkan kerusakan awal
melalui 3 cara:

1. Toksisitas dari metabolit obat akan memicu stress pada sel dan mengaktifkan protein pro-
apoptosis yang akan merusak permeabilitas membran mitokondria.
2. Metabolit obat akan merusak mitokondria melalui penginhibisian proses beta oksidasi,
yaitu proses katabolik dimana asam lemak diubah menjadi asetil KoA, NADH, dan FADH2.
Hal ini akan menimbulkan penumpukan lipid dalam sel yang menghambat fungsi respirasi sel
dan menurunkan produksi ATP.

3. Metabolit obat berikatan dengan protein karier dan membentuk hapten yang immunogenik
atau berikatan langsung dengan reseptor imun sel T dan menimbulkan reaksi imun yang
dimediasi sel T. Reaksi imun ini juga akan mengaktifkan death-inducing signalling complex,
kompleks protein yang akan menginisiasi terjadinya apoptosis, dengan cara meningkatkan
sensitivitas dari TNF-alfa sebagai pemicunya.

Pada fase kedua, kerusakan dari mitokondria akan meningkatkan permeabilitas


membran mitokondria yang menyebabkan molekul-molekul kecil masuk ke mitokondria,
mengubah osmolaritas, dan membuat mitokondria membengkak. Pembengkakan ini
menyebabkan ruptur pada membran dan keluarnya protein sitokrom C dari mitokondria.

Fase ketiga yaitu kematian sel hepatosit akibat apoptosis atau nekrosis. Apoptosis
terjadi apabila masih ada produksi ATP di mitokondria. Sitokrom C yang keluar dari
mitokondria akan menggunakan sisa ATP untuk menginisiasi kaskade apoptosis. Bila tidak
ada lagi sisa ATP di mitokondria, sel akan mengalami nekrosis melalui proses autolisis.
Gambar 1. Model 3 langkah dari terjadinya drug-induced hepatitis.
IV. Faktor Risiko

Faktor risiko dari drug-induced hepatitis dapat dibagi menjadi 2 yaitu genetik dan
non-genetik.

 Non-Genetik
1. Umur
Umur merupakan faktor resiko untuk terjadinya drug-induced hepatitis bagi beberapa
jenis obat. Usia muda merupakan faktor risiko bagi obat seperti asam valproate
ataupun sindrom reye akibat pemakaian aspirin. Risiko hepatotoksisitas akibat
isoniazid juga bertambah seiring dengan usia.8,9
2. Jenis Kelamin
Wanita dipercaya memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena drug-induced hepatitis
tipe idiosinkratik, berdasarkan prevalensinya yang lebih tinggi pada studi yang telah
dilakukan mengenai penyakit ini.8
3. Malnutrisi
Sebuah studi oleh Singla et al dan Sharma et al menunjukkan bahwa hipoalbuminemia
dapat menjadi marker dari malnutrisi serta faktor risiko untuk terjadinya drug-
induced hepatitis, dimana pasien dengan hipoalbuminemia (<3,5 mg/dl) dalam
pengobatan TB memiliki risiko 3x lebih tinggi menderita drug-induced hepatitis.9
4. Gangguan Penyerta Lain
Adanya penyakit hati sebelumnya seperti penyakit hati kronis atau perlemakan hati
non-alkoholik dapat meningkatkan resiko terjadinya hepatotoksisitas akibat obat.
Pasien dengan HIV yang juga terinfeksi dengan hepatitis B atau C juga memiliki
peningkatan risiko terjadinya drug-induced hepatitis dari terapi antiretroviral atau
obat TB. 8,9
5. Dosis Harian
Meskipun drug-induced hepatitis tipe idiosinkratik dipercaya tidak bisa diprediksi
berdasarkan dosis, namun dari beberapa studi dan laporan kasus ditemukan bahwa
pasien yang mendapat dosis obat >50 mg/hari untuk memiliki resiko lebih tinggi
terkena drug-induced hepatitis untuk beberapa jenis obat.8
6. Interaksi Obat
Beberapa obat dapat meningkatkan potensi hepatotoksik obat lainnya dengan cara
menginduksi sitokrom P450 dan meningkatkan produksi metabolit reaktif yang
bersifat hepatotoksik, misalnya pada penggunaan bersamaan asam valproate dan
antikonvulsan lainnya.8

