Anda di halaman 1dari 150

PENGARUH PERAWATAN LUKA MENGGUNAKAN KOMPRES MADU

TERHADAP PERTUMBUHAN GRANULASI PADA LUKA GANGREN


PADA PASIEN ULKUS DIABETIK DI RUANG BEDAH
RSUD PRINGSEWU TAHUN 2021

SKRIPSI

Oleh:
DEWI SAPUTRI
142012017016

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
2021
PENGARUH PERAWATAN LUKA MENGGUNAKAN KOMPRES MADU
TERHADAP PERTUMBUHAN GRANULASI PADA LUKA GANGREN
PADA PASIEN ULKUS DIABETIK DI RUANG BEDAH
RSUD PRINGSEWU TAHUN 2021

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti Mata Kuliah Skripsi Pada Program
Studi S1 Keperawatan

Oleh:
DEWI SAPUTRI
142012017016

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
2021

ii
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
PENGARUH PERAWATAN LUKA MENGGUNAKAN KOMPRES MADU
TERHADAP PERTUMBUHAN GRANULASI PADA LUKA GANGREN
PADA PASIEN ULKUS DIABETIK DI RUANG BEDAH RSUD
PRINGSEWU TAHUN 2021

Dewi Saputri
Sarjana Keperawatan Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu
Email : dewisaputri175@gmail.com

ABSTRAK
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karateristik hiperglikemia yang terjadi karena kenaikan sekresi insulin. Salah satu
komplikasi DM ulkus diabetikum. Ulkus diabetikum terjadi akibat berkurangnya
pasokan vascular pembuluh darah pada ujung perifer sehingga menyebabkan
oksigen ke jaringan berkurang sehingganya terjadi nekrosis. Di Lampung terdapat
3 kota atau kabupaten yang memiliki presentasi terbesar masalah penyakit
diabetes melitus,Metro 3,3%, Bandar Lampung 2,3% dan Pringsewu sebesar 1,8
%. Pentingnya perawatan luka yang baik untuk mencegah terjadinya komplikasi
berupa amputasi. Madu memiliki beberapa kandungan yang bermanfaat sebagai
antibacterial, anti-inflamasi, sumber energi dan penyembuhan luka. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui pengaruh perawatan luka sesudah menggunakan
kompres madu terhadap pertumbuhan granulasi pada luka gangren pada pasien
ulkus diabetik diruang bedah RSUD Pringsewu tahun 2021. Desain penelitian
menggunakan metode nonparametrik pada 14 responden dan dianalisis dengan uji
friedman. Hasil penelitian ini terdapat pengaruh sebelum dan sesudah
dilakukannya perawatan luka menggunakan kompres madu.
Pada penelitian ini didapatkan p-value = 0.000 (α < 0.05), sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh perawatan luka sesudah menggunakan
kompres madu terhadap pertumbuhan granulasi pada luka gangren pada pasien
ulkus diabetik diruang bedah RSUD Pringsewu tahun 2021. Penelitian ini
diharapkan dapat menerapkan penggunaan madu sebagai perawatan luka. Karena
memiliki efettivitas yang baik untuk proses penyembuhan luka.
Kata Kunci : Diabetes Melitus, Ulkus Diabetikum, Perawatan Luka, Madu
Refrensi :

iii
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
THE EFFECT OF WOUND TREATMENT USING HONEY COMPRESS
ON GRANULATION GROWTH IN GANGRENE WOUNDS IN DIABETIC
ULCUS PATIENTS IN THE SURGICAL ROOM OF PRINGSEWU
HOSPITAL IN 2021

Dewi Saputri
Bachelor of Nursing, Faculty of Health, University of Muhammadiyah Pringsewu
Pringsewu Regional General Hospital
Email : dewisaputri175@gmail.com

ABSTRACT
Diabetes Mellitus is a group of metabolic diseases with hyperglycemia
characteristics that occur due to increased insulin secretion. One of the
complications of diabetes mellitus is diabetic ulcer. Diabetic ulcers occur due to
reduced vascular supply of blood vessels at the peripheral ends, causing reduced
oxygen to the tissues resulting in necrosis. In Lampung there are 3 cities or
regencies that have the largest presentation of diabetes mellitus problems, Metro
3.3%, Bandar Lampung 2.3% and Pringsewu 1.8%. The importance of good
wound care to prevent complications such as amputation. Honey has several
properties that are useful as antibacterial, anti-inflammatory, energy sources and
wound healing. The purpose of this study was to determine the effect of wound
care after using a honey compress on the growth of granulation in gangrenous
wounds in diabetic ulcer patients in the operating room of Pringsewu Hospital in
2021. The study design used a nonparametric method on 14 respondents and
analyzed by Friedman test. The results of this study have an effect before and after
wound care using honey compresses.

In this study, it was found that p-value = 0.000 ( < 0.05), so it can be concluded
that there is an effect of wound care after using honey compresses on the growth
of granulation in gangrenous wounds in diabetic ulcer patients in the operating
room of Pringsewu Hospital in 2021. This study is expected to apply the use of
honey as a wound treatment. Because it has good effectiveness for the wound
healing proces.

Keywords: Diabetes Mellitus, Diabetic Ulcer, Wound Care, Honey.

iv
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji di hadapan TIM Penguji Skripsi.

Judul Skripsi : Pengaruh Perawatan Luka Menggunakan Kompres Madu


Terhadap Pertumbuhan Granulasi Pada Luka Gangren
Pada Pasien Ulkus Diabetik Di Ruang Bedah Rsud
Pringsewu Tahun 2021
Nama Mahasiswa : Dewi Saputri
NIM : 142012017016

Yang Disetujui Tanggal :

Oleh :

Pembimbing I

Ns. Fitra Pringgayuda, M.Kep.


NBM :909728

Pembimbing II

Ns. Andri Yulianto, S.Kep.,M.Kes.


NBM :1152416

v
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
HALAMAN PENGESAHAN PENELITIAN

Skripsi : Dewi Saputri ini telah diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim
Penguji Skripsi dan dinyatakan Lulus pada tanggal Juli 2021.

MENGESAHKAN

Tim Penguji :

Penguji Utama : Manzahri, S.Kep.,M.Kes (……………………)


NBM :927027

Penguji I : Ns. Fitra Pringgayuda, M.Kep. (….………………...)


NBM :909728

Penguji II : Ns. Andri Yulianto, S.Kep.,M.Kes (………………..….)


NBM :1152416

Ketua
Program Studi

Ns. Desi Ari Madiyanti, M.Kep.,Sp.Kep.Mat


NBM : 1017462

Mengetahui,
Dekan Fakultas Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Pringsewu

Elmi Nuryati, M.Epid


NBM : 927024

vi
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Dewi Saputri
NPM : 142012017016
Program Studi : S1 Ilmu Keperawatan
Judul : Pengaruh Perawatan Luka Menggunakan Kompres Madu
Terhadap Pertumbuhan Granulasi Pada Luka Gangren
Pada Pasien Ulkus Diabetik Di Ruang Bedah RSUD
Pringsewu Tahun 2021

Dengan ini menyatakan bahwa semua yang saya tulis dalam Skripsi ini sesuai
dengan sumber-sumber aslinya dan penulisanya sesuai dengan kaidah-kaidah
penulisan ilmiah. Skripsi ini merupakan hasil karya saya.Jika dikemudian hari
terbukti bahwa skripsi ini plagiat, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai
dengan peraturan yang berlaku.

Pringsewu, Juni 2021


Penulis

Dewi Saputri

vii
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai civitas akademik Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


Pringsewu Lampung, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Mahasiswa : Dewi Saputri
NIM : 142012017016
Program Studi : SI Keperawatan
Jenis Karya : Skripsi
Judul : Pengaruh Perawatan Luka Menggunakan Kompres Madu
Terhadap Pertumbuhan Granulasi Pada Luka Gangren
Pada Pasien Ulkus Diabetik Di Ruang Bedah RSUD
Pringsewu Tahun 2021

Guna pengembangan ilmu pengetahuan kesehatan, menyetujui memberikan


kepada Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu tanpa
menuntut ganti rugi berupa materi atas karya ilmiah saya yang berjudul :
“Pengaruh Perawatan Luka Menggunakan Kompres Madu Terhadap
Pertumbuhan Granulasi Pada Luka Gangren Pada Pasien Ulkus Diabetik Di
Ruang Bedah RSUD Pringsewu Tahun 2021”

Dengan pernyataan ini Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


Pringsewu berhak menyimpan, mengalihkan mediakan dalam bentuk format yang
lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data (data base), merawat dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak atas karya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya,

Pringsewu, Juli 2021


Penulis

Dewi Saputri
NIM. 142012017016

viii
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
MOTTO

Jangan menunggu waktu yang tepat untuk melakukan sesuatu karena tidak akan
ada waktu yang tepat bagi mereka yang menunggu
(Dewi saputri)

ix
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Dewi Saputri dilahirkan pada tanggal 22 Oktober 1999 di Margodadi, putri kedua
dari pasangan bapak Rahmanto dan ibu Parsinah.
Pendidikan yang penulis tempuh :
1. Pendidikan Dasar di SD Negri 2 Margodadi ditamatkan pada tahun 2011.
2. Sekolah Menengah Pertama Negri 1 Ambarawa ditamatkan pada tahun
2014.
3. Sekolah Menengah Kejuruan Yasmida Ambarawa ditamatkan pada tahun
2017.
4. Perguruan tinggi Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung Prodi
SI Keperawatan sampai dengan sekarang.

x
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:


1. Kedua orang tua tercinta Ayah dan Ibu yang selalu mencurahkan cinta,
kasih sayang, selalu memberikan semangat, motivasi dan tidak pernah
berhenti untuk selalu mendoakan, membimbing serta tidak pernah lelah
memberikan nasehat kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan
skripsi ini.
2. Bapak Ns. Fitra Pringgayuda, M.Kep selaku pembimbing I yang selalu
memberikan bimbingan , motivasi, dan nasehat sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
3. Bapak Ns. Andri Yulianto, S.Kep., M.Kes selaku pembimbing II yang
selalu memberikan bimbingan , motivasi, dan nasehat sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik.
4. Bapak Manzahri, S.Kep., M.Kes selaku penguji III yang selalu
memberikan bimbingan , motivasi, dan nasehat sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
5. Untuk kakaku dan keluarga kecilnya (Eko Prasetiono, Iis Rohayati,
keponakan Adena Pradipta) terimakasih karena selalu memberikan
semangat dan memberikan dukungan.
6. Untuk sahabat-sahabatku (Della Monica Fitriyanti, Wulan Siaza Pratiwi,
Dedi Riyadi, Ulyatun Nadiroh,dan Winda Pangesti) terimakasih karena
selalu memberikan semangat dan memberikan dukungan sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan.
7. Teman-teman seperjuangan SI Keperawatan yang sama-sama merintis
kebersamaan dan kekeluargaan dari awal sampai semua dapat
menyelesaikan studi ini bersama-sama.
8. Almamater Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung yang saya
cintai.

xi
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, Hidayah dan
Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaika skripsi berjudul “Pengaruh
Perawatan Luka Menggunakan Kompres Madu Terhadap Pertumbuhan Granulasi
Pada Luka Gangren Pada Pasien Ulkus Diabetik Di Ruang Bedah RSUD
Pringsewu Tahun 2021”. Penulis mengucapkan banyak terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada yang terhormat:
1. Drs. Wanawir Am, M.M., M.Pd selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Pringsewu.
2. Elmi Nuryati, M. Epid selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Pringsewu.
3. Ns. Desi Ari Madiyanti, M.Kep., Sp.Kep.Mat selaku kaprodi SI Ilmu
Keperawatan.
4. Ns. Fitra Pringgayuda, M.Kep selaku pembimbing I dalam pembuatan
skripsi.
5. Ns. Andri Yulianto, S.Kep., M.Kes selaku pembimbing II dalam
pembuatan skripsi.
6. Manzahri, S.Kep.,M.Kes selaku penguji Utama dalam ujian skripsi.
7. Orang tua penulis yang selalu memberikan doa dan dukungan.
8. Teman-teman seperjuangan Universitas Muhammadiyah Pringsewu yang
selalu memberikan semangat dan masukan dalam menyelesaikan skripsi
ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu diharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun.

Pringsewu. Juli 2021


Penulis

Dewi Saputri

xii
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
DAFTARISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL................................................................................... i
HALAMAN JUDUL....................................................................................... ii
ABSTRAK....................................................................................................... iii
ABSTRACK.................................................................................................... iv
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ..................................................... v
HALAMAN PENGESAHAN PENELITIAN............................................... vi
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS.................................................. vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................... viii
MOTTO........................................................................................................... ix
RIWAYAT HIDUP PENULIS...................................................................... x
HALAMAN PERSEMBAHAN..................................................................... xi
KATA PENGANTAR.................................................................................... xii
DAFTAR ISI................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL........................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xvi
DAFTAR BAGAN.......................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................xviii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................6
C. Tujuan Penelitian................................................................................6
D. Ruang Lingkup Penelitian..................................................................7
E. ManfaatP enelitian..............................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Diabetes Melitus.................................................................10
B. Konsep Ulkusdiabetic......................................................................21
C. Tinjauan Tentang Perawatan Luka..................................................39
D. Proses Penyembuhan Luka..............................................................40
E. Cara penatalaksanaan ulkus diabetic...................................................43
F. Metode Perawatan Luka..................................................................46
G. Instrument Pengukuran Ulkus Diabetik...........................................49
H. Konsep Madu...................................................................................50
I. Jurnal-JurnalYang Berkaitan Dengan Pengaruh
Perawatan Luka Dengan Menggunakan Kompres
Madu Pada Pasien Ulkus diabetic....................................................56
J. KerangkaTeori.................................................................................58
K. Kerangka Konsep.............................................................................59
L. Hipotesis..........................................................................................60

xiii
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
BABIII METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian...............................................................................61
B. Variabel Penelitian............................................................................62
C. Definisi Operasional..........................................................................62
D. Populasi dan Sampel.........................................................................64
E. LokasidanWaktu Penelitian...............................................................66
F. Etika Penelitian.................................................................................66
G. Instrumen Penelitian..........................................................................68
H. Metode Pengumpulan Data...............................................................70
I. Metode Pengolahan Data..................................................................70
J. Analisa Data......................................................................................72
K. JalannyaPenelitian.............................................................................73

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian.................................................................................75
B. Pembahasan.......................................................................................80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan.......................................................................................97
B. Saran..................................................................................................99

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

xiv
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
DAFTARTABEL

1. Tabel 2.1. Klasifikasi Luka............................................................................24


2. Tabel 2.2. Klasifikasi Indeks Masa Tubuh.....................................................35
3. Tabel 2.3. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut WHO...................................37
4. Tabel 3.1. Definisi Operasional......................................................................63

xv
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
DAFTARGAMBAR

1. Gambar 2. 1 Klasifikas iUlkus diabetik.........................................................23


2. Gambar 3.1. Desain Penelitian Quasy Eksperimen........................................61

xvi
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
DAFTARBAGAN

1. Patofisiologi Ulkus Kaki Diabetik.................................................................29


2. KerangkaTeori................................................................................................59
3. Kerangka Konsep...........................................................................................60

xvii
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Permohonan Izin Pra Survey


Lampiran 2 : Surat Izin Pra Survey
Lampiran 3 : Surat Lulus Uji Etik
Lampiran 4 : Surat Permohonan Izin Penelitian Izin Penelitian
Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian
Lampiran 6 : SAP ( Satuan Acara Penyuluhan )
Lampiran 7 : Lembar Informasi Responden
Lampiran 8 : Lembar Informed Consent
Lampiran 9 : Lembar Observasi
Lampiran 10 : Sop Perawatan Luka
Lampiran 11 : Alat Dan Bahan
Lampiran 12 : Dokumentasi Hasil Penelitian
Lampiran 13 : Lembar Konsul

xviii
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada era globalisasi ini telah terjadi pergeseran dari penyakit menular ke

penyakit tidak menular, semakin maraknya muncul penyakit degenerative

seperti Diabetes Mellitus. Diabetes Mellitus merupakan salah satu penyakit

tidak menular yang yang berisiko memiliki komplikasi pada penderitanya.

Diabetes Milletus merupakan tidak seimbangnya kadar gula dalam darah

karena terjadinya gangguan pada hormon insulin dimana tubuh tidak

mampu menghasilkan insulin yang cukup untuk kebutuhannya, atau tidak

mampunya penderita menghasilkan insulin sama sekali, atau penderita

mampu menghasilkan insulin yang cukup namun sel tidak dapat menerima

insulin tersebut karena reseptor yang berfungsi sebagai penangkap insulin

mengalami penurunan fungsi (Pranata,2017).

Kasus Diabetes Militus di Asia mencapai 90% dalam 20 tahun kedepan

(Ayu Ningsih dkk, 2019). Sementara negara dengan penghasilan yang

rendah seperti Afrika, India, Bangladesh, Filipina memiliki 422 juta orang

penderita Diabetes Militus dan di Indonesia memiliki 1. 6 juta kematian

setiap tahunnya ( World Health Organization, 2018). Prevalensi Diabetes

Militus di indonesia pada tahun 2018 sebesar 2% jumlah ini naik

dibandingkan pada tahun 2013 sebesar 1,5%. Di Provinsi Lampung juga

prevalensi diabetes mellitus pada tahun 2018 sebesar 1,4% naik

1
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
dibandingkan tahun 2013 sebesar 0,7% ( Riskesdas, 2018 dan 2013). Selain

itu, di Provinsi Lampung pada tahun 2018 ada 3 Kota atau Kabupaten yang

memiliki presentasi terbesaar masalah penyakit Diabetes Mellitus yaitu

Metro sebesar 3,3%, Bandar lampung sebesar 2,3% dan Pringsewu sebesar

1,8% (Riskesdas Provinsi Lampung,2018).

Dampak dari penyakit Diabetes Militus antara lain gangguan penglihatan

mata, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh darah, stroke, luka sulit

sembuh bahkan membusuk/gangren. Ulkus diabetik dapat menyebabkan

50% hingga 75% pasien harus menjalani amputasi anggota tubuh karena

terjadi pembusukkan (Ayu Ningsih dkk,2019). Ulkus diabetik merupakan

luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi

makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati,

keadaan lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak

dirasakan, dapat berlembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob

dan anaerob (Hastuti dalam Dafianto, 2016). Banyaknya dampak yang

ditimbulkan pada ulkus diabetik akan menurunkan kualitas SDM ( sumber

daya manusia ) dan meningkatkan biaya kesehatan. Namun hal tersebut

dapat dikendalikan apabila mengetahui program pengendalian ulkus

diabetik pada pasien Diabetes Militus.

Program untuk mencegah terjadinya komplikasi ulkus diabetik dengan cara

mengendalikan kadar glukosa darah tetap dalam rentang normal, hal ini

dapat dilakukan diiringi dengan gaya hidup sehat. Sementara program

2
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
untuk pengobatan ulkus diabetik dengan tindakkan antiseptik untuk

meningkatkan penyembuhan luka. Nyatanya penyembuhan luka pada

pasien ulkus diabetik tidaklah mudah karena kerusakan sistem metabolisme

yang kronis (Diah Merdekawati dkk, 2020).

Berbagai upaya untuk perawatan luka penanganan ulkus diabetik dapat

dilakukan dengan perawatan luka modern (Moist Wound Healing),

perawatan luka konvensional dan perawatan luka komplementer. Seiring

berjalannya waktu terapi komplementer menjadi salah satu pendukung

pengobatan medis dalam perawatan luka salah satunya menggunakan madu

alami (Fauziyah Sundari, 2017).

Madu merupakan bahan makanan yang sangat dikenal manfaatnya sejak

ribuan tahun yang lalu.madu dikenal memiliki banyak manfaat untuk

menjaga kesehatan, bahkan menyembuhkan berbagai penyakit. Madu

memiliki kandungan seperti vitamin, asam amino, mineral dan antibiotik.

PH madu yang asam serta kandungan hydrogen piroxida-nya mampu

membunuh bakteri yang dan mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh

kita. Selain itu madu juga mengandung antibiotic sebagai antibakteri dan

antiseptic menjaga luka. Sehingga granulasi dapat meningkat (Nabhani &

Widiyastuti, 2017). Adapun luka yang dapat diberi madu pada saat

perawatan selain luka gangren yaitu : luka bakar, dan luka sayat (Yuliarti

2015). Beberapa penelitian yang sudah dilakukan dengan perawatan luka

menggunakan madu menunjukan hasil yang efektif, terhadap pertumbuhan

3
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
granulasi pada luka gangren. Upaya yang perlu dilakukan untuk diabetes

mellitus dan ulkus diabetik yaitu mengendalikan kadar glukosa darah tetap

dalam rentang normal, sedangkan upaya untuk ulkus diabetik yaitu

melakukan perawatan luka dengan tindakan aseptic (Fauziyah Sundari,

2017).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nahbani tentang Pengaruh Madu

Terhadap Proses Penyembuhan Luka Gangren Pada Pasien Diabetes Militus

dari hasil uji data pairet t tes hasil t hitung 5. 000 dan p value 0. 015 karena

hasil t hitung 5. 000 diatas harga atau > table t: 2. 35 dan p < dari 0. 05,

maka disimpulkan ada manfaaat madu untuk mempercepat penyembuhan

luka gangren sehingga hipotesis yang berbunyi ada manfaat madu terhadap

penyembuhan luka gangren diterima. Sementara kekuatan pengaruh atau

manfaat dapat dilihat hasil Paired Samples Correlations dengan hasil 0. 57

atau memiliki kekuatan 57% sehingga dapat diketahui ada pengaruh yang

sedang.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fauziah Sundari, Hendro Djoko

tentang Pengaruh Terapi Madu Terhadap Luka Diabetik Pada Pasien

Dengan Diabetes Militus Tipe 2 Di Rw 011 Kelurahan Pegiriaan Surabaya

hasil yang diperoleh menunjukkan derajat luka diabetik sebelum dilakukan

terapi madu sebagian besar dalam kategori berat yaitu 9 responden (90%).