 Genetik
1. Variasi Pada Fase 1
Fase 1 merupakan fase dimana metabolit reaktif yang toksik dibentuk oleh enzim
sitokrom p450. Beberapa famili dari enzim sitokrom p450 ditemukan memiliki variasi
pada kerjanya pada tiap individual, dimana penurunan kerja enzim tertentu berisiko
mengakibatkan drug-induced hepatitis akibat penumpukan dari metabolit toksik di hati.
CYP2D6 merupakan enzim yang memetabolisme opiat, antidepressan, beta-bloker, dan
agen anti-aritmia. Polimorfisme dari enzim ini telah dikatikan dengan hepatotoksisitas
dari obat perhexiline dan chlopromazine.7,8
2. Variasi Pada Fase 2
Pada fase 2, metabolit reaktif akan dikonjugasi dan didetoksifikasi oleh grup
transferase sehingga variasi kerja dari transferase ini berisiko meningkatkan timbulnya
drug-induced hepatitis. NAT2 (N-acetyl transferase 2) merupakan enzim polimorfik yang
bekerja untuk mendetoksifikasi obat-obat seperti isoniazid dan sulfonamid. NAT2*4
memiliki kecepatan detoksifikasi paling tinggi, sedangkan NAT2*5, *6, *7 memiliki
kecepatan detoksifikasi yang rendah sehingga beresiko menimbulkan hepatotoksisitas
dari obat isoniazid atau sulfonamid.8,10,11
3. Human Leukocyte Antigen (HLA)
Sistem HLA memiliki peran penting dalam memediasi reaksi imun, sehingga variasi
pada gen ini dapat meningkatkan efek kerusakan pada drug-induced hepatitis yang
disebabkan oleh jalur ekstrinsik. Salah satu variasi genotipe HLA, HLA-B*5701, telah
diketahui sebagai faktor risiko pada kejadian drug-induced hepatitis akibat fluoxacilin.
Hubungan antara gen HLA kelas II dengan drug-induced hepatitis akibat obat TB juga
telah dilaporkan yaitu HLA-DRB1*03 untuk isoniazid, HLA-DQA1*0102 untuk
rifampicin, dan HLA-DQB1*0201 untuk etambutol.7,8

V. Manifestasi Klinis
Manifestasi dari drug-induced hepatitis sangat bervariasi, mulai dari peningkatan
enzim hati yang asimtomatik hingga gagal hati fulminan. Gejala klinis yang tampak biasanya
tergantung dari obat penyebabnya. Gejala ini dapat menyerupai gangguan hati lain seperti
hepatitis akut, hepatitis kronis, cholestasis akut, fatty liver disease, dll.1,12
Gambar 2. Gejala klinis dari drug-induced hepatitis dan obat penyebabnya

Pola kerusakan akibat drug-induced hepatitis dapat dibagi menjadi 3 jenis :


hepatoselular, cholestasis, dan campuran. Pola ini dapat dilihat dengan memeriksa nilai R,
yaitu (nilai ALT/batas atas normal) : (nilai alkali fosfatase/batas atas normal).12

1. Nilai R>= 5 menandakan kerusakan hepatoselular. Pasien dengan kerusakan jenis ini
tidak memiliki gejala khas dan tidak selalu tampak ikterik. Biasanya pasien ini juga
menampakkan gejala alergi obat, seperti demam, ruam kulit, atau eosinofilia.
Pemeriksaan fungsi hati akan menampakkan peningkatan ALT/AST, sedangkan
pemeriksaan histologi hati akn menunjukkan inflamasi dan nekrosis hepatosit dengan
inflitrasi eosinofil. 12
2. Nilai R=< 2 menandakan adanya kerusakan bilier. Tipe ini dibagi lagi menjadi 2
subtipe : kanalikular dan hepatokanalikular. Tipe kanalikular ditandai dengan gejala
ikterik dan pruritus dengan peningkatan bilirubin direk, alkali fosfatase, dan gamma
glutamyl transferase, dengan gambaran histologi berupa kolestasis hepatosit dan
pelebaran kanal bilier. Tipe hepatokanalikuler memiliki gejala demam dan nyeri perut,
mirip dengan obstruksi bilier akut. Histologi hati menunjukkan inflamasi portal dan
nekrosis hepatosit, dengan kolestasis pada centrilobular. 12
3. Nilai 2<R<5 menandakan kerusakan campuran dengan gambaran klinis dan biologi
antara tipe hepatoselular dan kolestasis. Reaksi alergi juga sering tampak, dengan
reaksi granulomatosa terlihat pada pemeriksaan biopsi hati. 12
VI. Diagnosis
Diagnosis dari drug-induced hepatitis ditegakkan dengan mengeksklusi kemungkinan
gangguan hati lainnya melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang detil, pemeriksaan lab,
pencitraan hepatobilier, biopsi hati (bila diindikasikan), dan penilaian kausalitas.13

1. Anamnesis & Pemeriksaan Fisik


Pada anamnesis, perlu dicari riwayat paparan obat-obatan yang akurat serta
onset awal dan perjalanan dari kelainan yang tampak. Biasanya, onset dari drug-
induced hepatitis terjadi dalam 6 bulan pertama setelah memulai obat baru, kecuali
pada obat-obatan tertentu yang memerlukan paparan yang lebih lama sebelum
menampakkan gejala (mis. nitrofurantoin, minosiklin, statin). Selain itu, perlu dicari
juga riwayat reaksi obat sebelumnya, riwayat gangguan hati sebelumnya, serta
riwayat konsumsi alkohol. 13
Pemeriksaan fisik biasanya menampakkan gambaran mirip gangguan hati lain
(ikterik, demam, hepatomegali, nyeri tekan hati, atau gambaran penyakit hati kronis).
13