Derajat luka diabetik setelah pemberian terapi madu diperoleh sebanyak 4

responden (40%) dalam kategori sedang. Uji statistik menggunakan uji

4
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Wilcoxon didapatkan tingkat signifikan 0,023 (p<0. 05) yang berarti ada

pengaruh pemberian terapi madu terhadap luka diabetik pada pasien DM

tipe 2.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Awaluddin tentang Penggunaan madu

topikal efektif terhadap penyembuhan bedaan Efektifitas Madu dan

Sofratulle Terhadap Penyembuhan Luka Diabetik Pada Pasien Diabetes

Militus hasil yang diperoleh p value sebesar 0,000 <a dan berada pada nilai

kemaknaan p < 0,001, maka hasil yang diperoleh ada perbedaan efektivitas

madu dan sofratulle terhadap penyembuhan luka diabetik pasien Diabetes

Militus di Pekanbaru. Saran yang dapat berikan adalah menerapkan

penggunaan madu sebagai agen perawatan luka. Karena memiliki

efektivitas yang baik untuk proses penyembuhan luka.

Hasil pra-survey yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Pringsewu, data

yang diperoleh pada bulan Januari sampai dengan Maret 2021 kasus pasien

yang terkena ulkus diabetik 36 pasien dari 64 pasien Diabetes Militus.

Perawatan luka ulkus diabetik yang biasa digunakan adalah menggunakan

NaCl, saat ini pengobatan ulkus diabetik oleh tenaga medis di RSUD

Pringsewu telah menambahkan madu di dalam terapinya. Namun,

efektivitas penggunaan madu sendiri belum pernah di teliti di RSUD

Pringsewu. Serta perbedaan pendapat dari beberapa jurnal sehingga peneliti

tertarik untuk meneliti “Pengaruh Perawatan Luka Menggunakan Kompres

Madu Terhadap Pertumbuhan Granulasi Pada Luka Gangren pada pasien

5
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
ulkus diabetik di Ruang Bedah RSUD Pringsewu tahun 2021”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan dan latar belakang diatas maka rumusan masalah

ini adalah “ Adakah Pengaruh Perawatan Luka Menggunakan Kompres

Madu Terhadap Pertumbuhan Granulasi Pada Luka Gangren Pada Pasien

Ulkus Diabetik Di Ruang Bedah Rsud Pringsewu Tahun 2021”?.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh perawatan luka menggunakan kompres madu

terhadap pertumbuhan granulasi pada luka gangren pada pasien ulkus

diabetik di ruang bedah Rsud Pringsewu tahun 2021.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi responden berdasarkan umur, jenis

kelamin, pekerjaan dan pendidikan.

b. Mengetahui perawatan luka sebelum dan setelah menggunakan

kompres madu terhadap pertumbuhan granulasi pada luka

gangrenpada pasien ulkus diabetik di ruang bedah Rsud Pringsewu

tahun 2021.

c. Mengetahui pengaruh perawatan luka sesudah menggunakan

kompres madu terhadap pertumbuhan granulasi pada luka gangren

pada pasien ulkus diabetik di ruang bedah Rsud Pringsewu tahun

2021.

6
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
D. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah :

1. Lingkup masalah

Masalah dibatasi pada Pengaruh Perawatan Luka Menggunakan

Kompres Madu Terhadap Pertumbuhan Granulasi Pada Luka Gangren

Pada Pasien Ulkus Diabetik Di Ruang Bedah Rsud Pringsewu Tahun

2021.

2. Lingkup waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Mei 2021.

3. Lingkup tempat

Penelitian ini dilakukan di RSUD Pringsewu.

4. Lingkup metode

Penelitian ini menggunakan uji t dependen. Metode yang digunakan

adalah quasi eksperimen.

5. Lingkup sasaran

Sasaran penelitian adalah pasien dengan luka gangren yang berada di

RSUD Pringsewu.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi yang memerlukan sehingga

penelitian ini mempunyai manfaat yang optimal, baik secara teoritik

maupun praktik :

7
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
1. Manfaat Teoritik

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat penelitian ini

berisi tentang pengaruh perawatan luka menggunakan kompres

madu terhadap pertumbuhan granulasi pada luka gangren pada

pasien ulkus diabetik di ruang bedah RSUD Pringsewu tahun

2021.

b. Penelitian ini sebagai pijakan dan refrensi pada penelitian- penelitian

selanjutnya yang berhubungan dengan perawatan luka

menggunakan kompres madu terhadap pertumbuhan granulasi pada

luka gangren pada pasien ulkus diabetik di ruang bedah RSUD

Pringsewu tahun 2021 serta menjadi bahan kajian lebih lanjut.

2. Manfaat Praktik

a. Bagi Pelayanan Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi sarana

pemberian informasi tentang pengaruh perawatan luka menggunakan

kompres madu terhadap pertumbuhan granulasi pada luka gangren

pada pasien ulkus diabetik sehingga dapat meningkatkan tentang

perawatan luka.

b. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan

mengenai tata cara penulisan karya ilmiah, mendapat data tentang

pengaruh perawatan luka menggunakan kompres madu terhadap

pertumbuhan granulasi pada luka gangren pada pasien ulkus diabetik

8
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
di ruang bedah RSUD Pringsewu tahun 2021.

c. Bagi Responden Dan Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan

informasi pada responden dan masyarakat mengenai pengaruh

perawatan luka menggunakan kompres madu terhadap pertumbuhan

granulasi pada luka gangren pada pasien ulkus diabetik di ruang

bedah RSUD Pringsewu tahun 2021.

d. Bagi Universitas

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan menambah

wawasan bagi mahasiswa di Universitas Muhammadiyah

Pringsewu Lampung Fakultas Kesehatan tentang pengaruh

perawatan luka menggunakan kompres madu terhadap

pertumbuhan granulasi pada luka gangren pada pasien ulkus

diabetik di ruang bedah RSUD Pringsewu tahun 2021.

9
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Diabetes Melitus

1. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM) termasuk salah satu penyakit kronis yang terjadi

karena pankreas tidak menghasilkan cukup insulin atau ketika tubuh tidak

secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan (WHO,2018).

Diabetes Melitus adalah suatu gejala yang timbul pada seseorang yang

disebabkan oleh adanya peningkatan kadar gula darah karena kekurangan

insulin baik absolute maupun relative (Hadinah dan Suprapto,2014).

Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena

adanya hiperglikemia yang dikarenakan organ pankreas tidak mampu

memproduksi insulin, atau karena adanya sensitivitas insulin pada

metabolism karbohidrat, lemak, dan protein yang ada pada penderita

penyakit Diabetes Melitus dikarenakan aktivitas insulin pada target sel

kurang (Kemer and Bruckel,2014).

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karateristik hiperglikemia yang terjadi karena kelaikan sekresi

insulin. Kerja insulin atau keduanya hiperglikemia kronik pada diabetes

berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, atau kegagalan

beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh

10
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
darah (ADA,2014)

2. Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi kelainan glikemia Diabetes Melitus menurut (Marcherya et

al,2018) mengklasifikasikan beberapa faktor Diabetes Melitus, yaitu :

1) DM tipe 1 (bergantung insulin)

Tipe 1 disebut juga dengan junvenile atau insulin dependent Diabetes

Melitus (IDDM) dengan jumlah penderita sekitar 5% - 10% dari

seluruh penderita dan umumnya terjadi pada usia (95% pada usia

dibawah 25 tahun). DM tipe 1 ditandai dengan kerusakan sel pankreas

yang disebabkan oleh proses autoimmune akibatnya terjadi defesiensi

insulin absolute sehingga penderita mutlak memerlukan insulin dari

luar (eksogen) untuk mempertahankan kadar normal.

2) DM tipe 2

Diabetes Melitus tipe 2 ditandai dengan resisten insulin ketika hormon

insulin diproduksi dengan jumlah yang tidak mencukupi atau tidak

efektif. Ada korelasi genetik yang sangat kuat pada DM tipe 2, dan

proses terjadinya berkaitan erat dengan obesitas atau sering disebut

kelebihan berat badan. Anak dengan penderita diabetes tipe 2

dilaporkan memiliki penyakit kardiovaskuler dalam keturunan keluarga

atau sindrom metabolik.

3) DM Melitus gestasional (DMG)

DM gestasional merupakan DM yang terjadi pada masa kehamilan,

11
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
wanita hamil yang belum pernah mengidap Diabetes Melitus, tetapi

memiliki angka gula darah yang cukup tinggi selama kehamilan dapat

dikatakan telah menderita Diabetes Melitus Gestasional. Diabetes tipe

ini merupakan gangguan toleransi glukosa berbagai derajat yang

ditemukan pertama kali saat hamil. Pada dasarnya DMG menunjukan

adanya gangguan toleransi glukosa yang relatif ringan sehingga jarang

memerlukanpertolongan dokter. Kebanyakan wanita penderita DMG

memiliki homeostatis glukosa relatif normal selama paruh pertama

kehamilan (sekitar usia 5 bulan) dan dapat mengalami defisiensi insulin

pada paruh kedua, tetapi kadar gula darah biasanya kembali normal.

4) Diabetes tipe lain

Penyebab DM tipe lainnya dapat berupa Diabetes Melitus yang lebih

spesifik biasanya terjadi karena kelainan genetik sel beta, penyakit

eksokrin pankreas, gangguan endrokinopati seperti akromegali, infeksi,

obat-obatan, dan bentuk immune-mediated yang sangat langka.

Kadang kadang juga sindrom genetik yang lain disertai diabetes.

3. Etiologi Diabetes Melitus

Penyebab diabetes menurut (Pujiastuti,2013),yaitu :

a. Faktor keturunan, adalah faktor yang tidak dapat dirubah, tetapi faktor

lingkungan yang berkaitan dengan gaya hidup seperti kurang nya

berolahraga, asupan nutrisi, dan kegemukan merupakan faktor yang

dapat diperbaiki.

12
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
b. Nutrisi, adalah faktor yang penting dalam timbulnya DM tipe 2, gaya

hidup yang kebarat-baratan dan hidup santai.

c. Kadar kolesterol tinggi.

d. Kehamilan diabetes gestasional, akan hilang setelah melahirkan.

e. Obat-obatan yang merusak pankreas.

f. Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.

g. Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup

untuk mempertahankan kadar gula yang normal.

Sedangkan menurut (Andra swijaya,2013),yaitu :

1. DM tipe 1 (IDDM/Insulin Dependent Diabetes Melitus)

a. Faktor genetik/herediter

Peningkatan kerentanan sel-sel beta dan perkembangan antibody

autoimun terhadap penghancuran sel-sel beta.

b. Faktor virus

Infeksi virus coxsakie pada individu yang peka secara genetik.

c. Faktor immunologi

Respon autoimum abnormal sehingga menyebabkan antibody

menyerang jaringan normal yang dianggap jaringan asing.

2. DM tipe II (NIDDM)

a. Obesitas, dimana obesitas menurunkan jumlah respon insulin dari

sel target di seluruh tubuh mengakibatkan insulin yang tersedia

menjadi kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik.

13
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
b. Usia cenderung meningkat diatas 65 tahun.

c. Riwayat keluarga.

d. Gaya hidup.

e. Malnutrisi.

Kekurangan protein kronik sehingga menyebabkan hipofungsi

pankreas.

3. DM tipe lain

a. Penyakit pancreas diantaranya yaitu pancreatitis, Ca pankreas,

dll.

b. Penyakit hormonal acromogali yang merangsang sel-sel beta

sehingga hiperaktif dan rusak.

c. Obat-obatan :

1) Aloxan, streptozokin yang berfungsi sitoksin terhadap sel

beta.

2) Derivate thiazide yang berfungsi menurunkan sekresi

insulin.

4. Manfestasi klinis Diabetes Melitus

Adanya penyakit diabetes ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan

tidak disadari oleh penderita. Menurut (Wijaya,2013) beberapa keluhan

dan gejala yang perlu diperhatikan, antara lain :

a. Keluhan klasik

1) Banyak kencing (poliuria)

Kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak

14
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
kencing. Kencing yang sering dan jumlah yang banyak akan

sangat mengganggu penderita, terutama pada malam hari.

2) Banyak minum (polidipsia)

Rasa haus yang dialami penderita karena banyaknya cairan yang

keluar saat kencing. Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan,

dimana rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang

berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita banyak minum.

3) Banyak makan (polifagia)

Rasa lapar yang semakin besar sering timbul pada penderita DM

karena pasien mengalami keseimbangan kalori negatif, sehingga

timbul rasa lapar yang sangat besar. Untuk menghilangkan rasa lapar

tersebut penderita banyak makan.

4) Penurunan berat badan dan rasa lemah

Penurunan berat badan yang berlangsung dalam relatif singkat harus

menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah

tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan

bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup,

sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak

dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot

sehingga menjadi kurus.

b. Keluhan lain

1. Gangguan saraf tepi/kesemutan

Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki

15
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
diwaktu malam hari, sehingga waktu tidur terganggu.

2. Gangguan penglihatan

Fase awal Diabetes Melitus sering dijumpai adaalah gangguan

penglihatan.

3. Gatal/bisul

Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan, dan

daerah lipatan kulit seperti ketiak dan dibawah payudara. Sering

pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya.

Luka ini dapat timbul karena akibat hal yang sepele seperti luka lecet

karena sepatu atau tertusuk peniti.

4. Gangguan ereksi

Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena

sering tidak terus terang dikemukakan penderitanya.

5. Keputihan

Khusus pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang

sering ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala

yang dirasakan.

5. Patofisiologi Diabetes Melitus

Patofisiologi Diabetes Melitus

Seperti suatu mesin, badan memerlukan bahan untuk membentuk sel baru

dan mengganti sel yang rusak. Di samping itu badan juga memerlukan

energy supaya sel badan dapat berfungsi dengan baik. Energi pada mesin

16
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
berasal dari bahan bakar yaitu bensin. Pada manusia bahan bakar itu

berasal dari bahan makanan yang kita makan sehari-hari, yang terdiri dari

karbohidrat (gula dan tepung-tepungan), protein (asam amino) dan lemak

(asam lemak) (Suyono, 2009).

Pengelolaan bahan makanan dimulai mulut kemudian ke lambung dan

selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan itu makanan dipecah

menjadi bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa,

protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat

makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh

darah dan diedarkan keseluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ

di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya dapat berfungsi sebagai

bahan bakar, zat makanan itu harus masuk dulu ke dalam sel supaya dapat

diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui

proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi.

Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin

memengang peran yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan

glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan

bakar (Suyono, 2009).

Insulin ini adalah hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di pankreas,

dimana pankreas ini adalah sebuah kelenjar yang letaknya di belakang

lambung, didalamnnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau

pada peta karena itu disebut pulau-pulau langerhans yang berisi sel beta

17
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
yang mengeluarkan hormone insulin yang sangat berperan dalam mengatur

kadar glukosa darah dalam darah. Tiap pankreas mengandung lebih

kurang 100. 000 pulau langerhans dan tiap pulau berisi 100 sel beta.

Di samping sel beta ada juga sel alfa yang memproduksi glucagon yang

bekerja sebaliknya dari insulin yaitu meningkatkan kadar glukosa darah,

juga ada sel beta yang mengeluarkan somastatin (Suyono, 2009). Insulin

dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang

dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di

dalam sel glukosa itu dimetabolismekan menjadi tenaga. Bila insulin tidak

(DM tipe 1) atau bila insulin itu kerjanya tidak baik seperti dalam keadaan

resistensi insulin (DM tipe 2), maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam

sel akibatnya glukosa akan berada didalam pembuluh darah yang artinya

kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti ini badan

akan menjadi lemah karena tidak ada sumber energi di dalam sel (Suyono,

2009).

5. Komplikasi Diabetes Melitus

Penderita Diabetes Melitus memiliki resiko tinggi mengalami komplikasi.

Komplikasi diabetes dapat bersifat akut dan kronis. Komplikasi akut dapat

terjadi secara mendadak. Keluhan dan gejala yang terjadi secara cepat dan

biasanya berat. Komplikasi akut umumnya terjadi akibat kadar glukosa

darah yang rendah (Hipoglikemia) atau terlalu tinggi (Hiperglikemia)

(Wijaya, 2013).

18
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Komplikasi Diabetes Melitus biasanya tidak muncul secara langsung,

tetapi muncul setelah bertahun-tahun, bahkan bisa muncul setelah 10-20

tahun, komplikasi ini disebabkan karena tingginya kadar gula yang

persisten di dalam darah, sehingga menimbulkan kerusakan pada

pembuluh darah dan syarat (Wijaya, 2013). Beberapa komplikasi diabetes

Melitus menurut (ADA,2014) yaitu :

a. Penyakit kardiovaskuler adalah penderita diabetes berisiko dua kali

lebih besar terkena penyakit jantung dan pembuluih darah (penyakit

kardiovaskuler), seperti Atherosklerosis, penyakit jantung koroner,

dan Stroke. Sekitar 75% kematian penderita diabetes disebabkan penyakit

jantung koroner.

b. Retinophaty diabetes adalah kompliaksi diabetes yang disebabkan

oleh kerusakan pembuluh darah kecil (kapiler) pada retina mata,

dengan gejala penurunan penglihatan sampai kebutaan.

c. Nefrophaty diabetes adalah komplikasi diabetes yang disebabkan oleh

kerusakan pembuluh kapiler ginjal, sehingga menyebakan kebocoran

protein kedalam air kencing (urine), dan menyebabkan gagal ginjal

kronis yang memerlukan terapi cuci darah.

d. Neurophaty diabetes adalah komplikasi diabetes pada system syaraf,

sehingga menyebabkan mati rasa dan kesemutan, serta meningkatkan

resiko kerusakan kulit terutama pada kaki, karena kurangnya

kepekaan kulit.
19
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
e. Ulkus diabetes (Diabetic-Foot-Ulcer) yaitu beberapa penelitian yang

sulit sembuh dan sering menimbulkan masalah serius. Bahkan, pada

beberapa kasus, memerlukan amputasi.

f. Penurunan daya pikir (Congnitive Deficit) yaitu beberapa penelitian

menunjukkan bahwa klien diabetes yang dibandingkan denganpasien

tanpa diabetes mengalami penurunan fungsi kognitif 1,2 sampai 1,5

kali lebih besar.

6. Discharge Planning Diabetes Melitus

1. Lakukan olahraga secara rutin dan pertahankan BB yang ideal.

2. Kurangi konsumsi makanan yang banyak mengandung gula dan

karbohidrat.

3. Jangan mengurangi jadwal makan atau menunda waktu makan karena

hal ini akan menyebabkan fluktuasi ( ketidakstabilan ) kadar gula darah.

4. Pelajari cara mencegah infeksi : kebersihan kaki, dan hindari perlukaan

5. Perbanyak konsumsi makanan yang banyak mengandung serat, seperti

sayuran dan sereal.

6. Hindari konsumsi makanan tinggi lemak dan yang mengandung banyak

kolesterol, antara lain : daging merah, produk susu, kuning telur,

mentega,dan makanan berlemak lainnya.

7. Hindari minuman yang berakohol dan kurangi konsumsi garam.

(NANDA, 2015)

20
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
B. Konsep Ulkus diabetik

1. Definisi Ulkus diabetik

Ulkus diabetik ialah salah satu komplikasi kronik Diabetes Melitus yang

sangat ditakuti. Angka amputasi dampak diabetes masih tinggi, sedangkan

ongkos pengobatan pun sangat tinggi dan tidak jarang tidak tercapai oleh

masyarakat umum (Misnadiarly,2016).

Ulkus diabetik ialah istilah medis yang dipakai untuk mencerminkan

kematian lokasi tubuh. Ini terjadi saat pasokan darah terpotong ke unsur

yang terganggu sebagai dampak dari sekian banyak proses, laksana

infeksi, pembuluh darah (berkaitan pembuluh darah), penyakit atau

trauma. Gangren bisa melibatkan unsur manapun dari tubuh ; yang sangat

umum tergolong jari kaki, jari, kaki, dan tangan (Nirwana, 2016).

Ulkus diabetik ialah salah satu komplikasi kronik Diabetes Melitus

berupa luka tersingkap pada permukaan kulit yang bisa disertai adanya

kematian jaringan setempat. Ulkus diabetik adalah luka tersingkap pada

permukaan kulit sebab adanya komplikasi makroangiopati sampai-sampai

terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut ada luka pada

penderita yang tidak jarang di rasakan, dan bisa berkembang menjadi

infeksi diakibakan oleh bakteri aerob maupun anaerob (Tambunan, 2016).

2. Klasifikasi Ulkus diabetik

Klasifikasi ulkus diabteik diperlukan untuk berbagai tujuan diantaranya

yaitu untuk mengetahui gambaran lesi agar dapat dipelajari lebih dalam

21
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
tentang bagaimana gambaran dan kondisi luka yang terjadi. Terdapat

beberapa klasifikasi luka yang sering dipakai untuk mengklasifikasi luka

diabetes dalam penelitian-penelitian terbaru, diantaranya termasuk

klasifikasi kings collage hospital,University of texas klasifikasi, klasifikasi

PEDIS. Terdapat dua sistem klasifikasi yang paling sering digunakan.

Dianggap paling cocok dan mudah digunakan yaitu klasifikasi mnurut

Wagner-maggit dan University of Texas (Jain, 2012).

Klasifikasi wagner-maggit dikembangkan pada tahun 1970-an, digunakan

secara luas untuk mengklasifikasi luka pada kaki diabetes, dikutup oleh

(Kartika,2017) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan

yaitu :

1) Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan

kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “claw.

Callus (simpton pada kaki seperti nyeri)”.

2) Derajat I : Ulkus superficial terbatas pada kulit

3) Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.

4) Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

5) Derajat IV : Gangren jari kakai atai nagian distal kaki dengan atau

tanpa osteomielitis.

6) Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

22
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Gambar 2. 1

Klasifikasi Ulkus diabetik

Sumber :Wagner-Maggit, 1983 dalam ( Magfuri Ali, 2016)

Klasifikasi luka ini menurut University of Texas merupakan kemajuan

dalam pengkajian kaki diabetes. Sistem ini menggunakan empat nilai,

masing-masing yang dimodifikasi oleh adanya infeksi (stage B), iskemia

(Stage C), atau keduanya (stage D). Sistem ini telah divalidasi dan

digunakan pada umuumnya untuk mengetahui tahapan luka dan

memprediki hasil dari luka yang bisa cepat sembuh atau luka yang

berkembang kearah amputasi (James, 2008).

23
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Klasifikasi luka menurut University of Texas

ditunjukkan dalam table 2. 1

Grade 0 Grade 1 Grade 2 Grade 3


Stage A Post-ulserasi Luka Luka Luka
dengan superficial, tidak melibatkan melibatkan
epitelasi melibatkan tendon, atau tulang atau
sempurna tendon, kapsul sendi
kapsul
atau tulang
Stage B Infeksi Infeksi Infeksi Infeksi
Stage C Iskemia Iskemia iskemia Iskemia
Stage D I Infeksi dan Infeksi dan I
n iskemia iskemia n
f f
e e
k k
si s
d i
a d
n a
iskemia n
iskemia

3. Etiologi Ulkus diabetik

Ulkus diabetik terjadi sebagai akibat dari berbagai faktor, seperti kadar

glukosa darah yang tinggi dan tidak terkontrol, perubahan mekanis dalam

kelainan formasi tulang kaki, tekana pada area kaki, Neurophaty Perifer,

penyakit artheri perifer aterosklerotik dan daerah bagian tubuh yang selalu

tertekan seperti pantat, yang semua terjadi dengan frekuensi dan intensitas

yang tinggi pada penderita diabetes. Gangguan neurophaty dan vascular

merupakan faktor utama yang berkontribusi terhadap kejadian luka, luka

yang terjadi pada pasien diabetes berkaitan dengan adanya pengaruh

syaraf yang terdapat pada kaki yang dikenal dengan neurophaty

perifer,selain itu pada pasien diabetes juga mengalami gangguan sirkulasi,

gangguan sirkulasi ini berhubungan dengan peripheral vascular diseases.

24
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Efek dari sirkulasi inilah yang mengakibatkan kerusakan pada syaraf-

syaraf kaki (Syabariyah, 2015).

Diabetik neurophaty berdampak pada system syaraf autonomi yang

mengontrol otot-otot halus, kelenjar dan organ visceral. Adanya gangguan

pada syaraf autonomi berpengaruh pada perubahan tonus otot yang

menyebabkan gangguan sirkulasi darah sehingga kebutuhan nutrisi dan

metanolisme di area tersebut tidak tercukupi dan tidak dapat mencapai

derah tepi atau perifer. Efek ini mengakibatkan gangguan pada kulit yang

menjadi kering dan mudah rusak sehingga mudah untuk terjadi luka dan

infeksi. Dampak lain dari neurophaty perifer adalah hilangnya sensasi

terhadap nyeri, tekanan dan perubahan temperature (Syabariyah, 2015).

4. Manifestasi Klinis Ulkus diabetik

Ulkus diabetikum disebabkan tiga faktor yangserring disebut trias, yaitu:

iskemi, neurophaty, dan infeksi. Kadar glukosa darah tidak terkendali akan

menyebabkan komplikasi kronik neurophaty perifer berupa neurophaty sensorik,

motorik, dan autonom (Kartika, 2017).

a. Neurophaty sensorik biasanya cukup berat hingga menghilangkan

sensasi proteksi yang berakibat rentan terhadap trauma fisik dan

termal, sehingga meningkatkan resiko ulkus kaki, sensasi propriosepsi

yaitu sensasi posisi kaki juga hilang (Kartika, 2017).

b. Neurophaty motorik memperngaruhi semua otot, mengakibatkan

penonjolan abnormal tulang, arsitektur normal kaki berubah,

25
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
deformitas khas seperti hammertoe dan hallux rigidus. Deformitas

kaki menimbulkan terbatasnya mobilitas, sehingga dapat

meningkatkan tekanan plantar kaki dan mudah terjadi ulkus.

c. Neurophaty autonom ditandai dengan kulit kering, tidak berkeringat,

dann peningkatan pengisian kapiler sekunder akibat pintasan

atrerovenosus kulit. Hal ini mencetuskan timbulnya fisura, kerak

kulit, sehingga kaki rentan terhadap trauma minimal. Hat tersebut

juga dapat karena penimbunan sorbitol dan fruktosa yang

mengakibatkan akson menghilang, kecepatan induksi menurun,

parestesia, serta menurunnya reflex otot dan atrofi otot.

Penderita Diabetes juga menderita kelainan vascular berupa iskemik. Hal

ini disebabkan proses makroangiopati dan menurunnya sirkulasi jaringan

yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi arteri dorsalis

pedis, arteri tibialis, dan arteri poplitea menyebabkan kaki menjadi atrofi,

dingin dan kuku menebal. Selanjutnya terjadi nekrosis jaringan, sehingga

timbulnya ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai

(Kartika, 2017).

Kelainan Neurovascular pada penderita diabetes diperberat dengan

aterosklerosis. Aterosklerosis merupakan kondisi arteri menebal dan

menyempit karena penumpukan lemak dalam pembuluh darah.

Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena

berkurangnya suplai darah, kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam

26
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
jangka lama dapat mengakibatkankematian jaringan yang akan

berkembang menjadi ulkus kaki diabetes proses angiopati pada penderita

DM berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer

tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan baguan distal tungkai

berkurang (Kartika, 2017).

DM yang tidak terkendali akan menyebakan penebalan tunika imtima

(hyperplasia membrane basilis arteri) pembuluh darah besar dan kapiler,

sehingga aliran darah jaringan tepi ke kaki terganggu dan nekrosis yang

mengakibatkan ulkus diabetikum. Peningkatan HbA1C menyebabkan

deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen oleh eritrosit terganggu,

sehingga terjadi penyumbatan sirklasi dan kekurangan oksigen

mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya menjadi ulkus.

Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit

meningkatkan agregasi eritrosit , sehingga sirkulasi darah melambat dan

memudahkan terbentuknya thrombus (gumpalan darah) pada dinding

pembuluh darah yang akan mengganggu aliran darah keujung kaki

(Kartika, 2017).

5. Patofisiologi ulkus diabetik

Pada Diabetes Melitustipe I terjadi infeksi yang menyerang sistem imun

secara genetis pada sel b pankreas. Virus juga menjadi penyebab dari

kerusakan sel b pada pankreas. Akibat dari kondisi ini pankreas tidak

dapat memproduksi insulin secara maksimal, akibatnya insulin tubuh

27
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali. Tidak adanya insulin tubuh

akan melakukan sintesis pemecahan glikogen menjadi glukosa, seharusnya

terjadi pengambilan protein, trigliserida dan asam lemak dalam tubuh

namun karena insulin tidak ada, justru yang terjadi adalah liposis yang

menghasilkan badan keton. Akibat dari pemecahan dan kurangnya insulin,

glukosa dalam darah meningkat. Peningkatan glukosa dalam darah tidak

mampu di toleran oleh ginjal sehingga terjadilah glikosuria, glukosa

menarik air dan menyebabkan osmotik sehingga terjadi poliuria, karena

poliuria maka elektrolit dalam tubuh akan dibuang melalui urin sehingga

terjadilah polidipsi, sel tubuh kekurangan bahan bakar sehingga terjadilah

polifagia (Soegondo, 2009).

Pada DM tipe 2 terjadi masalah dengan jumlah insulin dan jumlah reseptor

insulin yang terdapat pada permukaan sel kurang, sehingga meskipun

insulin banyak tetapi karena reseptornya kurang maka glukosa yang

masuk ke sel akan sedikit sehingga sel akan kekurangan glukosa dan

glukosa dalam pembuluh darah meningkat. Penyebab resistensi insulin

pada DM tipe 2 belum begitu jelas, namun faktor obesitas, gaya hidup,

diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang mobilitas badan dan

faktor herediter banyak berperan (Soegondo, 2009).

28
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Skema 2. 1 Patofisiologi ulkus kaki diabetik

6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Ulkus diabetik

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyembuhan luka, antara lain :

a. Usia

Banyak faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka, salah satunya

29
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
yaitu usia. Manusia mengalami perubahan fisiologi yang secara drastis

menurun dengan cepat setelah usia >40. Usia anak sampai dewasa

memiliki pertumbuhan luka yang lebih cepat dari pada orang tua.

Karena hal tersebutlah yang dapat menyebabkan proses penyembuhan

luka menjadi lebih panjang atau tertunda sehingga lama penyembuhan

luka tersebut (Harman, 2007).

Menurut (Nugroho,2008, dalam Bahri,2014) proses penyembuhan luka

lebih lama seiring dengan peningkatan usia. Faktor yang

mempengaruhi adalah jumlah elastin yang menurun dan proses

regenerasi kolagen yang berkurang akibat penurunan metabolisme sel.

Sel kulitpun berkurang keelastisitasannya dikakibatkan dari

menurunnya cairan vascularisasi dikulit dan berkurangnya kelenjar

lemak yang semakin mengurangi elastisitas kulit. Kulit yang tidak

elastic akan mengurangi kemampuan regenerasi sel ketika luka akan

dan mulai menutup sehingga dapat memperlambat penyembuhan luka.

b. Jenis Kelamin

Beberapa penelitian dijelaskan bahwa prevalensi Diabetes Melitus

sama diantara pria dan wanita, namun sedikit lebih tinggi pada pria

yang berusia kurang dari 60 tahun dan wanita pada usia yang lebih

tua.

Penelitian selanjutnya juga menyebutkan bahwa 84% pasien dengan

kaki diabetik adalah pria dan 15,4% adalah wanita. Penyebab

30
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
perbedaan prevalensi kaki diabetik dengan ulkus neurophaty dan

neuroiskemik antara lain dapat disebabkan oleh beberapa alasan yaitu

faktor hormonal (adanya hormone esterogen pada wanita yang

mencegah komplikasi vaskuler yang berkurang seiring bertambahnya

usia), perbedaan kebiasaan hidup seperti kebiasaan merokok dan

konsumsi alcohol pada laki-laki (Harman, 2007).

c. Nutrisi

Penyembuhan luka memerlukan nutrisi tinggi, pasien memerlukan diet

tinggi protein, vitamin, A, C, B12, zat besi dan kalsium, hal inin

dengan mengkonsumsi diet tinggi protein, vitamin A, C, B12, zat besi

dan kalsium dapat mengalami penyembuhan luka dengan criteria

sembuh (Harman, 2007). Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor

penting yang berperan dalam penyembuhan luka (Rina, 2015).

d. Lama menderita diabetes Melitus

Kaki diabetik terutama terjadi pada penderita Diabetes Melitus yang

telah menderita 10 tahun atau lebih dengan kadar glukosa darah tidak

terkendali yang menyebabkan munculnya komplikasi yang

berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami mikroangiopati.

Mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neutropati yang

mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka

pada kaki penderita diabetik yang sering tidak dirasakan. Penelitian

yang dilakukan di USA pada 749 penderita Diabetes Melitus

31
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
menunjukkan bahwa lama menderita Diabetes Melitus >10 tahun

merupakan faktor resiko terjadinya kaki diabetik. Pasien dengan kaki

diabetik yang lama penyakit >10 tahun ditentukan oleh kadar glukosa

darah yang tinggi. Kadar glukosa darah yang tinggi akan

menimbulkan komplikasi yang berhubungan dengan syaraf dan aliran

darah ke kaki. Komplikasi pada syaraf dan aliran darah ke kaki inilah

yang menyebabkab terjadinya neuropati dan penyakit arteri perifer

(Harman, 2007).

e. Nilai Ankle Brachial Index (ABI)

ABI merupakan penilaian kuantitatif dari sirkulasi perifer. Penilaian

ini dilakukan dengan menghitung rasio tekanan darah sistolik

pembuluh darah arteri pergelangan kaki (ankle) dibagi dengan

pembuluh darah arteri lengan (brachial). Abnormalitas nilai ABI

menunjukkan bahwa terjadi masalah sirkulasi pada ekstremitas

sedangkan sirkulasi yang bermasalah akan ikut mempengaruhi proses

penyembuhan pada luka. Pemeriksaan ABI bertujuan menilai fungsi

sirkulasi pada arteri kaki, selain itu untyuk mengetahui proses

aterosklerosis khususnya pada orang dengan resiko gangguan vaskuler

yang berusia 40-75tahun. Pemeriksaan penunjang, nilai ABI dapat

dijadikan sebagai patokan untuk menentukan :

1) Penilaian apakah amputasi perlu dilakukan

2) Penilaian hasil pasca operasi secara objektif

3) Penentuan berat ringannya kelainan pembuluh darah

32
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
4) Penentuan apakah kelainan berasal dari kelainan

saraf atau vaskuler.

Menurut (Potier et al,2010) skor penilaian ABI

dikategorikan menjadi 5 yakni :

1) Normal : 0,91 - 1,30

2) Oklusi ringan : 0,70 - 0,90

3) Oklusi sedang : 0,40 - 0,69

4) Oklusi berat : < 0,40

5) Klasifikasi : > 1,30

f. Kontrol glikemik

Kontrol glikemik atau pengendalian glukosa darah penderita diabetes

Melitus dilihat dari hal yaitu glukosa darah sesaat dan glukosa darah

jangka panjang. Pemantauan glukosa darah puasa (GDP) dan 2 jam PP

(GD2JPP). Sedangkan pengontrolan glukosa darah jangka panjang

dapat dilakukan dengan pemeriksaan HbA1c. Penelitian ini hanya

melihat control glikemik berdasarkan pemantauan kadar glukosa darah

sesaat yaitu dengan menilai kadar gula darah yang tidak terkontrol

dengan pengukuran GDS> 200ml/dl, GPD>100 mg/dl atau

GD2JPP>144 mg/dl . kadar GDS>200mg/dl, GPD>100mg/dl atau

GD2JPP>144 mg/dl, akan mengakibatkan komplikasi kronik jangka

panjang, baik macrovaskuler maupun mikrovaskuler yang salah

satunya kaki diabetiknya berlanjut menjadi ulkus diabetik (Rina,

2015).

33
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Kadar GDS>200 mg GDP>100mg/dl atau GD2JPP>144 mg/dl disebut

sebgaai kondisi hyperglikemia, yang jika berlangsung terus menerus

menyebabkan berkurangnya kemampuan pembuluh darah untuk

berkontraksi dan relaksasi, sehingga terjadi penurunana sirkulasi darah

terutama pada kaki dengan gejala, sakit pada tungkai ketika berdiri,

berjalan atau beraktivitas fisik, kaki terasa dingin, kaki terasa nyeri

saat beristirahat dan malam hari, telapak kaki terasa sakit setelah

berjalan, luka sukar sembuh, tekanan nadi menjadi kecil atau tidak

teraba, perubahan warna kulit, kaki tampak pucat atau kebiru-biruan

ketika dielevasikan (Rina, 2015).

g. Obesitas

Obesitas adalah penumpukan lemak dibadan secara abnormal atau

berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan seseorang dimana dapat

dengan cara mengukur nilai IMT (indeks massa tubuh). Indeks massa

tubuh (IMT) adalah metode yang murah, mudah dan sederhana untuk

menilai status gizi pada seorang individu, namun tidak dapat

mengukur lemak tubuh secara langsung. Pengukuran dan penilaian

menggunakan IMT berhubungan dengan kekurangan dan kelebihan

status gizi. Gizi kurang dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit

infeksi dangizi lebih dengan akumulasi lemak tubuh berlebihan

meningkatkan risiko menderita penyakit degenetarive. IMT

merupakan rumus matematis yang dinyatakan sebagai berat badan

34
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
(dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter)

(Rina, 2015).

Indeks massa tubuh (IMT) diinterpretasi menggunakan kategori status

berat badan standard yang sama untuk semua umur bagi laki-laki dan

perempuan.

Table 2. 2

Klasifikasi indeks massa tubuh (IMT)

Ketagori Kg/m2
BB kurang <
BB normal 18.
Overweight 5
Obesitas I 18.
Obesitas II 5–
22.
9
23.
0–
24.
9
25.
0–
29.
9
> 30

h. Pemilihan jenis balutan

Tujuan pemilihan jenis balutan adalah memilih jenis balutan yang

35
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
dapat mempertahankan suasana lingkungan luka dalam keadaan

lembab, mempercepat proses penyembuhan hingga 50%, absorb

eksudat/cairan luka yang keluar berlebihan, membuang jaringan

nekrosis/slou, control terhadap infeksi/terhindar dari kontaminsasi,

nyaman digunakan dan menurunkan rasa sakit saat mengganti balutan

dan menurunkan jumlah biaya dan waktu perawatan (cost effective).

Jenis balutan :absorben dressing, hydroactive gel, hydrocoloi. Ada dua

jenis balutan yang digunakan saat melakukan perawatan luka. Jenis

balutan tersebut adalah balutan modern dan balutan konvensional

teknik modern memliki sifat nonadesif, nonoklusif dan mampu

menyerap eksudat dari jumlah sedang hingga banyak sehinggga

mampu mempertahankan lingkungan luka tetap lembab, merangsang

antibiotic debridement diikuti penurunan nyeri (Gitarja, 2011).

Selain pengobatan dan perawatan diatas, perlu juga pemeriksaan Hb

dan albumin minimal satu minggu sekali, karena adanya anemia dan

hipoalbumin akan sangat berpengaruh dalam penyembuhan luka,

diusahakan agar Hb lebih dari 12g/dl dan albumin darah dipertahankan

lebih 3,5g/dl. Perlu juga dilakukan monitor glukosa darah secara ketat,

karena bila didapatkan peningkatan glukosa darah yang sulit

dikendalikan, ini salah satu tanda memburuknya infeksi yang ada

sehinggga luka sukar sembuh (Gitarja, 2011).

i. Penyakit hipertensi

36
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Hipertensi merupakan keadaan dimana seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah diatas normal. Secara umum tekanan darah

tinggi ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120mmHg dan tekanan

darah diastolik lebih dari 80mmHg (Ardiansyah, 2012).

Hipertensi adalah suatu keadaan adanya peningkatan tekana darah

diatas normal angka sistolik dan diastolik didalam arteri. Secara

umum hipertensi merupakan keadaan tanpa gejala, dimana tekanan

abnormal tinggi di arteri menyebabkan peningkatan stroke, gagal

jantung, aneurisma, dan serangan jantung (Triyanto Endang, 2014).

Klasifikasi hipertensi menurut WHO dan International Society Of

Hypertension Working Group (ISHWG) yang telah mengelompokkan

hipertensi kedalam beberapa klasifikasi (Aulia, 2008).

Table 2. 3

Klasifikasi tekana darah menurut WHO

Ketagori Tekan darah Tekana darah Tekana darah


menurut WHO sistolik (mmHg) diastolic (mmHg)

Normal <13 <85 mmHg


Normal tinggi 0 85-89 mmHg
Stadium 1 mm 90-99 mmHg
(hipertensi Hg 100-109 mmHg
ringan) 130 >110 mmHg
Stadium -
2(hipertensi 139
sedang) mm
Stadium 3 Hg
(hipertensi berat)
140

37
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
-
159
mm
Hg
160
-
179
mm
Hg
>18
0
mm
Hg

j. Kebiasaan merokok

Hasil penelitian yang dikutip oleh WHO, pada pasien Diabetes

Melitus yang merokok mempunyai risiko 3 kali untuk menjadi kaki

diabetik dibanding pasien Diabetes Melitus yang tidak merokok.

Merokok merupakan faktor kuat menyebabkan penyakit arteri perifer

yang mana sudah dibuktikan berhubungan dengan kaki diabetik.

Nikotin yang dihasilkan dari rokok akan menempel pada dinding

pembuluh darah sehingga menyebabkan insufisiensi dari aliran

pembuluh darah ke arah kaki yaitu arteri dorsalis pedis, poplitea dan

tibialis menjadi menurun (Harman, 2007).

Pada penderita Diabetes Melitus yang merokok ≥12 batang per hari

mempunyai risiko 3 kali untuk menjadi ulkus kaki diabetes

dibandingkan dengan penderita Diabetes Melitus yang tidak merokok.