2. Pemeriksaan Laboratorium dan Pencitraan


Pemeriksaan fungsi hati diperlukan untuk melihat perjalanan abnormalitas
enzim hati, terutama bila obat yang diduga sebagai penyebab telah dihentikan, dan
untuk menentukan nilai R sehingga dapat diketahui pola kerusakan hatinya. Untuk
kerusakan tipe hepatoselular, Hepatitis marker dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan hepatitis akut, sedangkan autoantibodi serum dan IgG dapat diperiksa
bila ada gejala hipersensitivitas (demam, ruam kulit, urtikaria, dan eosinofilia) atau
tanda-tanda autoimunitas lain (anemia hemolitik, glomerulonefritis, dll). 12,13
Untuk kerusakan tipe kolestatik, diagnosis bandingnya yaitu kelainan
pankreatikobilier yang bisa ekstrahepatik atau intrahepatik. Kelainan ekstrahepatik
seperti choledocolithiasis atau malignansi bisa diekslusikan dengan pemeriksaan
pencitraan abdominal seperti USG, CT-scan, atau MRI. Kelainan intrahepatik yang
menyerupai drug-induced hepatitis perlu diekslusi berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik (sepsis, gagal jantung), tes serologis (anti-mitochondrial antibody
untuk sirosis bilier primer), atau pencitraan (sclerosing cholangitis). 12,13

3. Biopsi Hati
Biopsi hati bukan merupakan pemeriksaan yang mandatorik dilakukan pada
kasus drug-induced hepatitis, namun dapat dipertimbangkan untuk dilakukan pada
kejadian seperti : 13
 Bila hepatitis autoimun menjadi satu-satunya diagnosis banding yang tersisa dan
pasien dipertimbangkan mendapat terapi imunosupresif.
 Bila enzim hati terus naik atau tanda kerusakan hati yang makin memburuk meskipun
agen yang diduga sebagai penyebab sudah dihentikan.
 Bila nilai ALT tidak menurun >50% setelah 30-60 hari atau AP tidak menurun >50%
setelah 180 hari meskipun agen yang diduga sebagai penyebab sudah dihentikan.
 Pada kasus drug-induced hepatitis dimana penggunaan obat penyebab perlu
diteruskan.
 Bila abnormalitas nilai enzim hati terus tampak hingga 180 hari untuk mengevaluasi
adanya penyakit hati kronis.

4. Penilaian Kausalitas
RUCAM (Roussel Uclaf Causality Assessment Method) adalah alat penilaian
standard untuk menilai probabilitas suatu obat sebagai penyebab dari drug-induced
hepatitis. Sistem ini tidak bisa dipakai sebagai alat diagnosis satu-satunya, namun
sebagai bimbingan untuk mengevaluasi pasien dengan dugaan drug-induced hepatitis.
Sistem skoring ini dibagi menjadi tipe hepatoselular dan tipe kolestatik dengan
campuran. Poin-poin lalu ditambah atau dikurangi berdasarkan onset gejala, waktu
hingga nilai enzim hati kembali normal, faktor risiko, obat penyerta, diagnosis
banding, dan hasil re-challenge. Skor akhirnya kemudian dibagi menjadi 5 hasil yaitu
"disingkirkan" (skor <=0), "kurang mungkin" (1-2), "mungkin" (3-5), "berpotensi" (5-
8), "pasti" (>8).12,13,14
Gambar 3. Roussel Uclaf Causality Assessment Method untuk penilaian drug-induced
hepatitis

VII. Penatalaksanaan
Pada pasien dengan dugaan drug-induced hepatitis, terutama dengan kenaikan nilai
enzim hati atau terdapat tanda-tanda disfungsi hati, agen yang diduga sebagai penyebab harus
dihentikan. Terapi lainnya biasanya bersifat suportif dan tergantung dari gejala yang
tampak.13,14
N-Acetylcystein bisa diberikan pada pasien dengan drug-induced hepatitis akibat
acetaminofen. Dari beberapa penelitian, penggunaanya pada drug-induced hepatitis akibat
obat lain memberikan tingkat survival yang lebih tinggi dibanding dengan pasien yang tidak
mendapat NAC. Namun, penelitian mengenai pemberian NAC pada pasien anak justru
memberikan tingkat survival yang lebih rendah dan tidak direkomendasikan diberikan NAC
IV pada pasien anak dengan drug-induced hepatitis. 13,14
Pengunaan steroid pada pasien dengan drug-induced hepatitis biasanya bila
ditemukan gejala hipersensitivitas. Namun, belum ada uji terkontrol untuk penggunaan
steroid pada pasien dengan drug-induced hepatitis. 13,14
Terapi khusus lain yang dapat diberikan pada pasien dengan drug-induced hepatitis
yaitu L-carnitine untuk drug-induced hepatitis akibat valproate, dan asam ursodeoxycholic
untuk gejala kolestasis, namun, data mengenai efikasinya masih terbatas. 13,14

VIII. Prognosis
Sebagian besar pasien drug-induced hepatitis akut yang simptomatik dapat sembuh
dengan terapi suportif setelah obat penyebabnya dihentikan. Prognosis dari tiap pasien
tergantung dari tingkat kerusakan hati saat datang pertama kali. Sebagai contoh, pasien
dengan drug-induced hepatitis dan koagulopati (INR>1,5) dan encefalopati memiliki
prognosis yang buruk tanpa mendapat transplantasi hati. Selain itu, lama pemakaian obat
penyebab sebelum dihentikan serta kerusakan hati tipe kolestatik juga berpengaruh pada
risiko perkembangan penyakit menjadi kronis.12,13,14
Sebuah observasi dari dr. Hyman Zimmerman pada tahun 1978 menemukan bahwa
pasien dengan ikterik yang disebabkan oleh obat (bilirubin total >2x batas normal / nilai
ALT/AST >3x normal) memiliki tingkat mortalitas sebesar 10%. 12,13,14

DAFTAR PUSTAKA

1. Bjornsson,E. Review article: drug-induced liver injury in clinical practice. Aliment


Pharmacol Ther 2010; 32: 3–13.
2. Squires et al. Acute Liver Failure in Children: The First 348 Patients in The Pediatric
Acute Liver Failure Study Group. J Pediatr. 2006 May ; 148(5): 652–658.
3. Molleston et al. Characteristics of Idiosyncratic Drug-induced Liver Injury in
Children: Results From the DILIN Prospective Study. J Pediatr Gastroenterol Nutr.
2011 August ; 53(2): 182–189.
4. Devarbhavi et al. Drug-Induced Liver Injury With Hypersensitivity Features Has a
Better Outcome: A Single-Center Experience of 39 Children and Adolescents.
HEPATOLOGY, Vol. 54, No. 4, 2011
5. Liddle, Christopher and Stedman, Catherine A.M. Hepatic metabolism of drugs. The
Textbook of Hepatology: From Basic Science to Clinical Practice, 3rd Edition, July
2007, Section 2.3.15
6. Russmann et al. Current Concepts of Mechanisms in Drug-Induced Hepatotoxicity.
Current Medicinal Chemistry, 2009, 16, 3041-3053
7. Russmann S.; Jetter A.; Kullak-Ublick G.A.; Pharmacogenetics of Drug-Induced
Liver Injury. HEPATOLOGY, Vol. 52, No. 2, 2010
8. Bjornsson E.;Chalasani N.; Risk Factors for Idiosyncratic Drug-Induced Liver Injury.
Gastroenterology. 2010 June ; 138(7): 2246–2259.
9. Devarbhavi,H. Antituberculous drug-induced liver injury: current perspective.
Tropical Gastroenterology 2011;32(3):167–174
10. Raquel Lima de Figueiredo Teixeira et al. Genetic polymorphisms of NAT2, CYP2E1
and GST enzyme and the occurrence of antituberculosis drug-induced hepatitis in
Brazilian TB patients. Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro, Vol. 106(6): 716-724,
September 2011
11. Bjornsson E.;Chalasani N.;Ghabril M.; Drug-induced liver injury: a clinical update.
Curr Opin Gastroenterol. 2010 May ; 26(3): 222–226.
12. Andrade RJ, Robles M, Fernández-Castañer A, López-Ortega S, López-Vega MC,
Lucena MI. Assessment of drug-induced hepatotoxicity in clinical practice: A
challenge for gastroenterologists. World J Gastroenterol 2007; 13(3):329-340

13. Chalasani et al. ACG Clinical Guideline: The Diagnosis and Management of
Idiosyncratic Drug-Induced Liver Injury. Am J Gastroenterol advance online
publication, 17 June 2014
14. Ki Tae Suk, et al. Drug-induced liver injury: present and future. Clinical and
Molecular Hepatology 2012;18:249-257
BAB II
ILUSTRASI KASUS

I. Identitas
Nama :Z
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 13 tahun
MR : 401683
Alamat : Koto Panjang Dalam, Lamposi Tigo Nagari, Payakumbuh
Pekerjaan : Siswi SMP

II. Anamnesis

Seorang anak perempuan berumu 13 tahun masuk bangsal anak RSUD Achmad Muchtar
Bukittinggi pada tanggal 26 Maret 2015 dengan :

Keluhan Utama : Kuning di seluruh tubuh sejak 8 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang :

- Kuning di seluruh tubuh sejak 8 hari sebelum masuk rumah sakit, kuning awalnya
tampak di mata dan makin lama menyebar ke seluruh tubuh.

- Bercak merah yang gatal di seluruh tubuh sejak 12 hari sebelum masuk rumah sakit.
Saat ini bercak merah sudah berkurang

- Nyeri perut sejak 13 hari sebelum masuk rumah sakit, terasa di ulu hati, hilang timbul
- Mual sejak 14 hari sebelum masuk rumah sakit, nafsu makan berkurang sejak mual
terasa

- Muntah sejak 14 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 4-5 kali sehari,
jumlah < ½ gelas, isi air, tidak menyemprot

- Demam sejak 14 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak tinggi, terus menerus, tidak
menggigil, tidak disertai kejang

- Buang air besar lunak sejak sakit, frekuensi 2-3x/hari, tidak berlendir, tidak
berdarah, tidak pucat

- Buang air kecil sedikit sejak sakit, warna teh pekat, nyeri saat miksi (-)

- Riwayat minum OAT sejak 22 hari yang lalu, rutin setiap hari.