38
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam

rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi

penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran

sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah

dan mempermudah timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat

insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis,

poplitea, dan tibialis juga akan menurun (Harman, 2007).

a) Terapi antibiotika

Pemberian antibiotika biasanya diberikan peroral yang bersifat

menghambat kuman gram positif dan negatif. Apabila tidak

dijumpai perbaikan pada luka tersebut, maka terapi antibiotika

dapat diberikan perparenteral yang sesuai dengan kepekaan kuman

(Gitarja, 2011).

b) Manajemen perawatan luka

Merupakan hal pokok untuk meningkatkan, memperbaiki dan

mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari

kemungkinan terjadinya infeksi. Proses pencucian luka bertujuan

untuk membuang jaringan nekrosis, cairan luka yang berlebihan,

sisa balutan yang digunakan dan sisa metabolik tubuh pada

permukaan luka. Cairan yang terbaik dan teraman untuk mencuci

luka adalah yang non toksik pada proses penyembuhan luka

(misalnya NaCl 0,9%). Penggunaan hidrogenperoxida, hypoclorite

solution dan beberapa cairan debridemen lainnya, sebaliknya hanya

39
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
digunakan pada jaringan nekrosis/slough dan tidak digunakan pada

jaringan granulasi. Cairan antiseptik seperti provine iodine

sebaiknya digunakan saat luka terinfeksi atau tubuh pada keadaan

penurunan imunitas, yang kemudian dilakukan pembilasan kembali

dengan saline (Gitarja, 2011).

C. Tinjauan Tentang Perawatan Luka

1. Definisi perawatan luka

Perawatan luka merupakan salah satu tehnik yang harus dikuasi oleh

perawat. Perawatan luka memang kompetensi yang sejak dulu dipelajari

oleh perawat dan termasuk dalam kompetensi mandiri yang dimiliki

perawat (Maryunani A. S, 2013).

Perawatan luka akut adalah meliputi pembersihan luka dengan larutan

yang tepat, pengkajian holistik, pertimbangan kebutuhan debridemen

dan penutupan tepi luka serta pemilihan balutan yang tepat. jika

perawatan luka akut tidak sesuai, maka akan terjadi komplikasi luka

menjadi kronis.

Luka kronis menjadi salah satu luka yang kompleks dan membutuhkan

perawatan dari segala aspek untuk menunjang kesembuhannya. Luka

kronis dapat terjadi akibat komplikasi dari luka akut yang tidak

mendapatkan perawatan yang tepat atau dampak dari penyakit penyerta

seperti diabetes, penyakit arteri dan stroke (Sukma Wijaya, 2018).

2. Tujuan Perawatan Luka

40
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
1) Melepaskan atau mengangkat jaringan nekrotik untuk meningkatkan

penyembuhan luka

2) Mencegah, membatasi atau mengontrol infeksi

3) Menyerap eksudat.

4) Mempertahankan lingkungan luka yang lembab.

5) Melindungi luka dari trauma selanjutnya.

6) Melindungi luka sekitar dari infeksi dan trauma (Maryunani A. S,

2013)

D. Proses Penyembuhan Luka

1. Fisiologi penyembuhan luka

Proses penyembuhan luka adalah proses restorasi alami luka yang

melibatkan sebuah proses yang kompleks, dinamis dan terintegrasi pada

sebuah jaringan karena adanya kerusakan. Dalam kondisi normal

prosese tersebut dapat dibagi menjadi empat fase yaitu : (1) Fase

Hemostatis (2) Fase Imflamasi (3) Fase Proliferasi (4) Fase

Remodeling (Sinno & Prakash, 2013; Suriadi, 2015; Syabariyah, 2015).

a. Fase Hemostatis

Hemostatis adalah fase pertama dalam prosese penyembuhan luka,

setiap kejadian luka akan melibatkan kerusakan pembuluh darah

yang harus dihentikan. Pembuluh darah akan mengalami

vasocontriksi akibat respon dari cedera yang terjadi. Cidera

jaringan menyebabkan pelepasan tromboksan A2 dan prostaglandin

2-alpha ke dasar luka yang diikuti adanya pelepasan platelet atau

41
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
trombosit. Tidak terkontrolnya kadar glukosa dalam darah

menyebakan adanya gangguan pada dinding endotel kapiler, hal ini

dikarenakan oleh adanya respon vasodilatasi yang terbatas dari

membrane basal endotel kapiler yang menebal pada penderita

diabetes. Kadar glukosa darah yang tinggi juga berpengaruh pada

fungsi enzim aldose reduktase yang berperan dalam konversi

jumlah glukosa yang tinggi menjadi sarbitol sehingga menumpuk

pada sel yang menyebabkan tekanan osmotic mendorong air masuk

kedalam sel dan mengakibatkan sel mengalami kerusakan.

Penebalan membrane kapiler yang disebabkan oleh tingginya kadar

glukosa darah menyebabkan peningkatan viskositas darah dan

berpengaruh pada penebalan membrane kapiler tempat

menempelnya eritrosit, trombosit dan leukosit pada lumen

pembuluh darah. Hal-hal tersebut menjadi penyebab gangguan dari

fase inflamasi yang memperburuk proses penyembuhan (Syabariah,

2015).

b. Fase Inflamasi

Fase Inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira

hari ke 5. Proses penyembuhan lukapada ulkus kaki diabetik pada

dasarnya sama dengan proses penyembuhan luka secara umum,

tetapi proses penyembuhan ulkus kaki diabetik memerlukan waktu

yang lebih lama pada fase-fase tertentu karena terdapat berbagai

macam penyulit, diantaranya : kadar glukosa darah tinggi, infeksi

42
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
pada luka dan luka yangsudah mengarah dalam keadaan kronis.

Hal tersebut memperpanjang Fase Inflamasi penyembuhan luka

karena zat Inflamasi dalam luka kronis lebih tinggi daripada luka

akut (Syabariah, 2015).

c. Fase Proliferasi

Fase Proliferasi fase ini berlangsung dari hari ke 3- 14 dan

ditandai dengan adanya fibroblast di sekitar luka. Pada proses

penyembuhan ulkus kaki diabetik juga mengalami perubahan dan

perbedaan dengan Fase Proliferasi penyembuhan pada luka

normal, pada luka normal Fase Proliferasi berakhir pada

pembentukan jaringan granulasi dan kontraktur yang sudah terjadi,

pembuluh darah yang baru menyediakan titik masuk ke luka pada

sel-sel seperti makrofag dan fibroblast. Epitelasasi akan menjadi

fase awal dan diikuti makrofag yang terus memasok faktor

pertumbuhan merangsang angiogenesis, granulasi dan lebih lanjut

dan fibroplasias prosese angiogenesis, granula dan kontraksin pada

luka. Fase Proliferasi ulkus kaki diabetik mengalami

pemanjangan fase yang menyebabkan terjadinya pembentukan

granula terlebih dahulu pada dasar luka, granulasi akan mengisi

celah yang kosong dan epitelisasi akan menjadi bagian terakhir

pada fase ini. Hal ini juga disebabkan karena kekurangan oksigen

pada jaringan, oksigen berperan sebagai pemicu aktivitas dari

makrofag. Epitelisasi pada luka ini juga mengalami gangguan

43
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
migrasi dari keratinosit yang nantinya akan membentuk lapisan

luar pelindung atau stratum korneum sehingga mengakibatkan

kelembaban dari luka akan berkurang yang membuat proses

penyembuhan akan sangat lambat. Terjadi gangguan pada tahap

penyembuhan luka maka luka menjadi kronis yang menyebabkan

Fase Proliferasi akan memanjang yang berakibat pada fase

remodelling berlangsung selama berbulan-bulan dan dapat

berlangsung hingga bertahun-tahun (Sinno & Prakash, 2013).

d. Fase Remodeling

Fase ini terjadi saat kadar produksi dan degradasi kolagen

mencapai keseimbangan. Fase ini berlangsung dari hari ke 7

sampai dengan 1tahun. , Fibroblast mulai meniggalkan luka.

Jaringan parut tampak besar, sampai fibril kolagen menyusun ke

dalam posisi yang lebih padat. Maturasi jaringan seperti ini terus

berlanjut dan mencapai dalam 10 atau 12 minggu (Suriadi, 2015).

E. Cara penatalaksanaan Ulkus Diabetik

Tujuan utama dalam penatalaksanaan ulkus diabetik adalah penutupan luka.

Management perawatan luka terdiri dari tiga tahap, yaitu wound cleansing,

debridement dan dressing (Maryunani, 2013)

1) Wound cleansing

Wound cleansing adalah proses secara mekanis melepaskan ikatan antara

jaringan dan bakteri, debris, kontaminan, inflamasi dan jaringan nekrotik

44
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
pada permukaan luka, kemudian mengangkat atau membuang materi-

materi dari permukaan luka (Maryunani,2013). Wound cleansing efektif

membersihkan debris yang mendukung untuk pertumbuhan bakteri dan

menghambat penyembuhan luka. Tekanan cairan cleansing luka

dilakukan ke jaringan yang nekrotik. Proses cleansing luka termasuk

pemilihan larutan dan metode pembersihan luka perlu memperhatikan

keamanan luka. Larutan isotonic normal saline secara umum digunakan

karena fisiologis, nontoxic dan tidak mahal. Saline tidak mengandung

pengawet dan harus dibuang 24 – 48 jam setelah dibuka. Cleansing luka

yang tidak terinfeksi tidak boleh dilakukan dengan larutan antimikrobial.

Beberapa studi menyatakan povidon iodine, acetid acid hydrogen

piroxide toxic terhadap fibroblast. Luka yang terinfeksi atau debris

nekrotik bersihkan dengan normal saline selama 10-14 hari dan dapat

juga menggunakan antimikrobial, regimen cleansing dengan larutan

antimikrobial sebaiknya dibilas dengan normal saline untuk mengurangi

efek cytotoxic antimikrobial pada luka. Penggunaan antimikrobial

dihentikan ketika luka bersih dan tidak terdapat debris (Susman, 2012).

Prinsip pembersihan luka adalah dari pusat luka ke arah luar secara hati-

hati atau dari bagian luar dahulu kemudian bagian dalam dengan kassa

berbeda. Tehnik wound cleansing yang sering digunakan adalah irigasi

dan perendaman. Irigasi Merupakan tehnik yang paling umum

digunakan untuk membersihkan cairan/larutan pada permukaan luka.

Besar tekanan harus diperhatikan, untuk luka terinfeksi dapat

45
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
menggunakan tekanan tinggi sedangkan pada luka yang bergranulasi

dengan tekanan rendam (Maryunani,2013).

2) Debridement

Debridement merupakan tindakan menghilangkan jaringan nekrotik,

eksudat, bakteria, dan sisa metabolik dari luka untuk membantu proses

penyembuhan luka. Debridement adalah suatu usaha menghilangkan

jaringan nekrotik dan sangat terkontaminasi dengan mempertahankan

secara maksimal struktur anatomi yang penting. Jaringan mati tidak

hanya mengahalangi penyembuhan luka tetapi juga menyebabkan infeksi

pada luka. Debridement akan memulihkan perfusi oksigen ke daerah

luka (Sjamsuhidajat, 2010).

Debridement adalah pembuangan jaringan nekrosis atau slough pada

luka. Debridement dilakukan untuk menghindari terjadinya infeksi atau

selulitis, karena jaringan nekrosis selalu berhubungan dengan adanya

peningkatan jumlah bakteri. Setelah debridement, jumlah bakteri akan menurun

dengan sendirinya yang diikuti dengan kemampuan tubuh secara efektif

melawan infeksi. Secara alami dalam keadaan lembab tubuhakan membuang

jaringan sendiri atau slough yang menempel pada luka. (peristiwa autolysis)

(Syamsuhidayat, 2010).

Autolysis adalah peristiwa pecahnya atau rusaknya jaringan nekrotik oleh

leukosit dan enzim lyzomatik. Debridement dengan system autolysis

dengan menggunakan occlusive dressingmerupakan cara teraman

46
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
dilakukan pada pasien dengan luka diabetik. Terutama untuk

menghindari risiko infeksi (Gitarja, 2011).

3) Dressing adalah material penutup luka untuk mendukung penyembuhan

luka. Balut primer adalah balut yang berkontak dengan luka, sedangkan

balut skunder adalah pembalut diatas balutan primer. Tujuan utama

dalam pembalutan adalah memberikan lingkungan yang ideal yakni

lembab, bagi proses penyembuhan luka, menyerap eksudat, melindungi

luka dari bakteri, debridement, mengurangi edema, mengeliminasi ruang

mati, melindungi luka dari trauma dan robekan lebih lanjut, menjaga

kehangatan luka, dan memberi tekanan yang dapat membantu

hemostasis serta mencegah pertumbuhan jaringan parut yang buruk

(Sjamsuhidajat, 2011).

F. Metode Perawatan Luka

1. Metode perawatan luka modern

Metode perawatan luka modern memiliki prinsip kerja dengan menjaga

kelembaban dan kehangatan area luka dengan menggunakan dressing

modern seperti Alginate, Foam dressing, dan Hidrogel. Kondisi luka

harus dimonitor setiap penggantian dressing dan dikaji secara berkala

untuk menentukan apakah jenis dressing diganti atau dipertahankan

(Nontji, Hariati, & Arafat, 2015)

a. Alginate (Pada luka dengan eksudasi sedang sampai tinggi, luka

47
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
basah dengan terowongan yang dalam) Penggunaan alginate dressing

adalah pada luka dengan eksudasi sangat banyak seperti : luka yang

menggaung, ulkus decubitus, ulkus vaskuler, luak insisi, luka

dehicence, tunnels, saluran sinus, luka donor skin graft, luka tendon

yang terlihat dan luka infeksi.

b. Foam dressing ( pada luka yang basah ) Foam dressing berfungsi

sebagai absorban yang terbuat dari polyurethane dan memberikan

tekanan pada permukaan luka, penggunaan dari Foam dressing ini

adalah luka dengan eksudasi sedang sampai berat, perlindungan

profilaksis pada tulang yang menonjol atau area yang bersentuhan,

luka dengan kedalaman sedang sampai keseluruhan, luka yang

bergranulasi atau nekrosis, luka donor, skin tears dan bias dipakai

pada luka infeksi.

c. Hidrogel ( untuk luka yang cenderung kering )

Hidrogel merupakan metode perawatan yang mengandung air dalam

gel yang tersusun dari struktur polymer yang berisi air dan berguna

untuk menurunkan suhu hingga 5ºC. Kelembaban dipertahankan

pada area luka untuk memfasilitasi proses autolisis dan mengangkat

jaringan yang telah rusak. Penggunaan dari hydrogel dressing ini

adalah menjaga kandungan air pada luka kering, kelembutan, dan

sebagai pelembab serta mengangkat jaringan nekrotik.

2. Metode perawatan luka konvensional

48
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Metode perawatan luka konvensional merupakan metode perawatan luka

yang menggunakan kasa sebagai metode perawatan utama. Metode

perawatan ini termasuk material pasif dengan fungsi utamanya sebagai

pelindung, menjaga kehangatan dan menutupi penampilan yang tidak

menyenangkan. Disamping itu metode perawatan kasa juga dipakai

untuk melindungi luka dari trauma mempertahankan area luka atau untuk

penekanan luka dan area sekitar luka dan mencegah kontaminasi bakteri.

Perkembangan luka pada metode ini sangat lambat dibandingkan

perawatan modern, hal ini dapat di sebabkan karna penggatian kasa setiap

hari untuk luka yang sudah bergranulasi dan dapat menyebabkan

terjadinya trauma pada luka sehingga penyembuhan luka kembali pada

fase awal (Handayani, 2016).

3. Teknik Perawatan Luka

Teknik perawatan luka terkini di dunia keperawatan yaitu dengan

menggunakan prinsip lembab dan tertutup, suasana lembab mendukung

terjadinya proses penyembuhan luka. Teknik perawatan luka lembab dan

tertutup atau yang dikenal dengan moist wound healing adalah metode

untuk mempertahankan kelembaban luka dengan menggunakan bahan

balutan penahan kelembaban sehingga menyembuhkan luka,

pertumbuhan jaringan dapat terjadi secara alami. Munculnya konsep

Moist Wound Healing menjadi dasar munculnya pembalut luka modern

(Rasli, Suhartatik, & Nurbaya, 2018).

Teknik perawatan luka Diabetes Melitus telah berkembang pesat, yaitu

49
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
teknik konvensional dan modern :

a. Teknik konvensional adalah dengan menggunakan Nacl, kasa,

antibiotik, dan antiseptic.

b. Teknik modern menggunakan balutan sintetik seperti balutan alginat,

balutan foam, balutan hidropolimer, balutan hidrofiber, balutan

hidrokoloid, balutan hidrogel, balutan transparan film, dan balutan

absorben.

c. Adapun terapi perawatan komplementer sebagai perawatan luka

yang dilakukan secara konvensional dengan tambahan terapi diluar

pengobatan medis. Bahan yang digunakan dalam terapi

komplementer perawatan luka seperti madu, minyak zaitun dll

(Sundari,2017).

G. Instrument Pengukuran Ulkus Diabetik

BWAT merupakan alat evaluasi luka ulkus diabetikum yang terdiri dari 13

parameter makroskopik luka. Definisi parameter secara spesifik dijelaskan

pada setiap parameter. Item individual diskoringkan dengan modifikasi skala

likert (1, paling baik untuk parameter tersebut; 5, paling buruk). Total skor

dari setiap parameter akan dijumlahkan dan dimasukkan dalam status luka.

Penilaian luka ulkus diabetikum pada unit pelayanan kesehatan seperti di

rumah sakit atau klinik khusus perawatan luka pada luka yang tidak

membutuhkan tindakan langsung harus menggunakan instrument BWAT,

dimana skor untuk penilaian pengkajian luka ulkus diabetik pada instrument

BWAT beada pada rentang 1-60 dan terbagi atas 3 bagian yakni jaringan

50
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
sehat (skor 1-12), regenerasi luka (13-59) dan degernerasi luka (>60). Hal ini

diharapkan dapat meningkatkan komunikasi, menurunkan tingkat keparahan

luka, lebih tepat dalam memperdiksi penanganan yang tepat dan

meningkatkan hasil perawatan Instrument BWAT sudah sering digunakan

dan terbukti lebih signifikan untuk digunakan untuk pengkuran penyembuhan

ulkus kaki diabetik karena memiliki karakteristik penilaian luka yang lebih

rinci dibandingkan skala/skor wagner karena skala wagner hanya berfokus

pada kedalaman luka saja (Asbaningsih, 2014).

H. Konsep Madu

1. Definisi Madu

Madu merupakan bahan makanan yang sangat dikenal manfaatnya sejak

ribuan tahun yang lalu.madu dikenal memiliki banyak manfaat untuk

menjaga kesehatan, bahkan menyembuhkan berbagai penyakit. Madu

merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki rasa manis dan kental

yang berwarna emas sampai cokelat gelap dengan kandungan gula yang

tinggi serta lemak yang rendah (Wulansari,2018).

Madu adalahbahan alami yang memiliki rasa manis yang dihasilkan oleh

lebah dari nektar atau sari bunga atau cairan yang berasal dari bagian-

bagian tanaman hidup yang dikumpulkan, diubah dan diikat dengan

senyawa tertentu oleh lebah kemudian disimpan pada sarang yang

berbentuk heksagonal (AlFady,2015).

Madu menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), didefinisikan sebagai

51
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
cairan alami yang biasanya memiliki rasa manis, yang berasal dari nektar

bunga. Madu, dengan segala kandungannya memiliki sifat yang unik

serta manfaat yang beragam.

2. Kandungan Madu

Madu terdapat 181-200 zatyang berbeda (Fereiraet al, 2009)dan terdiri dari

monosakarida 75-80% (fruktosa 38,2%danglukosa 31,3%), disakarida

(1,31 % sukrosa, laktosa 7,11 %, dan maltosa 7,31 %), dan air (15-23%)

(Fatma, 2017). Selain itu, Madu memiliki kandungan vitamin (B1, B2, B5,

B6, dan C), mineral (Ca, Na, P Fe, Mg, Mn) dan enzim berupa diatase

(Sudaryanto, 2010). Menurut Purnamasari (2015) menyatakan bahwa

selain enzim diatas yang berperan untuk mengubah glikogen menjadi gula-

gula sederhana, ada enzim invertase untuk mengubah sukrosa menjadi

fruktosa dan glukosa serta adanya enzim glukosa peroksida untuk

memproduksi hidrogen peroksida dan glukosa asam glukonik.

Hidrogen peroksida di madu berkisar 3 % atau 1-2 mmol/L namun

kandungan tersebut berbeda beda yang dapat disebabkan oleh faktor

eksternal yakni tergantung dari serbuk sari yang dihisap oleh lebah

penghasil madu. Selain itu jika kidrogen peroksia yang tinggi menujukan

dengan konsentrasi 30% dapat mengiritasi ligamen periodontal nekrosis

sementum, ginggiva terbakar dan mengelupas.

Menurut bogdanov (2004) memyatakan bahwa kualitas madu memiliki

52
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
beberapa parameter penting yang bertanggung jawab dalam stabilitas

fermentasi seperti kadar air, keasaman madu dan kadar gula. Semakin

tinggi konsentrasi air daan keasaman madu yang terkandung dari total

keseluruhan larutan madu mengakibatkan semakin rendahnya kualitas

madu tersebut serta jika konsentrasi kadar gula yang terkandung rendah

maka kualitas madu yang dihasilkan juga rendah (suranto, 2007).

Pada dasarnya kandungan hidrogen peroksida yang di komposisikan pada

madu dapat berasal dari alam langsung yang dibawa oleh lebah yang

menghisap berbagai nektar sehingga memiliki khasiat untuk meningkatkan

daya tahan tubuh sedangkan hydrogen peroksida yang dihasilkan dari

bahan kimia murni dapat mengakibatkan iritasi pada jaringan.

Kualitas madu tersebut bergantung dari lokasi,letak geografis,asal bunga

sumber pakan lebah madu,wilayah dan periode panennya(Diacu,2007).