- Riwayat batuk berdahak sejak 6 bulan yang lalu, hilang timbul, tidak berdarah

- Riwayat kontak dengan orang yang sakit kuning tidak ada

- Riwayat transfusi darah sebelumnya tidak ada

- Riwayat penurunan berat badan dalam waktu singkat tidak ada

- Pasien dirujuk dari RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh ke IGD RSUD Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi pada tanggal 26 Maret 2015 dengan keterangan drug-induced
hepatitis e.c OAT dan telah terpasang infus RL : D5% = 1:1 sebanyak 15 tetes/menit,
mendapatkan ceftriaxon injeksi 2x1 gr IV, dexamethason 5 gr/12 jam IV,
betamethason krim, codein 3x10 mg, curcuma 2x1 tab

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Pasien tidak pernah menderita sakit kuning sebelumnya

- Pasien tidak pernah menderita penyakit hati sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit seperti ini sebelumnya
Riwayat Imunisasi :
BCG : 1 bulan
DPT : 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan
Polio : 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan
Hepatitis : 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan
Campak : 9 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
Riwayat Kebiasaan :
- Riwayat merokok (-) minum minuman beralkohol (-) memakai NAPZA (-)

III. Pemeriksaan Fisik


Status Generalisata :
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Frekuensi nadi : teraba kuat, teratur, 80x/menit
Frekuensi nafas : 30 x/menit
Suhu : 36,8 0C
Berat badan : 49 kg
Tinggi badan : 150 cm

Pemeriksaan Sistemik :
Kulit : teraba hangat, tampak ikterik
KGB : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Kepala : normocephal, rambut hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik, pupil isokor, ukuran 2 mm/2
mm, reflek cahaya positif
Telinga : tidak ada kelainan
Hidung : nafas cuping hidung tidak ada
Mulut : bibir basah, mukosa mulut basah
Tenggorok : tonsil T1 – T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Leher : tidak teraba pembesaran tiroid

Dada : Paru :
- Inspeksi : normochest, pergerakan simetris, retraksi tidak ada
- Palpasi : fremitus sama kiri dan kanan
- Perkusi : sonor
- Auskultasi : vesikular, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung :
- Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus kordis teraba satu jari medial LMCS RIC V
- Perkusi : batas jantung normal
- Auskultasi : irama jantung teratur, bising tidak ada

Abdomen :
- Inspeksi : tidak tampak membuncit, distensi tidak ada
- Palpasi : teraba supel, hepar teraba 1/4-1/4, permukaan rata, pinggir tajam, lien
tidak teraba, nyeri tekan (+) di epigastrik dan hipogastrik kanan
- Perkusi : timpani
- Auskultasi : bising usus positif normal

Punggung : tidak ditemukan kelainan


Anus : tidak ditemukan kelainan
Alat kelamin : tidak ditemukan kelainan, status pubertas A1, M2, P2
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik, reflex fisiologis positif normal, reflex patologis
tidak ada

IV.Pemeriksaan Penunjang
Hasil Lab (27/3/15)
Darah Rutin : Urinalisa :
Hb : 9,7 gr/dl Eritrosit : 0-1
Ht : 27% Leukosit : 0-1
Leukosit : 10.580/mm3 Kristal : -
Trombosit : 144.000/mm3 Bakteri : -
Diff. Count : 0/30/1/22/45/2 Jamur : -
Retikulosit : 2% Bilirubin : +1

Kimia Klinik Analisa Feses :


ALT : 117 U/L Warna : coklat
AST : 83 U/L Konsistensi : lunak
AP : 176 U/L Darah : -
Bili-D : 9,77 mg/dl Lendir : -
Bili-T : 10,39mg/dl Eritrosit : 0-1
Leukosit : 0-1
Bakteri : -
Amoeba : -
Telur cacing : -

V. Diagnosis Kerja :
Drug-induced hepatitis e.c suspek OAT

Diagnosis banding :
Hepatitis virus (A,B)

VI.Terapi :
- Hentikan konsumsi OAT
- Curcuma 2x1 tab
- Vitamin C 3x1 tab
- Diet ML DH 2000 kkal
- IVFD Kaen 1B 20 tts/i makro

VII. Follow-Up

27/3/15
S/ Tampak kuning di seluruh tubuh Bak (+) warna teh pekat
Mual (+) Bab (+), lunak, warna coklat
Muntah (+), frekuensi 3X, isi air, Gatal (+)
Demam (-)
O/ Sakit sedang, cmc, TD : 100/70, nadi : 90x/i, nafas: 24x/i, suhu: 37oC
Kulit : ikterik
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/ Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/ Curcuma 2x1 tab
Vitamin C 3x1 tab
Diet ML DH 2000 kkal
IVFD Kaen 1B 20 tts/i makro

28/3/15
S/ Tampak kuning di seluruh tubuh Bak (+) warna teh pekat
Mual (+) Bab (+), lunak, warna coklat
Muntah (+) tiap makan Gatal (+)
Demam (-)
O/ Sakit sedang, cmc, TD : 110/70, nadi : 80x/i, nafas: 20x/i, suhu: 36,4oC
Kulit : ikterik
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/ Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/ Curcuma 2x1 tab
Vitamin C 3x1 tab
Vit B complex 3x1
Cek HbsAg & HAV IgM