Faktor tersebut dapat menyebabkan berbagai kemungkinan seperti kadar

air yang tinggi sehingga mengurangi daya simpan madu sehingga dapat

membuat madu bersifat masam karena efek etil alkohol dan

karbondioksida (Hariyati,2010).

3. Manfaat Madu

Madu sudah sangat sering digunakan oleh manusia untuk bahan makanan

maupun pengobatan. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat

manfaat madu terhadap kesehatan, terutama dalam penyembuhan luka

(Yaghoobi et al. ,2013) Berbagai manfaat madu, antara lain sebagai

53
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
berikut:

a. Sumber Energi

Madu memiliki kandungan nutrisi yang baik dan dapat menjadi

sumber energi karena kandungan karbohidratnya. Karbohidarat dalam

madu berbentuk monosakarida, fruktosa, glukosa dan disakarida.

Madu memiliki rasa manis akibat kandungan senyawa tersebut.

b. Antioksidant

Sebagai anti-oksidan, madu memiliki kandungan asam fenolik (seperti

ellagic, caffeic, p-coumaric dan ferulic acid), flavonoid (seperti

apigenin, pinocembrin, kaempferol, quercetin, chrysin dan

hesperetin), asam askorbat, dan tokoferol yang dapat mencegah

berbagai kondisi klinis seperti inflamasi, gangguan pada arteri

koroner, penuaan, dan kanker (Vallianou,2014).

c. Anti bakteri

Mekanisme madu sebagai anti-bakterial dapat menghambat

pertumbuhan bakteri dengan dipengaruhi oleh konsentrasi gula yang

tinggi, pH rendah, hidrogen peroksida,dan beberapa komponen

protein. Madu juga memiliki aktivitas anti-virus sebagai efek dari

asam lemak 10-HAD (10-Hydroxy-2-Decenoic Acid) yang

menstimulasi sel darah putih yang kemudian menyebabkan adhesi sel

darah putih terhadap virus. Selain itu, madu jugabekerja sebagai anti-

fungal dengan kandungan ekstrak etanol pada madu (Khan et al. ,

2018).

54
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
d. Penyembuhan Luka

Kemampuan madu dalam penyembuhan luka disebabkan oleh sifat

anti bacterial dari madu. Karakteristik madu yang mempertahankan

kelembapan luka dan viskositas tinggi dari madu membentuk lapisan

proteksi yang mencegah infeksi. Madu juga memiliki efek anti

inflamasi pada proses penyembuhan luka. Madu dapat dioleskan pada

luka, tekanan osmosis pada madu akan menyerap kandungan air

diluka sehingga luka akan lebih cepat kering.

Dalam penyembuhan luka, madu memeiliki peranan sebagai anti-

bakterial, menjaga kelembapan pada lokasi luka, dan manjadi batas

protektif untuk meminimalisir kontak antara luka dengan agen

infeksius (Meo et al. , 2017). Madu dinilai efektif dalam

penyembuhan luka dan proses perbaikan jaringan jaringan dengan

sedikit bahkan tanpa pembentukan jaringan parut (Martinotti &

Ranzato, 2018). Madu juga menginduksi peningkatan kapasitas

regeneratif sel-sel kulit serta meningkatkan repitelisasi yang

melibatkan migrasi sel atau dikenal sebagai epithelial-mesenchymal

transition (EMT).

Pemberian madu secara topikal pada luka menyebabkan keratinosit

mengalami perubahan dalam ekspresi gen pengatur EMT. Dalam

proses penutupan luka yang meningkatkan produksi matrix

metallopotease (MMPs) seperti MMP-9 dan kemudian akan

55
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
mempengaruhi degradasi kolagen tipe IV (Martinotti & Ranzato,

2018).

4. Ciri-Ciri Madu Asli

Madu asli memang memiliki khasiat yang banyak bagi kesehataan. Ada

banyak cara untuk mengetahui madu tersebut asli atau bukan. Madu asli

memiliki sejumlah sifat yang tidak bisa dipalsukan, diantaranya :

1) Memutar optik : Madu asli mempunyai kandungan gula yang spesifik,

sehingga dapat mengubah sudut putaran cahaya terpolarisasi. Sifat ini

dapat dibuktikan melalui pemeriksaan laboratorium.

2) Higroskopis : Madu asli bersifat higroskopis, artinya memiliki

kemampuan untuk menyerap air. Dengan sifat ini, jika madu dibiarkan

terbuka pada tempat dengankelembapan udara tinggi, maka madu akan

bertambah encer.

3) Madu asli jika dituangkan ke dalam air hangat tidak akan pecah

atau air akan tetap jernih sebelum campuran tersebut diaduk. Hal ini

berbeda dengan madu campuran, bagi madu yang sudah dicampur akan

lebih cepat membuat keruh meskipun belum diaduk.

4) Dengan komposisi yang sama , kita dapat mencampurkan madu dengan

air. Pada madu asli akan lebih keruh, sedangkan pada madu paalsu

biasanya lebih jernih. Hal ini dapat terjadi karena pada madu asli

mengandung sari bunga.

5) Kita taruh madu kedalam sendok , kemudian dipanaskan di atas lilin,

56
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
maka madu asli akan berubah warnanya menjadi cokelat pekat, buih

akan meluber keluar sendok, jika didinginkan kembali tekstur madu

menjadi lembut dan ketika ditarik dengan lidi tidak adan menjadi

benang. Pada madu campuran, jika dipanaskan seperti cara di atas

buihnya tidak akan keluar dari sendok dan bila sudah dingin jika ditarik

dengan lidi akan menjadi seperti kawat dan mudah patah ( Nurheti,

2016).

I. Jurnal-Jurnal Yang Berkaitan Dengan Pengaruh Perawatan Luka

Dengan Menggunakan Kompres Madu Pada Pasien Ulkus diabetik.

Hasil penelitian yang dilakukan Radiant Eka Pramana et al tentang

Efektivitas Pengobatan Alami Terhadap Penyembuhan Luka Infeksi Kaki

Diabetik (IKD) ( Studi Kasus Dipuskesmas Bangetayu Dan Puskesmas

Genuk Semarang) tahun 2012 di dapatkan hasil bahwa 0,008 (p<0,005). Ini

menunjukkan bahwa penggunaan madu alami dan NaCl lebih efektif

dibandingkan dengan yang hanya menggunakan NaCl. Rekomendasi dari

hasil penelitian ini adalah agar terapi madu dapat dilakukan sebagai salah

satu terapi pengganti untuk menanggulangi IKD akibat diabetes (Radiant Eka

Pramana et al, 2012).

Hasil penelitian yang dilakukan Meka M tentang Keunggulan Penggunaan

Balutan Madu Dan Balutan Normal Saline (Nacl) Terhadap Penyembuhan

Luka Kronis Yang Tidak Sembuh di dapatkan hasil luas permukaan dengan

nilai p. 0. 0001, luas permukaan luka menurun dengan nilai p. 0. 000, dan

57
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
nyeri berkurang dengan nilai p. 0. 000. Terdapat perbedaan yang signifikan

secara statistik perawatan balutan madu dibandingkan dengan NaCl pada

status penyembuhan luka dengan melihat ukuran luka,skor luka dan

kenyamanan balutan (Meka M, 2017).

Hasil penelitian yang dilakukan Riani dan Fitri Handayani tahun 2017

tentang Perbandingan Efektivitas Perawatan Luka Modern “Moist Wound

Healing’’ Dan Terapi Komplementer “ NaCl 0. 9% + Madu Asli” Terhadap

Penyembuhan Luka Kaki Diabetik Derajat II Di RSUD Bangkinang. Hasil

yang di dapatkan mean 0,1 pada peringkat luka, 0,4 pada jaringan dan 0,2

pada epitalisasi sementara perawatan luka dengan metode MWH dinyatakan

lebih efektif dengan hasil mean pada variable luka 1,6, dan pada jaringan dan

epitelisasi 0,4 dan hasil perbandingan menunjukkan P Value perawatan luka

MWH sebesar 0,000 (Riani dan Fitri Handayani, 2017).

Hasil penelitian yang dilakukanFauziyah Sundari dan Hendro Djoko tentang

Pengaruh Terapi Madu Terhadap Luka DiabetikPada Pasien Dengan

Diabetes Melitus Tipe 2Di Rw 011 Kelurahan Pegirian SurabayaHasil

penelitian menunjukkan derajat luka diabetik sebelum dilakukan terapi madu

sebagian besar dalam kategori berat yaitu 9 responden (90%). Derajat luka

diabetik setelah pemberian terapi madu diperoleh sebanyak 4 responden

(40%) dalamkategori sedang. Uji statistik menggunakan Wilcoxon

didapatkan tingkat signifikasi 0,023 (ρ<0,05) yang berarti ada pengaruh

pemberian terapi madu terhadap luka diabetik pada pasien DM tipe 2.

58
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Dengan demikian, terapi madu sangat membantu dalam proses penyembuhan

luka diabetik pasien, sehingga di harapkan terapi ini dapat di jadikan

pengobatan alternatif untuk penyembuhan luka diabetik (Fauziyah Sundari

dan Hendro Djoko, 2017).

Hasil penelitian yang dilakukan Etty et al tentang Penggunaan Madu Topikal

Efektif Terhadap Penyembuhan Luka Kronis. Hasil tinjauan literatur adalah

dari enam artikel penelitian yang dianalisis, lima artikel penelitian

menunjukkan bahwa madu efektif terhadap penyembuhan luka kronis

dibandingkan dengan NaCl, povidone iodine dan terapi lainnya (nilai p < 0.

05), namun ada satu artikel tidaksignifikan secara statistik. Simpulan,

penggunaan madu sebagai salah satu terapi topikal yang efektif dalam

perawatan luka kronis dikarenakan kandungan nutrisi atau khasiat (Etty et al,

2021).

J. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan rangkuman dari tinjauan pustaka yang digunakan

untuk mengidentifikasi setiap variabel yang akan diteliti berkaitan dengan

konteks ilmu pengetahuan yang digunakan untuk mengembangkan kerangka

konsep penelitian (Notoatmodjo, 2010). Kerangka teori dalam penelitian ini

sebagai berikut :

59
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Faktor-faktor Diabetus
melitus Type II
Usia Komplikasi
Obesitas
Penyakit cardio vaskuler
Genetic
Penyakit retinopathy
Gaya hidup
Penyakit nefrophaty
Penyakit neurophaty

Diabetus Melitus Type II Penurunan daya pikir


Ulkus diabetikum

Perawatan Luka
Modern MWH (Moist Wound Healing)
Konvensional (NaCl, betadine, kasa)
Komplementer (perawatan + madu)

Manfaat madu
Sumber energy
Antioksidan
Pertumbuhan granulasi
Anti bakteri
ulkus diabetikum
Penyembuhan luka

Refrensi : (Pujiastuti,2013;Hadinah dan Suprapto,2014 ; Wijaya, 2013 ;

Nontji, Hariarti, & Arafat, 2015 ; Yanghoobi et al, 2013 ; Sinno &

Prakash,2013 ; Suriadi, 2015, Syabariyah, 2015 )

K. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah uraian yang saling berkaitan antara konsep satu

dengan konsep lainnya atau variabel satu dengan variabel lainnya dari

masalah yang akan di teliti (Notoatmodjo, 2010). Penyusunan kerangka

konsep penelitian ini sebagai berikut :

60
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Variable Independen Variabel Dependen

Perawatan Luka Menggunakan Pertumbuhan Granulasi


Kompres Madu pada luka gangren pasien
ulkus diabetik

L. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian

(Notoatmodjo, 2010) atau sebuah steatment prediksi sementara yang

menghubungkan variable independen dan dependen (Swarjana, 2015).

Berdasarkan kerangka konsep tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis

penelitian sebagai berikut:

Ha : Ada Pengaruh Perawatan Luka Menggunakan Kompres Madu

Terhadap Pertumbuhan Granulasi Pada Luka Gangren Pada Pasien

Ulkus diabetik

Ho : Tidak Ada Pengaruh Perawatan Luka Menggunakan kompres

Madu Terhadap Pertumbuhan Granulasi Pada Luka Gangren Pada

Pasien Ulkus diabetik

61
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan cara agar penelitian dapat dilakukan dengan

efektif dan efisien Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik komperatif

dengan menggunakan metode eksperimen semu (quasy eksperimen) dengan

menggunakan desain pre and posstest without control yaitu desain penelitian

yang dilakukan dengan cara melakukan intervensi pada suatu kelompok tanpa

pembanding. Kelompok diberikan pre-test untuk mengetahui keadaan awal,

lalu diberikan intervensi, selanjutnya peneliti melakukan post-test untuk

melihat pengaruh dari intervensi yang diberikan (Kusuma 2011). Bentuk

desain sebagai berikut:

Gambar 3. 1

Desain Penelitian Quasy Eksperimen ( Pre and Post Test Without

R 01 Control) X 02

Keterangan :

R : Responden penelitian semua mendapat intervensi 01 : Pengukuran

pertama (pretest)

X : Perlakuan atau Eksperimen 02 Pengukuran kedua (posttest)

62
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
B. Variabel Penelitian

Variabel merupakan karakteristik yang melekat pada populasi, bervariasi

antara satu orang dengan lainnya dan di teliti dalam suatu penelitian, yang

dikembangkan dari konsep dan hasil penelitian terdahulu sesuai dengan

fenomena atau masalah penelitian (Kusuma 2011).

Penelitian ini memiliki 2 ( dua ) perawatan luka menggunakan kompres madu

sebagai variabel independen dan pertumbuhan granulasi pada luka gangren

pada pasien ulkus diabetik sebagai variabel dependen. Berikut uraian

variabel- variabel dalam penelitian :

1. Variable Independen

Merupakan variabel yang menjadi sebab berubahnya variabel dependen.

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perawatan luka

menggunakan kompres madu.

2. Variabel Dependen

Merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya

variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah

pertumbuhan granulasi pada luka gangren pada pasien ulkus diabetic.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud,

atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan. Definisi

operasional ini penting dan diperlukan agar pengukuran variabel atau

63
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
pengumpulan data (variabel) itu konsisten antara sumber data

(responden) yang satu dengan responden yang lain (Notoatmodjo 2018).

Definisioperasional dapat di lihat pada tabel 3. 1

Tabel 3. 1 Definisi Operasional

Definisi Alat Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Variabel Operasional Ukur

Variabel Melakukan SOP Melakukan Karakteristik luka Ordinal


independen perawatan perawatan sebelum dan sesudah
Perawatan luka luka luka di beri kompres madu
menggunakan menggunakan menggunakan
kompres madu kompres madu kompres madu
dengan
s
k
a
l
a
B
W
A
T
(
B
a
t
e
s
-
J
e
n
s
e
n
w
o
u
n
d
A
s
s
e

64
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
s
s
m
e
n
t
T
o
o
l)
Wound

Variabel Karakteristik BW Lembar 1. Intensitas kulit Ordinal


dependen luka saat di AT observasi granulasi atau
Pertumb be yang di isioleh jaringan tumbuh
uhan rik penelitisesuai 2. Terang , merah
granulasi an denganindikat seperti daging : 75
pada ko or % s/d 100% lukaterisi
lu m pertumbuhan granulasi atau
ka pr granulasi pada jaringan tumbuh.
gangren es lukagangren 3. Terang, merah
pada m padapasien seperti daging,
pasien ad ulkus diabetic <75% dan
ulkus u >25% luka terisi
diabetik dan dilakukan granulasi
perawatan luka 4. Pink, dan atau
setiap hari pucat, merah
selama 7hari kehitaman dan atau
luka <25% terisi
granulasi
5. Tidak ada jaringan
granulasi

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah subjek atau objek yang memenuhi karakter yang telah di

tetapkan (Nursalam 2017). Populasi seluruh pasien yang terdapat luka

gangren yang berada di RSUD Pringsewu. Total populasi pada penelitian

ini adalah 34 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti

65
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
yang dianggap mewakili seluruh populasi ( N otoa tmo djo 2 01 3 ) .

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakilipopulasi (Nursalam 2017).

Pada penelitian ini jumlah yang ditetapkan dengan

menggunakan rumus sebagai berikut (Nursalam 2017).

a. Rumus sampel slovin untuk menentukan sampel:

𝒏= 𝑵

𝟏+𝑵 𝒆 𝟐

Keterangan :

n = ukuran sampel/jumlah responden N = ukuran populasi

e = presentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan sampel

yang masih bisa ditolerin dalam rumus slovin ada ketentuan sebagai

berikut: nilai e = 0,1 (10%) untuk populasi dalam jumlah besar nilai e

= 0,2 (20%) untuk populasi dalam jumlah kecil

= 34

𝟏+34(0,2) 𝟐

= 34

𝟏+34(0,04) 𝟐

= 34

1+1,36

= 34

66
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
2,36

= 14,5 = 14 responden

3. Teknik Pengambilan Sampel

Penelitian ini menggunakan teknik sampel non probability dengan metode

consecutive sampling yaitu suatu metode pemilihan sampel yang

dilakukan dengn memilih individu yang ditemui dan memenuhi kriteria

pemilihan sampai jumlah sampel yang diinginkan terpenuhi\.

a. Kriteria inkulsi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam 2017),

karakteristik inklusi dalam penelitian ini adalah:

1) Pasien yang bersedia menjadi menjadi responden.

2) Pasien mengalami ulkus diabetik

3) Pasien rawat jalan yang masih melakukan perawatan luka

dirumah

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan / mengeluarkan subjek yang

memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab, antara

lain:

1) Pasien mengalami luka patah tulang

2) Pasien luka decubitus

3) Pasien tidak kooperatif

67
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
4) Pasien tidak bersedia menjadi responden

E. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yaitu tempat dilaksanakannya sebuah penelitian. Lokasi

akan dilakukan di RSUD Pringsewu.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei tahun 2021

F. Etika Penelitian

Etika penelitian yaitu hak objek penelitian dan yang lainnya yang harus

dilindungi (Nursalam 2017). Beberapa prinsip dalam pertimbangan etika

meliputi : bebas eksplorasi, kerahasiaan, bebas dari penderita, bebas menolak

menjadi responden, dan perlu surat persetujuan (Informed Consent) .

1. Informed Consent ( Lembar Persetujuan)

Lembar persetujuan ini diberikan kepada setiap responden yang menjadi

subyek penelitian dengan memberikan penjelasan tentang maksud dan

tujuan dari penelitian serta menjelaskan akibat-akibat yang akan terjadi

bila bersedia menjadi subyek penelitian. Apabila responden tidak

bersedia maka peneliti wajib menghormati hak-hak pasien tersebut

(Nursalam 2017).

2. Anonymity (Tanpa Nama)

Anonymity merupakan tindakan merahasiakan nama peserta terkait

dengan partisipasi mereka dalam suatu obyek riset (Arikunto 2014). Pada

68
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
penelitian ini kerahasiaan identitas subyek sangat diutamakan, sehingga

peneliti sengaja tidak mencantumkan nama pada lembar

pengumpulan data.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh

peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil

riset (Alimul,204). Penulis melindungi privasidan kerahasiaan identitas

atau jawaban yang diberikan. Subyek berhak untuk tidak mencantumkan

identitasnya dan berhak mengetahui kepada siapa saja data tersebut

disebarluaskan.

4. Respect for justice inclusiveness (Menghormati keadilan dan inklusivitas)

Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung makna bahwa

penelitian dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan

dilakukan secara professional. Sedangkan prinsip keadilan

mengandung makna bahwa penelitian memberikan keuntungan dan

beban secara merata sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan subjek.

Peneliti melakukan intervensi kepada semua responden tanpa

membedakan suku, ras dan agama.

5. Balancing harm and benefits (Memperhitungkan manfaat dan

kerugian yang ditimbulkan)

Prinsip ini mengandung makna bahwa setiap penelitian harus

mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi subjek

penelitian dan populasi dimana hasil penelitian akan diterapkan

69
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
(beneficience). Kemudian meminimalisir resiko/dampak yang merugikan

bagi subjek penelitian (nonmaleficience) (Kusuma 2011).

G. Instrumen Penelitian

1. Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan oleh peneliti untuk

mengobservasi, mengukur atau menilai suatu fenomena (Kusuma 2011).

a. Penelitian ini menggunakan lembar observasi dan wawancara untuk

menilai secara langsung adanya pengaruh pemberian perawatan luka

menggunakan kompres madu terhadap pertumbuhan granulasi pada

luka gangren pada pasien ulkus diabetik. Peneliti mengobservasi

dengan memberikan penilaian secara checklist pada kolom yang

tersedia, selanjutnya melakukan wawancara dengan bertanya dan

mendengarkan apa yang disampaikan secara lisan oleh responden.

b. Instrument perawatan luka

1) Demontrasi Perawatan Luka Menggunakan kompres Madu

Terhadap Pertumbuhan Granulasi Pada Luka Gangren Pada Pasien

Ulkus diabetik.

Peneliti akan mendemontrasikan langkah-langkah melakukan

perawatan luka menggunakan kompres madu terhadap

pertumbuhan granulasi pada luka gangren pada pasien ulkus

diabetik.

2) Lembar standar operasional prosedur (SOP)

Pedoman atau acuan untuk melaksanakan pekerjaan yang sesuai.

Digunakan untuk mengetahui pengaruh pemberian perawatan luka

70
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
menggunakan kompres madu terhadap pertumbuhan granulasi pada

luka gangren pada pasien ulkus diabetik.