29/3/15
S/ Tampak kuning di seluruh tubuh
Bak (+) warna teh pekat Bab (+), lunak, warna coklat
Mual (+) Gatal (+)
Muntah (-) Demam (-)
O/ Sakit sedang, cmc, TD : 100/70, nadi : 88x/i, nafas: 20x/i, suhu: 36,4oC
Kulit : ikterik
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/ Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/ Curcuma 2x1 tab
Vitamin C 3x1 tab
Vit B complex 3x1

30/3/15
S/ Tampak kuning di seluruh tubuh
Bak (+) warna teh pekat Bab (-)
Mual (+) Gatal (+)
Muntah (-) Demam (-)
O/ Sakit sedang, cmc, TD : 100/70, nadi : 78x/i, nafas: 22x/i, suhu: 36,5oC
Kulit : ikterik
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat, edema (-)

Hasil Lab (30/3/15)


HbsAg : negative
HAVIgM : nonreaktif

A/ Drug-induced Hepatitis ec. OAT


P/ Curcuma 2x1 tab
Vitamin C 3x1 tab
Vit B complex 3
31/3/15
S/ Tampak kuning di seluruh tubuh
Bak (+) warna teh pekat Bab (-)
Mual (+) Gatal (-)
Muntah (-) Demam (-)
O/ Sakit sedang, cmc, TD : 110/70, nadi : 84x/i, nafas: 22x/i, suhu: 36,5oC
Kulit : ikterik
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/ Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/ Curcuma 2x1 tab
Vitamin C 3x1 tab
Vit B complex 3x1

1/4/15
S/ Tampak kuning di seluruh tubuh
Bak (+) warna teh pekat Bab (+)
Mual (-) Sakit kepala (+)
Muntah (-) Demam (-)
O/ Sakit sedang, cmc, TD : 120/70, nadi : 96x/i, nafas: 20x/i, suhu: 37 oC
Kulit : ikterik
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/ Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/ Curcuma 2x1 tab
Vitamin C 3x1 tab
Vit B complex 3x1

2/4/15
S/ Tampak kuning di seluruh tubuh
Bak (+) warna teh pekat Bab (-)
Mual (-) Sakit kepala (+)
Gatal (+) Demam (-)
O/ Sakit sedang, cmc, TD : 110/80, nadi : 78x/i, nafas: 24x/i, suhu: 36,6 oC
Kulit : ikterik
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat, edema (-)

Hasil Lab (2/4/15)


Urinalisa :
Warna : Kuning Bilirubin : +
Keruh : + Urobilinogen : +
Eritrosit : 0-2 Benda Keton : +
Leukosit : 0-2

A/ Drug-induced Hepatitis ec. OAT


P/ Curcuma 2x1 tab
Vitamin C 3x1 tab
Vit B complex 3x1

4/4/15
S/ Tampak kuning di seluruh tubuh berkurang
Bak (+) warna teh pekat Bab (+)
Mual (-) Sakit kepala (-)
Gatal (+) Demam (-)
O/ Sakit sedang, cmc, TD : 110/70, nadi : 80x/i, nafas: 20x/i, suhu: 36,6 oC
Kulit : ikterik
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/ Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/ Curcuma 2x1 tab
Vitamin C 3x1 tab
Vit B complex 3x1
Urdafalk 3x1 tab
Prednison 3x2 tab

6/4/15
S/ Tampak kuning di seluruh tubuh berkurang
Bak (+) warna teh pekat Bab (+)
Mual (-) Sakit kepala (+)
Gatal (+) Demam (-)
O/ Sakit sedang, cmc, TD : 100/70, nadi : 86x/i, nafas: 22x/i, suhu: 36,4 oC
Kulit : ikterik berkurang dari sebelumnya
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat, edema (-)

Hasil Lab (6/4/15)


Warna : Kuning pekat Urobilinogen : +
Keruh : - Ph : 7,0
Eritrosit : 0-1
Leukosit : 1-2
Epitel : +
Kristal : Ca Oxalat +

A/ Drug-induced Hepatitis ec. OAT


P/ Curcuma 2x1 tab
Vitamin C 3x1 tab
Vit B complex 3x1
Urdafalk 3x1 tab
Prednison 3x2 tab

7/4/15
S/ Tampak kuning di seluruh tubuh berkurang
Bak (+) warna kuning pekat Bab (+)
Mual (-) Sakit kepala (-)
Gatal (+) berkurang Demam (-)
O/ Sakit sedang, cmc, TD : 100/70, nadi : 80x/i, nafas: 22x/i, suhu: 37 oC
Kulit : ikterik berkurang dari sebelumnya
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/ Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/ Curcuma 2x1 tab
Vitamin C 3x1 tab
Vit B complex 3x1
Urdafalk 3x1 tab
Prednison 3x2 tab
8/4/15
S/ Tampak kuning di seluruh tubuh berkurang
Bak (+) warna kuning pekat Bab (+)
Mual (-) Sakit kepala (-)
Gatal (+) berkurang Demam (-)
O/ Sakit sedang, cmc, TD : 100/80, nadi : 92x/i, nafas: 24x/i, suhu: 37 oC
Kulit : ikterik berkurang dari sebelumnya
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/ Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/ Curcuma 2x1 tab
Vitamin C 3x1 tab
Vit B complex 3x1
Urdafalk 3x1 tab
Prednison 3x2 tab