2. Uji validitas dan Uji reliabilitas

a. Validitas

Validitas adalah syarat mutlak bagi suatu alat ukur agar dapat

digunakan dalam suatu pengukuran. Suatu penelitian meskipun di

desain dengan tepat, namun tidak akan memperoleh hasil penelitian

akurat jika menggunakan alat ukur tidak valid (Kusuma 2011). Untuk

mengetahui validitas suatu instrument perlu dilakukan uji antara skors

tiap-tiap pertanyaan dengan skors total kuesioner tersebut. Teknik

korelasi yang dipakai adalah teknik korelasi product moment dengan

hasil valid apabila nilai korelasi dari pertanyaan dalam kuesioner

tersebut memenuhi taraf signifikan di atas tabel. Bila r hitung > r tabel

maka Ho ditolak, artinya variabel valid, bila r hitung < r tabel maka Ho

gagal ditolak, artinya variabel tidak valid (Notoatmodjo 2013).

b. Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Hal ini berarti

menunjukan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau

tetap asas (ajeg) bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih

terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama

(Notoatmodjo 2013). Untuk mengetahui reliabilitas caranya adalah

membandingkan nilai r hasil dengan r tabel. Dalam uji reliabilitas

71
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
sebagai r hasil adalah nilai “alpha”. Ketentuannya bila r alpha > r

tabel, maka pernyataan tersebut reliable.

H. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan pada subjek dan proses

pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian

(Nursalam 2017). Metode pengumpulan data pada variabel independen yaitu

dengan melakukan intervensi perawatan luka menggunakan kompres madu

yang dilakukan setiap hari selama 7 hari, lalu menggunakan lembar observasi

dan wawancara untuk variabel dependen pertumbuhan granulasi pada luka

gangren pada pasien ulkus diabetik.

I. Metode Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2013), pengelolaan data merupakan salah satu

langkah yang penting. Hal ini disebabkan karena data yang diperoleh

langsung dari peneliti masih mentah, belum memberikan informasi apa-apa

dan belum siap untuk disajikan. Memperoleh penyajian data sebagai hasil

yang berarti dan kesimpulan yang baik, diperlukan pengolahan data.

Langkah-langkah yang digunakan pengolahan data adalah :

1. Editing

Editing merupakan suatu kegiatan pengecekan dan perbaikan kembali

hasil dari lembar observasi dan lembar kuisioner yang dilakukan peneliti.

Tahap ini digunakan untuk memeriksa ulang semua jawaban lembar

observasi dan lembar kuisioner apakah sudah terisi dengan lengkap, jelas,

72
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
relevan dan konsisten.

2. Coding

Coding adalah suatu kegiatan mengubah data berbentuk huruf menjadi

data berbentuk angka dan bilangan.

3. Data Entry atau Processing

Setelah data yang sudah benar dan tepat yang diperoleh dari hasil

perlakuan perawatan luka menggunakan madu terhadap pertumbuhan

granulasi pada luka gangren yang sudah sesuai SOP dan data melalui

lembar observasi dan lembar kuisioner kemudian memproses data agar

yang sudah diperoleh dapat dianalisis. Pemprosesan data dapat dilakukan

dengan cara memasukkan atau meng-entry data dari lembar observasi ke

program SPSS.

4. Cleaning data atau Missing data

Apabila semua data dari setiap sumber data atau reponden selesai

dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya

kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagiannya, kemudian dilakukan

perbaikan atau koreksi.

J. Analisa Data

Penelitian yang menggunakan analisis Univariat dan Bivariat

1. Analisa Univariat

Analisa univariat memiliki tujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Umumnya dalam

analisa ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari

73
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
tiap variabel (Notoatmodjo, 2013). Pada analisa univariat menggunakan

rumus presentase untuk melihat distribusi frekuensi dan presentase dari

karakteristik responden penelitian meliputi jenis kelamin, pendidikan,

usia, pekerjaan dan pertumbuhan granulasi pada luka gangren.

2. Analisa bivariate

Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

mempunyai

pengaruh atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2013). Dalam penelitian ini

yang digunakan untuk menganalisa yaitu menggunakan uji Friedman Test

dengan tingkat kemaknaan 95% atau dapat pula dengan perbandingan

nilai P-value dengan nilai α = <0,05 maka Ha diterima dan Ho berhasil

ditolak. Jika nilai P-value dengan nilai α = >0,05 maka Ho diterima dan

Ha berhasil ditolak. Penggunaan uji Friedman test karena merupakan data

kategorik lebihd dari dua grup berupa skala ordinal dengan pemantauan

berulang. Pada penelitian ini pemantauan dilakukan selama tujuh hari

berturut-turut

K. Jalannya Penelitian

Adalah suatu kegiatan dimana penelitian itu berlangsung dimualai dari

penyusunan proposal sampai dengan hasil pengumpulan sebuah penelitian.

1. Penyusunan proposal

a. Melakukan pengajuan judul penelitian ke pembimbing setelah

mendapat persetujuan, dikonsulkan ke Prodi S1 Keperawatan setelah

mendapat persetujuan dari beberapa judul. Kemudian judul yang

74
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
disetujui adalah pengaruh pemberian perawatan luka menggunakan

kompres madu terhadap pertumbuhan granulasi pada luka gangren

pada pasien ulkus diabetik.

b. Mengajukan surat izin pra-survey

c. Melakukan pra-survey di RSUD Pringsewu

d. Mengumpulkan data dengan bertanya kepada bagian data di RSUD

Pringsewu.

e. Mulai melakukan persiapan proposal dan membuat instrumen data

untuk pengumpulan data

f. Sidang proposal

g. Perbaikan proposal

2. Penelitian

a. Melakukan pengajuan surat izin penelitian ke Universitas

Muhammadiyah Pringsewu Lampung.

b. Melakukan pengajuan surat izin penelitian ke RSUD Pringsewu.

c. Menentukan pilihan responden berdasarkan kriteria inklusi dan

kriteria eksklusi.

d. Memberikan penjelasan kepada responden tentang apa yang ingin

dilakukan setelah itu meminta responden untuk mengisi lembar

persetujuan (informed consent).

e. Melakukan intervensi perawatan luka menggunakan kompres madu

terhadap pertumbuhan granulasi pada luka gangren pada pasien

ulkus diabetik kepada responden yang sesuai dengan kriteria yang di

75
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
inginkan dengan di dampingi oleh perwakilan dari pihak RSUD

Pringsewu. Pemantauan data dilakukan selama tujuh hari berturut-

turut.

f. Setelah mendapatkan data lalu dimasukan dalam pengolahan data

dan analisis data. Hasil pengolahan dan analisis data dirumuskan

kesimpulan penelitian, kemudian data disajikan dalam bentuk table.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1) Gambaran Tempat Penelitian

2) Univariat

a. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin,

Pekerjaan dan Pendidikan.

76
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin,

Pekerjaan dan Pendidikan

Karakteristik f %
Jenis Kelamin
Perempuan 10 71,4
Laki-Laki 4 28,6
Pekerjaan
IRT 9 64,3
Wiraswasta 4 28,6
Tani 1 7,1
Pendidikan
SD 1 7,1
SMP 6 42,9
SMA 7 50
Total 14 100,0
Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa sebagian besar responden

adalah perempuan (71,4%), sedangkan sisanya adalah laki-laki (28,6%).

Menurut pekerjaan sebagian besar responden tidak bekerja sebagai IRT

(64,3%), kemudian bekerja wiraswasta (28,6%), dan sisanya bekerja

sebagai Petani (7,1%). Berdasarkan Pendidikan didapatkan setengahnya

berpendidikan SMA (50%), kemudian Pendidikan SMP (41,9%),

sedangkan sisanya berpendidikan SD (7,1%).

b. Gambaran Umur dan Gula Darah Sewaktu Responden

Tabel 4.2 Rata-rata Umur dan Gula Darah Sewaktu Responden

Karakteristik Mean (SD) Median Min Maks


Umur 56,07 (8,77) 58,0 36 67
GDS 267,29 (67,14) 240,0 207 380

Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan rata-rata umur responden adalah

56,07 (8,77) tahun dengan umur paling muda 36 tahun dan paling tua

adalah 67 tahun. Gula darah sewaktu sebelum penelitian didapatkan

77
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
rata-rata 267,29 (67,14) mg/dl dengan kadar paling rendah 217 mg/dl

dan paling tinggi 380 mg/dl.

c. Perawatan luka sebelum dan setelah menggunakan kompres madu

terhadap pertumbuhan granulasi pada luka gangren pada pasien

ulkus diabetik di ruang bedah Rsud Pringsewu tahun 2021

Tabel 4.3. Perawatan luka sebelum dan setelah menggunakan kompres

madu terhadap pertumbuhan granulasi pada luka gangren pada pasien

ulkus diabetic.

Granulasi Luka Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7


n % n % n % n % n % n % n %
Intensitas kulit 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 28,6
Granulasi/
jaringan
tumbuh
Te 0 0 0 0 0 0 0 0 1 7,1 5 35,7 3 21,4
ra
ng
,
m
er
ah
se
pe
rti
da
gi
ng
:
75
%

78
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
s/d
10
0
%
lu
ka
ter
isi
gr
an
ul
asi
ata
u
jar
in
ga
n
tu
m
bu
h
Terang, merah 0 0 0 0 0 0 0 0 8 57,1 4 28,6 2 14,3
seperti daging
<75% dan >
25% luka terisi
granulasi
Pink, dan atau 4 28,6 6 42,9 9 64,3 1 71,4 3 21,4 3 21,4 5 35,7
pucat, merah
kehitaman dan 0
atau luka < 25%
terisi granulasi
Tidak ada 1 71,4 8 57,1 5 35,7 4 28,6 2 14,3 2 14,3 0 0
jaringan
granulasi 0
Total 1 100 1 100 1 100 1 100 1 100 1 100 1 100

4 4 4 4 4 4 4

Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan kondisi luka ganren pada hari

pertama perawatan sampai hari ke tujuh. Pada hari pertama sebagian

besar luka tidak mengalami granulasi (71,4%) sedangkan sisanya Pink,

79
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
dan atau pucat, merah kehitaman dan atau luka < 25% terisi granulasi

(28,6%). Pada hari kedua kondisi luka yang tidak ada granulasi sudah

menurun tetapi masih sebagian besar responden (57,1%), sedangkan sisanya

menjadi Pink, dan atau pucat, merah kehitaman dan atau luka < 25% terisi

granulasi (42,9%). Pada hari ketiga didapatkan peningkatan responden kondisi

luka yang tidak ada granulasi sudah menurun (35,7%), dan didapakan

sebagain besar sudah menjadi Pink, dan atau pucat, merah kehitaman dan atau

luka < 25% terisi granulasi (64,3%). Pada hari keempat kondisi responden

yang tidak ada granulasi sudah menurun (28,6%), kemudian kondisi luka

menjadi sebagian besar Pink, dan atau pucat, merah kehitaman dan atau luka <

25% terisi granulasi (71,4%). Pada hari kelima didapatkan 14,3% yang tidak

ada granulasi, sebanyak 21,4% yang mengalami Pink, dan atau pucat, merah

kehitaman dan atau luka < 25% terisi granulasi, sebanyak 57,1% Terang,

merah seperti daging <75% dan > 25% luka terisi granulasi, Sebanyak 57,1 %

terang , merah seperti daging : 75 % s/d 100% luka terisi granulasi atau

jaringan tumbuh dan sebanyak 7,1% dengan kondisi Intensitas kulit

Granulasi/ jaringan tumbuh. Pada hari keenam didapatkan sebanyak 14,3 %

dengan kondisi tanpa granulasi, sebanyak 21,4% dengan kondisi Pink, dan

atau pucat, merah kehitaman dan atau luka < 25% terisi granulasi, sebanyak

28,6% didapatkan Terang, merah seperti daging <75% dan > 25% luka terisi

granulasi, sebanyak 35,7% didapatkan Terang , merah seperti daging : 75

% s/d 100% lukaterisi granulasi atau jaringan. Pada hari ketujuh

didapatkan 35,7% pink, dan atau pucat, merah kehitaman dan atau luka <

25% terisi granulasi, Sebanyak 14,3% Terang, merah seperti daging <75% dan

> 25% luka terisi granulasi, sebanyak 21,4% Terang , merah seperti daging :

80
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
75 % s/d 100% luka terisi granulasi atau jaringan tumbuh, sebanyak 28,6%

Intensitas kulit Granulasi/ jaringan tumbuh.

3) Bivariat

Tabel 4.4 Pengaruh perawatan luka sesudah menggunakan kompres madu

terhadap pertumbuhan granulasi pada luka gangren pada pasien ulkus

diabetik di ruang bedah Rsud Pringsewu tahun 2021.

P value Mean rank (Hari ke-)


Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7
0,000 5,82 5,54 5,11 4,86 2,79 2,46 1,43

Berdasarkan tabel 4.4 Hasil analisis pada variabel kompres madu dengan

variabel lama pertumbuhan luka granulasi pada pasien diabetes mellitus

pada responden menggunakan uji friedman tes pada tingkat kepercayaan

95% (α < 0.05) didapatkan hasil yaitu p-value = 0.000 (α < 0.05), sehingga

dapat disimpulkan bahwa terdapat Pengaruh perawatan luka sesudah

menggunakan kompres madu terhadap pertumbuhan granulasi pada luka

gangren pada pasien ulkus diabetik di ruang bedah Rsud Pringsewu tahun

2021.

B. Pembahasan

1. Univariat

a. Jenis Kelamin

Pada penelitian ini sebagian besar responden adalah perempuan

81
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
(71,4%), sedangkan sisanya adalah laki-laki (28,6%). Pada kasus

diabetes, seharusnya kasus diabetes mellitus pada wanita lebih sedikit

dibandingkan dengan laki-laki. Namun pada penelitian ini wanita

lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki.

Menurut Kartono (2011) jenis kelamin/seks merupakan kualitas yang

menentukan individu itu laki-laki atau perempuan yang menyatakan

bahwa perbedaan secara anatomis dan fisiologis pada manusia

menyebabkan perbedaan struktur tingkah laku dan struktur aktivitas

antara pria dan wanita. Perilaku kesehatan umumnya wanita lebih

memperhatikan dan peduli pada kesehatan mereka dan lebih sering

menjalani pengobatan dibandingkan pria. Wanita lebih sering

menggunakan fasilitas kesehatan daripada laki-laki, dan wanita lebih

berpartisipasi dalam pemeriksaan kesehatan.

Beberapa penelitian dijelaskan bahwa prevalensi Diabetes Melitus

sama diantara pria dan wanita, namun sedikit lebih tinggi pada pria

yang berusia kurang dari 60 tahun dan wanita pada usia yang lebih

tua. Penelitian selanjutnya juga menyebutkan bahwa 84% pasien

dengan kaki diabetik adalah pria dan 15,4% adalah wanita. Penyebab

perbedaan prevalensi kaki diabetik dengan ulkus neurophaty dan

neuroiskemik antara lain dapat disebabkan oleh beberapa alasan yaitu

faktor hormonal (adanya hormone esterogen pada wanita yang

mencegah komplikasi vaskuler yang berkurang seiring bertambahnya

82
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
usia), perbedaan kebiasaan hidup seperti kebiasaan merokok dan

konsumsi alcohol pada laki-laki (Harman, 2017).

Berbeda dengan penelitian Taufik (2008), yang menyatakan bahwa

kejadian ulkus diabetikum lebih banyak terjadi pada laki-laki. Pada

penelitian ini didapatkan subjek laki-laki 27 orang (71%) dan subjek

perempuan 11 orang (29%). Prevalensi penyakit arteri perifer lebih

banyak pada laki-laki dibanding perempuan, terutama pada orang

muda.

Menurut pendapat peneliti, banyaknya jenis kelamin perempuan pada

penelitian ini justru dikarenakan perempuan lebih mudah

berpartisipasi dalam kesehatan di bandingkan laki-laki. Oleh sebab itu

subjek penelitian lebih banyak perempuan dibanding laki-laki pada

penelitian ini.

b. Pekerjaan

Pada penelitian ini, sebagian besar responden tidak bekerja sebagai

IRT (64,3%), kemudian bekerja wiraswasta (28,6%), dan sisanya

bekerja sebagai Petani (7,1%).

Sikap terbentuk dari adanya interaksi lingkungan yang saling

mempengaruhi dan terjadi timbal balik antar individu. Begitu juga

dalam hal pencegahan terjadinya luka pada kaki. Penderita akan

bertindak sesuai lingkungannya, salah satu lingkungan yang

83
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
mendukung adalah lingkungan pekerjaan, olehnya itu pekerjaan

seseorang juga akan berdampak pada tindakan pencegahannya

(Notoatmodjo, 2015).

Menurut penelitian Ardi (2020), Pekerjaan IRT/Pensiunan juga

termasuk faktor risiko kasus diabetes mellitus berhubungan bermakna

dan nilai OR>1 indikasi terbesarnya dipengaruhi oleh faktor umur.

Rerata responden pada pekerjaan IRT/Pensiunan adalah responden

yang berumur >45 tahun dimana sesuai penelitian Wicaksono (2014)

bahwa umur > 45 tahun termasuk faktor risiko kasus diabetes mellitus

tipe 2 dengan ulkus diabetik.

Sejalan dengan penelitian Husen (2021) yang menyatakan bahwa

sebagian besar reponden yang memiliki ulkus adalah petani dan IRT.

Pekerjaan menunjukan bahwa responden terbanyak pekerjaan petani.

Pekerjaan seseorang mempengaruhi aktifitas fisiknya. Kelompok

bekerja sebagai petani cendrung mengomsusi makana yang tidak

teratur dan tidak terkontro sehingga muda terkena penyakit Diabetes

Melitus.

Menurut pendapat peneliti pekerjaan sebagian besar responden adalah

IRT. Pada pekerjaan IRT dikaitkan dengan aktifitas fisik yang sedikit

dibandingkan dengan pekerjaan lainnya.

c. Pendidikan

84
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Pada penelitian ini, didapatkan setengahnya berpendidikan SMA

(50%), kemudian Pendidikan SMP (41,9%), sedangkan sisanya

berpendidikan SD (7,1%).

Notoatmodjo (2015) berpendapat semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang makin mudah orang tersebut menerima informasi. Orang-

orang yang berpendidikan lebih baik dan lebih berkecukupan memiliki

pola makan yang lebih sehat dan layanan kesehatan yang bersifat

pencegahan dan perawatan medis yang lebih baik. Tingkat pendidikan

rendah dikaitkan dengan kepatuhan pada tritmen yang lebih rendah

dan lebih besar terkait morbiditas pada diabetes.

Menurut penelitian Kusumawati (2014), ada perbedaan yang berarti

pada tingkat kepatuhan menjalani diet pada penderita diabetes mellitus

tipe 2, dimana penderita dengan pendidikan tinggi lebih patuh

daripada penderita dengan tingkat pendidikan menengah. Hal ini akan

berdampak pada komplikasi yang dapat meningkatkan keparahan

penyakit seperti terjadinya ulkus diabetikum.

Berbeda dengan penelitian Adri (2020) yang menyatakan bahwa

Pendidikan tidak berhubungan bermakna dengan kasus diabetes

mellitus tipe 2 dengan ulkus diabetik disebabkan pendidikan rendah

maupun tinggi saat ini tidak dapat lagi menjadi tolak ukur tidak

85
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
terjangkitnya seseorang dari suatu penyakit.

Menurut pendapat peneliti, tingkat pendidikan pada penelitian ini

adalah menengah dan rendah. Hal ini karena karakteristik kabupaten

Pringsewu yang masih pedesaan. Namun demikin tidak berdampak

pada proses penyembuhan ulkus diabetikum, pada perawatan madu.

Hal ini karena proses perawatan kompres madu langsung diberikan

oleh perawat.

d. Umur

Rata-rata umur responden adalah 56,07 (8,77) tahun dengan umur

paling muda 36 tahun dan paling tua adalah 67 tahun. Banyak faktor

yang mempengaruhi penyembuhan luka, salah satunya yaitu usia.

Manusia mengalami perubahan fisiologi yang secara drastis menurun

dengan cepat setelah usia >40. Usia anak sampai dewasa memiliki

pertumbuhan luka yang lebih cepat dari pada orang tua. Karena hal

tersebutlah yang dapat menyebabkan proses penyembuhan luka

menjadi lebih panjang atau tertunda sehingga lama penyembuhan luka

tersebut (Harman, 2007).

Menurut (Nugroho, 2008, dalam Bahri,2014) proses penyembuhan

luka lebih lama seiring dengan peningkatan usia. Faktor yang

mempengaruhi adalah jumlah elastin yang menurun dan proses

regenerasi kolagen yang berkurang akibat penurunan metabolisme sel.

86
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Sel kulitpun berkurang keelastisitasannya dikakibatkan dari

menurunnya cairan vascularisasi dikulit dan berkurangnya kelenjar

lemak yang semakin mengurangi elastisitas kulit. Kulit yang tidak

elastic akan mengurangi kemampuan regenerasi sel ketika luka akan

dan mulai menutup sehingga dapat memperlambat penyembuhan luka.

Menurut penelitian Taufik (2008), Insiden dan prevalensi ulkus diabetik

meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Prevalensi dari komplikasi

kaki diabetik meningkat 3% pada penderita DM usia di atas 40 tahun

dan 6% pada usia di atas 60 tahun.

Sejalan dengan Penelitian Adri (2020) menunjukan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara umur dengan kasus diabetes melitus

tipe 2 dengan ulkus diabetik di RSUD Kab. Sidrap dan pada variabel

pekerjaan yang berhubungan signifikan hanya pada pekerjaan ibu rumah

tangga dan pensiunan. Penelitian ini juga menemukan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan kasus diabetas

melitus tipe 2 dengan ulkus diabetik di RSUD Kab. Sidrap. Temuan ini

mengindikasikan bahwa peningkatan kondisi diabetes melitus tipe 2

menjadi ulkus diabetik dipengaruhi oleh faktor umur sangat besar.

Menurut pendapat peneliti semakin tuanya umur responden maka proses

penyembuhan luka ulkus diabetikum akan semakin lama. Hal ini karena

tubuh sudah semakin menua sehingga growth factor akan semakin

sedikit.

87
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
e. Gula Darah Sewaktu

Pada Penelitian ini, GDS sebelum penelitian didapatkan rata-rata

267,29 (67,14) mg/dl dengan kadar paling rendah 217 mg/dl dan

paling tinggi 380 mg/dl.

Kontrol glikemik atau pengendalian glukosa darah penderita diabetes

Melitus dilihat dari hal yaitu Gula Darah Sewaktu (GDS) dan glukosa

darah jangka Panjang, pemantauan glukosa darah puasa (GDP) dan 2

jam PP (GD2JPP). Penelitian ini hanya melihat control glikemik

berdasarkan pemantauan kadar glukosa darah sesaat yaitu dengan

menilai kadar gula darah yang tidak terkontrol dengan pengukuran

GDS> 200ml/dl, GPD>100 mg/dl atau GD2JPP>144 mg/dl . kadar

GDS>200mg/dl, GPD>100mg/dl atau GD2JPP>144 mg/dl, akan

mengakibatkan komplikasi kronik jangka panjang, baik

macrovaskuler maupun mikrovaskuler yang salah satunya kaki

diabetiknya berlanjut menjadi ulkus diabetik (Rina, 2015).

Kadar GDS>200 mg GDP>100mg/dl atau GD2JPP>144 mg/dl

disebut sebgaai kondisi hyperglikemia, yang jika berlangsung terus

menerus menyebabkan berkurangnya kemampuan pembuluh darah

untuk berkontraksi dan relaksasi, sehingga terjadi penurunana

sirkulasi darah terutama pada kaki dengan gejala, sakit pada tungkai

ketika berdiri, berjalan atau beraktivitas fisik, kaki terasa dingin, kaki

terasa nyeri saat beristirahat dan malam hari, telapak kaki terasa sakit

88
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
setelah berjalan, luka sukar sembuh, tekanan nadi menjadi kecil atau

tidak teraba, perubahan warna kulit, kaki tampak pucat atau kebiru-

biruan ketika dielevasikan (Rina, 2015).

Pada penelitian Taufik (2008), Kadar gula darah sewaktu pada

penelitian ini didapatkan 316,4 ± 77,6 (mg/dl) hampir sama dengan

yang didapatkan Sugiyanto et al9 di RS DR Kariadi Semarang yaitu

288,1 ± 148,3 (mg/dL). Keadaan hiperglikemia akan meningkatkan

metabolisme glukosa melalui jalur sorbitol. Sebagian besar glukosa

intraseluler dimetabolisme melalui proses fosforilasi dan proses

glikolisis, tetapi pada keadaan hiperglikemia sebagian glukosa akan

diubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose reduktase. Sorbitol

intraseluler yang terbentuk akan meninggikan osmolaritas intraseluler,

bersifat sebagai oksidan reaktif dan mengakibatkan disfungsi sel. Hal

inilah yang akan menyebabkan kulit berisiko mengalami ulkus

diabetikum.

Menurut penelitian Wicaksono (2019) yang menjelaskan kadar gula

darah sebagian besar responden dalam ketegori tidak terkontrol (> 200

mg/dL) yaitu sebanyak 18 orang (54,5 %), pertumbuhan granulasi

pada luka penderita diabetes melitus hampir setengahnya tidak

memiliki pertumbuhan granulasi yaitu sebanyak 14 orang (42,4 %)

dan hasil analisis terdapat hubungan kadar gula darah dengan

penyembuhan ulkus diabetikum dalam proses granulasi di Pedis Care

89
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Malang dengan nilai Sig. = 0,000 (α ≤ 0,05).

Menurut pendapat peneliti, kadar gula darah mempengaruhi sirkulasi

darah dan metabolism. Kadar gula darah yang tinggi akan berdampak

pada lamanya proses penyembuhan luka terjamsuk pertumbuhan

jaringan granulasi.

f. Perawatan luka sebelum dan setelah penelitian

Pada penelitian ini hari pertama sebagian besar luka tidak ada jaringan

granulasi (71,4%) sedangkan sisanya < 25% terisi granulasi (28,6%).

Pada hari pertama diberikan kompres madu setiap hari selama satu kali

sehari kemudian peneliti memantaunya selama tujuh hari. Pada hari ketujuh

menunjukkan Pada hari ketujuh didapatkan sebanyak 35,7% luka dalam

kondisi < 25% terisi granulasi, Sebanyak 14,3% luka dalam kondisi (25-75%

luka terisi granulasi), sebanyak 21,4% (75 - 100%) luka terisi granulasi, dan

sebanyak 28,6% jaringan tumbuh.

Pada penelitian ini, penggunaan kompres madu hanya pada pasien

ulkus diabetes derajat satu dan dua. Pada derajat I Ulkus superficial

terbatas pada kulit. Pada derajat II Ulkus dalam menembus tendon dan

tulang. Penggunaan kompres madu pada derajat satu dan dua

dikarenakan pada tahap ini pertumbuhan jaringan dengan

menggunakan madu masih memungkinkan. Pada derajat yang lebih

berat, penggunaan kompres madu tidak memungkinkan menimbulkan

jaringan granulasi karena luasnya luka dan komplikasi pada ulkus

90
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
diabetes yang tidak sembuh dalam 7 hari.

Ulkus diabetik ialah salah satu komplikasi kronik Diabetes

Melitus berupa luka tersingkap pada permukaan kulit yang bisa

disertai adanya kematian jaringan setempat. Ulkus diabetik adalah luka

tersingkap pada permukaan kulit sebab adanya komplikasi makroangiopati

sampai-sampai terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut

ada luka pada penderita yang tidak jarang di rasakan, dan bisa berkembang

menjadi infeksi diakibakan oleh bakteri aerob maupun anaerob (Tambunan,

2016).

Proses penyembuhan luka adalah proses restorasi alami luka yang

melibatkan sebuah proses yang kompleks, dinamis dan terintegrasi pada

sebuah jaringan karena adanya kerusakan. Dalam kondisi normal prosese

tersebut dapat dibagi menjadi empat fase yaitu : (1) Fase Hemostatis (2)

Fase Imflamasi (3) Fase Proliferasi (4) Fase Remodeling (Sinno &

Prakash, 2013; Suriadi, 2015; Syabariyah, 2015). Proses granulasi

luka terjadi pada hari ke 3-14 yaitu pada fase proliferasi. (Syabariah,

2015).

Fase Proliferasi berakhir pada pembentukan jaringan granulasi dan

kontraktur yang sudah terjadi, pembuluh darah yang baru

menyediakan titik masuk ke luka pada sel-sel seperti makrofag dan

fibroblast. Epitelasasi akan menjadi fase awal dan diikuti makrofag

91
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
yang terus memasok faktor pertumbuhan merangsang angiogenesis,

granulasi dan lebih lanjut dan fibroplasias prosese angiogenesis,

granula dan kontraksin pada luka. Fase Proliferasi ulkus kaki

diabetik mengalami pemanjangan fase yang menyebabkan terjadinya

pembentukan granula terlebih dahulu pada dasar luka, granulasi akan

mengisi celah yang kosong dan epitelisasi akan menjadi bagian

terakhir pada fase ini. Hal ini juga disebabkan karena kekurangan

oksigen pada jaringan, oksigen berperan sebagai pemicu aktivitas dari

makrofag. Epitelisasi pada luka ini juga mengalami gangguan migrasi

dari keratinosit yang nantinya akan membentuk lapisan luar

pelindung atau stratum korneum sehingga mengakibatkan kelembaban

dari luka akan berkurang yang membuat proses penyembuhan akan

sangat lambat. Terjadi gangguan pada tahap penyembuhan luka maka

luka menjadi kronis yang menyebabkan Fase Proliferasi akan

memanjang yang berakibat pada fase remodelling berlangsung selama

berbulan-bulan dan dapat berlangsung hingga bertahun-tahun (Sinno

& Prakash, 2013).

Metode dressing madu mengikuti prinsip pada penyembuhan ulkus

diabetikum meliputi debridemen, pengurangan tekanan pada lokasi

lesi, manajemen infeksi, dan terapi dengan menggunakan dressing

untuk menjaga kelembapan lesi (Rosyid, 2017). Metode ini bertujuan

92
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
untuk memfasilitasi lingkungan lesi menjadi lembap sehingga

mempercepat respon inflamasi dan proliferasi sel. Suasana lembap

pada lokasi lesi dapat mencegah terjadinya dehidrasi jaringan,

kematian sel serta mempercepat angiogenesis (Nabila, 2018).

Menurut penelitian Divandra (2020) menunjukkan bahwa luka ulkus

diabetikum yang diberikan dressing madu menunjukkan proses

penyembuhan yang lebih cepat dibandingkan hanya diberi Nacl.

Dalam penyembuhan luka, madu memiliki peran sebagai agen anti-

bakterial, menjaga kelembapan pada lokasi luka, dan menjadi batas

protektif untuk meminimalisir kontak antara luka dengan agen

infeksius.

Menurut pendapat peneliti, proses penyembuhan luka ulkus

diabetikum menggunakan dressing madu dapat lebih cepat. Hal ini

terlihat dari pertumbuhan granulasi pada hari ketujuh yang

menunjukkan granulasi luka tumbuh dengan baik.

2. Bivariat

Pada penelitian ini didapatkan p-value = 0.000 (α < 0.05), sehingga dapat

disimpulkan bahwa terdapat Pengaruh perawatan luka sesudah

menggunakan kompres madu terhadap pertumbuhan granulasi pada luka

93
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
gangren pada pasien ulkus diabetik di ruang bedah RSUD Pringsewu

tahun 2021.

Salah satu factor yang mempengaruhi penyembuhan luka ulkus

diabetikum adalah dengan perawatan luka. Perawatan luka akut meliputi

pembersihan luka dengan larutan yang tepat, pengkajian holistik,

pertimbangan kebutuhan debridemen dan penutupan tepi luka serta

pemilihan balutan yang tepat. jika perawatan luka akut tidak sesuai, maka

akan terjadi komplikasi luka menjadi kronis (Sukma Wijaya, 2018).

Adapun terapi perawatan komplementer sebagai perawatan luka yang

dilakukan secara konvensional dengan tambahan terapi diluar pengobatan

medis. Bahan yang digunakan dalam terapi komplementer perawatan luka

seperti minyak zaitun, madu dll (Sundari,2017).

Kemampuan madu dalam penyembuhan luka disebabkan oleh sifat anti

bacterial dari madu. Karakteristik madu yang mempertahankan

kelembapan luka dan viskositas tinggi dari madu membentuk lapisan

proteksi yang mencegah infeksi. Madu juga memiliki efek anti inflamasi

pada proses penyembuhan luka. Madu dapat dioleskan pada luka, tekanan

osmosis pada madu akan menyerap kandungan air diluka sehingga luka

akan lebih cepat kering (Divandra, 2020).

Madu dinilai efektif dalam penyembuhan luka dan proses perbaikan

jaringan dengan sedikit bahkan tanpa pembentukan jaringan parut

(Martinotti & Ranzato, 2018). Madu juga menginduksi peningkatan

94
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
kapasitas regeneratif sel-sel kulit serta meningkatkan reepitelisasi yang

melibatkan migrasi sel atau dikenal sebagai epithelial-mesenchymal

transition (EMT). Pemberian madu secara topikal pada luka menyebabkan

keratinosit mengalami perubahan dalam ekspresi gen pengatur EMT.

Dalam proses penutupan luka yang melibatkan peran matriks ekstraseluler,

setelah pemberian madu keratinosit akan meningkatkan produksi matrix

metalloprotease (MMPs) seperti MMP-9 dan kemudian akan

mempengaruhi degradasi kolagen tipe IV (Martinotti & Ranzato, 2018).

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui efektifitas dressing

madu baik dalam penyembuhan ulkus diabetikum maupun

perbandingannya dengan dressing menggunakan bahan lain.

Madu memeiliki peranan sebagai anti- bakterial, menjaga kelembapan

pada lokasi luka, dan manjadi batas protektif untuk meminimalisir kontak

antara luka dengan agen infeksius (Meo et al. , 2017). Madu dinilai efektif

dalam penyembuhan luka dan proses perbaikan jaringan jaringan dengan

sedikit bahkan tanpa pembentukan jaringan parut (Martinotti & Ranzato,

2018). Madu juga menginduksi peningkatan kapasitas regeneratif sel-sel

kulit serta meningkatkan repitelisasi yang melibatkan migrasi sel atau

dikenal sebagai epithelial-mesenchymal transition (EMT).

Pemberian madu secara topikal pada luka menyebabkan keratinosit

mengalami perubahan dalam ekspresi gen pengatur EMT. Dalam proses

penutupan luka yang meningkatkan produksi matrix metallopotease

95
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
(MMPs) seperti MMP-9 dan kemudian akan mempengaruhi degradasi

kolagen tipe IV sehingga akan membentuk jaringan granulasi lebih cepat

(Martinotti & Ranzato, 2018).

Hasil penelitian yang dilakukan Radiant Eka Pramana et al tentang

Efektivitas Pengobatan Alami Terhadap Penyembuhan Luka Infeksi Kaki

Diabetik (IKD) ( Studi Kasus Dipuskesmas Bangetayu Dan Puskesmas

Genuk Semarang) tahun 2012 di dapatkan hasil bahwa 0,008 (p<0,005).

Ini menunjukkan bahwa penggunaan madu alami dan NaCl lebih efektif

dibandingkan dengan yang hanya menggunakan NaCl. Rekomendasi dari

hasil penelitian ini adalah agar terapi madu dapat dilakukan sebagai salah

satu terapi pengganti untuk menanggulangi IKD akibat diabetes (Radiant

Eka Pramana et al, 2012)

Didukung penelitian yang dilakukan Meka M tentang Keunggulan

Penggunaan Balutan Madu Dan Balutan Normal Saline (Nacl) Terhadap

Penyembuhan Luka Kronis Yang Tidak Sembuh di dapatkan hasil luas

permukaan dengan nilai p. 0. 0001, luas permukaan luka menurun dengan

nilai p. 0. 000, dan nyeri berkurang dengan nilai p. 0. 000. Terdapat

perbedaan yang signifikan secara statistik perawatan balutan madu

dibandingkan dengan NaCl pada status penyembuhan luka dengan melihat

ukuran luka,skor luka dan kenyamanan balutan (Meka M, 2017).

Hasil penelitian yang dilakukan Riani dan Fitri Handayani tahun 2017

tentang Perbandingan Efektivitas Perawatan Luka Modern “Moist Wound

96
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Healing’’ Dan Terapi Komplementer “ NaCl 0. 9% + Madu Asli”

Terhadap Penyembuhan Luka Kaki Diabetik Derajat II Di RSUD

Bangkinang. Hasil yang di dapatkan mean 0,1 pada peringkat luka, 0,4

pada jaringan dan 0,2 pada epitalisasi sementara perawatan luka dengan

metode MWH dinyatakan lebih efektif dengan hasil mean pada variable

luka 1,6, dan pada jaringan dan epitelisasi 0,4 dan hasil perbandingan

menunjukkan P Value perawatan luka MWH sebesar 0,000 (Riani dan

Fitri Handayani, 2017).

Pada penelitian Fauziyah Sundari dan Hendro Djoko tentang Pengaruh

Terapi Madu Terhadap Luka DiabetikPada Pasien Dengan Diabetes

Melitus Tipe 2Di Rw 011 Kelurahan Pegirian SurabayaHasil

penelitian menunjukkan derajat luka diabetik sebelum dilakukan terapi

madu sebagian besar dalam kategori berat yaitu 9 responden (90%).

Derajat luka diabetik setelah pemberian terapi madu diperoleh sebanyak 4

responden (40%) dalamkategori sedang. Uji statistik menggunakan

Wilcoxon didapatkan tingkat signifikasi 0,023 (ρ<0,05) yang berarti ada

pengaruh pemberian terapi madu terhadap luka diabetik pada pasien DM

tipe 2. Dengan demikian, terapi madu sangat membantu dalam proses

penyembuhan luka diabetik pasien, sehingga di harapkan terapi ini dapat

di jadikan pengobatan alternatif untuk penyembuhan luka diabetik

(Sundari dan Djoko, 2017).

Menurut pendapat peneliti, penggunaan dressing madu pada luka ulkus

97
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
diabetikum dapat meningkatkan proses pertumbuhan granulasi secara

signifikan. Peneliti menemukan pada awal penelitian sudah ada sebagian

kecil responden dalam kategori pertumbuhan granulasi <25%. Hal ini

karena sebelumnya responden telah menerima perawatan luka di RSUD

Pringsewu, kemudian dilanjutkan perawatan luka dengan dressing madu.

Pada luka yang tidak tumbuh granulasi dapat diakibatkan karena beberapa

factor seperti tekanan darah, umur dan kadar gula darah.

Kelemahan pada penelitian ini karena peneliti tidak meneliti faktor lain

yang mempengaruhi penyembuhan luka ulkus diabetikum. Selain itu,

peneliti juga tidak menggunakan pembanding untuk membandingkan efek

langsung penerapan dressing madu pada pertumbuhan granulasi luka ulkus

diabetikum.

98
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Sebagian besar responden adalah perempuan (71,4%), sedangkan sisanya

adalah laki-laki (28,6%). Menurut pekerjaan sebagian besar responden

tidak bekerja sebagai IRT (64,3%), kemudian bekerja wiraswasta (28,6%),

dan sisanya bekerja sebagai Petani (7,1%). Berdasarkan Pendidikan

didapatkan setengahnya berpendidikan SMA (50%), kemudian Pendidikan

SMP (41,9%), sedangkan sisanya berpendidikan SD (7,1%). Rata-rata

umur responden adalah 56,07 (8,77) tahun dengan umur paling muda 36

tahun dan paling tua adalah 67 tahun. Gula darah sewaktu sebelum

penelitian didapatkan rata-rata 267,29 (67,14) mg/dl dengan kadar paling

rendah 217 mg/dl dan paling tinggi 380 mg/dl.

2. kondisi luka ganren pada hari pertama perawatan sampai hari ke tujuh.

Pada hari pertama sebagian besar luka tidak mengalami granulasi (71,4%)

sedangkan sisanya Pink, dan atau pucat, merah kehitaman dan atau luka < 25%

terisi granulasi (28,6%). Pada hari kedua kondisi luka yang tidak ada granulasi

sudah menurun tetapi masih sebagian besar responden (57,1%), sedangkan

sisanya menjadi Pink, dan atau pucat, merah kehitaman dan atau luka < 25%

terisi granulasi (42,9%). Pada hari ketiga didapatkan peningkatan responden

kondisi luka yang tidak ada granulasi sudah menurun (35,7%), dan didapakan

sebagain besar sudah menjadi Pink, dan atau pucat, merah kehitaman dan atau

luka < 25% terisi granulasi (64,3%). Pada hari keempat kondisi responden yang

99
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
tidak ada granulasi sudah menurun (28,6%), kemudian kondisi luka menjadi

sebagian besar Pink, dan atau pucat, merah kehitaman dan atau luka < 25% terisi

granulasi (71,4%). Pada hari kelima didapatkan 14,3% yang tidak ada granulasi,

sebanyak 21,4% yang mengalami Pink, dan atau pucat, merah kehitaman dan

atau luka < 25% terisi granulasi, sebanyak 57,1% Terang, merah seperti daging

<75% dan > 25% luka terisi granulasi, Sebanyak 57,1 % terang , merah seperti

daging : 75 % s/d 100% luka terisi granulasi atau jaringan tumbuh dan

sebanyak 7,1% dengan kondisi Intensitas kulit Granulasi/ jaringan tumbuh. Pada

hari keenam didapatkan sebanyak 14,3 % dengan kondisi tanpa granulasi,

sebanyak 21,4% dengan kondisi Pink, dan atau pucat, merah kehitaman dan atau

luka < 25% terisi granulasi, sebanyak 28,6% didapatkan Terang, merah seperti

daging <75% dan > 25% luka terisi granulasi, sebanyak 35,7% didapatkan

Terang , merah seperti daging : 75 % s/d 100% lukaterisi granulasi atau

jaringan. Pada hari ketujuh didapatkan 35,7% pink, dan atau pucat, merah

kehitaman dan atau luka < 25% terisi granulasi, Sebanyak 14,3% Terang, merah

seperti daging <75% dan > 25% luka terisi granulasi, sebanyak 21,4% Terang ,

merah seperti daging : 75 % s/d 100% luka terisi granulasi atau jaringan tumbuh,

sebanyak 28,6% Intensitas kulit Granulasi/ jaringan tumbuh.

3. Hasil analisis pada variabel kompres madu dengan variabel lama

pertumbuhan luka granulasi pada pasien diabetes mellitus pada responden

menggunakan uji friedman tes pada tingkat kepercayaan 95% (α < 0.05)

didapatkan hasil yaitu p-value = 0.000 (α < 0.05), sehingga dapat

disimpulkan bahwa terdapat Pengaruh perawatan luka sesudah

menggunakan kompres madu terhadap pertumbuhan granulasi pada luka

100
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
gangren pada pasien ulkus diabetik di ruang bedah Rsud Pringsewu tahun

2021.