9/4/15
S/ Tampak kuning di seluruh tubuh berkurang
Bak (+) warna kuning pekat Bab (+)
Mual (-) Sakit kepala (-)
Gatal (+) berkurang Demam (-)
O/ Sakit sedang, cmc, TD : 110/70, nadi : 80x/i, nafas: 22x/i, suhu: 37 oC
Kulit : ikterik berkurang dari sebelumnya
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/ Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/ Curcuma 2x1 tab
Vitamin C 3x1 tab
Vit B complex 3x1
Urdafalk 3x1 tab
Prednison 3x2 tab
10/4/15
S/ Tampak kuning di seluruh tubuh berkurang
Bak (+) kuning pekat Bab (+)
Mual (-) Sakit kepala (+)
Gatal (+) berkurang Demam (-)
O/ Sakit sedang, cmc, TD : 110/70, nadi : 80x/i, nafas: 22x/i, suhu: 37 oC
Kulit : ikterik berkurang dari sebelumnya
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/ Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/ Curcuma 2x1 tab
Vitamin C 3x1 tab
Vit B complex 3x1
Urdafalk 3x1 tab
Prednison 3x2,5 tab

11/4/15
S/ Tampak kuning di seluruh tubuh berkurang
Bak (+) kuning pekat Bab (-)
Mual (-) Sakit kepala (-)
Gatal (+) berkurang Demam (-)
O/ Sakit sedang, cmc, TD : 100/70, nadi : 78x/i, nafas: 20x/i, suhu: 37 oC
Kulit : ikterik berkurang dari sebelumnya
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/ Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/ Curcuma 2x1 tab
Vitamin C 3x1 tab
Vit B complex 3x1
Urdafalk 3x1 tab
Prednison 3x2,5 tab

13/4/15
S/ Tampak kuning di seluruh tubuh berkurang
Bak (+) kuning pekat Bab (-)
Mual (-) Sakit kepala (-)
Gatal (+) berkurang Demam (-)
O/ Sakit sedang, cmc, TD : 100/60, nadi : 92x/i, nafas: 24x/i, suhu: 36,7 oC
Kulit : ikterik berkurang dari sebelumnya
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/ Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/ Curcuma 2x1 tab
Vitamin C 3x1 tab
Vit B complex 3x1
Urdafalk 3x1 tab
Prednison 3x2,5 tab

14/4/15
S/ Tampak kuning di seluruh tubuh berkurang
Bak (+) kuning pekat Bab (-)
Mual (-) Sakit kepala (-)
Gatal (+) berkurang Demam (-)
O/ Sakit sedang, cmc, TD : 100/60, nadi : 82x/i, nafas: 22x/i, suhu: 36,6 oC
Kulit : ikterik berkurang dari sebelumnya
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/ Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/ Curcuma 2x1 tab Urdafalk 3x1 tab
Vitamin C 3x1 tab Prednison 3x2,5 tab
Vit B complex 3x1
15/4/15
S/ Tampak kuning di seluruh tubuh berkurang
Bak (+) kuning pekat Bab (-)
Mual (-) Sakit kepala (-)
Gatal (+) berkurang Demam (-)
O/ Sakit sedang, cmc, TD : 100/60, nadi : 82x/i, nafas: 22x/i, suhu: 36,6 oC
Kulit : ikterik berkurang dari sebelumnya
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat, edema (-)

Hasil Lab (15/4/15)


ALT : 81 U/L
AST : 57 U/L
AP : 209 U/L
Bili-D : 2,4 mg/dl
Bili-T : 3,16 mg/dl
g-GT : 55 U/L
A/ Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/ Curcuma 2x1 tab
Vitamin C 3x1 tab
Vit B complex 3x1
Urdafalk 3x1 tab
Prednison 3x3 tab

16/4/15
S/ Tampak kuning di seluruh tubuh berkurang
Bak (+) kuning Bab (-)
Mual (-) Sakit kepala (+)
Gatal (-) Demam (-)
O/ Sakit sedang, cmc, TD : 100/60, nadi : 82x/i, nafas: 22x/i, suhu: 36,6 oC
Kulit : ikterik berkurang dari sebelumnya
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat, edema (-)

Hasil Lab (16/4/15)


Urinalisa :
Warna : Kuning Bakteri : +
Keruh : - Kristal : -
Eritrosit : 0-1 Bilirubin : -
Leukosit : 0-2

A/ Drug-induced Hepatitis ec. OAT


P/ Curcuma 2x1 tab Urdafalk 3x1 tab
Vitamin C 3x1 tab Prednison 3x2,5 tab
Vit B complex 3x1

17/4/15
S/ Tampak kuning di seluruh tubuh sudah tidak ada
Bak (+) kuning pekat Bab (-)
Mual (-) Sakit kepala (+)
Gatal (-) Demam (-)
O/ Sakit sedang, cmc, TD : 100/60, nadi : 82x/i, nafas: 22x/i, suhu: 36,6 oC
Kulit : ikterik berkurang dari sebelumnya
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Abdomen : distensi (-), hepar teraba 1/4-1/4, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat, edema (-)
A/ Drug-induced Hepatitis ec. OAT
P/ Boleh pulang
Kontrol ke poliklinik anak 1 minggu lagi
BAB III
DISKUSI