B. Saran

1. Saran Teoritik

Disarankan untuk melakukan penelitian dressing madu dengan sampel

lebih banyak, pada waktu yang lebih lama sampai luka sembuh total,

menggunakan pembanding dan melakukan control terhadap variable yang

mempengaruhi ulkus diabetikum.

2. Saran Praktis

a. Bagi Pelayanan Kesehatan

Disarankan untuk melakukan perawatan alternative yang lebih murah

menggunakan kompres madu pada pasien ulkus diabetikum

b. Bagi Peneliti

Agar bias melanjutkan hasil penelitian ke lahan praktik agar dapat

diterapkan pada sampel yang lebih luas

c. Responden dan Masyarakat

Kompres madu dapat dijadikan alternative perawatan bagi pasien ulkus

diabetikum untuk menyembuhkan luka ulkus diabetikum.

d. Bagi Universitas

Disarankan untuk mempublish hasil penelitian agar ilmu pengetahuan

dari penelitian ini dapat bermanfaat untuk dibaca oleh khalayak yang

lebih banyak

101
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
DAFTAR PUSTAKA

Ada.2012. Diagnosis And Classification Of Diabetes Mellitus. Diabetes Journals.


Vol 35 (1) : S67

Andra, S. W., & Yessie, M. P. (2013). Kmb 1 Keperawatan Medikal Bedah


Keperawatan Dewasa Teori Dan Contoh Askep. Nuha Medika.

Ardiansyah, M. (2012). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Yogyakarta: Diva


Press.

Arikunto (2014). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta Rineka


Cipta.

Awaluddin, Syarifah, A., & Nurhayatina. (2019). Perbedaan Efektifitas Madu Dan
Sofratulle Terhadap Penyembuhan Luka Diabetik Pada Pasien Diabetes
Mellitus Awaluddin, Anita Syarifah, Nurhayatina Stikes Tengku
Maharatu, Pekanbaru, Riau. Ensiklopedia Of Journal, 2(1), 187–195.

Bogdanov, S. (2009). Physical Properties Of Honey.

Derajat Ii Di Rsud Bangkinang. Jurnal Ners Universitas Pahlawan

Fauziyah Sundari, H. D. (2017). Pengaruh Terapi Madu Terhadap Luka Diabetik


Pada Pasien Dengan Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Rw 011 Kelurahan
Pegirian Surabaya.

H. (2008). Natural Honey And Cardiovascular Risk Factors; Effects On Blood


Glucose, Cholesterol, Triacylglycerole, Crp, And Body Weight
Compared With Sucrose. Sci World J, 8(4), 463.

Hasdianah & Suprapto, S. I. (2014). Patologi & Patofisiologi Penyakit. Nuha


Medika.

Hidayat, A & Uliyah, M. (2014). Pengantar Kebutuhan Dasar


Manusia.Salemb Medika.

Kartika Rw. (2017) Pengelolaan Gangren Kaki Diabetik. Jakarta: Continuing


Medical Education. ;44(1)

Kerner, W., Bruckel, J. (2014). Definition, Classification And Diagnosis Of


Diabetes Mellitus. Experimental And Clinical Endocrinology Diabetes,
122(7), 384–386.

Khan Fr, Ulabadin Z, R. N. (2007). Honey: Nutritional And Medicinal Value. Int

102
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
J Clinpract, 61(10), 1705–1707.

Kristiyaningrum, K., & Suwarto, T. (2013). Efektivitas Penggunaan Larutan Nacl


Dibandingkan Dengan D40% Terhadap Proses Penyembuhan Luka
Ulkus Dm Di Rsud Kudus. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan,
4(2).

Kumari, M Dan Jain, S. 2012. Tannins : An Antinutrient With Positive Effect To


Manage Diabetes. Research Journal Of Recent Science. Vol 1(12) : 70-1

Kusuma, D. K. (2011). Metodelogi Penelitian Keperawatan. Jakarta Timur Trans


Info Media.

Manual For Health Professionals. 3rd Ed. Lippincott Williams & Wilkins.
Philadelphia.

Martinotti, S., & Ranzato, E. (2018). ). Honey, Wound Repair And Regenerative
Medicine. Journal Of Functional Biomaterials, 9(2).
Https://Doi.Org/Https://Doi.Org/10.3390/Jfb9020034

Maryani, A., Gitarja, W. S., Dan Ekaputra, E. (2011). Metode Perawatan Luka.
Dalam: Seminar Nasional Keperawatan, 13 November 2011. Psik
Universitas Jember.

Maryuyani, A. (2013). Perawatan Luka Modern (Modern Wound Care) Terkini


Dan Terlengkap. Jakarta: In Media.

Meo, S. A., Al-Asiri, S. A., Mahesar, A. L., & Ansari, M. J. (2017). Role Of
Honey In Modern Medicine. Saudi Journal Of Biological Sciences,
24(5), 975–978.

Misnadiarly. (2006). Diabetes Mellitus: Gangren, Ulcer, Infeksi. Mengenal


Gejala, Menanggulangi Dan Mencegah Komplikasi. Pustaka Populer
Obor.

Molan P, R. T. (2015). The Evidence And The Rationale For The Use Of Honey
As A Wound Dressing. Woundpract Res, 27(6), 141–151.

Nabhani, N., & Widiyastuti, Y. (2017). Pengaruh Madu Terhadap Proses


Penyembuhan Luka Gangren Pada Pasien Diabetes Mellitus. Profesi
(Profesional Islam) : Media Publikasi Penelitian, 15(1), 69.
Https://Doi.Org/10.26576/Profesi.241

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.


Notoatmodjo, S. (2013). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta,
Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta, PT. Rineka

103
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Cipta.

Nursalam (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta, Salemba


Medika.

Putri, A. S. W. & Y. M. (2013). Kmb 2 Keperawatanmedikal Bedah


Keperawatan Dewasa. Nuha Medika.

Putri, D. (2019). Buku Ajar Anatomi & Fisiologi Untuk Mahasiswa Kesehatan.
Prima Berkah.

Riani, & Handayani, F. (2017). Perbandingan Efektivitas Perawatan Luka Modern


“Moist Wound Healing” Dan Terapi Komplementer “Nacl 0,9% +
Madu Asli” Terhadap Penyembuhan Luka Kaki Diabetik

Rina, R. (2015). Faktor-Faktor Risiko Kejadian Kaki Diabetik Pada Penderita


Diabetes Melitus Tipe 2 (Studi Kasus Kontrol Di Rsup. Dr. M. Djamil
Padang) (Doctoral Dissertation, Program Pasca Sarjana
Undip).Http://Eprints.Undip.Ac.Id/48368

Roberia, N. (2018). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyembuhan


Luka Post Sectio Caesarea Di Rsup H Adam Malik. Poltekkes Kemenkes
Ri Medan.

Rosyid, F. N. (2017). Etiology, Pathophysiology, Diagnosis And Management Of


Diabetics’foot Ulcer. International Journal Of Research In Medical
Sciences, 5(10), 4206.

Sinno, H., & Prakash, S. (2013). Complements And The Woung Healing
Cascade: An Update Review. Plastic Surgery International, Article Id
146764, 7.

Sjamsuhidajat. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Ii. Jakarta : Egc

Soegondo S. (2009). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta:Balai


Penerbit Fkui

Sudaryanto, H. (2010). Analisis Kualitas Fisik Dan Kimia Madu Lebah Di Desa
Kuapan Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar. Universitas Islam
Sultan Syarif Kasim Riau.

Suriadi. (2015). Pengkajian Luka & Penanganannya. Cv Sagung Seto. Sussman,


C & Jensen, B. B. (2007). Wound Care A Collaborative Practice

Suyono S. Diabetes Melitus Di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Iv Ed.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fk Ui; 2006.

104
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Syabariah, S. (2015). Ibration Adjuvant Wound Therapy Enhances The Healing
Of Diabetic Foot Ulcers: An Interim Analysis Of 31 Patient. Jurnal
Online Keperawatan Dan Kesehatan Stik Muhammadiyah Pontianak,
5(2).

Triyanto, E. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara


Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu

Tuanku Tambusai, 1(2), 98–107.


Https://Journal.Universitaspahlawan.Ac.Id/Index.Php/Ners/Article/Dow
nload/121/90

Vallianou Ng, Gounari P, Skourtis A, Panagos J, K. C. (2014). Honey And Its


Antiinflammatory, Anti-Bacterial And Anti-Oxidant Properties, Gen.
Med, 132(2), 2. Https://Doi.Org/10.4172/2327-5146.1000132

Who. (2016). Global Report On Diabetes. World Health Organization.

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Yaghoobi N, Al-Waili N, Ghayour-Mobarhan M, Parizadeh Sm, Abasalti Z, E.

Yuliarti, N. (2015). Khasiat Madu Untuk Kesehatan dan Kecantikan.


Yogyakarta, Andi Offset.

105
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
LAMPIRAN

106
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
INFORMASI

“PENGARUH PERAWATAN LUKA MENGGUNAKAN


KOMPRES MADU TERHADAP PERTUMBUHAN GRANULASI
PADA LUKA GANGREN PADA PASIEN ULKUS DIABETIK DI
RUANG BEDAH RSUD PRINGSEWUTAHUN2021”

Saya adalah DEWI SAPUTRI mahasiswa yang berasal dari Fakultas

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu yang sedang

melakukan penelitian untuk mengetahui “Pengaruh Perawatan Luka

Menggunakan Kompres Madu Terhadap Pertumbuhan Granulasi Pada

Luka Gangren Pada Pasien Ulkus Diabetik Di Ruang Bedah RSUD

Pringsewu Tahun 2021”, mengundang Anda untuk berpartisipasi dalam

penelitian ini, keikutsertaan Anda dalam penelitian ini bersifat

sukarela, jadi Anda dapat memutuskan untuk berpartisipasi atau

sebaliknya.

Tujuan Penelitian:

Untuk mengetahui Pengaruh Perawatan Luka Menggunakan Kompres

Madu Terhadap Pertumbuhan Granulasi Pada Luka Gangren Pada

Pasien Ulkus Diabetik Di Ruang Bedah RSUDPringsewuTahun 2021.

Mengapa Subjek terpilih:

Kriteria inklusi

1. Pasien yang bersedia menjadi menjadi responden.

2. Pasien mengalami ulkus diabetik

107
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
3. Pasien rawat jalan yang masih melakukan

perawatan luka dirumah Kriteria eklusi

1. Pasien mengalami luka patah tulang

2. Pasien luka decubitus

3. Pasien tidak kooperatif

4. Pasien tidak bersedia menjadi responden

Tata Cara / Prosedur:

1. Anda akan diberikan surat permohonan menjadi responden, dengan terlebih

dahulu peneliti menjelaskan maksud dantujuan dilakukan penelitian.

2. Setelah setuju, anda akan menandatanggani lembar persetujuan (informant

consent) yang diberi oleh peneliti.

3. Peneliti mengambil lembar persetujuan (informantconsent) yang telah

ditanda tanggani.

4. Peneliti akan melakukan penerapan perawatan luka dengan madu setiap pagi

hari selama 1 minggu.

5. Peneliti akan melakukan observasi setiap setelah dan sebelum dilakukan

perawatan luka dengan madu, sampai dengan 1 minggu setelah perawatan

luka.

6. Peneliti melakukan pengolahan data yang telah diisi oleh responden

penelitian.

Risiko dan ketidaknyamanan : TidakRelevan

Manfaat (langsung untuk subjek dan umum) :

108
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Penjelasan mengenai manfaat langsun untuk subjek dan masyarakat

Manfaat langsung kesubjek adalah menigkatkan pengetahuan pasien, keluarga,

mengenai perawatan luka DM ganggren, serta mempercepat penyembuhan

luka.

Manfaat umum adalah sebagai sumber informasi dan pengetahuan bagi pasien

dan keluarga mengenai perawatan luka dengan pemanfaatan bahan herbal yaitu

dengan madu, untuk menigkatkan pertumbuhan jaringan dan penyembuhan

luka ganggren.

Prosedur alternative : TidakRelevan

Kerahasiaa ndata:

Indentitas responden sangat diutamakan kerahasiaannya dalam penelitian ini

sehingga peneliti tidak mencantumkan nama hanya memberikan kode pada setiap

lembar persetujuan dan menulis inisial nama. Data dari responden yang berasal

dari mengisi kuisoner atau lembar identitas pasienakan dirahasiakan dan akan di

gunakan hanya untuk kepentingan penelitian, setelah data penelitian selesai

digunakan data tersebut nantinya akan dimusnakan dengan cara dibakar oleh

peneliti sehingga kerahasiaan data daris ubjek penelitian tetap

terjagakerahasianya.

Perkiraan jumlah subjek yang akan diikut sertakan: 14 partisipan

Kesukarelaan:

Prinsip penelitian ini adalah sukarela dan tidak ada paksaan dari pihak manapun.

Periode Keikutsertaan Subjek:

Subjek mengikuti keikutsertaan selama 1 waktu saja tanpa ada tambahan waktu

109
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
dilain waktu penelitian

Subjek dapat dikeluarkan / mengundurkan diri dari penelitian : ada, yaitu

pasien yang tidak kooperatif selama proses penelitian dan pasien yang dirawat

inaphanya1hari saja.

Kemungkinan timbulnya pembiayaan dari perusahaan asuransi kesehatan

atau peneliti:

Tidak Relevan

Insentif dan kompensasi : ada, pemberian masker dan madu.

Pertanyaan:

Nama : Dewi Saputri

No.HP :081371202704

Email :dewi.142012017016@student.umpri.ac.id

110
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSPUNTUK IKUT
SERTA DALAM PENELITIAN(INFORMEDCONSENT)

Saya telah membaca atau memperoleh penjelasan, sepenuhnya

menyadari, mengerti, dan memahami tentang tujuan, manfaat, dan

risiko yang mungkin timbul dalam penelitian, serta telahdiberi

kesempatan untuk bertanya dan telah dijawab dengan memuaskan, juga

sewaktu-waktu dapat mengundurkan diri dari keikutsertaannya, maka

saya setuju/tidak setuju*) ikut dalam penelitian ini, yang berjudul:

Pengaruh Perawatan Luka Menggunakan Kompres Madu Terhadap

Pertumbuhan Granulasi Pada Luka Gangren Pada Pasien Ulkus

Diabetik Di Ruang Bedah RSUD Pringsewu Tahun 2021.

Saya dengan sukarela memilih untuk ikut serta dalam penelitian ini

tanpa tekanan/paksaan siapapun. Saya akan diberikan salinan lembar

penjelasan dan formulir persetujuan yang telah saya tandatangani untuk

arsip saya.

Saya setuju:

Ya/Tidak*)

Tgl.: Tandatangan
(bila tidak bisa
dapat digunakan
cap jempol)
Nama Peserta:
Usia:
Alamat:

111
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Nama Peneliti:

Nama Saksi:

*)coret yang tidak perlu

LEMBAR OBSERVASI ULKUS DIABETIK


SKALABWAT (Bates-Jensen WoundAssesment Tool)
Inisial Responden :
No Indikator Pengkajian Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari
1 2 3 4 5 6 7
0 : Sembuh,
lukaterselesaikan
panjangxlebar.
1 : < 4 cm
1. Ukuran 2 : 4 s.d 16 cm
3 : 16 s.d 36 cm
4 : 36 s.d 80 cm
5 : > 80 cm
Eritema 0 : Sembuh,
lukaterselesaikan
1 : Eritema atau kemerahan
2.Laserasi lapisanepidermis
dan atau dermis
3. Seluruh lapisan kulit
hilang,
2.
kerusakanatau nekrosis
subkutan, tidak
mencapaifasia, tertutup
4. Tertutup jaringan
nekrosis
5. Seluruh lapisan kulit
hilang
dengan destruksi luas,
kerusakan
0 : Sembuh, jaringan otot,
lukaterselesaikan
1 : Samar, tidak terlihat
dengan
jelas.
2. Batasan tepi terlihat,
3. Tepi
menyatu dengan dasar luka
luka
3. Jelas, tidak menyatu
dengan
dasar
4. luka
Jelas, tidak menyatu
dengan
dasar
5. luks,
Jelas, tebal parut
fibrotik,
tebal/hiperkeratonik
0 : Sembuh,
lukaterselesaikan
112
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
1 : Tidak adagua
2 : Gua<2cm
Kedalama diareamanapun
3 : Gua2-4cm seluas<50%
4. n/ g pinggir luka
u 4 : Gua2-4cm seluas>50%
pinggir luka
5:
Ti 1Gua>4cmdiareamanapun
: Tidak adajaringan
5. pe
jaringan 2nekrotik
: Putih/ abu-abu jaringan
tidak
nekrotik dapat teramatidan atau
jaringan
nekrotik
kekuninganyang
3 : Jaringan nekrotik
kekuninganyangmelekat
tapi mudah dilepas
4 : Melekat, lembut, eskar
Hitam
5 : Melekat, kuat,
keras,eskar
Hitam
1 : Tidak adajaringan
nekrotik
2 : <25%permukaan luka
tertutup jaringan nekrotik
Jumlah 3 : 25% permukaan luka
6 jaringan tertutup jaringan nekrotik
nekrotik 4 : >50%dan
<75%permukaan
luka
5. tertutup
75%s.d jaringan
100% permukaan
luka tertutup jaringan
1nekrotik
: Tidak ada eksudat
2 : Bloody
3 : Serosangueneous (encer,
Ti berair, merah pucat
7. Eksudat
pe 4ataupink)
: Serosa(encer, berair,
(PUS) kekuningan berbau)
5 : Purulen
(encer/kental,keruh,
kecoklatan/
1kekuningan,dengan
: Tidak ada, luka kering
2. Moist, lukatampak
8. Jumlah 3lembab
: Sedikit:permukaan luka
Eksudat moist, eksudat membasahi
(PUS) <25%balutan
4 : Moderat:eksudat
terdapat >25%dan
75%dari
balutanyangdigunakan
113
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
5 : Banyak: permukaan luka
dipenuhi dengan
eksudatdan eksudat
membasahi 75%
balutanyangdigunakan
1 : Pink atau warnakulit
normal
setiap
2 : Merahbagian luka
Warnakul 3terangjikadisentuh
: Putih atau abu-abu,
9.
it
sekitar pucat
luka 4atau hipopigmentasiungu
: Merahgelapatau
dan
5atau tidak atau
: Hitam pucat
10. hiperpigmentasi
Edema 1 : Tidak adapembengkakan
atau edema
2 : Tidak adapittingedema
sepanjang4cm sekitar luka
3 : Tidak adapittingedema
sepanjang≥4cm
4 : Pittingedema sepanjang
<4cm disekitar luka
5 : Krepitus dan atau pitting
edema
sepanjang>4cm
1disekitar lukaKulit
: Intensitas
granulasi / jaringan tumbuh
2 : Terang,
11. Jaringan merahseperti
granulas daging: 75% s/d 100%
i/ luka terisigranulasi
jaringan atau jaringan tumbuh
3 : Terang, merah seperti
merah
dagung <75%dan
>25%luka
terisigranulasi
4 : Pink, dan atau
pucat,merah
kehitaman dan atau
luka<25%
5 : Tidak ada
jaringangranulasi
Total
Skor

STANDAR OPRASIONAL PROSEDUR PERAWATAN LUKA GANGREN

No TINDAKAN YANG DILAKUKAN


A. Peralatan

Bak Instrumen yang berisi :

114
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
1. Pinset Anatomi

2. Pinset Chirurgis

3. Gunting Debridement

4. Kasa Steril

5. Kom: 3 buah

Peralatan lain terdiri dari:

1. Sarung tangan

2. Gunting Plester

3. Plester atau perekat

4. Alkohol 70%/ wash bensin

5. Desinfektant

6. NaCl 0,9%

7. Bengkok

8. Verband

9. Dressing luka sesuai kebutuhan

10. Madu
B. FASE INTERAKSI
1. Memberikan salam teraupetik dan menyapa nama pasien

2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien/ keluarga

3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan

115
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
C. FASE KERJA
- Menjaga privacy pasien

- Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat jelas

- Membuka peralatan

- Memakai sarung tangan

Penatalaksanaan ulkus diabetik

1.Wound cleansing

- Membasahi plaster dengan alkohol/wash bensin dan buka

dengan menggunakan pinset

- Membuka balutan lapis terluar

- Membersihkan sekitar luka dan bekas plester

- Membuka balutan lapis dalam

- Menekan tepi luka (sepanjang luka) untuk mengeluarkan pus

2. Melakukan debridement

- Membersihkan luka dengan menggunakan cairan NaCl

- Menghilangkan jaringan nekrotik, eksudat, bakteri.

- Melakukan kompres desinfektant dengan menggunakan

madu

3. Dressing

- Menutup luka dengan kassa

- Memasang plester atau verband

- Merapikan pasien

116
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
D. FASE TERMINASI
1. Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan

2. Berpamitan dengan klien

3. Membereskan alat-alat

4. Mencuci tangan

5. Dokumentasi dan catat terkait tindakan yang telah dilakukan

Sumber : (Nabhani & Widiyastuti, 2017).

117
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Alat :

Bahan

118
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Persetujuan Penelitian Bersama Kepala Ruangan Bedah RSUD Pringsewu

119
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Observasi Selama 7 Hari
Hari Ke- 1 Hari Ke-2 Hari Ke-3

Hari Ke-4 Hari Ke-5 Hari Ke-6

Hari Ke-7

120
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Kompres Madu

121
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
122
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
123
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
124
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
125
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
126
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
127
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
128
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
129
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
130
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
131
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
132
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung

Anda mungkin juga menyukai