Definisi dari drug-induced hepatitis yaitu kerusakan hepati yang diinduksi oleh obat
kimiawi atau herbal yang menyebabkan disfungsi hati atau abnormalitas pada tes fungsi hati
dengan eksklusi dari gangguan hati lainnya.
Dari keluhan utama didapat kuning pada mata yang menyebar ke seluruh tubuh
sejak 8 hari sebelum masuk rumah sakit, bercak merah yang gatal sejak 12 hari sebelum
masuk rumah sakit, nyeri perut sejak 13 hari sebelum masuk rumah sakit, mual serta muntah
sejak 14 hari sebelum masuk rumah sakit, serta demam sejak 14 hari sebelum masuk rumah
sakit yang tidak tinggi dan terasa terus menerus. Buang air besar dikatakan lunak dengan
warna coklat, sedangkan buang air kecilnya berwarna seperti teh pekat. Pasien juga mengaku
sedang minum OAT sejak 22 hari yang lalu, rutin setiap hari. Dari riwayat lainnya, pasien
juga mengaku tidak pernah mengalami penyakit hati, mendapat transfusi darah, ataupun
minum alkohol. Pada pemeriksaan fisik ditemukan ikterik pada kulit dan sklera, nyeri tekan
abdomen di epigastrik dan hipogastrik kanan tanpa ada tanda pembesaran hati. Bercak merah
gatal yang dikeluhkan pasien tidak ditemukan pada pemeriksaan fisik, diduga karena pasien
sudah mendapat kortikosteroid IV dan topikal sebelumnya.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat ditegakkan diagnosis awal drug-
induced hepatitis dengan diagnosis banding hepatitis virus. Pertama, dari keluhan ikteriknya
dapat diduga akibat gangguan intra hepatik karena tidak ditemukan tanda-tanda anemia (pre-
hepatik) ataupun feses yang berwarna pucat (obstruksi post hepatik). Lalu, pasien juga
memiliki riwayat mengonsumsi OAT (RHZ) yang memang memiliki efek samping gangguan
fungsi hati. Miksi yang pekat merupakan tanda-tanda peningkatan bilirubin direk akibat
disfungsi sel hepatosit. Dari gangguan intra hepatik yang ada, dapat disingkirkan
kemungkinan hepatitis alkoholik (tidak ada riwayat konsumsi alkohol), fatty liver disease
(pasien tidak obesitas), dan hepatitis autoimun (tidak ada tanda-tanda penyakit autoimun
lain). Hepatitis virus dijadikan diagnosis banding karena onset gejalanya yaitu demam dan
nyeri perut (gejala prodromal) yang diikuti munculnya ikterik
Dari pemeriksaan penunjang, didapatkan peningkatan ALT (117 U/L, 3x batas
atas), AST (83 U/L, 2x batas atas), AP (176 U/, 1,5x batas atas), serta peningkatan bilirubin
direk (9,7 mg/dl, 9x batas atas). Dari pemeriksaan hepatitis marker, HbsAg dan HAV IgM
negatif sehingga dapat disingkirkan kemungkinan hepatitis virus, dan memastikan diagnosis
kerjanya yaitu drug-induced hepatitis.
Berdasarkan nilai enzim hatinya, dapat dihitung nilai R yaitu: (117/41):(176:128) =
2,08 yang menandakan kerusakan tipe campuran (hepatoseluler dan kolestatik). Reaksi alergi
obat juga sering muncul pada kerusakan tipe ini, sesuai dengan gejala yang dialami pasien
(demam, bercak merah pada kulit, dan eosinofilia).
Pada pasien ini diberikan terapi berupa IVFD KaEn 1B 20tts/menit makro dengan
diet hepar ML 2000 kkal. farmakoterapi yang diberikan yaitu curcuma, vitamin c, dan
vitamin B kompleks sebagai hepatoprotektor, prednison karena ada reaksi alergi akibat obat,
dan urdafalk (asam ursodeoxycholic) untuk gejala kolestasisnya.
Pasien dipulangkan pada hari rawatan ke-22 setelah keluhan ikterik, mual muntah,
serta gatalnya sudah tidak ada dan pasien sudah bisa makan seperti biasa. Hasil lab terakhir
didapat penurunan ALT (117>81), AST(83>57), dan bilirubin direk (9,7>2,4) namun
ditemukan peningkatan AP (176>209). Menurut literatur, penurunan dari kadar enzim bilier
setelah penghentian obat memang butuh waktu lebih lama untuk kerusakan tipe kolestatik
dan campuran (30 hari untuk ALT/AST, 180 hari untuk AP). Untuk itu, pasien disarankan
untuk follow-up teratur tiap bulan untuk menilai fungsi hatinya setelah pulang. Selain itu
pasien juga disarankan untuk dirontgen ulang dan diperiksa kembali dahaknya untuk
memastikan kondisi TB-nya sekarang.

Anda mungkin juga menyukai